Pembiayaan
Anggaran
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
1
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
2
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan
Anggaran
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
3
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
ISBN: 978-602-17675-7-3
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
Pengarah
Direktur Penyusunan APBN
Kunta W.D. Nugraha
Koordinator Penulisan
Dyah Kusumawati
Editor
Achmad Zunaidi
Penulis
Achmad Zunaidi
Agung Hidayat Purwanto
Erlan Cartiman
Aksa Nugraha
Triana Lestari
Yudhanto Eko Putro
Ar Rizqiyatul Barokah
Asrukhil Imro
Adam Marchino
Yudhanto
Kata
Pengantar
Diskusi atau pembahasan mengenai Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dapat diteropong dari berbagai
sisi, baik dari sudut pandang proses maupun substansi
materinya. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Anggaran,
Kementerian Keuangan, telah mempublikasikan beberapa
buku mengenai APBN dan bagaimana penyusunannya yaitu,
Pokok-Pokok Siklus APBN di Indonesia; Dasar-Dasar Praktek
Penyusunan APBN di Indonesia; Postur APBN Indonesia; dan
Pokok-pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian
Negara/Lembaga.
5
i
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Tentang
Buku
Keinginan untuk mewujudkan suatu buku yang menjelaskan pembiayaan
anggaran dalam konteks penyusunan APBN secara tuntas akhirnya terwujud.
Makna tuntas di sini berarti, isi buku dapat menjelaskan pengalokasian
anggaran pada berbagai instrumen pembiayaan anggaran beserta tantangan
dan kendalanya. Harapannya, buku Pembiayaan Anggaran: Bukan Sekadar
Defisit dan Utang dapat memberikan gambaran utuh kedudukannya dalam
postur APBN.
Pada awalnya, proses penyusunan buku tersebut dipersiapkan oleh para
pegawai yang membidangi pembiayaan anggaran pada Direktorat Penyusunan
APBN. Pada tahap ini, materi yang disajikan dibahas secara intensif dalam
forum diskusi kecil. Setelah penulisan, draft buku (baik per bagian atau secara
utuh) dimintakan tanggapan, komentar, dan masukan kepada para pemangku
kepentingan di lingkungan Kementerian Keuangan.
Mengingat kerja bersama dimaksud, ucapan terima kasih patut disampaikan
kepada beberapa pihak yang berperan secara langsung maupun tidak langsung
sehingga terwujud buku Pembiayaan Anggaran: Bukan Sekadar Defisit dan
Utang:
6
ii
KUPAS TUNTAS
POSTUR
Pembiayaan Anggaran:
PEMBIAYAAN
Bukan Sekadar Defisit & Utang
ANGGARAN
Tentang
Buku
Sesuai dengan judulnya, materi bahasan buku ini adalah komponen-komponen pembiayaan anggaran
sesuai dengan susunan postur APBN yang digunakan sejak tahun 2017. Komponen dimaksud terdiri dari
pembiayaan utang, pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan pembiayaan
lainnya. Keseluruhan buku berisi 8 bab atau bagian. Pembagian per bab atau bagian sebagai berikut.
Bab 1. Seputar Pembiayaan Anggaran, merupakan bagian yang menjadi pembuka dari keseluruhan isi buku.
Keinginan untuk mewujudkan suatu buku yang menjelaskan pembiayaan
Bagian ini menggambarkan secara umum komponen-komponen yang ada dalam postur APBN, tidak hanya
anggaran dalam konteks penyusunan APBN secara tuntas akhirnya terwujud.
pembiayaan anggaran. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kedudukan atau posisi pembiayaan anggaran
Makna tuntas di sini berarti, isi buku dapat menjelaskan pengalokasian
serta hubungan antarkomponen tersebut.
anggaran pada berbagai instrumen pembiayaan anggaran beserta tantangan
Bab 2. Seputar Pembiayaan Utang danHarapannya,
dan kendalanya. Pembiayaanbuku Nonutang, masih Postur
Kupas Tuntas merupakan bagian Anggaran
Pembiayaan pendahuluan
untuk bahasan pada bab-bab
dapat memberikan gambaran utuh kedudukannya dalam postur APBN. pembiayaan
selanjutnya. Hanya saja, fokus bab ini membahas komponen
anggaran dari sisi transaksi
Pada keuangan/arus
awalnya, proses kas,penyusunan
yaitu utang dan bukunonutang.
tersebutKomponen
dipersiapkanpembiayaan
oleh para utang
(mencakup SBN dan pinjaman) mempunyai arus kas positif atau ada arus masuk.
pegawai yang membidangi pembiayaan anggaran pada Direktorat Penyusunan Sementara komponen
pembiayaan nonutang APBN.
ada yang mempunyai
Tahap arus kas
berikut, materi negatif
yang (pembiayaan
disajikan investasi,
dibahas secara pemberian
intensif pinjaman,
dalam forum
dan kewajiban penjaminan) dan ada yang mempunyai arus kas positif (pembiayaan lainnya).
diskusi kecil. Setelah penulisan, draft buku (baik per bagian atau secara utuh)
dimintakan tanggapan, komentar, dan masukan kepada para pemangku
Bab 3. Surat Berharga Negara (SBN), membahas bagaimana proses mencantumkan proyeksi alokasi
kepentingan di lingkungan Kementerian Keuangan.
anggarannya sebagai instumen utang yang utama. Bab ini juga menjelaskan jenis dan instrumen SBN serta
Mengingat kerja bersama dimaksud, ucapan terima kasih patut disampaikan
kendala dan tantangannya dalam penyusunan proyeksinya.
kepada beberapa pihak yang berperan secara langsung maupun tidak langsung
Bab 4. Pinjaman, membahas
sehinggaproyeksi
terwujudpinjaman
buku Kupas dalam
Posturpostur APBN. Pinjaman
Pembiayaan Anggaran:merupakan salah satu
komponen pembiayaan utang di samping SBN. Beberapa bagian dalam bab ini menyajikan jenis dan
instrumen pinjaman (pinjaman
1. Anggotadalam negeri,yang
tim penulis pinjaman tunai, dan draft
mempersiapkan pinjaman luaryaitu:
tulisan, negeri), serta hubungan
antarkomponen pembiayaan- Bab atau1dengan komponen belanja
dan Bab 7 (Achmad Zunaidi), negara.
- Bab 2 (Adam Marchiano),
Bab 5. Implementasi Pinjaman Luar Negeri dalam Belanja Kementerian Negara/Lembaga, merupakan
- Bab 3 (Triana),
bahasan mengenai bagaimana pinjaman luar negeri sebagai salah satu sumber anggaran belanja
- Bab 4 (Erlan Cartiman dan Achmad Zunaidi),
Kementerian Negara/Lembaga. Bagian ini menunjukkan implementasi pinjaman luar negeri dalam proses
- Bab 5 (Asrukhil Imro dan Yudhanto),
penyusunan anggaran belanja kementerian negara/lembaga beserta kendalanya dalam proses
- Bab 6 (Yudha),
penganggaran.
- Bab 7 (Achmad Zunaidi),
Bab 6. Pembiayaan Investasi dan
- Bab Pembiayaan
8 (Rizky Barokah);Lainnya, membahas proses proyeksi alokasi anggaran
pembiayaan investasi dan Pembiayaan Lainnya dalam postur APBN. Pembahasan dua komponen
2. Direktur Penyusunan APBN yang memberikan arahan agar Ditjen Anggaran
pembiayaan anggaran tersebut dijadikan satu mengingat, bagian bahasan pembiayaan lainnya relatif
secara institusi menyediakan informasi utuh dan sederhana, khususnya
sedikit.
terkait dengan postur APBN;
Bab 7. Pemberian Pinjaman, membahas bagaimana proyeksi pemberian pinjaman pemerintah pusat dalam
3. Ibu Dyah Kusumawati yang mengkoordinasikan para penulis sekaligus
postur APBN dan hubungannya dengan komponen lain dalam pembiayaan (pinjaman).
me-review tulisan yang masuk;
Bab 8. Kewajiban Penjaminan, berisikan pembahasan mengenai perlunya kewajiban penjaminan, proses
4. Mitra Kerja Subdit Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Fiskal (Ditjen PPRF,
proyeksi kewajiban penjaminan, skema dan mekanisme pemberian penjaminan, serta perkembangannya.
DJKN, DJPB) yang memberikan masukan, tanggapan, dan komentar;
Memperhatikan isi materi dan cara penyajian tersebut di atas, cara tepat membaca buku ini adalah
5. Timdari
membaca secara berurutan pendukung yang memfasilitasi
bagian pertama sampai dengan pertemuan dan penyediaan
bagian terakhir. data terkait
Namun, apabila pembaca
telah memahami postur penulisan
APBN secara buku (Agung
umum, Lestanto,
tidak Aksa Nugraha,
ada masalah Dahlia,dibaca
apabila tidak Reza berurutan
Majid, Bayutetapi
Segara);
disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan oleh pembaca.
6. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang mendukung
kegiatan penulisan buku.
7
iii
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Daftar
Isi
Kata Pengantar i
Tentang Buku ii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel, Diagram, dan Grafik vi
BAB I
Pembiayaan Anggaran: Komponen Yang Sering Diabaikan 1
Pembiayaan Anggaran dan Kebijakan Fiskal 2
Antara Pembiayaan Anggaran, Postur APBN, dan GFS 5
Klasifikasi Pembiayaan Anggaran dan Pembahasannya 8
Penyusunan Proyeksi Pembiayaan Anggaran dan Pemangku
Kepentingan 10
BAB II
Perlu Tidaknya Utang: Sebuah Perspektif 15
Kedudukan Pembiayaan Utang dalam Postur APBN 18
Seputar Pembiayaan Nonutang 20
BAB III
SBN dalam APBN 27
Jenis SBN 28
Perhitungan SBN dalam Postur APBN 35
BAB IV
Seputar Pinjaman Pemerintah 41
Seputar Pinjaman Luar Negeri 44
Pinjaman Kegiatan dalam Postur APBN 46
Pinjaman Tunai 51
Pinjaman Dalam Negeri 53
BAB V
Perencanaan PLN 59
Penganggaran PLN 64
Pelaksanaan PLN 69
Kendala Pengelolaan PLN 73
8
iv
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Daftar
Isi
Daftar Isi
BAB VI
BAB I
Upaya Pemerintah Melalui Pembiayaan Investasi 81
Pembiayaan Anggaran: Komponen Yang Sering Diabaikan 1
Mengapa Pembiayaan Investasi/Penambahan
Pembiayaan
Penyertaan Anggaran
Modal Negara (PMN)dan Kebijakan Fiskal 82 2
Antara Pembiayaan Anggaran,Investasi
Alur Proses Penganggaran Pembiayan Postur APBN, dan GFS 87 5
Struktur Pembiayaan
Penyusunan Investasi 89
Proyeksi Pembiayaan Anggaran dan Pemangku
Kepentingan
Pembiayaan Lainnya 92 10
9
v
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Daftar
Tabel, Diagram, dan Grafik
Daftar Tabel
BAB I
TABEL 1.1 POSTUR APBN SEDERHANA 1
TABEL 1.2 SIMULASI APBN 1 4
TABEL 1.3 PENERAPAN ANGKA DALAM POSTUR APBN 5
BAB II
TABEL 2.1 REKLASIFIKASI PEMBIAYAAN NONUTANG 23
BAB III
TABEL 3.1 PERBEDAAN SUN DAN SBSN 29
BAB IV
TABEL 4.1 KEDUDUKAN PINJAMAN TUNAI 52
BAB V
TABEL 5.1 DRPLN-JM TAHUN 2015 61
TABEL 5.2 DRPLN TAHUN 2015 (DALAM US$) 63
TABEL 5.3 ILUSTRASI ALOKASI PAGU INDIKATIF 67
BAB VIII
TABEL 8.1 PERKEMBANGAN PENJAMINAN PEMERINTAH 116
10
vi
KUPAS TUNTAS
POSTUR
Pembiayaan Anggaran:
PEMBIAYAAN
Bukan Sekadar Defisit & Utang
ANGGARAN
Daftar
Daftar Diagram
BAB I
DIAGRAM 1.1 SIMULASI APBN 2 4
Isi
DIAGRAM 1.2 ANTARA GFS DAN POSTUR APBN 6
DIAGRAM 1.3 CONTOH TRANSAKSI PEMBIAYAAN ANGGARAN 8
DIAGRAM 1.4 PENGELOMPOKAN PEMBIAYAAN ANGGARAN 9
DIAGRAM 1.5 PENYUSUNAN POSTUR APBN DAN DOKUMEN ANGGARAN 12
BAB II
DIAGRAM 2.1 KEDUDUKAN PEMBIAYAAN UTANG DALAM POSTUR APBN 18
DIAGRAM 2.2 POSTUR PEMBIAYAAN UTANG AWAL 19
DIAGRAM 2.3 POSTUR PEMBIAYAAN UTANG DENGAN
KEBIJAKAN PENGHEMATAN BELANJA 20
DIAGRAM 2.4 KEDUDUKAN PEMBIAYAAN NONUTANG DALAM POSTUR APBN 21
Daftar Tabel
BAB III
BAB I
DIAGRAM 3.1 KEDUDUKAN SBN DALAM POSTUR APBN 27
TABEL I.1 POSTUR APBN SEDERHANA 2
DIAGRAM 3.2 JENIS-JENIS SBN 30
TABEL I.2 SIMULASI APBN 1 6
DIAGRAM 3.3 SBN NETO DALAM PEMBIAYAAN UTANG 35
TABEL I.3 SIMULASI APBN 2 6
DIAGRAM 3.4 PERUBAHAN NILAI SBN (NETO) DALAM POSTUR APBN (1) 36
DIAGRAM 3.5 PERUBAHAN NILAI SBN (NETO) DALAM POSTUR APBN (2) 37
BAB II
TABEL 2.1 REKLASIFIKASI PEMBIAYAAN NONUTANG 12
BAB IV
DIAGRAM
BAB 4.1
III INSTRUMEN PINJAMAN 41
DIAGRAM 4.23.1 PERSEPSI
TABEL PUBLIK
PERBEDAAN SUNVSDAN
PRAKTIK
SBSNPENGELOLAAN PINJAMAN
4 42
DIAGRAM 4.33.2SIKLUS
TABEL PINJAMAN
SBN NETO DALAM PEMBIAYAAN UTANG 15 43
DIAGRAM 4.4 DOKUMEN PERENCANAAN PINJAMAN LUAR NEGERI 45
BAB IV
DIAGRAM 4.5 SIKLUS PENYUSUNAN APBN 46
TABEL 4.1 KEDUDUKAN PINJAMAN TUNAI 18
DIAGRAM 4.6 PINJAMAN DALAM POSTUR APBN 47
DIAGRAM
BAB 4.7
V KONDISI AWAL POSTUR 48
DIAGRAM 4.85.1 KONDISI
TABEL POSTUR
DRPLN-JM TAHUNAPBN (2)
2015 5 48
DIAGRAM 4.95.2KONDISI
TABEL DRPLNKONSOLIDASI POSTURUS$)
TAHUN 2015 (DALAM APBN (2) 6 49
DIAGRAM 4.10
TABEL 5.3SIKLUS
DRKHPINJAMAN
TAHUN 2016TUNAI 9 52
DIAGRAM 4.11 SIMULASI PINJAMAN DALAM NEGERI 54
BAB VIII
DIAGRAM 4.12 SIMULASI PINJAMAN DALAM NEGERI (2) 55
TABEL 8.1 PERKEMBANGAN PENJAMINAN PEMERINTAH 11
BAB V
DIAGRAM 5.1 ILUSTRASI PERENCANAAN PINJAMAN KEGIATAN 60
DIAGRAM 5.2 HASIL TECHNICAL MEETING ATAS REVIEW PHLN 66
BAB VI
DIAGRAM 6.1 AKTOR YANG BERPERAN DALAM PEMBENTUKAN PDB 83
DIAGRAM 6.2 PERAN BUMN TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL 86
DIAGRAM 6.3 KEMANA PEMERINTAH INVESTASI 89
DIAGRAM 6.4 BENTUK INVESTASI DI BLU 91
11
vii
KUPAS TUNTAS KUPAS TUNTAS
POSTUR POSTUR
Pembiayaan Anggaran:
PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN
ANGGARAN Bukan Sekadar Defisit & Utang
ANGGARAN
Daftar
Daftar Diagram
BAB I
BAB VII
DIAGRAM 1.1 SIMULASI 2 6
DIAGRAM
DIAGRAM 7.1 HUBUNGAN
PENERAPAN PINJAMAN DAN POSTUR
PEMBERIAN PINJAMAN 97
Isi
1.2 ANGKA DALAM APBN 7
DIAGRAM
DIAGRAM 7.2 PROSES PENYUSUNAN DALAM POSTUR APBN DAN RDP
1.3 ANTARA GFS DAN POSTUR APBN 8
BUN PEMBERIAN PINJAMAN 101
DIAGRAM 1.4 CONTOH TRANSAKSI PEMBIAYAAN ANGGARAN 11
DIAGRAM
DIAGRAM 7.3
1.5 POSISI PEMBERIAN PEMBIAYAAN
PINJAMAN DALAM POSTUR APBN 103
PENGELOMPOKAN ANGGARAN 12
DIAGRAM 7.4 POSISI PEMBERIAN PINJAMAN DALAM POSTURANGGARAN
APBN (2) 104
DIAGRAM 1.6 PENYUSUNAN POSTUR APBN DAN DOKUMEN 16
BAB
BAB VIII
II
DIAGRAM
DIAGRAM 8.1 2.1 SKEMA PENJAMINAN
KEDUDUKAN KREDIT
PEMBIAYAAN UTANG DALAM POSTUR APBN 7 110
DIAGRAM 8.2 SKEMA PENJAMINAN INVESTASI
DIAGRAM 2.2 POSTUR PEMBIAYAAN UTANG AWAL 8 111
DIAGRAM
DIAGRAM 8.3 2.3 SIMULASI POSTUR APBN
POSTUR PEMBIAYAAN 2020DENGAN
UTANG 120
DIAGRAM 8.4 SIMULASI POSTUR APBN
KEBIJAKAN PENGHEMATAN2021 9 121
Daftar Tabel
DIAGRAM 2.4 KEDUDUKAN PEMBIAYAAN NONUTANG DALAM POSTUR APBN 11
BAB I
BAB III
TABEL I.1 POSTUR APBN SEDERHANA 2
DIAGRAM 3.1 KEDUDUKAN SBN DALAM POSTUR APBN 2
TABEL I.2 SIMULASI APBN 1 6
DIAGRAM 3.2 JENIS-JENIS SBN 7
DaftarTABELGrafik
I.3 SIMULASI APBN 2
DIAGRAM 3.3 SBN NETO DALAM PEMBIAYAAN UTANG
6
15
BAB III
DIAGRAM 3.4 PERUBAHAN NILAI SBN (NETO) DALAM POSTUR APBN 16
GRAFIKBAB II REALISASI SBN (NETO) TAHUN 2013-2017
3.1 3.5
DIAGRAM PERUBAHAN NILAI SBN (NETO) DALAM POSTUR APBN (2) 18 28
TABEL 2.1 REKLASIFIKASI PEMBIAYAAN NONUTANG 12
BAB
BAB IV
IV
BAB III
GRAFIK
DIAGRAM 4.1 4.13.1PERKEMBANGAN
TABEL INSTRUMEN
PERBEDAAN PENYERAPAN
DAN SBSN PINJAMAN LUAR NEGERI
PINJAMAN
SUN 4 2 50
DIAGRAM
TABEL 4.23.2PERSEPSI
SBN NETOPUBLIK VS PEMBIAYAAN
DALAM PRAKTIK PENGELOLAAN
UTANG PINJAMAN
15 3
DIAGRAM
BAB VIBAB IV4.3 SIKLUS PINJAMAN 4
DIAGRAM
GRAFIK 6.1 4.44.1PERKEMBANGAN
DOKUMEN PERENCANAAN PINJAMAN LUAR
ALOKASI PEMBIAYAAN NEGERI
INVESTASI 6 81
TABEL KEDUDUKAN PINJAMAN TUNAI 18
DIAGRAM 4.5 SIKLUS PENYUSUNAN APBN 8
DIAGRAM
BAB 4.6
V PINJAMAN DALAM POSTUR APBN 9
DIAGRAM
TABEL 4.75.1 KONDISI AWALTAHUN
DRPLN-JM POSTUR2015 5 11
DIAGRAM
TABEL 4.85.2KONDISI
DRPLNPOSTUR APBN(DALAM
TAHUN 2015 (2) US$) 6 12
DIAGRAM
TABEL 4.95.3KONDISI KONSOLIDASI
DRKH TAHUN 2016 POSTUR APBN (2) 9 13
DIAGRAM 4.10 SIKLUS PINJAMAN TUNAI 17
BAB VIII
DIAGRAM 4.11 SIMULASI PINJAMAN DALAM NEGERI 21
TABEL 8.1 PERKEMBANGAN PENJAMINAN PEMERINTAH 11
DIAGRAM 4.12 SIMULASI PINJAMAN DALAM NEGERI (2) 22
BAB V
DIAGRAM 5.1 ILUSTRASI PERENCANAAN PINJAMAN KEGIATAN 3
DIAGRAM 5.2 HASIL TECHNICAL MEETING ATAS REVIEW PHLN 13
DIAGRAM 5.4 ILUSTRASI ALOKASI PAGU INDIKATIF 15
DIAGRAM 3.4 PERUBAHAN NILAI SBN (NETO) DALAM POSTUR APBN 16
DIAGRAM 3.5 PERUBAHAN NILAI SBN (NETO) DALAM POSTUR APBN (2) 18
BAB VI
DIAGRAM 6.1 PERAN BUMN 3
DIAGRAM 6.2 KEMANA PEMERINTAH INVESTASI 8
DIAGRAM 6.3 BENTUK INVESTASI DI BLU 11
12
viii
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
LRT
Proyek LRT dibiayai antara lain
melalui PMN dan pinjaman
PT KAI yang berasal dari kredit
sindikasi perbankan nasional.
Bab
1
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
SEPUTAR
PEMBIAYAAN
ANGGARAN
Bagian ini merupakan pengantar atau pembuka dari
keseluruhan buku yang antara lain mengemukakan hal-hal
seputar pembiayaan anggaran. Di samping itu, bagi yang
belum mengenal lebih jauh mengenai pembiayaan
anggaran, bab ini menjelaskan secara singkat
kedudukannya dalam postur APBN dan komponen
pembiayaan anggaran yang akan dibedah dalam bab-bab
selanjutnya.
13
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab
1
SEPUTAR
PEMBIAYAAN
ANGGARAN
“Pembiayaan anggaran kurang dikenal masyarakat.
Masyarakat lebih tahu tentang utang pemerintah.
Apa hubungan antara utang pemerintah dan
pembiayaan anggaran.”
14
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Ura ia n 20 17
(dalam m iliar Rupiah) APB N
1
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
dalam postur APBN, serta kendala dan tantangan yang dihadapi dalam
pencatatannya pada dokumen anggaran.
Agar pemahaman pembaca lebih dalam dan fokus, sebelum membaca
lebih jauh bab-bab selanjutnya, pembaca sebaiknya membaca sekilas Bab
1 ini sebagai pembuka dalam memahami isi pada bab-bab berikutnya.
Boks 1
Dalam diskusi atau penjelasan mengenai keuangan negara, terkadang dijumpai istilah
struktur APBN. Perbedaan antara istilah postur APBN dan struktur APBN terletak pada
aspek penggunaannya. Kita harus menyebut istilah struktur APBN untuk menggambarkan
APBN yang belum ada angkanya, hanya berisikan susunan nama komponen APBN-nya
saja. Namun apabila hendak menggambarkan APBN dengan penjelasan angkanya yang
turun-naik, kita harus menggunakan istilah postur APBN sebagaimana tabel di bawah
ini.
Struktur APBN Postur APBN
2
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
hibah lebih besar dibanding dengan besaran belanja negara. Kebijakan fiskal
defisit merupakan kebalikan dari kebijakan fiskal surplus, yaitu besaran
pendapatan negara dan hibah lebih kecil dibandingkan dengan besaran
belanja negara.
3 komponen dalam postur APBN
Ada tiga kelompok besar komponen yang membentuk postur APBN dapat
dijelaskan lebih lanjut. Pertama, pendapatan negara merupakan semua
penerimaan negara dalam satu tahun anggaran yang menambah ekuitas
dana lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara. Penerimaan
perpajakan merupakan sumber utama dari total pendapatan negara.
Kedua, belanja negara merupakan semua pengeluaran negara dalam satu
tahun anggaran yang mengurangi ekuitas dana lancar dan merupakan
kewajiban negara, dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh negara. Secara prinsip besaran belanja yang tercantum dalam APBN
merupakan batas tertinggi, sehingga tidak dapat dilampaui.
Ketiga, pembiayaan anggaran merupakan semua penerimaan negara dalam
tahun tertentu yang harus dibayar kembali/pengeluaran negara dalam tahun
tertentu yang akan diterima kembali. Penerimaan dalam kaitan dengan
pembiayaan tersebut antara lain berupa penarikan utang, pengelolaan
hasil aset, penerimaan cicilan pengembalian pemberian pinjaman, atau
penerimaan kembali investasi. Sementara itu, yang dimaksud pengeluaran
dalam kaitannya dengan pembiayaan anggaran antara lain berupa
pembiayaan investasi, kewajiban penjaminan, pembayaran cicilan pokok
utang, atau pemberian pinjaman. Pembayaran kembali atau penerimaan
kembali tersebut dapat terjadi baik pada tahun anggaran berkenaan maupun
pada tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan anggaran tidak hanya berurusan dengan defisit semata, tetapi
juga berkaitan dengan kondisi surplus. Defisit ini akan muncul apabila besaran
alokasi belanja melebihi besaran target pendapatan negara. Mengapa?
Karena terdapat komponen pembiayaan anggaran misalnya pembiayaan
investasi yang tidak terkait dengan defisit. Hal tersebut tergantung kebijakan
yang diambil oleh pemerintah.
Terkait pembiayaan defisit, kebijakan pemerintah untuk pembiayaan
anggaran ini diutamakan berasal dari utang dalam negeri. Sedangkan utang
luar negeri dijaga dalam kondisi net outflow (jumlah penarikan pinjaman lebih
kecil dibandingkan dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri
dan penerusan pinjaman). Pembiayaan utang dalam negeri diutamakan
karena memiliki risiko yang lebih rendah (lebih fleksibel dalam mengelola
portofolio utang dan risiko utang) dibandingkan pembiayaan lainnya serta
memiliki multiplier effect yang positif pada perekonomian nasional.
Hubungan antar komponen Secara lebih sederhana, hubungan tiga komponen APBN (pendapatan negara,
dalam postur APBN belanja negara, dan pembiayaan anggaran) dapat disimulasikan dalam kasus
berikut ini: Proyeksi rancangan awal APBN terdiri dari: pendapatan negara
Rp1.500, belanja negara Rp1.700, dan pembiayaan anggaran Rp200. Simulasi
tersebut dapat diperhatikan dalam Tabel 1.2.
3
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Tabel 1.2
Simulasi APBN 1
Ura ia n
R a nc a nga n
K om ponen S im ula s i
Aw a l
APB N
Pendapatan
Negara dan 1.500
Hibah 1.500
Anggaran belanja sebesar 1.500
bersumber dari pendapatan negara
Belanja Negara 2.000 (pajak, PNBP, dan/atau hibah)
4
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Untuk lebih jelasnya, berikut ini penerapannya dalam postur APBN tahun
2017 sebagaimana Tabel 1.3.
Tabel 1.3
Penerapan Angka dalam Postur APBN
APBNP
APBN % thd
APBN 2017 APBNP Outlook
(triliun Rupiah) APBN
5
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan Anggaran:
6
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
7
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Diagram 1.3
Contoh Transaksi Pembiayaan Anggaran
BUMN
Quasi-
Corporation
1
9
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan anggaran Cara tiga adalah melihat pembiayaan anggaran dari sisi arus kas atau
berdasarkan karakteristik arus berdasarkan karakteristik cash inflow (penerimaan pembiayaan) dan cash
kas outflow (pengeluaran pembiayaan). Penerimaan pembiayaan terdiri dari
penerimaan pembiayaan nonutang dan penerimaan pembiayaan utang.
Penerimaan pembiayaan nonutang bersumber dari penerimaan cicilan
pengembalian penerusan pinjaman (SLA/RDI), SAL, Rekening Kas Umum
Negara (RKUN), Rekening Pembangunan Hutan (RPH), rekening cadangan
reboisasi, rekening Pemerintah lainnya, privatisasi, dan HPA. Sedangkan
penerimaan pembiayaan utang bersumber dari SBN (neto), penarikan
pinjaman luar negeri (bruto), dan penarikan pinjaman dalam negeri
(bruto). Sedangkan pengeluaran pembiayaan terdiri atas pengeluaran
utang dan pengeluaran nonutang. Pengeluaran pembiayaan nonutang a.l
digunakan untuk investasi Pemerintah, dana pengembangan pendidikan
nasional, pinjaman kepada PT. PLN dan kewajiban penjaminan. Sedangkan
pengeluaran pembiayaan utang meliputi pemberian pinjaman kepada
BUMN/Pemda dan, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pembiayaan anggaran Cara terakhir adalah melihat pembiayaan anggaran dari sisi tujuannya yang
berdasarkan tujuan pembiayaan
secara ringkas untuk menutup celah defisit anggaran, kewajiban pemerintah,
dan pengeluaran pembiayaan. Berdasarkan tujuannya, pembiayaan anggaran
dirinci menjadi: pembiayaan utang, pembiayaan investasi, pemberian
pinjaman, kewajiban penjaminan, dan pembiayaan lainnya.
Dalam konteks pembahasan buku secara umum, pembahasan tiap
komponen pembiayaan anggaran akan dikelompokkan sesuai tujuannya
dan dibahas dalam bab-bab tersendiri: SBN, Pinjaman, Pembiayaan
Investasi, Pemberian Pinjaman, Kewajiban Penjaminan, dan Pembiayaan
Lainnya. Namun demikian, ada bab yang merupakan pembuka dari
kelompok bab yang mempunyai kesamaan karakteristik, yaitu Bab Seputar
Pembiayaan Utang dan Pembiayaan Nonutang. Nama bab ini sama dengan
pengelompokan berdasarkan instrumen.
11
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Diagram 1.5
Penyusunan Postur APBN dan Dokumen Anggaran
12
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
COREMAP-CTI
Projects
Coral Reef Rehabilitation and
Management Program - Coral
Triangle Initiative merupakan
program untuk menjaga
terumbu karang di perairan
Indonesia yang tersebar di
lima provinsi.
Bab
2
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
SEPUTAR
PEMBIAYAAN
UTANG DAN
PEMBIAYAAN
NONUTANG
Bagian ini merupakan pengantar atau pembuka secara lebih
teknis, yaitu pembiayaan utang dan nonutang.
Pengelompokan pembahasan ini berdasarkan fungsi utang
atau pembiayaan anggaran berupa menutup celah defisit
dan untuk tujuan tertentu.
13
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab
SEPUTAR
PEMBIAYAAN
2 UTANG DAN
PEMBIAYAAN
NONUTANG
“Utang luar negeri banyak diperdebatkan para
ahli. Ada yang berpendapat utang luar negeri
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan
ekonomi suatu Negara, tapi ada yang berdapat
utang luar negeri memberikan efek negatif.
Apakah pembiayaan nonutang dapat menjadi
alternatif dari utang luar negeri?“
14
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
15
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
16
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
17
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
defisit anggaran akan mengecil bahkan surplus. Pada tingkat tersebut, utang
pada akhirnya dapat dilunasi.
Kedudukan Pembiayaan Utang dalam Postur APBN
Pembiayaan utang terdiri atas Pembiayaan utang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman.
Surat Berharga Negara (SBN), Pinjaman dibedakan menjadi pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam
Pinjaman (dalam negeri dan luar
negeri. Pinjaman luar negeri saat ini memiliki peran yang penting untuk
negeri)
menutup defisit APBN bersama dengan SBN. Tak dapat dipungkiri bahwa
pinjaman luar negeri cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding
sumber pembiayaan lain. Salah satunya adalah perubahan nilai tukar.
Apabila nilai tukar rupiah turun, jumlah cicilan pokok pinjaman luar
negeri yang harus dibayar pemerintah akan meningkat. Apabila terjadi
krisis keuangan global, kondisi ini akan berpengaruh (langsung atau tidak
langsung) terhadap perekonomian domestik. Namun dalam beberapa tahun
ke belakang, pemerintah telah berupaya untuk menurunkan porsi pinjaman
luar negeri dengan mengutamakan pembiayaan yang bersumber dari SBN
dan pinjaman dalam negeri (pinjaman berdenominasi rupiah).
Angka pembiayaan utang dalam postur APBN bernilai positif yang
mengindikasikan ada aliran uang masuk ke kas negara. Dalam postur APBN,
aliran kas tersebut dicatat sebagai penerimaaan pembiayaan (dalam pos
pinjaman tunai dan SBN) yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
kebutuhan pelaksanaan APBN secara umum (general financing). Pinjaman
tunai tersebut berbeda dengan pinjaman kegiatan (termasuk pinjaman
kegiatan yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga) yang telah
ditetapkan penggunaannya. Gambaran kedudukan postur pembiayaan
utang dapat dilihat dalam Diagram 2.1.
Diagram 2.1
Kedudukan Pembiayaan Utang dalam Postur APBN
APBN
APBN 2017
(triliun Rupiah)
18
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Fungsi pembiayaan utang Terkait kedudukannya di postur APBN, pembiayaan utang mempunyai
dua fungsi: menutup celah defisit anggaran dan mendukung pengeluaran
pembiayaan untuk tujuan tertentu. Dalam konteks menutup celah defisit
anggaran, fungsi yang dilakukan adalah menutup selisih minus pendapatan
negara terhadap belanja negara melalui utang. Dalam konteks kedua,
pengeluaran tersebut tidak dapat dilakukan dalam kerangka belanja. Contoh
pengeluaran yang bukan dalam kerangka belanja semacam ini, antara lain
pemberian pinjaman kepada BUMN/Pemda, pemberian jaminan kewajiban
untuk penyediaan barang publik, baik kepada BUMN atau privat sektor,
penanaman modal negara (PMN) kepada BUMN atau lembaga lain.
Fungsi-fungsi utang tersebut lebih jelas dijelaskan dalam simulasi sederhana
sebagaimana Diagram 2.2. Diasumsikan kondisi postur APBN: terjadi defisit
APBN sebesar 200, pendapatan negara sebesar 1.000, sedangkan kebutuhan
belanja negara mencapai 1.200. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah
harus menyediakan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit (sebesar
200) tersebut.
Diagram 2.2.
Postur Pembiayaan Utang Awal
19
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pos t ur APB N 1
20
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
21
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
22
KLASIFIKASI LAMA KLASIFIKASI BARU
1. Pembiayaan Non Utang 1. Pembiayaan Investasi
1.1. Perbankan Dalam Negeri 1.1. Investasi Kepada BUMN
1.1.1. Penerimaan Cicilan Pengembalian Penerusan Pinjaman 1.1.1. ...
1.1.2. Saldo Anggaran Lebih (SAL) 1.2. Investasi Kepada Lembaga/Badan Lainnya
1.2. Non Perbankan Dalam Negeri 1.2.1. ...
1.2.1. Hasil Pengelolaan Aset (HPA) 1.3. Investasi Kepada BLU
1.2.2. Dana Investasi Pemerintah 1.3.1. Dana Bergulir
1.2.2.1. Penerimaan Kembali Investasi 1.3.2. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN)
1.2.2.2.1. Dana Bergulir BLU BPJT 1.3.3. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN)
1.2.2.2. Penyertaan Modal Negara 1.4. Investasi kepada Organisasi/ LKI/ Badan Usaha Internasional
1.2.2.2.1. PMN kepada BUMN 1.4.1. ...
1.2.2.3.1.1. ... 1.5. Penerimaan Kembali Investasi
PMN kepada Organisasi/ Lembaga
1.2.2.2.2. 1.6. Cadangan Pembiayaan Investasi
Keuangan Internasional
2.2.2.3.2.1. ... 1.6.1. Investasi kepada BUMN
1.2.2.2.3. PMN Lainnya 1.6.2. Investasi kepada Lembaga/Badan Lainnya
2.2.2.3.3.1. ... 2. Pemberian Pinjaman
Tabel 2.1
Reklasifikasi Pembiayaan Nonutang
23
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
24
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Jalur
Ganda
Cirebon
Kroya
Proyek rel ganda itu
merupakan bagian dari
pembangunan rel ganda
antara Cirebon-Kroya dan kini
tinggal merampungkan
Purwokerto-Kroya.
Pembangunan rel ganda
ditargetkan rampung pada
2019 mendatang
Bab
3
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekedar Defisit dan Utang
SURAT
BERHARGA
NEGARA
Bagian ini berisikan uraian secara teknis mengenai
perencanaan dan penganggaran pembiayaan utang,
khususnya SBN: definisinya, bagaimana perencanaan itu
dilaksanakan dan bagaimana penganggarannya,
kebijakannya, serta perhitungannya dalam postur APBN. SBN
merupakan surat utang yang dijamin pembayaran pokok dan
bunga/marjinnya oleh Pemerintah. Oleh sebab itu, SBN
dikatakan sebagai alternatif investasi yang relatif bebas risiko
gagal bayar/default.
25
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab
3 SURAT
BERHARGA
NEGARA
Surat Berharga Negara (SBN) berperan menutup
defisit anggaran dan membiayai pembiayaan
investasi. Tapi SBN juga memiliki peran lain yang
jarang diketahui.
Jenis SBN
26
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
SBN merupakan sumber Saat ini, SBN merupakan sumber pembiayaan utang yang utama. Dalam
pembiayaan yang utama tahun 2013-2017, rata-rata realisasi SBN neto sebesar 100,1 persen dari
pembiayaan utang sebagaimana digambarkan dalam Grafik 3.1.
SBN memiliki peran yang sangat penting untuk menutup defisit APBN. Di
samping membiayai defisit, SBN juga berfungsi untuk menutup kekurangan
kas jangka pendek dimana selisih kas (cash mismatch) muncul pada saat
kas negara yang tersedia tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran
belanja yang tidak bisa ditunda. Pada kondisi ini, anggaran negara belum
tentu defisit, hanya saja penerimaan (pajak, cukai, dll) belum sepenuhnya
masuk ke kas negara. Selisih kas ini biasanya ditalangi melalui penerbitan
SBN jangka pendek dengan tenor di bawah 1 tahun. Selain itu, SBN juga
berkontribusi utama dalam membiayai pembiayaan investasi (dibahas pada
bab tersendiri).
27
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Grafik 3.1
Realisasi SBN (Neto) Tahun 2013-2017
(Triliun Rupiah)
300,00
264,63 255,73
250,00 224,67
223,22
200,00
150,00
100,00
50,00
-
2013 2014 2015 2016 2017*
Jenis SBN
Surat Berharga Negara (SBN) pada awalnya diterbitkan untuk membiayai
pelaksanaan program restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan akibat
terjadinya krisis keuangan dan moneter di Indonesia pada tahun 1997.
Pemerintah saat itu menerbitkan surat utang kepada BI untuk keperluan
program penjaminan (termasuk pengalihan hak Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI)) dan menerbitkan obligasi negara kepada bank-bank
umum. 1
1 http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan perbendaharaan/20145-
peran-surat-utang-negara-sebagai-penutup-defisit-apbn
28
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Jenis-jenis SBN Selanjutnya, instrumen SBN konsisten diterbitkan dan dikembangkan oleh
Pemerintah. Bahkan, posisinya semakin dominan dalam pembiayaan anggaran
yang terus diiringi dengan upaya Pemerintah untuk mengembangkan pasar
SBN di Indonesia agar aktif, dalam, dan likuid. Selain itu, Pemerintah juga
memiliki kerangka stabilisasi pasar obligasi yang disebut Bond Stabilization
Framework (BSF).
SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). Dasar hukum SUN diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang
SUN dan untuk SBSN diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2008. Perbedaan
SUN dan SBSN dapat dirangkum dalam Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Perbedaan SUN dan SBSN
1 Prinsip Dasar Surat Berharga yang merupakan Surat Berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
surat pengakuan utang tanpa sebagai bukti kepemilikan/ penyertaan terhadap Aset SBSN.
syarat dari penerbit.
2 Underlying Asset Tidak ada memerlukan underlying asset sebagai dasar penerbitan
3 Fatwa/ Opini Tidak ada Memerlukan Fatwa/Opini Syariah untuk menjamin kesesuaian
Syariah sukuk dengan prinsip syariah.
4 Penggunaan Dana Sumber Pembiayaan APBN Sumber pembiayaan APBN, termasuk Pembiayaan proyek
pemerintah
5 Return Bunga, capital gain imbalan, bagi hasil, margin, capital gain
6 Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 24 tahun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
2001 tentang Surat Utang Negara Syariah Negara
Jenis SBN berdasarkan mata uang Sementara itu, dilihat dari mata uang penerbitannya, SBN terdiri dari
penerbitan SBN domestik dan valuta asing (valas). Penerbitan SBN valas diperlukan
mengingat kemungkinan terjadinya crowding out effect di pasar keuangan
domestik apabila seluruh SBN diterbitkan di pasar domestik. Penerbitan
SBN valas juga dilakukan sebagai benchmarking instrumen obligasi valas
yang diterbitkan oleh sektor swasta. Selain itu, penerbitan SBN valas juga
dapat digunakan untuk membayar kewajiban-kewajiban valas Pemerintah
dan memperkuat cadangan devisa nasional.
SBN valas diterbitkan dalam mata uang kuat (hard currency). Saat ini, SBN
valas terdiri dari SBN dengan mata uang USD, Yen, serta Euro. Selain itu, SBN
juga dapat dibedakan menjadi SBN yang dapat diperdagangkan (tradable)
dan SBN yang tidak dapat diperdagangkan (nontradable).
Terminologi dalam SBN Dalam SBN, dikenal terminologi bunga atau kupon (coupon) dan imbal hasil
atau tingkat keuntungan (yield). SBN ada yang dijual dengan sistem diskonto
maupun dengan kupon. SBN dengan sistem diskonto, pembayaran bunganya
secara implisit di dalam selisih harga antara harga SBN saat penerbitan dan
nilai nominal yang diterima saat jatuh tempo. Sementara itu, SBN dengan
sistem kupon, pembayaran bunganya dihitung dengan persentase tertentu
atas nilai nominal SBN dan dibayarkan secara berkala.
29
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Dalam hal jenis tingkat bunga, terdapat SBN dengan tingkat bunga tetap
(fixed rate) dan tingkat bunga mengambang (variable rate).
Pemerintah terus berupaya mencari kombinasi yang optimal antara harga
dan risiko SBN. Sebagai contoh, posisi jatuh tempo SBN misalnya, dihindari
bahwa seluruhnya jatuh tempo dalam waktu bersamaan atau terlalu
dekat karena akan menimbulkan tekanan yang besar bagi APBN dalam hal
pembayaran pokok SBN.
Dampak penerbitan terhadap Biaya bunga yang timbul akibat penerbitan SBN dibebankan ke dalam bagian
postur APBN belanja bunga dalam belanja Pemerintah Pusat (above the line). Sementara
untuk pembayaran cicilan pokok SBN dan pembelian kembali SBN (cash
buyback) menjadi bagian dari SBN neto di bagian pembiayaan (below the line).
Sebenarnya tidak hanya SBN, namun semua biaya bunga yang timbul
dari utang Pemerintah menjadi bagian dari belanja bunga di dalam
belanja Pemerintah Pusat. Sementara itu, cicilan pokok utangnya menjadi
faktor pengurang penarikan utang (termasuk pinjaman) bruto sehingga
menghasilkan nilai utang neto.
Diagram 3.2
Jenis-jenis SBN
30
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
31
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Boks 3.1
ILUSTRASI HASIL INVESTASI ORI
Apabila seseorang membeli ORI dengan pokok sebesar Rp20 juta dan nilai kupon 9%, maka ia
akan mendapat keuntungan:
9%/12 x Rp20.000.000,00 = Rp150.000,00 setiap bulannya sampai dengan jatuh tempo.
Namun, apabila ia menjual ORI sebelum jatuh tempo dengan harga 108%, maka keuntungannya
menjadi:
9%/12 x Rp20.000.000,00 = Rp150.000,00 setiap bulan sampai ORI tersebut dijual
Ditambah
(108% - 100%) x Rp20.000.000,00 = Rp1.600.000,00 (capital gain)
Akan tetapi, apabila ORI tersebut dijual dengan harga 90%, maka keuntungannya menjadi:
9%/12 x Rp20.000.000,00 = Rp150.000,00 setiap bulan sampai ORI tersebut dijual
Ditambah
(90%-100%) x Rp20.000.000,00 = -Rp2.000.000,00 (capital loss)
*ilustrasi belum memperhitungkan biaya lainnya, misalnya pajak atau biaya transaksi di pasar sekunder
SBSN instrumen keuangan Sementara itu, SBSN atau disebut Sukuk Negara baru disahkan pada tanggal
berbasis syariah 7 Mei 2008 dalam bentuk UU Nomor 19 Tahun 2008. Hal ini menimbang
bahwa instrumen keuangan berbasis syariah memiliki peluang besar
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Karena karakteristik instrumen
keuangan syariah tidak sama dengan konvensional, perlu diberlakukan
pengaturan dan pengelolaan khusus terhadap instrumen ini.
SBSN merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN,
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing (pasal 1 UU SBSN Nomor
19 Tahun 2008). Dengan demikian untuk penerbitan SBSN, Pemerintah harus
memiliki aset SBSN yang memiliki nilai ekonomis sebagai dasar penerbitan,
baik berupa Barang Milik Negara (BMN) maupun proyek Pemerintah yang
berupa tanah/bangunan atau selain itu.
Penerbitan SBSN Penerbitan SBSN dapat dilakukan langsung oleh Pemerintah maupun
melalui Perusahaan Penerbit SBSN. Dalam melakukan penerbitan SBSN,
Menteri Keuangan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
Namun, khusus untuk penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan proyek,
Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Bappenas.
Sesuai Pasal 4, UU tentang SBSN, tujuan penerbitan SBSN adalah untuk
membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai
pembangunan proyek.
Penerbitan SBSN terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPR saat
pengesahan APBN dan diperhitungkan sebagai bagian dari nilai bersih
maksimal SBN yang akan diterbitkan Pemerintah dalam satu tahun anggaran.
Persetujuan ini tidak hanya memuat pembayaran semua kewajiban imbalan
dan nilai nominal yang timbul akibat penerbitan, tetapi juga BMN yang akan
dijadikan sebagai Aset SBSN. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
penerbitan SBSN harus memiliki aset sebagai underlying baik berupa BMN
maupun proyek dalam APBN. Namun, dalam hal-hal tertentu, SBSN yang
diterbitkan dapat melebihi nilai bersih maksimal yang telah disetujui DPR.
32
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Hal ini dilaporkan sebagai bagian APBN Perubahan dan atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun yang bersangkutan.
Jenis-jenis SBN Secara umum, SBSN memiliki jenis bertenor pendek (jatuh temponya s.d.
satu tahun) dan SBSN bertenor panjang (jatuh temponya di atas satu tahun).
Yang termasuk SBSN tenor pendek adalah seri SPNS.
Sementara itu, dari sisi mata uang, SBSN utamanya adalah dalam bentuk
SBSN rupiah dan sebagian dalam bentuk valas. SBSN valas saat ini baru ada
dalam mata uang dolar AS.
Adapun jenis sukuk negara yang telah diterbitkan oleh pemerintah adalah
sebagai berikut3.
2. Sukuk Ritel
Sukuk Ritel adalah sukuk negara yang ditujukan sebagai instrumen
investasi bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang dijual melalui agen
penjual. Hasil penerbitan Sukuk Ritel ini akan digunakan untuk membiayai
pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Sukuk Ritel
dijual kepada investor individu melalui Agen Penjual dengan pembelian
minimal 5 juta Rupiah. Kupon Sukuk Ritel bersifat fixed, dibayar tiap bulan
dan dapat diperjualbelikan.
Akad syariah dalam penerbitan Sukuk Ritel berbasis sewa (ijarah),
yaitu Sukuk yang mencerminkan kepemilikan aset berwujud yang
disewakan/akan disewakan. Sukuk Ritel bukan pernyataan utang namun
mencerminkan bukti kepemilikan terhadap Aset SBSN (underlying asset)
yang disewakan/akan disewakan. Investor Sukuk Ritel akan menerima
ujrah atau uang sewa dalam jumlah tetap secara berkala dari transaksi
tersebut. Sejak penerbitan perdana tahun 2009, Sukuk Ritel telah
diterbitkan dengan dua skema ijarah, yaitu Ijarah Sale and Lease Back dan
Ijarah Asset to be Leased.
atau kupon IFR bersifat fixed dengan pembayaran tiap 6 bulan sekali
menggunakan mata uang Rupiah. IFR dapat diperdagangkan di pasar
sekunder.
IFR terbit perdana pada tahun 2008, penerbitan IFR dilakukan dengan
cara backbuilding di pasar dalam negeri. Namun sejak tersedianya sistem
lelang sukuk negara, maka sejak tahun 2009 penerbitan IFR dilakukan
dengan metode lelang yang dilaksanakan secara regular dan diikuti oleh
peserta lelang. Selanjutnya mulai tahun 2011, sukuk negara seri IFR ini
tidak diterbitkan lagi, dan digantikan dengan seri PBS (Project Based Sukuk)
yang memiliki fitur relatif sama dengan seri IFR.
6. Sukuk Valas
Sukuk Valas adalah SBSN yang diterbitkan dalam denominasi valas di
pasar perdana internasional, dengan tingkat imbalan tetap, serta dapat
diperdagangkan (tradable). Sukuk Valas diterbitkan di pasar internasional
dalam mata uang USD, melalui penjualan Joint Lead Manager (JLM). Sukuk
Valas pertama kali terbit pada maret 2016 dengan jangka waktu 10 tahun.
34
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
7. Sukuk Tabungan
Sukuk Tabungan merupakan jenis dari SBSN yang diterbitkan untuk
individu WNI. Sukuk Tabungan dijual kepada investor individu WNI melalui
Agen Penjual dengan pembelian minimal 2 juta Rupiah. Kupon Sukuk
Ritel bersifat fixed dan dibayarkan tiap bulan. Sukuk Tabungan tidak dapat
diperdagangkan, namun memiliki fasilitas early redemption. Akad yang
digunakan adalah Wakalah. Mulai dipasarkan pertama kali pada Agustus
2016.
Uraian
A. Pembiayaan Utang
I SBN (Neto)
1. Penerbitan
SBN Dalam Negeri
SBN Internasional
2. Pembayaran Pokok dan Pembelian Kembali
II Pinjaman (Neto)
SBN Neto
SBN Neto terdiri
terdiri dari
dari Penerbitan
Penerbitan (SBN
(SBN Bruto)
Bruto) dan
dan
Pembayaran Pokok
Pembayaran Pokok (SBN)
(SBN) dan
dan Pembelian
Pembelian Kembali/
Kembali/
Buyback
Buyback
Perhitungan SBN (neto) dalam SBN dalam postur APBN termasuk dalam kategori pembiayaan utang
postur APBN bersama dengan pinjaman. Namun, perbedaan SBN dengan pinjaman
terutama bahwa dalam pinjaman terdapat perjanjian komitmen pinjaman
dengan debitur yang dapat disebut loan agreement, sementara dalam SBN
tidak ada.
SBN yang dicantumkan dalam postur dan UU APBN setiap tahunnya adalah
SBN dalam bentuk neto (SBN neto). SBN neto merupakan selisih dari total
penerbitan SBN bruto dikurangi SBN jatuh tempo. SBN jatuh tempo terdiri
atas jumlah SBN yang jatuh tempo dan cash buyback (SBN yang dibeli kembali
oleh Pemerintah).
Jumlah penerbitan bruto dan pembayaran SBN jatuh tempo merupakan
strategi yang dapat berubah pada saat tahun anggaran berjalan,
menyesuaikan kebutuhan dan kondisi pasar, serta kombinasi biaya dan
35
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
risiko yang paling optimal. Pihak yang melaksanakan strategi dan teknis
penerbitan SBN adalah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko (DJPPR), Kementerian Keuangan.
SBN sumber pembiayaan utang Pembiayaan utang yang bersumber dari SBN memang relatif fleksibel.
yang fleksibel Fleksibilitas tersebut bermakna bahwa target SBN dapat bergerak lebih
dinamis pada saat penyusunan APBN dibandingkan sumber pembiayaan
lain, misalnya pinjaman kegiatan yang dalam perencanaannya membutuhkan
waktu yang cukup panjang.
Sebagai gambaran, jika terdapat kebutuhan defisit sebesar X rupiah, jumlah
penerbitan SBN umumnya lebih dari X rupiah karena SBN bersama dengan
pinjaman juga harus membiayai kebutuhan pembiayaan investasi dan
kewajiban penjaminan yang juga terdapat di below the line. Angka SBN dalam
postur bernilai positif mengindikasikan ada aliran uang masuk ke dalam
postur APBN. Dalam hal ini, SBN termasuk dalam golongan penerimaaan
pembiayaan.
Penerbitan SBN masuk ke dalam SBN dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, seperti telah
Rekening Kas Umum Negara disampaikan sebelumnya. Kemudian, seluruh dana dari penerbitan SBN akan
(RKUN) masuk ke dalam rekening kas umum negara (RKUN) sebagai pembiayaan
untuk kebutuhan pelaksanaan APBN secara umum (general financing), kecuali
SBSN khususnya SBSN pembiayaan proyek.
Diagram 3.4
Perubahan Nilai SBN (neto) dalam Postur APBN (1)
Dana di kas umum negara ini bersama-sama dengan pendapatan negara,
baik dari perpajakan, bukan pajak (Pendapatan Negara Bukan Pajak/ PNBP),
maupun hibah akan membiayai kebutuhan APBN tahun berjalan, misalnya
untuk dana pendidikan, kesehatan, infrastruktur, subsidi, dan lain-lain.
Diagram 3.4 mengasumsikan bahwa yang mengalami perubahan hanya
pendapatan dan belanja negara, sementara semua komponen dalam
pembiayaan anggaran (selain pembiayaan utang) tidak berubah.
36
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
37
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
BOKS 3.2
Sukuk Pembiayaan Proyek
Sesuai amanat UU nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN, tujuan penerbitan sukuk adalah
membiayai APBN termasuk pembiayaan proyek. Pada tahun 2010, Pemerintah mulai
menerbitkan Sukuk berbasis proyek (Project Based Sukuk/PBS). Dalam penerbitan SBSN,
Pemerintah menggunakan Barang Milik Negara dan atau proyek/kegiatan dalam APBN sebagai
underlying. Underlying dalam penerbitan PBS menggunakan proyek/kegiatan dalam APBN yang
telah mendapat persetujuan DPR RI melalui UU APBN setiap tahunnya dan sebagian berupa
BMN.
SBSN PBS terdiri dari dua jenis, yakni
Sukuk Project Underlying dan Sukuk Project
Financing. Sukuk project underlying dilakukan
dengan menggunakan proyek-proyek yang
tercantum dalam APBN sebagai underlying.
Mekanismenya, proyek yang menjadi
underlying dibiayai dengan rupiah murni
terlebih dahulu, dan ketika ada dana/proceed
dari penerbitan Sukuk tersebut, maka
biayanya akan digunakan untuk mengganti
rupiah murni yang telah dipakai untuk proyek tersebut. Sementara itu, dalam sukuk project
financing/ sukuk pembiayaan proyek, Pemerintah melakukan earmark pada belanja negara,
sehingga dana untuk pembiayaan proyek semata-mata berasal dari penerbitan sukuk tersebut.
Proceed sukuk pembiayaan proyek ditempatkan di rekening khusus (reksus).
Sukuk pembiayaan proyek membantu Pemerintah dalam penyediaan dana untuk pembangunan
infrastruktur. Sukuk ini selama ini digunakan untuk membiayai sebagian proyek-proyek di
Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat seperti proyek pembangunan jalur ganda rel kereta api, pembangunan
KUA dan asrama haji, pembangunan jalan dan sumber daya air, dan lain-lain. Namun pada
APBN tahun anggaran 2018, ada pengembangan jumlah kementerian/lembaga (K/L) yang
menggunakan sukuk pembiayaan proyek untuk sebagian pendanaannya menjadi tujuh K/L,
yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Riset,
38 Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Badan Standardisasi Nasional, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Perkembangan Sukuk pembiayaan proyek dapat dilihat dalam grafik berikut.
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Jatigede
Dam Project
Jatigede Dam project adalah
proyek pembangunan
bendungan di Sungai Cimanuk,
Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat. Terletak 19 km timur kota
Sumedang. Pembangunan
bendungan dimulai pada tahun
2008 dan selesai pada tahun
2015.
Bab
4
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
PINJAMAN
Secara umum, bagian ini berisikan uraian teknis mengenai
perencanaan dan penggaran pembiayaan utang, utamanya
yang berkaitan dengan pinjaman, baik itu pinjaman yang
berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Butir-butir pembahasannya mencakup bagaimana
perencanaan dan penganggarannya dilaksanakan, apa saja
kebijakan, penghitungannya dalam memproyeksikan angka,
serta kendala yang dihadapi. Namun yang mendasar,
bahasan dalam bagian ini menginformasikan bagaimana
pinjaman termasuk komponennya tersebut dicantumkan
dalam postur APBN.
39
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab
4 PINJAMAN
Salah satu pilihan menutup defisit adalah dengan
mencetak uang. Mengapa Negara lebih memilih
pinjaman luar negeri dibandingkan dengan
mencetak uang?
Pinjaman Tunai
40
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
PINJAMAN
Pi njaman Pi njaman
Luar Negeri Dalam Negeri
Pinjaman
Proyek/
Pinjaman
Kegiatan
41
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Meskipun upaya pemerintah tersebut telah dilakukan, tetapi hal ini tidak
menghalangi terjadinya persepsi yang negatif mengenai keberadaan pinjaman
pemerintah ini. Namun fakta sebenarnya, pemerintah telah mengupayakan
agar pengelolaan pinjaman dikelola dalam batas-batas tata pengelolaan
yang baik (good governance). Diagram 4.2 berikut ini menggambarkan
persepsi masyarakat dihadapkan dengan praktik sebenarnya dalam
pengelolaan pinjaman. Harapannya, gambaran dalam diagram tersebut
membuka cakrawala berpikir masyarakat mengenai pinjaman.
Diagram 4.2
Persepsi Publik Vs Praktik Pengelolaan Pinjaman
PRAKTIK
Proses perencanaan, pengadaan, sampai dengan
Kekakuan dalam siklus
pelaksanaan dilakukan secara hati-hati, terukur dan
pinjaman mulai dari tahapan
terarah untuk menjaga good governance
perencanaan sampai
pelaksanaan
Proses perikatan pinjaman Agar memperoleh gambaran utuh mengenai proses perikatan pinjaman
yang dilakukan pemerintah. Diagram 4.3 mencoba menyederhanakan satu
siklus pinjaman, dalam hal ini pinjaman luar negeri. Melalui alur atau proses
pinjaman tersebut, harapannya gambaran mengenai upaya menjaga kehati-
hatian pemerintah untuk melakukan perikatan dengan pemberi pinjaman
dapat dipahami.
Dari siklus tersebut tergambar unit in charge dan para pemangku kepentingan
yang terlibat, mulai dari proses perencanaan, negoisasi, penganggaran,
pelaksanaan, sampai dengan pengakhiran dan pembayaran kembali. Rentang
waktu siklus pinjaman luar negeri tersebut bisa 5, 10, atau 20 tahun sesuai
kesepakatan dalam perikatan pinjam-meminjam sebagaimana tercantum
dalam dokumen Naskah Perjanjian Luar Negeri.
Namun demikian, bahasan dalam bagian ini tidak membicarakan mengenai
permasalahan-permasalahan teknis pinjaman. Jadi, bahasan yang ingin
disampaikan, antara lain berupa: ada dimana besaran pinjaman tersebut
dicantumkan dalam postur APBN; apa maknanya besaran angka pinjaman
apabila dikaitkan dengan belanja; apa pengaruh pinjaman terkait dengan
angka-angka yang ada di dalam postur APBN. Penjabaran mengenai
bahasan-bahasan tersebut dijelaskan dalam bagian-bagian berikutnya dari
bab ini.
42
Bappenas menilai dan
menyiapkan:
Usulan Kegiatan • Blue book Kemenkeu
Dari K/L ke Bappenas melakukan
• Green Book
• Daftar Kegiatan Check and Balance
PERENCANAAN
PINJAMAN
Persiapan • Penandatanganan
Negosiasi Negosiasi dan Pengaktifan
Completion PENGAKHIRAN
Pembayaran • Penelahanan •Pelaksanaan • Signing
report, DAN NEGOSIASI
kembali PENANDATANGANAN dokumen dan • Legal Opinion
Closing PEMBAYARAN perjanjian dan Penetapan • Evidence of Authority
DAN PENGEFEKTIFAN
KEMBALI term and hasil • Registrasi Loan
SIKLUS PINJAMAN condition Negosiasi • Pembayaran fee, dll
LUAR NEGERI pinjaman
Diagram 4.3
Siklus Pinjaman
43
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
44
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Diagram 4.4
Dokumen Perencanaan Pinjaman Luar Negeri
RPPLN DRPPLN
RPJM Kebutuhan dan rencana
DRPPLN JM
Rencana kegiatan K/L,
pemanfaatan pinjaman luar negeri Pemda, dan BUMN yang
Dokumen
tahunan meliputi rencana pinjaman layak dibiayai dari PLN yang
perencanaan Rencana kegiatan K/L, Pemda,
tahunan dan prioritas bidang tercantum dalam DRPPLN-JM
pembangunan periode dan BUMN yang layak dibiayai
pembangunan yang dibiayai PLN dan telah memiliki indikasi
5 tahun ditetapkan PLN dalam jangka menengah
presiden Disusun oleh Menteri Keuangan dan sumber pendanaan PLN
Menteri PPN Ditetapkan Menteri PPN
Ditetapkan oleh Menteri PPN
Ditetapkan oleh Presiden
Daftar Kegiatan
Naskah DRK yang telah memiliki indikasi
45
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Diagram 4.5
Siklus Penyusunan APBN (PP No.17/2017 dan PP No.90/2010)
S ik l us P eny us una n AP B N
(S es uai PP 17/20 17 dan PP 9 0 /20 10 )
46
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
URAIAN 2017
(dalam miliar rupiah)
APBN
Dalam rangka penyusunan postur APBN, permasalahan atau isu yang dikaitkan
dengannya adalah beban yang mengharuskan pemerintah menyediakan
anggaran untuk memenuhi amanat peraturan perundangan sektoral (UU
Sistem Pendidikan Nasional dan UU Kesehatan). Kondisi ini terjadi pada saat
penyusunan postur APBN, bukan dalam kerangka penyusunan APBNP.
Pinjaman luar negeri juga Jadi, jika ada alokasi anggaran berkenaan dengan belanja negara yang sumber
memengaruhi belanja negara dananya berasal dari pinjaman luar negeri, pemerintah harus menyediakan
20 persen tambahan anggaran. Mengapa? Mungkin sebagian besar orang
beranggapan bahwa anggaran belanja yang berasal dari pinjaman luar negeri
itu yang dipengaruhi hanya sisi belanjanya saja. Itu pun hanya pada bagian
dari pinjaman luar negeri-nya saja.
1 http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan perbendaharaan/20145-
peran-surat-utang-negara-sebagai-penutup-defisit-apbn
47
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Dalam Postur APBN 2 (Diagram 4.8), ada pinjaman luar negeri masuk
sebesar Rp100. Seharusnya, postur APBN mencatat pada komponen belanja
negara sebesar Rp100 dan pada komponen pembiayaan anggaran (melalui
pinjaman luar negeri) dicatat Rp100.
Diagram 4.8
Kondisi Postur APBN 2
48
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Defisit 225
Dengan tambhaan belanja negara Rp100 yang
Pembiayaan Anggaran 225 berasal dari pinjaman luar negeri ternyata
berdampak penambahan defisit Rp25. tambahan
- Surat Berharga Negara 125 defisit Rp25 tersebut ditutup dari penerbitan SBN.
49
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
35,000,000,000,000 59%
60.0%
30,000,000,000,000
50.0%
25,000,000,000,000
Rupiah
37% 40.0%
20,000,000,000,000
30.0%
15,000,000,000,000
20.0%
10,000,000,000,000
5,000,000,000,000 10.0%
- 0.0%
2010
PAGU ANGGARAN 26,418,187,567,000 24,319,282,983,000 29,022,501,637,800 37,983,714,288,520 42,153,801,415,600 35,588,172,912,450 31,220,960,227,000
REALISASI 16,703,755,985,752 15,421,948,238,320 10,622,219,726,625 22,262,092,127,533 26,934,935,319,537 23,794,345,462,338 20,716,226,586,840
% REALISASI 63% 63% 37% 59% 64% 67% 66%
50
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pinjaman Tunai
Pinjaman Tunai merupakan bagian dari pinjaman luar negeri yang
penggunaannya dimanfaatkan untuk dukungan anggaran dan pencairannya
dikaitkan dengan terlaksananya suatu kebijakan pemerintah (policy matrix) di
bidang kegiatan dalam kerangka mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan,
pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, atau
kebijakan terkait dengan perubahan iklim dan infrastruktur.
Istilah pinjaman tunai sebelumnya adalah pinjaman program. Gambaran
riilnya, pinjaman tersebut diterima dalam bentuk tunai dan pencairannya
mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah
pihak seperti terpenuhinya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam
matriks atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. Pinjaman dimaksud
merupakan pinjaman luar neger i dalam bentuk devisa dan/atau rupiah
yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio
utang.
Secara perhitungan, pinjaman tunai menggunakan konsep target indikatif
dalam setiap tahun anggaran dengan rumus sebagai berikut:
51
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Diagram 4.10
Siklus Pinjaman Tunai
Tabel 4.1
Kedudukan Pinjaman Tunai
52
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
53
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Mekanisme PDN Dalam hal perencanaan dan penganggaran, PDN memiliki mekanisme
hampir sama dengan pinjaman luar negeri.
Pengelola PDN sebagai bagian dari Bagian Anggaran Bendahara Umum
Negara (BA BUN) mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
PMK 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan
Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara,
dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum
Negara. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko sebagai pengelola atau Pembantu Pengguna Anggaran BA 999.01
mewakili Menteri Keuangan.
Karena PDN digunakan untuk kegiatan tertentu, pengalokasian dananya
sudah dapat direncanakan berdasarkan usulan kebutuhan Kementerian/
Lembaga yang telah melewati penelaahan dengan Bappenas (kesesuaiannya
dengan RKP). Untuk selanjutnya, usulan dimaksud disampaikan kepada
Menteri Keuangan c.q DJPPR. Dalam postur APBN untuk kegiatan yang
dibiayai dari PDN sudah jelas peruntukannya, dan pencatatannya pada pos
belanja dan pos pembiayaan anggaran.
Dari sisi belanja negara untuk kegiatan-kegiatan yang akan didanai dari
PDN, sifatnya “in out”. Artinya, adanya tambahan belanja negara (belanja
kementerian negara/lembaga) karena PDN berakibat bertambahnya jumlah
besaran penerimaan pembiayaan anggaran.
Namun, jika dilihat dari sisi postur APBN, kondisi tersebut akan berpengaruh
terhadap pembiayaan utang secara keseluruhan karena PDN menggunakan
konsep neto, sebagaimana Diagram 4.9 dan Diagram 4.10.
Diagram 4.11
Diagram 4.11
Simulasi1
Simulasi 1 PDN
PDN
POSTUR RINGKAS APBN
(miliar rupiah)
2017
URAIAN
APBNP
A. Pendapatan Negara 1.736.060,1
B. Belanja Negara 2.133.295,9
a.l Belanja K/L 802.082,2
C. Keseimbangan Primer (178.039,4)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (397.235,8)
% defisit thd PDB (2,92)
E. Pembiayaan Anggaran 397.235,8
I. Pembiayaan Utang 461.343,6
1. SBN (neto) 467.314,3
2. Pinjaman (neto) (5.970,7)
1. Pinjaman Dalam Negeri (neto) 1.733,0
a. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) 2.500,0
b. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri (767,0)
2. Pinjaman Luar Negeri (neto) (7.703,7)
a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 57.500,3
b. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman LN (65.204,0)
II. Pembiayaan Investasi (59.733,8)
III. Pemberian Pinjaman (3.668,7)
IV. Kewajiban Penjaminan (1.005,4)
V. Pembiayaan Lainnya 300,0
54
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Perhitungan PDN menggunakan Jika diperhatikan Diagram 4.11 dan Diagram 4.12 secara seksama, cara
konsep neto perhitungan pinjaman dalam negeri ini menggunakan konsep neto. Artinya,
penarikan pinjaman dalam negeri bruto dikurangi dengan pembayaran
cicilan pokok pinjaman dalam negeri. Formula perhitungan pinjaman dalam
negeri neto dalam APBN adalah sebagai berikut:
55
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
56
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Jembatan
Tayan
Jembatan Tayan yang
melintasi Sungai Kapuas,
Kabupaten Sanggau,
Kalimantan Barat menjadi
jembatan terpanjang di Pulau
Kalimantan. Panjang
bentangan jembatan
mencapai 1.420 meter. Ini
merupakan salah satu proyek
yang dilaksanakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
Bab
5
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
IMPLEMENTASI
PINJAMAN LUAR
NEGERI DALAM
BELANJA
KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA
Secara umum, bagian ini berisikan uraian teknis
mengenai implementasi pinjaman luar negeri sebagai
salah satu sumber pendanaan pada belanja
kementerian negara/lembaga. Sebagai sebuah
gambaran, bagian ini menjelaskan mulai dari proses
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta
permasalahan yang sering ditemui.
57
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
IMPLEMENTASI
Bab PINJAMAN LUAR
5
NEGERI DALAM
BELANJA
KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA
Pinjaman Luar Negeri (PLN) melibatkan
banyak pihak. Siapa saja pihak yang terlibat
dalam perencanaan PLN?
Perencanaan PLN
Penganggaran PLN
Pelaksanaan PLN
58
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Perencanaan PLN
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah Luar Negeri, Pinjaman Luar
Negeri (PLN) terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu pinjaman tunai dan pinjaman
kegiatan. Pinjaman tunai merupakan pinjaman dalam bentuk devisa dan/
atau rupiah, yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan
portofolio utang. Pinjaman tunai tersebut dapat berupa pinjaman program,
stand by loan, pembiayaan likuiditas jangka pendek, pembiayaan kontinjensi,
pembiayaan untuk permodalan, dan lain-lain yang pencairannya bersifat
tunai dalam bentuk antara lain official development assistance/ODA (bilateral),
concessional (multilateral), non official development assistance/Non ODA
(bilateral), non concessional (multilateral), pinjaman komersial, dan mixed
credit/pinjaman komersial (bilateral). Sementara itu, pinjaman kegiatan
merupakan pinjaman yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu.
Pinjaman kegiatan tersebut dapat berupa pinjaman proyek, credit line, dan
lain-lain, yang pencairannya terkait dengan kegiatan dalam bentuk antara
lain official development assistance/ODA (bilateral), concessional (multilateral),
non-official development assistance/Non-ODA (bilateral), nonpconcessional
(multilateral), fasilitas kredit ekspor, pinjaman komersial, dan mixed credit/
pinjaman campuran (bilateral).
RBM PLN sebagai alat pengendali Dalam perencanaan PLN, Kementerian Keuangan memegang peranan
PMN oleh pemerintah yang vital terutama dalam penyusunan Batas Maksimal PLN (BM PLN).
Penyusunan BM PLN tersebut mempertimbangkan faktor kebutuhan riil
pembiayaan, kemampuan membayar kembali, batas maksimal kumulatif
utang, kapasitas sumber PLN, dan risiko utang. Dalam praktiknya, untuk
mengakomodir kondisi keuangan terkini, BM PLN dapat ditinjau dalam
setiap tahunnya. Dengan adanya rencana batas maksimal PLN tersebut,
maka pemerintah telah mempunyai alat pengendali PLN.
Perencanaan Pinjaman Tunai Proses perencanaan pinjaman tunai dimulai dengan identifikasi kebutuhan
pembiayaan defisit melalui pinjaman tunai dengan mempertimbangkan
RBM PLN, Di samping itu, juga dilakukan identifikasi program reform yang
sedang/akan dilaksanakan yang akan dijadikan sebagai underlying. Setelah
proses identifikasi, Menteri Keuangan menyurati Menteri Koordinator yang
mebidangi substansi terkait untuk mengkoordinir penyiapan policy matrix
yang menjadi underlying.
Perencanaan Pinjaman kegiatan Untuk pinjaman kegiatan, perencanaan PLN melibatkan paling tidak
melibatkan 4 (empat) pihak terkait, yaitu (1) calon pemberi PLN; (2)
Menteri Perencanaan; (3) Menteri Keuangan; dan (4) K/L, Pemda, dan/atau
BUMN selaku pihak yang mengusulkan kegiatan yang akan didanai dari
PLN. Proses perencanaan pinjaman kegiatan dapat diilustrasikan dalam
Diagram 5.1.
59
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Diagram 5.1
Ilustrasi Perencanaan Pinjaman Kegiatan
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Pinjaman Hibah
Penyusunan DRPPLN-JM (Blue Tahapan perencanaan pinjaman kegiatan dimulai dengan penyusunan
Book) Rencana Pemanfaatan PLN (RPPLN) oleh Menteri Perencanaan dengan
berpedoman pada RPJM dan mempertimbangkan Rencana Batas Maksimal
Pinjaman. Rencana Pemanfaatan PLN tersebut memuat indikasi kebutuhan
dan rencana penggunaaan PLN dalam jangka menengah. Selanjutnya, dengan
berpedoman pada RP PLN dan RPJM/RPJMD, Kementerian/Lembaga, BUMN,
dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usulan kegiatan yang
dapat dibiayai dari PLN. Usulan-usulan kegiatan tersebut kemudian dinilai
kelayakannya oleh Menteri Perencanaan untuk kemudian hasil penilaiannya
dituangkan dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri-Jangka Menengah
(DRPLN-JM) atau sering disebut Blue Book. Mengingat DRPLN-JM bersifat
jangka menengah, maka DRPLN-JM dapat diperbarui dan disempurnakan
sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan perekonomian nasional.
Gambaran DRPPLN-JM (Blue Book) Sebagai contoh, atas usulan dari Kementerian/ Lembaga/ BUMN/ Pemerintah
Daerah terkait dengan kegiatan yang dapat dibiayai dari PLN dalam periode
2015-2019, setelah mempertimbangkan RPJM dan Rencana Batas Maksimal
Pinjaman, serta hasil penilaian kelayakan (feasibility evaluation) dari Menteri
Perencanaan, dihasilkan DRPLN-JM (List of Medium-Term Planned External
Loan) 2015-2019 (sebelum revisi di tahun 2016 dan 2017) dengan rincian
nama program (project), unit pelaksana (executing agency) dan besaran loan
sebagai berikut:
60
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Tabel 5.1
DRPLN-JM Tahun 2015
Loan (USD
No Executing Agency Program/Project
000)
1 Kementerian Toll Roand Develompment Program 2.025.000,0
Pekerjaan Umum Develompment and Improvement od Natioal 1.500.000,0
dan Perumahan Bridges Program
Rakyat
Develompemnt and Imrovenment of National 2.000.000,0
Roads Program
Drinking water Development Program 1.197.680,0
Developing of Waste Water Management 3.583.000,0
Program
Development of Solid Waste Management 250.000,0
Program
Slum Alleviotion Program 3.614.740,0
Development and Management of Irogation 3.257.531,0
Program
Provision and Management of Bulk Water 623.862,0
Supply program,
DAM Development Program 2.133.750,0
Mitigation of Water Hazards Program 1.152.636,0
Management of Water Resources Infrastructure 650.000,0
Program
2 Kementerian Program for Provision of Housing dor Low- 500.000,0
Pekerjaan Umum Income Households
dan Perumahan
Rakyat
Perusahaan
Perumahan
Nasional
3 Kementerian Railway Development Program 6.815.336,7
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat
Pemerintah DKI
Jakarta
4 Kementerian Information Communication and Technology 1,706,000,0
Komunikasi dan (ICT) and Broadcasting Infrastructure
Teknologi Informasi Development Program
Polri
5 PLN Electricity Infrastucture Development Program 4.906.600,0
6 Kementerian Riset, Improving Acces, Quality, Relevance, and 290.311,5
Teknologi, dan Competitiveness of Higher Education Program
Pendidikan Tinggi
7 Kementerian Agama Improving Acces, Quality, Relevance, and 238.210
Competitiveness of Islamic Higher Education
Program
8 Kementerian PPN/ Human Resources Development for 300.000,0
Bappenas Bureaucracy Reform Program
9 Kementerian Basic Health Care Program 150.000,0
Kesehatan Program for Human resources Development in 240.000,0
Health Sector
Program for Desease Contriol, Environmental 100.400,0
health, and Strengthening Health Research and
Develompment
61
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Loan (USD
No Executing Agency Program/Project
000)
10 Kementerian Health Service Refferal Program 1.362.400,0
Kesehatan
Pemerintah Provinsi
NAD
11 Kementerian Provision and Development of Agriculture 1.346.842.6
Pertanian Infrastructure Program
Agriculture Extention, Education, and Training 98.900,0
Improvement Program
12 Kementerian Inproving Labor Competitiveness Program 92.308,0
Ketenagakerjaan
13 Kementerian Improvement of Fisheries Facilities Program 107.000,0
Perikanan dan
Kelautan
14 BMKG Program for Development and Guidance of 150.000,0
Meterology, Climatology, and Geophysics
15 BPPT Science Park and Technopark Development 114.400,0
Program
Total 39.876.907,8
Penyusunan DRPPLN Berdasarkan DRPLN-JM yang telah diterbitkan oleh Menteri Perencanaan,
(Green Book) Kementerian/Lembaga/BUMN/Pemerintah Daerah diwajibkan melakukan
peningkatan kesiapan kegiatan agar rencana kegiatan yang telah tercantum
dalam DRPLN-JM dapat dicantumkan dalam Daftar Rencana Prioritas
Pinjaman Luar negeri (DRPPLN) atau disebut Green Book. Proses penerbitan
DRPPLN tersebut dilakukan oleh Menteri Perencanaan setelah melakukan
penilaian kesiapan kegiatan (partly readiness evaluation) atas kegiatan yang
telah tercantum di dalam DRPLN-JM berdasarkan kriteria kesiapan:
1. Rencana pelaksanaan kegiatan;
2. Indikator kinerja pemantauan dan evaluasi;
3. Organisasi dan manajemen pelaksanaan kegiatan; dan
4. Rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, dalam hal
kegiatan memerlukan lahan.
Gambaran DRPPLN (Green Book) Apabila dalam DRPPLN terdapat kegiatan prioritas nasional, maka
Kementerian/Lembaga mencantumkannya dalam dokumen Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian lembaga (RKA-K/L), Rencana Kerja Pemerintah
Daerah, atau Rencana Kerja BUMN. Sebagai gambaran umum, berdasarkan
partly readiness evaluation atas DRPLN 2015-2019 (awal), pada tahun 2015,
diterbitkan DRPPLN dengan rincian sebagai berikut.
62
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Tabel 5.2
DRPPLN Tahun 2015 (dalam US$)
Counter
Executing Agen Program Title Loan Lender
Fund
Kementerian Development and 45.000 0 ADB
Pekerjaan Umum Inprovement of National
dan Perumahan Road
Rakyat
Toll Road Development 580.000 72.400 China (Exim
Program Bank)
Development of Waste 25.200 0 ADB
Water Management
Progra,
Drinking Water 401.380 749.650 World Bank,
Development Program ADB, Hungary,
Spain
DAM Development 55.130 0 ADB, China
Program (Exim Bank)
Mitigation of Water 118.320 48.668 ADB
Hazards Program
Development and 933.878 97.150 ABD, IFAD,
Management Irrigation Korea (EDCF)
Program
Provision and 2.000 0 ADB
Management of Bulk
Water Supply Program
Kementerian Railway Development 204.670 49.588 Japan (JICA),
Perhubungan Program China (Exim
Bank)
POLRI Information 20.000 3.500 Korea
Communication and
Technology (ICT)
and Broadcasting
Infrastructure
Development Program
Pemda Prov NAD Health Service Referral 106.800 10.680 Germany (KfW)
Program
Pemda Prov DKI Railway Development 752.200 74.980 Japan (JICA)
Jakarta Program
PLN Electricity Infrastructure 635.710 88.740 Japan (JICA)
Development Program
Penyusunan Daftar Kegiatan Setelah keseluruhan kriteria peningkatan kesiapan kegiatan terpenuhi
(fully met in fulfillment of readiness criteria), berdasarkan DRPPLN, Menteri
Perencanaan menyampaikan Daftar Kegiatan yang dapat dibiayai dari PLN
kepada Menteri Keuangan. Daftar Kegiatan dimaksud berisi usulan kegiatan
yang telah memenuhi kriteria kesiapan dan siap untuk dirundingkan dengan
calon Pemberi PLN.
63
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pengajuan Usulan Pinjaman Berdasarkan Daftar Kegiatan yang telah diterbitkan, Menteri Keuangan
Kegiatan mengajukan usulan pinjaman kegiatan kepada kreditor multilateral dan/
atau kreditor bilateral untuk mendapatkan komitmen pembiayaan.
Selanjutnya, Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa melakukan
kegiatan perundingan dan perjanjian dengan calon pemberi PLN. Khusus
untuk pinjaman kegiatan, perundingan dapat dilakukan setelah kriteria
kesiapan kegiatan terpenuhi. Untuk teknis pelaksanaan, perundingan
dilakukan dengan melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian
PPN/Bappenas, Kementerian/Lembaga, Pemerintah daerah, BUMN, dan/
atau instansi terkait lainnya.
Perjanjian PLN Hasil perundingan pengajuan PLN dituangkan dalam Perjanjian PLN yang
ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan
Pemberi PLN, yang setidaknya memuat terkait jumlah, peruntukkan, hak dan
kewajiban, serta ketentuan dan pelaksanaan PLN. Dengan diterbitkannya
Perjanjian PLN, maka tahapan perencanaan PLN telah selesai kecuali
terdapat perubahan dalam Perjanjian PLN.
Penganggaran PLN
Definisi Proses Penganggaran Proses penganggaran merupakan uraian mengenai proses dan
mekanisme penganggaran, mulai dari penyusunan pagu indikatif sampai
dengan penetapan pagu alokasi anggaran K/L yang bersifat final. Dalam
pelaksanaannya, proses penganggaran akan sangat berkaitan dengan proses
penyusunan RKA-K/L yang dilakukan oleh masing-masing Kementerian/
Lembaga.
Penetapan Pagu dalam proses Dalam proses penyusunan APBN, terkait dengan proses penganggaran,
Penyusunan APBN terdapat 3 (tiga) kali penetapan pagu untuk Kementerian/Lembaga. Tiga
penetapan pagu tersebut adalah pagu indikatif (sekitar bulan April), pagu
anggaran (sekitar bulan Juli), dan pagu alokasi anggaran (sekitar bulan
Oktober). Angka yang tercantum dalam pagu tersebut merupakan angka
tertinggi sehingga tidak boleh dilampaui oleh K/L dalam penyusunan RKA-
K/L nya masing-masing. Angka dalam pagu tersebut juga telah memuat
jenis program-kegiatan kementerian/lembaga yang akan dilaksanakan
pada tahun yang akan datang. Selain itu, angka dalam pagu tersebut juga
telah dirinci berdasarkan jenis sumber dana yang digunakan, yang meliputi
Rupiah Murni (RM), PNBP, PLN, PHDN, Hibah Langsung, dan SBSN/PBS.
Untuk selanjutnya, pembahasan terkait penganggaran akan difokuskan
untuk anggaran Kementerian/Lembaga yang bersumber dari PLN. Rincian
tahapan atau langkah dalam proses penganggaran diuraikan berikut ini.
64
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
65
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Hasil Forum TM PHLN Dalam penyusunan kembali AWL, K/L harus memperhatikan capaian
proyek dan rencana kegiatan yang akan dilakukan. Apabila K/L tidak
melakukan revisi AWP, dapat berakibat rencana penarikan PLN lebih besar
dibandingkan dengan kemampuan untuk menyerap anggarannya. Ada pun
hasil dari forum TM PHLN menghasilkan dokumen Berita Acara Pembahasan
Rencana Penarikan PHLN. Sebagai contoh, berikut diilustrasikan hasil forum
TM PHLN.
Diagram 5.2
Hasil Technical Meeting atas Reviu PLN
Proses Penyusunan Pagu Indikatif Berdasarkan hasil forum TM PHLN, DJPPR akan menyampaikan surat
kepada DJA perihal XXX . Surat tersebut akan digunakan sebagai dasar
bagi DJA dalam melakukan reviu baseline, khususnya alokasi anggaran yang
bersumber dari PLN.
66
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
67
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
68
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
ditetapkannya pagi alokasi anggaran, maka besaran PLN yang akan digunakan
di tahun anggaran berikutnya telah bersifat final, kecuali terdapat perubahan
kebijakan pada periode pelaksanaan dalam tahun anggaran berjalan.
Revisi PLN
Revisi PLN Dalam tahun berjalan atau untuk perencanaan tahun berikutnya, dapat
dilakukan revisi/perubahan PLN. Untuk melakukan revisi PLN, Menteri
Keuangan dapat mengajukan usulan perubahan Perjanjian PLN kepada
Pemberi PLN jika Menteri Keuangan menganggap perlu untuk melakukan
perubahan. Selain itu, usulan revisi Perjanjian PLN juga dapat dilakukan
apabila terdapat usulan perubahan perjanjian pinjaman dari Menteri/
Pmpinan Lembaga atau usul dari Pemerintah Daerah atau BUMN terkait
Perjanjian Penerusan PLN. Apabila usulan perubahan perjanjian PLN
dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan, usulan perubahan tersebut dilakukan
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Perencanaan.
Pelaksanaan PLN
Pelaksanaan PLN terkait Tata Setelah program/kegiatan yang didanai dari sumber PLN ditetapkan di
Cara Penarikan PLN dalam DIPA, proses berikutnya adalah mencairkan dana PLN tersebut
sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan pencairan PLN tersebut termasuk
dalam tahap pelaksanaan APBN sehingga harus berpedoman pada aturan
pelaksanaan APBN. Mekanisme penarikan PLN dijelaskan berikut ini.
Transfer ke R-KUN
Penarikan PLN melalui Transfer keUntuk mekanisme transfer ke Rekening Kas Umum Negara (R-KUN), tahapan
Rekening KUN penarikan PLN dimulai dengan penyampaian fotokopi Perjanjian PLN dan
Surat Keterangan tanggal efektif Perjanjian PLN (effectiveness date) oleh Ditjen
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah
(Direktorat PH) kepada Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan
Kas Negara (Direktorat PKN). Selanjutnya, Direktorat PKN menyampaikan
Surat Pengantar-Surat Penarikan Dana R-KUN (covering letter of withdrawal
application) kepada Pemberi PLN (Tembusan disampaikan kepada DJPPR c.q.
Direktorat PH serta Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen (Direktorat
EAS).
Atas dasar Surat Pengantar-Surat Penarikan Dana R-KUN, Pemberi PLN
melakukan transfer ke R-KUN dan menyampaikan Notice of Disbursement
(NoD) kepada DJPPR c.q. Direktorat EAS. Selanjutnya, Direktorat EAS
menerbitkan dan menyampaikan Surat Perintah Pembukuan Penarikan PLN
dengan lampiran fotokopi NoD kepada DJPB c.q. Direktorat PKN. Setelah
dilakukan verifikasi terhadap Surat Pengantar-Surat Penarikan Dana R-KUN
dan Surat Perintah Pembukuan Penarikan PLN, dan fotokopi NoD, dilakukan
pembukuan atas penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah.
69
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembayaran Langsung
Penarikan PLN melalui Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat yang Ditunjuk
Pembayaran Langsung menyampaikan Surat Penarikan Dana Pembayaran Langsung (withdrawal
application/WA) oleh kepada Kantor Pelayanan Perendaharaan Negara
(KPPN). Atas dasar WA tersebut, KPPN menerbitkan dan menyampaikan
Surat Pengantar-Surat Penarikan Dana Pembayaran Langsung (covering
letter of WA) kepada Pemberi PLN (tembusan disampaikan kepada Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan DJPPR c.q. Direktorat EAS. Sebagai
pemberitahuan pelaksanaan transfer dana kepada rekanan/pihak yang
dituju, Pemberi PLN menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada DJPPR
c.q. Direktorat EAS. Setelah melakukan verifikasi atas NoD dan dokumen
pembanding covering letter of WA (dari KPPN), Direktorat EAS menerbitkan dan
menyampaikan Surat Perintah Pembukuan Penarikan PLN yang dilampiri
fotokopi NoD kepada KPPN. Selanjutnya, KPPN melakukan validasi dan
verifikasi terhadap dokumen Surat Perintah Pembukuan Penarikan PLN,
fotokopi Nod, Surat Pengantar-Surat Penarikan Dana-Pembayaran Langsung
(covering letter of WA). Berdasarkan hasil validasi dan verifikasi tersebut, KPPN
menerbitkan dan menyampaikan Surat Perintah pembukuan/Pengesahan
(SP3) kepada Bank Indonesia/Bank Lain sebagai dasar pencatatan realisasi
penarikan PLN serta kepada Pengguna Angggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
sebagai dasar pembukuan Sistem Akuntansi Instansi pada tahun anggaran
berjalan.
Reksus
Penarikan PLN melalui Rekening Direktorat PH menyampaikan fotokopi Perjanjian PLN kepada Direktorat PKN.
Khusus (Reksus) Selain itu, Direktorat PH juga menyampaikan Surat Keterangan Effectiveness
Date atas Perjanjian PLN kepada Excecuting Agency (EA), Direktorat EAS, serta
Direktorat PKN. Sementara itu, berdasarkan Surat Keterangan Effectiveness
Date, EA menyampaikan permintaan pembukaan Reksus, permintaan
pengisian Initial Deposit, permintaan penerbitan petunjuk pelaksanaan tata
cara pencairan dana PLN, serta surat keterangan kesiapan pelaksanaan
kegiatan kepada DJPB. Selanjutnya, DJPB menindaklanjuti permintaan EA
dengan melakukan pembukaan Reksus pada Bank Indonesia atau bank
lain, permintaan pengisian Initial Deposit kepada pemberi PLN, penyampaian
pemberitahuan kepada K/L selaku EA dan instansi bertikal DJPB mengenai
spesifikasi kegiatan yang dibiayai dari PLN (paling tidak memuat nomor
identitas PLN, nomor registerm nomor Reksus, batas akhir penerbitan Surat
Perintah Pencairan Dana, porsi dan ketegori pembiayaan PLN, serta EA).
Setelah Reksus dibuka dan dana Reksus telah tersedia, Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat yang Ditunjuk mengajukan
SPM-Reksus kepada KPPN dengan melampirkan semua dokumen yang
dipersyaratkan. Selanjutnya, untuk proses penerbitan, pembebanan dan
pertanggungjawaban SP2D-Reksus, proses tersebut mengikuti ketentuan
perundang-undangan mengenai pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara. Di pihak lain, Bank Indonesia atau bank lainnya menerbitkan
70
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
dan menyampaikan Advis Debet Kredit dan laporan rekening koran Reksus
mingguan (1 rangkap) kepada DJPb c.q. Direktorat PKN. Selanjutnya, fotokopi
rekening koran Reksus disampaikan Direktorat PKN kepada Executing Agency
untuk digunakan sebagai dokumen pendukung penyusunan Surat penarikan
Dana (WA) Reksus.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan Surat Penarikan Dana (WA)
beserta dokumen pendukung (sesuai pernyaratan Perjanjian PLN) kelada
DJPB c.q. Direktorat PKN. Direktorat PKN kemudian mengajukan Surat
Pengantar-Surat Penarikan Dana (covering letter of withdrawal application)
Reksus kepada Pemberi PLN beserta dokumen pendukung (sesuai perjanjian
PLN) dengan tembusan disampaikan kepada DJPPR c.q. Direktorat EAS serta
Bank Indonesia (atau bank lainnya).
Sebagai pemberitahuan transfer dana PKHL ke Reksus, Pemberi PLN akan
menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada DJPPR c.q. Direktorat EAS.
Selanjutnya, Direktorat EAS melakukan verifikasi NoD beserta dokumen
pendukungnya dengan pembanding berupa tembusan Surat Pengantar-Surat
Penarikan Dana Reksus sebelum menerbitkan Surat Perintah Pembukuan
Penarikan PLN (lampiran berupa fotokopi NoD) dan menyampaikannya
kepada DJPb c.q. Direktorat PKN.
Letter of Credit
Penarikan PLN melalui Letter of Untuk penarikan PLN melalui mekanisme Letter of Credit (L/C), prosesnya
Credit (L/C) dimulai dengan pengalokasian pagu sebesar nilai komitmen kontrak tahun
jamak atau yang ditentukan dalam perjanjian PLN pada DIPA oleh Pengguna
Anggran/Kuasa Pengguna Anggaran sebelum diterbitkan Surat Kuasa
Pembebanan L/C. Untuk tahun-tahun berikutnya, Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran mengalokasikan pagu di DIPA sebesar nilai rencana
penarikan tahunan kontrak pengadaan barang dan jasa.
Setelah menerima Surat Permintaan Penerbitan-Surat Kuasa Pembebanan
L/C (dilengkapi dengan ringkasan kontrak pengadaan barang dan jasa, daftar
barang yang akan diimpor/master list, daftar rencana penarikan L/C per tahun
anggaran, No Objection Letter atau NOL atau dokumen yang dipersamakan,
serta dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian PLN), KPPN
menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan L/C serta menyampaikannya kepada
Bank Indonesia (atau bank lainnya) dengan tembusan kepada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, DJPPR c.q. Direktorat EAS, dan Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan Surat Kuasa
Pembebanan L/C, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/ Pejabat
yang Ditunjuk kemudian memberitahukan kepada rekanan/kuasa rekanan
untuk mengajukan pembukaan L/C di bank Indonesia/bank lainnya (besaran
tidak melebihi nilai Surat Kuasa Pembebanan L/C). Bank Indonesia/bank
lainnya kemudian menindaklanjuti permintaan pembukaan L/C dari rekanan/
kuasa rekanan dan Surat Kuasa Pembebanan L/C dengan membuka L/C pada
bank koresponden serta menyampaikan surat pemberitahuan dan dokumen
71
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
72
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Regulasi
Perbedaan aturan pengelolaan Perbedaan aturan yang digunakan oleh pihak lender dengan pihak
PLN antara Lender dan pemerintah. Pada prinsipnya, pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari
Pemerintah Pinjaman Luar Negeri Pemerintah, tetap mengacu pada ketentuan dan
73
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Kondisi Riil
Revisi Desain Proyek Kondisi riil merupakan kendala yang dihadapi di lapangan pada saat
pelaksanaan pinjaman luar negeri. Adapun kendala-kendala tersebut antara
lain sebagaimana berikut ini. Pada saat pelaksanaan design proyek, adanya
revisi desain/Detail Engineering Design (DED) Proyek dapat menyebabkan
tertundanya pelaksanaan proyek karena adanya perubahan-perubahan
pada ruang lingkup, nilai, dan lokasi proyek. Selain itu, proses review desain
yang dilakukan oleh lender juga dapat memperlambat pelaksanaan proyek.
Perubahan Nomenklatur K/L Permasalahan selanjutnya adalah perubahan struktur organisasi. Perubahan
nomenklatur Kementerian/Lembaga pada tahun 2015 dari Ditjen Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke Kementerian Riset,
Teknologi menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
membuat kegiatan pada proyek Polytechnic Education Development Project
(PEDP) mengalami keterlambatan penyelesaiannya. Kegiatan PEDP yang
semula ada di Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan beralih di bawah Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Permasalahan yang dihadapi saat Permasalahan di lapangan yang paling banyak adalah pada saat proses
proses pengadaan barang/jasa
pengadaan barang/jasa. Beberapa permasalahan tersebut, antara lain:
1. Lamanya persiapan dokumen lelang
hal ini antara lain terjadinya keterlambatan dalam proses persiapan
dokumen PQ (Pra-Qualification) dan administrasi dokumen tender yang
tidak lengkap.
2. Lamanya penerbitan NOL (No Objection Letter) dari Lender
3. dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang memerlukan persetujuan/NOL
dari pihak lender membutuhkan waktu yang lama, sehingga berakibat
pada keterlambatan pelaksanaan penetapan kontrak. Hal ini terjadi
pada proyek the Development of Medical Education and Research Center and
Two Universiti Hospitals (3 in 1) yang proses penerbitan NOL mencapai 7
bulan.
74
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
75
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Risiko Fiskal
Risiko fiskal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pinjaman luar negeri
ini terkait dengan bertambahnya beban APBN yang disebabkan oleh sesuatu
di luar kendali Pemerintah.
Sehubungan dengan pinjaman luar negeri, terdapat beberapa risiko fiskal
yang terjadi :
1. Penurunan nilai tukar rupiah (khususnya terhadap dolar Amerika Serikat)
memiliki dampak pada semua sisi APBN, termasuk pembiayaan. Pada sisi
pembiayaan, yang akan terkena dampaknya adalah pinjaman luar negeri
baik pinjaman program maupun pinjaman proyek serta pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri.
76
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
77
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
78
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Tol Trans
Sumatera
Pembangunan jalan Tol Trans
Sumatera sepanjang 2.700 km
yang menghubungkan Provinsi
Aceh hingga Lampung dengan
investasi hampir Rp300 triliun.
Bab
6
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekedar Defisit dan Utang
PEMBIAYAAN
INVESTASI
& PEMBIAYAAN
LAINNYA
Bagian ini menjelaskan komponen pembiayaan
anggaran berupa pembiayaan Investasi dan pembiayaan
lainnya. Seperti halnya penjelasan pada komponen
pembiayaan anggaran, pembahasan difokuskan pada
proses proyeksi alokasi anggarannya. Jika pembiayaan
investasi merupakan pengeluaran pembiayaan,
pembiayaan lainnya merupakan komponen yang
memberikan kontribusi arus kas positif.
79
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab PEMBIAYAAN
6 INVESTASI &
PEMBIAYAAN
LAINNYA
Dalam kondisi defisit, investasi pemerintah
bersumber dari utang sehingga sebagian
masyarakat memandang hal tersebut berlebihan.
Benarkah pandangan tersebut? Kapan sebaiknya
Pemerintah berinvestasi?
Pembiayaan Lainnya
80
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
81
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Penambahan alokasi PMN Langkah peningkatan peran BUMN sebagai mesin penggerak perekonomian
ini dilaksanakan untuk ini telah dilaksanakan secara riil oleh Pemerintah yang tercemin dari
meningkatkan kemampuan pengalokasian pembiayaan investasi terutama pada tahun 2015 dan 2016
leverage BUMN
sebagaimana terlihat pada Grafik 6.1, yang meningkat pesat dari tahun-
tahun sebelumnya. Penambahan PMN kepada BUMN pada tahun 2015-
2016 sebesar masing-masing Rp64,8 triliun dan Rp50,5 triliun merupakan
penambahan PMN kepada BUMN yang terbesar selama ini. Penambahan
alokasi PMN ini dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan leverage
BUMN dalam menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Diharapkan dengan dialokasikannya pembiayaan untuk infrastruktur ini
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta akhirnya
mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Indonesia.
Pembentukan Produk Domestik Dari sisi ilmu ekonomi produk domestik bruto (PDB) umum digunakan
Bruto (PDB) sebagai patokan untuk mengukur kesejahteraan suatu negara. Dalam
kerangka ekonomi makro, sedikitnya ada empat aktor yang berperan dalam
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) empat aktor yang berperan
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), yakni sektor rumah
tangga yang direpresentasikan dalam bentuk konsumsi masyarakat (C),
sektor swasta yang direpresentasikan melalui investasi (I), sektor pemerintah
melalui pengeluaran belanja pemerintah yang tercermin di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (G) dan juga masyarakat luar negeri yang
tercermin dari arus ekspor dan impor (X-M). Perubahan (naik maupun turun)
dari akumulasi keempat sektor tersebut akan menentukan tinggi rendahnya
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Dalam teori pertumbuhan Harrod dan Domar (Todaro, 2004) investasi
didefinisikan sebagai perubahan tingkat modal (stock) yang terjadi dalam
suatu perekonomian dimana sebagian dari pendapatan digunakan untuk
tabungan. Pergerakan arus tabungan tersebut kemudian diarahkan untuk
82
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Investasi Belanja
Pemerintah
(I) (G)
Expor dan
Konsumsi Impor
(C) Produk (X-M)
Domestik
Bruto
investasi merupakan faktor Selain itu, peningkatan investasi diyakini memiliki konstribusi sebagai
penting yang memainkan peran pengungkit terhadap bergeraknya pembangunan ekonomi suatu bangsa.
strategis terhadap pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi suatu
Dalam ekonomi makro, investasi juga berperan sebagai salah satu komponen
negara dari pendapatan nasional, Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic
Product (GDP). Secara sederhana pengaruh investasi terhadap perekonomian
suatu negara tercermin dari pendapatan nasional negara tersebut dimana
investasi berkorelasi positif dengan GDP. Apabila investasi naik maka GDP
cenderung naik, atau sebaliknya apabila investasi turun maka GDP cenderung
turun.
Sebagian ahli ekonomi memandang pembentukan investasi merupakan
faktor penting yang memainkan peran strategis terhadap pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi suatu negara. Ketika pengusaha atau individu
atau pemerintah melakukan investasi, maka akan ada sejumlah modal yang
ditanam, ada sejumlah pembelian barang-barang yang tidak dikonsumsi,
tetapi digunakan untuk produksi, sehingga menghasilkan barang dan jasa
di masa akan datang. Suatu negara akan berkembang secara dinamis jika
investasi yang dikeluarkan jauh lebih besar daripada nilai penyusutan faktor-
faktor produksinya. Negara yang memiliki Investasi yang lebih kecil daripada
penyusutan faktor produksinya akan cenderung mengalami perekonomian
yang stagnasi.
Kondisi Indonesia dalam Berangkat dari definisi dan kegunaan investasi bagi perekonomian suatu
menghadapi tantangan dan
negara tersebut, mari melihat kondisi Indonesia sekarang dalam menghadapi
peluang
tantangan dan peluang di masa yang akan datang yang menjadi dasar
Pemerintah melakukan Pembiayaan Investasi/Penambahan Penyertaan
Modal Negara (PMN).
83
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Indonesia saat ini masih Pertama, rendahnya kuantitas dan kualitas infrastruktur nasional. Indonesia
tertinggal di bidang infrastruktur saat ini masih tertinggal di bidang infrastruktur. Bahkan, jika dibanding
negara-negara yang infrastrukturnya minim, Indonesia masih berada di
bawahnya. Berdasarkan data The Global Competitiveness Report 2016-2017
yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia
berada pada peringkat 41 dan daya saing infrastruktur pada peringkat 60
dari 134 negara.
Infrastruktur menjadi sorotan utama karena infrastruktur merupakan roda
penggerak pertumbuhan ekonomi dan kunci untuk meningkatkan peringkat
daya saing Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur di segala
bidang mulai dari pembangunan jalan, jembatan, bendungan, saluran irigasi,
air bersih, perumahan dan penataan kawasan harus segera dilakukan.
Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang
sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi
makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi
marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi
mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap
pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002).
Dampak dari keterbatasan ketersediaan infrastruktur juga menyebabkan
mahalnya biaya logistik. Biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi
dibandingkan negara lain. Tingginya biaya logistik membuat kesenjangan
harga yang tidak wajar.
Berdasarkan Logistic Performance Index (LPI) 2016, peringkat Indonesia turun
dari 53 pada 2014 menjadi 63 pada 2016. Peringkat Indonesia di bawah
Singapura (5), Malaysia (32), dan Thailand (45). Infrastruktur yang berkaitan
langsung dengan logistik adalah sektor transportasi, terutama infrastruktur
pelabuhan, jalan, dan hubungan antar moda.
Oleh karena itu, investasi untuk perbaikan infrastruktur terutama di kawasan
Indonesia bagian timur harus segera dilakukan. Pembangunan infrastruktur
sebagai prioritas utama, merupakan pilihan yang logis dan strategis dalam
meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus untuk mengejar ketertinggalan.
Masih terjadi kesenjangan antara Kedua, tingginya backlog perumahan. Masih terjadi kesenjangan antara
kebutuhan dan penyediaan kebutuhan dan penyediaan rumah dikarenakan terdapat berbagai kendala
rumah
yang dihadapi, khususnya oleh masyarakat berpenghasilan menengah
dan rendah yang antara lain karena masih rendahnya daya beli dan/atau
terbatasnya akses mereka ke sistem pembiayaan perumahan.
Angka backlog menurut perkiraan Kementerian Perumahan PUPR mencapai
11.3 juta rumah tangga di tahun 2015, sehingga apabila angka tersebut
dikonversi berdasarkan harga jual rumah sederhana dan sehat, maka total
kebutuhan untuk menyediakan rumah sebesar Rp1.421 Triliun. Salah satu
penyebab tingginya angka backlog tersebut adalah rendahnya pembiayaan
sektor perumahan dari pemerintah maupun swasta sehingga diperlukan
intervensi pemerintah baik dalam hal bantuan langsung, skema pembiayaan
84
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
85
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Skala ekonomi BUMN Indonesia Keempat, rendahnya daya saing BUMN. Dapat dikatakan skala ekonomi
saat ini masih jauh di bawah BUMN Indonesia saat ini masih jauh di bawah negara lain seperti Singapura
negara lain seperti Singapura dan
dan Malaysia. Pada sektor perbankan contohnya, Bank Mandiri hanya
Malaysia
menempati posisi delapan di kawasan ASEAN untuk indikator kapitalisasi.
Secara umum peran BUMN terhadap pembangunan nasional dapat
dijelaskan berdasarkan grafis berikut.
Diagram 6.2
Peran BUMN terhadap pembangunan nasional
BUMN
KUR,
Pasar Modal Ketahanan Ketahanan Ketahanan
PKBL, Kemaritiman
Indonesia Pangan Energi Nasional
PSO
Berdasarkan info grafis tersebut dapat kita ketahui bersama bahwa BUMN
dapat memberikan manfaat dan kontribusi kepada negara dan masyarakat.
Dari sudut pandang negara, BUMN dapat memberikan keuntungan secara
langsung dalam bentuk pajak yang setiap tahun diterima oleh negara.
Tidak hanya itu, BUMN juga memberikan keuntungan secara tidak langsung
kepada Pemerintah dalam bentuk kontribusi BUMN dalam pembangunan
perekonomian Indonesia. Di lain sisi BUMN dapat membantu Pemerintah
dalam menyejahterakan hajat hidup orang banyak, yang dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan BUMN itu sendiri seperti mewujudkan ketahanan
energi (PT. PLN dan PT. Geo Dipa Energi), dan mewujudkan ketahanan
pangan (Perum Bulog, PT. Perikanan Nusantara, PT. RMI, PT. Pertani, Perum
Perikanan Indonesi, dan PT. Sanghyang Seri).
Pengaruh pembiayaan investasi (PMN) terhadap BUMN memang terjadi
secara tidak langsung (time lag). Pemberian PMN akan menyehatkan
struktur neraca BUMN, terutama yang mengalami kerugian. Neraca
perusahaan yang semakin sehat akan berdampak pada kemampuan BUMN
memeroleh pinjaman dari sektor keuangan, baik dari dalam maupun luar
negeri. Contohnya, pengajuan PMN PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
senilai Rp 5,23 triliun dapat menurunkan Debt to Equity Ratio (DER) yang telah
mencapai 257 persen. Rasio DER yang tetap tinggi dan mengkhawatirkan
memasung perusahaan untuk mengakses sumber-sumber pembiayaan
sehingga kinerja keuangannya akan tetap buruk.
86
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
87
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
88
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
89
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
dalamnya belum terdapat saham milik negara; investasi pada BUMN atau
Perseroan Terbatas yang di dalamnya telah terdapat saham milik negara.
Bentuk-bentuk PMN kepada BUMN mencakup: (1) dana segar (fresh money),
Pemerintah memberikan sejumlah uang kepada BUMN; (2) Piutang
Pemerintah, Pemerintah mengkonversi utang BUMN kepada Pemerintah
menjadi PMN; (3) Saham, Pemerintah menempatkan saham pada BUMN
milik BUMN/Perseroan terbatas lain; (4) Barang Milik Negara (BMN), BUMN
mendapat PMN berupa BMN yang diserahkan oleh Kementerian Negara,
yang pengadaannya melalui DIPA Kementerian Negara/Lembaga.
Dua, investasi kepada lembaga/badan lainnya. Investasi kepada lembaga/
badan lainnya dialokasikan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain:
(1) modal awal badan usaha selain BUMN, penyertaan modal negara pada
saham minoritas Pemerintah, dan badan hukum/lembaga lainnya, seperti
BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI), dan pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium
(Inalum); (2) menambah modal badan hukum seperti International Rubber
Consortium Limited (IRCo) dan Bank Indonesia; (3) mendukung kebijakan
Pemerintah di sektor tertentu, seperti keberlangsungan program dana
jaminan sosial (DJS) Kesehatan melalui PMN kepada BPJS Kesehatan.
Nilai investasi kepada lembaga/badan lainnya, cenderung berfluktuatif
menyesuaikan dengan dukungan Pemerintah pada sektor tertentu serta
jumlah komitmen dan jadwal pembayaran pada masing-masing badan
usaha.
Tiga, investasi kepada Badan Layanan Umum (BLU). Badan Layanan Umum
(BLU) merupakan organisasi sektor publik yang dioperasikan oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang fungsi utamannya ialah menjual barang dan/
atau jasa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum
ditetapkan sebagai unit BLU, instansi tersebut dikenal dengan istilah satuan
kerja (satker) yang menyelenggarakan tugas dan peran pemerintah dalam
penyediaan layanan umum. Menurut ketentuannya, instansi yang sudah
ditetapkan menjadi BLU dikelola bukan untuk mencari keuntungan namun
atas dasar prinsip efisiensi dan produktivitas. Menurut teori agensifikasi,
BLU merupakan agen pemerintah yang memperoleh kewenangan yang lebih
luas dalam hal antara lain manajemen organisasi, pengelolaan keuangan
maupun dalam hal pelaporan dan akuntabilitas kinerja.
Untuk mengetahui lebih dalam soal investasi kepada BLU, salah satu bentuk
investasi kepada BLU sebagaimana Diagram 6.4 adalah dana bergulir. Dana
bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU tertentu untuk dipinjamkan dan
digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan
ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Mekanisme perguliran dana Dana pemberdayaan yang dialokasikan melalui pembiayaan, dipinjamkan
diharapkan dapat meningkatkan kepada masyarakat, untuk selanjutnya dikembalikan kepada Pemerintah
jumlah masyarakat yang dapat dalam jangka waktu tertentu, dan selanjutnya dipinjamkan kembali
menerima dana (dipergulirkan) kepada masyarakat lain yang membutuhkan. Mekanisme
90
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
91
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan Lainnya
Pengertian pembiayaan lainnya Pembiayaan lainnya merupakan komponen pembiayaan anggaran yang
terdiri atas Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa)/Saldo Anggaran Lebih
(SAL), dan Hasil Pengelolaan Aset (HPA). Untuk lebih detail atas masing-
masing bagian dari pembiayaan lainnya ini dapat dijelaskan berikut ini.
Silpa adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran
yang terjadi dalam satu periode pelaporan. Sementara itu SAL merupakan
akumulasi dari sisa lebih pembiayaan anggaran tahun anggaran yang lalu
dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi
dengan koreksi pembukuan.
Faktor Penyebab terjadinya Silpa Faktor penyebab terjadinya Silpa dan SAL adalah:
dan SAL
1. Realisasi pendapatan negara yang lebih tinggi daripada realisasi belanja
negara, yang disebabkan kondisi perekonomian yang semakin membaik.
2. Realisasi pembiayaan lebih tinggi daripada realisasi defisit, yang
disebabkan menguatnya kurs rupiah, sehingga penerimaan pembiayaan
yang berasal dari pinjaman luar negeri bertambah dan pengeluaran
pembiayaan untuk membayar pokok utang menurun, sebaliknya realisasi
bunga utang (belanja) menurun.
Peruntukan penggunaan SAL/Silpa mencakup beberapa tujuan. Pertama,
untuk menutupi/dana talangan kebutuhan kas awal tahun. Pada saat
pendapatan negara belum mencukupi untuk mendanai belanja negara.
Penggunaan SAL untuk kebutuhan kas tidak perlu mengajukan ijin kepada
DPR dan tidak dialokasikan ke dalam APBN (Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2006 tentang Perhitungan Anggaran Negara tahun 2003).
Dua, untuk pembiayaan defisit tahun anggaran berikutnya. Penggunaan hal
ini harus mendapatkan persetujuan DPR dan dialokasikan dalam APBN/
92
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
93
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
94
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
MRT
Jalur MRT Jakarta rencananya
akan membentang kurang
lebih ±110.8 km, yang terdiri
dari Koridor Selatan – Utara
(Koridor Lebak Bulus -
Kampung Bandan) sepanjang
±23.8 km dan Koridor Timur –
Barat sepanjang ±87 km.
Bab
7
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
PEMBERIAN
PINJAMAN
Bagian ini berisikan uraian secara teknis mengenai
perencanaan dan penggaran pemberian pinjaman:
bagaimana perencanaan itu dilaksanakan dan bagaimana
penganggarannya, kebijakan, penghitungannya dalam
memproyeksikan angka, serta kendala yang dihadapi.
95
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab
7 PEMBERIAN
PINJAMAN
Proses pengalokasian dan penganggaran
pemberian pinjaman mencakup proses
pencantumannya dalam postur APBN dan
penganggaran dalam dokumen anggaran. Proses
tersebut melibatkan para pemangku kepentingan.
Siapakah pemangku kepentingan pengelolaan
pemberian pinjaman?
96
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
URAIAN 2017
(dalam miliar rupiah)
APBN
b. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri (1.013,2) Pada saat dialokasikan sebagai bagian
2. Pinjaman Luar Negeri (Neto) (16.788,9) dari pinjaman luar negeri,
a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 48.293,2
i. Pinjaman Tunai 13.300,0
pencatatannya positif (ada uang masuk
ii. Pinjaman Kegiatan 34.993,2
(+) ke kas negara yang berasal dari
(1) Pinjaman Kegiatan Pemerintah Pusat 24.921,7 penarikan pinjaman luar negeri).
(2) Pinjaman Kegiatan kepada BUMN/Pemda 10.071,4
b. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman LN (65.082,1)
III. Tambahan Pembiayaan Utang -
B. Pembiayaan Investasi (47.488,9)
Pada saat dialokasikan sebagai bagian
C. Pemberian Pinjaman (6.409,7)
(-) dari pemberian pinjaman,
I. Pinjaman kepada BUMN/Pemda/Lembaga/Badan Lainnya (6.409,7) pencatatannya negatif (ada uang keluar
1. Pinjaman kepada BUMN/Pemda (neto)
2. Penerimaan Cicilan Pengembalian Pinjaman
(10.071,4)
3.661,8
dari kas negara karena pemerintah
D. Kewajiban Penjaminan (924,1) meneruskan pinjaman tersebut kepada
E. Pembiayaan Lainnya 300,0 BUMN/Pemda sebagai pemberian
Sisa Lebih (Kurang) Pembiayaan Anggaran-SiLPA (SiKPA) -
pinjaman)
97
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
98
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
99
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
100
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
101
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
102
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
103
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
104
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
105
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
106
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
PLTP
Muaralaboh
Kewajiban penjaminan
digunakan untuk mendukung
pengembangan proyek PLTP
berkapasitas 80 MW di wilayah
kerja panasbumi (WKP) Muara
Laboh, Sumatera Barat. Ini
merupakan komitmen
pemerintah dalam
menghasilkan energi
terbarukan.
Bab
8
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekedar Defisit dan Utang
KEWAJIBAN
PENJAMINAN
Bagian ini berisikan uraian secara teknis mengenai
perencanaan dan penganggaran pembiayaan penjaminan
Pemerintah: mengapa perlu penjaminan pemerintah,
bagaimana skemanya, apa saja program penjaminan
pemerintah, bagaimana mekanisme penerbitannya,
bagaimana perencanaan itu dilaksanakan dan bagaimana
alokasi penganggarannya, kebijakannya, serta potensi risiko
yang dihadapi.
107
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Bab
8 KEWAJIBAN
PINJAMAN
Penjaminan pemerintah menimbulkan risiko fiskal.
Untuk memitigasi risiko fiscal, selain dengan
melakukan kebijakan alokasi penjaminan
pemerintah, juga dengan kriteria untuk
mendapatkan penjaminan pemerintah. Apa
kriteria-kriteria tersebut?
109
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pemerintah sebagai pihak Dalam skema penjaminan kredit tersebut, Pemerintah sebagai pihak
penjamin, memberikan jaminan penjamin, memberikan jaminan kepada BUMN/BUMD yang mengajukan
kepada BUMN/BUMD pinjaman kepada kreditur untuk melaksanakan suatu proyek. Untuk
mengerjakan proyek tersebut, BUMN/BUMD terkadang membutuhkan
pendanaan tambahan di luar pendanaan internal yang dimiliki. Oleh karena
itu, BUMN/BUMD mengajukan pinjaman kepada kreditur seperti perbankan.
Dalam rentang waktu yang sama, BUMN/BUMD mengajukan permohonan
permintaan penjaminan atas pinjaman kepada kreditur untuk pembangunan
proyek tersebut. Dengan disetujuinya permohonan penjaminan tersebut,
keluarlah surat jaminan kepada kreditur dari Pemerintah atas pinjaman
kepada BUMN/BUMD untuk pengerjaan proyek dimaksud dan perjanjian
regres antara Pemerintah dan BUMN/BUMD, yang mengatur bahwa
Pemerintah akan memiliki hak tagih kepada BUMN/BUMD atas pembayaran
klaim jaminan dari kreditur yang dilakukan oleh Pemerintah selaku penjamin.
Dalam hal terjadi klaim dari kreditur atas wanprestasi BUMN/BUMD (tidak
sanggup membayar cicilan pokok utang dan bunga utang, biasa disebut
default), Pemerintah sebagai pihak penjamin mempunyai kewajiban untuk
membayarkan porsi utang yang jatuh tempo tersebut kepada kreditur
berdasarkan surat jaminan. Realisasi pembayaran klaim penjaminan yang
dikeluarkan Pemerintah untuk membayarkan porsi utang jatuh tempo
tersebut menjadi piutangnya Pemerintah kepada BUMN/BUMD dan
pengembalian kepada Pemerintah dilakukan oleh BUMN/BUMD berdasarkan
perjanjian regres yang telah dibuat.
Sementara itu, skema penjaminan investasi utamanya terjadi dalam
penyediaan infrastruktur dengan pola KPBU, dimana Pemerintah Pusat (K/L),
Pemerintah Daerah (Pemda), BUMN, ataupun BUMD selaku Penanggung
110
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
111
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
112
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
113
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
114
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
115
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Periode
Penerbitan 1994-2003 2008-2010 2008 – sekarang 2010 – sekarang
Jaminan
Proyek Proyek 1. Fast Track Program tahap 1 (FTP 1)
Proyek Kerjasama
Proyek yang Independent Independent 2. Program Percepatan Penyediaan Air
Pemerintah Swasta
dijamin Power Power Producer Minum (PDAM)
(KPS) / PPP Project
Producer (IPP) (IPP) 3. Fast Track Program tahap 2 (FTP 2)
tidak langsung ,
Exposure melalui PT
terhadap Langsung Langsung Langsung Penjaminan
APBN Infrastruktur
Indonesia (PT PII)
116
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
117
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
118
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
119
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
1 Dana cadangan pemerintah atau disebut pooling fund ini ditempatkan di Bank Indonesia dan
merupakan akumulasi dari alokasi anggaran kewajiban penjaminan yang belum default dari
keseluruhan kewajiban penjaminan pemerintah
120
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
121
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Daftar
Pustaka
Republik Indonesia, Surat Utang Negara (SUN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002.
__________, Surat Berharga Bersyariah Negara. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008.
__________, Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, Peraturan
Pemerintah Nomor 56 tahun 2011.
__________, Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, Peraturan
Pemerintah Nomor 56 tahun 2011.
__________, Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah,
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2008.
__________, Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Sebagai
Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun
2010.
___________, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur,
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015.
___________, Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, Peraturan Presiden Nomor 78
Tahun 2010.
__________, Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum
Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017
__________, Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 94/PMK.02/2017 Tahun 2017.
__________, Perubahan Atas PMK Revisi Nomor 10/PMK.02/2017 Tentang Tata Cara Revisi Anggaran
2017, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2017.
___________, Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.08/2016.
__________, Tata Cara Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/Kegiatan Melalui
Penerbitan Surat Berharga Syariah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.08/2016.
__________, Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata
Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 180/PMK.08/2012.
122
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Daftar
Pustaka
__________, Tata Cara Tata
Republik Indonesia, Penarikan
Cara Pinjaman
Pengadaandan/atau
PinjamanHibah
Luar Luar Negeri,
Negeri dan Peraturan
PenerimaanMenteri
Hibah,
Keuangan
Peraturan Nomor 151/PMK.05/2011.
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011.
__________, Pembiayaan
__________, Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi
Proyek Melalui atas
Penerbitan Pinjaman
Surat dan Syariah
Berharga Hibah kepada
Negara,Pemerintah,
Peraturan
Peraturan
Pemerintah Menteri
NomorKeuangan
56 tahun Nomor
2011. 224/PMK.08/2011.
__________,
__________, Tata
TataCara
CaraPerencanaan
Pengadaan dan
danPengajuan
PenerusanUsulan Serta Dalam
Pinjaman Penilaian Kegiatan
Negeri olehyang Dibiayai
Pemerintah,
Dari Pinjaman
Peraturan Dan/Hibah
Pemerintah Luar Negeri,
Nomor 54 tahunPeraturan
2008. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2006.
__________, Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Sebagai
___________, Nota Keuangan
Pengganti Peraturan Dan Anggaran
Pemerintah Nomor 21Pendapatan
Tahun 2004,Dan Belanja Pemerintah
Peraturan Negara (beberapa
Nomortahun).
90 tahun
2010.
Direktorat Penyusunan APBN, 2015. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga,
___________, Kerjasama Jakarta:
Pemerintah Direktorat
dengan BadanPenyusunan APBN
Usaha dalam – Direktorat
Penyediaan Jenderal
Infrastruktur,
Anggaran.
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015.
Direktorat
___________, Penyusunan APBN, 2015.
Penjaminan Infrastruktur Analisis
dalam Sustainabilitas
Proyek Fiskal: Studi
Kerjasama Pemerintah Kasus
dengan Kewajiban
Badan Usaha
Penjaminan
yang DilakukanPemerintah dalam
Melalui Badan Proyek
Usaha Pembangunan
Penjaminan Infrastruktur,
Infrastruktur, Jakarta: Direktorat
Peraturan Presiden Nomor 78
Penyusunan
Tahun 2010. APBN -Direktorat Jenderal anggaran.
Direktorat
__________, Penyusunan APBN,
Perubahan Atas 2014. Dasar-Dasar
Peraturan PraktekNomor
Menteri Keuangan Penyusunan APBN di Indonesia
231/PMK.02/2015 edisi
Tentang II,
Tata
Jakarta: Direktorat Penyusunan
Cara Perencanaan, Penelaahan, APBN - Direktorat
dan Penetapan Jenderal
Alokasi anggaran.
Anggaran Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara, Dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara
Direktorat Penyusunan APBN, 2014. Pokok-Pokok Siklus APBN Di Indonesia, Umum Negara,
Penyusunan Konsep
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2017.
Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Sebagai Langkah Awal, Jakarta: Direktorat Penysunan APBN -
Direktorat
__________, Jenderal
PetunjukAnggaran.
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga
George, S. The debtdan Pengesahan
boomerang: DaftarWorld
how Third Isiandebt
Pelaksanaan Anggaran,
harms us all. Peraturan
Transnational Menteri
Institute, 1992.
Keuangan Nomor 94/PMK.02/2017.
Gie, Kwik Kian. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dan Pemukiman, Materi Kuliah
__________, Perubahan
Disampaikan Atas PMK
pada Studium RevisiInstitut
General Nomor Teknologi
10/PMK.02/2017
BandungTentang Tata Cara 2002.
20 September Revisi Anggaran
2017, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2017.
Permana, Chandra Darma; Asmara, Alla, 2010. Analisis Peranan Dan Dampak Investasi
___________, Perubahan
Infrastruktur atas PeraturanIndonesia:
Terhadap Perekonomian Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010
Analisis Input-Output, Jurnal Manajemententang
&
Petunjuk Pelaksanaan
Agribisnis Penjaminan
Vol 7, No 1 (2010): Infrastruktur
Vol. 7 No. 1 Maret 2010 dalam Proyek
page. Kerjasama Pemerintah dengan
48-58.
Badan Usaha, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.08/2016.
Tanzi, V., & Blejer, M. I. 1988. Public Debt And Fiscal Policy In Developing Countries. In The
__________, of
Economics Tata Cara
Public Pemantauan,
Debt Evaluasi,
(pp. 230-263). dan Macmillan
Palgrave Pelaporan Pembiayaan
UK, 1988 Proyek/Kegiatan Melalui
Penerbitan Surat Berharga Syariah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.08/2016.
Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi
__________, Jakarta
Kedelapan, Perubahan atas Peraturan
: Penerbit Erlangga.Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata
Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah, Peraturan Menteri
Williamson,
Keuangan NomorJ. Implications of the East Asian Crisis for Debt Management, 1999
180/PMK.08/2012.
123
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
124
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
BGUFGUYFYUYDYTUDYT-
DTYFTFYUFYFG
125
Pembiayaan Anggaran:
Bukan Sekadar Defisit & Utang
Pembiayaan
Anggaran
Bukan Sekadar Defisit dan Utang
Kementerian Keuangan
126