Anda di halaman 1dari 19

I.

TRANSFORMASI FASE PADA BAJA

1.2. Transformasi fase pada saat pemanasan

Transformasi fase yang terjadi selama pemanasan dapat dipelajari dari


diagram keseimbangan (diagram fase) besi-karbika besi, Gambar 1 terutama
dearah di bagian kiri bawah dari diagram itu. Untuk mempelajari ini diambil
contoh dua macam baja, yaitu baja hypoeutektoid dan baja hypereutectoid,
yang telah mendapat pendinginan ekuilibrium, dan akan dipanaskan secara
ekuilibrium.
Pada temperature kamar, baja hypoeutektoid (misalnya dengan 0,2 %
karbon) terdiri dari butir-butir Kristal ferrit dan perlit, perubahan struktur
mikro yang terjadi pada pemanasan/pendinginan ekuilibrium dapat dilihat
pada Gambar 1.2. kalau baja ini dipanaskan hanya sampai temperature di
bawah temperature kritis A1, maka belum akan tampak adanya perubahan
struktur mikro. Tetapi bila pemanasan dilanjutkan hingga tepat pada
temperature kritis A1 maka perlit akan mengalami reaksi eutectoid, lamel-
lamel ferrit dan sementit dari perlit akan bereaksi dan menjadi austenite.
Reaksi eutectoid pada pemanasan :
Ferrit + Fe3C Austenit
Reaksi ini akan berlangsung pada temperature konstan, temperature tidak
akan naik sebelum reaksi eutectoid selesai, temperature tidak akan naik
sebelum seluruh ferrit dan sementit di dalam perlit habis menjadi austenite.
Setelah perlit habis dan mulai terjadi kenaikan temperature, maka ferrit-
proeutektoid akan mulai mengalami transformasi allotropic, ferrit yang BCC
akan menjadi austenite yang FCC. Transformasi ini berlangsung bersamaan
dengan naiknya temperature, makin tinggi temperature pemanasan makin
banyak banyak ferrit yang bertransformasi menjadi austenite, sehingga pada
saat temperature mencapai temperature kritis A3 seluruh ferrit-proeutektoid
sudah menjadi austenite.
Baja hypereutectoid (misalnya 1.0 % C) pada temperature kamar struktur
mikronya terdiri dari perlit dan cementite network (jaringan sementit) yang
membungkus butir-butir Kristal perlit. Skema perubahan strukturmikro
dengan pemanasan/pendinginan ekuilibrium pada Gambar 1.
Bila baja ini mengalami pemanasan hingga mencapai temperature kritis A1
(ada juga beberapa buku yang menamakan garis temperature kritis A1 dari
baja hypereutectoid sebagai garis A3.1) maka akan mulai terjadi reaksi
eutectoid seperti halnya baja hypoeutektoid, ferrit dan sementit pada perlu
akan beraksi menjadi austenite. Temperature tidak naik sebelum reaksi itu
selesai, karena panas yang diberikan oleh pemanasan digunakan untuk
berlangsungnya reaksi ini, bila reaksi ini selesai baru kemudian panas
digunakan untuk menaikkan temperature.

Pada temperature kritis A1 ini austenite mengandung 0,8% C, karbon yang


lain berada pada sementit. Dengan naiknya temperature ke atas temperature
kritis A1 maka kemampuan austenite melarutkan karbon juga akan naik,
sehingga karbon yang tadinya berada pada sementit sedikit demikit demi
sedikit. Mulai larut ke dalam austenite, jaringan sementit sedikit demi
sedikit makin menipis. Dan akhirnya pada temperature Acm jaringan
sementit akan habis, struktur seluruhnya austenite.
Austenite yang baru terjadi masih belum homogeny. Pada baja hypoetektoid
misalnya, austenite yang berasal dari perlit mengandung 0,8% C sedang
yang berasal dari ferrit masih mengandung karbon yang jauh lebih sedikit.
Pada baja hypereutectoid, austenite yang mula-mula terjadi mengandung
0,8% C, dan ini akan makin bertambah dengan adanya karbon yang larut
dari jaringan sementit yang berada di sekitar austenite itu. Tentunya mula-
mula tambahan karbon itu akan berada lebih banyak di bagian luar dari butir
austenite, sedang yang bagian masih belum banyak mendapat tambahan
(karena proses berlangsung secara diffuse). Agar semua autenit dapat
menjadi homogeny perlu diberikan waktu untuk berlangsungnya diffuse.
Disamping itu austenite yang baru terjadi masih merupakan butira-butiran
yang kecil. Butiran Kristal austenite ini akan tumbuh makin besar bila diberi
cukup waktu untuk bertumbuh. Dan pertumbuhan ini makin cepat bila
temperature makin tinggi.

1.3. Transformasi fase pada saat pendinginan

Dalam suatu proses laku panas, setelah pemanasan mencapai temperature


yan ditentukan dan diberi holding time secukupnya maka dilakukan
pendinginan dengan laju tertentu. Struktur mikro yang terjadi setelah
pendinginan akan tergantung pada laju-laju pendingionan. Karenanya sifat
mekanik dari baja setelah akhir suatu proses laku panas akan banyak
ditentukan oleh laju pendinginan.
Transformasi austenite pada pendinginan memegang peranan penting
terhadap sifat baja yang dikenal suatu proses laku panas. Austenite dari baja
hypoeutectoid bila didinginkan dengan lambat, pada temperature kritis A 3
mulai membentuk inti Kristal ferrit. Inti dari ferrit ini tumbuh pada batas-
batas butir austenite. Transformasi ini terjadi karena perubahan allotropic
dari besi gamma ke besi alpha. Karena besi alpha (ferrit) hanya dapat
melarutkan karbon dalam jumlah yang sangat kecil maka kandungan karbon
dalam austenite (besi gamma) akan semakin besar bila ferrit yang tumbuh
makin banyak/besar (yaitu dengan makin turunnya temperature), besarnya
kandungan karbon dalam austenite dengan menurunnya temperature
mengikuti garis temperature kritis A3, sehingga pada saat temperature
mencapai temperature kritis A1 komposisi sisa austenite sama dengan
komposisi eutectoid dan pada temperature itu austenite bertransformasi
menjadi perlit. Pertumbuhan perlit ini dimulai dengan tumbuhnya inti
cementit pada batas butir austenite. Untuk tumbuhnya semntit, yang kaya
karbon (6,67%C) ini diperlukan sejumlah besar karbon, yang akan diperoleh
dari austenite disekitarnya, yang mengeluarkan karbonnya untuk dapat
menjadi ferrit. Karbon ini keluar ke kiri kanannya, sebagian mengumpul
pada smentit untuk bertumbuhnya sementit yang sudah ada, yang keluar ke
sisi lain akan membentuk lapisan sementit baru. Demikian seterusnya,
sehingga terjadi struktur yang berlapis-lapis (lamellar) terdiri dari ferrit dan
sementeit, yaitu disebut perlit (perlite). Skema pertumbuhan perlit dan
gambar struktur mikro perlit terlihat pada Gambar 1.4. dan 1.5.

Transformasi dari austenite menjadi perlit ini berlangsung dengan


mengeluarkan sejumlah panas sehingga reaksi eutectoid itu berlangsung
pada temperature tetap. Temperature akan turun lagi bila reaksi eutectoid
sudah selesai. Pada temperature yang lebih rendah lagi sudah tidak terdapat
perubahan fase. Perubahan fase yang terjadi pada temperature kritis A1
hanya transformasi dari austenite menjadi perlit, sedang ferrit yang sudah
terjadi sebelumnya (disebut ferrit proeutektoid), tidak mengalami
perubahan. Struktur mikro baja ini pada tempertur kamar terdiri dari ferrit
(proeutektoid) dan perlit (Gambar 1.6). Tentunya makin tinggi kadar karbon
dari baja ini makin banyak jumlah perlitnya dibandingkan dengan jumlah
ferritnya, dan struktur akan terdiri dari perlit seluruhnya pada baja dengan
komposisi eutectoid (baja eutectoid, 0,8%C).
Pada baja hypereutectoid austenite mulai mengalami perubahan fase pada
temperature Acm dengan keluarnya sementit dari larutan padat tersebut.
Keluarnya sementit ini terjadi karena pada temperature Acm mini austenite
mancapai batas kemampuannya melarutkan karbon, dan bila temperature
diturunkan lagi maka austenite akan kelabihan karbon, kelebihan inilah
yang akan mengendap keluar dari austenite akan mengendap keluar dari
austenite sebagai sementit. Sementit ini keluar menuju batas butir austenite
yang mengumpul di sana. Dengan makin turunnya temperature makin
banyak sementit yang mengumpul pada batas butir austenite, sehingga akan
membentuk jaringan (network) yang membungkus austenite (dan hasil
transformasi austenite berikutnya).
Dengan keluarnya smentit ini austenite akan makin sedikit kandungan
karbonnya sehingga pada temperature kritis A1 komposisi austenite
mencapai komposisi eutectoid dan akan terjadi reaksi eutectoid, terjadi
transformasi dari austenite menjadi perlit. Di bawah temperature kritis A1
sudah tidak lagi terjadi perubahan fase. Pada temperature kamar struktur
mikro dari baja hypereutectoid terdiri dari perlit yang dikelilingi jaringan
smentit. Lihat Gambar 1.7.
Transformasi dari austenite menjadi perlit terjadi karena perpindahan atom-
atom secara difussi, karenanya akan memerlukan waktu lama. Dengan
pendinginan lambat akan tersedia cukup waktu untuk berlangsungnya
diffuse sehingga dapat terbentuk perlit yang lamellar. Bila pendinginan agar
cepat maka tidak lagi cukup waktu menyelesaikan seluruh transformasi pada
temperature eutectoid A1. Transformasi akan berlangsung pada temperature
yang lebih rendah, dan pada temperature yang lebih rendah ini gerakan
atom-atom (diffuse) menjadi lebih terbatas, sehingga tebal lamel jadi lebih
kecil dan butiran-butiran Kristal yang terjadi akan lebih kecil/halus. Bahkan
bila pendinginan berlangsung lebih cepat lagi akan dapat terbentuk struk
mikro yang berbeda dari apa yang terbentuk pada pendinginan lambat.
1.3.1 Transformasi eustenit pada temperature tetap
Temperature transformasi austenite lebih banyak berpengaruh terhadap
penyebaran ferrit dan smentit pada hasil transformasi tersebut, yang akhirnya
akan mempengaruhi sifat baja sesudah proses laku panas. Dengan membuat
transformasi ini berlangsung pada temperature tetap (isothermal) dapat dipelajari
waktu mulai dan berakhirnya transformasi dan lain-lain, yang akan berguna
untuk menentukan prosedur laku panas yang harus dilakukan untuk
menghasilkan baja dengan strukturmikro tertentu.
Untuk memmepalajari sifat-sifat trensformasi austenite pada temperature tetap ini
diambil sejumlah specimen (kecil, dengan ukuran koin) dari baja yang akan
diamati. Seluruh specimen ini dipanaskan sampai diperoleh austenite homogeny.
Satu per satu specimen ini didinginkan dengan cepat ke suatu temperature
dibawah temperature kritisnya. Masing-masing specimen didinginkan cepat
sampai ke temperature tertentu yang berbeda satu sama lain dan dibiarkan pada
temperature tertsebut selama waktu terterntu. Dan masing-masing specimen
diamati yang diperlukan untuk mulai dan berakhirnya transformasi austenite,
serta strukturmikro yang terjadi sesudah transformasi selesai.
Seluruh data ini kemudian diplot pada suatu grafik, dan menghasilkan suatu
diagram yang dinamakan Diagram transformasi isoternal, atau isothernal
Transformation Diagram (I-T diagram) atau disebut juga Time Temperature
Transformation Diagram (TTT diagram). Setipa baja akan mempunyai I-T
diagram sendiri dan tidak akan berlaku untuk baja lain. Sebagai contoh untuk
pembahasan di bawah ini ditampilkan I-T diagram untuk baja eutectoid (0,8%C).
Pada diagram ini waktu sebgai absis (dalam skala logaritmik) dan temperature
segabai ordinat. Kurva sebelah kiri menunjukkan saat mulainya transformasi
isoternal (transformation start) dan kurva sebelah kanan menunjukkan saat
selesainya transformasi isoternal (transformation ends). Di atas garis A 1 austenit
dalam keadaan stabil (tidak terjadi transformasi walaupun waktu penahanan terus
bertambah). Di bawah temperature kritis pada derah di sebelah kiri kurva awal
transformasi, autenit tidak stabil (suatu saat ia akan bertransformasi) dan
disebelah kanan kurva akhir transformasi terdapat hasil ransformasi isoternal dari
austenite, sedang pada daerah di antara kedua kurva tersebut terdapat sisa
austenite (yang belum bertransfornasi) dan hasil transformasi isoternalnya.
Titik paling kiri dari kurva awal transformasi disebut hidung (noice) diagram ini.
Transformasi austenite pada temperature di atas “hidung” akan menghasilkan
perlit sedang pada tempetarur di bawah “hidnug” akan menghasilkan suatu
struktur lain yaitu bainit. Tetapi bila transformasi berlangsung pada temperature
yang lebih rendah lagi (di bawah garis M akan diperoleh martensit.
Untuk semua baja, kecuali baja eutectoid, I-T diagramnya akan mempunyai dua
kurva awal transformasi pada daerah di atas hidungnya. Kurva pertama
menunjukkan awal transformasi dari austenite menjadi ferrit (pada baja
hypoeutectoid) atau menjadi sementit (pada baja hypereutectoid) dan kurva yang
kedua menunjukkan awal transformasi austenite menjadi perlit.

Transformasi yang terjadi pada temperature sedikit di bawah temperature kritis


A1 akan menghasilkan perlit kasar, butir Kristal besar, dan jarak antara lamel
besar, kekerasannya rendah, sekitar Rockwell C 18. Dengan temperature
transformasi yang lebih rendah, akan diperoleh butir Kristal yang lebih halus dan
jarak antar lamel pada perlit yang lebih kecil, akibatnya kekerasannya meningkat.
Bainit akan terjadi pada transformasi isoternal dan austenite pada temperature di
bawah “hidung”. Pada temperature yang lebih tinggi diperoleh upper bainite
(bainit atas) yang sering juga disebut fether bainite karena bentuknya terlihat
mirip bulu ayam. Sedang pada temperature yang lebih rendah diperoleh lower
bainite (bainit bawah) atau disebut juga acicular bainite karena bentuknya seperti
sekumpulan jarum-jarum yang berserakan. Sebenarnya kedua bainite ini juga
terdiri dari ferrit dan sementit walaupun sepintas lalu bainit bawah tampak lebih
mirip martensit.

Bainit tidak berbentuk lamellar seperti perlit tetapi berupa cementit platelet yang
terperangkap dalam ferrit yang sangat halus. Kekerasan bainit berkisar antara
Rockwell C 40-60, lebih kuat dari perlit, lebih tangguh dan lebih ulet
(mempunyai toughness dan ductility yang lebih tinggi) dari martensit.
Dalam pendinginan, waktu melewati temperature kritis A1 autenit (besi gamma,
FCC) akan mengalami perubahan alootropik menjadi besi alpha (BCC) dan
karena besi alpha tidak mampu melarutkan karbon sebanyak besi gamma kama
karbon yang tadinya berada dalam besi gamma akan keluar dari larutan dan
membentuk inti smeentit di batas butir austenite. Sementara makin banyak
karbon yang keluar dari austenite membentuk sementit, austenite di sekitar
sementit makain miskin karbon dan akan menjadi ferrit (besi alpha). Untuk
berubahnya austenite menjadi ferrti ini harus dikeluarkan sejumlah karbon, dan
karbon ini menjadi smentit. Dengan demikian akan diperoleh struktur yang
berlapis-lapis (lamellar) yang dinamakan perlit. Perpindahan atm-atom ini
berlangsung secara diffuse , karenanya memerlukan waktu yang cukup panjang.
Karena itulah perlit akan terjadi pada pendinginan yang berlangsung cukup
lambat.
Bila besi gamma dipaksa berada pada temperature di bawah temperature kritis
A1 maka aka nada driving force yang akan mendorong atom-atom besi gamma
untuk merbah posisinya agar menjadi besi alpha. Makin jauh temperaturnya
dibawah temperature kritis A1 makin besar driving forcenya sehingga sebagian
dari austenite serta merta akan menjadi ferrit. Karena austenite itu tadinya
mengandung banyak karbon sedang ferrit tidak mampu melarutkan karbon
sebanyak itu, maka karbon yang terperangkap ini secara diffuse akan keluar
membentuk sementit pada arah/bidang kristallograf tertentu dari ferrit yang
terbentuk. Struktur yang terbentuk dengan cara inilah yang dinamakan bainit. Ini
akan terjadi bila austenite didinginkan cepat sampai ke temperature di bawah
“hidung” diagram TTT (tetapi masih diatsa garis M) dan dibiarkan pada
temperature itu sampai transformasi berakhir.

Kalau pendinginan berlangsung sangat cepat maka driving force inipun kan
menjadi sangat besar sehingga seolah-olah pergeseran atom-atom untuk
mengubah FCC menjadi BCC dapat terjadi tanpa diffuse, hanya karena dorongan
driving force. Tetapi karena austenite mengandung sejumlah karbon, sedang
ferrit hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, maka karbon yang
seharusnya keluar dari larutan akan terperangkap (atom karbon sudah tidak lagi
dapat berdifusi keluar karena ia sudah tidak lagi memiliki cukup energy untuk
berdifusi, temperature sudah terlalu rendah) dalam struktur baru (yang
seharusnya BCC) dan menyebabkan struktur baru itu terdistorsi, tidak menjadi
BCC tetapi menjadi BCT (body centered tetragonal), yaitu martensit.
Karena adanya karbon yang terperangkap ini struktur itu menjadi tegang dan
karenanya menjadi sangat kaeras (dapat sampai Rockwell C 65), tetapi juga
getas. Martensit akan mulai terjadi bila austenite langsung didinginkan hingga
mencapai temperature Ms, martensit start. Banyaknya austenite yang
bertransformasi menjadi martensit tidak tergantung pada waktu, tetapi tergantung
pada temperature, makin rendah makin banyak dan selesai pada temperature Mf
martensit finish.
Kadar karbon dalam austenite sangat berpengaruh terhadap kekerasan martensit,
makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi pula kekerasan martensit, hanya saja
kenaikan ini tidak berbanding lurus (Gambar 1.13). pada kadar karbon yang
rendah, kenaikan kadar karbon sangat menaikkan kekerasan baja (setelah proses
pengerasan, pembentukan martensit). Sampai batas kadar karbon tertentu
kenaikan kekerasan ini mulai melanda, bahkan menurun.
Kadar karbon (dan juga unsure paduan) berpengaruh terhadap temperature Ms
dan Mf makin tinggi kadar karbon (dan unsure paduan) makin rendah
temperature Ms dan Mf (lihat Gambar 1.14), sehingga pada kadar karbon yang
tinggi tempertur Ms sudah berada di bawah tempertur kamar berarti setelah
selesai pendinginan cepat dan mencapai temperature kami masih tersisa austensit
yang belum bertransformasi. Strukturnya akan terdiri dari martensit dan austentik
sisa (retained austenite) adanya austenitr (yang lunak) ini menyebabkan kenaikan
kekerasan menjadi berkurang.
Transformasi austenite menjadi martensit tergantung pada temperature dan tidak
tergantung pada lamanya waktu pada suatu temperature (karena transformasi ini
berlangsung tanpa ada diffuse). Transformasi ini juga tidak pernah selesai, selalu
saja ada retained austenite walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Ini dapat
terlihat pada kurva Gambar 1.15 yang menggambarkan banyaknya martensit
yang terbentuk dari austenite sebagai fungsi temperature. Pada temperature
rendah makin sedikit sisa austenite, makin randah juga laju pembentukan
martensit sehingga dapat dimengerti bahwa sisa austenic tidak akan habis. Tetapi
untuk praktisnya austenite dapat dianggap habis bila sudah sulit untuk melihat
adanya austenite pada mikroskop optik.
Martensit bukanlah suatu struktur yang stabil, ia merupakan suatu struktur
transisi antara austenite yang tidak stabil pada temperaute kamar dengan
campuran ferrit dan sementit yang stabil. Ia dikatakan mempunyai struktur yang
metastabil. Karenanya bila matensit dipanaskan kembali, sedikit demi sedikit
akan menuju strukturnya yang lebih stabil, dengan diikuti berkurangnya
kekerasan dan bertambahnya keuletan/ketangguhan. Sedikit demi sedikit karbon
yang terperangkap dalam BCT akan ke luar dan menjadi karbida. Dengan
keluarnya karbon dari BCT akan mengurangi tegangan dalam BCT, dan bila
seluruh karbon akhirnya keluar dari BCT (yaitu bila temperature pemanasan
kembali makin tinggi) maka BCT sudah menjadi BCC, martensit sudah menjadi
ferrit. Gambar 1.16 menggambarkan skema transformasi austenite dengan
pendinginan dan pemanasan kembali.
b. Kurva pendinginan
Karena I-T diagram digambarkan pada suatu salib sumbu dengan waktu dan
tempertur sebagai absis dan ordinatnya, maka pada diagram tersebut dapat diplot
berbagai kurva yang menggambarkan proses pendinginan dengan berbagai laju
pendinginan (cooling rate), yang disebut kurva pendinginan (cooling curve) dan
dari masing-masing kurva pendinginan ini dapat dipelajari transformasi yang
terjadi, seperti Gambar 1.17.
Kurva pendinginan 1 menggambarkan pendinginan yang sangat lambat, seperti
yang dapat terjadi pada pendinginan dalam proses aniling. Transformasi mulai
terjadi pada titik X2 menghasilkan perlit yang sangat kasar. Transformasi
berlangsung sampai titik X21. Karena ada perbedaan tempertur awal dan akhir
transformasi maka akan ada perbedaan kekasaran perlit yang dihasilkan pada
awal dan akhir transformasi. Setelah melewati titik X21 laju pendinginan tidak
lagi berpengaruh terhadap struktur dan sifat hasil transformasi, karenanya
pendinginan dapat dilakukan dengan cepat. Pada kurva pendinginan 2
transformasi berlangsung pada temperature konstan, sehingga hasil transformasi
lebih homogen.
Kurva pendinginan 3 menggambarkan pendinginan yang lebih cepat, sperti yang
dapat terjadi pada proses normalizing. Transformasi dimulai pada X3 dengan
hasil perlit kasar dan berakhir pada X23 dengan hasil perlit medium. Hasil akhir
akan merupakan campuran perlit dari berbagai kekasaran antara kasar dan
medium. Pada kurva pendinginan 4, juga serupa, kekasarannya antara medium
dan halus.
Pada kurva pendinginan 5 transformasi mula-mula menghasilkan perlit halus,
tetapi setelah 25% autenit bertransformasi (X23), transformasi terhenti. Pada saat
itu kurva 25% berbelok ke kanan dan kurva pendinginan akan mengarah ke
persentase transformasi yang mengecil, atau jumlah perlit yang sudah terhjadi
akan berkurang. Berkurangnya perlit (karena menjadi austenite kembali) tidak
akan terjadi, karena pada pendinginan perlit tidak dapat menjadi austenite.
Karenanya sampai titik itu transformasi terhenti. Transformasi akan mulai lagi
bila temperature mencapai M3 yaitu pada titik X”3. Disini austenite yang belum
menjadi perlit, akan bertransformasi menjadi matensit. Pada temperature kamar
akan terlihat 25% perlit halus dan 75% martensit (dianggap tidak ada retained
austenite).
Kurva pendinginan 6 menggambarkan pendinginan yang sangat cepat sehingga
tidak terjadi tarnsformasi di daerah “hidung”. Transformasi baru akan terjadi bila
temperature mencapai M3 dan berakhir pada M4. Struktur yang terjadi seluruhnya
martensit. Hal ini juga terjadi pada kurva pendinginan 7, kurva pendinginan yang
tepat menyinggung “hidung” kurva awal transformasi. Semua kurva pendinginan
yang lebih lambat dari kurva pendinginan 7 akan memotong kurva awal
transformasi dan akan tertransform,asi dari austenite menjadi perlit, sehingga
struktur akhir akan terdiri dari campuran perlit dan martensit. Untuk memperoleh
struktur akhir, seluruhnya martensit maka kurva pendinginannya tidak boleh
memotong kurva transformasi, seperti misalnya kurva pendinginan 7. Kurva
pendinginan ini dikatakan mempunyai laju pendinginan sama dengan laju
pendinginan kritis (Critical Cooling Rate-CCR) dari baja ini. CCR dapat diganti
dengan membuat kurva yang tepat menyinggung “hidung” diagram.
Dengan pendinginan kontinyu seperti digambarkan di atas di ….. menghasilkan
struktur yang sepenuhnya perlitik atau sepenuhnya martensitik, tetapi tidak akan
dapat menghasilkan struktur yang sepenuhnya bainitik. Struktur yang
sepenuhnya bainitik dapat diperoleh dengan kombinasi kurva pendinginan 6 dan
7 kemudian setelah melewati “hidung” tempertur dipertahankan konstan
(misalnya dengan kurva 8). Bila melalui kurva 5 kurva 8 akan diperoleh sebagian
(25%) perlit dan sebagian (75%) bainit.

c. Transformasi austenite pada pendinginan kontinyu


secara teoritis tidaklah tepat memplot kurva pendingin pada suatu I-T diagram,
karena I-T diagram menggambarkan transformasi yang berlangsung pada
temperature tetap sedang dengan pendinginan transformasi akan berlangsung pada
temperature yang tidak tetap, menurun secara kontinyu. Dengan pendinginan
kontinyu, sperti yang terjadi pada proses laku panas, bentuk diagram akan
mengalami beberapa perubahan sebagai akibat dari pendinginan itu sendiri. Untuk
pendinginan yang kontinyu ini dapat diturunkan dari I-T diagram, suatu diagram
transformasi lain yang dinamakan C-T diagram (atau CCT, continous cooling
transformation diagram).
Gamabar 1.18 memperlihatkan C-T diagram yang menunjukkan laku I-T diagram
dari baja eutectoid, untuk memperlihatkan perbedaan kedua. Disini terlihat bahwa
garis-garis transformasi tergeser ke kanan bawah sebagai akibat pendinginan
kontinyu. Hidung C-T diagram berada di kiri bawah hidung I-T diagram, sehingga
CCR untuk pendinginan kontinyu akan lebih lambat daripada CCR dari I-T
diagram. Pada C-T diagram akan terdapat transformasi austenite-bainit karena
pada pendinginan kontinyu transformasi ini “terhalang” oleh hidung diagram, pada
baja yang tidak dapat diperoleh bainit dnegn pendinginan kontinyu.
Pada baja paduan keadannya berbeda, daerah transformasi austenite-bainit juga
ada, daerah ini membentuk “lutut” yang berada disebelah kiri bawah “hidung”
lihat Gambar 1.19. dalam hal ini kurva pendinginan yang menyinggung hidung
bukan lagi CCR, CCR didapat bila kurva pendinginan tepat menyinggung “lutut”
daerah transformasi austenite-bainit.
Letak kurva transformasi dalam suatu I-T diagram dipengaruhi oleh dua factor
utama yaitu komposisi kimia dari baja dan ukuran butir Kristal autenit. Pada
umumnya makin tinggi kadar karbon dan/atau kadar unsure paduan dan/atau
makin beasra ukuran butur Kristal austenite, maka letak kurva transformasi
dalam suatu diagram transformasi akan makin ke kanan. Dengan demikian CCR
makin lambat, makin mudah melakukan pendinginan untuk membentuk
martensit, makin mudah untuk dikeraskan. Pengaruh kadar karbon terhadap letak
kurva transformasi dapat dilihat dengan membandingkan letak kurva
transformasi dari dua macam baja yang berbentuk kadar karbonnya seperti pada
Gambar 1.2. dan 1.21.

Gambar 1.20 menunjukkan I-T diagram baja karbon dengan 0,35% dan Gambar
1.21 untuk baja dengan 0,50% C. pada Gambar 1.20 hidung tidak Nampak
(karena sangat ke kiri) sedang pada Gambar 1.21 sudah mulai tampak (letak
kurva lebih ke kanan) dan temperature M1 dan M2 menurun berarti baja dengan
kadar karbon lebih tinggi lebih mudah dikeraskan.
Gambar 1.22 menunjukkan I-T diagram untuk baja dengan 0,35%C + 1,85% Mn
terlihat bahwa kurva transformasi lebih kekanan (dibandingkan baja 0,3%C +
0,37% Mn, Gambar 1.20). besarnya kdar pengaruh dari masing-masing unsure
paduan tidak sama. Urutan kekuatannya menggeser kurva transformasi adalah
vanadium, tungsten, molybden chrom, mangan, silicon dan nickel (yang paling
lunak). Kalau ke dalam baja dimasukkan sekaligus beberapa unsure paduan maka
pengaruh dari unsure-unsur akan bersifat kumulatif.
Beberapa unsure paduan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
transformasi austenite-perlit dan austenite-bainit. Pada Gambar 1.23 terlihat I-T
diagram baja 0,33 % karbon, 0,45 % mangan dengan 1,97 % chrom. Ternyata
chrom bukan hanya menggeser kurva transformasi kekanan tetapi juga merubah
bentuknya. Kurva transformasi asutenit-perlit menrima pengaruh yang lebih kuat,
sehingga tergeser lebih jauh ke kanan, sedang kurva transformasi austenite-bainit
tergeser lebih sedikit. Dengan bentuk kurva yang demikian tentu akan
memungkinkan terjadinya bainit dengan pendinginan kontinyu.
Pengaruh dari ukuran butir Kristal austenite terhadap letak kurva transformasi
dapat dilihat dari Gambar 1.24. yang menggambarkan kurva transformasi dari
suatu baja dengan 0,87% C, 0,30 % Mn dan 0,27% V yang dipanaskan dengan
temperature austenitisasi yang berbeda.
Dengan temperature austenitisasi yang lebih tinggi (1925 0F) akan menghasilkan
butiran yang lebih besar (ukuran butir antara ASTM no 2 dan 3) akan
menyebabkan kurva transformasinya tergeser lebih ke kanan daripada yang
diaustenitisasi pada temperature yang lebih rendah (1500 0F yang menghasilkan
austenite dengan ukuran butir ASTM no. 11) disamping itu dengan ukuran butir
yang lebih besar juga M3 dan M1 akan tergeser sedikit ke bawah.
Dari gambaran tentang transformasi austenite ini akan dapat dirancang suatu
proses laku panas yang tepat untuk memperoleh sifat-sifat tertentu dari baja yang
sesuai dengan kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai