Penanggung Jawab
Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc & Pungkas Bahjuri Ali, STP, M.S., Ph.D
Penulis
Dewi Amila Solikha, SKM, M.Sc
Sidayu Ariteja, SE, MPP
Prastuti Soewondo, SE, MPH, Ph.D
Editor
Pungkas Bahjuri Ali, STP, M.S., Ph.D.;
Pengolah Data
Yunita, MKM, Mohammad Dzulfikar Arifi, SKM, Bahagiati Maghfiroh, S.Si.
Kontributor Utama
Prof. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH; Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc.,
Ph.D; dr. Siswanto, MPH, DTM; Kunta WD Wibawa SE, MA, Ph.D; Erwin
Dimas, MSi; Drs Bayu Teja Muliawan, M.Pharm, MM; dr. Kalsum Komaryani,
MPPM; Renova GM Siahaan, SE, M.Sc; Inti Wikanestri, SKM, MPA;
Ardhiantie, SKM, MPH; dan Muhammad Zaki Firdaus, S. Farm, Apt.
ii
KATA PENGANTAR
iii
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 20. Tren Belanja Dana Dekonsentrasi pada Eselon Utama Kemenkes,
2016 – 2018 (di luar iuran PBI dan Poltekkes) ................................. 68
Gambar 21. Tren Anggaran Dekonsentrasi menurut Nama Kegiatan di Ditjen
Kesmas, 2016 – 2019 ...................................................................... 69
Gambar 22. Potensi Duplikasi Pendanaan pada Program Pelayanan Ibu Hamil
dan Bersalin..................................................................................... 71
Gambar 23. Penyelenggaraan Program Imunisasi ............................................... 72
Gambar 24. Tren Alokasi Kementerian Kesehatan Secara Nominal, 2010-2020 . 75
Gambar 25. Tren Alokasi Kementerian Kesehatan Secara Proporsi (diluar
Jamkes), 2010-2020 ........................................................................ 75
Gambar 26. Anggaran Kesehatan menurut Fungsi Layanan, 2019 ..................... 78
Gambar 27. Belanja Kesehatan Sektor Publik menurut Fungsi Layanan,
2020-2017 ....................................................................................... 78
Gambar 28. Belanja Kesehatan menurut Skema Pembiayaan dan Fungsi
Layanan, 2015-2017 ........................................................................ 79
Gambar 29. Contoh Nomenklatur dan Satuan Output Saat Ini Berikut
Rekomendasi Perbaikan yang Diusulkan ......................................... 80
viii
DAFTAR SINGKATAN
ix
ISCO : International Standard Classification of Occupations
KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
KIS : Kartu Indonesia Sehat
KKBPK : Kependudukan Keluarga Berencana dan Pengendalian
Penduduk
KP : Kantor Pusat
Labkesda : Laboratorium Kesehatan Daerah
LRA : Laporan Realisasi Anggaran
NAPZA : Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
NHA : National Health Accounts
NSPK : Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
OECD : Organisation for Economic Co-operation and Development
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
Otsus : Otonomi Khusus
P2P : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
P4GN : Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, Peredaran
Gelap Narkoba
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PBI : Penerima Bantuan Iuran
PDB : Produk Domestik Bruto
Pemda : Pemerintah daerah
PER : Public Expenditure Review
Perkonsil : Peraturan Konsil Kesehatan Indonesia
Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
Permenkeu : Peraturan Menteri Keuangan
Perpres : Peraturan Presiden
PFM : Public Financial Management
PHLN : Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
PHE : Public Health Expenditure
PMK : Peraturan Menteri Keuangan
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak
POLRI : Polisi Republik Indonesia
Poltekkes : Politeknik Kesehatan
PP : Peraturan Pemerintah
PPKBD : Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa
PTM : Penyakit Tidak Menular
QALY : Quality-Adjusted Life Years
x
Rajal : Rawat Jalan
Ranap : Rawat Inap
Rehab : Rehabilitasi
Renja : Rencana Kerja
Renja-K/L : Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga
Renstra : Rencana Strategis
RKA : Rencana Kerja dan Anggaran
RKA-K/L : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RM : Rupiah Murni
RMP : Rupiah Murni Pendamping
RPP : Rancangan Peraturan Pemerintah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RS : Rumah Sakit
RUU : Rancangan Undang Undang
Satker : Satuan Kerja
SDM : Sumber Daya Manusia
SEA : Stochastic Frontier Analysis
Setjen : Sekretariat Jenderal
SHA : System of Health Account
SIP : Surat Izin Praktik
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SPM : Standar Pelayanan Minimal
STR : Surat Tanda Registrasi
TB : Tuberkulosis
THE : Total Health Expenditure
TKDD : Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
TP : Tugas Pembantuan
Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi
UHC : Universal Health Coverage
UKMPPD : Uji Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter
WB : World Bank
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
xii
Simpulan serta rekomendasi yang dihasilkan dari studi ini, antara lain:
xiii
BAB 1.
PENDAHULUAN
xiv
BAB 1. PENDAHULUAN
1
yang sama. Ketepatan besaran peruntukkan anggaran kesehatan untuk
mendanai intervensi utama yang mendukung capaian prioritas nasional juga
menjadi isu kritis, sejalan dengan peningkatan anggaran kesehatan dari
tahun ke tahun.
1.2. TUJUAN
1.3. METODOLOGI
2
keuangan tahun 2016-2020, serta beberapa sumber pendukung lain untuk
mengetahui formulasi anggaran kesehatan yang ada saat ini dan aspek
efisiensi anggaran kesehatan. Selain itu, analisis juga diperkaya dengan
wawancara mendalam, focus group discussion baik di tingkat pusat maupun
daerah, dan diskusi secara intensif. Wawancara mendalam dilakukan dengan
informan dari Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Direktorat Penyusunan
APBN Kemenkeu, Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes, Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Direktorat Alokasi
Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, dan Direktorat
Perencanaan Anggaran Daerah Kemendagri dan World Bank. Dalam proses
sintesis dan finalisasi temuan studi postur dan efisiensi anggaran kesehatan,
maka dilakukan diskusi secara intensif dengan Direktorat Kesehatan dan Gizi
Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas.
3
jenis kewenangan dan jenis belanja dikarenakan keterbatasan data yang
tersedia.
3. Untuk postur APBD belum dapat dianalisis seperti postur APBN karena
variasi data pelaporan yang cukup lebar. Data yang dianalisis pada level
daerah dalam postur APBD hanya pada data belanja tahun 2017 dan data
sampel dari tiga kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dikarenakan keterbatasan data yang tersedia.
4. Analisis efisiensi melalui metode evaluasi ekonomi secara komprehensif
belum dapat dilakukan. Keterbatasan data anggaran juga menyebabkan
analisis dilakukan hanya pada anggaran Kemenkes dan DAK kesehatan
secara selected (tidak seluruh bagian dilakukan analisis).
4
BAB 2.
TREN FISCAL SPACE DAN NHA
2016-2018
5
BAB 2. TREN FISCAL SPACE DAN NHA 2016–2018
Gambar 1. Tingkat Pertumbuhan PDB dan Belanja Kesehatan Indonesia, 2010 - 2018
0% - -1,6%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
-5%
Pertumbuhan PDB Indonesia (ADH Konstan)
Pertumbuhan Belanja Kesehatan Indonesia (ADH Konstan)
Sumber: GDP deflator dipublikasikan oleh World Bank, PDB Indonesia 2010-2018 dipublikasikan oleh
BPS, Data National Health Accounts (NHA) Indonesia, 2010-2018
6
Accounts (NHA). Secara konstan, total belanja kesehatan Indonesia
meningkat dari Rp 204,7 triliun (2010) menjadi Rp 320,0 triliun (2017). Belanja
kesehatan perkapita per tahun Indonesia juga mengalami peningkatan dari
Rp 858 ribu (2010) menjadi Rp 1,2 juta (2018) menurut harga konstan.
Meskipun demikian, kontribusi belanja kesehatan terhadap total konsumsi
barang dan jasa di Indonesia cenderung stagnan karena proporsi total
belanja kesehatan terhadap nilai PDB hanya sekitar 3 persen selama tahun
2010-2018. Pada periode yang sama, hasil NHA dapat menunjukkan adanya
penguatan komitmen pemerintah dalam pembiayaan kesehatan mengingat
proporsi belanja kesehatan pemerintah terhadap PDB terus mengalami
peningkatan (Gambar 2).
4,0
3,1 3,2 3,3 3,1
3,0 3,0 2,9 3,0 3,1
3,0
0,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sumber: GDP deflator dipublikasikan oleh World Bank, PDB Indonesia 2010-2018 dipublikasikan oleh
BPS, Data National Health Accounts (NHA) Indonesia, 2010-2018
7
China, dan Korea Selatan cenderung meningkat setiap tahun serta memiliki
proporsi belanja kesehatan terhadap PDB yang juga lebih tinggi dari
Indonesia.
Gambar 3. Proporsi Total Belanja Kesehatan terhadap PDB Negara Terpilih, 2010-2017
8,0
7,0
6,0
5,0
4,0
2,0
1,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
India Indonesia Myanmar
Thailand Timor-Leste Cambodia
China Lao People's Democratic Republic Malaysia
Philipines Republic of Korea Brunei Darussalam
Sumber: PDB Indonesia 2010-2017 dipublikasikan oleh BPS; Data National Health Accounts (NHA)
Indonesia, 2010-2017; Proporsi total belanja kesehatan terhadap PDB negara terpilih 2010-2017
dipublikasikan oleh WHO
8
BAB 3.
TREN DAN POSTUR
ANGGARAN KESEHATAN
2016-2020
BAB 3. TREN DAN POSTUR ANGGARAN KESEHATAN 2016–2020
160 6%
5,2%
140 5% 5% 5% 5%
5%
Transfer
2,4
ke Daerah
120 1,2
32,5 dan Dana
1,2 4%
1,2 1,2 32,5 Desa
100
20 22,8 28,4
Rp triliun
80 20,1 31 3%
12,8 10,9
19,7
60 Pemerintah
2% Pusat
40
70,1 70,6 68,2 66,2
61,2 1%
20
0 0%
2016 2017 2018 2019 2020
K/L Non-K/L DAK Otsus Rasio Anggaran Kesehatan terhadap APBN
10
tahunnya, sedangkan anggaran K/L cenderung menurun (Gambar 4).
Penggunaan anggaran BA BUN ini antara lain adalah untuk membayar iuran
program JKN bagi pegawai pemerintah dan cadangan untuk anggaran yang
tidak terduga, misalnya untuk kemungkinan defisit program JKN dan alokasi
penanganan bencana.
K/L yang terhitung dalam anggaran kesehatan saat ini hanya K/L utama saja,
mencakup: Kemenkes, BKKBN, BPOM, dan K/L lainnya (Kemhan dan
TNI/POLRI). Dalam anggaran K/L tersebut, masih menghitung komponen
gaji. Berdasarkan Gambar 5, terlihat komposisi pengalokasian anggaran
pada K/L cukup berfluktuasi. Kemenkes sebagai bagian dari anggaran K/L
11
merupakan komponen terbesar pada anggaran kesehatan dalam postur
APBN. Anggaran kesehatan pada Kemenkes dan K/L lainnya (Kemhan dan
TNI/POLRI) cenderung menurun, sedangkan anggaran pada BKKBN
meningkat tajam pada tahun 2018 dibanding tahun 2017, namun kemudian
menurun.
80
70 K/L
2,3 3,8
3,6 3,7 Lainnya
1,5 5,5 3,3
3,8 3,6
60 3,3 2,2 2,0
2,2 1,9
1,5
BKKBN
50
Rp triliun
40
BPOM
30 62,7
59,1 58,7 57,4
54,2
20
Kemenkes
10
0
2016 2017 2018 2019 2020
12
BAB 4.
ANALISIS POSTUR
ANGGARAN KESEHATAN
PUSAT
BAB 4. ANALISIS POSTUR ANGGARAN KESEHATAN PUSAT
14
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan
Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. Dalam aturan ini
dinyatakan bahwa output dari anggaran kesehatan adalah seluruh output
dalam kegiatan yang termasuk dalam fungsi kesehatan. Tidak ditemui aturan
tertulis mengenai penghitungan gaji dalam anggaran kesehatan di dalam
peraturan tersebut.
15
Social Care Act 2012; Ministry of Health Vietnam 2016; Ministry of Health and
Welfare India 2017; UK Department of Health and Social Care 2018). Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa gaji merupakan komponen yang tidak
terpisahkan dari implementasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat (UK
Department of Health and Social Care, 2018). Dalam Focus Group
Discussion (FGD) antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian
Keuangan dan mempertimbangkan berbagai hal diatas, gaji masih terhitung
dalam anggaran kesehatan.
Kode Deskripsi
Fungsi Pelayanan Kesehatan (Health Care Function)
HC.1 Pelayanan kuratif
HC.1.1 Rawat inap
HC.1.2 Pelayanan kuratif satu hari (one day care)
HC.1.3. Rawat jalan
HC.1.4 Pelayanan kuratif berbasis rumah
HC.2 Pelayanan rehabilitatif
HC.2.1 Pelayanan rehabilitatif dengan rawat inap
HC.2.2 Pelayanan rehabilitatif satu hari (one day care)
HC.2.3 Pelayanan rehabilitatif dengan rawat jalan
HC.2.4 Pelayanan rehabilitatif berbasis rumah
HC.3 Pelayanan jangka panjang
HC.3.1 Pelayanan rawat inap jangka panjang
HC.3.2 Pelayanan jangka panjang one day care
HC.3.3 Pelayanan rawat jalan jangka panjang
HC.3.4 Pelayanan rawat jalan jangka panjang berbasis rumah
HC.4 Pelayanan penunjang
HC.4.1 Pelayanan laboratorium
HC.4.2 Pelayanan radiologi dan imaging
HC.4.3 Transportasi pasien
HC.5 Barang medis
16
Tabel 2. Fungsi Kesehatan berdasarkan Systems of Health Accounts (Lanjutan)
Kode Deskripsi
HC.5.1 Sediaan farmasi dan barang medis habis pakai
HC.5.2 Alat terapi dan barang medis lain
HC.6 Pelayanan preventif
HC.6.1 Informasi, edukasi, dan konseling
HC.6.2 Program Imunisasi
HC.6.3 Deteksi dini penyakit
HC.6.4 Pengawasan kondisi kesehatan masyarakat
HC.6.5 Surveilans epidemiologi, risiko, dan pengendalian penyakit
HC.6.6 Mitigasi bencana dan kondisi kegawatdaruratan
HC.7 Tata kelola, sistem kesehatan, pembiayaan, dan administrasi
kesehatan
HC.7.1 Tata kelola dan administrasi sistem kesehatan
HC.7.2 Administrasi pembiayaan kesehatan
HC.9 Pelayanan kesehatan lain yang tidak terklasifikasi
Memorandum items
Reporting items
HC.RI.1 Total belanja sediaan farmasi
HC.RI.2 Obat tradisional
HC.RI.3 Pencegahan dan program kesehatan masyarakat
Health care related
HCR.1 Pelayanan jangka panjang (social care)
HCR.2 Promosi kesehatan dengan pendekatan multisektor
Fungsi Modal (Capital Formation in Health System)
HK.1 Modal kotor
HK.1.1. Modal tetap (termasuk infrastruktur; mesin dan peralatan; produk
kekayaan intelektual)
HK.1.2. Perubahan persediaan (changes in inventories)
HK.1.3. Acquisitions less disposals of valuables
HK.2 Aset non-finansial
HK.2.1 Tanah
HK.2.2 Aset lain
Memorandum items
HKR.1 Pinjaman
HKR.2 Akumulasi simpanan
HKR.3 Public-private partnership
HKR.4 Riset dan pengembangan bidang kesehatan
HKR.5 Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
Sumber: WHO, 2011
17
dan Vietnam tidak menghitung riset dan pengembangan, serta pendidikan
dan pelatihan bagi tenaga kesehatan ke dalam anggaran kesehatan mereka.
Vietnam juga tidak mencantumkan pelayanan rehabilitatif dan pelayanan
jangka panjang ke dalam lingkup anggaran kesehatannya (Ministry of Health
Vietnam, 2016; Ministry of Health and Welfare India, 2017). Hal berbeda
diterapkan di Inggris, negara tersebut menerapkan seluruh fungsi SHA di atas
ke dalam perhitungan anggaran kesehatannya (UK Health and Social Care
Act, 2012; UK Department of Health and Social Care, 2018).
18
Tabel 3. Perbandingan Lingkup Fungsi Anggaran Kesehatan
UK
UU Health
No. RPP India Vietnam &
Fungsi Kode SHA Perpres
36 Pembiayaan NHA NHA Social
Anggaran SHA 2011 72/2012
Tahun Kesehatan 2016 2013 Care
2009 Act
2012
Pelayanan kuratif HC.1 √ √ √ √ √ √
√
Pelayanan
HC.2 √ √ √ √ √ -
rehabilitatif
Pelayanan jangka
HC.3 √ - - - √ - √
panjang
Pelayanan
HC.4 √ - √ √ √ √ √
penunjang
Barang medis HC.5 √ √ √ √ √ √ √
Pelayanan
HC.6 √ √ √ √ √ √ √
preventif-promotif
Tata kelola,
sistem
kesehatan,
HC.7 √ √ √ √ √ √ √
pembiayaan, dan
administrasi
kesehatan
HK
Infrastruktur √ √ √ √ √ √ √
1.1.1
Riset dan
HKR.4 √ √ √ √ - - √
pengembangan
Pendidikan dan
pelatihan untuk HKR.5 √ √ √ - - - √
tenaga kesehatan
Sumber: Undang-undang No. 36 Tahun 2009; WHO, 2011; Perpres No. 72 Tahun 2012; UK Health and
Social Care Act 2012; Ministry of Health Vietnam, 2016; Ministry of Health and Welfare India,
2017
19
pendidikan di Politeknik Kementerian Kesehatan, RS Pendidikan, klinik dan
rumah sakit di K/L, serta anggaran terkait kependudukan. Studi literatur
terhadap regulasi dalam negeri, pedoman internasional, serta praktik di
negara lain dilakukan untuk menganalisis jenis kegiatan yang termasuk
dalam anggaran kesehatan.
20
mencakup impor (barang dan jasa kesehatan yang diberikan oleh
penyedia layanan kesehatan dari luar negeri), namun tidak termasuk
ekspor (barang dan jasa kesehatan yang diberikan oleh penyedia layanan
kesehatan dalam negeri kepada non-residen).
d. Adanya transaksi yang terjadi dalam kegiatan konsumsi barang dan jasa
pelayanan kesehatan. Transaksi adalah pertukaran antara barang dan
jasa pelayanan kesehatan yang diterima oleh konsumen dengan
pembayaran konsumen atau dengan kata lain aliran barang dan jasa
pelayanan kesehatan diikuti dengan aliran finansial, baik dibayarkan
langsung oleh pasien maupun secara tidak langsung yang dibayarkan oleh
pihak ketiga dalam suatu sistem kesehatan (misalnya dibayarkan oleh
pemerintah maupun oleh asuransi kesehatan). Transaksi yang dicatat
adalah transaksi yang terkait dengan penyediaan dan konsumsi barang
dan jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan.
21
fungsi anggaran 07 (kesehatan), sehingga terjadi double counting atau
penghitungan dua kali. Menurut PP No. 52 Tahun 2017 Pasal 7, program
internsip dokter dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Dari aturan tersebut, wewenang
koordinasi program di bawah Menteri Kesehatan, bukan Menteri Pendidikan.
22
Pendidikan di Politeknik Kementerian Kesehatan
Politeknik Kesehatan adalah perguruan tinggi di lingkungan Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) Kementerian Kesehatan, dan melaksanakan program
pendidikan vokasi dan profesi. Sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dari
Badan PPSDM, selama ini anggarannya termasuk dalam anggaran
kesehatan, dan sumber pendapatan lain dari masyarakat (Permenkes No. 38
Tahun 2018).
23
▪ Jika dihitung sebagai anggaran kesehatan, maka lulusan Poltekkes
didayagunakan di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah.
▪ Jika dihitung sebagai anggaran pendidikan, maka diusulkan Kemkes secara
bertahap menurunkan anggaran Poltekkes untuk selanjutnya dialihkan ke
Kemendikbud.
24
anggaran kesehatan tidak hanya dirasakan oleh tenaga kesehatan, tapi juga
non-tenaga kesehatan.
25
perhitungan anggaran kesehatan yakni RS yang memberikan pelayanan
kesehatan untuk masyarakat umum, mencakup: 1) RS TNI, 2) RS POLRI, 3)
RS Olahraga Nasional, 4) RS BP Batam, dan 5) RS Pengayoman.
Anggaran kependudukan
Isu ini muncul karena tugas pokok dan fungsi dari Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana cukup luas, tidak hanya menjalankan fungsi kesehatan
terkait penyediaan alat kontrasepsi dan implementasi program keluarga
berencana. Berdasarkan Undang-undang No. 52 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat
2, kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur,
pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi
kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama,
serta lingkungan penduduk setempat. Sehingga, ada cakupan program
BKKBN yang diperdebatkan apakah dihitung dalam anggaran kesehatan
atau tidak. Berdasarkan Renstra BKKBN tahun 2015-2019 tercantum
program-program terkait pengendalian penduduk dan kesejahteraan
keluarga yang mencakup aktivitas di luar lingkup fungsi kesehatan (BKKBN,
2015).
26
Anggaran Perlindungan Sosial
27
Tabel 4. Rangkuman Definisi dan Lingkup Anggaran Kesehatan
2 Program ▪ Koordinasi di bawah Menteri ▪ Selama ini dihitung sebagai output fungsi ▪ Internsip terhitung dalam fungsi kesehatan.
dokter Kesehatan. pendidikan dan kesehatan. ▪ Jika dihitung sebagai anggaran kesehatan,
internsip ▪ Pedoman internasional dari WHO. maka diusulkan tenaga kesehatan yang
mengikuti internsip dapat ditempatkan di
fasilitas pelayanan kesehatan milik
pemerintah.
3 Pendidikan di ▪ Berada di bawah supervisi BPPSDM ▪ Selama ini sudah dihitung sebagai fungsi ▪ Pendidikan di Politeknik Kementerian
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan. 10 (pendidikan). Kesehatan terhitung dalam fungsi kesehatan.
Kementerian ▪ Tidak termasuk pendidikan kedinasan ▪ Jika dihitung sebagai anggaran kesehatan,
Kesehatan ▪ Tidak direkomendasikan oleh WHO. maka lulusan Poltekkes dapat didayagunakan
di fasilitas pelayanan kesehatan milik
pemerintah.
4 RS pendidikan ▪ Berada di bawah koordinasi Menteri ▪ Mendidik mahasiswa yang belum menjadi ▪ RS Pendidikan dihitung dalam fungsi
Kesehatan. tenaga kesehatan. pendidikan.
▪ Pedoman internasional dari WHO. ▪ Mendidik tenaga kesehatan yang bekerja
▪ Praktik serupa dari negara lain. di luar lingkungan Kementerian
Kesehatan.
5 Rumah sakit di ▪ RS militer dihitung dalam fungsi ▪ Merupakan BLU K/L terkait. ▪ RS milik K/L di luar Kemenkes jika ditujukan
K/L terkait (di kesehatan (07.03). ▪ Kesulitan dalam proses penelusuran untuk memberikan pelayanan kesehatan
luar ▪ Pedoman internasional dari WHO. realisasi anggaran karena mekanisme terhadap masyarakat umum, maka dapat
Kementerian ▪ Praktik serupa di negara lain. tagging-nya tidak pada level output. dikategorikan sebagai fungsi kesehatan.
Kesehatan ▪ Memberikan pelayanan kepada ▪ Perlu ada kejelasan penamaan fungsi dan
masyarakat secara umum. batasan antara fungsi 07 (kesehatan) dan
28
Faktor Penguat Terhitung Faktor Penghambat
No. Aspek Rekomendasi Kebijakan
Dalam Anggaran Kesehatan Terhitung Dalam Anggaran Kesehatan
fungsi lain (misal jika terkait RS militer adalah
fungsi 02).
▪ RS yang diusulkan masuk dalam perhitungan
anggaran kesehatan yakni RS yang
memberikan pelayanan kesehatan untuk
masyarakat umum, mencakup: 1) RS TNI, 2)
RS POLRI, 3) RS Olahraga Nasional, 4) RS
BP Batam, dan 5) RS Pengayoman.
6 Anggaran Kepala BKKBN bertanggung jawab Fungsi BKKBN terkait pengendalian ▪ Anggaran kependudukan pada BKKBN tidak
terkait pada Presiden melalui Menteri penduduk dan kesejahteraan keluarga di perlu dihitung pada anggaran kesehatan.
kependudukan Kesehatan. luar lingkup fungsi 07 (kesehatan).
7. Anggaran Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional Dalam penandaan (tagging) tematik, PBI ▪ Anggaran JKN terhitung dalam anggaran
Perlindungan (JKN) dalam pengalokasian premi PBI JKN terhitung sebagai anggaran kesehatan kesehatan dan perlindungan sosial.
Sosial disalurkan melalui Kementerian sekaligus sebagai anggaran perlindungan
Kesehatan. sosial.
Sumber: Putusan MK No. 026/PUU-IV/2006, UU No. 36 Tahun 2009, Direktorat KGM Bappenas 2019
29
4.2. K/L yang Terhitung dalam Anggaran Kesehatan
30
Tabel 5. Rangkuman Analisis dari Kegiatan K/L terkait Kesehatan
Analisis terhadap
Saat ini (Eksisting) Analisis terhadap 19 K/L (Opsi 1) Rekomendasi
8 K/L (Opsi 2)
1. Kemenkes Secara umum, terdapat 19 K/L memiliki output terkait kesehatan 1. Kemenkes (seluruh Studi ini
(seluruh dan 3 K/L diantaranya telah di tag anggaran pendidikan anggaran) merekomendasikan
anggaran) (Kemenristekdikti, Kemendikbud, Kemnag). 2. BPOM (seluruh bahwa perhitungan
2. BPOM (seluruh Rincian K/L yang terhitung dalam anggaran kesehatan, anggaran) anggaran kesehatan
anggaran) mencakup: 3. BKKBN (anggaran perlu dipertajam
3. BKKBN (seluruh 1. Kemenkes (seluruh anggaran) kesehatan pada dengan menggunakan
anggaran) 2. BPOM (seluruh anggaran) BKKBN, kecuali opsi 2.
4. Kemhan 3. BKKBN (anggaran kesehatan pada BKKBN, kecuali anggaran anggaran
(pengelolaan RS kependudukan) kependudukan)
TNI) 4. Kemhan (pengelolaan RS TNI) 4. Kemhan (pengelolaan
5. TNI/POLRI 5. TNI/POLRI (pengelolaan RS POLRI) RS TNI)
(pengelolaan RS 6. Kemkumham (pengelolaan RS Pengayoman, perawatan 5. TNI/POLRI
POLRI) kesehatan dan rehabilitasi, pelaksanaan rehabilitasi medis, (pengelolaan RS
perawatan kesehatan warga binaan) POLRI)
7. Kemsos (terapi fisik dan perawatan kesehatan, honor pekerja 6. Kemenpora
sosial/tenaga kesejahteraan sosial/konselor adiksi bidang (pengelolaan RS
NAPZA) olahraga nasional)
8. BNN (rehabilitasi narkoba instansi pemerintah, penggiat anti 7. BP BATAM
narkoba, advokasi pembangunan berwawasan anti narkoba, (pengelolaan RS BP
diseminasi informasi P4GN) Batam)
9. KemdesPDTT (penguatan kader pemberdayaan masyarakat 8. Kemkumham
dalam pelayanan sosial dasar pencegahan stunting) (pengelolaan RS
10. KPPPA (fasilitasi pemenuhan hak anak atas kesehatan, Pengayoman)
sosialisasi ASI eksklusif, gizi seimbang, pembatasan GGL,
rokok, dan kesehatan reproduksi)
11. Kemnaker (peningkatan kualitas dan pengelolaan K3,
peningkatan penerapan norma keselamatan dan kesehatan
kerja)
12. Kemen PUPR (pelatihan ahli muda K3)
31
Analisis terhadap
Saat ini (Eksisting) Analisis terhadap 19 K/L (Opsi 1) Rekomendasi
8 K/L (Opsi 2)
13. Kemhub (pembangunan gedung balai kesehatan
penerbangan, pengadaan fasilitas pengujian kesehatan
pelaut, pengujian kesehatan personil penerbangan)
14. Kemenpora (pengelolaan RS Olahraga Nasional, peningkatan
kesehatan reproduksi pemuda)
15. BATAN (pelaksanaan inspeksi radiasi bidang kesehatan,
penerbitan KTUN bidang kesehatan)
16. BP BATAM (pengelolaan dan penyelenggaraan RS BP
BATAM)
17. Kemenristekdikti (operasional RS Pendidikan)
18. Kemendikbud (pemberian bantuan makanan sehat,
pelaksanan PROGAS, pembinaan UKS)
19. Kemnag (operasional dan pemeliharaan rumah sakit,
peningkatan mutu layanan kesehatan dan sanitasi di
pesantren).
32
4.3. Hasil Perhitungan Kedua Opsi
33
Opsi 1 (saat ini) Opsi 2 (rekomendasi)
a. Perkiraan 1,3 1,3
Anggaran
Kesehatan
Total (persen) 122,0 (5,0 persen) 126,4 (5,2 persen)
Sumber: FGD&Koordinasi Review Postur Anggaran dan Efisiensi Anggaran Kesehatan Bappenas, 2019
34
perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan; ketepatan waktu; dan kecepatan;
kemudahan dan keterjangkauan.”
Lebih lanjut dalam Pasal 5 Ayat 1 dinyatakan bahwa ruang lingkup pelayanan
publik mencakup pelayanan barang publik, jasa publik, serta pelayanan
administratif. Sejauh ini belum ada regulasi di Indonesia yang secara jelas
mendefinisikan peruntukkan pelayanan publik di bidang kesehatan. Dalam
Pasal 46 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 membagi upaya kesehatan ke
dalam upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 47 menyatakan bahwa upaya kesehatan yang dimaksud sebelumnya
dilaksanakan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Jenis-jenis upaya kesehatan lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal 48, serta
Pasal 126-166 sebagai berikut:
35
Mengacu pada regulasi-regulasi di atas, dapat dikategorikan bahwa
pelayanan publik di bidang kesehatan mencakup:
a. Pelayanan kuratif: Layanan yang bertujuan untuk mengobati dan
mengurangi tingkat kesakitan, mencakup ranap dan rajal, termasuk biaya
visit dokter, perawatan, konsultasi, barang medis (obat dan BMHP),
pemeriksaan laboratorium, infrastruktur, diklat, dan litbang pendukung
pelayanan kuratif.
b. Pelayanan rehabilitatif: Layanan terintegrasi yang bertujuan untuk
menjaga kualitas hidup pasien dengan kondisi disabilitas, termasuk
diantaranya terapi.
c. Pelayanan promotif dan preventif: Termasuk KIE, imunisasi, deteksi dini,
pemantauan kondisi sehat, surveilans epidemiologi, serta termasuk
infrastruktur, diklat, dan litbang pendukung pelayanan promotif preventif.
d. Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan: iuran PBI, ASN, pegawai
pemerintah.
36
Gambar 7. Gambaran Peruntukan Anggaran Kesehatan, 2019
Transfer ke Daerah
TOTAL
Non-
Pelayanan* K/L DAK Peruntukkan
K/L DAK Otsus
Non- DID
Fisik Papua
Fisik
Nominal Persentase
Pelayanan 54,6 20,1 17,6 1,9 1,9 96,1 76,6% Pelayanan Pelayanan
Kuratif Publik 79,8%
95,4%
Pelayanan 0,2 0,2 0,1%
Rehabilitatif Infrastruktur
20,2%
Pelayanan 9,7 2,1 10,3 1,2 23,4 18,7%
Promotif
Preventif
37
dinyatakan bahwa proses perencanaan anggaran dilaksanakan dengan
menerapkan pendekatan berbasis program (money follow programs) melalui
penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Pada proses
ini Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas secara bersama-
sama mengawal setiap tahapan perencanaan anggaran. Tahap pertama dari
proses penganggaran adalah penyusunan tema, sasaran, arah kebijakan,
dan prioritas pembangunan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas. Hasil dari
proses penyusunan ini disampaikan kepada Presiden di bulan Januari untuk
disetujui, kemudian diumumkan kepada seluruh kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, dan pihak terkait. Tema, sasaran, arah kebijakan, dan
prioritas pembangunan ini digunakan sebagai dasar penyusunan program
dan kegiatan di berbagai instansi.
38
ketersediaan anggaran yang disetujui Presiden kepada Menteri PPN/Kepala
Bappenas paling lambat pada minggu pertama bulan Maret.
39
Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas melakukan pemutakhiran
ketersediaan anggaran berdasarkan hasil sidang kabinet. Hasil dari
pemutakhiran ini, bersama-sama dengan kerangka ekonomi makro, pokok-
pokok kebijakan fiskal, rancangan akhir RKP, dan rancangan pagu anggaran
disampaikan pada Presiden di bulan Juni. Rancangan akhir RKP kemudian
diatur dengan Peraturan Presiden pada bulan yang sama, sedangkan
rancangan pagu anggaran diumumkan kepada kementerian/lembaga terkait
melalui Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala
Bappenas terkait pagu anggaran. RKP yang sudah diatur dalam Perpres di
atas kemudian dijadikan pedoman dalam menyusun RUU tentang APBN dan
Nota Keuangan, serta menjadi rujukan pemutakhiran rancangan Renja-K/L
menjadi Renja-K/L.
40
DIPA. Gambaran dari proses perencanaan anggaran ini tercantum dalam
Gambar 8 berikut:
Trilateral Trilateral
Meeting Meeting
Peluang bagi
K/L mengubah
anggaran (3)
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan perwakilan dari Biro
Perencanaan dan Anggaran Kemenkes, Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Kemenkes, Direktorat APP Kementerian PPN/Bappenas, BKF
Kemenkeu, dan DJA Kemenkeu, teridentifikasi beberapa tantangan yang
ditemui selama proses alokasi anggaran. Pada tahap awal proses
penganggaran, Kementerian PPN/Bappenas belum bisa mendeteksi
anggaran untuk BA BUN, sehingga proses perencanaan menjadi kurang
komprehensif. Tantangan lain dihadapi oleh kementerian teknis saat proses
trilateral meeting berjalan. Pada tahap ini Kemenkeu tidak lagi diwakili oleh
BKF, dan digantikan oleh DJA. Pada tahapan ini, kemungkinan adanya
penyesuaian pagu anggaran sangatlah tinggi sehingga pada beberapa
kesempatan terdapat penurunan pagu yang telah diterima sebelumnya
karena adanya perubahan asumsi makro.
41
Secara ideal, kementerian/lembaga terkait seharusnya mendapat
kesempatan untuk mengadvokasikan perubahan anggaran sesuai kebutuhan
instansinya. Dalam praktiknya, kementerian teknis sering mengalami
kesulitan dalam proses negosiasi dan memberikan justifikasi ekonomi
mengenai urgensi perubahan anggaran yang mereka butuhkan, sehingga
inovasi program dan kegiatan terbatas pada ketersediaan alokasi
pembiayaan secara memadai.
Di sisi lain, terdapat kesenjangan antara historical budget dan money follows
program. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 merekomendasikan
perencanaan anggaran berbasis pada kebutuhan program, namun seringkali
saat pengalokasian anggaran program merujuk pada anggaran sebelumnya
(historical budget) dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan program
secara ideal (money follows program). Ke depan, perlu disusun suatu
mekanisme koordinasi dalam postur anggaran kesehatan terutama sebelum
pagu indikatif ditetapkan. Pembahasan di awal tahun (Januari-Februari)
difokuskan pada: 1) review capaian output terhadap target nasional (review
performance), 2) review baseline, dan 3) pembahasan peruntukan anggaran
kesehatan.
42
Gambar 9. Skema Mekanisme Koordinasi
43
BAB 5.
ANALISIS POSTUR ANGGARAN
KESEHATAN DAERAH
44
BAB 5. ANALISIS POSTUR ANGGARAN KESEHATAN DAERAH
Gambar 10. Rata-rata Belanja APBD Kesehatan Kab/Kota menurut Provinsi, 2017
600
488
500
Rp Miliar
386
343
30%
326
400
308
291
24%
249
228
28%
219
300
210
206
204
33%
195
189
177
177
168
164
46%
37%
156
155
145
142
139
138
137
137
135
134
36%
122
27%
200
113
113
109
103
100
39%
33%
31%
34%
70%
34%
26%
37%
33%
76%
30%
40%
28%
41%
72%
42%
32%
70% 30%
69% 31%
63% 37%
62% 38%
67%
56% 44%
59% 41%
60% 40%
69% 31%
68% 32%
100
63%
64% 36%
70% 30%
64% 36%
54%
73%
64%
69%
67%
66%
61%
74%
66%
67%
63%
70%
72%
60%
68%
59%
58%
45
Jika belanja tidak langsung (gaji dan tunjangan) dikeluarkan dari perhitungan,
maka rata-rata proporsi belanja APBD untuk kesehatan terhadap total APBD
secara nasional adalah 9,2% dengan proporsi tertinggi di kabupaten/kota di
Provinsi Gorontalo sebesar 12,6% dan terendah di kabupaten/kota di Provinsi
Jambi sebesar 6,5% (Gambar 11). Mayoritas kabupaten/kota di daerah Jawa
mempunyai rata-rata proporsi belanja APBD untuk kesehatan diatas 10%.
Gambar 11. Rata-rata Belanja APBD Kesehatan dan Proporsinya terhadap APBD
Kab/Kota, 2017
11,2%
10,8% 10,9% 12%
350 10,7%
9,7% 9,9% 10,0%
9,2% 9,5% 9,2% 10%
300 8,6% 9,0% 8,8%
8,8%
8,3%
7,9% 7,9% 7,9% 7,9% 8,3%7,7%
7,4% 7,8%
250 7,5% 7,5% 7,2%
7,2% 7,5%
6,8% 7,5% 8%
6,5%
200
6%
342
293
150
247
4%
219
182
100
166
166
159
141
141
136
133
131
129
119
118
117
104
2%
98
97
96
93
92
90
50
86
84
80
78
78
77
74
70
70
66
- 0%
46
Gambar 12. Rata-rata Belanja langsung APBD Kesehatan menurut OPD, 2017
100%
7%
12%
13%
14%
15%
16%
16%
16%
16%
16%
17%
17%
21%
21%
24%
24%
24%
24%
90%
25%
26%
27%
27%
28%
28%
29%
29%
31%
31%
32%
33%
35%
35%
39%
80%
48%
70%
60%
83%
50%
79%
76%
76%
80%
85%
87%
82%
62%
78%
80%
82%
74%
84%
67%
76%
65%
63%
71%
72%
62%
75%
75%
70%
40%
66%
69%
62%
66%
59%
67%
64%
63%
61%
49%
30%
20%
10% 7%
9% 4% 3% 9% 8% 5% 8%10% 13%8% 5%
0% 1% 4% 2% 3% 3% 1% 4% 5% 6% 3% 3% 1% 0% 1% 2% 4% 8% 5% 1% 1% 4% 3%
47
Tabel 7. OPD dalam Perhitungan Anggaran Kesehatan di Kota Yogyakarta, Kabupaten
Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo, Tahun 2019
Dinas PMD
Kab/Kota Dinas Dinas
RSUD Dalduk dan
OPD Kesehatan PUPKP
KB
Kota Yogyakarta √ √ √
Kabupaten Bantul √ √
Kabupaten Kulon
√ √ √
Progo
Sumber: Paparan Perwakilan dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo
dalam FGD Postur APBD yang diolah Konsultan, 2019
Gaji
Definisi anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota
diatur dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dimana
dalam Pasal 171 ayat 1 dinyatakan:
48
pemangku kebijakan terkait, sebagaimana disampaikan oleh informan
berikut:
“Untuk perhitungan kami, yang dengan gaji di tahun 2018 itu 19.61%.
untuk 2019 itu termasuk gaji 16.79%, dan RAPBD 17.16%. Jika tanpa
gaji di 2018 itu 15.49%, di 2019 itu 12.62% di 2020 rencananya 13an %.”
(Bappeda, Kab. Bantul)
“... yang jelas 10% dari APBD di luar gaji, tetap sesuai regulasi yang ada.
Masalah lengkap atau tidak lengkap jangan ditanya kepada kami.
Tanyalah kepada K/L yang mengatur karena kami ngga mungkin
mengurusi masalah urusan kesehatan. Itu silakan tanya kepada
kemenkes, kalau mau revisi, kami siap mengakomodir hasil revisi.”
(Keuda Kemendagri)
49
melakukan pelayanan langsung dan tenaga yang tidak melakukan pelayanan
langsung. Sementara, Kemendagri berpendapat bahwa gaji tidak
dimasukkan dalam anggaran kesehatan karena berpedoman pada UU yang
ada. Berikut adalah gambaran perhitungan proporsi anggaran kesehatan
terhadap APBD di ketiga daerah sampel.
50
Untuk mengatasi ketidakseragaman tersebut, daerah memberikan beberapa
input seperti berikut:
Mekanisme alokasi di kami mulai 2020 tidak ada pagu indikatif, dan
sesuai dengan kebutuhan. Meski ranah kesehatan, jika kurang penting
maka akan dihapus. Ada pertimbangan efektifitas dan efisiensi
anggaran juga.” (Bappeda, Kota Yogyakarta)
51
b. Mekanisme penetapan alokasi pagu indikatif tidak
berdasarkan persentase, tetapi berdasarkan kebutuhan.
c. Mendorong inovasi agar anggaran dapat efektif dan efisien.
“Alokasi dinkes dari APBD (PAD) 31 M. DAK Fisik 43 M, DAK non fisik
23 M. DBHCHT dan pajak rokok masuk ke PAD” (BPKAD, Kab. Kulon
Progo)
52
Pendapatan puskesmas menurun karena cakupan kepesertaan BPJS-
nya menurun di 2020. DAK di tahun 2019 sekitar 46 M, tapi di 2020 itu
37 M. BOK tidak memberatkan, malah sangat dibutuhkan untuk
memenuhi indikator SPM, makanya problematik juga saat gap oleh
buat BMHP padahal puskesmas butuh beli reagen buat screening dst”
(Dinkes, Kab. Bantul)
53
adanya komponen anggaran yang sama untuk kesehatan yang dihitung, baik
dalam perspektif APBN maupun APBD (Gambar 13).
Gambar 13. Komponen Anggaran Kesehatan dalam Perspektif APBN dan APBD
>5% APBN
K/L Kesehatan
Belanja
PP
Non-K/L
≥10% APBD
DAK Kesehatan&KB
Belanja DAK Kesehatan&KB
Transfer
Otsus Papua
Otsus Papua
DAU&DBH-CT
PAD
54
kesehatan dalam UU Kesehatan untuk mencapai persamaan persepsi
antarjenjang pemerintahan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal tiap
daerah. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya kecenderungan efek
susbtitusi dana transfer terhadap APBD murni daerah dalam pembiayaan
program.
55
BAB 6.
ANALISIS POTENSI EFISIENSI
ANGGARAN KESEHATAN
56
BAB 6. ANALISIS POTENSI EFISIENSI ANGGARAN KESEHATAN
57
Presiden Joko Widodo memberi lima arahan penerapan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024 dalam sidang
kabinet paripurna tanggal 14 Oktober 2019, yang terdiri dari (Sekretariat
Negara, 2019):
a. RPJMN tidak menjadi dokumen formalitas semata, namun menjadi
panduan dan rencana dalam melangkah ke depan menuju Indonesia
Maju.
b. RPJMN harus memuat peta jalan dan bagaimana mencapai target-target
tersebut.
c. Seluruh jajaran pemerintah harus mengacu pada RPJMN sebagai
penuangan visi misi Presiden dan Wakil Presiden.
d. Rancangan perencanaan yang dibuat harus tersambung dengan
penganggaran dan tersampaikan dengan baik oleh kementerian.
Bappenas dan Kementerian Keuangan harus menjadi tangan Presiden
dalam memastikan RPJMN terwujud dalam rencana dan anggaran
kementerian/lembaga.
e. Ada sinergi antara lintas kementerian/lembaga dan pemerintah derah
sehingga ada kesamaan gerak langkah. Para Menteri perlu memperkuat
pengendalian atas eksekusi program-program prioritas di lapangan.
58
menganalisis efektifitas dan efisiensi anggaran kesehatan meliputi evaluasi
ekonomi (economic evaluation) dan analisis benchmarking (benchmarking
analysis) sebagai berikut (Peacock et al, 2001):
Evaluasi ekonomi
Evaluasi ekonomi merupakan metode analisis perbandingan dari biaya
versus konsekuensi atau outcome dari implementasi program kesehatan
yang dilakukan. Hasil dari evaluasi ekonomi dapat digunakan oleh penyedia
layanan kesehatan untuk menentukan tindakan medis atau pelayanan
kesehatan lain yang efektif serta meningkatkan technical efficiency. Lebih
lanjut, analisis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan untuk menentukan
prioritas program kesehatan dan meningkatkan allocative efficiency. Pada
umumnya, evaluasi ekonomi memiliki tiga prinsip utama sebagai berikut:
a. Menghitung biaya dan konsekuensi dari suatu program atau intervensi
kesehatan yang dilakukan.
b. Membandingkan beberapa program kesehatan secara spesifik.
c. Menggunakan indikator outcome dalam mengukur konsekuensi dari suatu
program atau intervensi kesehatan yang dilakukan.
59
Tabel 9. Metode Evaluasi Ekonomi dari Program atau Intervensi Kesehatan
Pertimbangan
Pengukuran
No Jenis Metode Pengukuran Kriteria Seleksi
Outcome
Outcome
1. Cost Outcome identik Evaluasi dari Minimalisasi biaya
minimisation dari beberapa outcome tidak program; ranking
analysis program atau begitu penting dari program-
intervensi program alternatif
kesehatan, yang ada
seperti dampak
yang sama dari
tindakan bedah
dan intervensi
obat
2. Cost- Hanya satu a. Numbers of lives a. Meminimalisasi
effectiveness dimensi dari saved biaya per unit
analysis outcome (efek b. Life years outcome atau
tunggal) gained memaksimalkan
c. Penurunan outcome per unit
insiden penyakit biaya
d. Jumlah pasien b. Ranking dari
yang melakukan program-
screening program
e. Hasil tes alternatif yang
diagnosis yang ada
positif
f. Operasi yang
sukses
g. Dan lain-lain
3. Cost-utility Beberapa Quality adjusted a. Meminimalisasi
analysis dimensi dari life years (QALYs) biaya per QALY
outcome (multi yang diperoleh,
efek); dampak atau
dari kesakitan memaksimalkan
terhadap kualitas QALY per unit
hidup turut cost
dihitung b. Ranking dari
program-
program
alternatif yang
ada
4. Cost-benefit Beberapa Dollar Manfaat yang lebih
analysis dimensi dari besar daripada
outcome (multi biaya
efek); dampak
dari kesakitan
terhadap kualitas
hidup turut
dihitung
Sumber: McKie et al., 1998 dalam Peacock et al, 2001
60
Analisis Benchmarking
Analisis benchmarking digunakan untuk menganalisis dan membandingkan
beberapa aktivitas pelayanan kesehatan yang dilakukan dan aspek
operasional yang diperlukan dalam menjalankan pelayanan kesehatan
tersebut, seperti contohnya pada rumah sakit. Berikut beberapa contoh
analisis benchmarking yang dapat diterapkan (Peacock et al, 2001):
a. Simple ratio analysis: jenis analisis ini membandingkan dua variabel,
meliputi kuantitas input dan output. Pemilihan variabel input dan output,
beserta indikator efisiensi yang digunakan, tergantung pada ketersediaan
data dan kedalaman analisis yang diinginkan.
b. Unit cost analysis: analisis unit cost dapat dilihat sebagai salah satu
indikator efisiensi dengan menggunakan harga dari input sebagai bobot
dalam membandingkan beberapa rasio dari input-input berbeda terhadap
suatu output tertentu. Pengukuran unit cost biasanya terkait dengan
recurrent costs, capital costs, atau total costs. Beberapa output perlu
diagregasi dalam menghitung unit cost dari keseluruhan proses produksi
yang dilaksanakan.
c. Stochastic frontier analysis (SEA): analisis ini menggunakan metode
ekonometri untuk mengestimasi persamaan batas produksi stokastik.
Jenis analisis ini dapat mengakomodasi berbagai jenis spesifikasi proses
produksi, termasuk faktor lingkungan. Uji statistik terhadap hipotesis
tentang batas produksi suatu pelayanan kesehatan juga dapat dilakukan
dengan menggunakan SEA. Namun, SEA memiliki keterbatasan dimana
analisis ini membutuhkan sampel yang besar untuk mendukung analisis
ekonometri yang diperlukan.
d. Data envelopment analysis (DEA): analisis ini menggunakan metode
pemrograman matematis dalam menganalisis efisiensi dari suatu unit
yang memakai beberapa input untuk mendapatkan output yang
diinginkan. DEA tercatat sebagai metode yang paling tepat dalam
61
mengukur efisiensi pelayanan kesehatan, meskipun memiliki beberapa
keterbatasan dalam modelling yang digunakan.
Pembahasan terkait allocative dan technical efficiency tidak terlepas dari isu
Public Financial Management (PFM). Dari segi public finance, tujuan dari
PFM adalah menjaga sustainability dari posisi fiskal di suatu negara,
menjamin secara strategis dalam mengalokasikan sumber dana secara
efektif dan efisien, serta menjaga transparansi dan akuntabilitas anggaran
(Cashin et al, 2017). Dari perspektif PFM, kesehatan dianggap sebagai salah
satu sektor pengeluaran untuk barang dan jasa publik, namun memiliki
kekurangan dalam pemahaman peran PFM serta efektivitas dan akuntabilitas
keuangan (Rajan D, Barroy H, Stenberg K, 2016).
62
kurang tepat, sehingga pada pelaksanaan anggaran sangat jauh dari
anggaran yang telah direncanakan (Rajan D, Barroy H, Stenberg K, 2016).
Sebagian besar kelompok low-income countries, seringkali mengalami
permasalahan terkait belanja kesehatan yang secara aktual jauh lebih rendah
dari yang sudah dialokasikan sebelumnya (Rajan D, Barroy H, Stenberg K,
2016). Hal tersebut mencerminkan kesulitan yang dialami institusi dalam
melakukan perencanaan yang berpotensi pada terjadinya inefektivitas dan
inefisiensi anggaran.
Gambar 14. Tren Belanja Kemenkes, 2016 – 2018 (di luar iuran PBI dan Poltekkes)
33,3
80,6%
30,9
29,2 80,0%
30,0 27,0
29,7
60,0%
20,0
40,0%
10,0
20,0%
0,0 0,0%
2016 2017 2018
63
hasil wawancara mendalam dengan Biro Perencanaan dan Anggaran
Kemenkes dijelaskan bahwa penyerapan tahun lalu menjadi salah satu
perhitungan baseline pada perencanaan pagu indikatif.
Proporsi
belanja
yang TIDAK
terserap
17,4%
Proporsi
belanja
yang
terserap
82,6 %
64
Gambar 16. Proporsi Belanja Pada Eselon Utama Kemenkes per November 2019*
100,0 0,4
14,2 8,7
19,7
80,0 24,9 27,0 26,0
60,0 44,9
40,0
74,4
20,0
85,8 99,6 91,3 55,1 75,1 25,6 73,0 73,6 80,3
-
Dukman JKN Itjen Kesmas Yankes Farmalkes P2P Balitbangkes PPSDMK
*Keterangan= dihitung dari pagu awal Kemkeu (sebelum terdapat pemotongan anggaran)
Gambar 17. Alokasi, Realisasi dan Penyerapan pada Output Penyediaan Obat dan
Vaksin di Ditjen Farmalkes, 2013-2018
6,0 100%
82,9% 84,2% 82,1%
5,0 80%
4,0
60%
3,0
4,8 40%
2,0 3,9
2,9 3,1 3,1
1,0 2,5 20%
1,4 1,4 1,5 1,3 1,6 1,6
0,0 0%
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Alokasi Realisasi Penyerapan
65
dengan usulan dari program. Akan tetapi, pada saat proses pengadaan,
seringkali terdapat perubahan usulan dari program jauh lebih rendah
dibanding usulan awal. Hal ini berpotensi inefisiensi pada anggaran obat
program yang mengakibatkan penyerapan pada Ditjen Farmalkes mengalami
penurunan. Dengan demikian, diperlukan peningkatan kapasitas SDM dalam
proses perhitungan kebutuhan obat program sesuai dengan kondisi di daerah
(berbasis data sasaran).
Gambar 18. Tren Belanja Kemenkes menurut Jenis Kewenangan, 2016 – 2018
(di luar iuran PBI dan Poltekkes)
19,4 76,7%
20,0 18,2 18,3 80,0%
16,7 16,3 16,5
58,7% 15,3
13,9
15,0 11,7 11,6 11,8 60,0%
9,8
10,0 40,0%
5,0 2,1 1,1 1,0
20,0%
1,2 1,10,9
0,0 0,0%
2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018
DK KD KP
66
Berdasarkan jenis belanja pada tiap jenis kewenangan, belanja barang
cenderung fluktuatif di Kantor Pusat (KP) (Gambar 19). Pada tahun 2016,
belanja barang memiliki penyerapan yang rendah di seluruh jenis
kewenangan, terutama pada Dekonsentrasi (DK). Dalam Instruksi Presiden
Nomor 8 tahun 2016 disebutkan bahwa penghematan dilakukan utamanya
terhadap belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, langganan
daya dan jasa, honorarium tim/kegiatan, biaya rapat, iklan, operasional
perkantoran lainnya, pemeliharaan gedung, peralatan kantor serta
pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan, sisa dana lelang
dan/atau swakelola, anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan atau
yang tidak akan dilaksanakan hingga akhir tahun, serta kegiatan yang tidak
mendesak atau dapat dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran berikutnya.
Gambar 19. Tren Belanja Kemenkes menurut Jenis Kewenangan dan Jenis Belanja,
2016 – 2018 (di luar iuran PBI dan Poltekkes)
- 0%
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
BELANJA BARANG BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA
PEGAWAI PEGAWAI
DK KD KP
67
Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan). Sebagian besar pendanaan di Ditjen Kesmas dan P2P fokus
pada upaya promotif preventif yang meliputi deteksi dini, surveilans, KIE,
imunisasi, pemantauan kondisi kesehatan. Akan tetapi, dukungan dari pusat
kepada provinsi belum terserap secara optimal. Pendanaan yang
terfragmentasi masih menjadi tantangan bagi daerah dalam melaksanakan
program.
Gambar 20. Tren Belanja Dana Dekonsentrasi pada Eselon Utama Kemenkes,
2016 – 2018 (di luar iuran PBI dan Poltekkes)
59,2% 70%
800,000
55,2%
55,8% 60%
47,6%
600,000 50%
40%
400,000
30%
20%
200,000
10%
- 00%
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
2016
2017
2018
BPPSDM Ditjen Farmalkes Ditjen Kesmas Ditjen Yankes Ditjen P2P Setjen
Selain itu, tantangan dan kendala lainnya yang dialami oleh provinsi dalam
pemanfaatan dana dekonsentrasi adalah menu dekon yang seragam untuk
seluruh provinsi. Tren anggaran dana dekon untuk kegiatan promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat cenderung fluktuatif (Gambar
21). Pada tahun 2018, penyerapan anggaran kegiatan tersebut rendah. Akan
tetapi, secara nominal alokasi mengalami peningkatan dari tahun 2016
sampai 2018. Kemudian pada tahun 2019, alokasi kegiatan untuk promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat mengalami penurunan kembali
sebesar 53 persen dibanding tahun sebelumnya.
68
Gambar 21. Tren Anggaran Dekonsentrasi menurut Nama Kegiatan di Ditjen Kesmas,
2016 – 2019
150,0 40%
30%
100,0
20%
50,0 10%
- 00%
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
Dukman Program Pembinaan Gizi Pembinaan Pembinaan Upaya Penyehatan Promkes dan
Pembinaan Kesmas Masyarakat Kesehatan Keluarga Kesehatan Kerja dan Lingkungan Pemberdayaan
Olahraga Masyarakat
69
6.2. Potensi Pendanaan Ganda
Peningkatan kualitas belanja untuk mendukung perbaikan output dan
outcome di bidang kesehatan perlu diupayakan seiring dengan meningkatnya
anggaran kesehatan pada sektor publik. Pada era desentralisasi ini, potensi
pendanaan ganda antara anggaran kesehatan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam
rangka mewujudkan belanja kesehatan yang berkualitas, efektif, dan efisien.
Sebagai contoh, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun
2019 tentang Standar Pelayanan Minimum, ditemukan terdapat beberapa
mekanisme pendanaan program pelayanan ibu hamil dan bersalin, dimulai
dari tahap pendaftaran peserta hingga rujukan untuk persalinan. Pada setiap
tahapan kegiatan, terdapat potensi duplikasi pendanaan, seperti pendanaan
untuk alat kesehatan pada pemeriksaan ANC dan pelayanan persalinan di
FKTP yang dapat didanai dengan rupiah murni (RM) APBN (KP) maupun
APBD.
70
Gambar 22. Potensi Duplikasi Pendanaan pada Program Pelayanan Ibu Hamil
dan Bersalin
Sumber: Permenkes No. 4 tahun 2019, Permenkes No. 52 tahun 2016, Juknis DAK Fisik dan DAK non
Fisik, Studi PER
Selain program pelayanan ibu hamil dan pelayanan ibu bersalin, potensi
pendanaan ganda juga dapat terjadi pada program imunisasi, misalnya
71
dalam hal penyediaan Auto Disable Syringe (ADS), safety box, dan peralatan
cold chain yang dapat didanai melalui APBN maupun APBD sesuai dengan
penjelasan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 12 tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Terkecuali kegiatan penyediaan tempat
penyimpanan vaksin dengan kendali suhu tertentu, yang secara sepenuhnya
merupakan tanggung jawab daerah (APBD) (Gambar 23). Dengan sistem
desentralisasi, tentunya daerah-daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan
(DTPK) atau daerah lain yang belum memiliki infrastruktur instalasi listrik
yang mendukung akan mengalami keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan
tempat penyimpanan vaksin sesuai dengan standar tersebut.
Selain kedua program tersebut, potensi pendanaan ganda juga dapat terjadi
pada program gizi, misalnya dalam hal penyediaan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT). Direktorat Gizi Masyarakat di bawah Direktorat Jenderal
Kesmas Kemenkes mempunyai alokasi anggaran bersumber rupiah murni
(RM) dalam APBN Kemenkes (dengan jenis kewenangan KP) untuk
penyediaan PMT yang akan disalurkan ke daerah. Di samping bersumber RM
APBN (KP), daerah juga mempunyai keleluasaan untuk penyediaan PMT
72
bersumber dari APBD, baik APBD bersumber DAK fisik (DAK fisik penugasan
untuk percepatan penurunan stunting sesuai dengan Permenkes No. 2 tahun
2019 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik
bidang Kesehatan tahun 2019), DAK non-fisik (DAK non-fisik untuk BOK di
puskesmas sesuai dengan Permenkes No. 3 tahun 2019 tentang Petunjuk
Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Non-fisik bidang Kesehatan
tahun 2019), maupun bersumber dari APBD murni (berdasarkan hasil studi
PER tahun 2016).
73
Tranfer ke Daerah dan Dana Desa (35,2 T). Komponen anggaran kesehatan
pada pemerintah pusat terdiri dari anggaran Kemenkes (46,7 persen), BPOM
(3,1 persen), BKKBN (2,6 persen), Kemhan (9,2 persen), POLRI (5,2 persen),
K/L lain (1,6 persen), dan BA-BUN (31,7 persen). Sementara untuk
kompenan anggaran pada TKDD terdiri dari DAK Fisik (56,4 persen), DAK
Non-Fisik (34,7 persen), Otsus Papua (3,4 persen), dan Dana Insentif Daerah
(5,5 persen).
74
Gambar 24. Tren Alokasi Kementerian Kesehatan Secara Nominal, 2010-2020
100
90
80
70
66
62
59 58,7 57,4
60 54 11,7
50 13,5
0,8 12,7 12,5
50 10,8 13,4
39 8,7 1,2 0,9 0,3
0,7 0,2
40 33 0,8 28,3
31 19,9 22 19,2
7,3 17,0
30 25 6,5 0,9 20,9 22,9
5,4 1,2
4,5 1,7
20 1,8 22,1
17,4 18,5
14,2 24,8 25,4 25,5 26,7 26,7
10 19,9 19,9
4,8 6,5 7,2 8,3
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Jamkes RM & RMP PHLN BLU & PNBP Total
Gambar 25. Tren Alokasi Kementerian Kesehatan Secara Proporsi (diluar Jamkes),
2010-2020
100%
22,0% 22,0% 24,8% 24,1%
28,6% 31,4% 28,7%
80% 37,6% 37,1% 39,1%
43,7%
8,8% 6,9% 4,6% 3,0%
2,6% 2,0%
2,0%
60% 3,6% 2,5% 0,9%
0,8%
40%
69,3% 71,0% 70,6% 72,9% 68,8% 66,6% 69,4%
58,9% 60,4% 60,0% 55,5%
20%
0%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
75
Komposisi sumber dana pada anggaran Kementerian Kesehatan terdiri dari
dana Jaminan Kesehatan (Jamkes), Rupiah Murni (RM) dan Rupiah Murni
Pendamping (RMP), Penerimaan Hibah Luar Negeri (PHLN), Badan Layanan
Umum (BLU) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tren anggaran
Kementerian Kesehatan secara nominal cenderung mengalami penurunan
sejak tahun 2017 (Gambar 25). Jika diidentifikasi berdasarkan komposisi
sumber dana, premi PBI JKN yang diperhitungkan pada anggaran
Kementerian Kesehatan dengan jumlah nominal yang cukup besar
cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada alokasi
anggaran bersumber BLU dan PNBP. Sementara nilai nominal untuk sumber
dana lainnya seperti RM dan RMP maupun PHLN cenderung menurun.
Analisis secara proporsi (tanpa memperhitungkan dana Jamkes) menunjukan
bahwa komposisi sumber dana pada anggaran Kementerian Kesehatan
didominasi oleh RM dan RMP. Akan tetapi, tren menunjukkan bahwa proporsi
sumber dana tersebut terus menurun sejak tahun 2016 seiring dengan
meningkatnya dana bersumber BLU dan PNBP (Gambar 25).
76
preventif mengingat dana BLU dan PNBP maupun dana Jamkes yang
semakin tinggi cenderung diarahkan untuk upaya kuratif. Tingginya dana BLU
dan PNBP Kementerian Kesehatan juga kurang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan investasi pada belanja promotif preventif karena merupakan
dana milik satker (Rumah Sakit) sehingga kurang fleksibel dan tidak dapat
diberlakukan mekanisme shifting.
77
Gambar 26. Gambar 27.
Anggaran Kesehatan menurut Belanja Kesehatan Sektor Publik
Fungsi Layanan, 2019 menurut Fungsi Layanan, 2020-2017
Tata Kelola
Administrasi &
Sistem Kesehatan
4,6%
Rehabilitatif
0,1%
Promotif
Preventif
18,6%
Kuratif
76,6%
Tingginya belanja untuk fungsi layanan kuratif juga dihadapi oleh berbagai
negara. Secara rata-rata, hampir dua per tiga dari total belanja kesehatan
(diluar belanja investasi) pada sebagian besar negara OECD (Organisation
for Economic Co-operation and Development) digunakan untuk fungsi
layanan rawat inap dan rawat jalan (OECD, 2015). Kondisi demikian dapat
terjadi karena penyelenggaraan layanan tersebut cenderung membutuhkan
sumber daya dengan biaya yang tinggi.
78
mencapai 76,6 persen (termasuk fungsi investasi). Gambaran anggaran
kesehatan menurut fungsi layanan ini dapat menjadi bahan pertimbangan
apakah alokasi anggaran kesehatan saat ini sudah tepat atau masih
membutuhkan perbaikan.
100%
90%
80%
70% 16,0% 14,4%
60% 30,6% 19,1%
26,3%
50% 34,1% 94,1% 93,7% 95,2%
40% 28,8% 28,1%
29,3%
53,9% 60,9% 60,9%
30%
20% 40,8% 39,8%
10% 24,0% 28,1% 30,9% 23,1%
0%
2015 2016 2017 2015 2016 2017 2015 2016 2017 2015 2016 2017
Skema Kementerian Kesehatan Skema K/L Skema Pemerintah Daerah Skema JKN
Kuratif Rehabilitatif
Promotif Preventif Tatakelola Administrasi & Sistem Kesehatan
HK. Investasi
79
Pemerintah Daerah agar dapat berinvestasi lebih besar pada upaya promotif
preventif.
Gambar 27. Contoh Nomenklatur dan Satuan Output Saat Ini Berikut
Rekomendasi Perbaikan yang Diusulkan
Layanan Kewaspadaan Dini dan Respon KLB Layanan Respon Peringatan Dini KLB %Kab/Kota
Layanan Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS Layanan Pengobatan ODHA baru yang ditemukan %ODHA
Paket Penyediaan Vaksin Imunisasi Rutin Paket Penyediaan Vaksin IDL %Kab/Kota
Paket Penyediaan Obat dan Perbekalan KIA Paket Penyediaan Obat dan Perbekalan KIA Kab/Kota
Paket Penyediaan Obat dan Perbekalan HIV/AIDS Paket Penyediaan Obat dan Perbekalan HIV/AIDS %Kab/Kota
Akan tetapi, nomenklatur dan satuan output yang tercantum pada dokumen
anggaran maupun dokumen realisasi yang tersedia belum menggambarkan
kinerja. Dengan kondisi demikian, review performance untuk mengukur
80
“value for money” dari anggaran kesehatan yang sudah diinvestasikan
pemerintah dengan capaian indikator program tentunya sulit dilakukan.
1. Fragmentasi input
Pengalokasian DAK Fisik Afirmasi hanya diperuntukkan untuk
pembangunan sarana dan prasarana, contohnya pembangunan
Puskesmas. Dalam rangka menyediakan pelayanan kesehatan yang
optimal, pembangunan Puskesmas tersebut juga perlu didukung dengan
adanya pendanaan untuk penempatan tenaga kesehatan. Hal ini
bertujuan agar peningkatan jumlah Puskesmas juga diimbangi dengan
jumlah tenaga kesehatan yang mencukupi, khususnya di Daerah
Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Menyikapi kondisi
tersebut, dibutuhkan pengalokasikan anggaran yang komprehensif,
mencakup penyediaan sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, dan
operasional pemeliharaan dengan mengintegrasikan berbagai sumber
dana (DAK fisik, DAK non-fisik, APBN, dan APBD).
81
antara peran pusat dan daerah yang mempersulit penyusunan anggaran
secara komprehensif, padahal ukuran capaian indikator nasional menjadi
tanggung jawab K/L terkait. Tingkat pusat mempunyai kewenangan
terbatas pada penyusunan NSPK, binwas, dan pengadaan obat/vaksin
tertentu. Sebagai pelaksana teknis, pemerintah daerah diharapkan dapat
mengusulkan perencanaan kegiatan program yang komprehensif. Akan
tetapi, ada keterbatasan kapasitas SDM dan transparansi berbagai
potensi sumber pendanaan yang ada.
82
Selain review performance, dalam menilai efisiensi anggaran juga perlu
memperhatikan baseline yang digunakan sebagai basis dalam proses
penganggaran. Seperti yang dijelaskan dalam subbab 4.5 bahwa saat ini
pemerintah masih menggunakan sistem penganggaran berbasis historis
(historical budgeting), belum mengacu pada kebutuhan untuk mencapai
sasaran dan target indikator yang ditetapkan. Ke depan, diperlukan perbaikan
review baseline dalam penganggaran dengan berbasis kebutuhan
berdasarkan indikator yang ditargetkan dan tentunya dengan
mempertimbangkan berbagai potensial sumber pendanaan serta pembagian
kewenangan pemerintahan di era desentralisasi.
83
BAB 7.
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
84
BAB 7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
85
Secara rinci, berikut kesimpulan dan rekomendasi anggaran kesehatan
86
e. Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih double tagging
antara anggaran kesehatan dan anggaran perlindungan sosial.
87
REFERENSI
88
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/Monev-
Program-Dekon-2018/Evaluasi-Pelaksanaan-Program-Dekon-
Kesmas-TW-3.pdf (diunduh pada 01 Desember 2019)
Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang
Kementerian / Lembaga dalam Pelaksanaan APBN Tahun 2017
Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2106 tentang langkah-langkah
penghematan belanja K/L dalam rangka pelaksanaan APBNP Tahun
Anggaran 2016
Kementerian Kesehatan. 2019. Kolaborasi Pusat dan Dasrah dalam
Penguatan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Kesehatan
Semesta. Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2019,
Jakarta 11 Februari 2019.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-
terkini/rakerkesnas-2019/4-Kesimpulan-dan-Tindak-Lanjut-
Sesjen.pdf (diunduh 01 Desember 2019)
Kementerian Kesehatan. Laporan Akhir National Health Accounts (NHA)
Indonesia Tahun 2017. Jakarta; 2019
Kementerian Sekretariat Negara. 2019. “Prsedien Jokowi Beri Arahan soal
Penyusunan Pagu Indikatif RAPBN 2020”. Dipublikasi pada tanggal
15 Juli 2019. Diakses pada tanggal 01 Desember 2019.
https://setneg.go.id/baca/index/presiden_jokowi_beri_arahan_soal_p
enyusunan_pagu_indikatif_rapbn_2020
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/
Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang
Renstra Kemenkes RI 2015-2019
McKie, K., Richardson, J., Singer, P., and Kuhse, H. 1998. The allocation of
health care resources. England: Dartmouth Publishing.
Ministry of Health and Family Welfare, Government of India. 2017. National
Health Accounts Estimates for India (2014-15). New Delhi, Ministry of
Health and Family Welfare, Government of India
Ministry of Health Government of Vietnam. 2016. Vietnam 2013 General
Health Accounts and Disease Expenditures with Sub-analysis of 2013
HIV/AIDS Expenditure. Hanoi, Ministry of Health Government of
Vietnam
89
Murray, SF., Hunter, BM., Bisht, R., Ensor, T., Bick, D. 2014. Effects of
demand-side financing on utilization, experiences, and outcomes of
maternity care in low- and middle-income countries: a systematic
review. BMC Pregnancy and Childbirth 2014, 14:30
NICE UK. 2019. Guidance and advice list. Diakses dari
https://www.nice.org.uk/guidance/published?type=ph pada 11
November 2019
Odendaal, WA., Ward, K., Uneke, J., Uro-Chukwu, H., Chitama, D.,
Balakrishna, Y., Kredo, T. 2018. Contracting out to improve the use of
clinical health services and health outcomes in low- and middle-
income countries. Cochrane Database Syst Rev, 2018 Apr
3;4:CD008133 DOI: 10.1002/14651858.CD008133.pub2
OECD, Eurostat, WH 2011. A System of Health Accounts, OECD Publishing.
doi: 10.1787/9789264116016-en
OECD. Health at a Glance 2015: OECD Indicators, OECD Publishing. Paris;
2015. http://dx.doi.org/10.1787/health_glance-2015-en.
Office of National Statistics. 2016. Introduction to Health Accounts (diakses
dari
https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandso
cialcare/healthcaresystem/methodologies/introductiontohealthaccoun
ts#what-categories-do-the-health-accounts-use-to-analyse-
healthcare-expenditure pada 29 Oktober 2019)
Peacock, S., Chan, C., Mangolini, M., and Johansen, D. 2001. Techniques
for measuring efficiency in health services. Productivity Commission
Staff Working Paper.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan
Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Perubahan Atas
PermendagriNo 13Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Peraturan Menteri Desa No. 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2020
Peraturan Menteri Kesehatan No. 38 Tahun 2018 tentang OTK Politeknik
Kesehatan di Lingkungan Badan PPSDM
90
Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Internship Dokter dan Dokter Gigi
Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2019 tentang Petunjuk
Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2019
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk
Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Non-fisik Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2019
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Peraturan Menteri Keuangan No. 102 Tahun 2018 tentang Klasifikasi
Anggaran
Peraturan Menteri Keuangan No. 141 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana
Insentif Daerah
Peraturan Menteri Keuangan No. 142 Tahun 2018 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKAKL
Peraturan Menteri Keuangan No. 228/PMK/0.5/2016 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian
Negara / Lembaga
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2015 tentang Klasifikasi
Anggaran
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran
dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
91
Peraturan Menteri PPN No. 5 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah
Peraturan Menteri Sosial No. 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga
Harapan
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan
Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional Tahunan
Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan
UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional
Peraturan Pemerintah No. 93 Tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Putusan MK No. 026/PUU-IV/2006 tentang Anggaran Pendidikan
Rajan D, Barroy H, Stenberg K. Chapter 8. Budgeting for health. In: Schmets
G, Rajan D, Kadandale S, editors. Strategizing national health in the
21st century: a handbook. Geneva: World Health Organization; 2016.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019
SKB 4 Menteri No. 140-8698/2017 tentang Penyelarasan dan Penguatan
Kebijakan Percepatan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting). 2018.
http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Stranas%20Pe
rcepatan%20Pencegahan%20Anak%20Kerdil.pdf (diunduh 01
Desember 2019)
The International Network of Agencies for Health Technology Assessment.
2019. NECA- National evidence-based healthcare collaborating
agencies. Diakses dari http://www.inahta.org/members/neca/ pada 11
November 2019
The Pharmaceutical Benefit Scheme Australia. 2019. Schedule of
pharmaceutical benefits – efficient funding of chemotherapy. Diakses
92
dari http://www.pbs.gov.au/publication/schedule/2019/11/2019-11-
01-efc-schedule.pdf pada 11 November 2019
UK Health Accounts 2016 (diakses dari
https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandso
cialcare/healthcaresystem/bulletins/ukhealthaccounts/2016 pada 29
Oktober 2019 )
UK Health Accounts 2017 (diakses dari
https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandso
cialcare/healthcaresystem/bulletins/ukhealthaccounts/2017 pada 29
Oktober 2019)
UK Health and Social Care Act 2012 (diakses dari
http://www.legislation.gov.uk/ukpga/2012/7/contents/enacted pada
31 Oktober 2019)
UK Health and Social Care Annual Report and Accounts 2018-19 (diakses
dari https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/
system/uploads/attachment_data/file/832765/dhsc-annual-report-
and-accounts-2018-to-2019.pdf pada 14 Mei 2020)
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
World Bank. 2016. Public Expenditure Review (PER).
World Bank. World Development Indicators.
https://databank.worldbank.org/source/world-development-indicators.
Published 2019. Accessed October 25, 2019.
World Health Organization. 2003. Fifty-sixth world health assembly,
resolutions and decisions. Geneve: World Health Organization
World Health Organization. 2004. The role of contracting in improving health
systems performance. Geneve: World Health Organization
World Health Organization. Regional Office for the Western Pacific. 2015.
The Kingdom of Thailand health system review. Manila : WHO
93
Regional Office for the Western Pacific.
https://apps.who.int/iris/handle/10665/208216
World Health Organization. Global Health Expenditures Database.
http://apps.who.int/nha/database/Select/Indicators/en. Published
2019. Accessed November 22, 2019.
94