Makalah Diskusi KGDK Kelompok 1 Pemicu
Makalah Diskusi KGDK Kelompok 1 Pemicu
DISUSUN OLEH :
Kelompok 1
JAKARTA/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
kuasa-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah Diskusi Kelompok tentang
“Kegawatdaruratan Pada Pasien Gagal Jantung” dengan baik. Makalah ini dibuat agar dapat
menambah pengetahuan pembaca tentang Kegawatdaruratan Pada Pasien Gagal Jantung serta
hal hal yang terkait dengannya.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca dalam
memperdalam atau menambah wawasan dan pengetahuan tentang “Kegawatdaruratan Pada
Pasien Gagal Jantung”.Jika terdapat kata maupun penulisan yang salah, kami mohon
maaf.Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar makalah selanjutnya dapat
kami kerjakan lebih baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer, 2002).
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural dan
fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke
seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan
pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema
perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung.
2. Etiologi CHF
a. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik
dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya
infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal
jantung kongestif.
b. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal
jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload
sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa
jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh
tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif .
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri
dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah
satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy
berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan
jaringan fibrosis.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat
herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut
otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum.
Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini
menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik
disertai aritmia atrium dan ventrikel.
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini
ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya
pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat
diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat
menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan
penyakit resktriktif lainnya.
d. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi
ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan
dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan
oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek
toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan
zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).
e. Diabetes
Diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang
pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari
miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari
gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung
pada gagal jantung.
Segmen ST (apakah ada tanda iskemia, injuri atau infark miokard)ST Depresi/ST
Elevasi ST elevasi di bagian lead II, lead III dan aVF lihat letak inferiorarteri coroner
kanan, arteri desenden posterior, cabang dari arteri sirkumfleks ST elevasi menandakan
adanya injuri, jika tidak segera ditangani maka bagian inferior tersebut akan mengalami
infark (kematian)Injuri jaringan pada jantung bagian inferior (Muttaqin, 2012)
(Cline, 2012)
B. Etiologi
a. Kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme tidak langsung)
Penyebabnya : kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen, aspirasi asam lambung,
tenggelam, sepsis, syok (apapun penyebabnya), DIC, dan pankreatitik idiopatik.
b. Obat-obatan
Penyebabnya : heroin dan salisilat.
c. Infeksi
Penyebabnya : virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
d. Sebab lain
Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli paru trombosis, rudapaksa (trauma), radiasi,
keracunan, oksigen, tranfusi massif, kelainan metabolik (uremia), dan bedah mayor(Arif
Muttaqin, 2008)
C. Manifestasi Klinis
a. Dispnea yang bermakna.
b. Penurunan daya regang paru.
c. Pernafasan yang dangkal dan cepat pada awal proses penyakit, yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena karbondioksida banyak terbuang. Selanjutnya, karena individu mengalami
kelelahan, upaya pernapasan menjadi lebih lambat dan jarang.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
D. Patofisiologi
Pada fase 1, cedera mengurangi aliran darah normal ke dalam paru-paru. Trombosit mengadakan
agregasi dan melepaskan Histamin (H), serotonin (S), serta brdikinin (B).
Pada fase 2, substansi yang dilepaskan menimbulkan inflamasi dan kerusakan pada membran
kapiler alveoli sehingga terjadi peningkatan permeabiltas kaplier. Kemudian cairan berpindah ke
dalam ruang interstisial.
Pada fase 3, permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi kebocoran protein serta cairan sehingga
meningkatkan tekanan osmotik interstisial dan menimbulkan edema paru.
Pada fase 4, penurunan aliran darah dan cairan dalam alveoli akan merusak surfaktan dan
merusak kemampuan sel untuk memproduksi lebih banyak surfaktan lagi. Kemudian terjadi
kolaps alveoli yang merusak pertukaran gas.
Pada fase 5, oksigensasi akan mengalami kerusakan, tetapi karbondioksida dengan mudah
melewati membran alveoli dan dibuang keluar melalui ekspirasi. Kadar O2 dan CO2 darah
rendah.
Pada fase 6, edema paru semakin bertambah parah dan inflamasi menimbulkan fibrosis.
Pertukaran gas mengalami hambatan lebih lanjut.
2.5. Defibrilator
Pacu jantung diperlukan untuk blok total pada jantung dan kadang-kadang digunakan
pada takiaritmia. Bila ukuran atrium kiri normal, direct current shock (DC Shock) menyebabkan
reverse menjadi ritme sinus pada sebagian besar pasien dengan fibrilasi atrium. Akan tetapi,
sekitar 60% pasien relaps dalam waktu 1 tahun meskipun mendapat terapi rumatan dengan
disopiramid. Pada pasien dengan risiko takiaritmia yang mengancam jiwa, suatu implant
defibrillator kardiovaskuler otomatis bisa digunakan. (Neal, 2005)
Defibrilator adalah alat penyelamat jiwa yang menggunakan kejut listrik untuk
menghasilkan ritme jantung yang lebih normal pada pasien yang mengalami ventricular
fibrillation (VF) atau ritme yang dapat menimbulkan shok lainnya.
Isi daya defibrillator menggunakan kapasitor yang besar. Pada defibrillator eksternal,
kayuh (paddle) diperlukan untuk melepaskan daya pada dada pasien. Elektroda defibrillator yang
disposable dapat digunakan sebagai alternatif. Pada defibrillator internal menggunakan kayuh
cekung.
Defibrilator biasanya memiliki tiga mode operasi dasar: defibrillator eksternal,
defibrillator internal, dan kardioversi tersinkronisasi. (mode sinkronasi digunakan saat pelepasan
defibrillator untuk mengatasi aritmia tertentu, seperti VT; tegangan hanya dilepaskan saat sirkuit
kontrol mendeteksi gelombang R tambahan. Penyampaian energy tersinkronisasi dengan dan
sesaat setelah puncak gelombang R, mencegah pelepasan saat periode sensitive dari repolarisasi
ventrikular). Indikator muncul untuk menginformasikan bahwa kapasitor telah terisi daya penuh
dan alat siap digunakan. Monitor EKG dapat dilakukan sebelum, saat, atau setelah dilepas daya.
Indikasi :
Kontraindikasi :
Komplikasi
- Pasien dengan injuri termasuk luka bakar:
o Cekungan bisa terjadi antara elektroda-elektroda jika bantalan salah posisi
o Struktur tubuh asing antara bantalan dan pasien
o Bantalan yang kurang pelumas
- Ledakan :
o Pelepasan daya dapat memicu ledakan jika terdapat gas atau cairan yang
mudah terbakar pada pasien
- Shok yang terpancar pada operator atau orang disekelilingnya.
- Miokardial nekrosis dapat terjadi akibat shok dari tegangan tinggi. Elevasi segmen ST
dapat terlihat langsung dan biasanya menetap selama 1-2 menit. Elevasi segmen ST
yang menetap lebih dari 2 menit biasanya mengindikasikan injuri miokardium yang
tidak berhubungan dengan shok ini.
- Disfungsi miokardium dikarenakan tidak adanya cardiac output dan aliran darah ke
koroner saat terjadinya arrest, yang menyebabkan iskemi. Disfungsi miokardium
terjadi selama kira-kira 24-48 jam pertama. Evaluasi fungsi ventrikel kiri sebaiknya
ditunda selama 48 jam pertama setelah terjadinya arrest.
Penempatan Posisi
Keterangan :
1. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume
tidal atau mempertahankan tekanan.
2. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan.
Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang
sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
a. Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk
pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat
pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan kerja
pernafasan klien.
b. Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila
klien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator ini diatur
berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang spontan dari klien, biasanya digunakan pada
tahap pertama pemakaian ventilator.
c. Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model kontrol,
klien dengan hiperventilasi. Klien yang bernafas spontan dilengkapi dengan mesin dan
sewaktu-waktu diambil alih oleh ventilator.
d. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak
begitu lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya
tergantung pada aktivasi klien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume
dan/atau frekuensi nafas kurang adekuat.
e. Positive End-Expiratory pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan
tujuan untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan
yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasipada klien yang menederita ARDS
dan gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia difus. Efek samping dapat
menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan penurunman curah jantung.
f. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot
pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
a. Riwayat Keperawatan
Keluhan:
Kesadaran compos mentis
Sangat lemah
Mengeluh nyeri dada sejak 6 jam SMRS, diaphoresis
Nadi 140x/menit, P= 35x/menit, TD: 90/70 mmHg, bibir pucat, akral dingin, CRT
>3 detik
Selama 4 hari diICCU TD : 80/50 mmHg -100/50 mmHg, HR : 120-140 x/mnt
,P= 30-35 x/mnt
Paru-paru ronchi +/+
Urine output 500-700 cc/24 jam, balance cairan +500 cc/24 jam
Pitting edema
Selama diICU kesadaran apatis-somnolen
b. Riwayat Penyakit
Pernah mengalami serangan jantung
DM
Hypertensi
merokok sejak usia 15 tahun
Interpretasi:
C. Diagnosa Keperawatan
DS hari V:
Mengelug sesak
napas
DO hari V:
P 40x/menit
Sianosis
Saturasi perifer
cenderung turun
70%
DS hari VI:
Mengeluh sesak
napas
DO hari VI:
Menggunakan
ventilator
mekanik mode
SIMV 12
Apatis-samnolen
TD 60/40 mmHg
– 80/40 mmHg
HR 112 – 130
x/menit
P 25-35 x/menit
BJ normal
Pitting edema ++
Balans cairan
selalu positif 400-
500 cc/24 jam
DS hari VI:
Mengeluh sesak
napas
DO hari VI:
- Menggunakan
ventilator
mekanik
mode SIMV
12
- TV 400
- FiO2 90%
- +EEP 5 PS15
- Apatis-
samnolen
- TD 60/40
mmHg –
80/40 mmHg
- HR 112 – 130
x/menit
- P 25-35
x/menit
- BJ normal
- Pitting edema
++
- Balans cairan
selalu positif
400- 500
cc/24 jam
DS hari V:
Mengelug sesak
napas
DO hari V:
Hasil AGD
- PH 7,30
- PCO2 75
mmHg
- PO2 120
mmHg
- HCO3 40
mmol/L
- BE -10
- Sat O2 97%
- P 40x/menit
- Sianosis
- Saturasi
perifer
cenderung
turun 70%
DS hari VI:
Mengeluh sesak
napas
DO hari VI:
- Menggunakan
ventilator
mekanik
mode SIMV
12
- TV 400
- FiO2 90%
- +EEP 5 PS15
- Apatis-
samnolen
- TD 60/40
mmHg –
80/40 mmHg
- HR 112 – 130
x/menit
- P 25-35
x/menit
- Ronchi +/+
Mengeluh sesak
napas
DO hari VI:
- Menggunakan
ventilator
mekanik
mode SIMV
12
- TV 400
- FiO2 90%
- +EEP 5 PS15
- Apatis-
samnolen
- TD 60/40
mmHg –
80/40 mmHg
- HR 112 – 130
x/menit
- P 25-35
x/menit
- Ronchi +/+
2.8.Penatalaksanaan Farmakologi
Obat-obatan Kardiovaskular yang Bisa Digunakan
1. Antikoagulan
Terapi trombolisis (streptokinase) : termasuk obat pemecahan bekuan darah
seperti t-PA (tissue plasminogen activator), alteplase (active), dan reteplase (r-PA)
Aksi : memecahkan bakuan darah selama sindrom koroner akut yang mengarah ke MI,
menurunkan kerusakan permanen yang terjadi karena MI dan meningkatkan fungsi
ventrikel
Penggunaan : obat lini pertama yang digunakan pada ACS, nyeri dada yang lebih lama
dari 20 menit namun tidak hilang dengan nitrogliserin dan istirahat dengan perubahan
EKG
Tindakan pencegahan :
1. Tidak melarutkan plak yang ada di dasar formasi bekuan darah. mungkin
membutuhkan aterektomi atau bedah jantung terbuka untuk menghilangkannya
2. Perdarahan, karena obat-obat ini tidak spesifik untuk arteri koroner dan dapat
menyebabkan perdarahan pada trauma atau stroke hemoragik
3. Bagus diberikan 3-6 jam setelah timbunya gejala
4. Door-to-needle time (waktu dari TKP sampai obat diinfuskan) tidak boleh kurang
dari 30 menit
5. Monitor hasil lab seperti Hct dan Hb untuk perdarahan
2. Memengaruhi kontraktilitas
Dobutrex (dobutamin)
Aksi : bekerja di reseptor B1 dan B2 dari sistem adrenergic untuk meningkatkan
kontraktilits dan mengurangi afterload, meningkatkan CO.
Penggunaan : untuk gagal jantung akut
Tindakan pencegahan : selalu gunakan ponpa infuse, kaji TTV secara rutin selama
insiasi dan pemberian perinfus, monitor SaO2, amati jika terjadi hipotensi disritmia
ventrikel dan takikardi.
3. Diuretic
Digunakan untuk gagal jantung untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh yang masuk
ke paru (edema paru) atau tubuh (edema perifer).
Diuretic loop : furosemid (Lasix)
Aksi : bekerja pada lengkup Henle ginjal dan reabsorpsi air, meningkatkan ekskresi
natrium urine, menurun tanda fisik untuk retensi cairan
Penggunaan : mengontrol edema paru dan edema perifer
Tndakan pencegahan : monitor level kalium yang diberikan. Jika K+ mendekati atau
dibawah normal, berikan suplemen kalium sebelum pemberian diuretic, monitor TD
obat ini dapat menyebabkan hipotensi, vertigo, dan pusing yang hebat, monitor masukan
dan keluarkan serta berat badan per hari (Terry, 2011).
4. Antiangina
Nitrat (ISDN/isosorbide dinitrate)
Nitrat adalah obat vasodilator (pelebaran pembuluh darah) yang merileksasikan dinding
pembuluh darah, untuk memperbaiki aliran darah ke otot jantung.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation MyocardialInfarct)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard
akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai penunjang diagnosa yaitu pemeriksaan
Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung dan Elektrokardiogram (EKG)
b. Gagal jantung adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrisi. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan
c. Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia.
d. ARDS dikemukakan sebagai hipoksemia berat yang onsetnya akut, infiltrat bilateral yang
difus pada foto toraks dan penurunan compliance atau daya regang paru. Paru-paru
terganggu sebagai akibat terbentuknya cairan di dalam paru-paru.
e. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemis, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif.
f. Beberapa penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan berupa Obat-obatan
Kardiovaskular, alat-alat Jantung Khusus untuk Membantu Mempertahankan Irama
Jantung dan Ventilasi Mekanik
g. Obat-obatan Kardiovaskular yang Bisa Digunakan Antikoagulan sebagai terapi
trombolisis (streptokinase) yang termasuk obat pemecahan bekuan darah seperti t-PA
(tissue plasminogen activator), alteplase (active), dan reteplase (r-PA), Dobutrex
(dobutamin) untuk memengaruhi kontraktilitas, obat Diuretic yang digunakan untuk
gagal jantung untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh yang masuk ke paru (edema
paru) atau tubuh (edema perifer), dan Antiangina Nitrat (ISDN/isosorbide dinitrate)
sebagai obat vasodilator (pelebaran pembuluh darah).
3.2.Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan pemahaman
tentang Kegawatdaruratan Pada Pasien Gagal Jantung. Makalah ini pasti banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan untuk memberikan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistim Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika
2. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC
3. Neal, Michael J. 2005. Medical Pharmacology at a Glance. Jakarta : Erlangga.
4. emedicine.medscape.com/article/80564-overview/a1 Defibrillation and Cardioversion by
Sandy N Shah. Posting 14 April 2016. Akses 10 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB
5. emedicine.medscape.com/article/158712-overview/a3 Ventricular Vibrillation by Sandeep K
Goyal. Posting 29 April 2016. Akses 10 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB
6. Queensland Government. 2017. Clinical Practice Procedures: Resuscitation/Defibrillation
7. World Health Organization. 2011. Defibrillator, External, Manual. ECRI Institute
8. Giorgio C, Roberta C. 2010. Technological development in mechanical ventilation. Current
Opinion in Critical Care. 16: 26–33.
9. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
10. Marino PL. 2007. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book. 3rd
ed. New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc. 457- 511.
11. Lanken PN. 2007. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit
Manual. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc. 13-30.
12. Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Edisi IV. Jakarta:EGC
13. Smeltzer & Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.Jakarta:EGC
14. Cowie, M.R., Dar, Q., 2008. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure.
USA: McGraw-Hill