Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Kista pada kelenjar saliva terdiri dari mucocele, ranula dan kista pada duktus saliva (Abidullah dkk.,
2014). Mucocele merupakan ekstravasasi mucus yang disebabkan oleh trauma pada duktus ekskretori
saliva atau dapat juga rupture secara spontan. Mucocele dapat muncul dimana saja yang terdapat
glandula saliva minor, namun paling sering adalah dibibir bawah. Mucocele juga dapat muncul didasar
mulut yang berkaitan dengan glandula sublingual, disebut ranula, atau bahkan pada glandula parotis,
disebut sialocele (Prasad dkk., 2010).

Ranula pertama kali dituliskan dalam compendium bedah pada tahun 1585 oleh Banister sebagai berikut
: “Ranula is a tumor in that laxe & saufte parte of the mouth, which is under the tongue”. Catatan
berikutnya tentang ranula ditulis oleh Wiseman (1676) yang menyatakan bahwa ranula berasal dari
glandula saliva inferior dan dapat meluas keluar sampai dibawah dagu. Ranula tidak berbahaya namun
sulit untuk disembuhkan. Tindakan penatalaksanaan ranula pertama kali ditulis oleh Banister (1585)
dengan mengaplikasikan medikamen, yang bila gagal akan diikuti dengan pembedahan untuk membuka
ranula dengan kauter kemudian memasukan medikamen kedalam kavitas yang telah terbuka (Harrison,
2009).

Glandula sublingualis sebagai penyebab ranula pertama kali dikemukakan oleh Suzane dan Von Hippel
pada akhir abad ke-19. Bhaskar (1956) menyelidiki pathogenesis ranula dan menarik kesimpulan bahwa
ranula diproduksi oleh ekstravasasi dari duktus yang mengalami kerusakan dan tidak dibatasi oleh
epithelium. Penatalaksanaan ranula dengan hasil yang memuaskan pertama kali dilakukan oleh Whitlock
dan Summersgill (1962) pada kasus plunging ranula dengan cara eksisi glandula sublingual serta sumber
ekstravasasi ranula. Baurmash (1992) mencoba mengembangkan terapi konservatif untuk mencegah
eksisi total glandula sublingualis dengan cara memodifikasi teknik marsupialisasi berdasarkan percobaan
yang dilakukan oleh Harrison dan Garrett (1972), yaitu dengan mengisi kavitas marsupialisasi dengan
kassa (Harrison, 2009). Referat ini akan membahas mengenai teknik marsupialisasi sebagai metode
penatalaksanaan ranula yang paling simple.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RANULA
a. Definisi Ranula
Ranula berasal dari bahasa Latin “Rana” yang berarti katak karena pembengkakan yang
translusen menyerupai perut atau kantung pada leher katak dan “ula” yang berarti kecil
(Abidullah dkk., 2014; Baurmash, 2003). Ranula dapat didefinisikan sebagai kavitas berisi
mucus, suatu mucocele, pada dasar mulut dan berhubungan dengan glandula sublingualis
(Hallur dkk., 2011)
b. Etiologi Ranula
Mucus adalah produk secret dari glandula saliva aksesoris (minor) dan merupakan produk
utama glandula saliva sublingual (mayor). Mekanisme dari terbentuknya kavitas mucus
adalah melalui retensi atau ekstravasasi. Ekstravasasi (ekstra berarti keluar, vasa berarti
vessel atau pembuluh) adalah bocornya cairan dari duktus atau acini ke jaringan sekitarnya,
sedangkan fenomena retensi yang paling sering muncul sebagai akibat pembukaan duktus
yang menjadi sempit sehingga tidak dapat mengakomodasi keluarnya produksi saliva secara
adekuat dan menyebabkan terjadinya dilatasi duktus dan pembengkakan dipermukaan
(Baurmash,2003).
Ada beberapa factor etiologi yang berhubungan dengan pathogenesis ranula, namun yang
paling sering adalah trauma, baik trauma langsung atau disebabkan oleh pembedahan pada
dasar mulut. Pada kondisi ini, ranula terjadi saat terdapat rupture pada duktus ekskretori
yang menyebabkan terjadi ekstravasasi mucus pada jaringan sekitarnya membentuk
pseudocyst (Abidullah dkk.,2014).
c. Prevalensi Ranula
Ranula menempati peringkat ke-41 untuk lesi oral yang paling sering terjadi dengan
prevalensi 0,2 per 1000 orang (Badeges dan Vitria, 2012). Puncak terjadinya ranula adalah
pada usia dekade kedua dengan predileksi sedikit lebih sering pada wanita (56.5%) (Shear
dan Speight, 2007). Ranula seringkali dijumpai pada anak-anak dengan ukuran yang lebih
besar dari mucocele, bahkan dapat berkembang menjadi suatu massa yang besar sampai
menyebabkan terangkatnya lidah (Neville dkk., 2014).
d. Klasifikasi Ranula
Ranula terbagi menjadi 2 tipe, yaitu (Mustafa dkk., 2013; Balaji, 2013)
a. Ranula simpel atau oral ranula
Simple ranula merupakan kista retensi sejati. Pembengkakan pada ranula simpel hanya
terbatas pada sublingual space.
b. Plunging ranula atau cervical ranula
Plunging atau cervical ranula merupakan kista yang muncul dibawah sublingual space,
meluas ke posterior dibawah otot mylohyoid dan terkadang mencapai submandibular
dan parapharyngeal space. Pembengkakan yang meluas ke area leher membuat plunging
ranula sulit dibedakan dengan cystic hygroma.
Ada 3 mekaniseme yang menyebabkan timbulkan ranula dicervical, yaitu (Duarah dan
Bhoria, 2007) :
1) Glandula sublingualis berproyeksi sampai ke mylohyoid atau glandula sublingualis
ektopik disisi cervical mylohyoid.
2) Dehiscence pada bagian anterior otot mylohyoid sehingga menjadi jalur untuk
masuknya ranula dari dasar mulut.
3) Salah satu duktus dari glandula sublingualis bergabung dengan glandula
submandibularis atau duktusnya, sehingga terbentuk ranula yang menyambung
dengan glandula submandibularis.
e. Patogenesis ranula
f. Gambaran Klinis Ranula
Ranula akan memberikan gambaran klinis pada dasar mulut berupa pembengkakan sepeti
kubah dengan warna kebiruan, translusen. Biasanya tidak sakit, unilateral, dan dapat
menyebabkan deviasi lidah. Ranula juga dapat menyebrang midline pada submukosa bila
ukurannya besar serta dapat rupture secara spontan dan mengeluarkan cairan kental
translusen ke dalam mulut. Dinding ranula akan cepat menyembuh dan kista segera
terbentuk kembali (Balaji, 2013). Rata-rata diameter lesi pada ranula adalah 2-3cm (Spear
dan Speight, 2007).

2.2 DIAGNOSIS BANDING


2.3 STRUKTUR ANATOMI DASAR MULUT
Dasar mulut terletak inferior dari permukaan ventral lidah. Struktur yang terlihat pada dasar
mulut saat membuka mulut dan mengangkat lidah adalah frenulum lingualis, sublingual fold dan
karunkula. Frenulum lingualis merupakan lipatan jaringan pada midline diantara permukaan
ventral lidah dan dasar mulut. Suatu peninggian (ridge) jaringan juga terdapat pada setiap sisi
dasar mulut yaitu sublingual fold (plica sublingualis). Kedua lipatan ini membentuk huruf “V”
mulai dari frenulum lingualis sampai dasar lidah. Sublingual fold mengandung muara duktus
glandula saliva sublingualis. Papila kecil atau karunkula sublingual pada akhir anterior dari setiap
sublingual fold mengandung muara duktus baik dari glandula saliva submandibula maupun
sublingual (Fehrencach dan Herring, 2006).

Glandula saliva mayor terdiri dari tiga pasang (enam buah), yaitu parotis, submandibula dan
sublingual. Glandula submandibula terletak disubmandibular triangle, sedangkan glandula
sublingual terletak didasar mulut dibawah lidah (Hiat dan Gartner, 2010).
Glandula sublingualis terletak pada fossa sublingual dalam ruang fascial sublingualis dasar mulut,
superior terhadap otot mylohyoid, medial terhadap corpus mandibula, anterior dari glandula
submandibula. Glandula sublingualis diinervasi oleh serabut eferen (parasimpatetik) dari nervus
chorda tympani dan ganglion submandibular dari nervus cranialis VII (facialis). Limfatik glandula
akan bermuara ke limfonodi submandibula. Suplai vaskular ada glandula sublingualis berasal dari
arteri sublingulais cabang arteri lingualis dan arteri submentale, cabang dari arteri facialis (Hiat
dan Gartner, 2010; Fehrenbach dan Herring, 2006).
Glandula ini dapat secara efektif dipalpasi pada dasar mulut, posterior dari gigi kaninus
mandibula. Glandula sublingual merupakan glandula yang paling kecil, diffuse dan tidak
berkapsul, menjadi penyedia 10% dari volume total saliva. Saliva dari glandula sublingualis
merupakan produk saliva campuran dengan dominasi sekresi mukus. Duktus-duktus pendek
yang berhubungan dengan glandula terkadang bergabung menjadi duktus sublingual atau duktus
Bartholin. Duktus sublingual berhubungan langsung dengan rongga mulut dalam muara yang
sama dengan duktus submandibula yaitu karunkula sublingualis. Karukula sublingualis
merupakan papila kecil dekat midline dasar mulut pada setiap sisi frenulum lingualis. Duktus
lainnya dari glandula ini bermuara sepanjang lipatan sublingual pada tidap sisi dari dasar mulut
(Fehrenbach dan Herring, 2006).

2.4 PENATALAKSANAAN RANULA


Lokasi ranula pada dasar mulut menjadi tantangan tersendiri baik secara klinis maupun
pembedahan karena banyak struktur vital pada area ini. Lesi pada area ini dapat menyebar ke
mediastinum dan menyebabkan kegawatdaruratan (Abidullah dkk., 2014). Penatalaksanaan
ranula secara umum dibagi menjadi 2, yaitu eksisi glandula dan marsupialisasi (Peterson dkk.,
2003). Eksisi glandula merupakan perawata dengan cara mengambil glandula saliva yang terlibat.
Tindakan ini banyak dilaporkan berhasil, namun masih terdapat kemungkinan kekambuhan dan
beresiko terjadinya komplikasi berupa hematoma, infeksi dan parestesi nervus lingualis
(Baurmash, 1992; Harrison, 2010). Sedangkan marsupialisasi merupakan perawatan ranula
dengan cara mengeksisi dinding superior dari ranula (roof atau atap ranula) kemudian
mensuturing diding dalam ranula ke mukosa dasar mulut (Balaji, 2013). Keunggulan teknik
marsupialisasi yaitu simpel, mudah dilakukan, morbiditas rendah, serta minimal pembuangan
jaringan sehat (Topazian, 1966).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI MARSUPIALISASI


Marsupialisasi merupakan suatu tindakan bedah untuk mengubah suatu kista atau kavitas
tertutup dengan membuat incisi dan menjahit flap pada jaringan sekitarnya sehingga
terbentuk suatu kantung. Deskripsi marsupialisasi pertama kali dilakukan oleh Jacobson
(1950) pada kista duktus Bartholin untuk membuat mucocutaneous junction dengan
menjahit cyst lining pada kulit sehingga menciptakan suatu dekompresi kontinyu (Kademani
dan Tiwana, 2016).
3.2 Indikasi Marsupialisasi
Indikasi marsupialisasi yaitu untuk menciptakan jalur aksesoris untuk drainase suatu
glandula. Teknik marsupialisasi diutamakan untuk penanganan ranula pada anak-anak.
Namun rekurensi ranula dengan teknik marsupialisasi cukup besar, yaitu 14-67% sehingga
pada tahun 1992, Baurmash melakukan modifikasi marsupialisasi dengan cara mengisi
rongga ranula dengan kassa dan dibuktikan berhasil tanpa adanya kekambuhan. Indikasi
lainnya dari marsupialisasi adalah dekompresi kontinyu suatu lesi, misalnya pada
penatalaksanaan kista odontogenik (Kademani dan Tiwana, 2016; Baurmash, 1992).
3.3 Kontraindikasi Marsupialisasi
Penggunaan teknik marsupialisasi terbatas pada lesi kistik yang membutuhkan drainase
kontinyu dan tidak dapat dilakukan pada lesi solid. Penggunaan marsupialisasi masih
diragukan pada lesi yang tidak memiliki batas epithelial lining untuk dapat dijahitkan pada
mukosa sekitarnya atau kulit. Marsupialisasi merupakan kontraindikasi saat tindakan
perawatan konservatif sebelumnya telah gagal serta lesi diindikasikan untuk reseksi marginal
atau komplit (Kademani dan Tiwana, 2016).
3.4 Tahap-tahap Marsupialisasi
Tahap-tahap marsupialisasi suatu ranula adalah sebagai berikut (Kademani dan Tiwana,
2016) :
a) Anestesi dan memposisikan pasien
Marsupialisasi dapat dilakukan dengan lokal anestesi, namun beberapa hal perlu
dipertimbangkan meliputi akses pada lesi, tingkat kooperasi dan kecemasan pasien,
serta kemampuan untuk mencapai anestesi yang adekuat.
b) Cyst entry
Pada kasus ranula, disaranakan untuk mengkanulasi duktus yang terkena dengan probe
lakrimal untuk mencegah terjadiya cedera. Non-cutting round need vicryl 4-0 dapat
dimasukkan ke dalam kavitas kista, menembus dari mukosa oral dan cyst lining,
kemudian dibawa keluar kira-kira 3 mm dari titik tembusnya.
c) Suturing cyst lining pada mukosa oral dan masupialisasi
Suture kemudian disimpul dan prosedur diulangi sampai seluruh kista terlingkari oleh
suture. Penjahitan dengan hati-hati agar jangan sampai ada isi kista yang bocor keluar.
Setelah itu, dilakukan incisi pada kavitas kista dan bagian superior dari lesi dibuang
sampai sebatas suturing yang telah dibuat, dan sisa kista dibiarkan tanpa diintervensi.
Area pembedahan diirigasi dan dibiarkan sampai terjadi penyembuhan.
3.5 Komplikasi Marsupialisasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada tindakan marsupialisasi meliputi cedera pada duktus
saliva, stenosis kantung kista pasca marsupialisasi, infeksi dan ketidakmampuan untuk
mempertahankan kebersihan mulut secara adekuat (Kademani dan Tiwana, 2016).
BAB IV
KESIMPULAN

1. Ranula merupakan kista pada dasar mulut, jarang ditemui namun memiliki tingkat
rekurensi yang tinggi.
2. Tindakan marsupialisasi dapat menjadi pilihan pertama dalam penatalaksanaan ranula
dengan komplikasi yang minimal.
3. Tindakan suturing pada ranula dapat dilakukan dengan menggunakan teknik matras
vertikal untuk mencegah rekurensi yang disebabkan oleh bergulungnya tepi dinding
kista.

Anda mungkin juga menyukai