1.1 Pendahuluan
Kuantitas dasar dalam mempelajari sistem gas adalah tekanan (p), temperature
(T), volume yang ditempati (V) dan jumlah zat yang dinyatakan dalam mol (n). Antara
keempat kuantitas tersebut terdapat hubungan yang biasanya dinyatakan sebagai suatu
fungsi volum, yaitu:
𝑉 = 𝑉 (𝑇, 𝑝, 𝑛) (1.1)
Fungsi ini memperlihatkan ketergatungan volum suatu gas terhadap suhu, tekanan, dan
jumlah mol gasnya. Hubungan parameter gas seperti di atas, membentuk suatu
persamaan yang disebut persamaan keadaan gas. Untuk gas ideal biasa disebut persamaan
keadaan gas ideal. Untuk gas nyata dikenal persamaan keadaan gas nyata, dalam bentuk
persamaan Van der Waals, virial, dan sebagainya.
Tekanan merupakan besarnya gaya per satuan luas. Tekanan merupakan
kuantitas intensif yang dibentuk dari ratio antara dua kuantitas ekstensif, yaitu gaya dan
luas. Eksistensi “temperatur” dari suatu sampel dan pengukukurannya tergantung pada
kebenaran generalisasi dari apa yang disebut hukum thermodinamika ke nol. Bila gas
dimasukkan ke dalam suatu wadah, molekul-molekul gas bergerak bebas di dalamnya dan
menempati seluruh volume wadah yang diisinya. Karena gas bercampur bebas satu sama
lain, maka bila ada beberapa macam gas dalam campuran, volume setiap komponen akan
sama dengan volume yang ditempati oleh seluruh campuran itu.
Sistem fasa gas merupakan salah satu keadaan materi yang terdapat di alam,
selain fasa padat dan cair. Reaksi-reaksi kimia banyak yang berlangsung dalam fasa gas,
maka pada bagian awal materi kimia Fisika I dibahas sifat-sifat dan hukum-hukum gas.
Materi ini menyajikan pembahasan tentang persamaan keadaan gas ideal yang diawali
dengan konsep volume, tekanan dan temperatur, kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan tentang hukum-hukum gas, kosntanta gas dan persamaan gas ideal, serta
tekanan parsial campuran gas. Materi ini menjadi materi prasyarat dalam mempelajari
seluruh materi dalam mata kuliah Kimia Fisika I, sehingga perlu dipelajari secara cermat.
Pemahaman materi ini dengan baik akan mempermudah mempelajari materi-materi
lanjutan tentang gas pada bab selanjutnya serta materi-materi lain yang terkait.
1.2 Persamaan Keadaan Gas Ideal
Dalam sistem gas kuantitas dasar yang dielajari adalah Volume (V), Tekanan (P),
Suhu (T) dan kuantitas gas yang dinyatakan dalam jumlah mol (n). Besarnya pereubahan
𝑑𝑉 = 𝑑𝑇 + 𝑑𝑃 + 𝑑𝑛 (1.2)
, , ,
perubahan volume yang diakibatkan oleh berubahnya suhu pada tekanan dan jumlah mol
yang tetap. Suku kedua, menyatakan perubahan volum yang diakibatkan oleh
,
berubahnya tekanan pada suhu dan jumlah mol yang tetap. Suku ketiga,
,
menyatakan perubahan volume yang diakibatkan oleh berubahnya jumlah mol pada suhu
dan tekanan yang tetap.
Dengan demikian perubahan volume total gas yang diakibatkan oleh berubahnya
suhu, tekanan, dan jumlah mol dapat diketahui jika semua suku tersebut juga diketahui.
Oleh karena itu pengetahuan tentang suku-suku tersebut sangat diperlukan. Hubungan
matematis keempat variabel Volume (V), Tekanan (P), Suhu (T) danJumlah mol (n) itu
disebut persamaan keadaan.
Kuantitas dasar dalam mempelajari gas adalah tekanan (p) dan temperatur (T),
selain volume (V) yang ditempati dan jumlah zatnya yang dinyatakan dalam mol (n).
Persamaan keadaan menyatakan hubungan antara variabel volume, jumlah mol, tekanan
dan temperatur. Persamaan keadaan adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara
state variable yang menggambarkan keadaan dari suatu sistem pada kondisi fisik tertentu.
State variable (fungsi keadaan) adalah sifat dari sistem yang hanya tergantung pada
keadaan sistem saat ini, bukan pada jalannya proses. Yang termasuk fungsi keadaan
adalah temperatur, tekanan, densitas, enthalpi, entropi, kapasitas panas, energi bebas
Gibbs dan fugasitas.
Gas ideal bukanlah gas yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Gas yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, biasa disebut gas nyata. Gas
nyata dapat diasumsikan bersifat gas ideal apabila memenuhi criteria-kriteria tertentu,
diantaranya adalah:
(1) Molekul/atom gas identik dan tidak menempati ruang sehingga dikatakan
tidak mempunyai volume atau volume partikel diabaikan
(2) Tidak ada interaksi antara molekul-molekulnya, baik tarik-menarik
maupun tolak menolak, sehingga gerakannya lurus
Bila tinggi kolom merkuri dalam tabung tidak berubah, berarti tekanan yang diberikan
oleh kolom merkuri tepat sama dengan tekanan atmosfer. Karena itu, kita dapat
mengungkapkan tekanan atmosfer berdasarkan tinggi kolom itu. Pada permukaan laut,
tingginya berfluktuasi di sekitar 760 mm, dan ini yang dijadikan dasar definisi dan salah
satu satuan tekanan standar yang disebut atmosfer standar (atm). Sebagai definisi pertama
disebutkan bahwa atmosfer standar adalah sama dengan tekanan yang diberikan oleh
kolom merkuri sepanjang 760 mm pada permukaan laut dan pada suhu 0°C.
1 atm = 760 mm Hg
Dalam satuan Inggris, besaran tersebut sama dengan tekanan 14,70 pound/inci2 (Psi).
Satuan tekanan yang lebih kecil yang sering kali kita jumpai dalam percobaan ialah torr
(berasal dari nama Evangelista Toricelli, penemu barometer). Menurut definisi, 760 torr
sama dengan 1 atm.
Tinggi kolom merkuri yang disebabkan oleh tekanan atmosfer beragam
bergantung pada rapatan merkuri dan gaya tarik buini pada merkuri dalam kolom. Karena
rapatan bergantung pada suhu dan gaya tarik bumi bergantung pada ketinggian dari
permukaan laut, maka dalam definisi atmosfer standar perlu dinyatakan suhu rujukan
(0°C) dan ketinggian rujukan (permukaan laut). 1 torr = 1 mm Hg.
Gambar 1.2 Manometer terbuka, (a) Tekanan gas yang terperangkap lebih kecil dari
tekanan atmosfer, (b) Tekanan gas yang terperangkap lebih besar dari
tekanan atmosfer.
Tekanan gas dalam sistem dapat diketahui dengan membandingkan tekanan yang
diberikan dalam kedua lengan berdasarkan satu permukaan rujukan h0 yang dipilih karena
kolomnya lebih pendek. Tekanan yang diberikan pada kolom kiri bila Pgas > Patm
merupakan Pgas, sementara pada permukaan yang sama dalam lengan kanan tekanan Patm
ditambah tekanan yang diberikan oleh kolom merkuri yang naik di atas permukaan
rujukan, yaitu PHg. Bila kedua permukaan tadi sudah tidak bergerak lagi, tekanan pada
permukaan rujukan kedua lengan menjadi sama, sehingga
pgas =patm +pHg (1.3)
Tekanan atmosfer (patm) dapat dilihat dari barometer, sedangkan pHg dapat diperoleh dari
selisih tinggi kedua kolom merkuri. Sama halnya, bila pgas < patm seperti yang ditunjukkan
pada gambar 1.2a tekanan dalam lengan kiri pada permukaan rujukan ialah pgas+ pHg
Kita dapat menghitung tinggi kolom air bila cairan ini (bukan merkuri) digunakan dalam
barometer, Pada tekanan atmosfer 1 atm, tinggi kolom air dalam barometer seperti itu
adalah 1,03 x 104 mm. Tinggi 10 meter lebih ini menjelaskan mengapa Hg yang
digunakan, bukannya H2O, karena barometer dapat mencapai tinggi seperti bangunan tiga
lantai. Namun, satu hal yang menarik ialah bahwa perhitungan ini mengungkapkan
mengapa pompa isap tidak mungkin mengangkut air dari kedalaman 10,0 m, betapa pun
keras kerjanya. Walaupun pompa sanggup menciptakan hampa dengan sempurna,
tekanan 1 atm hanya dapat mendorong air dalam pompa setinggi 10,3 m.
Contoh soal 1.1
Cairan yang rapatannya 1,15 g/mL digunakan dalam manometer terbuka. Dalam
suatu percobaan, selisih tinggi permukaan kedua lengan adalah 14,7 mm, dengan
kedudukan permukaan lengan yang berhubungan dengan gas yang terperangkap
lebih rendah dibandingkan permukaan bagian yang terbuka. Tekanan barometer
menunjukkan 756,00 torr. Berapa tekanan gas yang terperangkap?
Penyelesaian
Langkah pertama ialah menggambarkan keadaan percobaan. Diingat bahwa kondisi
tersebut berlaku pgas = pHg + patm. Kita harus mengkonversi selisih tinggi cairan
menjadi selisih tekanan dalam torr. Mula-mula kita ubah selisih tinggi permukaan
cairan dari mm cairan menjadi mm Hg, kemudian kita ubah lagi menjadi torr.
Rapatan merkuri ialah 13,6 g/mL. Jadi,
d
hHg hcairan cairan
d Hg
V V0
Untuk volume, t (oC) = x100 (1.8)
V100 V
45 45
40 40
35 35
30 30
Volume
25 25
Volume
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Tekanan 1/Tekanan
(a) (b)
Gambar 1.5 Grafik (a) Volume gas berbanding terblik dengan tekanan berdasarkan, (b)
Volume gas sebanding dengan 1/P, berdasarkan hukum Boyle.
Gambar 1.6 Grafik ketergantungan tekanan terhadap volume gas ideal pada temperatur
berbeda.
=− (1.11)
,
=− (1.12)
,
Persamaan (1.12) merupakan nilai kuosien turunan suku pada ruas kanan persamaan (1.2)
Hasil penelitian yang sangat cermat menperlihatkan bahwa hukum Boyle dipenuhi
oleh gas nyata hanya pada tekanan yang mendekati nol (dan juga pada suhu yang sangat
tinggi). Hukum Boyle dapat dipahami sebagai gambaran dari gas yang terdiri atas
sejumlah besar molekul yang bergerak bebas, tidak ada antaraksi antar molekul-
molekulnya. Tekanan yang ditimbulkan oleh gas disebabkan oleh tumbukan dari molekul
gas terhadap dinding. Penurunan volum mengakibatkan tumbukan molekul terhadap
dinding menjadi semakin sering, sehingga meningkatkan tekanan.
Contoh soal 1.4
1 mol gas CO2 dengan volume 10 L dan tekanan 1,5 atm, pada suhu yang sama 1
mol gas H2 dengan volume 30 L, berapakah tekanan gas H2 ?
Penyelesaian:
piVi pfVf
1,5 . 10 = pf .30
pf = 15/30 atm = 0,5 atm
Jadi tekanan gas H2 = 0,5 atm
Contoh soal 1.5: Sejumlah n mol gas ideal pada tekanan 101,325 kPa memuai
dari 11,2 dm3 menjadi 22,4 dm3 pada suhu tetap 25 0C. berapa
tekanan akhir gas tersebut.
Penyelesaian:
Diketahui: n mol gas
, . ,
𝑝 =
,
𝑝 = 50,6625 𝑘𝑃𝑎
=𝑘 (1.15)
,
= (1.16)
,
Persaman (1.16) merupakan kuosien turunan suku pertama pada ruas kanan persamaan
(1.2)
Contoh soal 1.6
2,24 dm3 gas ideal pada suhu 50 oC dibiarkan berekspansi menjadi 40,8 dm3 pada
tekanan tertentu. Hitunglah temperatur akhir proses tersebut ?
Penyelesaian:
Diketahui : Vf = 40,8 dm3
Vi = 22,4 dm3
Ti = 50 OC 323 K
Pi = P memuai Pf = Pi
Vi = V Vf = 2Vi
Ti = 25 0C Tf = ?
= 298,15 K
𝑇 = 2𝑇
𝑇 = 2 (298,15 𝐾)
𝑇 = 596,30 𝐾
Atau
𝑇 = 596,30 − 273,15
𝑇 = 323,15 °𝐶
Kesimpulan
Suhu termodinamik sejumlah gass ideal, yang memuai pada tekanan tertentu (tetap),
berubah menjadi dua kali lipat apabila volumnya berubah dua kali lipat.
Gambar 1.7 Pada temperatur dan tekanan yang sama, volume gas yang lebih besar
mengandung jumlah mol yang lebih banyak.
Pernyataan di atas dapat juga dinyatakan bahwa “pada suhu dan tekanan tetap, volume
sejumlah tertentu gas berbanding lurus dengan jumlah molnya”
𝑉 = 𝑘𝑛 (1.18)
Persamaan (1.18) berarti bahwa pada suhu dan tekanan yang tetap, jika jumlah mol
berubah dari keadaan awal ke keadaan akhir maka volumnya akan berubah dengan
perbandingan 𝑉/𝑛 yang selalu tetap.
= (1.19)
=𝑘= (1.20)
,
Persamaan (1.20) merupakan kuosien suku ketiga pada ruas kanan persamaan (1.2)
d. Hukum Efusi Graham
Jika dua macam gas ditempatkan dalam wadah yang sama, maka semua
molekulnya berangsur-angsur bercampur sampai komposisi gasnya seragam, proses
pencampuran ini dinamakan difusi. Contoh proses difusi jika seseorang memakai minyak
wangi maka orang yang ada didekatnya akan mencium aroma minyak tersebut karena
molekul gas minyak wangi berdifusi ke udara dan sampai ke pencium orang lain. Proses
lain yang mirip dengan difusi adalah efusi. Proses ini dilakukan oleh gas dibawah tekanan,
melepaskan diri dari wadah melalui lubang yang sangat kecil , seperti pada gambar 1.8.
1
Graham ini dapat dinyatakan Laju efusi
d (1.29)
Perbandingan laju efusi dua gas A dan B dapat dinyatakan
Laju efusi (A ) dB
Laju efusi (B) dA
(1.30)
Hubungan antara massa molekul (M) dengan rapatan gas dapat diturunkan dari
persamaan gas ideal.
Jumlah gram(g )
Jumlah mol (n)=
Massa Molekul (M )
g
Sehingga PV = RT
M
g RT RT
Diatur kembali M = sehingga M = d
V P P
Dari persamaan tersebut diketahui bahwa rapatan gas berbanding lurus dengan berat
molekulnya, sehingga
Laju efusi ( A) dB MB
Laju efusi ( B) dA MA
(1.31)
Dengan MA dan MB berturut-turut adalah massa molekul gas A dan massa molekul gas B.
Dari persamaan tersebut diperoleh fakta bahwa gas yang massa molekul kecil atau yang
Penyelesaian
g RT
Dengan menggunakan persamaan M = maka :
V P
(0,0012 kg ) (10 3 g kg 1 ) (0,0821 atm dm 3 K 1 mol 1 ) (300 K )
M
(1 atm ) (1 dm 3 )
29,6 g mol 1
Jadi berat molekul efektif udara bila udara bersifat seperti gas ideal adalah 29,6
gram/mol.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W., 1994, Kimia Fisika Jilid 1, (Terjemahan Irma R. Kartohadiprodjo),
Erlangga, Jakarta.
Atkins, P.W., 1986, Physical Chemistry, Oxford University Press, Oxford.
Castellan, G., 1990, Physical Chemistry, McGraw Hill Company, New York
Levine, I.N., 1995, Physical Chemistry, McGraw Hill Inc., New York.