Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KIMIA INDUSTRI 2

HPLC, GC, dan LC

Kelompok : III-B
Anggota : 1. Lulu Sekar Taji (10411910000046)
2. Ahmad Rifky Azis (10411910000047)
3. Liwaul Wilayah (10411910000059)
4. Khairunnisa A.A.Q (10411910000072)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS VOKASI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2020
1. Cari perbedaan, sistem kerja, prinsip dan komponen dari HPLC, GC, dan LC
A. Gas Chromatography (GC)
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara fase diam
(padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Fase gerak adalah gas dan zat terlarut
terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
bergerak (Gas Carier). Fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak
mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Coloumn).
Prinsip Kerja

1. Gas pembawa dalam tabung yang bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom
yang berisi fasa diam.
2. Sampel diinjeksikan ke dalam aliran gas.
3. Cuplikan yang dibawa oleh gas pembawa mengalami proses pemisahan dalam
kolom.
4. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu
meninggalkan kolom.
5. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah
tiap komponen campuran.
6. Hasil pendeteksian berupa kromatogram
Komponen
1. Gas Carier
a. Inert, agar tidak terjadi interaksi dengan pelarut.
b. Tekanan bekisar 10-50 psi
c. Murni, kering dan bebas dari oksigen
d. Dapat mengurangi difusi dari gas
e. Cocok untuk detektor yang digunakan.
f. Seperti : Heluim(He), Nitrogen(N2), Argon (Ar), Hidrogen (H2)
2. Injector
a. Syringe diinjekkan pada port yg dipanaskan melalui septum
b. Panas injector pada suhu diatas titik uap sampel, agar seluruh sampel yang
masuk berubah menjadi gas.
c. Carrier gas membawa sample ke column
d. Purge valve mengatur jumlah sample yang masuk ke column
3. Oven
a. Cukup luas untuk pemasangan kolom
b. Suhu dapat dikontrol dengan mudah dan akurat
c. Respon suhu cepat dan akurat
d. Dapat terjadi pendinginan yang cepat pada akhir analisis
e. Bisa menggunakan sistem Isothermal dan Themperature Programe
4. Column
a. Jantung dari pemisahan dengan kromatografi
b. Berbagai macam bahan telah digunakan sebagai fasa diam
c. Dapat diklasifikasi berdasarkan diameter dan jenis fasa diamnya
d. Ada 2 jenis yaitu : kolom terpaking (packed column) dan kolom terbuka /
kapiler ( capillary column)
5. Detector
a. Flame Ionisasi Detector (FID) : tidak sangat selektif dan mendeteksi semua
senyawa organik.
b. Thermal Conductor Detector (TCD) : Universal  dapat mendeteksi semua
zat terlarut
c. Flame Photometric Detector (FPD) : sangat selektif dan mendeteksi hanya
spesies yg sangat elektronegatif ( pestisida yg mengandung halogen)
6. Perekam Chromatogram
Hasil pendeteksian berupa kromatogram

B. Liquid Chromatography (LC)


Kromatografi cair adalah teknik pemisahan mendasar di bidang ilmu
pengetahuan dan bidang terkait kimia. Tidak seperti kromatografi gas, yang
tidak cocok untuk nonvolatil dan molekul termal rapuh, kromatografi cair
dengan aman dapat memisahkan rentang yang sangat luas dari senyawa organik
juga metabolit obat molekul kecil untuk peptida dan protein.
Prinsip Kerja
1. Sampel yang akan dianalisis dengan LC-MS pertama-tama akan melalui
kromatografi cair untuk memisahkan komponen-komponen yang ada pada
sampel.
2. Komponen-komponen atau molekul tersebut akan dilanjutkan ke
spektrometri massa
3. Molekul tersebut dapat akan melalui proses ionisasi yang dapat dilakukan
dengan berbagai cara
4. Sampel yang berupa cairan akan dipompa melalui kapiler dan diubah
menjadi tetesan yang berukuran sangat kecil.
5. Selanjutnya tetesan-tetesan tersebut akan diubah menjadi fase gas dengan
menggunakan panas dan nitrogen
6. Dalam proses ini, muatan listrik dari tetesan tersebut akan berpindah ke
molekul yang ingin dideteksi
7. Molekul yang akan dideteksi dapat bermuatan positif atau negatif dan dapat
dideteksi oleh mesin sesuai pengaturan yang diinginkan
Komponen
1. Solvent Organizer
2. Auto Sample
3. Column Oven
4. Detektor (UV-Vis, atau yang lainnya)

C. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


HPLC merupakan kepanjangan dari High Performance Liquid
Chromatography, adalah salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang
biasanya disertai dengan tekanan tinggi. HPLC adalah alat laboratorium yang
bekerja dengan metode fisikokimia, didasarkan pada teknik kromatografi
dimana fase geraknya berupa cairan dan fase diamnya bisa berupa memiliki
bentuk padat atau cair.
Dalam proses memahami alat HPLC (High Pressure Liquid Chromatography),
yang perlu diperhatikan adalah:
1. Fase gerak dan fase diam
2. Polar dan non polar
Fase normal dan terbalik, dan lainnya.HPLC bekerja dengan menggunakan
tekanan tinggi untuk mengirim fase gerak kedalam kolom. Dengan memberikan
tekanan tinggi, laju dan efisiensi pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar.
Kromatografi penukar ion telah berhasil digunakan untuk analisis kation, anion,
dan ion organik.
Beberapa jenis kromatografi yang sering digunakan selain HPLC, diantaranya :
1. Kromatografi Partisi
2. Kromatografi Kertas
3. Kromatografi Gas
Prinsip Kerja
Pada HPLC terdapat solvent organizer, pompa, auto sampler, column dan UV-
Vis detector.
1. Zat pelarut atau yang dikenal dengan istilah solvent akan disimpan pada
solvent organizer dan terhubung dengan inlet maupun outlet dari modul
lainnya, begitu pula dengan sample yang terhubung dengan auto sampler.
2. Module pompa akan memberikan tekanan yang besar(berkisar antara 6000-
9000psi) untuk mendistribusikan solvent maupun sample dengan tekanan
yang tinggi ke module-module lainnya. Selama proses recording base line,
sample belum dimasukan kedalam solvent, namun ketika base line dirasa
sudah stabil maka auto sampler mulai menjalankan algoritma injeksi sample.
3. Column oven akan mengkondisikan suhu supaya temperatur solvent maupun
sample berada pada range yang sesuai. Di lain module, detector UV-Vis
melakukan recording ketika base line maupun ketika sample sudah
injeksikan dan melewati kolom. Berbagai pengaturan maupun setting pada
instrument HPLC biasanya dikendalikan oleh pengguna melewati software.
4. Output dari hasil pemeriksaan yang ditangkap oleh detector akan
ditampilkan dalam bentuk grafik di komputer
Komponen
1. Solvent Organizer
2. High Pressure Pump
3. Auto Sample
4. Column Oven
5. Detektor (UV-Vis, atau yang lainnya)

D. Pelarut dan Standar Internal


Compound Boiling Point, oC Relative Polarity

Methanol 64.6 Polar


(solvent)

Toluene 110.6 Nonpolar

Ethylbenzene 135.2 Nonpolar

p-Xylene 138.4 Nonpolar

Bromobenzene 156.0 Polar


(internal standard)
2. Beri penjelasan polar dan nonpolar serta beri contohnya 3 atau 4 dan harus
berkaitan dengan HPLC dan GC.
 Kepolaran Suatu Molekul
A. Polaritas Berdasarkan Keelektronegatifan
Polaritas ikatan ditentukan oleh elektronegativitas atom-atom yang terlibat.
Seperti yang terlihat pada tabel 2.1, karbon dan hidrogen memiliki
elektronegativitas yang mirip, sehingga ikatan C-H relatif nonpolar. Unsur-
unsur yang berada pada bagian kanan dalam tabel periodik, seperti oksigen,
fluorin, dan klorin memiliki kemampuan menarik elektron (elektronegativitas)
lebih besar dibandingkan dengan karbon. Dengan demikian, ketika atom karbon
berikatan dengan salah satu dari atom tersebut maka terbentuk ikatan yang
terpolarisasi. Elektron akan cenderung tertarik ke atom yang lebih
elektronegatif. Dalam molekul tersebut, atom karbon bermuatan parsial positif
+)dan atom yang lebih elektr -).
Contohnya, ikatan C-Cl adalah ikatan polar.

Gambar 1. Klorometana
Tanda panah digunakan untuk menunjukan arah polaritas. Berdasarkan
kesepakatan, arah pergerakan elektron searah dengan arah panah.

Unsur-unsur yang berada pada bagian kiri dalam tabel periodik bersifat kurang
elektronegatif dibandingkan karbon. Dengan demikian, ketika karbon berikatan
dengan mereka, elektron akan cenderung tertarik ke karbon dan mengakibatkan
atom karbon bermuatan parsial negatif.

Gambar 2. Kelektronegatifan Beberapa Unsur


Ketika kita membicarakan tentang kemampuan atom menyebabkan polarisasi
ikatan, kita gunakan istilah efek induksi. Unsur-unsur elektropositif seperti
litium dan magnesium menginduksi pemberian elektron, sedangkan unsur-unsur
elektronegatif seperti oksigen dan klorin menginduksi penarikan elektron. Efek
induksi sangat penting untuk memahami reaktivitas suatu senyawa.
A. Polaritas Berdasarkan Momen Dipol
Ketika terjadi ikatan polar maka molekul yang terbentuk juga bersifat polar.
Nila. Polaritas secara keseluruhan dihasilkan dari polaritas ikatan dan pengaruh
elektron bebas dalam molekul. Ukuran kuantitas dari polaritas suatu molekul
disebut momen dipol. Momen dipol (μ), didefinisikan sebagai besarnya muatan
(e) dikali jarak antar pusat (d), dan diberi satuan debye (D).

μ = e x d x 1018
di mana e = muatan elektrik dalam unit elektrostatik (esu)
d = jarak dalam sentimeter (cm)

Sebagi contoh, jika satu proton dan satu elektron (muatan e = 4.8 x 10-10 esu)
sedangkan jarak keduanya adalah 1 A, sehingga momen dipolnya sebesar:

μ = e x d x 1018
μ = (4.8 x 10-10) x (1.0 x 10-8 cm) x 1018
μ = 4.8D

Natrium klorida memiliki momen dipol sangat besar karena terikat secara ionik.
Nitrometana (CH3NO2) juga memiliki momen dipol yang besar karena memiliki
dua muatan formal (dipolar). Air dan amonia juga memiliki momen dipol yang
cukup besar. Pada tabel 2.1 terlihat bahwa oksigen dan nitrogen memiliki
kecenderungan menarik elektron lebih besar dibandingkan hidrogen. Lagi pula
pada oksigen dan nitrogen terdapat pasangan elektron bebas yang dapat
memperbesar momen dipol.

Gambar 3. Momen Dipol Air dan Amonia


Besarnya momen dipol dari beberapa senyawa disajikan dalam tabel 2.2. Metana
dan etana memiliki momen dipol sama dengan 0 (nol) atau tidak memiliki
momen dipol. Hal ini dikarenakan strukturnya simetris, dan elektronegativitasan
C dan H mirip. Tetraklorometana juga memiliki momen dipol 0, selain
dikarenakan strukturnya yang simetris juga karena gaya tarik di dalam ikatannya
saling meniadakan, sehingga resultan gaya yang ditimbulkan sama dengan 0
(nol).
Gambar 4. Momen Dipol Metana dan Tetraklorometana

Tabel 1. Momen Dipol Berbagai Senyawa

 Prinsip Kepolaran Dalam GC, HPLC, dan LC


A. Prinsip Kepolaran Dalam HPLC
Kromatografi partisi dapat dibedakan berdasarkan pada kepolaran relatif fase
diam dan fase gerak. Pada masa awal, penggunaan kromatografi cair
menggunakan fase diam yang sangat polar seperti air atau trietilenglikol yang
terikat pada partikel silica atau alumina; fase gerak adalah pelarut yang relative
kurang polar seperti heksan atau iso propil eter. Tipe kromatografi ini dikenal
sebagai kromatografi fase normal.
Pada kromatografi fase terbalik, fase diam adalah senyawa non polar (biasanya
suatu hidrokarbon) dan fase gerak pelarut yang relative lebih polar seperti air,
methanol atau asetonitril. Pada kromatografi fase normal, senyawa yang kurang
polar dielusi lebih awal karena senyawa non polar paling baik kelarutannya
dalam fase gerak. Peningkatan kepolaran fase gerak dapat memperpendek waktu
elusi. Sebaliknya, pada kromatografi fase terbalik senyawa-senyawa polar akan
terelusi lebih awal, dan peningkatan kepolaran fase gerak akan memperbesar
waktu elusi.
Kemasan fase terikat dikelompokkan sebagai fase terbalik ketika pelapis yang
diikatkan memiliki sifat nonpolar dan sebagai fase normal ketika pelapis
mengandung gugus fungsi polar. Pada umumnya kromatografi cair kinerja tinggi
memiliki kolom dengan kemasan fase terbalik. Gugus R pada pelapis siloksan
adalah rantai C8 (n-oktil) atau rantai C18 (n-oktildesil)

Gambar 5. Kolom fase normal(fase diam relative polar) dan kolom fase terbalik
(fase diam relative kurang polar)

Sebagian besar penggunaan kromatografi fase terbalik menggunakan fase gerak


sangat polar seperti larutan air yang mengandung beberapa pelarut organic
dengan konsentrasi tertentu seperti methanol, asetonitril, atau tetrahydrofuran.
Pada kondisi ini, pH perlu dijaga agar tidak lebih dari 7,5 karena kondisi ini
dapat memicu terjadinya hidrolisis siloksan yang dapat merusak kemasan.
Di pasaran kemasan fase terikat normal, R dalam struktur siloksan adalah suatu
gugus fungsi polar seperti ciano ( -C2H4CN), diol (-
C3H6OCH2CHOHCH2OH), amino (-C3H6NH2) dan dimetilamin
(C3H6N(CH3)2). Fase gerak yang digunakan sebagai pengelusi biasanya adalah
pelarut nonpolar seperti etileter, kloroform dan n-heksana.
Kromatografi fase norma
Fase gerak dengan kepolaran rendah

waktu
Kromatografi fase terbalik
Fase gerak dengan kepolaran tinggi

waktu

Fase gerak dengan kepolaran menengah


Kepolaran solute; A>B>C

waktu
Fase gerak dengan kepolaran menengah

waktu
Gambar 6. Hubungan antara kepolaran dan waktu elusi pada kromatografi fase
normal dan kromatografi fase terbalik (Sumber : Skoog, 1998)
B. Prinsip Kepolaran Dalam GC
Fase diam yang dipilih berdasarkan polaritas dari sampel yang akandiujikan,
dengan prinsip “like dissolve like”, oleh karena itu fase diam yang polarakan
lebih berinteraksi dengan senyawa yang lebih polar, dan begitulahsebaliknya
fase diam yang non polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yanglebih non
polar (Christian, 2004).Komponen-komponen sampel harus teretensi di fase
diam untukmemperoleh resolusi. Retensi yang semakin lama dan selektif akan
menghasilkanresolusi yang semakin baik. Selektivitas bisa divariasi hanya
dengan mengubahkepolaran fase diam atau dengan mengubah suhu kolom
(Dean, 1995).
Kepolaran menunjukkan bagaimana komponen-komponen contoh beriteraksi
dengan fasa diam.
 Fasa non-polar memisahkan komponen-komponen terutama berdasarkan titik
didih.
 Fasa sedikit polar (intermediately polar phase) meretensi komponen komponen
berdasarkan, titik didih dan interaksi dipol terinduksi atau melalui ikatan
hidrogen.
 Fasa polar dan sangat polar meretensi lebih kuat senyawa polar dibanding
senyawa non-polar kibat interaksi dipol-dipol antara gugus fungsi dari
komponen dengan fasa diam

Contoh polar:
 Serat SPME dilapisi oleh ZNR yang tersusun untuk pengambilan sampel dan
konsentrasi
pelarut residu polar untuk analisis lebih lanjut menggunakan GC FID
 Optimalisasi multi-respons dari protokol ekstraksi dan derivatisasi dari metabolit
polar yang dipilih dari jaringan buah apel untuk analisis GC –MS
 Optimalisasi multi-respons dari protokol ekstraksi dan derivatisasi dari metabolit
polar yang dipilih dari jaringan buah apel untuk analisis GC –MS

Contoh nonpolar:
 Metode berbasis asetonitril-Etil asetat untuk analisis residu 373 pestisida dalam
lilin lebah menggunakan LC-MS / MS dan GC- MS / MS
 Kolom mikro GC semi-dikemas untuk pemisahan NAFLD napas VOC
 Analisis penyaringan GC / MS terhadap produk-produk berharga dalam fase air
dari
pemrosesan hidrotermal berbantuan gelombang mikroBiar minor

3. Perbedaan metode pada GC dan HPLC untuk mendapatkan kromatogram.


Kromatografi gas (GC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) merupakan
metode yang digunakan untuk menganalisis sampel untuk menentukan apa yang
terkandung dalam sampel atau konsentrasi molekul dalam sampel. Keduanya
menggunakan prinsip yang sama, yaitu molekul yang lebih berat akan
mengelusi, atau mengalir, lebih lambat daripada yang lebih ringan (polaritas
juga berperan dalam waktu elusi). Meskipun kegunaannya sama, GC dan HPLC
memiliki beberapa perbedaan.
Bentuk Kolom Ketika sampel bergerak di atas kolom kromatografi, sampel dan
fase gerak berinteraksi dengan konten kolom yang menyebabkan komponen
sampel terelusi pada waktu yang berbeda. Kolom HPLC biasanya terbuat dari
tabung logam atau gelas berdiameter 4–6 inci yang rapat dengan silika atau
panjang rantai karbon yang berbeda. Sistem GC memiliki kolom kapiler
melingkar dengan dinding interior yang dilapisi dengan berbagai bahan
tergantung pada kebutuhan laboratorium. Kolom GC yang dibentangkan bisa
mencapai panjang 30 meter.

Jenis Sampel GC digunakan untuk senyawa yang mudah menguap (senyawa


yang terurai dengan cepat) sementara HPLC lebih baik untuk sampel yang
kurang mudah menguap. Jika sampel mengandung garam atau bermuatan,
sampel tersebut harus dianalisis menggunakan HPLC, bukan GC.

Kontrol Temperatur Kolom GC ditempatkan dalam oven di dalam mesin.


Komputer mengubah suhu saat sampel dianalisis. Semakin tinggi suhu, semakin
cepat sampel dielusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menghasilkan hasil yang
buruk. Kolom HPLC disimpan pada suhu yang stabil (paling sering suhu kamar)
setiap saat.

Biaya Analisis sampel dengan menggunakan GC lebih murah dibandingkan


dengan HPLC

4. Faktor-faktor yang membuat hasil Analisa GC dan HPLC kurang akurat (tidak
bisa dibandingkan dengan standarnya).
a. GC
 Kesalahan integrasi puncak yang disebabkan oleh masalah dalam memulai
atau menghentikan puncak integrasi oleh instrumen atau software computer.
 Teknik injeksi mungkin menyebabkan besarnya peak tailing pada
kromatogram. Hal itu dapat dihilangkan dengan menetapkan penghambat
RT yang diindikasikan untuk puncak ini.
 Sampling error terjadi Ketika analisis sampel memasuki instrument jika
berbeda dari komposisi airbone dan konsentrasi yang ada di lokasi
sampling. Hal ini disebabkan oleh alasan seperti non stadart pengambilan
sampel jarum suntik dan Teknik injeksi.
 Kontaminan tidak diselesaikan desorbed Ketika konsentrator yang
digunakan, atau kontaminan kondensasi atau menyerap di dinding tas tedlar
sampling atau dalam garis sampling.
 Adsorspsi dari kontaminan menarik dalam bagian internal system GC
kadangkala dapat terjadi, terutama Ketika konsentrasi dari kontaminan
sangat rendah.
 Respon detector pergeseran terjadi Ketika respon efektif dari detector
chenges dari waktu ke waktu.
b. HPLC
 Kondisi HPLC sampel tidak sama dengan standar.
 Penentuan kondisi dan kesesuaian system tidak dijalankan. Penentuan ini
disebabkan karena adanya pengaruh kondisi yang disebabkan jenis peralatan
system elektronik, zat uji dan kualitas peraksi yang digunakan terhadap hasil
analisis.
 Perbandingan pengukuran luas/area puncak analit dalam kromatogram
dengan luas/area standar hanya melibatkan satu standar. Oleh karena itu
perbandingan dilakukan dengan menggunakan Teknik kurva kalibrasi.
 Waktu retensi pun berpengaruh terhadap hasil analisa yang akan didapatkan.
 Masih terdapat sisa sampel yang telah ditimbang yang tidak ikut dilarutkan
sehingga kadar yang diperoleh kurang akurat, masih terdapat gelembung
setelah dilakukan penginjeksian, atau pengoperasian instrument yang
kurang tepat.
 Kesalahan saat melakukan validasi metode analisis. Validasi metode
meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, ketelitian, batas deteksi, batas
kuantitasi, dan uji kesesuaian system.

Anda mungkin juga menyukai