BAB-4 Bac Dan Ceritakan Kembali PDF
BAB-4 Bac Dan Ceritakan Kembali PDF
BAB IV
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
A. PENDIDIKAN;
1) Rata-rata lama sekolah relatif masih rendah, karena baru
mencapai 8,9 tahun. Artinya rata-rata penduduk Sulawesi Utara
tidak tamat SMP.
2) Angka partisipasi murni SD dan SMP belum mencapai 100%.
Artinya masih banyak penduduk usia sekolah pada jenjang
pendidikan SD dan SMP tidak bersekolah atau putus sekolah.
3) Angka putus sekolah msaih cukup tinggi, apalagi di tingkat SMP
dan SMA, sementara dan angka melanjutkan sekolah relative
rendah. Artinya banyak penduduk Sulawesi Utara sesudah tamat
SD, enggan melanjutkan ke SMP dan yang tamat SMP enggan
melanjutkan ke SMA.
4) Kualitas pelayanan pendidikan Anak usia dini relative masih
rendah
5) Kualitas sarana dan prasarana sekolah pendidikan Anak usia dini
relative masih rendah
6) Kualitas dan kompetensi guru masih sangat rendah meskipun
sudah mendapatkan sertifikasi.
7) Peningkatan kapasitas SDM kependidikan dalam mengelola
kewenangan penanganan SMA/SMK yang dahulunya ditangani
oleh kabupaten dan kota menjadi kewenangan pemerintah
provinsi.
B. KESEHATAN;
1) Angka kematian ibu melahirkan masih tinggi.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu
daerah.AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari
suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan
atau penangganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
F. SOSIAL.
1) Meningkatnya jumlah penduduk sangat miskin, miskin dan
hampir miskin pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2014 dan
2015, dan meningkatnya jumlah penduduk miskin rentan lainnya
akibat inflasi yang sangat besar mendekati hyperinflation.
2) Meningkatnya jumlah pengangguran pada dua tahun terakhir
yaitu tahun 2014 dan 2015.
3) Penanganan rumah tangga miskin by name by address secara
holistic relative belum optimal.
4) Penangananan terhadap 22 (dua puluh dua) kelompok marginal
(penyakit jiwa, anak terlantar, bayi terlantar, anak yang
bermasalah hukum, dan lain-lain) masih terbatas.
5) Penanganan lanjut usia masih terbatas.
6) Keadilan untuk semua di mana masih terjadi ketidakmerataan
akses masyarakat terhadap pelayanan publik belum tercipta.
7) Fasilitas penampungan (shelter) untuk penanganan masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) masih terbatas.
8) Penganan terhadap 26 penyandang kesra social (PMKF) yang
memiliki kehidupan yangf tidak layak secara kemnusiaan dan
memiliki kriteria masalah social yang meliputi kemiskinan,
keselantaran, kecacata, keterpencilan, ketunaan, penyimpangan
perilaku, korban bencana dan korban tindak kekerasan,
ekploitasi dan diskriminasi masih terbatas.
9) Fasilitas penamungan (shelter) penyandang penangan masalah
kesejahteraan social (PMKS) masih terbatas.
A. TENAGA KERJA;
C. PANGAN;
1) Ketahanan Pangan untuk swasembada beras dan daging masih
perlu perhatian yang besar dan komitmen anggaran yang
serius.
2) Penanganan terhadap daerah kabupatan rawan bencana belum
maksimal;
3) Keamanan pangan masih perlu ditingkatkan seiring dengan
meningkatnya penemuan kasus akibat keracunan makanan.
4) Distribusi pangan di daerah kepulauan dan perbatasan pada
masa-masa tertentu belum optimal.
5) Cadangan pangan pemeritah daerah masih perlu ditingkatkan
untuk mencegah terjadinya resiko rawan pangan akibat bencana
alam.
6) Masih adanya daerah yang beresiko tinggi rawan pangan yang
sebagian besar berada di daerah kepulauan
7) Kualitas keberagaman konsumsi pangan masyarakat masih perlu
ditingkatkan.
8) Pada kondisi tertentu terdapat harga beberapa bahan pangan
yang sangat fluktuatif antara lain beras, cabe, bawang merah dan
tomat dan beberapa pangan lainnya.
9) Aksesibilitas pangan di daerah-daerah kepulauan sangat
dipengaruhi oleh faktor distribusi pangan, lebih khusus pada
musim gelombang permukaan air laut yang tinggi.
D. PERTANAHAN;
1) Sertifikasi Tanah untuk Rumahtangga miskian sebagai salah satu
dasar intervensi program pemerintah belum dilakukan secara
optimal.
2) Masih banyak ditemukan sertifikat ganda untuk satu bidang
tanah dan masih semrawutnya arsip pencatatan terhadap
kepemilikan tanah di tingkat desa dan kabupaten/kota.
3) Pengelolaan aset tanah (reforma aset) yang meliputi redistribusi
tanah dan legalisasi aset yang meliputi tanah pada kawasan
hutan yang dilepaskan, dan tanah hak, termasuk di dalamnya
tanah HGU yang akan habis masa berlakunya dan tanah
terlantar.
E. LINGKUNGAN HIDUP;
1) Kualitas lingkungan hidup terutama untuk air sungai dan danau
yang berada dalam kondisi cemar berat belum ditangani secara
seerius.
2) Degradasi lingkungan akibat aktfitas ekonomi dan
kemasyarakatan, termasuk alih fungsi lahan yang semakin sering
terjadi.
3) Rehabilitasi lahan kritis berjalan lambat dan belum
menampakkan komiten serius dari pemerintah untuk
merehabilitasi kawasan hutan yang terbakar ada tahun 2015
akibat kemarau panjang.
4) Pengawasan terhadap illegal looging, illegal fishing dan illegal
mining relative belum optimal
5) Masih lemahnya penegakan sanksi hukum terhadap pelanggaran
dibidnag pengelolaan leingkungan hidup.
J. PERHUBUNGAN;
1) Pertumbuhan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat yang
tidak diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana
jalan dan jembatan.
M. PENANAMAN MODAL;
1). Prosedur perijinan investasi yang masih belum kondusif untuk
meningkatkan daya saing investasi.
2). Menurunnya daya saing Provinsi Sulawesi Utara pada dua tahun
terakhir yang diakibatkan oleh menurunnya minat investor untuk
menanamkam modalnya di provinsi nyiur melambai.
O. STATISTIK;
1) Belum optimalnya ketersediaan data dasar dan data sektoral
yang update an akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan.
2) Belum terintegrasinya data dan informasi pembangunan Sulawesi
Utara disertai kemudahan akses dan distribusinya.
P. KEBUDAYAAN;
1) Pendidikan menyangkut pengetahuan tentang kebudayaan lokal
(tarian daerah, musik tradisional dan bahasa daerah) belum
terakomodasi secara memadai dan merata dalam kurikulum
muatan lokal di sekolah-sekolah.
2) Paguyuban-paguyuban yang dibentuk oleh masyarakat ataupun
organisasi kemasyarakatan untuk mengangkat kebudayaan
daerah dan melakukan penyajian kebudayaan lokal secara rutin
masih sangat minim.
3) Minat generasi muda untuk menggali, mengelola dna
melestarikan kekayaan budaya dan kearifan local relative
Q. PERPUSTAKAAN;
1) Menurunnya minat baca masyarakat
2) Kurang terorganisirnya perpustakaan sesuai dengan aturan
kearsipan.
3) Belum optimalnya ketersediaan buku yang update dan jumlah
yang memadai
B. PARIWISATA;
1) Masih rendahnya kunjungan wisatawan mancanegara melalui
pintu masuk bandara Internasional Sam Ratulangi
2) Belum diselesaikannya Rencana Induk Pariwisata daerah sebagai
roadmap pengembangan pariwisata sesuai dengan Rencana
Induk Pengembangkan Industri Nasional (RIPIN) dan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
3) Belum optimalnya utilitas dan infrastruktur pariwisata sesuai
standar internasional di berbagai destinasi pariwisata.
4) Belum terbangunnya Destinasi Pariwisata yang berdayasaing
melalui terutama : (a) wisata alam terdiri dari wisata bahari,
wisata petualangan dan wisata ekologi; (b) wisata budaya yang
terdiri dari wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan belanja,
dan wisata kota dan desa; dan (c) wisata buatan
5) minat khusus yang terdiri dari wisata Meeting Incentive
Conference and Exhibition (MICE) & Event, wisata olahraga, dan
wisata kawasan terpadu; (2) meningkatkan citra kepariwisataan
dan pergerakan wisatawan nusantara; (3) Tata Kelola
Destinasi; serta (4) Pemberdayaan masyarakat di destinasi
pariwisata
C. PERTANIAN;
1) Lahan Pertanian
Keberlanjutan sektor pertanian–tanaman pangan tengah
dihadapkan pada ancaman serius, yakni luas lahan pertanian
yang terus menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif
ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif. Kini
lahan sawah lebih menguntungkan untuk dijadikan sebagai real
estate, pabrik, atau infrastruktur untuk aktivitas industri lainnya
daripada ditanami tanaman pangan. Laju konversi lahan sawah
sangat tinggi sementara kemampuan pemerintah dalam
pencetakan sawah baru terbatas. Upaya pengendalian terhadap
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian tanaman
pangan secara efektif dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (PLP2B) dan Peraturan Pemerintah pendukungnya.
Namun pada kenyataannya konversi lahan pertanian ke
perumahan dan industri terus berlangsung. Ditambah lagi
dengan permasalahan penurunan kualitas lahan pertanian dan
luasan kepemilikan lahan pertanian yang sempit.
2) Infrastruktur Pertanian.
Salah satu prasarana pertanian yang saat ini sangat
memprihatinkan adalah jaringan irigasi. Kurangnya
pembangunan waduk dan jaringan irigasi baru serta rusaknya
jaringan irigasi yang ada mengakibatkan daya dukung irigasi bagi
pertanian sangat menurun. Kerusakan ini terutama diakibatkan
banjir dan erosi, kerusakan di daerah aliran sungai, serta
kurangnya pemeliharaan irigasi hingga ke tingkat usahatani.
Selain itu, masih terbatasnya jalan usahatani, jalan produksi,
pergudangan berpendingin udara, laboratorium dan kebun
percobaan bagi penelitian, laboratorium pelayanan uji standar
dan mutu, pos dan laboratorium perkarantinaan, kebun dan
kandang penangkaran benih dan bibit, klinik konsultasi
kesehatan tanaman dan hewan, balai informasi dan promosi
pertanian, balai-balai penyuluhan serta pasar-pasar yang spesifik
komoditas.
3) Perbenihan/Perbibitan
Benih merupakan sarana penting bagi usaha di bidang pertanian,
apabila benih/ bibit yang tersedia tidak baik atau palsu maka
hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain
itu, pengadaan benih belum sesuai dengan musim tanam,
biasanya benih sampai dilokasi setelah musim tanam dan
kadangkala benih sudah kadaluarsa. Kondisi dikarenakan
4) Regulasi/Kebijakan
Pengembangan sektor pertanian yang bersandar pada
pengelolaan sumberdaya alam saat ini dihadapkan dengan
berbagai macam regulasi yang terkait dengan lingkungan. Selain
itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan perlu regulasi dan
kelembagaan untuk mensinergikan upaya yang saling
mendukung untuk pencapaian sasaran dimaksud. Oleh karena
itu, regulasi dan kelembagaan dalam pembangunan pertanian
mutlak diperlukan, sehingga tidak ada tumpang tindih
kewenangan dan peraturan perundangan dari masing-masing
Kementerian/Lembaga. Regulasi juga diperlukan untuk
melindungi pengembangan komoditas usaha di bidang pertanian.
Pengembangan pertanian memerlukan dukungan agar tercipta
iklim yang kondusif melalui formulasi kebijakan dan pengamanan
kebijakan fiskal dan moneter.
Beberapa kebijakan Pemerintah yang ditetapkan belum berjalan
efektif dan belum berpihak pada sektor pertanian, seperti Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang hanya sedikit di atas
biaya produksi, pengendalian harga penjualan (beras) agar tidak
memicu kenaikan inflasi.
6) Permodalan.
Permodalan petani merupakan faktor yang mendukung
keberhasilan pengembangan usahatani. Berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah dengan mengembangkan skema kredit
dengan subsidi suku bunga sehingga suku bunga beban petani
lebih rendah seperti Kredit ketahanan Pangan dan Energi (KKP-
E), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan skema kredit
dengan penjaminan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun
demikian skema kredit tersebut belum mampu mengatasi
permodalan petani dan dukungan perbankan belum memberikan
kontribusi yang optimal bagi petani. Hal ini disebabkan antara
lain sumber dana sepenuhnya dari bank dan risiko ditanggung
bank, oleh karena itu perbankan menerapkan prudential
perbankan. Dampak dari penerapan prudential perbankan
dirasakan petani seperti sulinya akses permodalan, persyaratan
yang dianggap rumit dan waktu yang lama, masih diperlukan
jaminan tambahan yang memberatkan petani berupa sertifikat
lahan, terbatasnya informasi petani mengenai keberadaan skema
kredit.
D. KEHUTANAN;
F. PERDAGANGAN;
1. Masih lemahnya Penguatan Pasar Dalam Daerah dan Nasional.
2. Masih lemahnya Perebutan Pangsa Pasar Ekspor.
G. PERINDUSTRIAN;
1. Masih lemahnya Daya Saing Industri daerah.
2. Belum terlaksananya ketersediaan Lahan Pengembangan
Kawasan Industri 2,000 Ha. dan Reklamasi 300 Ha. di lokasi
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
H. TRANSMIGRASI
1. Penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP) oleh
Kabupaten/Kota sering mengabaikan penyelesaian legalitas lahan
dan persetujuan masyarakat, sehingga berpotensi menjadi
masalah hukum atas kepemilikan lahan.
2. Adanya Pembangunan Permukiman Transmigrasi belum
memenuhi kriteria clean and clear status lahannya, sehingga
terhambat dalam pembangunan sarana/prasarana pada lokasi
permukiman transmigrasi yang baru maupun dalam perpindahan
dan/atau penempatan, antara lain lokasi Wioi Kabupaten
Minahasa Tenggara dimana Lahan Usaha I dan II yang
diperuntukkan bagi penempatan transmigrasi Tahun 2009 belum
diberikan kepada warga transmigrasi serta untuk penempatan
transmigrasi Tahun 2010 yang diluncurkan Tahun 2011 belum
juga tersedia Lahan Usaha I dan II dimaksud. Disamping itu juga
Pembangunan Transmigrasi Baru di Desa Matongkad Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur belum adanya penyerahan hak
kepemilikan atas tanah dari masyarakat kepada Pemerintah
untuk dijadikan pembangunan transmigrasi baru serta Rumah
Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK) yang dibangun baru
30% sehingga untuk penempatan belum dapat dilaksanakan.
J. PERENCANAAN
1. Belum sinkron dan konsistennya dokumen perencanaan antar
SKPD dengan dokumen perencanaan di tingkat kabupaten/kota.
2. Belum terbangunnya sistim perencanaan elektronik yang
membantu mendorong penyelenggaraan perencanaan yang akurat,
update, sinkron dan terintegrasi.
3. Perlunya peningkatan kualitas sumberdaya manusia perencana di
tingkat provinsi dan kabupaten kota, terutama tenaga fungsional
perencana dan peneliti.
4. Belum optimalnya partsipasi public dalam perencanaan yang
ditandai dengan kurangnya kontribusi public dalam
penyelenggaraan musrenbang baik ditingkat kecamatan,
kabupaten sampai ke tingkat provinsi.
5. Belum optimalnya akses informasi terkait dengan perencanaan
pembangunan daerah sebagaimana dipersyaratkan dalam Sistim
Informasi Perencanaan Daerah (SIPD)
K. KEUANGAN
1. Masih lemahnya kualitas sumberdaya aparatur dalam upaya
peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah yang
transparan dan akuntabel dalam upaya memperoleh opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) melalui peningkatan kualitas
sumberdaya aparatur
2. Perlunya penguatan, penataan sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah, peningkatan efektivitas Sistem Pengendalian
Intern (SPI),
3. Perlunya ketegasan dalam memberi sanksi kepada pejabat yang
melakukan tindakan melanggar ketentuan perundang-undangan
dibidang pengelolaan keuangan daerah;
4. Belum optimalnya penerapan Standar Akuntasi Pemerintahan
(SAP) berbasis Akrual melalui penataan kelembagaan, serta
penyesuaian dan penerbitan regulasi tentang kebijakan dan
system akuntansi pemerintah daerah.
5. Belum optimalnya pengelolaan barang milik daerah khususnya
dalam rangka mewujudkan tertib administrasi barang milik
daerah agar menjadi bagian dalam upaya mempertahankan opini
WTP dari BPK.
N. INSPEKTORAT
The Fed juga berpengaruh ke seluruh dunia. Hal ini akan membuat ekonomi
nasional ditandai aliran modal asing yang keluar dan membuat rupiah
tertekan tajam.
dan Provinsi Sulawesi Utara untuk menentukan trase jalur rel kereta
api, termasuk didalmnya teknis penanganan kemungkinan
permasalahan yang timbul akibat dari pembangunan jaur tersebut.
- Ketersediaan energi listrik di Sulawesi Utara yang tergantung pada
keberadaan jaringan pembangkit dan distribusi energi listrik jalur
SULUTENGGO. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gorontalo 100
MW yang merupakan pembangkit pertama dari proyek 35.000 MW,
telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Juli 2016. Dengan adanya
PLTG Gorontalo yang mulai beroperasi sejak Januari 2016, pasokan
listrik PT PLN Wilayah Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo
(Suluttenggo) mencapai 414 MW, sementara beban puncak 330 MW.
Artinya, ada cadangan sebesar 84 MW, tidak ada masalah dengan
pasokan listrik lagi.
- Terkait dengan Bidang Sumberdaya alam dan Lingkungan Hidup
adalah Pengelolaan Sumberdaya Air berbasis DAS Terpadu diantaranya
DAS Limboto-Bone-Bolango yang melintasi Provinsi Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo, serta Kawasan Konservasi Dumoga, Kawasan
Lindung berupa Taman Nasional Bogani Nani Wartabone harus
mendapat perhatian khusus dalam strategi pembangunan untuk
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam mendukung kegiatan pembangunan di dua provinsi ini.
.
relatif rendah, dibawah rata-rata nasional. Dengan kondisi seperti ini, laju
pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,0-7,0 persen per tahun akan tetap
menempatkan persoalan tenagakerja menjadi masalah penting pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi setinggi demikian relatif hanya mengun- tungkan
beberapa kelompok tertentu, setidaknya tenaga kerja upahan. Dengan
demikian upaya mengisolasi persoalan tenaga kerja pada mereka yang
menganggur dan mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal, serta
peningkatan akses dan produktivitas mesti segera diupayakan jalan
keluarnya. Untuk itu, tantangan dalam menghilangkan kesenjangan
pembangunan yang mampu meningkatkan standar hidup penduduk 40
persen terbawah dan memastikan bahwa penduduk miskin memperoleh
perlindungan sosial adalah:
a. Menciptakan pertumbuhan inklusif. Pola pertumbuhan
inklusif memaksimalkan potensi ekonomi dan menyertakan
sebanyak-banyaknya angkatan kerja dalam pasar kerja yang baik
(Decent Work) dan ramah keluarga miskin akan dapat mendorong
perbaikan pemerataan, dan pengurangan kesen- jangan. Terciptanya
dukungan terhadap perekonomian inklusif dapat mendorong
pertumbuhan di berbagai sektor pembangun- an, seperti pertanian,
industri, dan jasa, untuk menghindari pertumbuhan yang cenderung
ke sektor padat modal dan bukan padat tenaga kerja;
b. Memperbesar investasi padat pekerja. Terbukanya lapangan kerja
baru menjadi salah satu sarana meningkatkan pendapatan penduduk.
Diperlukan investasi baru untuk terciptanya lapangan kerja dan
kesempatan kerja baru untuk menyerap seluas- luasnya angkatan
kerja yang berpendidikan SMP dan SLTP.
c. Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro kecil menengah
dan industri rumahtangga. Usaha mikro perlu memperoleh dukungan
penguatan teknologi, pemasaran, permodalan, dan akses pasar yang
bagus. Dukungan semacam ini perlu diberikan mengingat sebagian
besar usaha mikro tidak memiliki lokasi permanen dan tidak berbadan
hukum, sehingga rentan terhadap berbagai hambatan yang dapat
menghalangi potensinya untuk tumbuh kembang;
d. Menjamin perlindungan sosial bagi pekerja informal.
Perluasan kesempatan kerja dan usaha yang baik perlu
diciptakan untuk penduduk kurang mampu dan pekerja rentan,
termasuk penyandang disabilitas dan lanjut usia potensial. Kelompok
penduduk ini umumnya memiliki kesempatan terbatas dalam sektor
formal dan tidak memiliki sumber-sumber alternatif untuk
menghidupi ekonomi keluarga. Peluang kerja yang dapat diakses
kelompok penduduk ini kurang dapat memenuhi standar hidup yang
layak dan tidak berkesinam- bungan. Keterpaduan berbagai asistensi
sosial untuk mendukung penduduk kurang mampu agar dapat
mengelola berbagai risiko, pembukaan kesempatan dan lingkungan
yang inklusif agar masyarakat kurang mampu memiliki penghidupan
yang layak, dan jaminan sosial yang memadai;
e. Meningkatkan dan memperluas pelayanan dasar bagi
masyarakat kurang mampu. Perluasan pemenuhan hak dan
Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu diarahkan untuk
menciptakan lulusan pendidikan yang lebih berkualitas, mening-katkan
keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi kom-petensi pekerja
agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun internasional.
Sulawesi Utara sementara menikmati ‘bonus demografi’, yaitu percepatan
pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang
ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio)
penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja. Perubahan struktur
ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai
angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas sumber daya
manusia (human capital). Rasio ketergantungan telah menurun dan
melewati batas di bawah 50 persen pada tahun 2012 dan kemungkinan
mencapai titik terendah sebesar 46,9 persen antara tahun 2028 dan 2031.
Sulawesi Utara mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus demografi
baik di tingkat nasional maupun regional.
4.2.3. INFRASTRUKTUR
korban warga MAsyarakat Sulawesi Utara yang masih disandera oleh teroris
membuktikan betapa pentingnya persoalan harga diri bangsa terkait dengan
keamanan wilayah. Selama ini, wilayah kepulauan dan perbatasan
khususnya Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Kepulauan
Sangihe dan kabupaten Kepulauan Talaud cenderung dianggap sebagai
daerah terpencil, terluar dan daerah tertinggal. Seharusnya di wilayah ini
perlu dilakukan pengembangan kawasan perbatasan Negara sebagai
manifestasi dari pola ruang yang sudah ditetapkan sebagai Pusat Kawasan
Strategis Nasional.
Selama ini kawasan perbatasan dianggap sebagai pinggiran negara,agar
menjadi halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman.
Pendekatan pembangunan kawasan perbatasan selama ini dilakukan secara
parsial, dan sangat berbau sektoral. Seharusnya wilayah kepualuan dan
perbatasan dikelola dengan dua pendekatan yaitu terdiri: (i) pendekatan
keamanan (security approach), dan (ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat (prosperity approach).
Tantangan lainnya adalah aktivitas illegal fishing, illegal logging,
human trafficking,dan kegiatan ilegal lainnya, termasuk mengamankan
sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE) dan persoalan warga
Sulawesi Utara asal Sangihe dan Talaud yang status kewarganegaraannya di
Filipina masih belum dipastikan. Permasalahan lainnya adalah bagaimana
upaya meningkatkan kerjasama dan pengelolaan perdagangan
perbatasan dengan negara Filipina, mendorong perdagangan ekspor-impor di
perbatasan, dan upaya menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di
perbatasan.
bahkan hamper semua sungai di Sulawesi Utara sudah tercemar, begitu pula
danau-danau yang berada di wialyah Sulawesi Utara sudah tergolong cemar
berat.
Pada tahun 2015, terjadi kemarau panjang sebagai akibat dari
pengaruh el nino sehingga luas hutan dan lahan kritis menjadi sangat tinggi,
semnetara di pihak lain, laju deforestrasi yang masih relatif tinggi karena
alasan ekonomi. Pada intinya, kualitas lingkungan hidup di Sulawesi Utara
semakin menurun dan dalam hal pengelolaan limbah/beban pencemaran
sampai saat ini belum dilakukan secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati masih
harus didorong, sehingga dampak perubahan iklim dapat diminimalisir dan
frekuensi kejadian bencana, kerentanan wilayah dan masyarakat terhadap
bencana semakin menurun.