Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK

KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

Febrilianti Kusuma Wardhani 11141040000001


Erma Dayanti 11141040000004
Putri Nur Afiani 11141040000005
Luluk Nafisah 11141040000006
Dewi Andriani 11141040000007
Zahidah Amatillah 11141040000016
Nazilatul Habibah 11141040000020
Siti Nurpaisa 11141040000029
Ratna Farhana 111410400000
Yoyoh Rokayah 11141040000036

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
kuasa-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah Diskusi Kelompok tentang
“Kegawatdaruratan Pada Pasien Gagal Jantung” dengan baik. Makalah ini dibuat agar dapat
menambah pengetahuan pembaca tentang Kegawatdaruratan Pada Pasien Gagal Jantung serta
hal hal yang terkait dengannya.

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca dalam
memperdalam atau menambah wawasan dan pengetahuan tentang “Kegawatdaruratan Pada
Pasien Gagal Jantung”.Jika terdapat kata maupun penulisan yang salah, kami mohon
maaf.Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar makalah selanjutnya dapat
kami kerjakan lebih baik lagi.

Ciputat, Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5
1.3. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 6
BAB II............................................................................................................................................. 6
ISI.................................................................................................................................................... 6
2.1. Congestive Heart Failure (CHF) ...................................................................................... 6
2.2. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) ............................................................................. 11
2.3. Ketoasidosis Diabetikum................................................................................................ 12
2.4. Asidosis Respiratorik Dissease Syndrome (ARDS)....................................................... 13
2.5. Defibrilator ..................................................................................................................... 15
2.6. Ventilasi Mekanik .......................................................................................................... 17
2.7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ............................................................................. 25
2.8. Penatalaksanaan Farmakologi ........................................................................................ 37
BAB III ......................................................................................................................................... 40
PENUTUP..................................................................................................................................... 40
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................... 40
3.2. Saran ............................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 42
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keringatku segede jagung
Ny M (50 tahun) masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada hari rabu 20
September 2015. Hasil pengkajian di ruang triase ditemukan kesadaran compos-mentis,
sangat lemah, mengeluh nyeri dada sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS),
diphoresis, nadi 140x/menit irreguler lemah, P 35x/menit, TD 90/70 x/menit, bibir pucat,
akral dingin, CRT > 3 detik. Emergency severity index tingkat 2 (tidak stabil), gambaran
EKG sebagai berikut

Ny M diberikan DC shock 50 J biphasis. Setelah dilakukan DC shock gambaran EKG


ditemukan
Note : MI in Both Inferior and anterior territorior
Setelah dilakukan DC shock mendapatkan instruksi streptokinase. NaCL 0,9% 500
cc/24 jam, terapi oksigen nasal kanule 4L/menit, cek lab sarah lengkap, AGD, CKMB,
LD&LDH, troponin I/T.
Pasien dipindahkan ke ruang ICCU hasil anamnesa riwayat pernah serangan jantung,
DM, hipertensi, dan merokok sejak usia 15 tahun. Kondisi pasien selama 4 hari di ruang
ICCU cenderung tidak stabil, kesadaran CM, TD 80/50 mmHg – 100/50 mmHg, HR 120-
140 x/menit, P 30-35x/menit, paru rinchi +/+, urine output 500-700/24 jam, balans cairan
+500cc/24 jam, piting edema, foto Thoraks Cardiomegali CTR 70%, pemeriksaan Lab Hb
12 g/dl, Hematokrit 37%, eritrosit 12 uL, trombosit 300 uL, CK 555 u/L, CK-KMB 40 u/L,
troponin T 0,20 mg/mL, gula darah 600 mg/dL, urinalisa PH 4, BJ 1020, protein +, glukosa
++, nitrogen-, keton ++, urobilin -, eritrosit-, kristal-, epitel+.
Pada hari keempat di ICCU hasil AGD PH 7,28 ; PCO2 70 mmHg; PO2 109 mmHg;
HCO3 25 mmol/L; BE -10; Sat o2 97%. Berdasalkan hasil AGD perawat melaporkan jepada
dokter da diinstruksikan bocarbonate 100 cc (iv), bagging tiap 2 jam hingga AGD PCO2
turun. Setelah sehari dilakukan bagging hasil AGD tetap memburuk PH 7,30; PCO2 75
mmHg; HCO3 40 mmol/L; BE -10, Sat O2 97% ; pasien mengeluh semakin sesak, P
0x/menit, sianosis, saturasu perifer cenderung turun 70%.
Pasien dipindahlan ke ICU. Saat di ICU pasien mengunakna ventilator mekanik
mode : SIMV 12, TV 400, FiO2 90%, +Eep 5 PS15. Kondisi pasien sekama di ICU apatis-
samnolens, TD 60/40 mmHg-80/40 mmHg, Hr 112-130 x/menit, P 25-35 x/menit, Ronkhi
+/+, BJ normal, piting edema ++, balans cairan selalu positif 400-500 cc/24jam. Terapi yang
diberikan selama di ICU ISDN 5 mg/oral, dobutamine 5 microgram/KGBB/Menit, Lasix 3
mg/jam, meropenem 2x 2 gr, inhalasi bisolvon 1 cc + NaCL 2 cc 3x/hari.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan Congestive Heart Failure (CHF)?
2. Apa yang dimaksud dengan ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)?
3. Apa yang dimaksud dengan Ketoasidosis Diabetikum?
4. Apa yang dimaksud dengan Asidosis Respiratorik Dissease Syndrome (ARDS)?
5. Apa yang dimaksud dengan Defibrilator?
6. Apa yang dimaksud dengan Ventilator Mekanik?
7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien Jantung?
8. Apa Penatalaksanaan Farmakologi pada Pasien Penyakit Jantung?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan Congestive Heart Failure (CHF)
2. Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI)
3. Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan Ketoasidosis Diabetikum
4. Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan Asidosis Respiratorik Dissease
Syndrome (ARDS)
5. Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan Defibrilator
6. Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan Ventilator Mekanik
7. Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien Gagal
Jantung
8. Mahasiswa mengetahui Penatalaksanaan Farmakologi pada Pasien Gagal Jantung

BAB II

ISI

2.1. Congestive Heart Failure (CHF)


1. Definisi CHF

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer, 2002).
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural dan
fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke
seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan
pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema
perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung.

2. Etiologi CHF

Beberapa etiologi terjadinya gagal jantung kongestif ialah :

a. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik
dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya
infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal
jantung kongestif.
b. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal
jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload
sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa
jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh
tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif .
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri
dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah
satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy
berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan
jaringan fibrosis.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat
herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut
otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum.
Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini
menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik
disertai aritmia atrium dan ventrikel.
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini
ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya
pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat
diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat
menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan
penyakit resktriktif lainnya.
d. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi
ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan
dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan
oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek
toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan
zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).
e. Diabetes
Diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang
pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari
miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari
gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung
pada gagal jantung.

3. Manifestasi Klinis CHF


Menurut Hudak dan Gallo (2000), gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal jantung
kiri diikuti gagal jantung kanan dan terjadinya di dada karena peningkatan kebutuhan
oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif
biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral.
a. Gagal Jantung Kiri
1. Gelisah dan cemas
2. Kongesti vaskuler pulmonal
3. Edema
4. Penurunan curah jantung
5. Gallop atrial (S3)
6. Gallop ventrikel (S4)
7. Crackles paru
8. Disritmia
9. Bunyi nafas mengi
10. Pulsus alternans
11. Pernafasan cheyne-stokes
12. Bukti-bukti radiologi tentang kongesti pulmonal
13. Dyspneu
14. Batuk
15. Mudah lelah

b. Gagal Jantung Kanan


1. Peningkatan JVP
2. Curah jantung rendah
3. Hiperresonan pada perkusi
4. Pitting edema
5. Hepatomegali
6. Anoreksia
7. Nokturia
8. Kelemahan
4. Klasifikasi CHF
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dalam Gray
(2002), terbagi dalam 4 kelas yaitu:
1. NYHA I : Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
2. NYHA II : Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
3. NYHA III : Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
4. NYHA IV : Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atau istirahat
5. Patofisiologi CHF
Menurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan afterload pada
ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya
kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung
yang lebih besar meningkatkan simpatis sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat
dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang
berlebihan dapat meningkatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan
dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan
tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan
tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung.
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah
dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi maka
terjadilah keadaan gagal jantung.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel
kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah
jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume
akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri
dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya
kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri.
Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan
akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala
keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan
yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah
untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).
Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang
ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi
sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi
gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri kanan. Gagal jantung
kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastol
ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi
ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium
kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dalam vena kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat dengan akibat timbulnya edema tumit
dan tungkai bawah dan asites.

2.2. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)


STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular.

Segmen ST (apakah ada tanda iskemia, injuri atau infark miokard)ST Depresi/ST
Elevasi ST elevasi di bagian lead II, lead III dan aVF lihat letak inferiorarteri coroner
kanan, arteri desenden posterior, cabang dari arteri sirkumfleks  ST elevasi menandakan
adanya injuri, jika tidak segera ditangani maka bagian inferior tersebut akan mengalami
infark (kematian)Injuri jaringan pada jantung bagian inferior (Muttaqin, 2012)
(Cline, 2012)

2.3. Ketoasidosis Diabetikum


KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan
konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan
atau inefekti Þ tas insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator
(glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan
perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda
keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal
(glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat,
dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim
glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat
karboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang
bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD. Selanjutnya,
keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan
mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular fi ltration rate. Keadaan yang terakhir
akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda
keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi de Þ siensi insulin dan peningkatan konsentrasi
hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak.
Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free
fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk glukoneogenesis
pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai
prekursor utama dari ketoasid. Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton
yang prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon
menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi piruvat
menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat
pada sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyltransferase I
(CPT I), enzim untuk transesteri Þ kasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang
mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan
asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas
fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis

2.4.Asidosis Respiratorik Dissease Syndrome (ARDS)


A. Definisi
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran
alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan
akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru.
ARDS juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik. Sindrom ini merupakan sindrom klinis
yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen di arteri yang terjadi setelah
penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi
dari tekanan jalan nafas normal.(Arif Muttaqin, 2008)

B. Etiologi
a. Kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme tidak langsung)
Penyebabnya : kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen, aspirasi asam lambung,
tenggelam, sepsis, syok (apapun penyebabnya), DIC, dan pankreatitik idiopatik.
b. Obat-obatan
Penyebabnya : heroin dan salisilat.

c. Infeksi
Penyebabnya : virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
d. Sebab lain
Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli paru trombosis, rudapaksa (trauma), radiasi,
keracunan, oksigen, tranfusi massif, kelainan metabolik (uremia), dan bedah mayor(Arif
Muttaqin, 2008)

C. Manifestasi Klinis
a. Dispnea yang bermakna.
b. Penurunan daya regang paru.
c. Pernafasan yang dangkal dan cepat pada awal proses penyakit, yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena karbondioksida banyak terbuang. Selanjutnya, karena individu mengalami
kelelahan, upaya pernapasan menjadi lebih lambat dan jarang.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)

D. Patofisiologi
Pada fase 1, cedera mengurangi aliran darah normal ke dalam paru-paru. Trombosit mengadakan
agregasi dan melepaskan Histamin (H), serotonin (S), serta brdikinin (B).
Pada fase 2, substansi yang dilepaskan menimbulkan inflamasi dan kerusakan pada membran
kapiler alveoli sehingga terjadi peningkatan permeabiltas kaplier. Kemudian cairan berpindah ke
dalam ruang interstisial.
Pada fase 3, permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi kebocoran protein serta cairan sehingga
meningkatkan tekanan osmotik interstisial dan menimbulkan edema paru.
Pada fase 4, penurunan aliran darah dan cairan dalam alveoli akan merusak surfaktan dan
merusak kemampuan sel untuk memproduksi lebih banyak surfaktan lagi. Kemudian terjadi
kolaps alveoli yang merusak pertukaran gas.
Pada fase 5, oksigensasi akan mengalami kerusakan, tetapi karbondioksida dengan mudah
melewati membran alveoli dan dibuang keluar melalui ekspirasi. Kadar O2 dan CO2 darah
rendah.
Pada fase 6, edema paru semakin bertambah parah dan inflamasi menimbulkan fibrosis.
Pertukaran gas mengalami hambatan lebih lanjut.

2.5. Defibrilator
Pacu jantung diperlukan untuk blok total pada jantung dan kadang-kadang digunakan
pada takiaritmia. Bila ukuran atrium kiri normal, direct current shock (DC Shock) menyebabkan
reverse menjadi ritme sinus pada sebagian besar pasien dengan fibrilasi atrium. Akan tetapi,
sekitar 60% pasien relaps dalam waktu 1 tahun meskipun mendapat terapi rumatan dengan
disopiramid. Pada pasien dengan risiko takiaritmia yang mengancam jiwa, suatu implant
defibrillator kardiovaskuler otomatis bisa digunakan. (Neal, 2005)

Defibrilator adalah alat penyelamat jiwa yang menggunakan kejut listrik untuk
menghasilkan ritme jantung yang lebih normal pada pasien yang mengalami ventricular
fibrillation (VF) atau ritme yang dapat menimbulkan shok lainnya.

Isi daya defibrillator menggunakan kapasitor yang besar. Pada defibrillator eksternal,
kayuh (paddle) diperlukan untuk melepaskan daya pada dada pasien. Elektroda defibrillator yang
disposable dapat digunakan sebagai alternatif. Pada defibrillator internal menggunakan kayuh
cekung.
Defibrilator biasanya memiliki tiga mode operasi dasar: defibrillator eksternal,
defibrillator internal, dan kardioversi tersinkronisasi. (mode sinkronasi digunakan saat pelepasan
defibrillator untuk mengatasi aritmia tertentu, seperti VT; tegangan hanya dilepaskan saat sirkuit
kontrol mendeteksi gelombang R tambahan. Penyampaian energy tersinkronisasi dengan dan
sesaat setelah puncak gelombang R, mencegah pelepasan saat periode sensitive dari repolarisasi
ventrikular). Indikator muncul untuk menginformasikan bahwa kapasitor telah terisi daya penuh
dan alat siap digunakan. Monitor EKG dapat dilakukan sebelum, saat, atau setelah dilepas daya.

Indikasi :

- Ventricular Fibrillation (VF)


VF adalah aritmia kardiak yang mengancam jiwa yang mana hubungannya
dengan koordinasi kontraksi miokardium ventrikel digantikan dengan lonjakan tinggi
tak beraturan, yang mengakibatkan kegagalan jantung memompa darah. VF dapat
terjadi akibat infraksi miokardium akut (IMA) atau iskemi atau karena perlukaan
miokardium akibat infark menahun.
Pada EKG, VF dimasifestasikan sebagai pola irregular yang kacau. Pola ini
kasar pada mulanya namun semakin melembut seiring meningkatkan kekacauan
ventrikel. Semakin gambaran pola pada EKG lurus, semakin turun kemungkinan
berhasilnya defibrilator
- Ventrikular Tachycardia (VT) tanpa nadi
VT dapat berkembang menjadi VF. Akumulasi kalsium intraseluler, aktifitas
radikal bebas, zat sisa metabolism, dan pengaturan otomatis berperan penting pada
pembentukan VF selama iskemi. (Medscape, 2014)

Kontraindikasi :

- Ritme tanpa potensi shock


o Asistol
o Aktivitas listrik tanpa nadi
o Ritme perfusi
- Pasien dengan tanda-tanda kehidupan

Komplikasi
- Pasien dengan injuri termasuk luka bakar:
o Cekungan bisa terjadi antara elektroda-elektroda jika bantalan salah posisi
o Struktur tubuh asing antara bantalan dan pasien
o Bantalan yang kurang pelumas
- Ledakan :
o Pelepasan daya dapat memicu ledakan jika terdapat gas atau cairan yang
mudah terbakar pada pasien
- Shok yang terpancar pada operator atau orang disekelilingnya.
- Miokardial nekrosis dapat terjadi akibat shok dari tegangan tinggi. Elevasi segmen ST
dapat terlihat langsung dan biasanya menetap selama 1-2 menit. Elevasi segmen ST
yang menetap lebih dari 2 menit biasanya mengindikasikan injuri miokardium yang
tidak berhubungan dengan shok ini.
- Disfungsi miokardium dikarenakan tidak adanya cardiac output dan aliran darah ke
koroner saat terjadinya arrest, yang menyebabkan iskemi. Disfungsi miokardium
terjadi selama kira-kira 24-48 jam pertama. Evaluasi fungsi ventrikel kiri sebaiknya
ditunda selama 48 jam pertama setelah terjadinya arrest.

Penempatan Posisi

Penempatan kayuh pada dinding dada memiliki 2 titik : anterolateral dan


anteroposterior. Pada posisi anterolateral, satu kayuh diletakan pada seperempat atau
seperlima kiri ruang antar intercostals. Pada posisi anteroposterior, sebuah kayuh juga
ditempatkan di sisi kanan sternum, seperti di atas, dan kayuh lainnya diletakkan di antara
ujung kiri scapula dan tulang belakang.

2.6. Ventilasi Mekanik


A. Definisi Ventilasi Mekanik
Ventilator adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan
nafas pasien dengan cara memberikan teanan udara positif pada paru-paru melalui jalan
nafas buatan. Ventilator mekanik merupakan peralatan wajib pada unit perawatan intensif
(ICU). (Corwin, Elizabeth J 2001).
Ventilasi mekanik menurut Nrunner dan Suddarth, 2002 merupakan alat bantuan
pernafasan dengan cara memberikan tekanan udra positif pada paru-paru melalui jalan
nafas buatan yang membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi.
B. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik
Menurut Glance, 2008.
Pembedahan Kerusakan pada spinalis sefrvikal diatas
- Anestesi umum dengan blokade C4
neuromuskular - Fraktur leher
- Penatalaksanaan pasca operasi
bedah mayor
Depresi pusat respirasi Gangguan neuromuskular
- PaCO2 > 7-8 kPa (30-6- mmHg) - Guillan-Barre
- Cedera kepala - Miastenia gravis
- Overdosis obat (opiat, barbitirat) - Poliomielitis
- Peningkatakan tekanan - Polineuritis
intrakraanial: perdarahan
- Status epileptikus
Penyakit paru Gangguan dinding dada
- Penumonia - Kifoskoliosis
- Sindrom gawat napas akut (ADRS) - Trauma : trauma kepala, leher, dan
- Serangan asam berat dada
- Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis Lain-lain
kistik - Henti jantung
- Trauma- kontusio paru - Syok sirkulasi berat
- Edema paru - Hipoksia resisten pada gagal nafas
tipe 1 (berkurangnya oksigen)

C. Tujuan Pemasangan Ventilasi Mekanik


Manjoer (2005), mengatakan ventilasi ekanik bertujuan:
a. Mengatasi hipoksemia
b. Mengatasi asidosis pernafasan akut
c. Meringankan gangguan pernafasan
d. Mencegah atelektasis
e. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan
D. Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi,
dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara
mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini
digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik
dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau
pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan
penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan
bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup
mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya
tercapai, dan kemudian siklus mati.
Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di
ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau
mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang diterima klien
diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara .Ventilator ini digunakan
pada neonatus dan bayi.
Ventilator volume bersiklus yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada
setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien
siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus
sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan
E. Gambaran ventilasi mekanik yang ideal
1. Sederhana, mudah dan murah
2. Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi nafas hingga
60X/menit dan dapat diatur ratio I/E.
3. Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat penunjang pernafasan
yang lain.
4. Dapat dirangkai dengan PEEP
5. Dapat memonitor tekanan , volume inhalasi, volume ekshalasi, volume tidal,
frekuensi nafas, dan konsentrasi oksigen inhalasi
6. Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat didalamnya
7. Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support
8. Mudah membersihkan dan mensterilkannya.
F. Mekanisme Kerja Ventilator Mekanik
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure Cycled, Time Cycled.
1) Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di
ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya
berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan
pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru
secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan
pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal
ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak
terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi
volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi
masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya volutrauma.
2) Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan pada
pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru
(atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.

3) Time Cycled Ventilator


Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi :
ekspirasi ) 1 : 2.
G. Modus Operasional
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat sepuluh parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu
menit. Penyetingan RR ini tergantung volume tidal, jenis kelainan paru pasien, target
PO2 yang ingin dicapai. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR
yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya
diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya
hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien
setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari
compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu
mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan
5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidsl volume diseting diatas dan dibawah nilai yang
kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time
cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh
ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan
FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan paemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.

d. Rasio inspirasi : ekspirasi


Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi

Waktu inspirasi + waktu istirahat


Waktu ekspirasi

Keterangan :
1. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume
tidal atau mempertahankan tekanan.
2. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan.

Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang
sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.

e. Limit pressure / inspiration pressure


Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya. Biasanya flow rate disetting antara 40-
100 L/menit.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan
pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai
sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah
antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah
seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang
diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -
2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau
berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien
yang tidak diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan
adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
i. Kelembaban dan suhu
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus
digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan
dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara
diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan
suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka
bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan
nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.
j. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.

Modus operasional ventilasi mekanik terdiri dari :

a. Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk
pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat
pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan kerja
pernafasan klien.
b. Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila
klien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator ini diatur
berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang spontan dari klien, biasanya digunakan pada
tahap pertama pemakaian ventilator.
c. Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model kontrol,
klien dengan hiperventilasi. Klien yang bernafas spontan dilengkapi dengan mesin dan
sewaktu-waktu diambil alih oleh ventilator.
d. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak
begitu lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya
tergantung pada aktivasi klien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume
dan/atau frekuensi nafas kurang adekuat.
e. Positive End-Expiratory pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan
tujuan untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan
yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasipada klien yang menederita ARDS
dan gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia difus. Efek samping dapat
menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan penurunman curah jantung.
f. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot
pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.

2.7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


A. Pengkajian

Masuk IGD: Rabu, 20 September 2015

Hasil pengkajian di ruang triage:

a. Riwayat Keperawatan
Keluhan:
 Kesadaran compos mentis
 Sangat lemah
 Mengeluh nyeri dada sejak 6 jam SMRS, diaphoresis
 Nadi 140x/menit, P= 35x/menit, TD: 90/70 mmHg, bibir pucat, akral dingin, CRT
>3 detik
 Selama 4 hari diICCU TD : 80/50 mmHg -100/50 mmHg, HR : 120-140 x/mnt
,P= 30-35 x/mnt
 Paru-paru ronchi +/+
 Urine output 500-700 cc/24 jam, balance cairan +500 cc/24 jam
 Pitting edema
 Selama diICU kesadaran apatis-somnolen

b. Riwayat Penyakit
 Pernah mengalami serangan jantung
 DM
 Hypertensi
 merokok sejak usia 15 tahun

c. Riwayat Obat Dan Penatalaksaan Medis


 Mendapatkan instruksi streptokinase
 DC syok
 Oksigen 4 liter
 Bicarbonat 100 cc (iv)
 SIMV 12 , TV 400
 EEP 5 PS15
B. Pemeriksaan Penunjang
 Cek darah lengkap : hb: 12 g/dl, leukosit 12 ribu uL, trombosit 300 Ul
 Enzim jantung : CK 555, CK-MB 40 uL, troponin T : 0,20 mg/dl
 Gula darah : 600 mg/dl
 Urinalisa : pH : 4, Bj : 1020, protein +, glukosa ++, nitrogen -, keton ++, urobilin -,
eritrosit -, kristal -, epitel +
 AGD : pH : 7,28, PCO2: 70 mmHg, PO2 : 109 mmHg, HC03: 25 mmmol, BE:-10, sat
o2= 97% , Fi02 90%

Interpretasi:

 CK meningkat: merupakan indicator penting adanya kerusakan miokardium. Nilai


normal: pria 30-180, wanita 25-150
 CKMB meningkat: merupakan indicator adanya kerusakan jaringan pada jantung. Nilai
normal < 10 u/L
 Troponin meningkat: merupakan indikasi adanya cedera sel miokardium dan potensi
terjadinya angina. Nilai normal < 0,16 g/l
 pH serum: normal 7,35-7,45
 pCO2: normal 35-45
 pO2: normal 75-100
 Hb: normal pria 14-18, wanita 12-16
 Leukosit: normal 4000-10000
 Trombosit: normal 150000-400000

C. Diagnosa Keperawatan

N Diagnosa NOC/ NIC/


o Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1. Penurunan Curah  Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
Jantung  Circulation Status
berhubungan dengan:  Vital Sign Status  Evaluasi adanya nyeri
dada ( intensitas,lokasi,
 Respon otot Setelah dilakukan tindakan durasi)
jantung keperawatan 2x24 jam  Catat adanya disritmia
 Peningkatan diharapkan kriteria hasil jantung
frekuensi pasien:  Catat adanya tanda dan
 Peningkatan isi gejala penurunan cardiac
sekuncup  Tanda Vital dalam output
rentang normal 120/80  Monitor status
DS hari I: mm (Tekanan darah, kardiovaskuler
Nadi 80-100x/menit  Monitor status
 Nyeri dada 6 hari respirasi 12-20x/menit) pernafasan yang
SMRS  Dapat mentoleransi menandakan gagal
aktivitas, tidak ada jantung
DO hari I: kelelahan  Monitor abdomen
 Tidak ada edema paru, sebagai indicator
 Sangat lemah perifer, dan tidak ada penurunan perfusi
 Diaphoresis asites  Monitor balance cairan
 Nadi 140 x/menit  Tidak ada penurunan  Monitor adanya
ireguler lemah kesadaran perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien
 P 35x/menit
terhadap efek
 TD 90/70 mmHg
pengobatan antiaritmia
 Bibir pucat
 Atur periode latihan dan
 Akral dingin istirahat untuk
 CRT> 3 detik menghindari kelelahan
 ESI tingkat 2  Monitor toleransi
 Hasil EKG aktivitas pasien
STEMI  Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
DS hari II: ortopneu
 Anjurkan untuk
 Riwayat serangan menurunkan stress
jantung, DM,
hipertensi, Vital Sign Monitoring
merokok sejak
usia 15 tahun  Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
DO hari II:  Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Tidak stabil, CM  Monitor VS saat pasien
 TD 80/50 mmHg berbaring, duduk, atau
– 100/ 50 mmHg berdiri
 HR 120 – 140  Auskultasi TD pada
x/menit kedua lengan dan
 P 30 – 35 x/menit bandingkan
 Ronchi +/+  Monitor TD, nadi, RR,
 Urine output 500 sebelum, selama, dan
– 700 cc/24 jam setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
 Pitting edema
nadi
 Foto thorak
 Monitor adanya pulsus
cardiomegali
paradoksus
CTR 70%
 Monitor adanya pulsus
 Hasil lab: alterans
- Hb 12 g/dl  Monitor jumlah dan
- Ht 37% irama jantung
- Eritrosit 5,2  Monitor bunyi jantung
juta  Monitor frekuensi dan
- Leukosit 12 irama pernapasan
ribu uL  Monitor suara paru
- Trombosit  Monitor pola pernapasan
300 uL abnormal
- CK 555 u/L  Monitor suhu, warna,
- CK-MB 40 dan kelembaban kulit
u/L  Monitor sianosis perifer
- Troponin T  Monitor adanya cushing
0,20 mg/mL triad (tekanan nadi yang
- Gula daararh melebar, bradikardi,
(GD) 600 peningkatan sistolik)
mg/dL  Identifikasi penyebab
- Urinalisa PH dari perubahan vital sign
4
- BJ 1020
- Protein +
- Glukosa ++
- Nitrogen –
- Keton ++
- Uronilin –
- Eritrosit –
- Kristal –
- Epitel +

DS hari V:

 Mengelug sesak
napas

DO hari V:

 P 40x/menit
 Sianosis
 Saturasi perifer
cenderung turun
70%

DS hari VI:

 Mengeluh sesak
napas

DO hari VI:

 Menggunakan
ventilator
mekanik mode
SIMV 12
 Apatis-samnolen
 TD 60/40 mmHg
– 80/40 mmHg
 HR 112 – 130
x/menit
 P 25-35 x/menit
 BJ normal
 Pitting edema ++
 Balans cairan
selalu positif 400-
500 cc/24 jam

2 Resiko syok  Syok prevention Syok prevention


berhubungan dengan  Syok management
 Hipotensi  Monitor status sirkulasi BP,
Setelah dilakukan tindakan warna kulit, suhu kulit,
Definisi : keperawatan 2x24 jam denyut jantung, HR, dan
Beresiko terhadap diharapkan kriteria hasil ritme, nadi perifer, dan
ketidakcukupan aliran pasien: kapiler refill.
darah kejaringan tubuh,  Monitor tanda inadekuat
yang dapat  Nadi dalam batas yang oksigenasi jaringan
mengakibatkan disfungsi diharapkan  Monitor suhu dan
seluler yang mengancam  Irama jantung dalam batas pernafasan
jiwa yang diharapkan  Monitor input dan output
 Frekuensi nafas dalam  Pantau nilai labor : HB, HT,
DO hari I: batas yang diharapkan AGD dan elektrolit
 Irama pernapasan dalam  Monitor hemodinamik
 CM batas yang diharapkan invasi yng sesuai
 Sangat lemah  Natrium serum dalam  Monitor tanda dan gejala
 Diaphoresis batas normal asites
 Nadi 140 x/menit  Kalium serum dalam batas  Monitor tanda awal syok
ireguler lemah normal  Tempatkan pasien pada
 P 35x/menit  Klorida serum dalam batas posisi supine, kaki elevasi
 TD 90/70 mmHg normal untuk peningkatan preload
 Kalsium serum dalam dengan tepat
 Bibir pucat
batas normal  Lihat dan pelihara
 Akral dingin
 Magnesium serum dalam kepatenan jalan nafas
 CRT> 3 detik batas normal  Berikan cairan IV dan atau
 PH darah serum dalam oral yang tepat
DO hari II: batas normal  Berikan vasodilator yang
 Mata cekung tidak tepat
 Tidak stabil, CM ditemukan  Ajarkan keluarga dan
 TD 80/50 mmHg  Demam tidak ditemukan pasien tentang tanda dan
– 100/ 50 mmHg  Tekanan darah dalam gejala datangnya syok
 HR 120 – 140 batas normal  Ajarkan keluarga dan
x/menit  Hematokrit dalam batas pasien tentang langkah
 P 30 – 35 x/menit normal untuk mengatasi gejala syok
 Urine output 500
– 700 cc/24 jam Syok Management
 Foto thorak
cardiomegali  Monitor fungsi neurologis
CTR 70%  Monitor fungsi renal (e.g
 Hasil lab: BUN dan Cr : Lavel)
- Hb 12 g/dl  Monitor tekanan nadi
- Ht 37%  Monitor status cairan, input,
- Eritrosit 5,2 output
juta  Catat gas darah arteri dan
- Leukosit 12 oksigen dijaringan
ribu uL  Monitor EKG
- Trombosit  Memanfaatkan pemantauan
300 uL jalur arteri untuk
- CK 555 u/L meningkatkan akurasi
- CK-MB 40 pembacaan tekanan darah
u/L  Mengambil gas darah arteri
- Troponin T dan memonitor jaringan
0,20 mg/mL oksigenasi
- Urinalisa PH  Memantau tren dalam
4 parameter hemodinamik
- BJ 1020 (misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler pulmonal /
DO hari IV: arteri)
 Memantau faktor penentu
 Hasil AGD pengiriman jaringan
- PH 7,28 oksigen (misalnya, PaO2
- PCO2 70 kadar hemoglobin SaO2,
mmHg CO), jika tersedia
- PO2 109  Memantau tingkat karbon
mmHg dioksida sublingual dan /
- HCO3 25 atau tonometry lambung,
mmol/L sesuai
- BE -10  Memonitor gejala gagal
- Sat O2 97% pernafasan (misalnya,
rendah PaO2 peningkatan
DO hari V: PaCO2 tingkat, kelelahan
otot pernafasan)
 Hasil AGD  Monitor nilai laboratorium
- PH 7,30 (misalnya, CBC dengan
- PCO2 75 diferensial) koagulasi
mmHg profil,ABC, tingkat laktat,
- PO2 120 budaya, dan profil kimia)
mmHg  Masukkan dan memelihara
- HCO3 40 besarnya kobosanan akses
mmol/L IV
- BE -10
- Sat O2 97%
- P 40x/menit
- Sianosis
- Saturasi
perifer
cenderung
turun 70%

DS hari VI:

 Mengeluh sesak
napas

DO hari VI:

- Menggunakan
ventilator
mekanik
mode SIMV
12
- TV 400
- FiO2 90%
- +EEP 5 PS15
- Apatis-
samnolen
- TD 60/40
mmHg –
80/40 mmHg
- HR 112 – 130
x/menit
- P 25-35
x/menit
- BJ normal
- Pitting edema
++
- Balans cairan
selalu positif
400- 500
cc/24 jam

3 Gangguan Pertukaran  Respiratory Status : Airway Management


Gas Gas exchange
berhubungan dengan:  Respiratory Status :  Buka jalan nafas,
Ventilation guanakan teknik chin lift
 Ketidakseimbang  Vital Sign Status atau jaw thrust bila perlu
an perfusi  Posisikan pasien untuk
ventilasi Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
keperawatan 2x24 jam  Identifikasi pasien
diharapkan kriteria hasil perlunya pemasangan
Definisi : pasien: alat jalan nafas buatan
Kelebihan atau  Pasang mayo bila perlu
kekurangan dalam  Mendemonstrasikan  Lakukan fisioterapi dada
oksigenasi dan atau peningkatan ventilasi jika perlu
pengeluaran dan oksigenasi yang  Keluarkan sekret dengan
karbondioksida di dalam adekuat batuk atau suction
membran kapiler alveoli  Memelihara kebersihan  Auskultasi suara nafas,
paru paru dan bebas catat adanya suara
DO hari I: dari tanda tanda distress tambahan
pernafasan  Lakukan suction pada
 Sangat lemah  Suara nafas yang mayo
 Nadi 140 x/menit bersih, tidak ada  Berika bronkodilator bial
ireguler lemah sianosis dan dyspneu perlu
 P 35x/menit (mampu mengeluarkan  Barikan pelembab udara
 TD 90/70 mmHg sputum, mampu  Atur intake untuk cairan
 Bibir pucat bernafas dengan mengoptimalkan
 Akral dingin mudah, tidak ada keseimbangan.
 CRT> 3 detik pursed lips)  Monitor respirasi dan
 Tanda tanda vital dalam status O2
DO hari II: rentang normal
Respiratory Monitoring
 TD 80/50 mmHg
– 100/ 50 mmHg  Monitor rata – rata,
 HR 120 – 140 kedalaman, irama dan
x/menit usaha respirasi
 Catat pergerakan
 P 30 – 35 x/menit
dada,amati kesimetrisan,
 Ronchi +/+
penggunaan otot
 Hasil lab: tambahan, retraksi otot
- Hb 12 g/dl supraclavicular dan
- Ht 37% intercostal
- Eritrosit 5,2  Monitor suara nafas,
juta seperti dengkur
- Leukosit 12  Monitor pola nafas :
ribu uL bradipena, takipenia,
- Trombosit kussmaul, hiperventilasi,
300 uL cheyne stokes, biot
- CK 555 u/L  Catat lokasi trakea
- CK-MB 40
 Monitor kelelahan otot
u/L diagfragma (gerakan
- Troponin T paradoksis)
0,20 mg/mL  Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
DO hari IV: tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Hasil AGD  Tentukan kebutuhan
- PH 7,28 suction dengan
- PCO2 70 mengauskultasi crakles
mmHg dan ronkhi pada jalan
- PO2 109 napas utama
mmHg  Auskultasi suara paru
- HCO3 25 setelah tindakan untuk
mmol/L mengetahui hasilnya
- BE -10
- Sat O2 97%

DS hari V:

 Mengelug sesak
napas
DO hari V:

 Hasil AGD
- PH 7,30
- PCO2 75
mmHg
- PO2 120
mmHg
- HCO3 40
mmol/L
- BE -10
- Sat O2 97%
- P 40x/menit
- Sianosis
- Saturasi
perifer
cenderung
turun 70%

DS hari VI:

 Mengeluh sesak
napas

DO hari VI:

- Menggunakan
ventilator
mekanik
mode SIMV
12
- TV 400
- FiO2 90%
- +EEP 5 PS15
- Apatis-
samnolen
- TD 60/40
mmHg –
80/40 mmHg
- HR 112 – 130
x/menit
- P 25-35
x/menit
- Ronchi +/+

4 Gangguan ventilasi  Respiratory status : airway Mechanical Ventilation


spontan patency Management :
berhubungan dengan:  Mechanical ventilation Invasive
 Faktor-faktor weaningresponse
metabolik  Respiratory status : Gas  Pastikan alarm ventilator
 Keletihan otot Exchange aktif
pernapasan  Breathing pattern,  Konsultasikan dengan
ineffective tenaga kesehatan lainnya
Definisi: dalam pemilihan jenis
Penurunan simpanan Setelah dilakukan tindakan ventilator
energi yang keperawatan 2x24 jam  Berikan agens pelumpuh
mengakibatkan diharapkan kriteria hasil otot, sedative, dan analgesic
ketidakmampuan pasien: narkotik, jika diperlukan
individu untuk  Pantau adanya kegagalan
mempertahankan  Respon alergi sistemik : pernafasanyang akan terjadi
pernapasan yang adekuat tingkat keparahan respons  Pantau adanya penurunan
untuk mendukung hidup hipersensitivitas imun volume ekshalasi dan
sistemik terhadap antigen peningkatan
lingkungan (eksogen) tekananinspirasi pada
DS hari I:  Respons ventilasi mekanis pasien
: pertukaran alveolar dan  Pantau keefektifan ventilasi
 Nyeri dada 6 hari perfusi jaringan di dukung mekanik pada kondisi
SMRS oleh ventilasi mekanik fisiologis dan
 Status pernafasan psikologispasien
DO hari I: Pertukaran Gas:  Pantau adanya efek yang
pertukaran CO2 atau O2 merugikan dari ventilasi
 Sangat lemah di alveolus untuk mekanik : infeksi,
 Nadi 140 x/menit mempertahankan barotraumas, dan penurunan
ireguler lemah konsentrasi gas darah curah jantung
arteri dalam rentang  Pantau efek perubahan
 P 35x/menit
norma ventilator terhadap
 TD 90/70 mmHg
 Status pernafasan oksigenasi : GDA, SaO2,
 Bibir pucat
ventilasi: pergerakan SvO2, CO2, akhir-tidal,
udara keluar masuk Qsp/Qt serta respons
DO hari II:
paruadekuat subjektif pasien
 Tanda vital : tingkat suhu  Pantau derajat pirau,
 Tidak stabil, CM tubuh, nadi, pernafasan, kapasitas vital, Vd, VT,
 TD 80/50 mmHg tekanan darahdalam MVV, daya inspirasi,
– 100/ 50 mmHg rentang normal FEV1, dan kesiapan untuk
 HR 120 – 140  Menerima nutrisi adekuat penyapihan dan ventilasi
x/menit sebelum, selama, dan mekanik, sesuai protocol
 P 30 – 35 x/menit setelah proses penyapihan institusi
 Ronchi +/+ dari ventilator  Auskultasi suara napas,
 Hasil lab: catat area penurunan atau
- Hb 12 g/dl ketiadaan ventilasi dan
- Ht 37% adanya suara napas
- Eritrosit 5,2 tambahan
juta  Tentukan kebutuhan
- Leukosit 12 pengisapan dengan
ribu uL mengauskultasi suara ronki
- Trombosit basah halus dan ronki basah
300 uL kasar di jalan nafas
- CK 555 u/L  Lakukan higine mulut
- CK-MB 40 secara rutin
u/L
- Troponin T Oxygen Therapy
0,20 mg/mL
 Bersihkan mulut, hidung,
DO hari IV: dan trakea sekresi, sesuai
 Menjaga patensi jalan napas
 Hasil AGD  Mengatur peralatan oksigen
- PH 7,28 dan mengelola melalui
- PCO2 70 sistem, dipanaskan
mmHg dilembabkan
- PO2 109  Administer oksigen
mmHg tambahan seperti yang
- HCO3 25 diperintahkan
mmol/L  Memantau aliran liter
- BE -10 oksigen
- Sat O2 97%  Memantau posisi perangkat
pengiriman oksigen
DS hari V:  Secara berkala memeriksa
perangkat pengiriman
 Mengeluh sesak oksigen untuk memastikan
napas bahwa konsentrasi yang
ditentukan sedang
DO hari V: disampaikan
 Memantau efektivitas terapi
 Hasil AGD oksigen (misalnya, nadi
- PH 7,30 oksimetri, ABGs)
- PCO2 75  Mengubah perangkat
mmHg pengiriman oksigen dari
- PO2 120 masker untuk hidung garpu
mmHg saat makan, sebagai
- HCO3 40 ditoleransi
mmol/L  Amati tanda-tanda oksigen
- BE -10 diinduksi hipoventilasi
- Sat O2 97%  Memantau tanda-tanda
- P 40x/menit toksisitas oksigen dan
- Sianosis penyerapan atelektasis
- Saturasi  Menyediakan oksigen
perifer ketika pasien diangkut
cenderung  Atur untuk penggunaan
turun 70% perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas dan
DS hari VI: mengajarkan pasien sesuai

 Mengeluh sesak
napas

DO hari VI:

- Menggunakan
ventilator
mekanik
mode SIMV
12
- TV 400
- FiO2 90%
- +EEP 5 PS15
- Apatis-
samnolen
- TD 60/40
mmHg –
80/40 mmHg
- HR 112 – 130
x/menit
- P 25-35
x/menit
- Ronchi +/+

2.8.Penatalaksanaan Farmakologi
Obat-obatan Kardiovaskular yang Bisa Digunakan

1. Antikoagulan
Terapi trombolisis (streptokinase) : termasuk obat pemecahan bekuan darah
seperti t-PA (tissue plasminogen activator), alteplase (active), dan reteplase (r-PA)
Aksi : memecahkan bakuan darah selama sindrom koroner akut yang mengarah ke MI,
menurunkan kerusakan permanen yang terjadi karena MI dan meningkatkan fungsi
ventrikel
Penggunaan : obat lini pertama yang digunakan pada ACS, nyeri dada yang lebih lama
dari 20 menit namun tidak hilang dengan nitrogliserin dan istirahat dengan perubahan
EKG
Tindakan pencegahan :
1. Tidak melarutkan plak yang ada di dasar formasi bekuan darah. mungkin
membutuhkan aterektomi atau bedah jantung terbuka untuk menghilangkannya
2. Perdarahan, karena obat-obat ini tidak spesifik untuk arteri koroner dan dapat
menyebabkan perdarahan pada trauma atau stroke hemoragik
3. Bagus diberikan 3-6 jam setelah timbunya gejala
4. Door-to-needle time (waktu dari TKP sampai obat diinfuskan) tidak boleh kurang
dari 30 menit
5. Monitor hasil lab seperti Hct dan Hb untuk perdarahan

2. Memengaruhi kontraktilitas
Dobutrex (dobutamin)
Aksi : bekerja di reseptor B1 dan B2 dari sistem adrenergic untuk meningkatkan
kontraktilits dan mengurangi afterload, meningkatkan CO.
Penggunaan : untuk gagal jantung akut
Tindakan pencegahan : selalu gunakan ponpa infuse, kaji TTV secara rutin selama
insiasi dan pemberian perinfus, monitor SaO2, amati jika terjadi hipotensi disritmia
ventrikel dan takikardi.
3. Diuretic
Digunakan untuk gagal jantung untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh yang masuk
ke paru (edema paru) atau tubuh (edema perifer).
Diuretic loop : furosemid (Lasix)
Aksi : bekerja pada lengkup Henle ginjal dan reabsorpsi air, meningkatkan ekskresi
natrium urine, menurun tanda fisik untuk retensi cairan
Penggunaan : mengontrol edema paru dan edema perifer
Tndakan pencegahan : monitor level kalium yang diberikan. Jika K+ mendekati atau
dibawah normal, berikan suplemen kalium sebelum pemberian diuretic, monitor TD
obat ini dapat menyebabkan hipotensi, vertigo, dan pusing yang hebat, monitor masukan
dan keluarkan serta berat badan per hari (Terry, 2011).
4. Antiangina
Nitrat (ISDN/isosorbide dinitrate)
Nitrat adalah obat vasodilator (pelebaran pembuluh darah) yang merileksasikan dinding
pembuluh darah, untuk memperbaiki aliran darah ke otot jantung.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation MyocardialInfarct)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard
akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai penunjang diagnosa yaitu pemeriksaan
Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung dan Elektrokardiogram (EKG)
b. Gagal jantung adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrisi. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan
c. Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia.
d. ARDS dikemukakan sebagai hipoksemia berat yang onsetnya akut, infiltrat bilateral yang
difus pada foto toraks dan penurunan compliance atau daya regang paru. Paru-paru
terganggu sebagai akibat terbentuknya cairan di dalam paru-paru.
e. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemis, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif.
f. Beberapa penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan berupa Obat-obatan
Kardiovaskular, alat-alat Jantung Khusus untuk Membantu Mempertahankan Irama
Jantung dan Ventilasi Mekanik
g. Obat-obatan Kardiovaskular yang Bisa Digunakan Antikoagulan sebagai terapi
trombolisis (streptokinase) yang termasuk obat pemecahan bekuan darah seperti t-PA
(tissue plasminogen activator), alteplase (active), dan reteplase (r-PA), Dobutrex
(dobutamin) untuk memengaruhi kontraktilitas, obat Diuretic yang digunakan untuk
gagal jantung untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh yang masuk ke paru (edema
paru) atau tubuh (edema perifer), dan Antiangina Nitrat (ISDN/isosorbide dinitrate)
sebagai obat vasodilator (pelebaran pembuluh darah).

3.2.Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan pemahaman
tentang Kegawatdaruratan Pada Pasien Gagal Jantung. Makalah ini pasti banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan untuk memberikan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistim Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika
2. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC
3. Neal, Michael J. 2005. Medical Pharmacology at a Glance. Jakarta : Erlangga.
4. emedicine.medscape.com/article/80564-overview/a1 Defibrillation and Cardioversion by
Sandy N Shah. Posting 14 April 2016. Akses 10 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB
5. emedicine.medscape.com/article/158712-overview/a3 Ventricular Vibrillation by Sandeep K
Goyal. Posting 29 April 2016. Akses 10 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB
6. Queensland Government. 2017. Clinical Practice Procedures: Resuscitation/Defibrillation
7. World Health Organization. 2011. Defibrillator, External, Manual. ECRI Institute
8. Giorgio C, Roberta C. 2010. Technological development in mechanical ventilation. Current
Opinion in Critical Care. 16: 26–33.
9. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
10. Marino PL. 2007. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book. 3rd
ed. New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc. 457- 511.
11. Lanken PN. 2007. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit
Manual. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc. 13-30.
12. Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Edisi IV. Jakarta:EGC
13. Smeltzer & Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.Jakarta:EGC
14. Cowie, M.R., Dar, Q., 2008. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure.

USA: McGraw-Hill

15. Gray, H. 2002. Lecture Note Kardiology. Jakarta:Erlangga


16. Price, Sylvia A, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai