Anda di halaman 1dari 47

UJI CEMARAN SENYAWA SEJENIS

DAN JARAK LEBUR

KELOMPOK 3

Amanda Legyana 1806281851


Farah Nur Khalida 1806282040
Muhammad Ismail 1806282204
Nilta Dizzania 1806282242

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sediaan farmasi harus memenuhi aspek khasiat, mutu, dan keamanan.


Salah satu komponen penting dalam pembuatan sediaan farmasi adalah bahan baku
farmasi. Bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan farmasi harus
memenuhi spesifikasi standar acuan yang telah ditetapkan. Oleh karenanya,
diperlukan analisis terhadap bahan baku yang mengacu pada standar yang telah di
validasi. Dua metode pengujian yang dapat dilakukan terhadap spesifikasi mutu
bahan baku antara lain titik/jarak lebur serta uji cemaran senyawa sejenis.
Suhu lebur atau titik lebur suatu senyawa merupakan temperatur dimana
zat padat berada dalam kesetimbangan dengan bentuk cairnya. Zat padat akan
berubah menjadi bentuk cairnya ketika molekul dari zat padat tersebut
mendapatkan energi yang cukup untuk memecah ikatan intermolekulernya. Suhu
lebur suatu zat tergantung pada struktur molekulnya. Menurut Farmakope
Indonesia, jarak lebur atau suhu lebur zat padat didefinisikan sebagai rentang suhu
atau suhu pada saat bahan padat menyatu dan melebur sempurna. Suatu senyawa
dapat dikatakan murni apabila memiliki titik lebur yang sama dengan standarnya
atau memiliki jarak lebur yang sempit. Sebagian besar senyawa organik yang murni
memiliki kisaran jarak lebur yang sempit yaitu sekitar 1-2°C atau kurang, tetapi
dengan adanya cemaran, titik lebur mengalami penurunan dan melebarnya jarak
lebur.
Uji cemaran senyawa sejenis merupakan suatu pengujian dalam monografi
yang mengacu pada uji umum untuk menganalisis pengotor berupa produk samping
dari suatu zat aktif. Tujuan pengujian senyawa sejenis adalah untuk mengontrol
kadar produk samping saat proses sintesis dan pada penyimpanan.
Prosedur analisis yang digunakan untuk menjamin aspek khasiat, mutu, dan
keamanan harus tervalidasi dengan baik. Farmakope Indonesia dan kompendial
lainnya telah mengatur cara-cara pengujian beserta prosedur dan persyaratannya
yang ditetapkan untuk masing-masing senyawa obat. Oleh karena itu pada makalah
ini akan dibahas lebih mendalam mengenai titik/jarak lebur dan uji cemaran

1
senyawa sejenis pada senyawa alprenolol hidroklorida, atenolol, glibenklamid, dan
ketoprofen.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui prosedur pengerjaan penetapan jarak lebur dan cemaran sejenis
alprenolol hidroklorida, atenolol, glibenklamide, dan ketoprofen
berdasarkan Farmakope Indonesia.
2. Mengetahui prosedur pengujian beberapa zat yang memiliki persyaratan
penetapan jarak lebur dan uji cemaran senyawa sejenis.

1.3 Uji Jarak Lebur


Suhu lebur atau titik lebur suatu senyawa merupakan temperatur dimana
zat padat berada dalam kesetimbangan dengan bentuk cairnya. Zat padat akan
berubah menjadi bentuk cairnya ketika molekul dari zat padat tersebut
mendapatkan energi yang cukup untuk memecah ikatan intermolekulernya. Suhu
lebur suatu zat tergantung pada struktur molekulnya.
Sementara itu, jarak lebur didefinisikan sebagai rentang temperatur atau
suhu pada saat bentuk padat tersebut mulai melebur hingga keseluruhan sampel
melebur semua. Dalam Farmakope, jarak lebur atau suhu lebur zat padat
didefinisikan sebagai rentang suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan
melebur sempurna, kecuali didefinisikan lain. Alat yang digunakan untuk
penetapan titik lebur harus diperiksa ketepatan dan kebenarannya secara berkala
dengan satu atau lebih dari enam Baku Pembanding Suhu Lebur BPFI, lebih baik
digunakan satu baku yang melebur paling dekat dengan suhu lebur senyawa yang
ditetapkan seperti yang tertera pada Baku Pembanding.
Manfaat penetapan titik lebur atau jarak lebur, yaitu :
1. Suhu lebur sebagai indikator kemurnian
Suatu zat dapat dikatakan murni bila memiliki titik lebur yang sama dengan
standar zat tersebut atau jarak lebur yang sempit (1-2oC atau kurang).
Sebaliknya apabila suatu zat memiliki suhu lebur yang berbeda atau jarak lebur
yang melebar terhadap standar, maka dapat dikatakan bahwa zat tersebut tidak
murni.

2
2. Suhu lebur sebagai alat untuk identifikasi dan karakterisasi
Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa
tersebut harus dalam bentuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar
yang memang telah terbukti kemurniannya. Apabila dua sampel memiliki suhu
lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul sampel tersebut
berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua sampel
tersebut dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu lebur
antara dua sampel sama, struktur molekul kedua zat tersebut diperkirakan
sama.
Contoh alat penetapan jarak lebur yang sesuai terdiri dari:
1. Wadah gelas untuk tangas cairan dilengkapi dengan pengaduk dan diisi cairan
yang cocok. Sebagai cairan umumnya digunakan silicon cair.
2. Alat pengaduk yang sesuai
3. Termometer yang akurat
4. Kaca pembesar yang cocok.
5. Pipa kapiler berukuran panjang lebih kurang 10 cm dan diameter dalam 0,8
mm sampai 1,2 mm dengan ketebalan dinding 0,2 mm sampai 0,3 mm.
6. Sumber panas yang terkendali
 Panas didapat dari api bebas atau listrik.
 Cairan dalam tangas dipilih dengan melihat suhu yang dikehendaki, tetapi
umumnya digunakan parafin cair dan silikon cair yang baik untuk rentang
suhu yang lebih tinggi.
 Cairan dalam tangas mempunyai kedalaman yang cukup sehingga
thermometer dapat tercelup dengan pencadang raksa tetap berada lebih
kurang 2 cm diatas dasar tangas.

3
Gambar 1.1 Alat Pengukuran Jarak Lebur

Gambar 1.2 Alat Penentuan Jarak Lebur

4
Gambar 1.3 Hasil Pengamatan penentuan Jarak Lebur

1.4 Uji Cemaran Senyawa Sejenis


Uji cemaran senyawa sejenis merupakan suatu pengujian dalam monografi
yang mengacu pada uji umum untuk menganalisis pengotor berupa produk samping
dari suatu zat aktif. Tujuan pengujian senyawa sejenis adalah untuk mengontrol
kadar produk samping saat proses sintesis dan pada penyimpanan. Terdapat 3
metode yang digunakan untuk pengujian senyawa sejenis :
1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

a. Prinsip KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan suatu cara pemisahan zat yang didasarkan
pada perbedaan distribusi komponen-komponen zat yang ada pada sampel terhadap
fase gerak dan fase diam.
b. Instrumen KCKT
 Injektor :berfungsi untuk memasukan cuplikan ke dalam kolom.
o Jenis injektor :
 Aliran henti
 Septum
 Katup jalan kitar
 Auto injektor
 Pompa: untuk mengalirkan eluen kedalam kolom,pompa,segel-segel pompa
dan semua penghubung dalam sistem kromatografi harus terbuat dari bahan

5
yang secara kimiawi tahan terhadap fase gerak. Umumnya digunakan
gelas,baja nirkarat,teflon dan batu nilam.Tekanan minimal 103 atm.
o Jenis pompa :
 Tekanan tetap
 Pompa semprit
 Pompa tekanan uap
 Guard kolom : filter kimia untuk menahan material yang mungkin dapat
merusak atau menyumbat kolom.Berisikan fase diam yang mirip dengan kolom
 Kolom : untuk memisahkan masing-masing komponen.Kolom yang ada telah
tersedia dalam berbagai macam ukuran,kolom standar mempunyai diameter
dalam antara 4-5mm. Isi kolom harus berukuran homogen dan stabil. Diameter
partikel antara 4-7 µm, panjang kolom std 10-30 cm.
 Detektor: berfungsi untuk mengidentifikasi komponen yang ada dalam eluat
dan mengukur jumlahnya.
o Sifat detektor yang ideal
 Respon universal
 Sensitivitas tinggi
 Noisy rendah range linier dinamis
 Respon tidak dipengaruhi variasi parameter
 Respon terlepas dari komposisi fase gerak
 Mudah digunakan dan dapat dipercaya
 Tidak merusak analit
 Tidak mahal
 Respon stabil untuk waktu yg lama
 Mampu memberikan informasi kualitatif mengenai analit

o Pengelompokan detektor KCKT berdasarkan sifat dan cara deteksi:


 detektor umum: memberi respon terhadap fase gerak yang dimodulasi
dengan adanya solut.
 detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang
tidak dimiliki oleh fase gerak.

6
 detektor yang bersifat umum terhadap solute setelah fase gerak
dihilangkan dengan penguapan.

 Integrator : untuk menghitung luas puncak


 Fase gerak : faktor yang mempengaruhi pemisahan;variasi fase gerak sangat
beragam dalam hal kepolaran dan seletivitasnya terhadap komponen dalam
sampel;senyawa yang akan dipisahkan harus larut dalam pelarut yang
digunakan.
o Sifat eluen yang baik
 Murni
 Tidak bereaksi dengan kolom
 Sesuai dengan detektor
 Dapat melarutkan cuplikan
 Selektif
 Viskositas rendah
 Memungkinkan dengan mudah untuk memperoleh cuplikan jika
diperlukan
 Harga wajar
 Dapat memisahkan zat dengan baik

c. Metode

Gambar 1.4 Skema Alat KCKT

Sampel yang telah dilarutkan dalam fase gerak kemudian diinjeksikan


kedalam KCKT melalui injektor, pompa akan memberi gaya pada sampel untuk

7
bergerak kekolom, pada kolom zat yang memiliki sifat yang sama dengan kolom
dalam hal ini polaritas zat dan kolom, zat yang bersifat polar akan tertahan pada
kolom yang bersifat polar sehingga zat yang bersifat non polar tidak tertahan dan
sebaliknya.Zat akan menuju detektor dan kemudian didapat hasil analisis berupa
kromatogram.

2. Kromatografi Lapis Tipis


Prinsip KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Kromatografi Lapis Tipis atau Thin Layer Chromatography (TLC)
merupakan metode pemisahan dimana yang memisahkan terdiri atas fase diam yang
ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok.
Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana fase
diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penjerap) dan fase gerak adalah
zat cair yang disebut dengan larutan pengembang. Campuran yang akan dipisahkan
berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita, kemudian plat (lapisan)
dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak) sehingga pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Zat penjerap pada KLT merupakan lapisan tipis serbuk yang
dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata.

a. Prinsip Analisis Kualitatif


Dimana akan dibandingkan kesamaan/ kesesuaian Rf bercak zat uji dengan Rf
bercak baku pembanding dan juga spektrum serapan bercak zat uji dengan
spektrum serapan bercak baku pembanding.

b. Prinsip Analisis Kuantitatif


Dimana akan dibandingkan kesamaan/ kesesuaian Rf bercak zat uji dengan Rf
bercak baku pembanding dan juga spektrum serapan bercak zat uji dengan
spektrum serapan bercak baku pembanding.

8
3. Kromatografi Gas

a. Prinsip Kromatografi Gas


Kromatografi gas (KG) merupakan metode pemisahan dan deteksi senyawa
organik yang mudah menguap dan senyawa gas anorganik dalam suatu
campuran.Kromatografi gas dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel
padat, cair, dan gas.Prinsip kromatografi gas yaitu teknik pemisahan dimana
pembawa yang mudah menguap dan stabil terhadap suhu tinggi bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam.

Ada dua jenis kromatografi gas :


1. Kromatografi Gas Cair (KGC)
KGC menggunakan fase diam berupa cairan dengan mekanisme sorpsi-nya
yaitu partisi.

2. Kromatografi Gas Padat (KGP)


KGP menggunakan fase diam padatan dengan mekanisme sorpsi-nya yaitu
adsorpsi permukaan.

Pemisahan pada kromatografi gas didasari pada titik didih suatu senyawa
yang juga dipengaruhi oleh interaksi yang mungkin terjadi antara pembawa dan
fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi pembawa dari ujung kolom
lalu menghantarkannya ke detektor.

9
b. Instrumentasi

Gambar 1.5. Instrumentasi Kromatografi Gas

Bagian-bagian utama dari sebuah kromatografi gas, yaitu : gas pembawa,


pengatur kecepatan alir, ruang suntik sampel dan sampling, kolom yang diletakkan
dalam oven yang dikontrol secara termostatik, sistem deteksi dan pencatat (detector
dan recorder), serta komputer yang dilengkapi perangkat pengolah data.
Secara singkat, suatu gas pembawa inert mengalir terus-menerus dari
sebuah tabung gas besar melalui lubang injeksi, kolom, dan detector.Kecepatan alir
dari gas pembawa secara hati-hati dikontrol untuk memastikan hasil waktu retensi
dan meminimalisasi penyimpangan atau gangguan pada detektor. Sampel
diinjeksikan, umumnya menggunakan microsyringe, melalui lubang injeksi yang
dipanaskan, kemudian sampel akan menguap dan terbawa kedalam kolom. Sampel
tersebut akan terpisahkan menjadi komponen-komponen tunggal berdasarkan
konstanta distribusinya dalam fase diam dan fase gerak. Setelah berhasil melalui
kolom, gas pembawa dan sampel akan diteruskan ke detektor. Alat ini akan
mengukur kuantitas sampel dan mengirimkan signal data menuju sistem data atau
integrator yang kemudian menghasilkan suatu kromatogram, catatan tertulis hasil
analisis kromatografi, mengintegrasi area puncak, waktu retensi, dan kalkulasi hasil
kuantitatif.

10
1. Gas Pembawa
Fase gerak pada KG disebut dengan gas pembawa karena tujuannya adalah
untuk membawa solut ke kolom sehingga gas pembawa tidak berpengaruh pada
selektifitas.Tujuan kedua dari fase gerak ialah untuk menghasilkan suatu
matriks yang sesuai bagi detektor untuk menganalisis komponen sampel.

Syarat dari gas pembawa, antara lain tidak reaktif; murni/kering; dan dapat
disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Kecepatan linier dari carrier gas
menentukan efisiensi kolom. Gas yang biasa digunakan, yaitu nitrogen, helium,
argon, dan hidrogen.

2. Kecepatan Alir
Pengatur kecepatan alir penting untuk efisiensi kolom dan pengukuran analisis
kualitatif.Efisiensi kolom bergantung dari kesesuaian linieritas kecepatan alir
gas yang ditentukan oleh perubahan kecepatan alir hingga tercapainya plate
number (N) maksimum.Untuk analisis kualitatif, kecepatan alir yang konstan
menentukan waktu retensi yang dihasilkan pada kromatogram. Waktu retensi
tersebut yang kemudian akan digunakan untuk mengidentifikasi komponen-
komponen dari sampel. Sehingga, laju alir yang baik juga menentukan hasil
identifikasi senyawa yang spesifik.

3. Ruang suntik sampel


Fungsi dari ruang suntik sampel adalah untuk menghantarkan sampel ke dalam
aliran gas pembawa.Ruang suntik sampel atau lubang injeksi harus mampu
menangani berbagai bentuk sampel, baik gas, cairan, maupun padatan, dan
dengan segera dan kuantitatif diteruskan ke aliran gas pembawa. Untuk sampel
dalam bentuk gas, umumnya interaksi antara sampel gas dan cairan pada fase
diam akan menimbulkan masalah, sehingga umumnya campuran tersebut
dipanaskan hingga terbentuk gas atau diberikan tekanan hingga terbentuk
cairan. Untuk sampel dalam bentuk cairan, sebaiknya menggunakan konsentrasi
rendah dengan volume yang lebih kecil, seperti 1, 5, atau 10μL. Sedangkan,
untuk sampel dalam bentuk padatan, preparasi sampel akan lebih mudah karena
hanya melarutkan sampel tersebut dalam pelarut sesuai yang mudah menguap.

11
Ruang suntik ini harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya
10-15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi, seluruh sampel
akan menguap segera setelah sampel disuntikkan.

4. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Ada dua jenis kolom pada KG, yaitu kolom kemas (packing
column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas fase
cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang terdapat dalam
tabung yang relative besar ( diameter 1-3 mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil
( 0,02 – 0.2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam
untuk fase diam cair. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom.
Ada empat jenis lapisan pada kolom kapiler : WCOT ( Wall Coated Open Tube),
SCOT ( Support Coated Open Tube), PLOT ( Porous Layer Open Tube), dan
FSOT ( Fused Silica Open Tube).

Ketika menggambarkan suatu kolom, seseorang biasanya menyatakan panjang


kolom (dalam meter), diameter kolom ( dalam millimeter), ketebalan lapisan
fase diam ( dalam micrometer, dan jenis fase diam. Banyak bahan kimia yang
dapat dipakai sebagai fase diam, antara lain : squalen, DEGS, OV-17, dll. Fase
diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi
polar.Jenis fase diam menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam
cairan.

12
Tabel 1.1 Jenis Fase Diam dan Penggunaannya

Fase Diam Polaritas Golongan Sampel Suhu Maksimum


Squalen Non polar Hidrokarbon 125oC
Apiezon L Non polar Hidrokarbon, ester, 300 oC
eter
Metal silicon Non polar Steroid, pestisida, 300 oC
alkaloid, ester
Dionil ptalat Semi polar Semua jenis 170 oC
Dietilenglikolsuksinat Polar Ester 200 oC
Carbowax 20M Polar Alkohol,amina, 250 oC
aromatic, keton

Pemisahan dengan KG didasarkan pada dua sifat senyawa yang


dipisahkan, yaitu kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uap atau
keatsiriannya.Karena tekanan uap berbanding langsung dengan suhu, maka suhu
merupakan faktor yang utama pada KG.Pemisahan pada KG dapat dilakukan pada
suhu tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isothermal dan dapat dilakukan
menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan
suhu terprogram.
Setelah kolom dipakai dalam jangka waktu sekian lama, kemungkinan
yang sering terjadi adalah penyumbatan kolom, sehingga mengakibatkan kinerja
kolom akan menurun. Jika hal ini terjadi, maka perlu dilakukan regenerasi untuk
mengembalikan kinerja kolom. Ada tiga cara regenerasi kolom :

a. Pemotongan kolom
Biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada ujung depan kolom.
b. Pengkondisian
Bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidupnya cukup lama.
c. Pencucian kolom
Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian menggunakan tangki
(tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven.Laritan pencuci terbaik yaitu
pentana.

13
5. Oven (Temperatur)
Suhu kromatografi sebaiknya termostatik sehingga terjadi pemisahan yang
baik dalam waktu sesingkat mungkin dengan rentang suhu yang cukup luas.
Pengaturan suhu merupakan salah satu cara yang efektif untuk memeperbaiki
pemisahan komponen dalam campuran.

Ruang injeksi haruslah cukup panas sehingga dapat menguapkan sampel


sesegera mungkin setelah diinjeksikan supaya hasil injeksi sampel lebih
kuantitatif dan efisien.Namun, temperatur lubang injeksi haruslah serendah
mungkin dan temperatur kolom termostatik.Termperatur dari detektor
bergantung dari jenis detektor yang digunakan.Secara umum, temperatur
detektor harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi sampel atau cairan
dalam fase diam.

Tabel 1.2 Jenis-Jenis Detektor, Batas Deteksi, Jenis Sampel-Sampelnya, dan


Kecepatan Aliran Gas Pembawa

Kecepatan Alir (ml/menit)


Jenis detektor Jenis Sampel Batas deteksi Gas
H2 Udara
pembawa
Hantar panas Senyawa Umum 5-100 ng 15-30 - -
Ionisasi nyala Hidrokarbon 10 -100 pg 20-60 30-40 200-500
Penangkap Halogen organic, 0,05-1 pg 30-60 - -
electron pestisida
Nitrogen- Senyawa nitrogen 0,1-10 g 20-40 1-5 70-100
fosfor organik dan fosfat
organic
Fotometri Senyawa-senyawa 10-100 pg 20-40 50-70 60-80
nyala (393 nm) sulfur
Fotometri Senyawa-senyawa 1-10pg 20-40 120-170 100-150
nyala (526 nm) fosfor

14
Fotoionisasi Senyawa-senyawa 2 pg 30-40 - -
yang terionisasi
dengan UV
Konduktivitas Halogen, N, S 0,5 pg Cl, 2 20-40 80 -
elektrolitik pg S, 4 pg N
Fourier Senyawa-senyawa 1000 pg 3-10 - -
transform-infra organic
red (FT-IR)
Selektif masa Sesuai untuk 10 pg – 10 ng 0,5-30 - -
senyawa apapun
Emisi atom Sesuai untuk 0,1 – 20 pg 60-70 - -
elemen apapun

Apabila waktu retensi, area puncak, dan bentuk kromatogram berubah-ubah


kemungkinan terjadi dekomposisi atau modifikasi kimia bahan sampel akibat
termperatur terlalu tinggi.Sedangkan, apabila efisiensi kolom berubah
kemungkinan temperature terlalu rendah.

6. Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan.Detektor ini berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen di dalamnya menjadi sinyal
elektronik, dimana sinyal elektronik ini berguna untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan
fase gerak dalam bentuk suatu kromatogram.

7. Komputer (Sistem Data)


Komputer pada sistem KG berperan sebagai suatu alat pengolah data. Informasi
yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam analisis kualitatif, biasanya dengan
membandingkan waktu retensi sampel dalam kondisi analisis yang sama.
Sedangkan, untuk analisi kuantitatif biasanya dilakukan dengan perhitungan relatif
tinggi atau luas puncak kromatogram sampel melalui metode baku luar (external
standar) atau baku dalam (internal standar).

15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alprenolol Hidroklorida (Farmakope Indonesia V)

Gambar 2.1. Struktur Kimia Alprenolol Hidroklorida

1-[(1-Metil)etlamino]-3[2-(-(propenil)fenoksi]-2-propanol hidroklorida [13707-8-5]


Alprenolol Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C15H23NO2.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Rumus molekul : C15H23NO2.HCl


Berat Molekul : 285,80
Pemerian : Serbuk hablur tidak berwarna atau putih;
tidak berbau atau berbau lemah;
rasa pahit, kemudian menghilangkan rasa.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam
etanol dan dalam kloroform; praktis tidak larut dalam
eter.
Baku Pembanding : Alprenolol Hidroklorida BPFI; 1-(2-Alilfenoksi)-
propana-2,3-diol BPFI.
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang
didispersikan dalam kalium bomida P menunjukkan
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama seperti pada Alprenolol Hidroklorida BPFI.

16
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan dalam etanol
P (1 dalam 10.000) setebal 2 cm pada panjang
gelombang antara 230 dan 350 nm menunjukkan
maksimum pada panjang gelombang lebih kurang
271 dan 277 nm; serapan pada 271 nm lebih kurang
1,3 dan pada 277 nm lebih kurang 1,2.
C. Larutan lebih kurang 300 mg dalam 10 ml air,
basakan dengan larutan natrium hidroksida P 5%.
Ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 5 ml eter P. Cuci
kumpulan ekstrak dengan air secukupnya hingga
cairan cucian bebas alkali. Keringkan dengan natrium
sulfat anhidrat P, saring, uapkan hingga kering. Suhu
lebur residu lebih kurang 58º.
D. Menunjukkan reaksi Klorida seperti tertera pada
Uji Identifikasi Umum.
pH : Antara 5,5 dan 6,5; lakukan penetapan menggunakan
larutan 5%.
Jarak Lebur : Antara 108º dan 111º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%, lakukan pengeringan di atas
fosfor pentoksida P pada tekanan tidak lebih dari 5
mmHg selama 24 jam.
Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,1%
Senyawa sejenis : Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat, larutkan
dalam etanol mutlak P hingga kadar lebih kurang 50
mg per ml. Larutan baku Timbang saksama sejumlah
1-(2-Alilfenoksi)-propana-2,3-diol BPFI, larutkan
dalam etanol mutlak P hingga kadar 0,25 mg per ml.
Fase gerak metanol P-benzen P-asam asetat glasial P
(20:70:10)
Prosedur: Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti
tertera pada Kromatografi. Totolkan secara terpisah
masing-masing 5 μl Larutan uji dan Larutan baku

17
pada jarak yang sama 2,5 cm dari tepi bawah lempeng
kromatografi silika gel. Masukkan lempeng ke dalam
bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan
Fase gerak. Angkat lempeng, biarkan menguap,
semprot dengan anisaldehid LP. Panaskan lempeng
pada suhu 120º selama 15 menit: bercak Larutan baku
lebih intensif dari bercak Larutan uji.
Penetapan kadar : Lakukan penetapan seperti tertera pada Titrasi Bebas
Air. Metode I menggunakan 500 mg yang ditimbang
saksama dan indikator 1-naftolbenzeina LP. Tiap ml
asam perklorat 0,1 N setara dengan 28,58 mg C15H23
NO2.HCl.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya.

2.2. Atenolol (Farmakope Indonesia V)

Gambar 2.2. Struktur Kimia Atenolol

2-[p-[2-Hidroksi-3-(isopropilamino)propoksi]fenil]asetamida [29122-68-7]
Atenolol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%,
C14H22N2O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Rumus molekul : C14H22N2O3


Berat Molekul : 266,34
Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau. Suhu
lebur 146° -148oC, kristal dari etil asetat.

18
Kelarutan : Mudah larut dalam metanol; agak sukar larut dalam
etanol; sukar larut dalam air dan isopropanol.
Baku Pembanding : Atenolol BPFI; lakukan pengeringan pada suhu
105oC selama 3 jam sebelum digunakan. Simpan
dalam wadah tertutup rapat..
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah
dikeringkan dan didispersikan dalam kalium bromida
P, menunjukkan maksimum hanya pada bilangan
gelombang yang sama seperti pada Atenolol BPFI.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 50 µg per ml
dalam metanol P menunjukkan maksimum dan
minimum pada panjang gelombang yang sama seperti
pada Atenolol BPFI.
Jarak Lebur : Antara 152º - 156,5º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%, lakukan pengeringan pada
suhu 105o hingga bobot tetap.
Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,2%
Klorida : Tidak lebih dari 0,1%; lakukan penetapan sebagai
berikut; larutan 1,0 g zat dalam 100 ml asam nitrat
0,15 N dengan 1 ml perak nitrat LP tidak lebih keruh
dibandingkan dengan larutan 1,4 ml asam klorida
0,020 N dalam 100 ml asam nitrat 0,15 N yang
ditambah 1 ml perak nitrat LP.
Kemurnian Kromatografi : Tidak lebih dari 0,25% untuk cemaran tunggal dan
tidak lebih dari 0,5% untuk cemaran total. Lakukan
penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja
tinggi seperti tertera pada Kromatografi. Fase gerak
dan Sistem kromatografi lakukan seperti tertera pada
Penetapan Kadar. Larutan uji Masukkan lebih kurang
10 mg ke dalam labu terukur 100-ml, larutkan dan
encerkan dengan Fase gerak sampai tanda. Enceran
larutan uji Pipet 0,50 ml Larutan uji ke dalam labu

19
tentukur 100-ml, encerkan dengan Fase gerak sampai
tanda. Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah
volume sama (lebih kurang 50 µl) Larutan uji dan
Enceran larutan uji ke dalam kromatograf, rekam
kromatogram dan ukur respons seluruh puncak.
[Catatan Lakukan kromatografi terhadap Larutan uji
dengan periode 6 kali waktu retensi puncak atenolol].
Hitung persentase masing-masing cemaran dengan
rumus:

ri adalah respons puncak masing-masing cemaran


dalam kromatogram Larutan uji; rA adalah respons
puncak utama atenolol pada kromatogram Enceran
Larutan uji.
Penetapan kadar : Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair
kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi. Fase
gerak Larutkan 1,1 g natrium 1-heptansulfonat P dan
0,71 g natrium fosfat dibasa anhidrat P dalam 700 ml
air. Tambahkan 2 ml dibutilamina P dan atur pH
hingga 3,0 dengan asam fosfat 0,8 M. Tambahkan
300 ml metanol P, campur dan saring melalui
penyaring membran dengan porositas 0,5 µm atau
lebih kecil. Awaudarakan larutan ini sebelum
digunakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut
Kesesuaian sistem seperti tertera pada Kromatografi.
Larutan baku Timbang saksama sejumlah Atenolol
BPFI, larutkan dalam Fase gerak hingga kadar lebih
kurang 0,01 mg per ml. Larutan uji Timbang saksama
lebih kurang 100 mg zat, masukkan ke dalam labu
tentukur 100-ml, tambahkan 50 ml Fase gerak dan

20
sonikasi selama 5 menit. Encerkan dengan Fase gerak
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ini ke dalam labu
tentukur 50-ml dan encerkan dengan Fase gerak
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ke dalam labu
tentukur 50-ml kedua dan encerkan dengan Fase
gerak sampai tanda. Sistem kromatografi Lakukan
seperti tertera pada Kromatografi. Kromatograf cair
kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 226 nm dan
kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi L1. Laju
alir lebih kurang 0,6 ml per menit. Lakukan
kromatografi terhadap Larutan baku, rekam
kromatogram dan ukur respons puncak seperti tertera
pada Prosedur: efisiensi kolom tidak kurang dari 5000
lempeng teoritis, faktor ikutan tidak lebih dari 2,0 dan
simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 2,0%. Prosedur Suntikkan secara terpisah
sejumlah volume sama (lebih kurang 10 µl) Larutan
baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam
kromatogram dan ukur respons puncak utama. Hitung
jumlah dalam mg, atenolol, C14H22N2O3, dengan
rumus:

C adalah kadar Atenolol BPFI dalam mg per ml


Larutan baku; rU dan rS berturut-turut adalah respons
puncak Larutan uji dan Larutan baku.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, pada suhu ruang.

21
2.3. Glibenklamida (Farmakope Indonesia V)

Gambar 2.3. Struktur Kimia Glibenklamida

1-[4-{2-(5-kloro-2-metoksibenzamido) etil} benzen sulfonil] 3-sikloheksilurea [10238-21-8]


Glibenklamida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C23H28ClN3O5S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Rumus molekul : C23H28ClN3O5S


Berat Molekul : 494,0
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam metilen klorida; sukar larut
dalam etanol dan metanol; praktis tidak larut dalam
air.
Baku Pembanding : Glibenklamida BPFI; Cemaran A Glibenklamida
BPFI; Cemaran B Glibenklamida BPFI; Glikazida
BPFI.
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah
dikeringkan dan didispersikan dalam kalium bromida
P menunjukkan maksimum hanya pada bilangan
gelombang yang sama seperti pada Glibenklamida
BPFI; Jika ada perbedaan, basahkan sejumlah zat
dengan metanol P, gerus dan lakukan pengeringan
pada 100o-105o. Ulangi penetapan menggunakan zat
yang telah dikeringkan.

22
B. Buat larutan 1 mg per ml dalam metanol P. Pipet
10 ml larutan dan tambahkan 1 ml asam klorida P
(103 g per 1000 ml). Encerkan dengan metanol P
sampai 100 ml. Ukur serapan pada panjang
gelombang antara 230 dan 350 nm. Serapan
maksimum tercapai pada panjang gelombang 275 dan
300 nm. Serapan jenis maksimum berturut-turut
adalah 61 sampai 65 dan 27 sampai 32.
C. Lakukan penetapan seperti tertera pada Identifikasi
secara Kromatografi Lapis Tipis. Fase gerak
Campuran etanol P-asam asetat glasial P-sikloheksan
P-metilen klorida P (5:5:45:45). Pelarut Campuran
metanol P-metilen klorida P (1:1). Larutan uji
Timbang sejumlah zat dan larutkan dalam Pelarut
hingga kadar 1 mg per ml. Larutan baku Timbang
sejumlah Glibenklamida BPFI dan larutkan dalam
Pelarut hingga kadar 1 mg per ml. Prosedur Totolkan
masing-masing 10 µl Larutan baku dan Larutan uji
lempeng kromatografi campuran silika gel GF254.
Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi
yang berisi Fase gerak dan biarkan merambat lebih
kurang 10 cm. Angkat lempeng, tandai batas rambat,
biarkan kering dan amati di bawah cahaya ultraviolet
254 nm. Ukuran dan harga RF bercak utama Larutan
uji sesuai dengan bercak utama Larutan baku.
D. Larutkan 20 mg zat dalam 2 ml asam sulfat P.
Larutan tidak berwarna dan menunjukkan fluoresensi
biru pada cahaya ultraviolet 365 nm. Larutkan 0,1 g
kloral hidrat P dalam larutan tersebut. Dalam waktu
lebih kurang 5 menit, warna berubah menjadi kuning
dan setelah 20 menit berubah menjadi kecoklatan.

23
Jarak Lebur : Antara 169º dan 174º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%; lakukan pengeringan pada
suhu 105° hingga bobot tetap, menggunakan 1 g zat.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%; lakukan penetapan
menggunakan 1 g zat.
Penetapan kadar : Timbang saksama lebih kurang 400 mg zat, larutkan
dalam 100 ml etanol P dan lakukan pemanasan untuk
melarutkan. Titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N
LV menggunakan indikator fenolftalein LP sampai
terjadi warna merah muda. Tiap ml natrium
hidroksida 0,1 N setara dengan 49,40 mg
C23H28ClN3O5S.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

2.4. Ketoprofen (Farmakope Indonesia V)

Gambar 2.4. Struktur Kimia Ketoprofen

Asam 2-(3-benzoilfenil)propionat [22071-15-4]


Ketoprofen mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C16H14O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Rumus molekul : C16H14O3


Berat Molekul : 254,3
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; tidak atau
hampir tidak berbau.

24
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter;praktis
tidak larut dalam air.
Baku Pembanding : Ketoprofen BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa
udara pada suhu 60o selama 4 jam sebelum
digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang
didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukkan
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama seperti pada Ketoprofen BPFI.
B. Serapan larutan zat (1 dalam 100.000) dalam
metanol P-air (3:1) menunjukkan maksimum hanya
pada panjang gelombang 258 nm. Berbeda tidak lebih
dari 3%, dihitung terhadap zat yang sudah
dikeringkan.
Jarak Lebur : Antara 92º dan 97º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada
tekanan tidak lebih dari 5,2 mm Hg, pada suhu 60°
hingga bobot tetap, menggunakan 1 g zat.
Sisa pemijaran : Tidak lebih 0,2%
Rotasi jenis : Antara +1o dan -1o, lakukan penetapan menggunakan
10 mg zat per ml dalam etanol dehidrat P.
Penetapan kadar : Timbang saksama lebih kurang 450 mg zat, larutkan
dalam 25 ml etanol P. Tambahkan 25 ml air dan
beberapa tetes merah fenol LP. Titrasi dengan
natrium hidroksida 0,1 N LV yang telah dibakukan
dengan baku primer asam benzoat. Lakukan
penetapan blangko jika perlu lakukan koreksi. Tiap
ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 25,43 mg
C16H14O3.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

25
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Alprenolol Hidroklorida


3.1.1 Uji Jarak Lebur
Menurut Farmakope Indonesia V, penetapan jarak lebur atau suhu lebur
tergantung pada keadaan sifat dasar senyawa yang diuji. Jika tidak dinyatakan
dalam monografi, penetapan jarak lebur menggunakan metode III.
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 108°-111°, dan suhu dinaikkan dengan
kecepatan 1° ± 0,5° per menit.
4. Masukkan kapiler dengan cara angkat termometer dan secepatnya
tempelkan pipa kapiler pada termometer, tempatkan kembali
termometer, bila suhu sudah mencapai 5° dibawah suhu terendah,
lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna.

26
5. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.1.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia V, uji cemaran sejenis alprenolol hidroksida
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- chamber KLT
- pipet
- lempeng kromatografi silika gel
Bahan
- Bahan uji
- Etanol mutlak P

- Baku 1-(2-Alilfenoksi)-propana-2,3-diol BPFI

- Metanol P

- Benzen P

- Asam asetat glasial P


Cara Kerja
1. Larutan Uji : Zat uji ditimbang seksama, dilarutkan dalam etanol mutlak
P hingga kadar ± 50 mg/ml
2. Larutan Baku : baku pembanding 1-(2-Alilfenoksi)-propana-2,3-diol
ditimbang seksama, dan dilarutkan dalam etanol mutlak P hingga kadar
0,25 mg/ml.
3. Kromatografi Lapis Tipis
- Fase gerak metanol P-benzen P-asam asetat glasial P (20:70:10)
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi
- Kertas saring dimasukkan ke salah satu dinding bejana
kromatografi, bejana kromatografi ditutup dan dibiarkan jenuh

27
- Larutan uji dan larutan baku sebanyak 5 µL ditotolkan pada jarak
2,5 cm dari tepi bawah lempeng kromatografi. Pastikan titik penotolan
diatas permukaan fase gerak.
- Lempeng dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang telah
jenuh dengan fase gerak. Fase gerak dibiarkan merambat hingga batas.
- Lempeng diangkat, dan diuapkan
- Lempeng disemprot dengan anisaldehid LP, dipanaskan pada suhu
120° selama 15 menit kemudian dideteksi pada lampu UV 254 nm dan
365 nm.
- Dihitung harga Rf bercak dan Rf baku, dibandingkan ukuran dan
intensitas bercak (bercak larutan baku lebih intensif dari larutan uji).

3.2 Atenolol
3.2.1 Uji Jarak Lebur
Menurut Farmakope Indonesia V, jarak lebur atenolol Metode 1 Antara 152°-
156,5°
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.

28
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 152°- 156,5°
4. Termometer diangkat dan secepatnya tempelkan tabung kapiler pada
termometer, dengan membasahi keduanya dengan tetesan cairan dari
tangas atau sebaliknya, tinggi bahan dalam kapiler diatur setinggi
pencadang raksa.
5. Termometer ditempatkan kembali, dan lanjutkan pemanasan dengan
pengadukan hingga suhu naik ± 3° per menit. Jika suhu ± 3° di bawah
dari batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi
sehingga suhu naik ± 1°-2° per menit. Lanjutkan pemanasan hingga
melebur sempurna
6. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.2.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia IV, uji cemaran sejenis untuk atenolol
menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- Instrumen KCKT
- Spektrofotometer
Bahan
- Bahan uji

- Baku cemaran atenolol (4-Hidroksifenilasetamida BPFI; p-2,3-


Dihidroksipropoksifenilasetamida(diol) BPFI; p-p' -[NIsopropil-3,3 '-

29
im inobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida) BPFI; Asam 4-(2-
hidroksi-3-isopropilaminopropoksi) fenilasetat BPFI

- Natrium oktil sulfat R 0,166%

- Asam sulfat P 10%

- Metanol P

- Metanol P 40%
Sistem Kromatografi
- Detektor : spektrofotometer 226 nm
- Kolom : kolom baja tahan karat 5 mm x 20 cm dengan bahan pengisi
L1 diameter partikel 5µm
- Laju aliran : ± 1 ml/menit
- Fase gerak : natrium oktil sulfat P 0,166% : asam sulfat P 10% : metanol
P (600:10:400)
Cara Kerja
1. Pembuatan Fase Gerak : Fase gerak dibuat dari campuran natrium oktil
sulfat P 0,166% : asam sulfat P 10% : metanol P (600:10:400), atau
perbandingan metanol secukupnya hingga mendapatkan kromatogram
yang menyerupai baku cemaran atenolol
2. Pembuatan Larutan Uji: bahan uji ditimbang seksama lebih kurang 100
mg, dilarutkan dalam 10 mL metanol P 40%,
3. Pembuatan Enceran Larutan Uji: larutan uji yang telah dibuat, dipipet 1
mL dan dimasukkan kedalam 200 mL labu ukur, diencerkan dengan
metanol P 40% hingga tanda.
4. Pembuatan Larutan Baku: Larutan baku cemaran atenolol ditimbang
dan dilarutkan dengan metanol P 40% hingga memperoleh kadar 1%.
5. Prosedur pengujian:
- Larutan baku, larutan uji, dan enceran larutan uji sebanyak 10 µl
disuntikkan ke dalam kromatograf
- Atur kepekaan hingga puncak amina tersier larutan baku (p-p' -
[NIsopropil-3,3' -im inobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida))
antara 30-80% skala penuh

30
- Tinggi puncak amina tersier (a) dan tinggi bagian terendah kurva
yang memisahkan puncak ini dari puncak utama (b) diukur (uji
dinyatakan sah jika a lebih besar dari 3b

3.3 Glibenklamid
3.3.1 Uji Jarak Lebur
Suhu lebur antara 169º dan 174º.
Menurut Farmakope V, penetapan jarak lebur menggunakan metode III.
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 108°-111°, dan suhu dinaikkan dengan
kecepatan 1° ± 0,5° per menit.
4. Masukkan kapiler dengan cara angkat termometer dan secepatnya
tempelkan pipa kapiler pada termometer, lanjutkan pemanasan hingga
melebur sempurna.

31
5. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.3.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia V, uji cemaran sejenis untuk glibenklamid
menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- Instrumen KCKT
- Spektrofotometer
Bahan
- Bahan uji
- Trietilamin P
- Asam fosfat P
- Asetonitril P
- Air
- Metanol P
- Baku cemaran glibenklamid (Cemaran A Glibenklamida BPFI;
Cemaran B Glibenklamida BPFI; Glikazida BPFI).
Sistem Kromatografi
- Detektor : spektrofotometer 230 nm
- Kolom : kolom 4,6 mm x 10 cm dengan bahan pengisi L1 yang
dideaktivasi dengan basa dan ukuran partikel 3 µm, suhu kolom 35°.
- Laju aliran : ± 0,8 ml/menit
- Fase gerak :

32
Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan A : dibuat campuran larutan trietilamin P 20 ml
(sebanyak 101,8 g/l yang baru didestilasi dan diatur Ph hingga 3 dengan
penambahan asam fosfat P) dan 50 ml asetonitril P, diencerkan dengan
air hingga 1000 ml.
2. Pembuatan Larutan B: dibuat campuran larutan A-air-asetonitril P
(20:65:915).
3. Pembuatan Fase Gerak: dibuat variasi campuran larutan A dan larutan
B seperti tertera pada sistem kromatografi
4. Pembuatan Larutan Uji: dibuat larutan dalam metanol P yang
mengandung 2,5 mg/ml
5. Pembuatan Larutan Baku I: Cemaran A glibenklamid BPFI dan cemaran
B glibenklamid BPFI ditimbang masing-masing kurang lebih 5 mg,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dilarutkan, dan diencerkan
dalam metanol P sampai tanda. Larutan dipipet sebanyak 5 ml dan
dimasukkan kedalam labu ukur 20 ml, diencerkan dengan metanol P
sampai tanda.
6. Pembuatan Larutan Baku 2: Larutan uji sebanyak 2 ml diencerkan
dengan metanol P hingga 100 ml, larutan dipipet sebanyak 5 ml dan
diencerkan dengan metanol P hingga 50 ml
7. Pembuatan Larutan baku 3: Glikazida BPFI ditimbang sebanyak 5 mg,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dengan metanol P
dan ditambahkan 2 ml larutan uji, diencerkan dengan metanol P hingga
tanda. Larutan ini dipipet 1 ml dan diencerkan dengan metanol hingga
10 ml.
8. Prosedur pengujian:

33
- Injeksikan secara terpisah masing-masing 10 µl larutan baku 1,
larutan baku 2, larutan baku 3, dan larutan uji ke kromatograf
- Rekam kromatogram dan ukur respon puncak

3.4 Ketoprofen
3.4.1 Uji Jarak Lebur
Menurut Farmakope V, jarak lebur atenolol Metode 1 Antara 92,0°- 97,0°
Alat dan Bahan
Alat
- Wadah gelas untuk tangas cairan transparan
- Alat pengaduk yang sesuai
- Termometer
- Sumber panas terkendali
- Pipa kapiler (panjang ± 10 cm, diameter dalam 0,8-1,2 mm, ketebalan
dinding 0,2-0,3 mm)
Bahan
- Bahan uji
- Cairan dalam tangas (parafin cair atau silikon cair)
Cara Kerja
1. Senyawa uji digerus hingga menjadi serbuk halus, dikeringkan di atas
bahan pengering selama ± 16 jam.
2. Serbuk uji kering dimasukkan ke dalam salah satu ujung pipa kapiler
kaca yang ujung lainnya tertutup hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 – 3,5 mm, dimampatkan.
3. Tangas dipanaskan hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur
yang diperkirakan yaitu 152°- 156,5°
4. Termometer diangkat dan secepatnya tempelkan tabung kapiler pada
termometer, dengan membasahi keduanya dengan tetesan cairan dari
tangas atau sebaliknya, tinggi bahan dalam kapiler diatur setinggi
pencadang raksa.
5. Termometer ditempatkan kembali, dan lanjutkan pemanasan dengan
pengadukan hingga suhu naik ± 3° per menit. Jika suhu ± 3° di bawah

34
dari batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, pemanasan dikurangi
sehingga suhu naik ± 1°-2° per menit. Lanjutkan pemanasan hingga
melebur sempurna
6. Catat jarak lebur. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas
sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur,
dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai
akhir peleburan. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
3.4.2 Uji Cemaran Senyawa Sejenis
Menurut Farmakope Indonesia V, uji cemaran sejenis untuk ketoprofen
menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan digital
- Alat-alat gelas laboratorium
- Instrumen KCKT
- Spektrofotometer
Bahan
- Bahan uji
- Amonium asetat P
- Metanol P
- Asetonitril P
- Asam asetat glasial P
- Baku 3-Asetil -benzofenon BPFI
Sistem Kromatografi
- Detektor : spektrofotometer 233 nm
- Kolom : kolom 4,6 mm x 20 cm dengan bahan pengisi L1
- Laju aliran : ± 1 ml/menit
- Fase gerak : amonium asetat P 1%-metanol P-asetonitril P (55:30:15)
Cara Kerja
1. Pembuatan Fase Gerak : Fase gerak dibuat dari campuran amonium
asetat P 1%-metanol P-asetonitril P (55:30:15), diatur pH 6,5 dengan
penambahkan asam asetat glasial P, awaudarakan.

35
2. Pembuatan Larutan Baku: 3-Asetil-benzofenon BPFI ditimbang
seksama, dan dilarutkan dalam fase gerak hingga diperoleh kadar
0,0025%
3. Pembuatan Larutan Uji: Zat ditimbang seksama, dan dilarutkan dalam
fase gerak hingga diperoleh kadar 0,50%.
4. Pembuatan Eceran Larutan Uji: Larutan uji diencerkan dengan fase
gerak hingga diperoleh kadar 0,0010%.
5. Prosedur pengujian:
- Larutan baku, larutan uji, dan enceran larutan uji sebanyak 10 µl
disuntikkan ke dalam kromatograf
- Rekam kromatogram dan ukur luas puncak
- Dilanjutkan kromatografi selama 5 kali waktu retensi ketoprofen

36
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Penetapan Jarak Lebur


Pada Farmakope V, jarak lebur atau suhu lebur zat padat didefinisikan
sebagai rentang suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu atau melebur sempurna.
Setiap alat atau metode yang mampu dan memiliki ketelitian yang setara dapat
digunakan. Ketelitian harus sering diperiksa dengan menggunakan satu atau lebih
dari enam baku pembanding suhu lebur BPFI, lebih baik digunakan satu baku yang
melebur paling dekat dengan suhu lebur senyawa yang ditetapkan seperti yang
tertera pada kompendial. Terdapat lima prosedur untuk penetapan jarak lebur atau
suhu lebur tergantung pada keadaan sifat dasar senyawa yang diuji. JIka tidak
dinyatakan dalam monografi, maka digunakan metode III.
Alat yang digunakan pada penetepan jarak lebur yang sesuai Farmakope V,
terdiri dari wadah gelas untuk tangas cairan transparan, alat pengaduk yang sesuai,
termometer, yang akurat, dan sumber panas yang terkendali. Cairan dalam tangas
dipilih dengan melihat suhu yang dikehendaki. Cairan dalam tangas mempunyai
kedalaman yang cukup sehingga termometer dapat tercelup dengan pencadang
raksa tetap berada lebih kurang 2 cm di atas dasar tangas. Pipa kapiler berukuran
panjang kurang lebih 10 cm dan diameter dalam 0,8 mm sampai 1,2 mm dengan
ketebalan dinding 0,2 mm sampai 0,3 mm.
Prosedur umum penentuan titik lebur yang paling banyak digunakan
farmakope dan buku kompendial lain adalah dengan mewadahi sejumlah kecil zat
padat dalam pipa kapiler lalu dipanaskan dalam penangas kemudian dicatat
suhunya saat zat mulai melebur sampai saat semua zat berubah menjadi cairan.
Jarak leburnya itu dicatat. Pipa kapiler yang digunakan harus memenuhi
persyaratan, demikian pula jumlah zat yang ditentukan harus cukup agar panas yang
dipakai cukup untuk meleburkan secara sempurna. Pemanasan harus merata dan
laju kenaikan suhu zat harus diatur sekitar 1  0,5 ⁰C per menit ketika titik lebur
akan tercapai.
Sehubungan dengan penentuan secara kapiler, berbagai alat pemanas
digunakan mulai dari gelas piala, labu Kjeldahl yang berisi cairan tangas yang
dipanaskan dengan pembakar Bunsen dan diaduk secara manual, dan alat Thiele.

37
Cairan bertitik didih tinggi didesain sedemikian rupa sehingga pemanasan akan
tersebar ke seluruh cairan penangas melalui arus konveksi tanpa diperlukan
pengadukan. Cairan yang digunakan sebagai penangas yang memiliki suhu didih
yang tinggi dan stabil selama pemanasan (tidak mudah terurai) misalnya minyak
mineral atau parafin cair, silicon cair, minyak biji kapas dan butilftalat. Logam juga
sering digunakan sebagai alat penangas yang disebut Melting Block, yang pada
bagian atasnya terdapat lubang besar untuk tempat termometer dan lubang kecil
untuk menyimpan pipa kapiler. Untuk mengamati keadaan zat secara jelas biasanya
digunakan kaca pembesar. Beberapa alat lain yang lebih modern adalah alat
mikroskop Kofler, alat elektrotermal digital.
Termometer yang digunakan berskala antara 20⁰C sampai 360⁰C. Yang
sering digunakan adalah jenis termometer imersi total yang pembacaannya harus
dikoreksi untuk kolom raksa yang berada di cairan penangas. Untuk mengoreksinya
diperlukan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan air raksa yang berada pada
tangkai atas thermometer. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan rapat massa air
raksa sepanjang tangkai thermometer, sehingga pembacaannya perlu dikoreksi
sebesar :
K = 0,000154 N (T-t)
Dengan K besarma adalah besarnya koreksi, angka 0,000154 adalah koefisien muai
air raksa, T adalah suhu lebur yang teramati pada thermometer utama, t adalah suhu
yang terbaca. Cairan T dari label label. N adalah panjang kolom air raksa (dalam
cm) pada thermometer utama di atas permukaan cairan penangas.
Berikut merupakan tabel pengujian jarak lebur pada Alprenolol
Hidroklorida, , Atenolol, Glibenklamid, dan Ketoprofen.
No. Senyawa Jarak lebur BM Metode
1 Alprenolol 108 - 111 285,80 III
Hidroklorida
2 Atenolol 152 - 155 266,30 III
3 Glibenklamid 172 - 174 449,00 III
4 Ketoprofen 93 - 96 254,30 III

38
Metode penetapan jarak lebur berdasarkan Farmakope Indonesia V untuk
keempat senyawa uji diatas, jika tidak disebutkan lain maka metode penetapan jarak
lebur yang digunakan adalah metode III. Metode III digunakan untuk zat padar yang
tidak mengandung hidrat dan tidak higroskopis pada proses pengujian. Senyawa
yang diuji dengan metode III tidak perlu dikeringkan dan digerus dahulu. Namun
apabila diperlukan penggerusan untuk memperkecil ukuran dilakukan sebelum
dimasukkan ke dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang digunakan untuk metode I, II,
dan III adalah pipa kapiler yang salah satu ujungnya tertutup. Pipa kapiler
dipanaskan terlebih dahulu pada sah satu ujungnya hingga tertutup sebelum
digunakan. Hal tersebut dilakukan agar pada saat sampel yang diuji meleleh,
lelehannya tidak tercampur dengan media penghantar seperti parafin cair atau
silikon cair sehingga cairan penghantar tetap murni. Kemudian zat uji digerus
telebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam pipa kapiler. Hal tersebut dilakukan
karena penurunan titik lebur tidak hanya disebabkan oleh pengotor saja, tetapi dapat
juga disebabkan oleh ukuran dan jumlah kristal. Penggerusan akan mengubah luas
permukaan partikel lebuh besar sehingga lebih mudah menyerap panas. Pada
metode I, II, dan III zat akan mengalami dekstruksi setelah melebur dan bersifat
tidak dapat kembali ke bentuk sebelumnya (irrevesible).
Berdasarkan berat molekulnya, Glibenklamid memiliki berat molekul yang
paling tinggi yaitu 449,0 yang menyebabkan jarak lebur Glibenklamid lebih besar
dibanding yang lain yaitu 172 - 174. Kemudian dilihat dari ikatan struktur
Glibenklamid yang memiliki gugus tiokarbonil dan 2 gugus amin sekunder
menyebabkan dibutuhkan energi yang lebih besar untuk melebur. Sedangkan
Ketoprofen memiliki berat molekul paling rendah (254,30), sehingga Ketoprofen
memiliki nilai jarak lebur yang cukup rendah yaitu antara 93 - 96. Kemudian
Atenolol dengan berat molekul 266,30 memilik jarak lebur 152 - 155 dan
Alprenolol dengan berat molekul 285,80 memiliki jarak lebur 108 - 111. Jadi,
berat molekul yang besar mempengaruhi jumlah energi yang besar untuk melebur
serta tingginya titik lebur senyawa.
Ikatan antarmolekul juga mempengaruhi besarnya suhu lebur. Panas yang
dibutuhkan oleh suatu molekul untuk meningkatkan jarak antar atom adalah panas
peleburan. Suatu kristal yang terikat oleh gaya-gaya yang lebih kuat, memiliki

39
karakteristik suhu lebur yang tingi dibandingkan dengan kristal yang terikat oleh
gaya-gaya yang lemah. Manfaat penetapan titik lebur atau jarak lebur, yaitu :
1. Suhu lebur sebagai indikator kemurnian
Suatu zat dapat dikatakan murni bila memiliki titik lebur yang sama dengan
standar zat tersebut atau jarak lebur yang sempit (1-2oC atau kurang).
Sebaliknya apabila suatu zat memiliki suhu lebur yang berbeda atau jarak lebur
yang melebar terhadap standar, maka dapat dikatakan bahwa zat tersebut tidak
murni.
2. Suhu lebur sebagai alat untuk identifikasi dan karakterisasi
Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa
tersebut harus dalam bentuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar
yang memang telah terbukti kemurniannya. Apabila dua sampel memiliki suhu
lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul sampel tersebut
berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua sampel
tersebut dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu lebur
antara dua sampel sama, struktur molekul kedua zat tersebut diperkirakan
sama.

4.2. Uji Cemaran Senyawa Sejenis


1. Alprenolol hidroklorida
Uji cemaran senyawa sejenis Alprenolol Hidroklorida menggunakan
metode kromarografi lapis tipis. Pemilihan etanol mutlak P sebagai pelarut
larutan uji dikarenakan etanol bersifat polar sehingga dapat melarutkan
alprenolol yang bersifat polar. Larutan baku senyawa sejenis yang
digunakan adalah dengan membuat 1-(2-Alilfenoksi)-propana-2,3-diol
BPFI ke dalam etanol mutlak P. Pada pengujian, fasa diam yang digunakan
adalah silika gel yang terdapat pada lempeng kromatografi lapis tipis.
Pemilihan fasa diam disesuaikan oleh polaritas dari analit. Sedangkan fasa
gerak yang digunakan adalah campuran metanol, benzena, dan asam asetat
glasial dengan perbandingan 20:70:10 yang bersifat lebih non polar
dibandingkan dengan fasa diamnya.

40
Prosedur pengujian dilakukan dengan menotolkan sebanyak
masing-masing 5 l larutan uji dan larutan baku pada jarak 2,5 cm dari tepi
bawah lempeng kromatografi silika gel. Sebelum lempeng dimasukkan ke
dalam bejana, bejana terlebih dahulu dijenuhkan oleh fasa gerak. Hal
tersebut bertujuan agar distribusi fasa gerak dalam bejana berjalan dengan
baik dan seragam sehingga hasil kromatografi tepat. Setelah dimasukkan,
kemudian diangkat dan dibiarkan menguap. Kemudian penampak bercak
yang digunakan anisaldehid LP yang biasa digunakan untuk senyawa
terpenoid dan dipanaskan pada suhu 120 dan 15 menit. Lalu diukur dan
dicatat jarak tiap bercak yang diamati dan harga Rf. Kemudian
dibandingkan kromatogram zat uji dan baku pembanding. Larutan uji tidak
lebih intensif dibandingkan dengan larutan baku.
2. Atenolol
Pengujian cemaran senyawa sejenis Atenolol dilakukan dengan
mengunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Pelarut yang
dipilih untuk pembuatan larutan uji adalah metanol P 40% dikarenakan
oleh sifat semi-polar terhadap zat uji. Larutan uji kemudian diencerkan 1
ml ke dalam metanol P 40% hingga 200 ml. Larutan baku dibuat dengan
melarutkan baku cemaran sejenis atonolol yaitu 4-Hidroksifenilasetamida
BPFI; p-2,3-Dihidroksipropoksifenilasetamida(diol) BPFI; p-p' -[N-
Isopropil-3,3 '-iminobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida) BPFI;
Asam 4-(2-hidroksi-3-isopropilaminopropoksi) fenilasetat BPFI ke dalam
metanol P 40% hingga kadar masing-masing 1%. Fasa gerak yang dipilih
adalah natrium oktil sulfat P 0,166% dan asam sulfat P 10% dengan
perbandingan 600:10 dan metanol secukupnya untuk memperoleh
kromatogram larutan baku yang menyerupai kromatogram baku cemaran
atenolol dan dinyatakan memenuhi syarat (biasanya, diperlukan lebih
kurang 400 bagian volume metanol P).
Kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan dilengkapi dengan
detektor 266 nm dan kolom baja tahan karat 5 mm x 20 cm berisi bahan
pengisi L1 dengan diameter partikel 5 m. Laju aliran lebih kurang 1 ml
per menit. Prosedur pengujian dilakukan dengan menyuntik secara

41
terpisah 10 l larutan baku, larutan uji, dan enceran larutan uji. Larutan uji
memiliki waktu rentensi yang lebih besar dari waktu retensi puncak 4-
Hidroksifenilasetamida BPFI dan waktu rentensi puncak p-2,3-
Dihidroksipropoksifenilasetamida(diol) BPFI dari kromatogram larutan
baku tidak lebih besar dari luas puncak enceran larutan uji. Jumlah luas
puncak lain selain puncak utama tidak lebih besar dari 1,5 kali luas puncak
enceran uji. Uji tidak absah kecuali jika puncak 4-Hidroksifenilasetamida
dan p-2,3Dihidroksipropoksifenilasetamida dari larutan baku terelusi
dalam waktu 5 menit menit setelah penyuntikan puncak p-p' -[N-Isopropil-
3,3 '-iminobis(2 -hidroksipropoksi) 1 bis(fenilasetamida) (amina tersier)
dan puncak asam 4-(2-hidroksi-3-isopropilaminopropoksi) fenilasetat dari
larutan baku terelusi sesudah puncak utama. Kemudian diatur sedemikin
rupa kepekaannya hingga puncak amina tersier larutan baku antara 30% -
80% skala penuh pada kertas. Lalu diukur tinggi puncak amina tersier (a)
dan tinggi bagian terendah kurva yang memisahkan puncak ini dengan
puncak utama (b). Uji dinyatakan tidak absah kecuali jika a lebih besar
dari b.
3. Glibenklamid
Uji cemaran senyawa sejenis glibenklamid menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Alat KCKT yang digunakan
dilengkapi dengan detektor UV pada 230 nm dan kolom 4,6 mm x 10 cm,
suhu kolom dipertahankan pada 35oC. Laju air diatur ± 0,8 ml per menit.
Fase gerak yang digunakan yaitu campuran trietilamin P- air - asetonitril
P (20: 65: 915) yang bersifat polar. Larutan baku yang digunakan adalah
larutan baku Glibenklamida BPFI, lalu larutan pembanding untuk
menentukan keberadaan cemaran senyawa sejenis glibenklamid adalah
cemaran A glibenklamide BPFI, cemaran B glibenklamide BPFI, dan
glikazida BPFI. Pemilihan metanol P sebagai pelarut larutan uji
dikarenakan metanol P bersifat polar sehingga dapat melarutkan
glibenklamid yang bersifat polar.
Larutan uji dibuat dalam larutan metanol P yang mengandung 2,5
mg zat per ml. Larutan baku 1 dibuat dari 5 mg cemaran A glibenklamide

42
dan 5 mg campuran B glibenklamide yang dimasukkan kedalam labu ukur
100 ml dan diencerkan dengan metanol hingga tanda batas. Kemudian
dipipet 5ml larutan kedalam labu ukur 20 ml dan diencerkan dengan
metanol hingga tanda batas. Larutan baku 2 dibuat dengan mengencerkan
2 ml larutan uji dengan metanol hingga 100 ml. Lalu dipipet 5 ml dan
diencerkan dengan metanol hingga 50 ml. Larutan baku 3 dibuat dari 5 mg
glikazida BPFI yang dilarutkan dengan metanol P, ditambahkan 2 ml
larutan uji dan diencerkan hingga 100 ml. Larutan dipipet 1 ml dan
diencerkan dengan metanol P hingga 10 ml.
Pada prosedur, disuntikkan secara terpisah larutan baku 1, larutan
baku 2, dan larutan baku 3 sebanyak 10 µl kedalam kromatograf, dan
diukur respon puncak. Cemaran A glibenklamide, cemaran B
glibenklamide, dan glikazida, masing – maisng akan muncul puncak pada
waktu retensi ± 0,5; 0,6; dan 5,0. Syarat uji cemaran senyawa sejenis
glibenklamide menurut Farmakope Indonesia V, tidak lebih dari 0,5%
untuk masing-masing cemaran A glibenklamid dan cemaran B
glibenklamid, serta tidak lebih dari 0,2% untuk cemaran glikazida. Total
cemaran tidak boleh lebih dari 0,5%.

43
4. Ketoprofen
Uji cemaran senyawa sejenis ketoprofen dilakukan dengan cara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan fase
gerak amonium asetat P 1% - metanol P – asetonitril P (55: 30: 15) yang
bersifat polar. pH fase gerak diatur hingga 6,5 dengan penambahan asam
asetat glasial. Alat KCKT dilengkapi dengan detektor 233 nm dan kolom
4,6 mm x 20 cm dengan laju air ± 1,0 ml per menit.
Larutan baku pembanding yang digunakan adalah ketoprofen BPFI
yang telah dikeringkan dalam hampa udara pada suhu 60o C selama 4 jam
sebelum digunakan. Larutan baku ditimbang dengan seksama sejumlah 3
- asetil – benzofenon BPFI, dan dilarutkan dalam fase gerak hingga
diperoleh kadar 0,0025%. Larutan uji ditimbang seksama sejumlah zat,
dilarutkan dalam fase gerak hingga diperoleh kadar 0,5 %. Dibuat enceran
larutan uji dengan fase gerak hingga diperoleh kadar 0,0010%.
Pada prosedur, disuntikkan secara terpisah larutan baku, larutan uji,
dan enceran larutan uji kedalam kromatograf, kemudian direkam dan
diukur luas puncak. Kromatografi dilanjutkan selama 5 kali waktu retensi
ketoprofen. Masing – masing cemaran tidak boleh lebih dari 0,2%.

44
BAB 5
KESIMPULAN

1. Uji jarak lebur dilakukan untuk mengetahui rentang suhu atau suhu pada saat
zat padat menyatu atau melebur sempurna. Hasil yang diperoleh yaitu
No. Senyawa Jarak lebur BM Metode
1 Alprenolol 108 - 111 285,80 III
Hidroklorida
2 Atenolol 152 - 155 266,30 III
3 Glibenklamid 172 - 174 449,00 III
4 Ketoprofen 93 - 96 254,30 III

2. Uji cemaran senyawa sejenis merupakan suatu pengujian dalam monografi


yang mengacu pada uji umum untuk menganalisis pengotor berupa produk
samping dari suatu zat aktif. Uji cemaran senyawa sejenis Alprenolol
Hidroklorida, Atenolol, Glibenklamid, dan Ketoprofen menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

45
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV.


Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia edisi V.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Gilbert, J. C. and Stephen F. (2011).Experimental Organic Chemistry: A Miniscale
and Microscale ApproachFifth Edition. Boston : Cangage Learning.
Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok : Departemen Farmasi
FMIPA UI
Pasto, D. J., Johnson, C. R., and Miller, M. J. (1992). Experiment and Techniques
in Organic Chemistry. New Jersey:Prentice Hall Inc.
Riyanto, Sugeng, Ibnu Gholib Gandjar, Sudibyo Martono, dan Endang
Lukitaningsih. (2013). Kromatografi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada.

46

Anda mungkin juga menyukai