Bainit tidak berbentuk lamellar seperti perlit tetapi berupa cementit platelet yang
terperangkap dalam ferrit yang sangat halus. Kekerasan bainit berkisar antara
Rockwell C 40-60, lebih kuat dari perlit, lebih tangguh dan lebih ulet
(mempunyai toughness dan ductility yang lebih tinggi) dari martensit.
Dalam pendinginan, waktu melewati temperature kritis A1 autenit (besi gamma,
FCC) akan mengalami perubahan alootropik menjadi besi alpha (BCC) dan
karena besi alpha tidak mampu melarutkan karbon sebanyak besi gamma kama
karbon yang tadinya berada dalam besi gamma akan keluar dari larutan dan
membentuk inti smeentit di batas butir austenite. Sementara makin banyak
karbon yang keluar dari austenite membentuk sementit, austenite di sekitar
sementit makain miskin karbon dan akan menjadi ferrit (besi alpha). Untuk
berubahnya austenite menjadi ferrti ini harus dikeluarkan sejumlah karbon, dan
karbon ini menjadi smentit. Dengan demikian akan diperoleh struktur yang
berlapis-lapis (lamellar) yang dinamakan perlit. Perpindahan atm-atom ini
berlangsung secara diffuse , karenanya memerlukan waktu yang cukup panjang.
Karena itulah perlit akan terjadi pada pendinginan yang berlangsung cukup
lambat.
Bila besi gamma dipaksa berada pada temperature di bawah temperature kritis
A1 maka aka nada driving force yang akan mendorong atom-atom besi gamma
untuk merbah posisinya agar menjadi besi alpha. Makin jauh temperaturnya
dibawah temperature kritis A1 makin besar driving forcenya sehingga sebagian
dari austenite serta merta akan menjadi ferrit. Karena austenite itu tadinya
mengandung banyak karbon sedang ferrit tidak mampu melarutkan karbon
sebanyak itu, maka karbon yang terperangkap ini secara diffuse akan keluar
membentuk sementit pada arah/bidang kristallograf tertentu dari ferrit yang
terbentuk. Struktur yang terbentuk dengan cara inilah yang dinamakan bainit. Ini
akan terjadi bila austenite didinginkan cepat sampai ke temperature di bawah
“hidung” diagram TTT (tetapi masih diatsa garis M) dan dibiarkan pada
temperature itu sampai transformasi berakhir.
Kalau pendinginan berlangsung sangat cepat maka driving force inipun kan
menjadi sangat besar sehingga seolah-olah pergeseran atom-atom untuk
mengubah FCC menjadi BCC dapat terjadi tanpa diffuse, hanya karena dorongan
driving force. Tetapi karena austenite mengandung sejumlah karbon, sedang
ferrit hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, maka karbon yang
seharusnya keluar dari larutan akan terperangkap (atom karbon sudah tidak lagi
dapat berdifusi keluar karena ia sudah tidak lagi memiliki cukup energy untuk
berdifusi, temperature sudah terlalu rendah) dalam struktur baru (yang
seharusnya BCC) dan menyebabkan struktur baru itu terdistorsi, tidak menjadi
BCC tetapi menjadi BCT (body centered tetragonal), yaitu martensit.
Karena adanya karbon yang terperangkap ini struktur itu menjadi tegang dan
karenanya menjadi sangat kaeras (dapat sampai Rockwell C 65), tetapi juga
getas. Martensit akan mulai terjadi bila austenite langsung didinginkan hingga
mencapai temperature Ms, martensit start. Banyaknya austenite yang
bertransformasi menjadi martensit tidak tergantung pada waktu, tetapi tergantung
pada temperature, makin rendah makin banyak dan selesai pada temperature Mf
martensit finish.
Kadar karbon dalam austenite sangat berpengaruh terhadap kekerasan martensit,
makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi pula kekerasan martensit, hanya saja
kenaikan ini tidak berbanding lurus (Gambar 1.13). pada kadar karbon yang
rendah, kenaikan kadar karbon sangat menaikkan kekerasan baja (setelah proses
pengerasan, pembentukan martensit). Sampai batas kadar karbon tertentu
kenaikan kekerasan ini mulai melanda, bahkan menurun.
Kadar karbon (dan juga unsure paduan) berpengaruh terhadap temperature Ms
dan Mf makin tinggi kadar karbon (dan unsure paduan) makin rendah
temperature Ms dan Mf (lihat Gambar 1.14), sehingga pada kadar karbon yang
tinggi tempertur Ms sudah berada di bawah tempertur kamar berarti setelah
selesai pendinginan cepat dan mencapai temperature kami masih tersisa austensit
yang belum bertransformasi. Strukturnya akan terdiri dari martensit dan austentik
sisa (retained austenite) adanya austenitr (yang lunak) ini menyebabkan kenaikan
kekerasan menjadi berkurang.
Transformasi austenite menjadi martensit tergantung pada temperature dan tidak
tergantung pada lamanya waktu pada suatu temperature (karena transformasi ini
berlangsung tanpa ada diffuse). Transformasi ini juga tidak pernah selesai, selalu
saja ada retained austenite walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Ini dapat
terlihat pada kurva Gambar 1.15 yang menggambarkan banyaknya martensit
yang terbentuk dari austenite sebagai fungsi temperature. Pada temperature
rendah makin sedikit sisa austenite, makin randah juga laju pembentukan
martensit sehingga dapat dimengerti bahwa sisa austenic tidak akan habis. Tetapi
untuk praktisnya austenite dapat dianggap habis bila sudah sulit untuk melihat
adanya austenite pada mikroskop optik.
Martensit bukanlah suatu struktur yang stabil, ia merupakan suatu struktur
transisi antara austenite yang tidak stabil pada temperaute kamar dengan
campuran ferrit dan sementit yang stabil. Ia dikatakan mempunyai struktur yang
metastabil. Karenanya bila matensit dipanaskan kembali, sedikit demi sedikit
akan menuju strukturnya yang lebih stabil, dengan diikuti berkurangnya
kekerasan dan bertambahnya keuletan/ketangguhan. Sedikit demi sedikit karbon
yang terperangkap dalam BCT akan ke luar dan menjadi karbida. Dengan
keluarnya karbon dari BCT akan mengurangi tegangan dalam BCT, dan bila
seluruh karbon akhirnya keluar dari BCT (yaitu bila temperature pemanasan
kembali makin tinggi) maka BCT sudah menjadi BCC, martensit sudah menjadi
ferrit. Gambar 1.16 menggambarkan skema transformasi austenite dengan
pendinginan dan pemanasan kembali.
b. Kurva pendinginan
Karena I-T diagram digambarkan pada suatu salib sumbu dengan waktu dan
tempertur sebagai absis dan ordinatnya, maka pada diagram tersebut dapat diplot
berbagai kurva yang menggambarkan proses pendinginan dengan berbagai laju
pendinginan (cooling rate), yang disebut kurva pendinginan (cooling curve) dan
dari masing-masing kurva pendinginan ini dapat dipelajari transformasi yang
terjadi, seperti Gambar 1.17.
Kurva pendinginan 1 menggambarkan pendinginan yang sangat lambat, seperti
yang dapat terjadi pada pendinginan dalam proses aniling. Transformasi mulai
terjadi pada titik X2 menghasilkan perlit yang sangat kasar. Transformasi
berlangsung sampai titik X21. Karena ada perbedaan tempertur awal dan akhir
transformasi maka akan ada perbedaan kekasaran perlit yang dihasilkan pada
awal dan akhir transformasi. Setelah melewati titik X21 laju pendinginan tidak
lagi berpengaruh terhadap struktur dan sifat hasil transformasi, karenanya
pendinginan dapat dilakukan dengan cepat. Pada kurva pendinginan 2
transformasi berlangsung pada temperature konstan, sehingga hasil transformasi
lebih homogen.
Kurva pendinginan 3 menggambarkan pendinginan yang lebih cepat, sperti yang
dapat terjadi pada proses normalizing. Transformasi dimulai pada X3 dengan
hasil perlit kasar dan berakhir pada X23 dengan hasil perlit medium. Hasil akhir
akan merupakan campuran perlit dari berbagai kekasaran antara kasar dan
medium. Pada kurva pendinginan 4, juga serupa, kekasarannya antara medium
dan halus.
Pada kurva pendinginan 5 transformasi mula-mula menghasilkan perlit halus,
tetapi setelah 25% autenit bertransformasi (X23), transformasi terhenti. Pada saat
itu kurva 25% berbelok ke kanan dan kurva pendinginan akan mengarah ke
persentase transformasi yang mengecil, atau jumlah perlit yang sudah terhjadi
akan berkurang. Berkurangnya perlit (karena menjadi austenite kembali) tidak
akan terjadi, karena pada pendinginan perlit tidak dapat menjadi austenite.
Karenanya sampai titik itu transformasi terhenti. Transformasi akan mulai lagi
bila temperature mencapai M3 yaitu pada titik X”3. Disini austenite yang belum
menjadi perlit, akan bertransformasi menjadi matensit. Pada temperature kamar
akan terlihat 25% perlit halus dan 75% martensit (dianggap tidak ada retained
austenite).
Kurva pendinginan 6 menggambarkan pendinginan yang sangat cepat sehingga
tidak terjadi tarnsformasi di daerah “hidung”. Transformasi baru akan terjadi bila
temperature mencapai M3 dan berakhir pada M4. Struktur yang terjadi seluruhnya
martensit. Hal ini juga terjadi pada kurva pendinginan 7, kurva pendinginan yang
tepat menyinggung “hidung” kurva awal transformasi. Semua kurva pendinginan
yang lebih lambat dari kurva pendinginan 7 akan memotong kurva awal
transformasi dan akan tertransform,asi dari austenite menjadi perlit, sehingga
struktur akhir akan terdiri dari campuran perlit dan martensit. Untuk memperoleh
struktur akhir, seluruhnya martensit maka kurva pendinginannya tidak boleh
memotong kurva transformasi, seperti misalnya kurva pendinginan 7. Kurva
pendinginan ini dikatakan mempunyai laju pendinginan sama dengan laju
pendinginan kritis (Critical Cooling Rate-CCR) dari baja ini. CCR dapat diganti
dengan membuat kurva yang tepat menyinggung “hidung” diagram.
Dengan pendinginan kontinyu seperti digambarkan di atas di ….. menghasilkan
struktur yang sepenuhnya perlitik atau sepenuhnya martensitik, tetapi tidak akan
dapat menghasilkan struktur yang sepenuhnya bainitik. Struktur yang
sepenuhnya bainitik dapat diperoleh dengan kombinasi kurva pendinginan 6 dan
7 kemudian setelah melewati “hidung” tempertur dipertahankan konstan
(misalnya dengan kurva 8). Bila melalui kurva 5 kurva 8 akan diperoleh sebagian
(25%) perlit dan sebagian (75%) bainit.
Gambar 1.20 menunjukkan I-T diagram baja karbon dengan 0,35% dan Gambar
1.21 untuk baja dengan 0,50% C. pada Gambar 1.20 hidung tidak Nampak
(karena sangat ke kiri) sedang pada Gambar 1.21 sudah mulai tampak (letak
kurva lebih ke kanan) dan temperature M1 dan M2 menurun berarti baja dengan
kadar karbon lebih tinggi lebih mudah dikeraskan.
Gambar 1.22 menunjukkan I-T diagram untuk baja dengan 0,35%C + 1,85% Mn
terlihat bahwa kurva transformasi lebih kekanan (dibandingkan baja 0,3%C +
0,37% Mn, Gambar 1.20). besarnya kdar pengaruh dari masing-masing unsure
paduan tidak sama. Urutan kekuatannya menggeser kurva transformasi adalah
vanadium, tungsten, molybden chrom, mangan, silicon dan nickel (yang paling
lunak). Kalau ke dalam baja dimasukkan sekaligus beberapa unsure paduan maka
pengaruh dari unsure-unsur akan bersifat kumulatif.
Beberapa unsure paduan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
transformasi austenite-perlit dan austenite-bainit. Pada Gambar 1.23 terlihat I-T
diagram baja 0,33 % karbon, 0,45 % mangan dengan 1,97 % chrom. Ternyata
chrom bukan hanya menggeser kurva transformasi kekanan tetapi juga merubah
bentuknya. Kurva transformasi asutenit-perlit menrima pengaruh yang lebih kuat,
sehingga tergeser lebih jauh ke kanan, sedang kurva transformasi austenite-bainit
tergeser lebih sedikit. Dengan bentuk kurva yang demikian tentu akan
memungkinkan terjadinya bainit dengan pendinginan kontinyu.
Pengaruh dari ukuran butir Kristal austenite terhadap letak kurva transformasi
dapat dilihat dari Gambar 1.24. yang menggambarkan kurva transformasi dari
suatu baja dengan 0,87% C, 0,30 % Mn dan 0,27% V yang dipanaskan dengan
temperature austenitisasi yang berbeda.
Dengan temperature austenitisasi yang lebih tinggi (1925 0F) akan menghasilkan
butiran yang lebih besar (ukuran butir antara ASTM no 2 dan 3) akan
menyebabkan kurva transformasinya tergeser lebih ke kanan daripada yang
diaustenitisasi pada temperature yang lebih rendah (1500 0F yang menghasilkan
austenite dengan ukuran butir ASTM no. 11) disamping itu dengan ukuran butir
yang lebih besar juga M3 dan M1 akan tergeser sedikit ke bawah.
Dari gambaran tentang transformasi austenite ini akan dapat dirancang suatu
proses laku panas yang tepat untuk memperoleh sifat-sifat tertentu dari baja yang
sesuai dengan kebutuhan.