KELOMPOK 3
1
senyawa sejenis pada senyawa alprenolol hidroklorida, atenolol, glibenklamid, dan
ketoprofen.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui prosedur pengerjaan penetapan jarak lebur dan cemaran sejenis
alprenolol hidroklorida, atenolol, glibenklamide, dan ketoprofen
berdasarkan Farmakope Indonesia.
2. Mengetahui prosedur pengujian beberapa zat yang memiliki persyaratan
penetapan jarak lebur dan uji cemaran senyawa sejenis.
2
2. Suhu lebur sebagai alat untuk identifikasi dan karakterisasi
Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa
tersebut harus dalam bentuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar
yang memang telah terbukti kemurniannya. Apabila dua sampel memiliki suhu
lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul sampel tersebut
berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua sampel
tersebut dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu lebur
antara dua sampel sama, struktur molekul kedua zat tersebut diperkirakan
sama.
Contoh alat penetapan jarak lebur yang sesuai terdiri dari:
1. Wadah gelas untuk tangas cairan dilengkapi dengan pengaduk dan diisi cairan
yang cocok. Sebagai cairan umumnya digunakan silicon cair.
2. Alat pengaduk yang sesuai
3. Termometer yang akurat
4. Kaca pembesar yang cocok.
5. Pipa kapiler berukuran panjang lebih kurang 10 cm dan diameter dalam 0,8
mm sampai 1,2 mm dengan ketebalan dinding 0,2 mm sampai 0,3 mm.
6. Sumber panas yang terkendali
Panas didapat dari api bebas atau listrik.
Cairan dalam tangas dipilih dengan melihat suhu yang dikehendaki, tetapi
umumnya digunakan parafin cair dan silikon cair yang baik untuk rentang
suhu yang lebih tinggi.
Cairan dalam tangas mempunyai kedalaman yang cukup sehingga
thermometer dapat tercelup dengan pencadang raksa tetap berada lebih
kurang 2 cm diatas dasar tangas.
3
Gambar 1.1 Alat Pengukuran Jarak Lebur
4
Gambar 1.3 Hasil Pengamatan penentuan Jarak Lebur
5
yang secara kimiawi tahan terhadap fase gerak. Umumnya digunakan
gelas,baja nirkarat,teflon dan batu nilam.Tekanan minimal 103 atm.
o Jenis pompa :
Tekanan tetap
Pompa semprit
Pompa tekanan uap
Guard kolom : filter kimia untuk menahan material yang mungkin dapat
merusak atau menyumbat kolom.Berisikan fase diam yang mirip dengan kolom
Kolom : untuk memisahkan masing-masing komponen.Kolom yang ada telah
tersedia dalam berbagai macam ukuran,kolom standar mempunyai diameter
dalam antara 4-5mm. Isi kolom harus berukuran homogen dan stabil. Diameter
partikel antara 4-7 µm, panjang kolom std 10-30 cm.
Detektor: berfungsi untuk mengidentifikasi komponen yang ada dalam eluat
dan mengukur jumlahnya.
o Sifat detektor yang ideal
Respon universal
Sensitivitas tinggi
Noisy rendah range linier dinamis
Respon tidak dipengaruhi variasi parameter
Respon terlepas dari komposisi fase gerak
Mudah digunakan dan dapat dipercaya
Tidak merusak analit
Tidak mahal
Respon stabil untuk waktu yg lama
Mampu memberikan informasi kualitatif mengenai analit
6
detektor yang bersifat umum terhadap solute setelah fase gerak
dihilangkan dengan penguapan.
c. Metode
7
bergerak kekolom, pada kolom zat yang memiliki sifat yang sama dengan kolom
dalam hal ini polaritas zat dan kolom, zat yang bersifat polar akan tertahan pada
kolom yang bersifat polar sehingga zat yang bersifat non polar tidak tertahan dan
sebaliknya.Zat akan menuju detektor dan kemudian didapat hasil analisis berupa
kromatogram.
8
3. Kromatografi Gas
Pemisahan pada kromatografi gas didasari pada titik didih suatu senyawa
yang juga dipengaruhi oleh interaksi yang mungkin terjadi antara pembawa dan
fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi pembawa dari ujung kolom
lalu menghantarkannya ke detektor.
9
b. Instrumentasi
10
1. Gas Pembawa
Fase gerak pada KG disebut dengan gas pembawa karena tujuannya adalah
untuk membawa solut ke kolom sehingga gas pembawa tidak berpengaruh pada
selektifitas.Tujuan kedua dari fase gerak ialah untuk menghasilkan suatu
matriks yang sesuai bagi detektor untuk menganalisis komponen sampel.
Syarat dari gas pembawa, antara lain tidak reaktif; murni/kering; dan dapat
disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Kecepatan linier dari carrier gas
menentukan efisiensi kolom. Gas yang biasa digunakan, yaitu nitrogen, helium,
argon, dan hidrogen.
2. Kecepatan Alir
Pengatur kecepatan alir penting untuk efisiensi kolom dan pengukuran analisis
kualitatif.Efisiensi kolom bergantung dari kesesuaian linieritas kecepatan alir
gas yang ditentukan oleh perubahan kecepatan alir hingga tercapainya plate
number (N) maksimum.Untuk analisis kualitatif, kecepatan alir yang konstan
menentukan waktu retensi yang dihasilkan pada kromatogram. Waktu retensi
tersebut yang kemudian akan digunakan untuk mengidentifikasi komponen-
komponen dari sampel. Sehingga, laju alir yang baik juga menentukan hasil
identifikasi senyawa yang spesifik.
11
Ruang suntik ini harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya
10-15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi, seluruh sampel
akan menguap segera setelah sampel disuntikkan.
4. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Ada dua jenis kolom pada KG, yaitu kolom kemas (packing
column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas fase
cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang terdapat dalam
tabung yang relative besar ( diameter 1-3 mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil
( 0,02 – 0.2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam
untuk fase diam cair. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom.
Ada empat jenis lapisan pada kolom kapiler : WCOT ( Wall Coated Open Tube),
SCOT ( Support Coated Open Tube), PLOT ( Porous Layer Open Tube), dan
FSOT ( Fused Silica Open Tube).
12
Tabel 1.1 Jenis Fase Diam dan Penggunaannya
a. Pemotongan kolom
Biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada ujung depan kolom.
b. Pengkondisian
Bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidupnya cukup lama.
c. Pencucian kolom
Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian menggunakan tangki
(tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven.Laritan pencuci terbaik yaitu
pentana.
13
5. Oven (Temperatur)
Suhu kromatografi sebaiknya termostatik sehingga terjadi pemisahan yang
baik dalam waktu sesingkat mungkin dengan rentang suhu yang cukup luas.
Pengaturan suhu merupakan salah satu cara yang efektif untuk memeperbaiki
pemisahan komponen dalam campuran.
14
Fotoionisasi Senyawa-senyawa 2 pg 30-40 - -
yang terionisasi
dengan UV
Konduktivitas Halogen, N, S 0,5 pg Cl, 2 20-40 80 -
elektrolitik pg S, 4 pg N
Fourier Senyawa-senyawa 1000 pg 3-10 - -
transform-infra organic
red (FT-IR)
Selektif masa Sesuai untuk 10 pg – 10 ng 0,5-30 - -
senyawa apapun
Emisi atom Sesuai untuk 0,1 – 20 pg 60-70 - -
elemen apapun
6. Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan.Detektor ini berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen di dalamnya menjadi sinyal
elektronik, dimana sinyal elektronik ini berguna untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan
fase gerak dalam bentuk suatu kromatogram.
15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
16
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan dalam etanol
P (1 dalam 10.000) setebal 2 cm pada panjang
gelombang antara 230 dan 350 nm menunjukkan
maksimum pada panjang gelombang lebih kurang
271 dan 277 nm; serapan pada 271 nm lebih kurang
1,3 dan pada 277 nm lebih kurang 1,2.
C. Larutan lebih kurang 300 mg dalam 10 ml air,
basakan dengan larutan natrium hidroksida P 5%.
Ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 5 ml eter P. Cuci
kumpulan ekstrak dengan air secukupnya hingga
cairan cucian bebas alkali. Keringkan dengan natrium
sulfat anhidrat P, saring, uapkan hingga kering. Suhu
lebur residu lebih kurang 58º.
D. Menunjukkan reaksi Klorida seperti tertera pada
Uji Identifikasi Umum.
pH : Antara 5,5 dan 6,5; lakukan penetapan menggunakan
larutan 5%.
Jarak Lebur : Antara 108º dan 111º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%, lakukan pengeringan di atas
fosfor pentoksida P pada tekanan tidak lebih dari 5
mmHg selama 24 jam.
Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,1%
Senyawa sejenis : Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat, larutkan
dalam etanol mutlak P hingga kadar lebih kurang 50
mg per ml. Larutan baku Timbang saksama sejumlah
1-(2-Alilfenoksi)-propana-2,3-diol BPFI, larutkan
dalam etanol mutlak P hingga kadar 0,25 mg per ml.
Fase gerak metanol P-benzen P-asam asetat glasial P
(20:70:10)
Prosedur: Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti
tertera pada Kromatografi. Totolkan secara terpisah
masing-masing 5 μl Larutan uji dan Larutan baku
17
pada jarak yang sama 2,5 cm dari tepi bawah lempeng
kromatografi silika gel. Masukkan lempeng ke dalam
bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan
Fase gerak. Angkat lempeng, biarkan menguap,
semprot dengan anisaldehid LP. Panaskan lempeng
pada suhu 120º selama 15 menit: bercak Larutan baku
lebih intensif dari bercak Larutan uji.
Penetapan kadar : Lakukan penetapan seperti tertera pada Titrasi Bebas
Air. Metode I menggunakan 500 mg yang ditimbang
saksama dan indikator 1-naftolbenzeina LP. Tiap ml
asam perklorat 0,1 N setara dengan 28,58 mg C15H23
NO2.HCl.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya.
2-[p-[2-Hidroksi-3-(isopropilamino)propoksi]fenil]asetamida [29122-68-7]
Atenolol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%,
C14H22N2O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
18
Kelarutan : Mudah larut dalam metanol; agak sukar larut dalam
etanol; sukar larut dalam air dan isopropanol.
Baku Pembanding : Atenolol BPFI; lakukan pengeringan pada suhu
105oC selama 3 jam sebelum digunakan. Simpan
dalam wadah tertutup rapat..
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah
dikeringkan dan didispersikan dalam kalium bromida
P, menunjukkan maksimum hanya pada bilangan
gelombang yang sama seperti pada Atenolol BPFI.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 50 µg per ml
dalam metanol P menunjukkan maksimum dan
minimum pada panjang gelombang yang sama seperti
pada Atenolol BPFI.
Jarak Lebur : Antara 152º - 156,5º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%, lakukan pengeringan pada
suhu 105o hingga bobot tetap.
Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,2%
Klorida : Tidak lebih dari 0,1%; lakukan penetapan sebagai
berikut; larutan 1,0 g zat dalam 100 ml asam nitrat
0,15 N dengan 1 ml perak nitrat LP tidak lebih keruh
dibandingkan dengan larutan 1,4 ml asam klorida
0,020 N dalam 100 ml asam nitrat 0,15 N yang
ditambah 1 ml perak nitrat LP.
Kemurnian Kromatografi : Tidak lebih dari 0,25% untuk cemaran tunggal dan
tidak lebih dari 0,5% untuk cemaran total. Lakukan
penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja
tinggi seperti tertera pada Kromatografi. Fase gerak
dan Sistem kromatografi lakukan seperti tertera pada
Penetapan Kadar. Larutan uji Masukkan lebih kurang
10 mg ke dalam labu terukur 100-ml, larutkan dan
encerkan dengan Fase gerak sampai tanda. Enceran
larutan uji Pipet 0,50 ml Larutan uji ke dalam labu
19
tentukur 100-ml, encerkan dengan Fase gerak sampai
tanda. Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah
volume sama (lebih kurang 50 µl) Larutan uji dan
Enceran larutan uji ke dalam kromatograf, rekam
kromatogram dan ukur respons seluruh puncak.
[Catatan Lakukan kromatografi terhadap Larutan uji
dengan periode 6 kali waktu retensi puncak atenolol].
Hitung persentase masing-masing cemaran dengan
rumus:
20
sonikasi selama 5 menit. Encerkan dengan Fase gerak
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ini ke dalam labu
tentukur 50-ml dan encerkan dengan Fase gerak
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ke dalam labu
tentukur 50-ml kedua dan encerkan dengan Fase
gerak sampai tanda. Sistem kromatografi Lakukan
seperti tertera pada Kromatografi. Kromatograf cair
kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 226 nm dan
kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi L1. Laju
alir lebih kurang 0,6 ml per menit. Lakukan
kromatografi terhadap Larutan baku, rekam
kromatogram dan ukur respons puncak seperti tertera
pada Prosedur: efisiensi kolom tidak kurang dari 5000
lempeng teoritis, faktor ikutan tidak lebih dari 2,0 dan
simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 2,0%. Prosedur Suntikkan secara terpisah
sejumlah volume sama (lebih kurang 10 µl) Larutan
baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam
kromatogram dan ukur respons puncak utama. Hitung
jumlah dalam mg, atenolol, C14H22N2O3, dengan
rumus:
21
2.3. Glibenklamida (Farmakope Indonesia V)
22
B. Buat larutan 1 mg per ml dalam metanol P. Pipet
10 ml larutan dan tambahkan 1 ml asam klorida P
(103 g per 1000 ml). Encerkan dengan metanol P
sampai 100 ml. Ukur serapan pada panjang
gelombang antara 230 dan 350 nm. Serapan
maksimum tercapai pada panjang gelombang 275 dan
300 nm. Serapan jenis maksimum berturut-turut
adalah 61 sampai 65 dan 27 sampai 32.
C. Lakukan penetapan seperti tertera pada Identifikasi
secara Kromatografi Lapis Tipis. Fase gerak
Campuran etanol P-asam asetat glasial P-sikloheksan
P-metilen klorida P (5:5:45:45). Pelarut Campuran
metanol P-metilen klorida P (1:1). Larutan uji
Timbang sejumlah zat dan larutkan dalam Pelarut
hingga kadar 1 mg per ml. Larutan baku Timbang
sejumlah Glibenklamida BPFI dan larutkan dalam
Pelarut hingga kadar 1 mg per ml. Prosedur Totolkan
masing-masing 10 µl Larutan baku dan Larutan uji
lempeng kromatografi campuran silika gel GF254.
Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi
yang berisi Fase gerak dan biarkan merambat lebih
kurang 10 cm. Angkat lempeng, tandai batas rambat,
biarkan kering dan amati di bawah cahaya ultraviolet
254 nm. Ukuran dan harga RF bercak utama Larutan
uji sesuai dengan bercak utama Larutan baku.
D. Larutkan 20 mg zat dalam 2 ml asam sulfat P.
Larutan tidak berwarna dan menunjukkan fluoresensi
biru pada cahaya ultraviolet 365 nm. Larutkan 0,1 g
kloral hidrat P dalam larutan tersebut. Dalam waktu
lebih kurang 5 menit, warna berubah menjadi kuning
dan setelah 20 menit berubah menjadi kecoklatan.
23
Jarak Lebur : Antara 169º dan 174º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%; lakukan pengeringan pada
suhu 105° hingga bobot tetap, menggunakan 1 g zat.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%; lakukan penetapan
menggunakan 1 g zat.
Penetapan kadar : Timbang saksama lebih kurang 400 mg zat, larutkan
dalam 100 ml etanol P dan lakukan pemanasan untuk
melarutkan. Titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N
LV menggunakan indikator fenolftalein LP sampai
terjadi warna merah muda. Tiap ml natrium
hidroksida 0,1 N setara dengan 49,40 mg
C23H28ClN3O5S.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
24
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter;praktis
tidak larut dalam air.
Baku Pembanding : Ketoprofen BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa
udara pada suhu 60o selama 4 jam sebelum
digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang
didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukkan
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama seperti pada Ketoprofen BPFI.
B. Serapan larutan zat (1 dalam 100.000) dalam
metanol P-air (3:1) menunjukkan maksimum hanya
pada panjang gelombang 258 nm. Berbeda tidak lebih
dari 3%, dihitung terhadap zat yang sudah
dikeringkan.
Jarak Lebur : Antara 92º dan 97º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada
tekanan tidak lebih dari 5,2 mm Hg, pada suhu 60°
hingga bobot tetap, menggunakan 1 g zat.
Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,2%
Rotasi jenis : Antara +1o dan -1o, lakukan penetapan menggunakan
10 mg zat per ml dalam etanol dehidrat P.
Penetapan kadar : Timbang saksama lebih kurang 450 mg zat, larutkan
dalam 25 ml etanol P. Tambahkan 25 ml air dan
beberapa tetes merah fenol LP. Titrasi dengan
natrium hidroksida 0,1 N LV yang telah dibakukan
dengan baku primer asam benzoat. Lakukan
penetapan blangko jika perlu lakukan koreksi. Tiap
ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 25,43 mg
C16H14O3.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
25
BAB 3
METODOLOGI
26
5. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.1.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia V, uji cemaran sejenis alprenolol hidroksida
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- chamber KLT
- pipet
- lempeng kromatografi silika gel
Bahan
- Bahan uji
- Etanol mutlak P
- Metanol P
- Benzen P
27
- Larutan uji dan larutan baku sebanyak 5 µL ditotolkan pada jarak
2,5 cm dari tepi bawah lempeng kromatografi. Pastikan titik penotolan
diatas permukaan fase gerak.
- Lempeng dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang telah
jenuh dengan fase gerak. Fase gerak dibiarkan merambat hingga batas.
- Lempeng diangkat, dan diuapkan
- Lempeng disemprot dengan anisaldehid LP, dipanaskan pada suhu
120° selama 15 menit kemudian dideteksi pada lampu UV 254 nm dan
365 nm.
- Dihitung harga Rf bercak dan Rf baku, dibandingkan ukuran dan
intensitas bercak (bercak larutan baku lebih intensif dari larutan uji).
3.2 Atenolol
3.2.1 Uji Jarak Lebur
Menurut Farmakope Indonesia V, jarak lebur atenolol Metode 1 Antara 152°-
156,5°
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.
28
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 152°- 156,5°
4. Termometer diangkat dan secepatnya tempelkan tabung kapiler pada
termometer, dengan membasahi keduanya dengan tetesan cairan dari
tangas atau sebaliknya, tinggi bahan dalam kapiler diatur setinggi
pencadang raksa.
5. Termometer ditempatkan kembali, dan lanjutkan pemanasan dengan
pengadukan hingga suhu naik ± 3° per menit. Jika suhu ± 3° di bawah
dari batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi
sehingga suhu naik ± 1°-2° per menit. Lanjutkan pemanasan hingga
melebur sempurna
6. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.2.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia IV, uji cemaran sejenis untuk atenolol
menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- Instrumen KCKT
- Spektrofotometer
Bahan
- Bahan uji
29
im inobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida) BPFI; Asam 4-(2-
hidroksi-3-isopropilaminopropoksi) fenilasetat BPFI
- Metanol P
- Metanol P 40%
Sistem Kromatografi
- Detektor : spektrofotometer 226 nm
- Kolom : kolom baja tahan karat 5 mm x 20 cm dengan bahan pengisi
L1 diameter partikel 5µm
- Laju aliran : ± 1 ml/menit
- Fase gerak : natrium oktil sulfat P 0,166% : asam sulfat P 10% : metanol
P (600:10:400)
Cara Kerja
1. Pembuatan Fase Gerak : Fase gerak dibuat dari campuran natrium oktil
sulfat P 0,166% : asam sulfat P 10% : metanol P (600:10:400), atau
perbandingan metanol secukupnya hingga mendapatkan kromatogram
yang menyerupai baku cemaran atenolol
2. Pembuatan Larutan Uji: bahan uji ditimbang seksama lebih kurang 100
mg, dilarutkan dalam 10 mL metanol P 40%,
3. Pembuatan Enceran Larutan Uji: larutan uji yang telah dibuat, dipipet 1
mL dan dimasukkan kedalam 200 mL labu ukur, diencerkan dengan
metanol P 40% hingga tanda.
4. Pembuatan Larutan Baku: Larutan baku cemaran atenolol ditimbang
dan dilarutkan dengan metanol P 40% hingga memperoleh kadar 1%.
5. Prosedur pengujian:
- Larutan baku, larutan uji, dan enceran larutan uji sebanyak 10 µl
disuntikkan ke dalam kromatograf
- Atur kepekaan hingga puncak amina tersier larutan baku (p-p' -
[NIsopropil-3,3' -im inobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida))
antara 30-80% skala penuh
30
- Tinggi puncak amina tersier (a) dan tinggi bagian terendah kurva
yang memisahkan puncak ini dari puncak utama (b) diukur (uji
dinyatakan sah jika a lebih besar dari 3b
3.3 Glibenklamid
3.3.1 Uji Jarak Lebur
Suhu lebur antara 169º dan 174º.
Menurut Farmakope V, penetapan jarak lebur menggunakan metode III.
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 108°-111°, dan suhu dinaikkan dengan
kecepatan 1° ± 0,5° per menit.
4. Masukkan kapiler dengan cara angkat termometer dan secepatnya
tempelkan pipa kapiler pada termometer, lanjutkan pemanasan hingga
melebur sempurna.
31
5. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.3.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia V, uji cemaran sejenis untuk glibenklamid
menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- Instrumen KCKT
- Spektrofotometer
Bahan
- Bahan uji
- Trietilamin P
- Asam fosfat P
- Asetonitril P
- Air
- Metanol P
- Baku cemaran glibenklamid (Cemaran A Glibenklamida BPFI;
Cemaran B Glibenklamida BPFI; Glikazida BPFI).
Sistem Kromatografi
- Detektor : spektrofotometer 230 nm
- Kolom : kolom 4,6 mm x 10 cm dengan bahan pengisi L1 yang
dideaktivasi dengan basa dan ukuran partikel 3 µm, suhu kolom 35°.
- Laju aliran : ± 0,8 ml/menit
- Fase gerak :
32
Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan A : dibuat campuran larutan trietilamin P 20 ml
(sebanyak 101,8 g/l yang baru didestilasi dan diatur Ph hingga 3 dengan
penambahan asam fosfat P) dan 50 ml asetonitril P, diencerkan dengan
air hingga 1000 ml.
2. Pembuatan Larutan B: dibuat campuran larutan A-air-asetonitril P
(20:65:915).
3. Pembuatan Fase Gerak: dibuat variasi campuran larutan A dan larutan
B seperti tertera pada sistem kromatografi
4. Pembuatan Larutan Uji: dibuat larutan dalam metanol P yang
mengandung 2,5 mg/ml
5. Pembuatan Larutan Baku I: Cemaran A glibenklamid BPFI dan cemaran
B glibenklamid BPFI ditimbang masing-masing kurang lebih 5 mg,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dilarutkan, dan diencerkan
dalam metanol P sampai tanda. Larutan dipipet sebanyak 5 ml dan
dimasukkan kedalam labu ukur 20 ml, diencerkan dengan metanol P
sampai tanda.
6. Pembuatan Larutan Baku 2: Larutan uji sebanyak 2 ml diencerkan
dengan metanol P hingga 100 ml, larutan dipipet sebanyak 5 ml dan
diencerkan dengan metanol P hingga 50 ml
7. Pembuatan Larutan baku 3: Glikazida BPFI ditimbang sebanyak 5 mg,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dengan metanol P
dan ditambahkan 2 ml larutan uji, diencerkan dengan metanol P hingga
tanda. Larutan ini dipipet 1 ml dan diencerkan dengan metanol hingga
10 ml.
8. Prosedur pengujian:
33
- Injeksikan secara terpisah masing-masing 10 µl larutan baku 1,
larutan baku 2, larutan baku 3, dan larutan uji ke kromatograf
- Rekam kromatogram dan ukur respon puncak
3.4 Ketoprofen
3.4.1 Uji Jarak Lebur
Menurut Farmakope V, jarak lebur atenolol Metode 1 Antara 92,0°- 97,0°
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 152°- 156,5°
4. Termometer diangkat dan secepatnya tempelkan tabung kapiler pada
termometer, dengan membasahi keduanya dengan tetesan cairan dari
tangas atau sebaliknya, tinggi bahan dalam kapiler diatur setinggi
pencadang raksa.
5. Termometer ditempatkan kembali, dan lanjutkan pemanasan dengan
pengadukan hingga suhu naik ± 3° per menit. Jika suhu ± 3° di bawah
34
dari batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi
sehingga suhu naik ± 1°-2° per menit. Lanjutkan pemanasan hingga
melebur sempurna
6. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.4.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia V, uji cemaran sejenis untuk ketoprofen
menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- Instrumen KCKT
- Spektrofotometer
Bahan
- Bahan uji
- Amonium asetat P
- Metanol P
- Asetonitril P
- Asam asetat glasial P
- Baku 3-Asetil -benzofenon BPFI
Sistem Kromatografi
- Detektor : spektrofotometer 233 nm
- Kolom : kolom 4,6 mm x 20 cm dengan bahan pengisi L1
- Laju aliran : ± 1 ml/menit
- Fase gerak : amonium asetat P 1%-metanol P-asetonitril P (55:30:15)
Cara Kerja
1. Pembuatan Fase Gerak : Fase gerak dibuat dari campuran amonium
asetat P 1%-metanol P-asetonitril P (55:30:15), diatur pH 6,5 dengan
penambahkan asam asetat glasial P, awaudarakan.
35
2. Pembuatan Larutan Baku: 3-Asetil-benzofenon BPFI ditimbang
seksama, dan dilarutkan dalam fase gerak hingga diperoleh kadar
0,0025%
3. Pembuatan Larutan Uji: Zat ditimbang seksama, dan dilarutkan dalam
fase gerak hingga diperoleh kadar 0,50%.
4. Pembuatan Eceran Larutan Uji: Larutan uji diencerkan dengan fase
gerak hingga diperoleh kadar 0,0010%.
5. Prosedur pengujian:
- Larutan baku, larutan uji, dan enceran larutan uji sebanyak 10 µl
disuntikkan ke dalam kromatograf
- Rekam kromatogram dan ukur luas puncak
- Dilanjutkan kromatografi selama 5 kali waktu retensi ketoprofen
36
BAB 4
PEMBAHASAN
37
Cairan bertitik didih tinggi didesain sedemikian rupa sehingga pemanasan akan
tersebar ke seluruh cairan penangas melalui arus konveksi tanpa diperlukan
pengadukan. Cairan yang digunakan sebagai penangas yang memiliki suhu didih
yang tinggi dan stabil selama pemanasan (tidak mudah terurai) misalnya minyak
mineral atau parafin cair, silicon cair, minyak biji kapas dan butilftalat. Logam juga
sering digunakan sebagai alat penangas yang disebut Melting Block, yang pada
bagian atasnya terdapat lubang besar untuk tempat termometer dan lubang kecil
untuk menyimpan pipa kapiler. Untuk mengamati keadaan zat secara jelas biasanya
digunakan kaca pembesar. Beberapa alat lain yang lebih modern adalah alat
mikroskop Kofler, alat elektrotermal digital.
Termometer yang digunakan berskala antara 20⁰C sampai 360⁰C. Yang
sering digunakan adalah jenis termometer imersi total yang pembacaannya harus
dikoreksi untuk kolom raksa yang berada di cairan penangas. Untuk mengoreksinya
diperlukan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan air raksa yang berada pada
tangkai atas thermometer. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan rapat massa air
raksa sepanjang tangkai thermometer, sehingga pembacaannya perlu dikoreksi
sebesar :
K = 0,000154 N (T-t)
Dengan K besarma adalah besarnya koreksi, angka 0,000154 adalah koefisien muai
air raksa, T adalah suhu lebur yang teramati pada thermometer utama, t adalah suhu
yang terbaca. Cairan T dari label label. N adalah panjang kolom air raksa (dalam
cm) pada thermometer utama di atas permukaan cairan penangas.
Berikut merupakan tabel pengujian jarak lebur pada Alprenolol
Hidroklorida, , Atenolol, Glibenklamid, dan Ketoprofen.
No. Senyawa Jarak lebur BM Metode
1 Alprenolol 108 - 111 285,80 III
Hidroklorida
2 Atenolol 152 - 155 266,30 III
3 Glibenklamid 172 - 174 449,00 III
4 Ketoprofen 93 - 96 254,30 III
38
Metode penetapan jarak lebur berdasarkan Farmakope Indonesia V untuk
keempat senyawa uji diatas, jika tidak disebutkan lain maka metode penetapan jarak
lebur yang digunakan adalah metode III. Metode III digunakan untuk zat padar yang
tidak mengandung hidrat dan tidak higroskopis pada proses pengujian. Senyawa
yang diuji dengan metode III tidak perlu dikeringkan dan digerus dahulu. Namun
apabila diperlukan penggerusan untuk memperkecil ukuran dilakukan sebelum
dimasukkan ke dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang digunakan untuk metode I, II,
dan III adalah pipa kapiler yang salah satu ujungnya tertutup. Pipa kapiler
dipanaskan terlebih dahulu pada sah satu ujungnya hingga tertutup sebelum
digunakan. Hal tersebut dilakukan agar pada saat sampel yang diuji meleleh,
lelehannya tidak tercampur dengan media penghantar seperti parafin cair atau
silikon cair sehingga cairan penghantar tetap murni. Kemudian zat uji digerus
telebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam pipa kapiler. Hal tersebut dilakukan
karena penurunan titik lebur tidak hanya disebabkan oleh pengotor saja, tetapi dapat
juga disebabkan oleh ukuran dan jumlah kristal. Penggerusan akan mengubah luas
permukaan partikel lebuh besar sehingga lebih mudah menyerap panas. Pada
metode I, II, dan III zat akan mengalami dekstruksi setelah melebur dan bersifat
tidak dapat kembali ke bentuk sebelumnya (irrevesible).
Berdasarkan berat molekulnya, Glibenklamid memiliki berat molekul yang
paling tinggi yaitu 449,0 yang menyebabkan jarak lebur Glibenklamid lebih besar
dibanding yang lain yaitu 172 - 174. Kemudian dilihat dari ikatan struktur
Glibenklamid yang memiliki gugus tiokarbonil dan 2 gugus amin sekunder
menyebabkan dibutuhkan energi yang lebih besar untuk melebur. Sedangkan
Ketoprofen memiliki berat molekul paling rendah (254,30), sehingga Ketoprofen
memiliki nilai jarak lebur yang cukup rendah yaitu antara 93 - 96. Kemudian
Atenolol dengan berat molekul 266,30 memilik jarak lebur 152 - 155 dan
Alprenolol dengan berat molekul 285,80 memiliki jarak lebur 108 - 111. Jadi,
berat molekul yang besar mempengaruhi jumlah energi yang besar untuk melebur
serta tingginya titik lebur senyawa.
Ikatan antarmolekul juga mempengaruhi besarnya suhu lebur. Panas yang
dibutuhkan oleh suatu molekul untuk meningkatkan jarak antar atom adalah panas
peleburan. Suatu kristal yang terikat oleh gaya-gaya yang lebih kuat, memiliki
39
karakteristik suhu lebur yang tingi dibandingkan dengan kristal yang terikat oleh
gaya-gaya yang lemah. Manfaat penetapan titik lebur atau jarak lebur, yaitu :
1. Suhu lebur sebagai indikator kemurnian
Suatu zat dapat dikatakan murni bila memiliki titik lebur yang sama dengan
standar zat tersebut atau jarak lebur yang sempit (1-2oC atau kurang).
Sebaliknya apabila suatu zat memiliki suhu lebur yang berbeda atau jarak lebur
yang melebar terhadap standar, maka dapat dikatakan bahwa zat tersebut tidak
murni.
2. Suhu lebur sebagai alat untuk identifikasi dan karakterisasi
Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa
tersebut harus dalam bentuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar
yang memang telah terbukti kemurniannya. Apabila dua sampel memiliki suhu
lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul sampel tersebut
berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua sampel
tersebut dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu lebur
antara dua sampel sama, struktur molekul kedua zat tersebut diperkirakan
sama.
40
Prosedur pengujian dilakukan dengan menotolkan sebanyak
masing-masing 5 l larutan uji dan larutan baku pada jarak 2,5 cm dari tepi
bawah lempeng kromatografi silika gel. Sebelum lempeng dimasukkan ke
dalam bejana, bejana terlebih dahulu dijenuhkan oleh fasa gerak. Hal
tersebut bertujuan agar distribusi fasa gerak dalam bejana berjalan dengan
baik dan seragam sehingga hasil kromatografi tepat. Setelah dimasukkan,
kemudian diangkat dan dibiarkan menguap. Kemudian penampak bercak
yang digunakan anisaldehid LP yang biasa digunakan untuk senyawa
terpenoid dan dipanaskan pada suhu 120 dan 15 menit. Lalu diukur dan
dicatat jarak tiap bercak yang diamati dan harga Rf. Kemudian
dibandingkan kromatogram zat uji dan baku pembanding. Larutan uji tidak
lebih intensif dibandingkan dengan larutan baku.
2. Atenolol
Pengujian cemaran senyawa sejenis Atenolol dilakukan dengan
mengunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Pelarut yang
dipilih untuk pembuatan larutan uji adalah metanol P 40% dikarenakan
oleh sifat semi-polar terhadap zat uji. Larutan uji kemudian diencerkan 1
ml ke dalam metanol P 40% hingga 200 ml. Larutan baku dibuat dengan
melarutkan baku cemaran sejenis atonolol yaitu 4-Hidroksifenilasetamida
BPFI; p-2,3-Dihidroksipropoksifenilasetamida(diol) BPFI; p-p' -[N-
Isopropil-3,3 '-iminobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida) BPFI;
Asam 4-(2-hidroksi-3-isopropilaminopropoksi) fenilasetat BPFI ke dalam
metanol P 40% hingga kadar masing-masing 1%. Fasa gerak yang dipilih
adalah natrium oktil sulfat P 0,166% dan asam sulfat P 10% dengan
perbandingan 600:10 dan metanol secukupnya untuk memperoleh
kromatogram larutan baku yang menyerupai kromatogram baku cemaran
atenolol dan dinyatakan memenuhi syarat (biasanya, diperlukan lebih
kurang 400 bagian volume metanol P).
Kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan dilengkapi dengan
detektor 266 nm dan kolom baja tahan karat 5 mm x 20 cm berisi bahan
pengisi L1 dengan diameter partikel 5 m. Laju aliran lebih kurang 1 ml
per menit. Prosedur pengujian dilakukan dengan menyuntik secara
41
terpisah 10 l larutan baku, larutan uji, dan enceran larutan uji. Larutan uji
memiliki waktu rentensi yang lebih besar dari waktu retensi puncak 4-
Hidroksifenilasetamida BPFI dan waktu rentensi puncak p-2,3-
Dihidroksipropoksifenilasetamida(diol) BPFI dari kromatogram larutan
baku tidak lebih besar dari luas puncak enceran larutan uji. Jumlah luas
puncak lain selain puncak utama tidak lebih besar dari 1,5 kali luas puncak
enceran uji. Uji tidak absah kecuali jika puncak 4-Hidroksifenilasetamida
dan p-2,3Dihidroksipropoksifenilasetamida dari larutan baku terelusi
dalam waktu 5 menit menit setelah penyuntikan puncak p-p' -[N-Isopropil-
3,3 '-iminobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida) (amina tersier)
dan puncak asam 4-(2-hidroksi-3-isopropilaminopropoksi) fenilasetat dari
larutan baku terelusi sesudah puncak utama. Kemudian diatur sedemikin
rupa kepekaannya hingga puncak amina tersier larutan baku antara 30% -
80% skala penuh pada kertas. Lalu diukur tinggi puncak amina tersier (a)
dan tinggi bagian terendah kurva yang memisahkan puncak ini dengan
puncak utama (b). Uji dinyatakan tidak absah kecuali jika a lebih besar
dari b.
3. Glibenklamid
Uji cemaran senyawa sejenis glibenklamid menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Alat KCKT yang digunakan
dilengkapi dengan detektor UV pada 230 nm dan kolom 4,6 mm x 10 cm,
suhu kolom dipertahankan pada 35oC. Laju air diatur ± 0,8 ml per menit.
Fase gerak yang digunakan yaitu campuran trietilamin P- air - asetonitril
P (20: 65: 915) yang bersifat polar. Larutan baku yang digunakan adalah
larutan baku Glibenklamida BPFI, lalu larutan pembanding untuk
menentukan keberadaan cemaran senyawa sejenis glibenklamid adalah
cemaran A glibenklamide BPFI, cemaran B glibenklamide BPFI, dan
glikazida BPFI. Pemilihan metanol P sebagai pelarut larutan uji
dikarenakan metanol P bersifat polar sehingga dapat melarutkan
glibenklamid yang bersifat polar.
Larutan uji dibuat dalam larutan metanol P yang mengandung 2,5
mg zat per ml. Larutan baku 1 dibuat dari 5 mg cemaran A glibenklamide
42
dan 5 mg campuran B glibenklamide yang dimasukkan kedalam labu ukur
100 ml dan diencerkan dengan metanol hingga tanda batas. Kemudian
dipipet 5ml larutan kedalam labu ukur 20 ml dan diencerkan dengan
metanol hingga tanda batas. Larutan baku 2 dibuat dengan mengencerkan
2 ml larutan uji dengan metanol hingga 100 ml. Lalu dipipet 5 ml dan
diencerkan dengan metanol hingga 50 ml. Larutan baku 3 dibuat dari 5 mg
glikazida BPFI yang dilarutkan dengan metanol P, ditambahkan 2 ml
larutan uji dan diencerkan hingga 100 ml. Larutan dipipet 1 ml dan
diencerkan dengan metanol P hingga 10 ml.
Pada prosedur, disuntikkan secara terpisah larutan baku 1, larutan
baku 2, dan larutan baku 3 sebanyak 10 µl kedalam kromatograf, dan
diukur respon puncak. Cemaran A glibenklamide, cemaran B
glibenklamide, dan glikazida, masing – maisng akan muncul puncak pada
waktu retensi ± 0,5; 0,6; dan 5,0. Syarat uji cemaran senyawa sejenis
glibenklamide menurut Farmakope Indonesia V, tidak lebih dari 0,5%
untuk masing-masing cemaran A glibenklamid dan cemaran B
glibenklamid, serta tidak lebih dari 0,2% untuk cemaran glikazida. Total
cemaran tidak boleh lebih dari 0,5%.
43
4. Ketoprofen
Uji cemaran senyawa sejenis ketoprofen dilakukan dengan cara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan fase
gerak amonium asetat P 1% - metanol P – asetonitril P (55: 30: 15) yang
bersifat polar. pH fase gerak diatur hingga 6,5 dengan penambahan asam
asetat glasial. Alat KCKT dilengkapi dengan detektor 233 nm dan kolom
4,6 mm x 20 cm dengan laju air ± 1,0 ml per menit.
Larutan baku pembanding yang digunakan adalah ketoprofen BPFI
yang telah dikeringkan dalam hampa udara pada suhu 60o C selama 4 jam
sebelum digunakan. Larutan baku ditimbang dengan seksama sejumlah 3
- asetil – benzofenon BPFI, dan dilarutkan dalam fase gerak hingga
diperoleh kadar 0,0025%. Larutan uji ditimbang seksama sejumlah zat,
dilarutkan dalam fase gerak hingga diperoleh kadar 0,5 %. Dibuat enceran
larutan uji dengan fase gerak hingga diperoleh kadar 0,0010%.
Pada prosedur, disuntikkan secara terpisah larutan baku, larutan uji,
dan enceran larutan uji kedalam kromatograf, kemudian direkam dan
diukur luas puncak. Kromatografi dilanjutkan selama 5 kali waktu retensi
ketoprofen. Masing – masing cemaran tidak boleh lebih dari 0,2%.
44
BAB 5
KESIMPULAN
1. Uji jarak lebur dilakukan untuk mengetahui rentang suhu atau suhu pada saat
zat padat menyatu atau melebur sempurna. Hasil yang diperoleh yaitu
No. Senyawa Jarak lebur BM Metode
1 Alprenolol 108 - 111 285,80 III
Hidroklorida
2 Atenolol 152 - 155 266,30 III
3 Glibenklamid 172 - 174 449,00 III
4 Ketoprofen 93 - 96 254,30 III
45
DAFTAR PUSTAKA
46