Anda di halaman 1dari 51

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

BAB IV
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Analisis isu-isu strategis yang terkait dengan pembangunan daerah Sulawesi


Utara dapat diuraikan berdasarkan rekomendasi kajian sinergitas dan
keterkaitan unsur perencanaan pembangunan daerah. Bagian ini
menjelaskan tentang beberapa isu strategis terkait dengan justifikasi rencana
RPJMD Tahun 2016-2021

Permasalahan dan Isu strategis pembangunan Provinsi Sulawesi Utara tahun


2016-2021 diuraikan sebagai berikut :

4.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN


4.1.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN YANG MENJADI URUSAN WAJIB
YANG BERKAITAN DENGAN PELAYANAN DASAR

A. PENDIDIKAN;
1) Rata-rata lama sekolah relatif masih rendah, karena baru
mencapai 8,9 tahun. Artinya rata-rata penduduk Sulawesi Utara
tidak tamat SMP.
2) Angka partisipasi murni SD dan SMP belum mencapai 100%.
Artinya masih banyak penduduk usia sekolah pada jenjang
pendidikan SD dan SMP tidak bersekolah atau putus sekolah.
3) Angka putus sekolah msaih cukup tinggi, apalagi di tingkat SMP
dan SMA, sementara dan angka melanjutkan sekolah relative
rendah. Artinya banyak penduduk Sulawesi Utara sesudah tamat
SD, enggan melanjutkan ke SMP dan yang tamat SMP enggan
melanjutkan ke SMA.
4) Kualitas pelayanan pendidikan Anak usia dini relative masih
rendah
5) Kualitas sarana dan prasarana sekolah pendidikan Anak usia dini
relative masih rendah
6) Kualitas dan kompetensi guru masih sangat rendah meskipun
sudah mendapatkan sertifikasi.
7) Peningkatan kapasitas SDM kependidikan dalam mengelola
kewenangan penanganan SMA/SMK yang dahulunya ditangani
oleh kabupaten dan kota menjadi kewenangan pemerintah
provinsi.

B. KESEHATAN;
1) Angka kematian ibu melahirkan masih tinggi.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu
daerah.AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari
suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan
atau penangganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 1


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas


(42 hari setelah melahrkan) tanpa memperhitungkan lama
kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu tahun 2005 adalah 150/100000 KH menurun


menjadi 139/100000 KH pada tahun 2009, kemudian terjadi
peningkatan pada Tahun 2010 menjadi 183/100000 KH. Sedangkan
Angka Kematian Bayi pada Tahun 2005 25,6/1000 KH menurun
menjadi 25/1000 KH pada Tahun 2009, kemudian terjadi
peningkatan pada Tahun 2010 menjadi 29/1000 KH. Angka
Kematian Ibu berdasarkan pencapaian kinerja dikategorikan cukup
berhasil, walaupun angka ini belum dapat menekan angka kematian
ibu di Provinsi Sulawesi Utara, dimana AKI Sulawesi Utara tahun
2011 ditargetkan 153 per 100.000 Kelahiran Hidup (64 kasus)
ternyata terjadi peningkatan kasus kematian ibu sebanyak 71 kasus
(186/100000KH). Pada tahun 2012 terjadi penurunan kasus
kematian ibu melahirkan, dimana ditargetkan sebesar 59 kasus
turun menjadi 49 kasus, pada tahun 2013 ditargetkan 57 kasus
meningkat menjadi77 kasus dan tahun 2014 ditargetkan 47 kasus
meningkat menjadi 58 kasus, pada tahun 2015 ditargetkan
102/100.000 (42 kasus) meningkat meningkat menjadi
170/100.000 (70 kasus) kematian ibu melahirkan, dengan sebab
kematian sebagai berikut perdarahan 24 kasus, hipertensi dalam
kehamilan 13 kasus, infeksi 1 kasus dan lain-lain 32 kasus.

Penurunan angka kematian ibu melahirkan berjalan lamban, Hal ini


dapat dilihat pada beberapa Kabupaten/Kota yang belum dapat
menekan Angka Kematian Ibu seperti kota Manado 12 kasus,
Kabupaten Minahasa 10 kasus, Kabupaten Minahasa Tenggara 8
kasus diikuti oleh Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten
Bolaang Mongondow masing-masing 6 kasus. Walaupun demikian
kondisiini masih berada dibawah rata-rata nasional, 228/100.000
KH. Jika dilihat dari target global MDGs yang ditetapkan sebesar
102/100.000KH, diperlukan upaya sinergitas program antara
provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menempatkan upaya
penurunan kematian ibu menjadi program prioritas di
Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah kematian yang tinggi.
Rendahnya fasilitas rujukan maternal neonatal baik di rumah sakit
maupun puskesmas serta kurangnya jumlah tenaga kesehatan
bidan, tenaga spesialist kebidanan di kabupaten/kota menjadi salah
satu penyebab tingginya angka kematian ibu.
Penyebab kematian ibu melahirkan di Provinsi Sulawesi Utara tahun
2015 yang tertinggi disebabkan oleh perdarahan (29%), Eklampsia
(29%), infeksi 3 %, penyebab lain (39%). Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara berkomitmen penuh dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut
:

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 2


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

i. Pemetaan dan pendataan ibu hamil, balita dan status gizi


berbasis masyarakat.
ii. Standarisasi pelayanan publik di bidang KIA di puskesmas,
rumah sakit dan klinik bersalin.
iii. Penguatan sistem rujukan maternal neonatal di wilayah
puskesmas maupun antar kabupaten/kota di wilayah
Provinsi Sulawesi Utara maupun dengan Provinsi lain.
iv. Pembentukan program-program unggulan di masing-masing
kabupaten/Kota.
v. Sinergitas kebijakan antara provinsi dan
kabupaten/kota.2014-2015
vi. f.Integrasi program dengan lintas program,lintassektor, lintas
organisasi,swasta, Perguruan Tinggi dan kelompok
masyarakat.
vii. Kegiatan lomba desa Siaga KIA serta Lomba Posyandu.
viii. Pembinaan/pendampingan puskesmas dalam rangka
monitoring, evaluasi program secara terintegrasi dan
teratur.
ix. Peningkatan kualitas dengan semakin gencarnya kampanye
Asi Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini serta Keluarga
Sadar

Upaya kesehatan ibu hamil diwujudkan dalam pemberian


pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa
kehamilan , dengan distribusi waktu minimal 1 kali pada
trimester pertama (usia kehamilan 0 – 12 minggu), 1 kali pada
trimester kedua (usia kehamilan 12 – 24 minggu), dan 2 kali pada
trimester ketiga (usia kehamilan 24 – 36 minggu). Standard
waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi
dini faktor resiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi
kehamilan.

Hasil pencapaian upaya kesehatan dapat dinilai dengan


menggunakan indikator cakupan K4. Cakupan K4 adalah jumlah
ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai
dengan standard paling sedikit 4 kali sesuai dengan jadwal yang
dianjurkan, dibandingkan sasaran ibu hamil di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut
memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil
dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan. Berikut ini disajikan cakupan
K4 kabupaten/kota se provinsi Sulawesi Utara tahun 2015.

Pada tahun 2015, pencapaian indikator kinerja “ persentase ibu


hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (Cakupan K4)”
ditargetkan 95 % dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai
85,56 % atau setara 39.613 ibu hamil yang memperoleh K4 dari
total ibu hamil 46.299. Sedangkan Proporsi Kelahiran yang

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 3


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) dapat diukur dari


jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin dalam setahun
dikali 100 %. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan
Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas
yang ditolong oleh tenaga terlatih.

Pencapaian indikator PN dari tahun ke tahun memperlihatkan


kecenderungan semakin meningkat. Cakupan PN dari tahun ke
tahun terjadi peningkatan dimana pada tahun 2011 mencapai
81,28%, tahun 2012 mencapai 84,63 %, tahun 2013 mencapai
85.17%, tahun 2014 mencapai 85,20 % , dan pada tahun 2015
mencapai realisasi 85,23 %, ( Jumlah ibu Bersalin 44.119
pertolongan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
37.603 ). Kenaikan dari tahun ke tahun tidak terlalu signifikan
namun demikian Capaian indikator kinerja termasuk kategori
Berhasil. Walaupun secara Provinsi target indikator Pn tersebut
telah tercapai , namun masih terdapat disparitas cakupan antar
Kabupaten/Kota, yaitu terendah di Kabupaten Minahasa Selatan
68,62 % dan tertinggi di Kota Tomohon 96,29 %.Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Utara terus melakukan upaya-upaya, terutama
perhatian khusus pada daerah daerah Terpencil Perbatasan dan
Kepulauan (DTPK), dengan menitikberatkan pada focus totalitas
pemantauan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil.
2) Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam
1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi
merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun
kematian. Menurut hasil SDKI 2012, AKB Sulawesi Utara
menunjukkan angka 33/1.000 KH lebih tinggi 1 point dari AKB
Nasional yaitu 32/1.000 KH.Berdasarkan data yang dikumpulkan
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota , didapatkan bahwa
sepanjang tahun 2010 terdapat 242 kasus kematian bayi, tahun
2011 meningkat menjadi 333 kematian bayi dan pada tahun 2012
menurun menjadi 246 kasus kematian bayi, pada tahun
2013terjadi peningkatan380 kasus kematian bayi,tahun 2014
terjadi penurunan dengan jumlah kasus kematian mencapai 289
kasus kematian bayi dan pada tahun 2015 jumlah kasus kematian
bayi ditargetkan 23/1000 Kelahiran Hidup (980 kasus), terealisasi
239 kasus dengan demikian indikator capaian kinerja 100 % ,
kategori berhasil.
Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB,
diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya .
Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan. Selain itu ,perbaikan kondisi ekonomi yang
tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 4


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak positif


pada daya tahan bayi terhadap infeksi penyakit.

Penurunan AKB menunjukkan adanya peningkatan dalam kualitas


hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus
mencerminkan Umur Harapan Hidup pada saat lahir.Di Sulawesi
Utara Umur Harapan Hidup dari tahun ke tahun terus meningkat,
berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
Provinsi Sulawesi Utara, dengan menggunakan perhitungan
metode baru tercatat Umur Harapan Hidup tahun 2010 sebesar
70,40tahun, tahun 2011 sebesar 70,55 tahun , tahun 2012
sebesar 70,70 tahun, tahun 2013 sebesar 70,86 tahun dan pada
tahun 2014 sebesar 70,94 tahun (BPS 2015).

3) Perkembangan AKABA (Angka Kematian Balita) sejak tahun 2011


sampai dengan tahun 2014 memperlihatkan adanya
kecenderungan penurunan dari tahun ke tahun. Kondisi yang
dicapai pada tahun 2013 tercatat jumlah kasus kematian balita
sebesar 412 kasus, tahun 2014 terjadi penurunan kasus, dengan
jumlah 304 kasus , dan pada tahun 2015 menurun lagi mencapai
angka 253 kasus kematian.
Untuk angka kematian Neonatal ( bayi baru lahir (0-28 hari)
merupakan kelompok umur yang memiliki resiko gangguan
kesehatan paling tinggi, upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standard
pada kunjungan bayi baru lahir.Cakupan kematian Neonatal
/1.000 Kelahiran Hidup di Sulawesi Utara pada tahun 2013
mencapaangka 331 kasus kematian, tahun 2014 terjadi
penurunan kasus dengan jumlah kematian sebesar 238 kasus,dan
pada tahun 2015 mencapai 207 kasus kematian neonatal.
Bayi dan anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit
menular dibandingkan dengan kelompok penduduk
dewasa.Penyakit menular yang kerap dikenal sebagai Penyakit
Yang Dapat Dicegah Dengan Immunisasi (PD3I) yaitu Difhteri,
Tetanus,Hepatitis B, Radang selaput otak, Radang Paru-paru,
Pertusis dan Polio Dengan adanya fakta tersebut, salah satu
bentuk upaya pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar
kelompok berisiko tersebut dapat dilindungi adalah immunisasi.

Pemerintah telah menetapkan program lima immunisasi dasar


lengkap pada bayi yang meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis
polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis campak.Kondisi yang dicapai
tahun 2015 terhadap cakupan Immunisasi Dasar Lengkap realisasi
pencapaian 75,5 %. Disamping penyakit pada balita yang dapat
dicegah dengan immunisasi adalah campak. Campak adalah
penyebab utama kematian pada balita, Oleh karena itu

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 5


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

pencegahan campak merupakan faktor penting dalam mengurangi


angka kematian balita. Immunisasi campak diberikan pada bayi
umur 9 – 11 bulan dan merupakan immunisasi terakhir yang
diberikan kepada bayi di antara immunisasi wajib lainnya.Adapun
capaian immunisasi campakdari tahun ke tahun terjadi
peningkatan dimana pada tahun 2012 sebesar 80,8%, tahun 2013
sebesar 88% , tahun 2014 meningkat sebesar 92,6% dan pada
tahun 2015 ditargetkan 95 % terealisasi hanya sebesar 79,8 %,
dengan indikator kinerja mencapai 84,%,

Universal Child Immunization atau biasa disingkat UCI merupakan


gambaran suatu desa/kelurahan dimana kurang lebih 80% dari
jumlah bayi (0 -11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut
sudah mendapat immunisasi dasar lengkap.Pada tahun 2014
realisasi pencapaian sebesar 82,50 %, pada tahun 2015 terjadi
penurunan cakupan yatu ditargetkan 95 %, terealisasi sebesar 75
% . Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya
dalam MDGs adalah status gizi balita.Status gizi balita dapat
diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan Tinggi Berat (TB).
Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S) menjadi
sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi
buruk, bila ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan
upaya pemulihan dan pencegahan sehingga tidak menjadi gizi
kurang atau gizi buruk . Penanganan yang cepat dan tepat sesuai
tatalaksana kasus anak gizi kurang/gizi buruk akan mengurangi
resiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat
diturunkan. Cakupan pemantauan pertumbuhan secara bertahap
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 realisasi
indikator D/S 82,77%, tahun 2014 realisasi indikator D/S, 83,04
% dan pada tahun 2015 terjadi penurunan dengan realisasi
indikator D/S hanya mencapai 75 %, namun demikian masih
dikategorikan Cukup Berhasil.

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui


penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu
Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrument penilaian
pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan
masyarakat yang telah dikembangkan sejak tahun 1980-an.

Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yang


pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan
kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana
deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry
point berbagai pelayanan kesehatan anak ( misalnya immunisasi,
pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare dll ) untuk
meningkatkan kesehatan anak. Pada tahun 2013 persentase Balita
Naik Berat Badannya ( N/S) terealisasi 69,29 %, tahun 2014

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 6


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

terealisasi sebesar 73%, dan pada tahun 2015 meningkat lagi


menjadi 83,99 % .

Meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, yang


ditunjang berbagai upaya promotif, preventif dan kuratif serta
meningkatnya peran serta masyarakat, telah berhasil menurunkan
prevalensi gizi kurang dan buruk pada balita. Hal ini dapat terlihat
pada indikator prevalensi balita dengan Berat Badan
Rendah/kekurangan gizi (BGM) yang pada tahun 2012 sebesar 7
% mencapai angka 5,8 %, tahun 2013terealisasi 2,50 %, tahun
2014 terealisasi 2,4 %, dan pada tahun 2015 telah mencapai
angka 1,51 %.
Persentase Balita gizi buruk pada tahun 2014 mencapai angka
0,02 % dan pada tahun 2015 pencapaian masih tetap
dipertahankan yaitu sebesar 0,02% jauh dibawah yang
ditargetkan, dengan demikian indikator kinerja dapat
dikategorikan berhasil.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara berupaya terus dalam
penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk balita dengan
fokus pada Upaya Pencegahan dan penanganan. Perbaikan gizi
melalui:

a) Pemberian makanan pendamping ASI & Suplementasi zat


gizi .
b) Upaya pemberdayaan masyarakat untuk memperbaiki pola
asuh balita yangmeliputi antara lain penerapan Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif sampai bayi mencapai usia 6 bulan serta mulai
memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI).

Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi


buruk yang ditangani di sarana kesehatan sesuai tatalaksana gizi
buruk di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Pada
tahun 2015 persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
di targetkan 100 %, terealisasi 100 %.

4) Masih tingginya angka penyakit menular utamanya AIDS,


Malaria, TBC, Sementara penyakit tidak menular atau
degenerative mulai meningkat, disamping itu telah timbul pula
berbagai penyakit baru (new and re-emerging diseases).
Penaggulangan penyakit Malaria, HIV/AIDS dan TB masih perlu
mendapat perhatian dan penanganan. Penyakit TB dan HIV/AIDS
merupakan fenomena gunung es (Iceberg Fhenomen) hingga saat
ini. Total kasus HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Utara adalah
sampai akhir tahun 2009 adalah 613 kasus dengan perincian
240 kasus HIV dan 373 kasus. Adapun dari 613 penderita yang
sudah meninggal sebanyak 96 kasus atau masih ada 517
penderita yang masih hidup.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 7


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan


oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
dapat meyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi baccil
TB. Tuberculosis menjadi salah satu penyakit yang
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. WHO
merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan
telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara
ekonomis paling efektif (cost-efective).. Penderita TB Case
Notification Rate pada tahun 2006 yaitu 190 kasus, tahun 2007
menurun yaitu 167 kasus, meningkat pada tahun 2008 yaitu 184
kasus dan tahun 2009 turun menjadi 163 kasus. Untuk Case
Detection Rate (CDR), tahun 2007 yaitu 90 kasus, tahun 2008
mengalami penurunan menjadi 85 kasus dan tahun 2009 yaitu
80 kasus. Selain upaya deteksi Tuberculosis, penanganan melalui
berhasilnya suatu pengobatan juga penting dilakukan. Hasil
pengobatan (Cure Rate) penderita baru BTA (+) pada tahun 2009
yaitu 88 %. Pada tahun 2015 proporsi kasus TBC yang diobati
dan sembuh dalam program DOTS dengan target >85% terealisasi
sebesar 89 %,sehingga pencapaian kinerjanya sebesar 100%,
dengan kategori berhasil. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO)
TB dalam memantau keteraturan berobat pasien berjalan dengan
baik. Selain itu , kesadaran dan komitmen pasien tentang
kepedulian terhadap kesehatan juga meningkat. Meskipun
capaian indikator proporsi kasus TBC yang diobati dan sembuh
dalam program DOTS dapat meningkat secara signifikan namun
demikian masih ada masalah yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pengendalian TB , yaitu antara lain :
a. Masih adanya kesenjangan dalam mengakses layanan DOTS
berkualitas terutama pada kelompok unreach population
yaitu penderita TB di daerah terpencil, perbatasan dan
Kepulauan (DTPK), penderita TB anak, penderita TB HIV, dan
lain-lain.

b. Belum semua rumah sakit swasta dan Dokter Praktek Swasta


(DPS) menerapkan strategi DOTS dalam pengendalian TB.

Indikator upaya pengendalian TB di Sulawesi Utara


memperlihatkan hasil yang menggembirakan dimana terlihat
proporsi jumlah kasus TBC yang terdeteksi pada tahun 2015
ditargetkan 98 % terealisasi 98% .Dengan demikian indikator
kinerja capaian sebesar 100%, dikategorikan berhasil. Namun
demikian tantangan kedepan akan semakin berat dengan adanya
ancaman peningkatan koinfeksi TB resisten obat.

Trend penyakit malaria dari persentase kematian yang


disebabkan oleh malaria diantara semua kasus malaria yang

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 8


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

rawat inap yaitu 0,69 % tahun 2007 meningkat 0,64 % tahun


2008 dan menurun 0,44 pada tahun 2009. Penyakit malaria
sendiri telah menjadi perhatian di dunia dan di Indonesia karena
kejadiannya merupakan kejadian luar biasa. Di Sulawesi Utara
angka kejadian penyakit malaria dibeberapa wilayah masih tinggi
terutama kabupaten kepulauan Sangihe 3315 kasus dan
terendah di Tomohon 128 kasus. Dari sejumlah kasus malaria
klinis rata-rata selama 5 tahun terakhir (tahun 2005 – 2009)
hanya 35.5 persen yang diperiksa, dengan hasil positif (slide
positive rate) sebesar 52,5 persen. SPR malaria se klinis se
Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 dari 47 meningkat terus
hingga tahun 2009 yaitu menjadi 60,5.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit


menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) , karena perjalanan penyakit ini cepat dan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Kejadian penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sulawesi Utara juga masih
cukup tinggi yaitu dari bulan Januari s/d Desember 2009 jumlah
kasus DBD di Sulawesi utara yaitu 1616 kasus dengan kematian
akibat DBD berjumlah 20 kematian (Incidence rate (IR)= 72,9 %
dan Case Fatality Rate (CFR) =1,24).

Pola perkembangan DBD pada tahun 2015 di Provinsi Sulawesi


pada bulan Januari – Maret 2015 terjadi peningkatan kasus
karena curah hujan yang sangat ekstrim (hujan panas yang tidak
menentu) sehingga berdampak pada tingginya populasi vektor
nyamuk . Kondisi yang dicapai pada tahun 2013 angka kesakitan
penderita DBD per 100.000 pendudukdiperoleh angka Insidens
Rate (IR) DBD sebesar 55/100.000 penduduk, pada tahun 2014
terjadi penurunan dimana angka Insidens Rate yang diperoleh
sebesar 56/100.000 penduduk, namun pada tahun 2015 terjadi
peningkatan kasus dimana angka Insidens Rate sebesar
68/100.0000 penduduk artinya jumlah total kasus DBD kasus
sebanyak 1545 kasus, kematian DBD sebesar 21 kasus, dengan
capaian indikator kinerja sebesar 75 %namun demikian indikator
capaian kinerja masih dikategorikan Cukup Berhasil.

Upaya – upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam


memberantas DBDmencakup upaya upayapemutusan rantai
penularan penyakit, kegiatan ini terus ditingkatkan dan
dioptimalkan dengan mengedepankan upaya promotif dan
preventif antara lain denganmeningkatkan peran serta
masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) salah satunya melalui
Gerakan Serentak Basmi Demam Berdarah yang dicanangkan oleh
Gubernur Sulawesi Utara dan menggalakkan program jumantik

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 9


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

(juru pemantau jentik) sekolah. Disamping itu pengembangan


sistimsurveilans vektor secara berkala terus dilakukan, terutama
dalam kaitannyadengan perubahan iklim dan pola penyebaran
kasus dan yang lebih penting adalah agar masyarakat
melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Angka kematian /Case Fatality Rate (CFR) DBD masih mencapai


angka diatas 1 %, walaupun angka ini dapat ditekan dari 1,84 %
pada tahun 2010 menjadi 1,37 % pada tahun 2011 , menurun
pada tahun 2012 sebesar 1,21% dan pada tahun 2013menurun
menjadi 1,05 %, namun pada tahun 2014 terjadi peningkatan
angka CFR menjadi 1,89% dan pada tahun 2015 masih berada
pada posisi 1,36% dengan capaian indikator kinerja 73% yang
masih dikategorikan Cukup berhasil.

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan Case Fatality


Rate di atas angka 1 % ntara lain :

a. Keterlambatan orang tua untuk membawa anak ke unit


pelayanan kesehatan.
b. Faktor cuaca/curah hujan yang sangat ekstrim pada tahun
2014 (Hujan panas yang tidak menentu) berdampak pada
tingginya populasi vector nyamuk.

c. Mobilisasi penduduk dan transportasi yang sangat tinggi.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi


Sulawesi Utara dalam memberantas DBD mencakup langkah-
langkah pencegahan dan penemuan kasus yang secara efektif
guna mengendalikan penyakit ini meliputi :
a. Upaya Pencegahan : Gerakan 3 M Plus : Menguras, menutup
tempat penampungan air, serta mengubur barang barang
bekas, ditambah dengan menghindari gigitan nyamuk dengan
menggunakan obat nyamuk, penggunaan kelambu dan
menaburkan bubuk abate.
b. Melakukan pemeriksaan jentik secara berkalA, baik secara
mandiri mupun oleh jumantik.
c. Menggalakkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
d. Penjaringan kasus DBD melalui surveilans aktif ke rumah-
rumah sakit oleh tim surveilans provinsi bersama
Kabupaten/Kota.
e. Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dan
pemerintah daerah untuk melakukan upaya pencegahan dan
pemberantasan DBD.
f. Penerapan Communication for behavioral impact atau
komunikasi perubahan perilaku.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 10


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

5) Disparitas status kesehatan yang berbeda antara kabupaten/kota


masih cukup lebar terutama di DTPK.
6) Penyebaran SDM Kesehatan belum merata. Tenaga-tenaga
kesehatan masih terpusat di daerah perkotaan. Dibeberapa
daerah kabupaten/kota masih terdapat kekurangan tenaga
dokter umum dan dokter spesialis terutama kabupaten kota
pemekaran. Upaya yang telah dilakukan sampai saat ini yaitu
adanya pemenuhan melalui program dokter / dokter gigi / dokter
spesialis PTT. Program pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan
untuk daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan juga telah
diupayakan.
7) Jumlah Sarana dan prasarana yang ada telah memadai namun
kualitas belum memenuhi standar dan belum merata.
8) Untuk mewujudkan komitmen global sebagaimana resolusi WHA
ke – 58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara
mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh
penduduk, maka pemerintah bertanggungjawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat melalui Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Seiring dengan, dikeluarkan Undang-
Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), yang mengamanatkan bahwa Jaminan sosial
wajib bagi seluruh penduduk di antaranya adala Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang
Kesehatan kemudian disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah No,101 tahun 2012 tentang Penerima
bantuan Iuran (PBI) dan Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan. Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi
Utara selaku wakil pemerintah di daerah bertanggung jawab
dalam kesehatan berkewajiban menyiapkan sarana dan
prasarana termasuk SDM kesehatan yang akan bertugas.Pada
tahun 2015 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara
menargetkan cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan (UHC)
sebesar 80 %, terealisasi sebesar 60 %, dengan indikator capaian
kinerja 75 %, dikategori Cukup berhasil.
9) Biaya kesehatan meningkat secara signifikan sehingga
menyulitkan masyarakat “hampir miskin” yang tidak
mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) untuk mengakses pelayanan kesehatan yang baik.
10) Minat tenaga medis, khusus tenaga ahli untuk ditempatkan di
daerah-daerah kecil atau terpencil masih kurang.
11) Berbagai jenis penyakit baru muncul sebagai akibat perubahan
gaya hidup dan pencemaran lingkungan makin meningkat.
12) Kesadaran akan pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan pada
sebagian masyarakat terutama di kalangan berpendidikan
rendah, miskin, dan menempati daerah kumuh masih rendah.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 11


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

13) Keengganan di kalangan penyedia jasa kesehatan untuk melayani


masyarakat miskin dan hampir miskin masih ada.
14) Kalangan penyedia jasa kesehatan yang mengharuskan uang
jaminan terlebih dahulu sebelum melayani pasien masih banyak.
15) Minat tenaga medis, khusus tenaga ahli untuk ditempatkan di
daerah-daerah kecil atau terpencil masih kurang.
16) Berbagai jenis penyakit baru muncul sebagai akibat perubahan
gaya hidup dan pencemaran lingkungan makin meningkat.
17) Kesadaran akan pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan pada
sebagian masyarakat terutama di kalangan berpendidikan
rendah, miskin, dan menempati daerah kumuh masih rendah.

C. PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG;


1) Kondisi jalan Provinsi dalam kondisi mantap pada akhir
tahun 2015 mencapai 75,02%, dan mengalami penurunan
kondisi dikarenakan adanya ruas-ruas jalan Provinsi yang
mengalami perubahan status dari ruas jalan Provinsi menjadi
ruas jalan Nasional yaitu sepanjang 295,53 km, dimana ruas-
ruas jalan tersebut berada pada posisi kondisi mantap (selain
ruas jalan Esang-Rainis), dan adanya penambahan 30 ruas baru
atau sepanjang 373.047 km dengan 16 ruas jalan dalam kondisi
tidak mantap.
2) Masih tingginya luasan irigasi provinsi dalam kondisi rusak.
3) Akses air bersih masih sangat rendah dan belum mencapai
Standar pelayanan Minimum Perumahan Rakyat.
4) Penanganan normalisasi sungai yang masih sangat rendah
dibandingkan dengan target kinerja yang ditetapkan
5) Akses sanitasi yang masih sangat rendah, termasuk persiapan
pembangunan TPA regional.
6) Ketaatan terhadap tata ruang yang masih belum optimal

D. PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN;


1). Prevalensi terbentuknya kawasan kumuh perkotaan yang
semakin besar.
2). Akses terhadap air bersih, penanganan persampahan dan
sanitasi belum memenuhi standar pelayanan minimum.
3) Ruang Terbuka Hijau masih belum memenuhi syarat/prasyarat
standar umum pemukiman sesuai Peraturan Menteri PU dalam
SPM.

E. KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM, DAN PELINDUNGAN


MASYARAKAT;
1) Kecenderungan meningkatnya angka kriminalitas terutama
kekerasan terhadap perempuan dan anak
2) Kecenderungan meningkatnya intoleransi, perkelahian antar
kampung

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 12


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

3) Ketaatan terhadap Perda yang relative masih sangat rendah.


4) Adanya anggapan / persepsi masyarakat tentang menurunnya
penegakkan supremasi hukum. Kecenderungan kemunculan
anggapan / persepsi masyarakat ini selalu mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun.
5) Kurangnya sosialisasi mengenai Peraturan Daerah yang berlaku
kepada masyarakat.
6) Kurangnya pemahaman masyarakat akan Tugas Pokok dan
Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja.
7) Jumlah personil Satpol PP belum tercukupi.
8) Tenaga Satpol PP belum semuanya berstatus Aparat Sipil Negara
(Masih menggunakan Tenaga Harian Lepas).
9) Masih kurangnya tenaga yang mengikuti Diklat PPNS dan Diklat
Dasar Satpol PP.
10) Koordinasi antar instansi pemerintah dan pemerintah daerah
terkait dengan pemangku kepentingan belum optimal dalam
mencegah tindakan yang bertentangan dengan hukum,
penegakan Perda dan pemberantasan Penyakit Masyarakat
(Pekat).

F. SOSIAL.
1) Meningkatnya jumlah penduduk sangat miskin, miskin dan
hampir miskin pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2014 dan
2015, dan meningkatnya jumlah penduduk miskin rentan lainnya
akibat inflasi yang sangat besar mendekati hyperinflation.
2) Meningkatnya jumlah pengangguran pada dua tahun terakhir
yaitu tahun 2014 dan 2015.
3) Penanganan rumah tangga miskin by name by address secara
holistic relative belum optimal.
4) Penangananan terhadap 22 (dua puluh dua) kelompok marginal
(penyakit jiwa, anak terlantar, bayi terlantar, anak yang
bermasalah hukum, dan lain-lain) masih terbatas.
5) Penanganan lanjut usia masih terbatas.
6) Keadilan untuk semua di mana masih terjadi ketidakmerataan
akses masyarakat terhadap pelayanan publik belum tercipta.
7) Fasilitas penampungan (shelter) untuk penanganan masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) masih terbatas.
8) Penganan terhadap 26 penyandang kesra social (PMKF) yang
memiliki kehidupan yangf tidak layak secara kemnusiaan dan
memiliki kriteria masalah social yang meliputi kemiskinan,
keselantaran, kecacata, keterpencilan, ketunaan, penyimpangan
perilaku, korban bencana dan korban tindak kekerasan,
ekploitasi dan diskriminasi masih terbatas.
9) Fasilitas penamungan (shelter) penyandang penangan masalah
kesejahteraan social (PMKS) masih terbatas.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 13


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

4.1.2. URUSAN WAJIB YANG TIDAK BERKAITAN DENGAN PELAYANAN


DASAR

A. TENAGA KERJA;

1) Kemajuan teknologi akan menurunkan kebutuhan akan tenaga


kerja sehingga dapat meningkatkan pengangguran.
2) Penggunaan teknologi yang lebih tinggi membutuhkan
penggunaan tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang lebih
tinggi, sedangkan perkembangan penguasaan keterampilan oleh
tenaga kerja masih relatif lambat.
3) Porsi penduduk berusia lanjut yang bertambah akan mengurangi
jumlah tenaga kerja produktif. Porsi penduduk berusia lanjut
sebagai akibat keberhasilan mengendalikan tingkat kelahiran
meningkat, sehingga membutuhkan jaminan sosial yang lebih
besar.
4) Migrasi tenaga kerja dari daerah lain yang disebabkan oleh
ketertarikan terhadap perkembangan ekonomi semakin
meningkat sehingga dapat mengancam kesempatan tenaga kerja
lokal dan menimbulkan pengangguran.
5) Tingkat kelahiran pada kelompok masyarakat yang berpendidikan
rendah dan miskin masih tinggi.
6) Angka pengangguran masih relatif tinggi sementara kualitas
tenaga kerja yang tersedia mencakup pengetahuan, keterampilan,
disiplin, dan etos kerja kebanyakan belum memenuhi kebutuhan
pasar serta kepentingan pembangunan daerah.
7) Variasi lapangan kerja yang tersedia masih terbatas.
8) Pengangguran sukarela masih sering terjadi.
9) Jiwa dan semangat kewirausahaan masih kurang.
10) Masih tingginya jumlah perusahaan yang tidak memperhatikan
hak-hak buruh masih ada.
11) Masih lemahnya komitmen pemerintah Kabupaten/Kota dalam
menangani masalah pengangguran, khususnya dalam penciptaan
lapangan kerja.
12) Terbatasnya tenaga Instruktur, bahkan tidak menutup
kemungkinan pada Tahun 2017 tenaga Instruktur tidak ada lagi
karena sudah memasuki usia Pensiun.
13) Belum semua Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh
lebih dari 50 (lima puluh) orang membentuk LKS Bipartit,
sementara LKS Bipartit yang ada belum berfungsi dengan baik.
14) Belum semua Kabupaten membentuk Dewan Pengupahan
Kabupaten/Kota.
15) Belum semua Perusahaan mewajibkan pekerjanya masuk
menjadi peserta Jamsostek.
16) Terbatasnya tenaga Pengawas Ketenagakerjaan dan Pegawai
Mediator, bahkan ada beberapa Kabupaten/Kota tidak memiliki
pegawai dimaksud.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 14


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

b. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK;


1) Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
termasuk tindakan pemerkosaan dan bullying..
2) Tingginya jumlah perempuan yang menganggur di Sulawesi Utara
dibandingkan dengan provinsi lainnya di pulau Sulawesi.
3) Masih sering terjadi perdagangan perempuan (women-trafficking)
dan kekerasan dalam rumah tangga.
4) Kualitas hidup perempuan masih harus ditingkatkan mengingat
perannya yang sentral dalam pembangunan.
5) Peran perempuan dalam pengambilan keputusan dan penetapan
kebijakan masih rendah padahal mereka lebih membawa aspirasi
masyarakat yang terkait dengan kesejahteraan.
6) Perlindungan anak dan pemenuhan hak perempuan dan anak
perempuan masih harus ditingkatkan untuk menyiapkan mereka
menjadi generasi penerus yang sesuai dengan visi pembangunan
jangka panjang.
7) Belum optimalnya integrasi/sinkronisasi penyelenggaraan
pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.

C. PANGAN;
1) Ketahanan Pangan untuk swasembada beras dan daging masih
perlu perhatian yang besar dan komitmen anggaran yang
serius.
2) Penanganan terhadap daerah kabupatan rawan bencana belum
maksimal;
3) Keamanan pangan masih perlu ditingkatkan seiring dengan
meningkatnya penemuan kasus akibat keracunan makanan.
4) Distribusi pangan di daerah kepulauan dan perbatasan pada
masa-masa tertentu belum optimal.
5) Cadangan pangan pemeritah daerah masih perlu ditingkatkan
untuk mencegah terjadinya resiko rawan pangan akibat bencana
alam.
6) Masih adanya daerah yang beresiko tinggi rawan pangan yang
sebagian besar berada di daerah kepulauan
7) Kualitas keberagaman konsumsi pangan masyarakat masih perlu
ditingkatkan.
8) Pada kondisi tertentu terdapat harga beberapa bahan pangan
yang sangat fluktuatif antara lain beras, cabe, bawang merah dan
tomat dan beberapa pangan lainnya.
9) Aksesibilitas pangan di daerah-daerah kepulauan sangat
dipengaruhi oleh faktor distribusi pangan, lebih khusus pada
musim gelombang permukaan air laut yang tinggi.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 15


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

D. PERTANAHAN;
1) Sertifikasi Tanah untuk Rumahtangga miskian sebagai salah satu
dasar intervensi program pemerintah belum dilakukan secara
optimal.
2) Masih banyak ditemukan sertifikat ganda untuk satu bidang
tanah dan masih semrawutnya arsip pencatatan terhadap
kepemilikan tanah di tingkat desa dan kabupaten/kota.
3) Pengelolaan aset tanah (reforma aset) yang meliputi redistribusi
tanah dan legalisasi aset yang meliputi tanah pada kawasan
hutan yang dilepaskan, dan tanah hak, termasuk di dalamnya
tanah HGU yang akan habis masa berlakunya dan tanah
terlantar.

E. LINGKUNGAN HIDUP;
1) Kualitas lingkungan hidup terutama untuk air sungai dan danau
yang berada dalam kondisi cemar berat belum ditangani secara
seerius.
2) Degradasi lingkungan akibat aktfitas ekonomi dan
kemasyarakatan, termasuk alih fungsi lahan yang semakin sering
terjadi.
3) Rehabilitasi lahan kritis berjalan lambat dan belum
menampakkan komiten serius dari pemerintah untuk
merehabilitasi kawasan hutan yang terbakar ada tahun 2015
akibat kemarau panjang.
4) Pengawasan terhadap illegal looging, illegal fishing dan illegal
mining relative belum optimal
5) Masih lemahnya penegakan sanksi hukum terhadap pelanggaran
dibidnag pengelolaan leingkungan hidup.

F. ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL;


1) Database kependudukan yang masih sangat lemah sehingga data
kependudukan belum menunjukan situasi yang sesungguhnya.
Situasi ini ditunjukkan oleh masih banyak kartu tanda penduduk
(KTP) ganda namun masih banyak penduduk yang belum
terdaftar.
2) Diskriminasi baik berdasarkan status sosial maupun etnis dalam
pengurusan surat-surat yang terkait dengan kependudukan dan
catatan sipil masih terjadi.
3) Migrasi penduduk dari daerah lain yang disebabkan oleh
ketertarikan terhadap perkembangan ekonomi meningkat.
4) Tingkat kelahiran pada kelompok masyarakat yang berpendidikan
rendah dan miskin masih tinggi.
5) Kelahiran di luar nikah sebagai akibat pergeseran nilai budaya
terkait arus globalisasi makin meningkat.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 16


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

6) Porsi penduduk berusia lanjut meningkat sebagai akibat


keberhasilan mengendalikan tingkat kelahiran sehingga
membutuhkan jaminan sosial yang lebih besar.
7) Database kependudukan masih lemah sehingga masih
menimbulkan kendala dalam menetapkan target pembangunan
pemerintah. Hal ini menjadi kendala dalam pencegahan,
pemberantasan kejahatan dan terorisme.

G. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA;


1) Kapasitas pemerintah desa dalam menyusun perencanaan dan
penganggaran masih rendah yang berakibat pada lemahnya
pengelolaan dana desa untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
2) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong
keterkaitan desa-kota belum dilakukan secara spatial dan
tematik dalam mewujudkan dan mengembangkan sentra
produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian dan
perikanan, serta destinasi pariwisata sekaligus dalam upaya
meningkatkan akses transportasi desa dengan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi lokal/wilayah, termasuk di wilayah
transmigrasi.
3) Ketersediaan sarana dan prasarana kawasan perdesaan di
antaranya air bersih, listrik, sanitasi, dan jalan ke sentra-sentra
produksi pertanian pada beberapa daerah relatif sangat terbatas.
4) Belum terkoordinasinya penanganan kemiskinan perdesaan
secara holistic. Upaya penanggulangan kemiskinan dan
pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa belum optimal
dalam mendukung ketersediaan sarana prasarana produksi
khususnya benih, pupuk, pengolahan produk pertanian dan
perikanan skala rumah tangga desa, fasilitasi, pembinaan,
maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan
permodalan/kredit, kesempatan berusaha, pemasaran dan
kewirausahaan; sekaligus meningkatkan kapasitas masyarakat
desa dalam pemanfaatan dan pengembangan Teknologi Tepat
Guna Perdesaan.

H. PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA;


1) Belum tercapainya target unmet needs di Provinsi Sulawesi Utara
pada tahun 2015.
2) Belum ditetapkannya standar klinis pelayanan KB yang harus
diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ataupun
yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan, termasuk tubektomi interval.
3) Belum terintegrasinya sistem informasi fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan sistem informasi
manajemen BKKBN. Hal ini perlu untuk memastikan setiap
fasilitas kesehatan terdata dalam subsistem distribusi alat

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 17


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

kontrasepsi dan pencatatan serta pelaporan pelayanan


kontrasepsi.
4) Komitmen dan tindaklanjut terhadap pelaksanaan kampung KB
yang mempromosikan dan melaksanakan manajemen keluarga
berencana secara holistic masih belum optimal.
5) Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehat-
an reproduksi yang merata dan berkualitas, baik antarsektor
maupun antara pusat dan daerah, utamanya dalam sistem SJSN
Kesehatan, dengan menata fasilitas kesehatan KB;
6) Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat
dan obat kontrasepsi yang memadai di setiap fasilitas kesehatan
KB dan kesehatan reproduksi serta jejaring pelayanan, yang
didukung oleh pendayagunaan fasilitas pelayanan kesehat-an
untuk pelayanan KB (persebaran fasilitas kesehatan pelayan-an
KB, baik pelayanan KB statis maupun mobile/ bergerak);
7) Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode kontra-
sepsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop-out, dan
peningkatan penggunaan metode jangka pendek dengan membe-
rikan informasi secara kontinyu untuk keberlangsungan ber-KB
serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertim-
bangkan prinsip rasional, efektif, dan efisien. Disamping itu juga
dilakukan peningkatan pelayanan pengayoman dan penanganan
KB pasca persalinan, pasca keguguran dan penanganan
komplikasi dan efek samping.
8) Advokasi program kependudukan, keluarga berencana,
dan pembangunan keluarga kepada para pembuat kebijakan,
serta promosi dan penggerakan kepada masyarakat dalam
penggu- naan alat dan obat kontrasepsi KB, baik dengan
keutamaan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
maupun metode kontrasepsi jangka pendek dengan tetap
menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi
9) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi
bagi remaja melalui pendidikan dan sosialisasi mengenai
pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan
usia perkawinan, dan peningkatan intensitas layanan KB bagi
pasangan usia muda guna mencegah kelahiran di usia remaja;
10) Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga
melalui kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka
melestarikan kesertaan ber-KB dan memberikan pengaruh
kepada keluarga calon akseptor untuk ber-KB. Selain itu juga
dilakukan penguatan fungsi keluarga dalam membentuk
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

J. PERHUBUNGAN;
1) Pertumbuhan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat yang
tidak diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana
jalan dan jembatan.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 18


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

2) Marka jalan belum memenuhi standar pelayanan minimum.


3) Terjadinya kemacetan rutin di beberapa titik di hamper semua
kota di Sulawesi Utara.
4) Belum memadainya sarana dan prasarana transportasi dan
keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda,
5) Belum optimalnya penempatan transportasi laut sebagai
tulang punggung sistem logistik nasional yang seharusnya dapat
dilakukan melalui pengembangan pelabuhan- pelabuhan
berkapasitas tinggi dengan ditunjang fasilitas pelabuhan yang
memadai serta membangun short sea shipping/ coastal shipping
pada jalur logistik nasional yang diintegrasikan dengan moda
kereta api dan jalan raya.
6) Pengembangan dan pengendalian jaringan lalu lintas angkutan
jalan yang meliputi simpul transportasi jalan, jaringan pelayanan
angkutan jalan yang efisien dan mampu mendukung pergerakan
penumpang dan barang.
7) MAsih rendahnya kualitas dan kuantitas kemampuan SDM
dan perlengkapan Search and Rescue (SAR) untuk pertolongan
dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi terutama
kecelakaan penerbangan dan pelayaran.
8) Belum dikelolanya percepatan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
prioritas konektivitas ASEAN dalam kerangka penguatan
konektivitas nasional
9) Masih rendahnya tingkat keselamatan dan keamanan
penyeleng- garaan pelayanan transportasi serta pertolongan dan
penyelamatan korban kecelakaan transportasi.
10) Belum optimalnya ketersediaan layanan transportasi serta
komunikasi dan informatika di perdesaan, perbatasan negara,
pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya
11) Belum tersosialisasinya rencana pembangunan jarringan kereta
api pada masyarakat terdampak pembangunan rel kereta api.

K. KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA;


1) Penggunaan e-government masih rendah.
2) Data base pemerintah daerah relatif belum memadai.
3) Pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi masih lemah.
4) Aplikasi e-Government yang Government to Government (G2G),
Government to Business (G2B) dan Government to Customers
belum tersedia termasuk infrastruktur bersama yaitu
jaringan komunikasi pemerintah yang aman (secured government
network) serta fasilitas pusat data dan pusat pemulihan data
yang terkonsolidasi.
5) Belum tersedianya layanan e-Government secara holistik dan
dikelolanya data sebagai aset strategis
6) Belum seluruh pegawai pemerintah Sulawesi Utara memiliki
penguasaan komprehensif tentang TIK.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 19


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

L. KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAH;


1). Sulitnya akses permodalan usaha koperasi dan UMKM.
2). Lemahnya kompetensi pengurus koperasi untuk memaksimalkan
pencapaian target usaha.
3). Masih rendahnya akses terhadap kemudahan, kepastian dan
perlindungan usaha.

M. PENANAMAN MODAL;
1). Prosedur perijinan investasi yang masih belum kondusif untuk
meningkatkan daya saing investasi.
2). Menurunnya daya saing Provinsi Sulawesi Utara pada dua tahun
terakhir yang diakibatkan oleh menurunnya minat investor untuk
menanamkam modalnya di provinsi nyiur melambai.

N. KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA;


1) Sarana dan prasarana olahraga belum tersedia secara memadai.
2) Institusi-institusi yang membawahi cabang-cabang olahraga
belum terkelola secara memadai.
3) Prestasi olahraga atlit Sulawesi Utara yang cenderung menurun.
4) Minat berolahraga masyarakat Sulawesi Utara yang masih rendah
karena belum menyadari bahwa olahraga adalah salahsatu
perilaku hidup bersih dan sehat.
5) Lembaga-lembaga kepemudaan belum berjalan dengan baik.

O. STATISTIK;
1) Belum optimalnya ketersediaan data dasar dan data sektoral
yang update an akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan.
2) Belum terintegrasinya data dan informasi pembangunan Sulawesi
Utara disertai kemudahan akses dan distribusinya.

P. KEBUDAYAAN;
1) Pendidikan menyangkut pengetahuan tentang kebudayaan lokal
(tarian daerah, musik tradisional dan bahasa daerah) belum
terakomodasi secara memadai dan merata dalam kurikulum
muatan lokal di sekolah-sekolah.
2) Paguyuban-paguyuban yang dibentuk oleh masyarakat ataupun
organisasi kemasyarakatan untuk mengangkat kebudayaan
daerah dan melakukan penyajian kebudayaan lokal secara rutin
masih sangat minim.
3) Minat generasi muda untuk menggali, mengelola dna
melestarikan kekayaan budaya dan kearifan local relative

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 20


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

rendah. Hal ini ditunjukkand engan semakin sulitnya anak-anak


menggunakan bahasa daerah, mencintai kuliner asli dan budaya
seni keadaerahan.

Q. PERPUSTAKAAN;
1) Menurunnya minat baca masyarakat
2) Kurang terorganisirnya perpustakaan sesuai dengan aturan
kearsipan.
3) Belum optimalnya ketersediaan buku yang update dan jumlah
yang memadai

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 21


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

4.1.3. URUSAN PILIHAN

A. KELAUTAN DAN PERIKANAN;


1) Luasnya wilayah territorial dan ZEEI Sulut serta banyaknya
pulau-pulau dan berbatasan dengan Negara tetangga merupakan
lahan subur untuk penangkapan ikan secara illegal dan
pengrusakan ekositim pesisir. Pengawasan menjadi kurang
optimal karena sarana pengawasan terbatas, kurang optimalnya
peran serta masyarakat dalam pengawasan, kurangnya
koordinasi lintas sector.
2) Dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, masih
terdapat kegiatan illegal fishing akibat kemampuan pengawas
sumberdaya kelautan dan perikanan masih lemah, penyediaan
sarana dan prasarana pengawas belum memadai.
3) Pelanggaran lintas batas oleh nelayan tradisional karena
berbatasan dengan Negara tetangga philipina dan kejelasan
perbatasan wilayah dengan Negara tetangga yang belum
terselesaikan serta ABK nelayan yang status kewarganegaraan
tidak jelas
4) Sumberdaya ikan cenderung mengalami degradasi utamanya di
perairan pantai. Beberapa factor yang menyebabkan penurunan
terkait dengan degradasi kualitas lingkungan pesisir, termasuk
oleh aktivitas manusia yang menimbulkan pencemaran dan
kerusakan perairan seperti penggunaan alat tangkap yang
direkomendasikan, metode penangkapan yang merusak
lingkungan (bom, racun, listrik, obat bius, dll)
5) Produktivitas nelayan masih tergolong rendah disebabkan
armada perikanan masih didominasi oleh kapal berukuran kecil
yaitu perahu tanpa motor, motor temple dan kapal motor ukuran
0,5-3 GT. Juga kelemahan dari nelayan yang hanya mampu
melakukan penangkapan ikan one day fishing, tingginya tingkat
kehilangan mutu ikan karena belum menerapkan sistim rantai
dingin, keterbatasan dalam memanfaatkan dana perbankan.
6) Fasilitas pendukung berupa prasarana pelabuhan dan Balai
Benih Ikan yang masih terbatas dan belum memadai, sehingga
perlu investasi baik Pemerintah maupun swasta untuk
melengkapi fasilitasnya.
7) Dalam pengembangan perikanan budidaya, masih dihadapkan
pada implementasi kebijakan tata ruang dan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terbatasnya ketersediaan
dan distribusi induk dan benih unggul, kesiapan dalam
menanggulangi hama dan penyakit, bahan baku pakan serta
tingginya harga pakan.
8) Rendahnya produktivitas perikanan budidaya disebabkan karena
struktur pelaku usaha perikanan budidaya adalah skala
kecil/tradisional dengan keterbatasan aspek permodalan,
jaringan teknologi dan pasar, juga serangan hama dan penyakit

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 22


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

ikan serta adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas


lingkungan perikanan budidaya.
9) Pengembangan sistim jaminan kesehatan mutu dan keamanan
hasil perikanan harus selaras dengan persyaratan dan ketentuan
Internasional sehingga mampu meningkatkan daya saing hasil
perikanan dalam era perdagangan global.
10) Kesejahteraan pelaku usaha perikanan merupakan salah satu
pilar penting dalam penigkatan daya saing bangsa.
Permasalahan yang dihadapi adalah belum adanya perlindungan
terhadap pelaku usaha UMK untuk meningkatkan daya saing
melalui sinergi lintas sektor, perlindungan terhadap pasar
domestic dan sertifikasi produk perikanan.
11) Aktivitas pemanfaatan suberdaya kelautan dan perikanan tidak
terlepas dari keberadaan potensi bencana alam dan dampak
perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut, intrusi air laut
ke daratan, peningkatan dan perubahan intensitas cuaca ekstrim.
Oleh karena itu penyiapan kapasitas masyarakat untuk
melakukan berbagai upaya mitigasi bencana dan adaptasi
dampak perubahan iklim sangat diperlukan
12) Wilayah pesisir memiliki potensi kerusakan pesisir berupa
kerusakan ekosistim, abrasi, sedimentasi, pencemaran sehingga
diperlukan berbagai upaya rehabilitasi ekosistim, pengendalian
pencemaran dan upaya revitalisasi diantaranya melalui
reklamasi yang terkendali.

B. PARIWISATA;
1) Masih rendahnya kunjungan wisatawan mancanegara melalui
pintu masuk bandara Internasional Sam Ratulangi
2) Belum diselesaikannya Rencana Induk Pariwisata daerah sebagai
roadmap pengembangan pariwisata sesuai dengan Rencana
Induk Pengembangkan Industri Nasional (RIPIN) dan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
3) Belum optimalnya utilitas dan infrastruktur pariwisata sesuai
standar internasional di berbagai destinasi pariwisata.
4) Belum terbangunnya Destinasi Pariwisata yang berdayasaing
melalui terutama : (a) wisata alam terdiri dari wisata bahari,
wisata petualangan dan wisata ekologi; (b) wisata budaya yang
terdiri dari wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan belanja,
dan wisata kota dan desa; dan (c) wisata buatan
5) minat khusus yang terdiri dari wisata Meeting Incentive
Conference and Exhibition (MICE) & Event, wisata olahraga, dan
wisata kawasan terpadu; (2) meningkatkan citra kepariwisataan
dan pergerakan wisatawan nusantara; (3) Tata Kelola
Destinasi; serta (4) Pemberdayaan masyarakat di destinasi
pariwisata

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 23


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

C. PERTANIAN;

1) Lahan Pertanian
Keberlanjutan sektor pertanian–tanaman pangan tengah
dihadapkan pada ancaman serius, yakni luas lahan pertanian
yang terus menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif
ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif. Kini
lahan sawah lebih menguntungkan untuk dijadikan sebagai real
estate, pabrik, atau infrastruktur untuk aktivitas industri lainnya
daripada ditanami tanaman pangan. Laju konversi lahan sawah
sangat tinggi sementara kemampuan pemerintah dalam
pencetakan sawah baru terbatas. Upaya pengendalian terhadap
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian tanaman
pangan secara efektif dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (PLP2B) dan Peraturan Pemerintah pendukungnya.
Namun pada kenyataannya konversi lahan pertanian ke
perumahan dan industri terus berlangsung. Ditambah lagi
dengan permasalahan penurunan kualitas lahan pertanian dan
luasan kepemilikan lahan pertanian yang sempit.

2) Infrastruktur Pertanian.
Salah satu prasarana pertanian yang saat ini sangat
memprihatinkan adalah jaringan irigasi. Kurangnya
pembangunan waduk dan jaringan irigasi baru serta rusaknya
jaringan irigasi yang ada mengakibatkan daya dukung irigasi bagi
pertanian sangat menurun. Kerusakan ini terutama diakibatkan
banjir dan erosi, kerusakan di daerah aliran sungai, serta
kurangnya pemeliharaan irigasi hingga ke tingkat usahatani.
Selain itu, masih terbatasnya jalan usahatani, jalan produksi,
pergudangan berpendingin udara, laboratorium dan kebun
percobaan bagi penelitian, laboratorium pelayanan uji standar
dan mutu, pos dan laboratorium perkarantinaan, kebun dan
kandang penangkaran benih dan bibit, klinik konsultasi
kesehatan tanaman dan hewan, balai informasi dan promosi
pertanian, balai-balai penyuluhan serta pasar-pasar yang spesifik
komoditas.

3) Perbenihan/Perbibitan
Benih merupakan sarana penting bagi usaha di bidang pertanian,
apabila benih/ bibit yang tersedia tidak baik atau palsu maka
hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain
itu, pengadaan benih belum sesuai dengan musim tanam,
biasanya benih sampai dilokasi setelah musim tanam dan
kadangkala benih sudah kadaluarsa. Kondisi dikarenakan

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 24


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

infrastruktur dan system perbenihan sulit berkembang karena


memerlukan investasi yang cukup besar. Sementara untuk
permasalahan pembibitan ternak yang dihadapi saat ini adalah :
(1) jumlah bibit ternak belum terpenuhi; (2) kualitas bibit masih
rendah; (3) pelaku usaha pembibitan masih kurang respon dalam
pembibitan; (4) pengurangan jumlah betina produktif akibat
pemotongan betina produktif;(5) sumber pembibitan ternak masih
menyebar dengan kepemilikan rendah sehingga menyulitkan
dalam pembinaan dan pengumpulan; serta (6) kelembagaan
pembibitan belum memadai.

4) Regulasi/Kebijakan
Pengembangan sektor pertanian yang bersandar pada
pengelolaan sumberdaya alam saat ini dihadapkan dengan
berbagai macam regulasi yang terkait dengan lingkungan. Selain
itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan perlu regulasi dan
kelembagaan untuk mensinergikan upaya yang saling
mendukung untuk pencapaian sasaran dimaksud. Oleh karena
itu, regulasi dan kelembagaan dalam pembangunan pertanian
mutlak diperlukan, sehingga tidak ada tumpang tindih
kewenangan dan peraturan perundangan dari masing-masing
Kementerian/Lembaga. Regulasi juga diperlukan untuk
melindungi pengembangan komoditas usaha di bidang pertanian.
Pengembangan pertanian memerlukan dukungan agar tercipta
iklim yang kondusif melalui formulasi kebijakan dan pengamanan
kebijakan fiskal dan moneter.
Beberapa kebijakan Pemerintah yang ditetapkan belum berjalan
efektif dan belum berpihak pada sektor pertanian, seperti Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang hanya sedikit di atas
biaya produksi, pengendalian harga penjualan (beras) agar tidak
memicu kenaikan inflasi.

5) Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia


Pendekatan kelembagaan telah menjadi strategi penting dalam
pembangunan pertanian. Pengembangan kelembagaan pertanian
baik formal maupun informal belum memberikan peran berarti di
perdesaan. Hal ini disebabkan oleh peran antar lembaga
pendidikan dan pelatihan, Balai Penelitian dan Penyuluhan (BPP)
belum terkoordinasi dengan baik. Fungsi dan keberadaan
lembaga penyuluhan cenderung terabaikan. Koordinasi dan
kinerja lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah.
Koperasi perdesaan yang bergerak di sektor pertanian masih
belum berjalan optimum. Keberadaan lembaga-lembaga
tradisional di perdesaan belum dimanfaatkan secara optimal. Dari
sisi sumberdaya manusia, masih rendahnya kualitas sumberdaya
manusia pertanian merupakan kendala yang serius dalam

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 25


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

pembangunan pertanian, karena mereka yang berpendidikan


rendah pada umumnya adalah petani yang tinggal di daerah
pedesaan. Kondisi ini juga semakin diperparah dengan kurangnya
pendampingan penyuluhan pertanian. Di sisi lain, bagi mereka
yang telah mengenyam pendidikan formal tingkat menengah dan
tinggi, mereka kurang tertarik bekerja dan berusaha di pertanian

6) Permodalan.
Permodalan petani merupakan faktor yang mendukung
keberhasilan pengembangan usahatani. Berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah dengan mengembangkan skema kredit
dengan subsidi suku bunga sehingga suku bunga beban petani
lebih rendah seperti Kredit ketahanan Pangan dan Energi (KKP-
E), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan skema kredit
dengan penjaminan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun
demikian skema kredit tersebut belum mampu mengatasi
permodalan petani dan dukungan perbankan belum memberikan
kontribusi yang optimal bagi petani. Hal ini disebabkan antara
lain sumber dana sepenuhnya dari bank dan risiko ditanggung
bank, oleh karena itu perbankan menerapkan prudential
perbankan. Dampak dari penerapan prudential perbankan
dirasakan petani seperti sulinya akses permodalan, persyaratan
yang dianggap rumit dan waktu yang lama, masih diperlukan
jaminan tambahan yang memberatkan petani berupa sertifikat
lahan, terbatasnya informasi petani mengenai keberadaan skema
kredit.

D. KEHUTANAN;

1). Terjadinya pemanfaatan hutan yang eksploitatif dan diperparah


oleh adanya praktik pembalakan liar yang terjadi untuk
memenuhi permintaan pasar;
2). Belum optimalnya pemanfaatan jasa lingkungan hutan dalam
pengelolaan kehutanan secara holistic;
3). Berkurangnya kawasan hutan yang menyebabkan terjadinya
kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku industri
;
4). Adanya praktik penebangan liar pada hutan di daerah hulu yang
menimbulkan dampak pada keseimbangan ekosistem dalam
tatanan daerah aliran sungai (das), yang menyebabkan timbulnya
bencana tanah longsor dan banjir pada musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap kepentingan sektor lainnya seperti
pertanian dan energi;
5). Masih terfokusnya pemanfaatan hutan pada produk kayu, yang
nilainya hanya sekitar 7 persen dari total nilai hutan, sedangkan
nilai tambah hasil hutan bukan kayu seperti air, udara bersih,

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 26


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

keanekaragaman hayati, dan keindahan alam belum


dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung perekonomian;
6). Masih rendahnya pendapatan dan kualitas hidup masyarakat
yang hidup di dan sekitar kawasan hutan;
7). Lebih berorientasinya pemanfaatan hutan pada keuntungan
jangka pendek dan rendahnya kesadaran akan prinsip
kelestarian, yang mengakibatkan pengelolaan hutan belum
berjalan secara berkelanjutan.

E. ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL;


1) Tantangan pengelolaan ESDM sebagai akibat perubahan
kewenangan penanganan energi dan sumberdaya mineral oleh
Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
Kewenangan provinsi atas pengelolaan pertambangan, energi dan
sumberdaya mineral yang berpindah dari Kabupaten kota ke
Provinsi sesuai Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
2) Rehabilitasi dan konservasi area pertambangan yang masih
hasrus dioptimalkan.
3) Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pengusahaan panas
bumi yang merupakan energi bersih dan aman sehingga timbul
penolakan terhadap beberapa proyek panas bumi
4) Tantangan pengembangan energi air, angin dan surya, antara
lain: Investasi energi terbarukan masih tinggi dan harganya
belum mencapai keekonomian, sehingga pangsa usahany sulit
bersaing dengan energi konvensional yang masih di-subsidi.
5) Ketersediaan energi listrik yang masih belum dapat memenuhi
kebutuhan dasar rumahtangga dan bisnis di Provinsi Sulawesi
Utara.
6) Tingkat kesadaran hemat energi bagi pengguna masih rendah.
7) Sistem pendanaan investasi program energi efisiensi & konservasi
energi belum memadai;
8) Insentif untuk pelaksanaan energi efisiensi dan konservasi energi
belum memadai sementara Disinsentif untuk pengguna energi
yang tidak melaksanakan efisiensi energi dan konservasi energi
belum dilaksanakan secara konsisten;
9) Daya beli teknologi/peralatan yang efisien/hemat energi masih
rendah;
10) Kurangnya koordinasi antar instansi dalam menyusun peraturan
teknis yang mengatur kewajiban pelaksanaan konservasi energi.
11) Pengetahuan dan pemahaman terhadap manfaat konservasi
energi masih terbatas;

F. PERDAGANGAN;
1. Masih lemahnya Penguatan Pasar Dalam Daerah dan Nasional.
2. Masih lemahnya Perebutan Pangsa Pasar Ekspor.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 27


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

3. Sarana dan prasarana kegiatan distribusi yang meliputi


pergudangan, pengemasan, transportasi untuk bahan pokok dan
bahan strategis untuk perdagangan domestik maupun
internasional belum memadai.
4. Akses pasar, baik domestik maupun internasional, dari
komoditas-komoditas unggulan relatif masih terbatas.
5. Masih adanya regulasi yang menghambat kegiatan perdagangan
antara lain pungutan kabupaten/kota terhadap kegiatan
transportasi.
6. Promosi komoditas unggulan Sulawesi Utara masih belum
optimal.
7. Data mengenai kegiatan perdagangan masih belum akurat.
8. Belum diaturnya perdagangan lintas batas.
9. Belum adanya kerjasama dan sosialisasi tentang Sulawesi Utara
sebagai pintu gerbang kepada propinsi-propinsi tetangga, pelaku
bisnis .
10. Belum optimalnya peran sektor swasta dan asosiasi-asosiasi
binsis dalam menunjang perdagangan.
11. Belum adanya badan kerjasama internasional bidang
perdagangan.
12. Belum optimalnya kerjasama sub-regional yang menunjang
kegiatan perdagangan antar negara
13. Belum optimalnya kerjasama badan-badan kerjasama antara
daerah.
14. Belum optimalnya pemanfaatan Sekretariat Coral Triangle
Initiative (CTI) sebagai wadah untuk meningktakan kerjasama
perdagangan antar negara yang memiliki wilayah laut.
15. Barang dan jasa yang dihasilkan di Sulawesi Utara masih jauh
dari kebutuhan konsumen yang mengakibatkan Sulawesi Utara
memiliki posisi sebagai net-importer, yaitu lebih banyak
memasukan barang dan jasa dari luar provinsi dibandingkan
ekspornya ke daerah yang lain atau ke luar negeri.
16. Masih terbatasnya infrastruktur di daerah kepulauan yang
menyebabkan distribusi barang menjadi terhambat yang pada
gilirannya terjadi disparitas harga jual secara signifikan antar
daerah terutama dengan daerah kepulauan.
17. Masih adanya pungutan liar dalam pengangkutan barang
sehingga menimbulkan beban tambahan pada perusahaan yang
pada gilirannya terjadi kenaikan harga barang.

G. PERINDUSTRIAN;
1. Masih lemahnya Daya Saing Industri daerah.
2. Belum terlaksananya ketersediaan Lahan Pengembangan
Kawasan Industri 2,000 Ha. dan Reklamasi 300 Ha. di lokasi
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 28


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

3. Agroindustri yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah


bagi komoditas-komoditas unggulan Sulawesi Utara belum
berkembang sebagaimana yang diharapkan.
4. Teknologi pasca panen termasuk pengemasan belum
dimanfaatkan secara memadai.
5. Masih terbatasnya produk turunan komoditas-komoditas
unggulan Sulawesi Utara terutama kelapa.
6. Industri pengolahan yang ada belum variatif dan inovatif.
7. Permasalahan terkait dengan pemilikan tanah untuk lahan
industri.
8. Belum adanya investor yang serius untuk membuka suatu
kawasan industri pengolahan di Sulawesi Utara.
9. Terbatasnya dana pemerintah daerah untuk pembebasan tanah
maupun pembangunan kawasan industri.
10. Masih adanya pungutan liar saat pengangkutan bahan baku dan
barang jadi serta dalam operasi perusahaan.
11. Masih berbelitnya pengurusan izin yang dihadapi pengusaha.
12. Keterbatasan dalam pasokan energi listrik sehingga perusahaan
menanggung biaya energi yang besar.
13. Terbatasnya jumlah pabrik pengolahan untuk memproduksi
produk turunan komoditas unggulan, seperti kelapa, pala,
cengkih, jagung, dan hasil laut mengakibatkan rendahnya nilai
tambah yang dinikmati Sulawesi Utara atas hasil komoditas-
komoditas unggulannya.

H. TRANSMIGRASI
1. Penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP) oleh
Kabupaten/Kota sering mengabaikan penyelesaian legalitas lahan
dan persetujuan masyarakat, sehingga berpotensi menjadi
masalah hukum atas kepemilikan lahan.
2. Adanya Pembangunan Permukiman Transmigrasi belum
memenuhi kriteria clean and clear status lahannya, sehingga
terhambat dalam pembangunan sarana/prasarana pada lokasi
permukiman transmigrasi yang baru maupun dalam perpindahan
dan/atau penempatan, antara lain lokasi Wioi Kabupaten
Minahasa Tenggara dimana Lahan Usaha I dan II yang
diperuntukkan bagi penempatan transmigrasi Tahun 2009 belum
diberikan kepada warga transmigrasi serta untuk penempatan
transmigrasi Tahun 2010 yang diluncurkan Tahun 2011 belum
juga tersedia Lahan Usaha I dan II dimaksud. Disamping itu juga
Pembangunan Transmigrasi Baru di Desa Matongkad Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur belum adanya penyerahan hak
kepemilikan atas tanah dari masyarakat kepada Pemerintah
untuk dijadikan pembangunan transmigrasi baru serta Rumah
Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK) yang dibangun baru
30% sehingga untuk penempatan belum dapat dilaksanakan.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 29


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

3. Banyaknya Tuntutan Ganti Rugi Tanah atas lahan transmigrasi


oleh masyarakat.

I. PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

1. Pola pikir petani/nelayan yang cenderung kearah Sub Sistem,


belum berwawasan agribisnis
2. Sektor Pertanian, perikanan dan kehutanan kurang menarik bagi
generasi muda, sementara banyak petani yang ada sekarang
sudah berusia lanjut.
3. Rendahnya nilai jual komoditi andalan Sulawesi Utara seperti
kopra, cengkeh, dan pala.
4. Belum adanya Pos Penyuluhan Desa (POSLUHDES) di setiap Desa
5. Kurangnya tenaga penyuluh di lapangan
6. Relatif rendahnya kapasitas penyuluh pertanian, perikanan dan
kehutanan, serta masih kurangnya kemauan dan kemampuan
petani untuk menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju.
7. Rendahnya kemampuan Poktan dan Gapoktan dalam mengakses
Informasi Teknologi, permodalan dan pemasaran
8. Rendahnya posisi tawar petani dalam memasarkan hasil
produksinya.
9. Kurangnya irigasi untuk mengatur ketersediaan dan penyaluran
air untuk pertanian.
10. Bertambahnya pemukiman dan aktivitas ekonomi yang
mempersempit lahan untuk pertanian.
11. Masih setingginya ketergantungan pada pupuk anorganik dan
pestisida sehingga mengurangi tingkat kesuburan tanah.
12. Ketergantungan petani yang cukup tinggi terhadap program
bantuan pemerintah sehingga kurang memiliki kemandirian dan
daya juang yang tinggi.
13. Masih rendahnya pengetahuan dan kemauan masyarakat dalam
memanfaatkan limbah-limbah hasil pertanian untuk mengasilkan
produk-produk yang bernilai tambah.
14. Data luas lahan dan jumah produksi masih belum akurat.
15. Masih banyak alih fungsi atau konversi lahan yang tidak merata.
16. Ketersediaan serta akses petani atas saprodi masih belm
mamadai.
17. Keterbatasan modal di kalangan petani.
18. Peremajaan tanaman perkebunan belum dilakukan secara
optimal sehingga kebanyakan tanaman-tanaman tersebut
berumur tua sehingga dapat mempengaruhi prodiktivitas hasil
perkebunan di masa mendatang.
19. Penyakit tanaman perkebunan belum tertanggulangi secara baik.
20. Animo petani untuk beternak masih kurang dan hama penyakit
ternak relatif tinggi.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 30


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

21. Masih rendahnya produksi daging untuk memenuhi kebutuhan


lokal.
22. Masih terbatasnya industri yang mendukung pengelolaan produk
turunan dari komoditas pertanian, perkebunan dan peternkan.
23. Belum optimalnya sinergitas program pemerintah daerah denga
program nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
(food security),Masih kurangnya program-program penunjang
ketahanan dan keamanan pangan.
24. Masih kurangnya hasil-hasil penelitian dibidang pertanian,
peternakan dan perkebunan.
25. Masih rendahnya kesejahteraan penyuluh.
26. Belum optimalnya penetapan klaster komoditas unggulan.
27. Belum optimalnya pelaksanaan program-program yang menjamin
ketersediaan pangan, pangan dan papan secara berkelanjutan.
28. Masih kurangnya akses pemasaran hasil-hasil pertanian dan
perikanan.
29. Masih kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan agribisnis
bidang pertanian dan perikanan.
30. Masih kurangnya intensifikasi penyuluhan pertanian, perikanan,
peternakan dan kehutanan.

Pembangunan sumber daya kehutanan di Sulawesi Utara mengalami


beberapa permasalahan sehingga hasil pembangunan yang dicapai
untuk sektor tersebut belum optimal.
Permasalahan-permasalahan tersebut diperkirakan masih terjadi
sehingga 2015 di mana diantaranya berikut ini.
1. Masih terjadinya alih fungsi kawasan hutan untuk kepentingan
lain yang dilakukan secara ilegal.
2. Masih kurangnya pemberdayaan masyarakat yang bermukim
sekitar hutan.
3. Masih sering terjadi perambahan hutan secara ilegal (illegal
logging).
4. Berkurangnya ketersediaan sumber air karena erosi yang
merupakan dampak perusakan hutan dan perubahan iklim
yang tidak menentu.
5. Penebangan hutan secara tidak terencana dan kadangkala
ilegal yang menyebabkan berkurangnya areal dan produksi
hutan.
6. Masih lemahnya penegakan hukum yang berkaitan dengan
pengalaman hutan. Sealin itu, penegakan perlindungan dan
konservasi sumber daya alam yang melibatkan adat, organisasi
profesi, institusi akademik dan instansi teknis yang
mengawinkan kekuatan kearifan lokal dan teknologi terkini,
masih sangat minim dilakukan.
7. Belum konsistennya usaha pemulihan cadangan sumber daya
hutan dan yang terkait hutan(hutan,tanah, dan air)
8. Bertambahnya pemukiman dan aktivitas ekonomi di kawasan
lindung (hutan).

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 31


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

9. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya hutan yang


berorientasi pada keseimabangan ekologi, pembangunan
ekonomi, dan kompatibilitas sosial budaya.

Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan tidak terlepas dari


berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi saat ini dan dapat
berlangsung hingga 2015 adalah sebagai berikut.
1. Kurangnya perbaikan dan pembenahan kawasan konservasi
untuk menjaga kelestariannya serta melakukan berbagai upaya
yang diperlakukan agar kawasan-kawasan tersebut menjadi
kawasan konservasi dunia.
2. Masih sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal (illegal
fishing), sementara Fishing ground semakin jauh dan terbatas.
3. Penggunaan teknologi perikanan tangkap dan budidaya (darat
dan laut) yang lebih maju masih sangat terbatas.
5. Pemanfaatan daerah-daerah pesisir untuk kegiatan budidaya
belum optimal.
6. Sulitnya memperoleh bibit unggul untuk budidaya perikanan
darat dan laut.
7. Masih sulitnya akses nelayan terhadap sumber-sumber
permodalan.
8. Masih terdapat keluhan nelayan mengenai pungutan-pungutan
liar oleh oknum-oknum tertentu di laut.
9. Produk turunan dari komoditas perikanan dan kelautan yang
dihasilkan oleh kegiatan manufaktur di Sulawesi Utara.
10. Cara penangkapan ikan yang merusak kehidupan laut dan
mengancam ketersediaan sumber-sumber ekonomis laut di
masa mendatang.
12. Pencemaran laut dan sungai yang disebabkan oleh limbah
rumah tangga dan kegiatan usaha sehingga mengurangi jumlah
ikan dan fauna lainnya serta menyebabkan berbagai penyakit
pada manusia yang mengkonsumsinya.
13. Klaim perbatasan laut dengan negara-negara tetangga yang
menimbulkan ketidaknyamanan nelayan untuk melaut lebih
jauh.
14. Masih rendahnya minat nelayan untuk pengembangan budi
daya pesisir.
15. Sering terjadi perubahan harga BBM yang menyebabkan
masalah bagi modal kerja nelayan.
16. Modal Usaha Nelayan dan Pembudidaya Ikan masih terbatas.
17. Tenaga Penyuluh Perikanan masih terbatas.
18. Kawasan Konservasi Laut Daerah belum dikelola secara
optimal.
19. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang
belum optimal.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 32


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

J. PERENCANAAN
1. Belum sinkron dan konsistennya dokumen perencanaan antar
SKPD dengan dokumen perencanaan di tingkat kabupaten/kota.
2. Belum terbangunnya sistim perencanaan elektronik yang
membantu mendorong penyelenggaraan perencanaan yang akurat,
update, sinkron dan terintegrasi.
3. Perlunya peningkatan kualitas sumberdaya manusia perencana di
tingkat provinsi dan kabupaten kota, terutama tenaga fungsional
perencana dan peneliti.
4. Belum optimalnya partsipasi public dalam perencanaan yang
ditandai dengan kurangnya kontribusi public dalam
penyelenggaraan musrenbang baik ditingkat kecamatan,
kabupaten sampai ke tingkat provinsi.
5. Belum optimalnya akses informasi terkait dengan perencanaan
pembangunan daerah sebagaimana dipersyaratkan dalam Sistim
Informasi Perencanaan Daerah (SIPD)

K. KEUANGAN
1. Masih lemahnya kualitas sumberdaya aparatur dalam upaya
peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah yang
transparan dan akuntabel dalam upaya memperoleh opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) melalui peningkatan kualitas
sumberdaya aparatur
2. Perlunya penguatan, penataan sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah, peningkatan efektivitas Sistem Pengendalian
Intern (SPI),
3. Perlunya ketegasan dalam memberi sanksi kepada pejabat yang
melakukan tindakan melanggar ketentuan perundang-undangan
dibidang pengelolaan keuangan daerah;
4. Belum optimalnya penerapan Standar Akuntasi Pemerintahan
(SAP) berbasis Akrual melalui penataan kelembagaan, serta
penyesuaian dan penerbitan regulasi tentang kebijakan dan
system akuntansi pemerintah daerah.
5. Belum optimalnya pengelolaan barang milik daerah khususnya
dalam rangka mewujudkan tertib administrasi barang milik
daerah agar menjadi bagian dalam upaya mempertahankan opini
WTP dari BPK.

L. KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

1. Masih belum optimalnya pelaksanaan pekerjaan ASN diakiibatkan


oleh lemahnya profesionalisme aparatur Sipil Negara dikaitkan
dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja.
2. Masih belum optimalnya disiplin ASN dalam apelaksanaan
pekerjaan untuk mencapai target kinerja pemerintahan daerah
3. Masih lemahnya penyelenggaraan diklat berbasis kompetensi bagi
aparatur yang melaksanakan setiap bidang dan sub-sub bidang
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 33


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota;


4. Masih lemahnya p Pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi
bagi aparatur pemerintahan Daerah guna memastikan
penguasaan kompetensi kerja pada bidang, sub bidang dan sub
sub bidang urusan pemerintahan;
5. Belum terbentuknya lembaga sertifikasi profesi pemerintahan
daerah (LSP-Pemda) cabang provinsi sebagai unit non struktural
yang akan melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi
kompetensi di daerah;
6. Masih perlunya Peningkatan kemampuan tenaga pengajar dan
pengelola diklat dalam menyelenggarakan diklat berbasis
kompetensi;
7. Belum optimalnya Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan
diklat di pusat dan daerah bagi kepala daerah, DPRD, dan PNS,
untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan, politik dan
penerapan SPM di daerah.

N. INSPEKTORAT

1. Masih lemahnya Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah, Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
2. Masih perlunya peningkatan kualitas APIP dalam melakukan
pengawasan dokumen perencanaan pembangunan dan
penganggaran daerahbeserta perubahannya melalui kegiatan
reviu dokumen RPJMD, RKPD, RENJA-PD dan RKA PD agar
konsistensi dan keselarasan antar dokumen serta penerapan
kaidah-kaidah perencanaan dan penganggaran daerah dapat
terjamin.
3. Masih perlunya penguatan pengawasan keuangan dan aset
daerah melalui audit keuangan, reviu laporan keuangan setiap
semester serta monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran,
sehingga secara bertahap dan konsisten tercipta akuntabilitas
dan tata kelola pengelolaan keuangan yang baik.
4. Perlunya peningkatan pengawasan pengadaan/jasa melalui
monitoring dan evaluasi kesesuaian pelaksanaan kontrak dengan
rencana yang telah di tetapkan, sehingga pelaksanaan pengadaan
barang/jasa dapat di percepat dan tidak terjadi penumpukan
belanja di triwulan IV. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 2015 tentang percepatan pelaksanaan pengadaan
barang/jasa pemerintah.
5. Masih perlunya peningkatan pngawasan pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah oleh Perangkat Daerah yang dilakukan
Jabatan Fungsional Pengawas urusan penyelanggaran
pemerintahan daerah agar lebih dioptimalkan sehingga capaian
SPM dan NSPK masing-masing urusan dan kualitas layanan
pemerintahan daerah secara konsisten dapat lebih baik. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Pemerintahan Daerah.
6. Perlunya pningkatan kapasitas APIP secara bertahap sehingga
dapat berperan sebagai garda depan dalam upaya pencegahan
korupsi di internal Pemerintahan Daerah dan berada pada level 3

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 34


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

(tiga) di Tahun 2019, melalui penguatan pada area peran dan


layanan, pengeloalaan SDM, praktek pengawasan, akuntabilitas
dan manajemen kinerja, budaya dan hubungan organisasi serta
struktur tata kelola pengawasan.
7. Masih belum optimalnya pengawasan Reformasi Birokrasi melalui
asistensi, pendampingan dan penilaian pelaksanaan Reformasi
Birokrasi di daerah termasuk di dalamnya pembentukan unit
pengendalian gratifikasi, zona integritas dan Whistle Blower
System. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81
Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-
2025.

8. Perlunya Percepatan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil


Pengawasan (TLHP) BPK dan Aparat Pengawas Internal
Pemerintah, sehinggga kelemahan sistem pengendalian internal
pemerintah dan nilai kerugian negara/daerah dapat segera
diselesaikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 35


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

4.2. ISU STRATEGIS

A. ISU INTERNASIONAL DAN REGIONAL


a) Gejolak Perekonomian Global

Tren perdagangan global ke depan tidak saja hanya dipengaruhi oleh


peranan perdagangan barang, tetapi juga oleh perdagangan jasa yang
diperkirakan akan terus meningkat dan menjadi bagian penting dari mesin
pertumbuhan global. Perkembangan jaringan produksi regional dan global
yang mendorong peningkatan intra-industry trade antar negara pemasok,
akan menjadi alasan utama terjadinya peningkatan perdagangan jasa antar
negara. Hal ini tentunya karena salah satu peranan jasa adalah sebagai faktor
pendukung dan penunjang proses produksi, seperti: jasa logistik dan
distribusi, jasa transportasi, jasa keuangan, dan lain-lain.
Dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, gejolak ekonmi dunia
semakin terkontraksi karena kepercayaan public terhadap komitmen UNI
Eropa menjadi menurun. Kondisi perekonomian global yang diwarnai dengan
ekses gejolak krisis global dari krisis utang Yunani yang mengimbas pada Uni
Eropa hingga Amerika dan akhirnya berdampak pada seluruh dunia. Krisis
ekonomi global tersebut memunculkan isu strategis Internasional yang antara
lain meliputi:
a. Ketidakpastian mengenai pemulihan global. Perkembangan hingga
tahun 2013 menunjukkan pemulihan ekonomi global yang tidak
sesuai harapan, bahkan melambat. Situasi menjadi tidak pasti
karena bergesernya lanskap ekonomi global.
b. Terkait ketidakpastian yang meluas seiring ketidaktegasan kebijakan
di Amerika Serikat, baik penarikan stimulus kebijakan moneter
maupun penyelesaian batas anggaran dan penghentian belanja
pemerintah. Situasi yang berlarut ini memicu penilaian ulang resiko
investor dan menimbulkan reaksi berlebih, akhirnya menimbulkan
gejolak di pasar global, termasuk RI.
c. Ketidakpastian perkembangan harga komoditas. Sejalan dengan
ekonomi global yang lambat dan pasar keuangan global yang
bergejolak, harga komoditas masih melanjutkan tren penurunannya
sehingga mempertegas era siklus panjang harga komoditas.
d.
Dalam kondisi perekonomia global yang tidak menentu/tidak pasti,
pemerintah Indonesia masih akan mengandalkan komsumsi dalam negeri dan
investasi untuk mengenjot pertumbuhan ekonomi ini karena kontribusi
ekspor belum bisa diharapkan akibat permintaan global yang sedang
menurun.

Berkembangnya ketiga isu global tersebut tidak bisa dihindari dalam


kerangka menurunkan kinerja ekonomi nasional Indonesia. Di tengah
kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik, kuatnya tekanan global
mengakibatkan neraca transksi berjalan juga akan mengalami tekanan.
Terkait pengurangan stimulus fiskal (tappering off quantitatitive easing) oleh

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 36


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

The Fed juga berpengaruh ke seluruh dunia. Hal ini akan membuat ekonomi
nasional ditandai aliran modal asing yang keluar dan membuat rupiah
tertekan tajam.

b). Lingkungan Hidup


Isu internasional lingkungan hidup adalah perubahan iklim dan
pemanasan gobal sebagai akibat dari peningkatan emisi gas kaca dan
berdampak pada keanekaragaman hayati, desertifikasi (degradasi lahan,
lahan kering semakin gersang, kehilangan badan air, vegetasi dan kehidupan
liar), kenaikan temperatur serta terjadi pergeseran musim. Untuk membatasi
peningkatan suhu global perlu dilakukan penurunan emisi gas rumah kaca
(GRK) oleh semua pihak, dengan catatan pelaksanaan di negara berkembang
harus sesuai dengan usaha pembangunan ekonomi, sosial dan pengentasan
kemiskinan.

c). Sustainable Development Goals (MDG’s)

Dengan berakhirnya agenda MDGs, yaitu 2015, diskusi mengenai


kerangka kerja pembangunan internasional pasca 2015 dimulai. Pada
pertemuan Rio +20 Summit, 192 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB)memulai proses perancangan tujuan pembangunan berkelanjutan
(sustainabled evelopment goals) yang berorientasi pada aksi, ringkas dan
mudah dikomunikasikan, jumlah terbatas, aspiratif, bersifat global secara
alamiah dandapat diterapkan pada semua negara dengan memperhatikan
perbedaan kenyataan, kapasitas dan tingkat pembangunan sebuah negara
dan menghargai kebijakan dan prioritas nasional.
Pada tanggal 30 Mei 2013, High Level Panel on the Post-2015
Development Agenda mengeluarkan “A New Global Partnership: Eradicate
Poverty and Transform Economies through Sustainable Development,” sebuah
laporan yang menetapkan agenda universal untuk mengentaskan kemiskinan
ekstrim dari muka bumi pada tahun 2030, dan mewujudkan janji
pembangunan berkelanjutan. Laporan ini mengajak seluruh warga dunia
untuk bekerjasama dalam sebuah kemitraan global baru (New Global
Partnership) yang menawarkan harapan dan peran bagi setiap orang dengan
tujuan pembangunan pasca 2015 untuk melakukan 5 pergeseran
transformasi utama, yaitu:
- Tidak meninggalkan siapapun di belakang (nothing left behind).
Setelah tahun 2015 dunia harus bergerak dari mengurangi
kemiskinan ke mengakhiri kemiskinan ekstrim, dalam segala
bentuknya. Dunia perlu memastikan bahwa tidak ada satu
orangpun-apapun etnis, gender, geografi, disabilitas, ras dan status
lainnya yang tidak mendapatkan kesempatan ekonomi dasar dan
hak asasi.
- Menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai inti. Dunia
harus mengintegrasikan dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan
dari keberlanjutan. Dunia harus bertindak sekarang untuk

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 37


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

mengurangi laju perubahan iklim dan degradasi lingkungan, yang


menimbulkan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi
manusia.
- Transformasi ekonomi untuk penyediaan pekerjaan dan
pembangunan yang inklusif. Transformasi ekonomi yang mendalam
dapat mengakhiri kemiskinan ekstrim dan meningkatkan mata
pencaharian, dengan memanfaatkan inovasi, teknologi dan potensi
bisnis. Semakin beragam kegiatan ekonomi,dan dengan kesempatan
yang sama bagi semua orang, akan mewujudkan inklusi sosial,
terutama bagi generasi muda, dan mendorong pola konsumsi dan
produksi yang berkelanjutan.
- Membangun perdamaian dan kelembagaan yang efektif, terbuka
dan akuntabel bagi semua. Kebebasan dari konflik dan kekerasan
adalah hak manusia yang paling mendasar, dan merupakan fondasi
paling penting dalam membangun masyarakat yang damai dan
sejahtera. Pada waktu yang bersamaan, masyarakat di seluruh
dunia berharap pemerintah bersikap jujur, akuntabel dan responsif
terhadap permintaan mereka.
- Membina kemitraan global baru. Semangat kebersamaan,
kerjasama dan akuntabilitas antar pihak harus menyokong agenda
pembangunan pasca 2015. Kemitraan baru harus dilandaskan pada
pemahaman bersama akan peri kemanusiaaan, berbasis pada
pengertian dan manfaat antar pihak.

d). Implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)


Implementasi masyarakat ekonomi Asean yang telah dimulai tanggal 31
Desember 2015, ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan satu kesatuan basis
produksi, sehingga akan terjadi aliran bebas barang, jasa, investasi, modal
dan tenaga kerja terampil di antara negara ASEAN. Hal ini menjadi peluang
sekaligus tantangan yang perlu disiapan oleh bangsa Indonesia secara cermat
dan terintegrasi. Kesiapan Indonesia perlu dilakukan di segala bidang secara
menyeluruh, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Edukasi
masyarakat tentang peluang MEA 2015, peningkatan kualitas dan kuantitas
tenaga kerja Indonesia akan menjadi aset berharga bagi bangsa Indonesia
untuk meraih keberhasilan MEA 2015 bagi pembagunan nasional.

e). Penelaahan isu strategis RPJMD Provinsi Tetangga (Provinsi


Gorontalo)

Keterkaitan permasalahan pembangunan Provinsi Sulawesi Utara


dengan penetapan prioritas pembangunan provinsi Gorontalo dalam RPJMD
Provinsi Gorontalo tahun 2012-2017 dapat diuraikan sebagai berikut:
- Interkonektifitas wilayah terkait dengan rencana pembangunan jalur rel
kereta api yang menghubungkan Makassar – Manado. Dalam konteks
pembangunan jalur transportasi ini, diperlukan kerjasama perencanan
yang terintegrasi, komprehensif dan terpadu antara Provinsi Gorontalo

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 38


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

dan Provinsi Sulawesi Utara untuk menentukan trase jalur rel kereta
api, termasuk didalmnya teknis penanganan kemungkinan
permasalahan yang timbul akibat dari pembangunan jaur tersebut.
- Ketersediaan energi listrik di Sulawesi Utara yang tergantung pada
keberadaan jaringan pembangkit dan distribusi energi listrik jalur
SULUTENGGO. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gorontalo 100
MW yang merupakan pembangkit pertama dari proyek 35.000 MW,
telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Juli 2016. Dengan adanya
PLTG Gorontalo yang mulai beroperasi sejak Januari 2016, pasokan
listrik PT PLN Wilayah Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo
(Suluttenggo) mencapai 414 MW, sementara beban puncak 330 MW.
Artinya, ada cadangan sebesar 84 MW, tidak ada masalah dengan
pasokan listrik lagi.
- Terkait dengan Bidang Sumberdaya alam dan Lingkungan Hidup
adalah Pengelolaan Sumberdaya Air berbasis DAS Terpadu diantaranya
DAS Limboto-Bone-Bolango yang melintasi Provinsi Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo, serta Kawasan Konservasi Dumoga, Kawasan
Lindung berupa Taman Nasional Bogani Nani Wartabone harus
mendapat perhatian khusus dalam strategi pembangunan untuk
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam mendukung kegiatan pembangunan di dua provinsi ini.
.

B. ISU STRATEGIS PROVINSI SULAWESI UTARA

4.2.1. PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

Dalam Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 disebutkan bahwa
dalam konstelasi pengembangan bermasyarakat dan bernegara, persoalan
ketimpangan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menggambarkan
masih besarnya kemiskinan dan kerentanan. Hal ini dicerminkan oleh angka
kemiskinan yang turun melambat dan angka penyerapan tenaga kerja yang
belum dapat mengurangi pekerja rentan secara berarti. Tiga kelompok
rumah tangga yang diperkira-kan berada pada 40 persen penduduk
berpendapatan terbawah adalah: (1) angkatan kerja yang bekerja tidak penuh
(underutilized) terdiri dari penduduk yang bekerja paruh waktu (part time
worker), termasuk didalamnya adalah rumah tangga nelayan, rumah tangga
petani berlahan sempit, rumah tangga sektor informal perkotaan, dan rumah
tangga buruh perkotaan; (2) usaha mikro kecil termasuk rumah tangga yang
bekerja sebagai pekerja keluarga (unpaid worker); dan (3) penduduk miskin
yang tidak memiliki aset maupun pekerjaan.
Ukuran kualitas pekerjaan berdasarkan status pekerjaan rumah tangga
di atas, memberikan gambaran tentang kondisi peker- jaan dan kerentanan
kehidupan masih mewarnai pekerjaan yang menyumbang sekitar 65,8 persen
dari pekerja. Sehingga wajar jika pertumbuhan kelompok 40 persen terbawah

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 39


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

relatif rendah, dibawah rata-rata nasional. Dengan kondisi seperti ini, laju
pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,0-7,0 persen per tahun akan tetap
menempatkan persoalan tenagakerja menjadi masalah penting pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi setinggi demikian relatif hanya mengun- tungkan
beberapa kelompok tertentu, setidaknya tenaga kerja upahan. Dengan
demikian upaya mengisolasi persoalan tenaga kerja pada mereka yang
menganggur dan mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal, serta
peningkatan akses dan produktivitas mesti segera diupayakan jalan
keluarnya. Untuk itu, tantangan dalam menghilangkan kesenjangan
pembangunan yang mampu meningkatkan standar hidup penduduk 40
persen terbawah dan memastikan bahwa penduduk miskin memperoleh
perlindungan sosial adalah:
a. Menciptakan pertumbuhan inklusif. Pola pertumbuhan
inklusif memaksimalkan potensi ekonomi dan menyertakan
sebanyak-banyaknya angkatan kerja dalam pasar kerja yang baik
(Decent Work) dan ramah keluarga miskin akan dapat mendorong
perbaikan pemerataan, dan pengurangan kesen- jangan. Terciptanya
dukungan terhadap perekonomian inklusif dapat mendorong
pertumbuhan di berbagai sektor pembangun- an, seperti pertanian,
industri, dan jasa, untuk menghindari pertumbuhan yang cenderung
ke sektor padat modal dan bukan padat tenaga kerja;
b. Memperbesar investasi padat pekerja. Terbukanya lapangan kerja
baru menjadi salah satu sarana meningkatkan pendapatan penduduk.
Diperlukan investasi baru untuk terciptanya lapangan kerja dan
kesempatan kerja baru untuk menyerap seluas- luasnya angkatan
kerja yang berpendidikan SMP dan SLTP.
c. Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro kecil menengah
dan industri rumahtangga. Usaha mikro perlu memperoleh dukungan
penguatan teknologi, pemasaran, permodalan, dan akses pasar yang
bagus. Dukungan semacam ini perlu diberikan mengingat sebagian
besar usaha mikro tidak memiliki lokasi permanen dan tidak berbadan
hukum, sehingga rentan terhadap berbagai hambatan yang dapat
menghalangi potensinya untuk tumbuh kembang;
d. Menjamin perlindungan sosial bagi pekerja informal.
Perluasan kesempatan kerja dan usaha yang baik perlu
diciptakan untuk penduduk kurang mampu dan pekerja rentan,
termasuk penyandang disabilitas dan lanjut usia potensial. Kelompok
penduduk ini umumnya memiliki kesempatan terbatas dalam sektor
formal dan tidak memiliki sumber-sumber alternatif untuk
menghidupi ekonomi keluarga. Peluang kerja yang dapat diakses
kelompok penduduk ini kurang dapat memenuhi standar hidup yang
layak dan tidak berkesinam- bungan. Keterpaduan berbagai asistensi
sosial untuk mendukung penduduk kurang mampu agar dapat
mengelola berbagai risiko, pembukaan kesempatan dan lingkungan
yang inklusif agar masyarakat kurang mampu memiliki penghidupan
yang layak, dan jaminan sosial yang memadai;
e. Meningkatkan dan memperluas pelayanan dasar bagi
masyarakat kurang mampu. Perluasan pemenuhan hak dan

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 40


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

kebutuhan dasar perlu menjadi perhatian untuk peningkatan kualitas


hidup terutama bagi masyarakat kurang mampu. Peme- nuhan hak
dasar ini meliputi hak untuk mendapatkan identitas/ legalitas,
pelayanan kesehatan, kecukupan gizi, akses terhadap pendidikan,
rumah tinggal yang layak, penerangan yang cukup, fasilitas sanitasi,
dan akses terhadap air minum. Tantangan dalam hal pemenuhan hak
dan kebutuhan dasar ini menyangkut ketersediaan layanan dasar
(supply side), penjang-kauan oleh masyarakat miskin (demand side),
serta kelembagaan dan efisiensi sektor publik;
f. Memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan sektor
pertanian. Isu lain yang masih tertinggal dan memerlu- kan perhatian
adalah upaya meningkatkan produk-tivitas pertanian petani miskin,
usaha perikanan tangkap maupun budi daya, dan usaha skala mikro
lainnya yang menunjang rantai produksi usaha kecil yang menjadi
potensi di wilayah. Perhatian juga perlu ditujukan pada peningkatan
akses terhadap lahan dan aset produktif yang seringkali membatasi
peningkatan produksi dan skala usaha masyarakat kurang mampu.
Ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian di daerah pedesaan,
akses pada kredit jasa keuangan dan sumber permodalan lainnya bagi
pelaku ekonomi di pedesaan, serta pemanfaatan riset dan teknologi
pertanian, diseminasi dan penyediaan informasi teknologi
pertanian juga menjadi faktor penting dalam mendorong
ekonomi perdesaan; dan
g. Menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi. Kelompok
masyarakat kurang mampu, rentan terhadap goncangan ekonomi
dibandingkan kelompok masyarakat berpendapatan tinggi. Untuk
itu, inflasi perlu dipertahankan untuk tetap rendah dan stabil untuk
menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan
terhadap goncangan kenaikan harga. Selain itu, perlu untuk memonitor
perkembangan harga bahan makanan dan menjaga ketersediaan bahan
pokok melalui operasi pasar. Perlunya membangun instrumen untuk
menekan harga terutama bahan makanan serta melakukan verifikasi
harga di pasar.

4.2.2 PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA YANG


BERDAYA SAING MELALUI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN
KESEHATAN

Sumber Daya manusia (SDM) adalah modal utama dalam


pembangunan nasional. Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia
perlu terus ditingkatkan sehingga mampu memberikan daya saing yang
tinggi yang antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG), yang dicapai melalui pengendalian penduduk,
peningkatan taraf pendidikan, dan peningkatan derajat kesehatan dan gizi
masyarakat. Tantangan pembangunan SDM meliputi:
a) Pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 41


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan


pelayanan kesehatan ibu anak, perbaikan gizi (spesifik dan
sensitif), mengendalikan penyakit menular maupun tidak menular,
meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Disamping
itu pembangunan kesehatan juga dihadapkan pada upaya untuk
menurunkan disparitas akses dan mutu pelayanan kesehatan,
pemenuhan sarana prasarana dan tenaga kesehatan. Secara
khusus tantangan utama dalam lima tahun ke depan adalah
dalam meningkatkan keper- sertaan Jaminan Kesehatan Nasional,
penyiapan provider dan pengelolaan jaminaan kesehatan untuk
mendukung pencapaian sasaran nasional;

b) Tantangan dalam pembangunan pendidikan adalah mempercepat


peningkatan taraf pendidikan seluruh masyarakat untuk
memenuhi hak seluruh penduduk usia sekolah dalam memperoleh
layanan pendidikan dasar yang berkualitas, dan meningkatkan
akses pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok
social ekonomi, antarwilayah dan antarjenis kelamin, dengan
memberikan pemihakan bagi seluruh anak dari keluarga kurang
mampu; serta meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat.
Dalam rangka melakukan revolusi karakter bangsa, tantangan
yang dihadapi adalah menjadikan proses pendidikan sebagai
sarana pembentukan watak dan kepribadian siswa yang matang
dengan internalisasi dan pengintegrasian pendidikan karakter
dalam kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian
dalam pendidikan;

c) Tantangan utama yang dihadapi dalam rangka memperkukuh


karakter dan jatidiri masyarakat Sulawesi Utara, menekan
berkembangnya intoleransi, serta upaya pengurangan
kesenjangan antarwilayah. Persoalan meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengadopsi budaya global yang positif dan
produktif serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya bahasa, adat, tradisi, dan nilai-nilai kearifan lokal yang
bersifat positif sebagai perekat rasa persaudaraan dan symbol
sitou timou tumou tou; meningkatkan promosi budaya antar
suku/etnis dan diplomasi budaya antar negara;dan
meningkatkan kualitas pelindungan, pengembangan dan
pemanfaatan warisan budaya.

d) Tantangan dalam mempercepat peningkatan kesetaraan gender


dan peranan perempuan dalam pembangunan adalah
meningkatkan pemahaman, komitmen, dan kemampuan para

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 42


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

pengambil kebijakan dan pelaku pembangunan akan pentingnya


pengintegrasian perspektif gender di semua bidang dan tahapan
pembangunan, penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender
termasuk perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.

e) Tantangan dalam peningkatan perlindungan perempuan dan


anak dari tindak kekerasan dan perlakuan salah lainnya adalah
merubah sikap permisif masyarakat dan praktek budaya yang
toleran terhadap kekerasan dan perlakuan salah lainnya, serta
melaksanakan sistem perlindungan perempuan dan anak secara
terkoordinasi dan menyeluruh mulai dari upaya pencegahan,
penanganan, dan rehabilitasi.

f) Tantangan terhadap penanggulangan narkotika dan obat terlarang


yang semakin kompleks mengingat hasil evaluasi Badan narkotika
Nasional Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan
pengguna narkoba yang signifikan.

g) Tantangan untuk mempertahankan capaian Millenium Development


Goals yang sudah tercapai pada tahun 2015 sambil mengejar taget
pembangunan yang belum tercapai. Lebih daripada itu,
pemerintah dan masyarakat Sulawesi Utara akan mendorong
penrcepatan pencapaian Sustainable Development Goals pada
tahun 2030.

h) Tantangan untuk mengambil manfaat dalam kerjasama


Masyarakat Eknomi Asean (MEA) yang seharusnya dapat
memperluas kesempatan masyarakat Sulawesi Utara
meningkatkan daya saing untuk berkompetisi dengan sumberdaya
manusia unggul di Negara ASEAN lainnnya.

Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu diarahkan untuk
menciptakan lulusan pendidikan yang lebih berkualitas, mening-katkan
keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi kom-petensi pekerja
agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun internasional.
Sulawesi Utara sementara menikmati ‘bonus demografi’, yaitu percepatan
pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang
ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio)
penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja. Perubahan struktur
ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai
angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas sumber daya
manusia (human capital). Rasio ketergantungan telah menurun dan
melewati batas di bawah 50 persen pada tahun 2012 dan kemungkinan
mencapai titik terendah sebesar 46,9 persen antara tahun 2028 dan 2031.
Sulawesi Utara mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus demografi
baik di tingkat nasional maupun regional.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 43


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

Bonus demografi yang dialami juga disertai dengan dinamika


kependudukan lain yang juga berdampak luas, yaitu: (1) meningkatnya
jumlah penduduk; (2) penuaan penduduk (population ageing) yang ditandai
dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia; (3) urbanisasi yang
ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk perkotaan; dan (4) migrasi
yang ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk antardaerah.
Selain itu pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang tidak sama
antar kabupaten-kota, sehinga pemanfaatan bonus demografi tersebut harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi kewilayahan. Untuk itu, peluang
bonus demografi ini juga harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh
seluruh pemangku kebijakan di daerah sehingga dapat dimanfaatkan
dengan maksimal. Apabila tidak didukung dengan kebijakan yang tepat,
bonus demografi tidak akan dapat diraih, bahkan dapat menimbulkan
berbagai dampak yang tidak diinginkan. Penduduk yang besar akan
meningkatkan tekanan pada kebutuhan pangan dan energi serta kelestarian
dan kualitas lingkungan.

Pertumbuhan penduduk lanjut usia (population ageing) memerlukan


jaminan perlindungan sosial, perlindungan hari tua dan pelayanan penyakit
ketuaan (senecsent diseases) dan degeneratif. Urbanisasi dan migrasi
menuntut ketersediaan infrastruktur perkotaan yang memadai dan pada saat
yang sama berpotensi memunculkan konflik sosial, pengangguran dan
kriminalitas. Tingginya kepadatan penduduk juga berpotensi
meningkatkan polusi dan penyebaran berbagai penyakit menular. Oleh karena
itu, kebijakan sumber daya manusia, kependudukan, kesehatan,
pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, infrastruktur dan sumber daya
alam serta politik hukum dan keamanan harus diarahkan dengan tepat
untuk meraih manfaat sebesar-besarnya dari bonus demografi.
Sumberdaya manusia yang berkualitas tercermin dari meningkatnya
akses pendidikan yang berkualitas pada semua jenjang pendidikan dengan
memberikan perhatian lebih pada penduduk miskin dan daerah
kepulauan/perbatasan; meningkatnya kompetensi guru sesuai sertifikasi
yang diperoleh, meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan,
terutama kepada para ibu hamil, anak, remaja dan lansia; meningkatnya
pelayanan gizi masyarakat yang berkualitas, meningkatnya efektivitas
pencegahan dan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, serta
berkembangnya jaminan kesehatan.

4.2.3. INFRASTRUKTUR

Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan


kemajuan ekonomi relative masih belum optimal. Kondisi jalan provinsi dalam
kondisi mantap baru mencapai 70 % pada akhir tahun 2015, sementara
akses air bersih di seluruh wilayah provinsi Sulawesi Utara baru mencapai
56%. Keterbatasan ketersediaan infrastruktur selama ini merupakan
hambatan utama untuk memanfaatkan peluang dalam peningkatan investasi

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 44


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

serta menyebabkan mahalnya biaya logistik. Penguatan struktur ekonomi,


berupa penguatan sektor primer, sekunder dan tersier secara terpadu,
dengan sektor sekunder menjadi penggerak utama perubahan tersebut. Hal
ini berarti infrastruktur yang menunjang aktifitas sector pertanian,
perkebunan, perikanan dan kelautan, serta pariwisata menjadi sector
andalan. Kemajuan sektor industri pengolahan masih berjalan lambat.
Padahal agar perekonomian bergerak lebih maju sektor industri pengolahan
harus menjadi motor penggerak. Pembangunan infrastruktur seharusnya
diarahkan untuk memperkuat konektivitas antar kabupaten-kota dan antar
pulau di wilayah Sulawesi Utara untuk mencapai keseimbangan
pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur perumahan dan
kawasan permukiman (air minum dan sanitasi) serta infrastruktur
kelistrikan, menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung
ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal
perkotaan. Kesemuanya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan
meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta.
Permasalahan krusial terkait dengan infrastruktur adalah percepatan
pembangunan infrastruktur di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung
(KEK Bitung) mengingat batas waktu pembangunan oleh Pemerintah pusat
ditargetkan selesai pada tahun 2017. Sampai saat ini pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara masih dalam tahapan pematangan lahan, untuk segera
mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana kawasan penunjang
kegiatan di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun distribusi barang ke
luar Kawasan Ekonomi Khusus. Permasalahan yanb terkait dengan hal
tersebut adalah upaya menyediakan lahan yang siap untuk dikelola melalui
perencanaan matang;, dan bagaimana upaya strategis dalam menjalin
koordinasi yang baik untuk meningkatkan kualitas kegiatan perencanaan
pembangunan dalam kawasan ekonomi khusus, termasuk didalamnya upaya
merumuskan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi, energi, air
bersih sebagai penunjang kegiatan industry.
Sebagai bagian dari cita-cita Pemerintah Sulawesi Utara untuk
mewujudkan pembangunan Sulawesi Utara Hebat sebagai pintu gerbang
Indonesia di kawasan Pasifik, maka pembangunan infrastruktur akan
dilakukan secara holistic, spatial dan focus pada tujuan membangun
konektifitas antar wilayah. Berkaitan dnegan hal tersebut, pemerintah
Sulawesi Utara bermaksud akan mendorong percepatan pembangunan jalan
toll Manado-Bitung, pembangunan bendungan Kuwil, inisiasi Jalan tol
Manado-Tomohon, serta percepatan pembangunan rel kereta api yang
nantinya akan menghubungan Manado dengan kota-kota besar di wilayah
Pulau Sulawesi.

4.2.4. PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KEPULAUAN


Permasalahan pokok yang ditemui dalam upaya pembangunan
kawasan perbatasan dan kepulauan adalah keamanan laut dan daerah
perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Kejahatan terorisme yang telah meminta

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 45


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

korban warga MAsyarakat Sulawesi Utara yang masih disandera oleh teroris
membuktikan betapa pentingnya persoalan harga diri bangsa terkait dengan
keamanan wilayah. Selama ini, wilayah kepulauan dan perbatasan
khususnya Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Kepulauan
Sangihe dan kabupaten Kepulauan Talaud cenderung dianggap sebagai
daerah terpencil, terluar dan daerah tertinggal. Seharusnya di wilayah ini
perlu dilakukan pengembangan kawasan perbatasan Negara sebagai
manifestasi dari pola ruang yang sudah ditetapkan sebagai Pusat Kawasan
Strategis Nasional.
Selama ini kawasan perbatasan dianggap sebagai pinggiran negara,agar
menjadi halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman.
Pendekatan pembangunan kawasan perbatasan selama ini dilakukan secara
parsial, dan sangat berbau sektoral. Seharusnya wilayah kepualuan dan
perbatasan dikelola dengan dua pendekatan yaitu terdiri: (i) pendekatan
keamanan (security approach), dan (ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat (prosperity approach).
Tantangan lainnya adalah aktivitas illegal fishing, illegal logging,
human trafficking,dan kegiatan ilegal lainnya, termasuk mengamankan
sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE) dan persoalan warga
Sulawesi Utara asal Sangihe dan Talaud yang status kewarganegaraannya di
Filipina masih belum dipastikan. Permasalahan lainnya adalah bagaimana
upaya meningkatkan kerjasama dan pengelolaan perdagangan
perbatasan dengan negara Filipina, mendorong perdagangan ekspor-impor di
perbatasan, dan upaya menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di
perbatasan.

4.2.5 PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup sangat strategis


dalam mengamankan kelangsungan pembangunan karena fungsinya sebagai
tulang punggung kehidupan, i penyedia pangan, energi, air dan penyangga
sistem kehidupan. Seluruh potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup
pada dasarnya merupakan modal pembangunan untuk membangun
sumberdaya manusia dan keberlanjutan kehidupan generasi mendatang.
Perhatian terhadap jasa lingkungan untuk menunjuang ekonmi kerakyatan
menjadi vital dan signifikan pengaruhnya dalam upaya adaptasi dan mitigasi
iklim.
Adapun permasalahan pokok dalam hal pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup adalah produktivitas lahan pertanian dan luas lahan
baku sawah yang semakin menurun, ditambah lagi dengan permasalahan
pada sistem irigasi yang pada saat musim kemarau relative tidak dapat
diharapkan dapat mengairi lahan persawahan. Terkait dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, harus juga
diakui bahwa produktivitas dan daya saing hasil perikanan belum optimal,
sementara pemanfaatan wilayah maritime masih terbatas pada kegiatan
patrol dan keamanan. Sumber daya air belum terkelola dengan baik,

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 46


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

bahkan hamper semua sungai di Sulawesi Utara sudah tercemar, begitu pula
danau-danau yang berada di wialyah Sulawesi Utara sudah tergolong cemar
berat.
Pada tahun 2015, terjadi kemarau panjang sebagai akibat dari
pengaruh el nino sehingga luas hutan dan lahan kritis menjadi sangat tinggi,
semnetara di pihak lain, laju deforestrasi yang masih relatif tinggi karena
alasan ekonomi. Pada intinya, kualitas lingkungan hidup di Sulawesi Utara
semakin menurun dan dalam hal pengelolaan limbah/beban pencemaran
sampai saat ini belum dilakukan secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati masih
harus didorong, sehingga dampak perubahan iklim dapat diminimalisir dan
frekuensi kejadian bencana, kerentanan wilayah dan masyarakat terhadap
bencana semakin menurun.

4.2.6. TATA KELOLA: BIROKRASI EFEKTIF DAN EFISIEN

Kualitas tatakelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat


tercapainya sasaran pembangunan daerah, baik jangka pendek,
menengah, maupun jangka panjang. Penerapan tata kelola
pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan
berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas,
efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat.
Dari sisi penguatan kapasitas pemerintahan (birokrasi), pemerintah daerah
Sulawesi Utara terus berupaya memantapkan kualitas pelaksanaan
reformasi birokrasi nasional (RBN) di segala area perubahan yang disasar,
baik kebijakan, kelembagaan, SDM aparatur, maupun perubahan mindset
dan culture set. Reformasi birokrasi diharapkan dapat menciptakan
birokrasi yang bermental melayani yang berkinerja tinggi sehingga kualitas
pelayanan publik akan meningkat sehingga berkontribusi pada
peningkatan daya saing dan keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang.

Birokrasi pemerintahan belum efisien dan budaya pelayanan


masih lemah. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan telah
dijalankan, akan tetapi belum sepenuhnya dapat mencegah munculnya
distorsi produk-produk kebijakan publik, karena proses yang belum
sepenuhnya transparan dan akuntabel baik pada saat penyusunan,
pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasinya. Pada umumnya
masyarakat berpendapat bahwa birokrasi pemerintahan tidak efisien dan
pelayanan publik belum optimal.

Prinsip dasar good governance seperti partisipasi, transparansi, dan


akuntabilitas belum sepenuhnya dijalankan dalam birokrasi pemerintahan
dan jabatan- jabatan publik. Masalah ini diperburuk oleh belum
terbangunnya sistem rekrutmen pejabat publik berdasarkan prinsip
meritokrasi. Pemantapan akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja
secara bertahap memang sudah ditingkatkan. Hal ini tercermin dari makin

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 47


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

meningkatnya pemerintah Kabupaten/Kota yang mendapatkan opini


Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit yang dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun demikian harus diakui
bahwa pencapaian Opini WTP belum mencerminkan birokrasi yang bersih
dan bebas KKN, manajemen aset barang milik daerah belum dikelola
secara tertib administrasi dan tertib hukum; dan sistem pengendalian
internal belum berjalan efektif.

Tantangan ke depan yang perlu ditindaklanjuti, diantaranya


peningkatkan kualitas dan independensi pemeriksaan keuangan;
pengembangan sistem dan pemantapan pemeriksaan kinerja;
memperbaiki manajemen pengelolaan aset secara modern berbasis
TIK; dan peningkatan efektifitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).
Berdasarkan hasil penilaian kementerian Pendayaagunaan Aparatur
Negara-Reformasi Birokrasi, Kinerja Pemerintah Daerah masih rendah
terkait dengan signifikansi input anggaran dengan kinerja organisasi;
lemahnya orientasi pada pencapaian indikator hasil (outcome);
lemahnya akuntabilitas kinerja instansi kabupaten/kota. Oleh karena itu,
diperlukan komitmen pimpinan instansi untuk menghasilkan kinerja yang
lebih baik.
Terkait dengan Politik Pemerintahan; Provinsi Sulawesi Utara
akan melanjutkan upaya Pembentukan Daerah Otonom Baru yatu
Provinsi Bolaang Mongondow Raya, Kota Langowan, Kota Tahuna,
dan Kabupaten Talaud Selatan.

4.2.7. KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

Disparitas kualitas kehidupan masyarakat yang masih lebar serta


kondisi masyarakat yang belum mampu secara optimal mengatasi masalah
ekonomi dan sosial seperti iklim investasi yang kondusif, kemiskinan, atau
pengangguran merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya
tindak kriminal. Hal yang masih dihadapi dalam upaya menciptakan
keamanan dan ketertiban masyarakat adalah masih tingginya angka
kriminalitas seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan dalam
rumah tangga, kejahatan susila, sampai dengan kasus-kasus pembunuhan.
Tingkat kepercayaan masyarakat juga mengalami dinamika terkait dengan
berbagai pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri termasuk
tindakan yang berlebihan dalam menangani aksi demonstrasi,
kekurangtaatan prosedur peindakan, atau masih mengemukanya arogansi
sebagian anggota Polri dalam menghadapi kasus-kasus hukum di masyarakat
akan berpengaruh terhadap validitas angka kriminalitas yang terjadi.
penegakan hukum nondiskriminatif yang dapat merangsang/ meningkatkan
rasa kepercayaan masyarakat untuk mematuhi hukum dan pengaitan peran
aktif masyarakat dalam penciptaan dan pemeliharaan kamtibmas melalui
upaya pemolisian masyarakat (community policing).

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 48


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

Diakui juga bahwa meskipun upaya pengawasan dan pengamanan


terus ditingkatkan, kegiatan illegal logging, illegal mining, ataupun illegal
fishing intensitasnya masih cukup tinggi. Selain itu human trafikking serta
peredaran dan penggunaan narkoba cenderung meningkat. Persoalan
rendahnya pelayanan rehabilitasi korban narkotika dan menekan aktivitas
supply dan demand narkotika menjadi tantangan pemerintah dan masyarakat
Sulawesi Utara. Tantangan utama dalam hal in iadalah peningkatan
kemampuan mencegah, menangkal, dan menindak kejahatan transnasional
melalui upaya deteksi dini dan interdiksi darat, laut atau udara serta kerja
sama internasional; peningkatan upaya pencegahan dan penindakan kegiatan
illegal logging melalui penguatan kapasitas kelembagaan perlindungan
hutan, melaksanakan operasi pengamanan hutan secara terus menerus, dan
menyelesaikan kasus hukum kejahatan dengan hukuman yang dapat
memberikan efek jera, termasuk penanganan kegiatan illegal mining dan
illegal fishing secara tuntas untuk menjaga sustainabilitas pemanfaatan
sumber daya alam.

4.2.8. PENGELOLAAN BENCANA DAN MITIGASI IKLIM

Pengurangan Resiko Bencana telah dimasukkan dalam Kerangka kerja


Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 – 2030 yang bertujuan
untuk 1. mencegah timbulnya dan mengurangi risiko, 2. mencegah &
menurunkan keterpaparan dan kerentanan, 3. meningkatkan resiliensi
melalui peningkatan kesiapsiagaan, tanggapan dan pemulihan, dimana hal
ini juga dikaitkan dengan implementasi SDG’s.
Penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-2019 adalah untuk
mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Beberapa
kebijakan yang dilakukan adalah internalisasi pengurangan risiko
bencana d i l a k u k a n melalui pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah,
Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui
penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten dan skala
1:25.000 untuk kota, yang difokuskan pada kabupaten/kota risiko tinggi
terhadap bencana serta pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten/Kota dan
Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB), yang menjadi
referensi untuk penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota.
Dalam kerangka perencanaan Rencana Aksi Nasional - Pengurangan
Resiko Bencana terkait dengan beberapa kerangka kerja yang relevan (other
relevant action frame) baik tingkat internasional maupun regional, di
antaranya adalah aspek (1). tata ruang; (2). lingkungan; (3). perubahan iklim;
dan (4). pengurangan kemiskinan. Secara umum pengelolaan bencana dapat
dilakukan secara holistik melalui tiga tahap yaitu 1. Pra Bencana, 2.
Penanganan Darurat dan 3. Pasca Bencana. Program dan kegiatan pada
tahap Pra Bencana dapat menunjang program prioritas Adaptasi Perubahan
Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan, pada tahap Penanganan Darurat akan

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 49


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

menunjang program prioritas Penanggulangan Kemiskinan, dan pada tahap


Pasca Bencana akan menunjang program prioritas Pembangunan dan
Pengembangan Infrastruktur Dasar dan Penanggulangan Kemiskinan serta
Pembangunan Berkelanjutan.
Berdasarkan sasaran strategis nasional yang diamanatkan pada RPJMN
2015-2019, fokus penanggulangan bencana yaitu menurunnya indeks risiko
bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Strategi
penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di provinsi
Sulawesi Utara mengacu pada strategi penanggulangan bencana nasional
yaitu :
1. Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, melalui :
a. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan
pembangunan sektoral dan kewilayahan;
b. Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui
penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten
sasaran dan skala 1:25.000 untuk kota sasaran.
c. Pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana (RPB) Kab/Kota dan Rencana Aksi
Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB), yang menjadi
referensi untuk penyusunan RPJMD Kab/Kota.
d. Integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan
review RTRW Provinsi/Kabupaten/ Kota.
e. Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat
dan daerah;
f. Penyusunan rencana kontinjensi pada kabupaten/kota sasaran
sebagai panduan kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam
menghadapi bencana.
2. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui:
a. Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana serta
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan.
b. Peningkatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana
kepada masyarakat baik melalui media cetak, radio dan televisi.
c. Meningkatkan kerjasama dengan mitra pembangunan, Organisasi
Masyarakat Sipil (OMS), dan dunia usaha untuk mengurangi
kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat.
d. Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana,
melalui percepatan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi.
e. Pemeliharaan dan penataan lingkungan di daerah rawan bencana alam.
f. Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan
mitigasi bencana.
g. Pengembangan Desa Tangguh Bencana di kawasan risiko tinggi
bencana untuk mendukung Gerakan Desa Hebat

3. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana,


melalui:
a. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan
bencana di pusat dan daerah.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 50


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021

b. Meningkatkan koordinasi antar pemerintah pusat dan pemerintah


daerah serta antar pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana.
c. Penyediaan sistem peringatan dini bencana kawasan risiko tinggi serta
memastikan berfungsinya sistem peringatan dini dengan baik.
d. Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK dan pendidikan untuk
pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
e. Melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan tanggap darurat secara
berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
f. Penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan (shelter/tempat
evakuasi sementara, jalur evakuasi dan rambu-rambu evakuasi)
menghadapi bencana, yang difokuskan pada kawasan rawan dan risiko
tinggi bencana.
g. Membangun dan memberikan perlindungan bagi prasarana vital yang
diperlukan untuk memastikan keberlangsungan pelayanan publik,
kegiatan ekonomi masyarakat, keamanan dan ketertiban pada situasi
darurat dan pasca bencana.
h. Melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas
dan ekonomi lokal melalui pengembangan Desa Tangguh Bencana
untuk mendukung Gerakan Desa Hebat.
i. Peningkatan kapasitas manajemen dan pendistribusian logistic
kebencanaan, melalui pembangunan pusat logistik kebencanaan di
masing-masing wilayah pulau yang dapat menjangkau wilayah yang
terkena bencana dengan cepat.
j. Pembentukan dan penguatan kapasitas forum pengurangan risiko
bencana di daerah.

BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 51

Anda mungkin juga menyukai