Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bela negara merupakan salah satu hak dan kewajiban yang dimiliki oleh

seluruh masyarakat Indonesia. Bela negara adalah salah satu perwujudan dari

good citizen, karena di dalam bela negara terdapat unsur pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic

skills), dan karakter kewarganegaraan (civic disposition). Undang-Undang

Dasar 1945 juga memberikan amanat tentang pertahanan negara yang tertuang

dalam Pasal 27 ayat (3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta

dalam upaya pembelaan negara”. Cara pelaksanaan pembelaan negara

dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan Negara yang menyebutkan bahwa “Keikutsertaan warga

negara dalam upaya bela negara dapat dilaksanakan melalui pendidikan

kewarganegaraan, latihan dasar kemiliteran, mengikuti militer sukarela

maupun militer wajib dan pengabdian sesuai profrsi untuk membela negara

dan bangsanya”.

Bela negara pada hakikatnya adalah tekad, sikap, dan tindakan

menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi kecintaan pada tanah

air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, serta keyakinan akan

kerelaan berkorban guna meniadakan setiap ancaman, baik dari luar maupun

dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara,

kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan yurisdiksi nasional

1
serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Tuahunse, 2009:

1). Bela negara pada masa ini bukan sekedar membela dengan berlandas

dengan emosi semata, akan tetapi dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran yang

didasarkan pada Pancasila. Ada 5 indikator bela negara yaitu:

1. Cinta kepada tanah air

2. Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara

3. Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara

4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara

5. Memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya awal bela

negara (Tuahunse, 2009: 2).

Salah satu cara strategis penanaman nilai-nilai bela negara adalah

melalui pendidikan. Pendidikan adalah proses untuk meningkatkan mutu

sumber daya manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang amat penting dalam

kehidupan manusia. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1):

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.

Pendidikan mempunyai beberapa fungsi penting dan dapat dibedakan

menjadi dua bagian besar yaitu fungsi preservatif dan dan fungsi direktif.

Fungsi preservatif dilakukan dengan melestarikan tata sosial dan tata nilai

yang ada dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan fungsi direktif dilakukan

2
oleh pendidikan sebagai agen perubahan sosial, sehingga dapat mengantisipasi

masa depan. Selain itu pendidikan juga mempunyai fungsi menyiapkan

sebagai manusia, menyiapkan tenaga kerja, dan menyiapkan warga negara

yang baik (Siswoyo, 2007: 24).

Negara Indonesia yang berdasar Pancasila, dalam dunia pendidikan

formal, untuk membina sikap dan moral peserta didik dapat ditempuh antara

lain melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan

(PPKn). PPKn merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting

untuk mendukung fungsi preservatif, direktif dan menyiapkan warga negara

yang baik. Selain itu PPKn sebagai bagian dari mata pelajaran wajib yang

diberikan di sekolah, mempunyai peranan besar dalam mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Secara sederhana tujuan PPKn adalah membentuk warga

negara yang lebih baik (a good citizen) dan mempersiapkan untuk masa depan

(Cholisin, 2004: 12). Good citizen memang masih sangat abstrak,

Mukhammad Murdiono menjelaskan warga negara yang baik memiliki tiga

kemampuan kewarganegaraan yaitu, pengetahuan kewarganegaraan (civic

knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter

kewarganegaraan (civic disposition). Kesemuanya ini harus ditanamkan,

terutama melalui mata pelajaran PPKn, agar peserta didik dapat menjadi good

citizen yang tau akan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara (Murdiono, 2010).

Salah satu cara menanamkan nilai-nilai bela negara yang paling utama

adalah melalui mata pelajaran PPKn. Sesuai dengan amanat Pasal 9 ayat (2)

3
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang

menyebutkan bahwa salah satu cara warga negara dalam melaksanakan bela

negara adalah melalui pendidikan kewarganegaraan. Untuk pelaksanaan

penanaman nilai-nilai bela negara tentu diperlukan sebuah alat yang bernama

pendidik. Pendidik atau sering disebut guru berdasarkan Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1), menyebutkan

bahwa “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Guru PPKn sebagai garda

terdepan dalam implementasi penanaman nilai-nilai bela negara memiliki

tanggung jawab yang sangat besar. Apabila guru berhasil menanamkan nilai-

nilai bela negara dalam diri siswa, pastilah akan terbentuk siswa good citizen

yang tau hak dan kewajibannya dan tercapailah tujuan dari PPKn.

Namun belakangan ini muncul ancaman yang melanda bangsa ini.

Ancaman terbesar bangsa Indonesia pada saat ini tidak lagi pada ancaman

militer akan tetapi ancaman nirmiliter. Ancaman berupa ideologi, politik,

ekonomi, sosial, budaya, tekhnologi, informasi, penyalahgunaan narkoba dan

dekadensi moral siswa saat ini menjadi ancaman bangsa Indonesia (Arianto,

2015). Salah satu ancaman yang paling berbahaya dan tidak mencerminkan

nilai-nilai bela negara adalah penyalahgunaan narkoba. Laporan akhir survei

nasional perkembangan penyalahguna narkoba tahun anggaran 2014,

menunjukan bahwa penyalahgunaan narkoba paling tinggi terdapat pada

4
golongan pelajar/ mahaiswa apabila dibandingkan dengan golongan yang lain.

Tahun 2006 merupakan angka tertinggi dalam penyalahgunaan narkoba

dengan angka mencapai 9,18. Walaupun hingga tahun 2013 sudah terjadi

penurunan yang cukup signifikan, namun angka penyalahgunaan narkoba

masih tergolong tinggi dengan angka 7,78.

Tabel. 1 Prevalensi Survei Penyalahguna 2005-2011 & Estimasi Angka


Prevalensi Tahun 2013
Kriteria 2005 2006 2009 2010 2011 2013
Rumah Tangga Laki-laki 1,47 1,20 1,33
Perempuan 0,15 0,13 0,14
Pelajar/Mahasiswa Laki-laki 9,18 7,19 4,85 7,78
Perempuan 1,98 2,25 1,26 2,14
Pekerja Laki-laki 6,51 5,43 5,97
Perempuan 3,03 3,65 3,33
Sumber: Badan Narkotika Nasional, 2015: 12

Selain penyalahgunaan narkoba, kesadaran dan pengetahuan

masyarakat terkait NKRI juga dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Pengetahuan mengenai NKRI merupakan dasar apabila seorang akan

melaksanakan tindakan bela negara. Survey Kehidupan Bernegara (SKB)

yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 27-29 Mei

2011, ditemukan bahwa persentase masyarakat yang mengetahui tentang

NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar kehidupan berbangsa dan

bernegara hanya sekitar 67-78 persen. Dari hasil Survey yang dilakukan di

181 kabupaten/kota, di 33 propinsi, di seluruh Indonesia yang melibatkan

12.056 responden ini tampak bahwa masyarakat Indonesia memiliki Wawasan

Kebangsaan yang minim, bahkan ada sebanyak 10% masyarakat yang tidak

mampu untuk menyebutkan sila-sila Pancasila secara lengkap (Najib, 2011).

Apabila permasalahan nirmiliter semacam ini tidak segera diantisipasi dan

5
diatasi dengan serius, dihawatirkan kesadaran bela negara warga negara akan

semakin menurun dan mengakibatkan runtuhnya NKRI.

Berkaitan dengan kenyataan itu, mata pelajaran PPKn harus dapat

menjadi garda terdepan dalam menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal rasa

nasionalisme, dan meningkatkan wawasan kebangsaan siswa. Peran

pembelajaran PPKn sangat diperlukan guna melaksanakan implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara. Selain itu Implementasi penanaman nilai-

nilai bela negara dalam mata pelajaran PPKn perlu dibenahi agar lebih

menarik siswa dalam belajar. Implementasi yang baik sangat diperlukan,

mengingat penanaman nilai-nilai bela negara sangat penting terutama untuk

menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.

SMA Taruna Nusantara Magelang adalah sebuah sekolah menengah

atas berasrama yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sekolah

ini dikenal dengan penekanan pada nilai-nilai kebangsaan dan kedisiplinan.

Karena berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan dan kedisiplinan, maka SMA

Taruna Nusantara dapat menjadi salah satu SMA terbaik di Indonesia. SMA

Taruna Nusantara telah melahirkan alumni-alumni terbaik yang saat ini

memiliki jabatan penting diberbagai bidang. Sistem pendidikan yang

berkualitas menjadikan banyak peserta didik tertarik menempuh pendidikan di

SMA Taruna Nusantara Magelang (Resa, 2014).

Ide pembuatan sekolah ini dicetuskan oleh Menteri Pertahanan dan

Keamanan Leonardus Benyamin Moerdani, pada tanggal 20 Mei 1985 di

Pendopo Agung Taman Siswa Yogyakarta. Leonardus Benyamin Moerdani

6
mempunyai visi untuk membangun sekolah yang mendidik manusia-manusia

terbaik dari seluruh Indonesia dan menghasilkan lulusan yang dapat

melanjutkan cita-cita para Proklamator. Dengan sistem pengajaran yang

berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan dan kedisiplinan diharapkan peserta

didik SMA Taruna Nusantara Magelang memiliki nilai-nilai bela negara yang

lebih tinggi dibanding peserta didik SMA lain. Kebangsaan dan kedisiplinan

menjadi modal penting dalam menanamkan nilai-nilai bela negara di SMA

Taruna Nusantara Magelang (Resa, 2014).

Apabila dicermati lebih lanjut SMA Taruna Nusantara memiliki

penanaman nilai-nilai bela negara melalui sistem pendidikan yang berorientasi

pada nilai-nilai kebangsaan dan kedisiplinan. Tentunya implementasi yang

tepat digunakan dalam pembelajaran, dapat menjadikan penanaman nilai-nilai

bela negara dapat berhasil. Implementasi melalui sistem pendidikan yang

berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan dan kedisiplinan tentunya perlu

diteliti agar dapat diadopsi oleh sekolah lain, dengan harapan sekolah lain

dapat membentuk peserta didik yang mempunyai nilai-nilai bela negara,

khususnya melalui mata pelajaran PPKn. Berdasarkan pemaparan diatas

mengenai bela negara, permasalahan bela negara, dan implementasi

penanamannya, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

“Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Bela Negara dalam Pembelajaran PPKn

di SMA Taruna Nusantara Magelang”. Melalui penelitian ini diharapkan dapat

mendapatkan dan menyebarluaskan implementasi penanaman nilai-nilai bela

negara yang tepat digunakan dalam pembelajaran PPKn.

7
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa masalah

yang berkaitan dengan penelitian ini. Masalah tersebut dapat diidentifikasikan

sebagai berikut:

1. Munculnya ancaman nirmiliter di Indonesia.

2. Masih rendahnya rasa nasionalisme dan wawasan nusantara

masyarakat.

3. Tingginya penyalahgunaan narkoba oleh pelajar/ mahasiswa di

Indonesia.

4. Masih adanya sikap dan perilaku siswa yang tidak sesuai dengan nilai-

nilai bela negara.

5. Implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam pembelajaran

PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang belum diketahui sehingga

perlu untuk diteliti.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti perlu

melakukan pembatasan masalah agar penelitian ini dapat berjalan dengan

lebih efektif dan efisien. Pembatasan masalah yang diterapkan dalam

penelitian ini ialah implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

8
1. Bagaimana implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang?

2. Apa kontribusi pembelajaran PPKn dalam menanamkan nilai-nilai bela

negara di SMA Taruna Nusantara Magelang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dari penelitian ini adalah mendeskripsikan:

1. Implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam pembelajaran

PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang.

2. Kontribusi pembelajaran PPKn dalam menanamkan nilai-nilai bela

negara di SMA Taruna Nusantara Magelang.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan membuahkan manfaat positif, baik manfaat

secara teoretis maupun manfaat secara praktis, manfaat-manfaat tersebut

diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu

pengetahuan di bidang Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, tentang

cara menanamkan nilai-nilai bela negara yang baik di lingkungan pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang

membutuhkan, antara lain:

9
a. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada

peneliti bagaimana implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang.

b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru

PPKn tentang cara dan model yang tepat dalam penanaman nilai-nilai bela

negara.

c. Bagi Peserta Didik

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menyadarkan akan pentingnya

nilai-nilai bela negara yang perlu dimiliki oleh seluruh peserta didik, dengan

tujuan untuk menjaga keutuhan NKRI.

d. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah sumbangan

yang bermanfaat bagi Universitas Negeri Yogyakarta, dalam menghasilkan

guru profesional terutama guru mata pelajaran PPKn.

G. Batasan Istilah

1. Implementasi

Implementasi adalah tindakan nyata yang dilakukan seseorang/

kelompok orang/ badan, setelah adanya proses perencanaan yang baik dan

matang, untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan.

10
2. Penanaman

Penanaman adalah proses yang dilakukan oleh guru PPKn dan sekolah

untuk membentuk siswa yang memiliki nilai-nilai bela negara.

3. Nilai - Nilai Bela Negara

Nilai – Nilai Bela Negara adalah tekad, sikap, dan tindakan

menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan yang dilandasi kecintaan pada tanah

air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan akan

kerelaan berkorban guna meniadakan ancaman, kedaulatan negara, kesatuan,

dan persatuan bangsa, kedaulatan wilayah, dan yuridiksi nasional dengan

berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan hidup

bangsa.

4. PPKn

Merupakan mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah dan

perguruan tinggi, dengan tujuan untuk membentuk peserta didik menjadi

warga negara yang baik, serta tahu akan hak dan kewajibannya dalam

bermasyarakat.

5. Guru PPKn

Guru PPKn merupakan sebuah profesi yang memiliki keahlian khusus

sesuai ketentuan yang berlaku guna mengajar mata pelajaran Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan kepada peserta didik agar menjadi warga

negara yang baik.

Berdasarkan batasan pengertian diatas, maka yang dimaksud dengan

Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Bela Negara dalam Pembelajaran PPKn

11
di SMA Taruna Nusantara Magelang dalam penelitian ini adalah berbagai

macam cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai bela negara yang

dilakukan melalui mata pelajaran PPKn dilaksanakan oleh guru PPKn dengan

dukungan sekolah di SMA Taruna Nusantara Magelang dengan tujuan untuk

membentuk peserta didik yang mempunyai sikap bela negara.

12
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Nilai – Nilai Bela Negara

1. Bela Negara

Bela negara merupakan bagian dari sebuah konsep ketahanan nasional.

Konsepsi ketahanan nasional merupakan sarana untuk mewujudkan

kemampuan dan kekuatan nasional guna menghadapi dan mengatasi segala

tantangan, juga sebagai wahana untuk mencapai tujuan bersama sebagai

bangsa dan negara. Konsepsi ketahanan nasional harus berpijak pada

Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman berbangsa dan bernegara

(Pranowo, 2010: 6). Terdapat hubungan antara ketahanan nasional suatu

negara dengan pembelaan negara. kegiatan pembelaan negara pada dasarnya

merupakan usaha dari warga negara untuk mewujudkan ketahanan nasional.

Bela negara biasanya lebih sering dipandang sebagai kegiatan militer

yang dilaksanakan oleh alat negara yaitu TNI dan Polisi. Namun konsepsi

yang demikian perlu untuk diluruskan. Amanat Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 27 dan Pasal 30 menyebutkan bahwa masalah bela negara dan

pertahanan negara merupakan hak serta kewajiban bagi setiap warga negara

Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk

mempertahankan NKRI terhadap ancaman baik dari dalam maupun dari dalam

negeri (Winarno, 2012: 182).

Bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang

teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada

13
tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan

kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara (Basrie, 1998: 8). Sementara itu

Tuanhuse menyebutkan bela negara pada hakikatnya adalah tekad, sikap, dan

tindakan menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi kecintaan

pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan

akan kerelaan berkorban guna meniadakan setiap ancaman, baik dari luar

maupun dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan

negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan yurisdiksi

nasional serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

(Tuahunse, 2009: 1).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib

ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan

pembelaan negara”. Kemudian dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2002, Pasal 9 ayat (1) menjelaskan bahwa:

Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang
dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara
selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan
bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara
dan bangsa.

Pasal 9 ayat (2) menyebutkan bahwa “Keikutsertaan warga negara

dalam upaya bela negara dapat dilaksanakan melalui pendidikan

kewarganegaraan, latihan dasar kemiliteran, mengikuti militer sukarela

maupun militer wajib dan pengabdian sesuai profrsi untuk membela negara

14
dan bangsanya”. Bela negara pada dasarnya penting untuk dimiliki oleh setiap

warga negara. Bela negara dapat menjadi pilar dalam menjaga keutuhan

bangsa Indonesia.

Konsep bela negara dapat diklasifikasikan secara fisik maupun nonfisik.

Bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan senjata.

Kegiatan bela negara secara fisik dilakukan pada saat terjadi agresi atau

serangan musuh. Bela negara secara nonfisik dapat didefinisikan sebagai

segala upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan

bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif

dalam memajukan bangsa dan negara. Bela negara perlu dipahami dalam arti

sempit yaitu secara fisik dan dalam arti luas yaitu dengan fisik maupun

nonfisik (Winarno, 2012: 183).

2. Nilai – Nilai Bela Negara

Pada umumnya nilai merupakan sesuatu yang diiyakan dan selalu

memiliki konotasi positif. Maknanya adalah nilai merupakan suatu kualitas

yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan kualitas apriori. Tidak

tergantungnya kualitas tersebut tidak hanya pada objek yang ada di dunia ini,

melainkan juga tidak tergantung pada reaksi kita terhadap kualitas tersebut.

Nilai sebagai kualitas yang independen tidak berbeda dengan benda. Hakikat

nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada ”sesuatu”, kenyataan yang

“tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya, dan nilai berada secara

15
independen dari orang yang membuat penilaian itu sendiri (Hadi & Djoko,

2014: 211).

Scheler dikutip oleh (Hadi & Djoko, 2014: 211) menjelaskan tentang

sumber nilai, bahwa nilai merupakan kualitas yang memiliki keberadaan

secara objektif, tidak tergantung pada sikap dan ada tidaknya subjek, serta

keberadaannya bersifat apriori, yang tidak tergantung pada hal-hal empiris.

Nilai-nilai berada secara objektif dalam dunia nilai, serta memiliki

ketersusunan satu sama lain secara hierarkis. Konteks kehidupan sosial,

beberapa sumber nilai yang lainnya adalah dari keluarga, lingkungan atau

kelompok, dan dari agama. Nilai dapat berasal melalui pengalaman yang

didapat seseorang dari orang tuanya atau keluarganya.

Nilai-nilai bela negara pada dasarnya merupakan tekad, sikap, dan

tindakan menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi kecintaan

pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan

akan kerelaan berkorban guna meniadakan setiap ancaman, kedaulatan negara,

kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan yurisdiksi nasional

dengan berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai

landasan hidup bangsa.

B. Tinjauan Penanaman Nilai – Nilai Bela Negara

1. Penanaman Nilai – Nilai Bela Negara Melalui Pendidikan

Menurut Dewey yang dikutip oleh (Hadi & Djoko, 2014: 213)

Pendidikan merupakan cara menuju kelangsungan kehidupan sosial.

Pendidikan merupakan bagian dari kelompok sosial. Sekolah merupakan salah

16
satu media pendidikan, yang harus menyederhanakan dan memurnikan

lingkungannya.

Secara filosofis nilai berperan sebagai jantung semua pengalaman

ikhtiar pendidikan. Nilai berfungsi sebagai penggerak tindakan pendidikan.

Sebagai landasan pendidikan nilai adalah terdiri dari empat landasan yaitu;

landasan filosofis yang mengetengahkan akar pemikiran tentang hakikat

manusia dari perspektif filsafat, landasan psikologis menjelaskan aspek-aspek

psikis manusia sebagai individu, landasan sosiologis meliputi prinsip-prinsip

pengembangan manusia sebagai anggota masyarakat, landasan estetik

menguraikan kemampuan manusia dalam mempersepsi nilai keindahan

(Mulyana, 2004: 124). Begitupun nilai-nilai bela negara yang berfungsi

sebagai penegak dalam bersikap dan mencintai bangsa serta negara.

Pendidikan merupakan salah satu lembaga yang memegang peran besar

terutama dalam pembinaan nilai-nilai bela negara. Pendidikan dapat

memberikan motifasi bagi siswa untuk selalu melakukan tindakan yang sesuai

dengan nilai-nilai bela negara, tentunya yang sesuai dengan Pancasila dan

UUD 1945.

Apabila dilihat cara penanaman pendidikan karakter dalam hal ini

karakter bela negara, maka dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: melalui

proses intervensi dan pembiasaan (habituasi). Proses intervensi dikembangkan

dan dilaksanakan melalui kegiatan belajar dan mengajar yang sengaja

dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter bela negara dengan

menerapkan berbagai kegiatan secara terstruktur. Dalam pembelajaran

17
tersebut guru tidak hanya mencerdaskan tapi juga menjadi sosok panutan bagi

peserta didik. Sedangkan melalui proses pembiasaan (habituasi) dicipttakan

dan ditumbuhkan dengan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka

penguatan yang memungkinkan peserta didik di sekolah, di rumah, dan di

lingkungan masyarakatnya membiasakan diri untuk berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai luhur (Kemendiknas, 2011: 19).

Selain itu pendidikan karakter bela negara dapat dilakukan melalui

empat ranah. Pertama, pengembangan karakter melalui kegiatan belajar di

dalam kelas. Kedua, dengan memadukan pendidikan karakter dengan aktivitas

ko-kurikuler yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung dengan

suatu materi dari suatu mata pelajaran. Ketiga, ditautkan dengan kegiatan

ekstrakurikuler, misalnya olahraga, pramuka, dan karya tulis di sekolah.

Keempat, pendidikan karaktter melibatkan wali murid dan masyarakat sekitar

untuk ikut membangun pembiasaan yang selaras dengan yang dikembangkan

di sekolah (Kemendiknas, 2011: 19-20).

2. Model Penanaman Nilai – Nilai Bela Negara

Istilah model mempunyai banyak sekali pengertian. Dalam Kamus

besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa model adalah pola atau contoh,

acuhan, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Depdiknas,

2008: 923). Selain itu model juga dapat diartikan penyederhanaan

(simplifikasi) sesuatu yang kompleks agar mudah dipahami. Model juga dapat

diartikan representasi grafik untuk menggambarkan situasi kehidupan nyata

atau seperti yang diharapkan. Model juga dapat diartikan sebagai seperangkat

18
langkah atau prosedur secara urut dalam mengerjakan suatu tugas (Gafur,

2012: 23).

Menurut Abdul Gafur dalam buku desain pembelajaran menjelaskan

bahwa:

Model dapat berupa deskripsi verbal (model deskriptif konseptual),


dapat pula berupa deskripsi visual dalam bentuk diagram, gambar,
bagan arus (flowchart) yang menggambarkan suatu proses secara
beraturan dalam menyelesaikan suatu tugas (model prosedural).
Kesemuanya merepresentasikan suatu proses (2012: 24).

Setelah mengetahui dan memahami pengertian suatu model, berikutnya

mengenai analisis apa yang dimaksud dengan model penanaman nilai.

Menurut teori yang telah dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

model penanaman nilai adalah seperangkan langkah atau prosedur yang

digunakan untuk menanamkan perilaku dalam diri manusia melalui

pembelajaran dengan langkah-langkah yang sistematis.

Ada beberapa model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter

yang digunakan, seperti pendapat Williams yang dikutip Samsuri (2011: 13)

yaitu model pembangunan konsensus (Consensus building, dikembangkan

oleh Berkowitz dan Lickona), model pembelajaran kooperatif (Cooperative

learning, dikembangkan oleh Lickona, Watson, DeVries, dan Berkowitz),

model pengajaran sastra (Literature, dikembangkan oleh Watson, DeVries,

dan Lickona), model resolusi konflik (Conflict resolution, dikembangkan oleh

Lickona, Watson, DeVries, dan Ryan), model diskusi dan pelibatan siswa

dalam penalaran moral, dan Service learning (dikembangkan oleh Watson,

Ryan, Lickona, dan Berkowitz).

19
Ada beberapa model pembelajaran karakter menurut Halstead dan

Taylor yang dikutip Samsuri (2011: 13) yaitu:

a. Model pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah, visi misi

sekolah, teladan guru dan penegakan aturan-aturan dan disiplin. Model

ini bermaksud untuk membangun iklim moral di lingkungan sekolah

dengan melibatkan seluruh komponen sekolah;

b. Model penggunaan metode di dalam pembelajaran itu sendiri. Dapat

menggunakan metode problem solving, cooperative learning dan

experience-based projects (projek berbasis pengalaman) yang

diintegrasikan dalam pembelajaran melalui metode diskusi untuk

menempatkan nilai-nilai kebijakan ke dalam praktik kehidupan.

Pengembangan karakter kewarganegaraan perlu diinternalisasi dalam

pembelajaran PPKn dengan pendekatan. Pendekatan tersebut adalah: Pertama,

pendekatan inculcations yang bertujuan untuk menginternalisasikan nilai

tertentu pada peserta didik dan mengubah nilai-nilai dari para peserta didik

yang mereka reflesikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Kedua,

pendekatan moral development yang memiliki tujuan untuk membantu peserta

didik dalam mengembangkan pola-pola yang lebih kompleks berdasarkan

seperangkat nilai-nilai yang lebih tinggi, selain itu juga mendorong peserta

didik untuk mendiskusikan alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya

berbagi dengan lainnya, tetapi juga untuk membantu perubahan dalam tahap-

tahap penalaran peserta didik. Ketiga, pendekatan analysis, hal ini bertujuan

untuk membantu peserta didik dalam menggunakan pikiran yang logis dan

20
penelitian ilmiah untuk memutuskan suatu masalah, selain itu pendekatan ini

bertujuan untuk membantu peserta didik dengan menggunakan pikiran

rasional, proses-proses analitik dalam menghubungkan dan

mengkonseptualisasikan nilai-nilai. Pendekatan ini juga bertujuan untuk

membantu peserta didik untuk menggunakan pikiran rasional dan kesadaran

emosional untuk mengkaji persoalan personal, nilai-nilai, dan pola-pola

perilakunya. Keempat, pendekatan klarifikasi nilai yang bertujuan untuk

membantu peserta didik menjadi sadar dan mengidentifikasi yang dimiliki

dirinya dan yang orang lain miliki, membantu peserta didik

mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-

nilai, serta membantu peserta didik menggunakan pikiran rasional dan

kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola

perilakunya. Kelima, menggunakan pendekatan action learning yang memiliki

beberapa tujuan, yaitu memberi peluang bagi peserta didik agar bertindak

secara personal ataupun social berdasarkan kepada nilai-nilai, serta bertujuan

untuk mendorong peserta didik agar memandang diri mereka sendiri sebagai

makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan social-personal,

tapi anggota suatu sistem sosial (Samsuri, 2007).

Menurut Williams yang dikutip Samsuri (2011: 11) ada tiga sudut

pandang perbedaan teoritik pendidikan karakter. Pertama, pendidikan karakter

yang menekankan pada model pengajaran langsung (direct instructions)

model ini mengedepankan pada penanaman nilai-nilai pada generasi muda

(peserta didik) dengan keutamaan-keutamaan (kebijakan) yang ada di

21
masyarakat. Fokusnya adalah pada latihan pembiasaan atau perilaku

keutamaan (kebijakan). Kedua, pendidikan karakter yang menekankan pada

model pendekatan tidak langsung (indirect instructions), model ini

menekankan pada pemahaman anak (model Kohlberg) dan perkembangan

social-moral (model Piaget) yang membentuk interaksi personal teman sebaya

di bawah panduan dan perhatian orang dewasa. Ketiga, pendidikan karakter

yang menekankan pembangunan komunitas, model ini menekankan pada

lingkungan dan hubungan kepedulian serta atas pembentukan komunitas-

komunitas moral.

Kegiatan pendidikan karakter dapat dilaksanakan melalui empat ranah.

Pertama, pengembangan karakter melalui kegiatan belajar di dalam kelas.

Kedua, dengan memadukan pendidikan karakter dengan aktivitas ko-

kurikuler, yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu

materi dari suatu mata pelajaran. Ketiga, ditautkan dalam kegiatan

ekstrakurikuler misalnya dengan kegiatan pramuka, olahraga, dan karya tulis

di sekolah. Keempat, pendidikan karakter yang melibatkan wali murid dan

masyarakat sekitar untuk membangun pembiasaan yang selaras dengan yang

dikembangkan di sekolah (Kemendiknas, 2011: 19-20).

3. Indikator Keberhasilan Penanaman Nilai – Nilai Bela Negara

Membela negara pada masa ini bukan sekedar membela, akan tetapi

dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran yang didasarkan Pancasila. Ada 5

indikator bela negara yaitu:

a. Cinta kepada tanah air

22
b. Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara

c. Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara

d. Rela berkorban untuk bangsa dan negara

e. Memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya awal

bela negara (Tuahunse, 2009: 2).

Apabila 5 sikap diatas sudah terpenuhi maka dapat dikatakan seorang

warga negara memiliki sikap bela negara yang baik. Sikap bela negara yang

demikian dapat dibentuk melalui pendidikan yang merupakan suatu tempat

untuk belajar dan memanusiakan manusia.

Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan nasional dengan

berlandaskan pada nilai dan sikap bela negara setiap warga negara hendaknya

perlu:

a. Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan


non fisik yang disertai keuletan dan ketangguhan tanpa kenal
menyerah dan mampu mengembangkan kekuatan nasional dalam
rangka menghadapi segala tantangan, ancaman, gangguan dan
hambatan yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
pencapaian tujuan nasional.
b. Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan
sehingga setiap warga negara Indonesia dapat mengeliminir
pengaruh tersebut (Kaelan & Zubaidi, 2010: 202).
Apabila setiap warga negara Indonesia memiliki semangat perjuangan

bangsa, sadar serta peduli terhadap pengaruh yang timbul serta dapat

mengeliminir pengaruh tersebut, maka ketahanan nasional Indonesia akan

berhasil dan nilai-nilai bela negara akan terpatri kuat dalam diri setiap warga

negara.

23
C. Konsep Dasar Pembelajaran PPKn

1. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran merujuk pada terjadinya proses belajar-mengajar.

Belajar merupakan proses internal siswa dan pembelajaran merupakan kondisi

eksternal siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang

kompleks. Suatu sistem terdiri atas berbagai macam komponen yang saling

bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponen dalam

pembelajaran meliputi tujuan, bahan ajar, siswa, guru, metode, media, dan

evaluasi. Agar tujuan dapat tercapai, semua komponen harus saling bekerja

sama dan melaksanakan fungsinya dengan baik (Murdiono, 2012: 21).

Suatu pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu

mengubah sikap atau kepribadian siswa menjadi lebih baik. Perubahan

kepribadian siswa sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman guru

dalam mengorganisir atau mengelola pembelajaran. Dalam pembelajaran tidak

lagi menempatkan guru sebagai pemeran utama yang memberikan informasi

sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan guru lebih berperan sebagai

fasilitator dan mengorganisir berbagai sumber belajar untuk dipelajari siswa

(Murdiono, 2012: 24).

2. Pengertian PPKn

Secara akademik, PPKn adalah program pendidikan yang berfungsi

untuk membina kesadaran warga negara dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan jiwa dan nurani konstitusi. Dalam penjelasan

Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

24
Nasional, ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan, dimaksudkan

untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air. Artinya PKn diidealkan dapat mencetak

subjek universal bernarna manusia, namun memiliki watak atau karakter serta

orientasi ke Indonesiaan.

PPKn menekankan pada kompetensi (kemampuan) peserta didik

(subjek belajar) untuk memiliki wawasan kebangsaan dan cinta tanah air.

Kompetensi ini merupakan panggilan konstitusi dan ketentuan perundang-

undangan yang harus direalisasikan dalam praktik dan kenerja pendidikan

(Hakim, 2014: 8).

Menurut seminar nasional pengajaran dan pendidikan civics di

Tawangmangu, Surakarta tahun 1972 mengemukakan bahwa PPKn

merupakan suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga

negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan ukuran ketentuan-

ketentuan Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945. Bahannya diambil dari IKN

yang termasuk kewiraan nasional, filsafat Pancasila, dan filsafat pendidikan

nasional, serta menuju kedudukan para warga negara yang diharapkan masa

depan (Cholisin, 2004: 8). Dari pengertian di atas dapat diambil ciri-ciri PPKn

adalah: (1) merupakan program pendidikan; (2) merupakan pengembangan

dari Ikn; (3) materi pokoknya adalah materi Ikn ditambah kewiraan nasional,

filsafat Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional; (4)

bersifatt interdisipliner; (5) tujuannya adalah membina warga negara yang

baik dan untuk masa depan sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945.

25
Menurut Nu’man Somantri dikutip Cholisin (2004: 8) PKn adalah

program pendidikan yang berintikan demokrasi politik, yang diperluas dengan

sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah,

masyarakat, orang tua, yang kesemuanya diproses untuk melatih pelajar untuk

berpikir kritis, analitis, bersikap, dan bertindak demokratis dalam

mempersiapkan hidup demokratis dengan berdasarkan Pancasila dan UUD

1945. Sedangkan Cholisin berpendapat bahwa PPKn merupakan aspek

pendidikan politik yang fokus materinya peran warga negara dalam kehidupan

bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peran

tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi

warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (Cholisin, 2004:

10).

3. Tujuan PPKn

Secara sederhana tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang

baik (good citizen) dan mempersiapkan masa depan. Namun tujuan ini masih

sangat abstrak. Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa PPKn dimaksudkan

untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air. Sebagai program pendidikan. PPKn tergolong

mata pelajaran yang setrategis. PPKn mengemban misi dalam mempersiapkan

bangsa Indonesia yang tangguh dan memiliki kemampuan kognisi (civic

knowledge), psikomotorik (civic skills), dan karakter pribadi (civic

dispositions) yang berkontribusi bagi negara dan bangsanya.

26
PPKn juga bertujuan untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan

kesadaran warga negara, sikap serta perilaku cinta tanah air, yang bersendikan

pada kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Secara

demikian, warga negara diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami,

menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh

masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambunngan dan konsisten

dengan cita-cita nasional sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD

1945 (Hakim, 2014: 11).

Tujuan PPKn yang lain adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:

(1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menghadapi isu

kewarganegaraan; (2) berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, dan

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, serta memiliki sikap anti korupsi; (3) berkembang secara positif

dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya; (4)

berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi (Cholisin, 2012: 5).

PPKn sebagai bagian dari mata pelajaran yang diberikan di sekolah ikut

berperan besar dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. PKn

merupakan salah satu instrumen fundamental dalam bingkai pendidikan

nasional sebagai media bagi pembentukan karakter bangsa (nation and

character building) di tengah keanekaragaman bangsa Indonesia. PPKn bukan

27
semata-mata hanya mengajarkan pasal-pasal Undang-Undang Dasar (UUD).

Tapi lebih jauh PPKn mengkaji perilaku warga negara dalam hubungannya

dengan warga negara lain dan alam sekitarnya. Objek studi PPKn adalah

warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial,

ekonomi, agama, kebudayaan dan negara. PPKn memiliki peran penting

dalam rangka pembentukan karakter peserta didik melalui pembelajaran

(Murdiono, 2010: 10).

4. Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran PPKn

Aspek penting dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Kurikulum 2013 ialah pentingnya penggunaan pendekatan ilmiah (saintifik)

dalam segenap pembelajaran. Ini meyakinkan penulis bahwa semangat

keilmuan kajian Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2006

dilestarikan dalam Kurikulum 2013, di mana basis keilmuan yang menjadi

kajian pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan haruslah jelas dan

tegas batas-batas disiplinnya. Ini berdampak kepada pengakuan profesi guru

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yakni tidak setiap orang akan

mudah mengajarkan materi pokok Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, jika bukan lulusan Program Studi Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan LPTK (Samsuri, 2013: 6).

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan, mengikuti Gerhard Himmelmann dikutip

oleh (Samsuri, 2013: 6) mengubah paradigma Pendidikan Kewarganegaraan

yang semula berfokus kepada program pengajaran dan transfer pengetahuan

28
kewarganegaraan menjadi pendekatan yang menekankan sikap-sikap personal-

individual, moral dan perilaku sosial sebagaimana disposisi dan nilai-nilai

bersama dari warga negara dalam kehidupan bersama yang menghargai hak-

hak asasi manusia dan demokrasi di dunia yang penuh konflik. Pembelajaran

dengan pendekatan ilmiah melalui konsepsi 5M, memungkinkan perubahan

paradigma pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dari

pembelajaran pasif dan afirmatif kepada pembelajaran aktif, kooperatif, dan

kritis. Pembentukan karakter warga negara tidak cukup menjadi baik yang

ditandai oleh sikap loyal dan kepatuhan terhadap kekuasaan pemerintah, tetapi

siswa dihantarkan kepada pengalaman-pengalaman dan praktik konsep-konsep

kehidupan berbangsa dan bernegara dalam ruang kelas dan luar kelas. Dari

sudut pandang ini, maka guru PPKn dan Prodi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan /Pendidikan Kewarganegaraan LPTK berperan penting

untuk menerjemahkan semangat paradigma baru dalam Kurikulum 2013

(Samsuri, 2013: 7).

5. Guru PPKn Profesional

Guru merupakan bagian terpenting dalam melaksanakan program

pendidikan. Guru dapat dikatakan sebagai pembimbing bagi peserta didik

untuk memahami berbagai macam pemahaman mengenai materi yang ada.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen yang menjelaskan bahwa “guru merupakan pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia

29
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Menurut Moh Uzer Usman (Usman, 2006: 5), “guru merupakan jabatan atau

profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru”. Daoed Joesoep,

mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1978-1983 mengemukakan tiga

misi atau fungsi guru: fungsi profesional, fungsi kemanusiaan dan fungsi civic

mission. Fungsi profesional dalam arti guru meneruskan ilmu/keterampilan/

pengalaman yang dimilikinya/ dipelajarinya kepada anak didiknya. Fungsi

kemanusiaan dalam arti berusaha mengembangkan/membina segala potensi

bakat/pembawaan yang ada pada diri si anak serta membentuk wajah ilahi

dalam dirinya. Fungsi civic mission dalam arti guru wajib menjadikan anak

didiknya menjadi warga negara yang baik, yaitu yang berjiwa patriotime,

mempunyai semangat kebangsaan nasional, dan disiplin/taat terhadap semua

peraturan perudang-undangan yang berlaku atas dasar Pancasila dan UUD

1945 (Tobroni, 2010).

Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan suatu

profesi yang memiliki keahlian khusus sesuai ketentuan guna mengajar mata

pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kepada peserta didik

agar menjadi warga negara yang baik. Guru mata pelajaran Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan ujung tombak bagi negara untuk

membentuk manusia berkarakter yang cinta dan peduli terhadap tanah air

sehingga menjadi manusia yang aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Guru profesional menurut Suyanto dan Asep Djihad ”...adalah guru

yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang

30
berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan

formalnya” (Suyanto & Asep 2012: 25).

Menurut Rugaiyah dan Atiek Sismiati “profesi bukan sekedar

pekerjaan, tetapi vokasi khusus yang memiliki expertise, responsibility, dan

corporatness”. Berdasarkan pendapat tersebut, guru dapat dikategorikan

sebagai profesi karena guru merupakan salah satu pekerjaan yang memerlukan

keahlian khusus. Status profesi yang melekat pada guru menjadikan guru

dituntut untuk profesional (Rugaiyah & Atiek 2011: 5-6).

Guna menjadi guru profesional seorang guru harus memenuhi syarat

tertentu agar dapat disebut sebagai guru profesional. Menurut Kunandar

(Kunandar, 2010: 50), untuk disebut profesional seorang guru dituntut dengan

sejumlah persyaratan minimal, diantaranya sebagai berikut:

a. Memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai,


b. Memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang
ditekuninya,
c. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak
didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif,
d. Mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya,
dan
e. Selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus
(continuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku,
seminar, dan semacamnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa guru profesional

merupakan guru yang sudah mendapat pengakuan secara formal dari lembaga

berwenang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu dan menguasai

kompetensi profesional guru. Dari uraian diatas apabila dikaitkan dengan bela

negara dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi profesional sangatlah

penting dalam pengajaran bela negara di sekolah.

31
D. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Meida Kusumaningrum tentang Muatan Materi Pendidikan

Bela Negara (Analisis Isi Pada Buku Pendidikan Kewarganegaraan

Kelas IX Karangan Agus Dwiyono dkk Serta Pelaksanaannya Di SMP

Muhammadiyah 7 Sumberlawang Kabupaten Sragen Tahun Ajaran

2012/2013). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) muatan materi

pendidikan bela negara yang terkandung dalam buku PKn Kelas IX

karangan Agus Dwiyono dkk yang digunakan sudah sesuai dengan

kurikulum dan SKKD PKn, nilai-nilai pendidikan bela negara yang

termuat pada buku PKn kelas IX karangan Agus Dwiyono dkk dalam

bentuk materi dan soal uji kompetnsi. Adapun nilai-nilai bela Negara

tersebut meliputi mencintai tanah air, kesadaran berbangsa dan

bernegara, yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara, rela

berkorban untuk bangsa dan negara, memiliki kemampuan awal bela

negara; 2) Pelaksanaan pendidikan bela negara di SMP

Muhammadiyah 7 Sumberlawang, Kabupaten Sragen dilakukan

bersamaan dalam proses pembelajaran PKn oleh guru PKn, pendidikan

bela negara juga termuat dalam silabus dan RPP. Selain itu,

pelaksanaan pendidikan bela negara juga dilakukan diluar kelas dalam

lingkungan sekolah.

2. Penelitian oleh Yulianto Hadi dan Djoko Suryo tentang Dinamika

Penanaman Nilai-Nilai Bela Negara Kadet Maguwo Dalam Perspektif

Historis. Hasil penelitian ini menunjukan: 1) core value bela negara

32
Kadet Maguwo yang masih relevan; sesuai dengan landasan historis

dan landasan filosofis pendidikan meliputi nilai-nilai kesetiaan dan

kecintaan terhadap negara Indonesia dengan tetap didasari nilai-nilai

ketuhanan, ketulusan, kekuatan tekad, kesatria, moralitas, keteladanan,

integritas, profesionalitas, dan kedisiplinan; 2) bela negara awalnya

bersifat filosofis, dan diperkuat secara ideologis untuk

mengembangkan eksistensinya yang mengutamakan keberanian

dengan integritas dan profesionalitas; 3) penanaman nilai diawali

secara sederhana dengan landasan filosofis yang penuh makna,

berlanjut dengan intensitas yang tinggi untuk pemantapan ideologis,

dan psikologis, kemudian mengarah ke sosiologis yang intensitasnya

menuru; 4) dinamika penanaman nilai-nilai bela negara dipengaruhi

oleh faktor ekonomi, politik, zaman, dan budaya yang berada pada

empat tingkatan, yaitu nasional/internasional, departemen, unit

pelaksana, dan individu siswa. Proses penanaman nilai-nilai bela

negara yang berpola behavioristik dan melibatkan kesadaran siswa

untuk turut aktif dalam proses pendidikan akan berdampak sangat

dalam, merasuk kedalam jiwa dan menjadi sikap hidup sepanjang

hayat siswa, karena telah mencapai pada tataran titik kesadaran

integral.

Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian diatas adalah terletak

pada fokus kajian yang diteliti. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Meida

Kusumaningrum meneliti tentang analisis materi yang digunakan dalam

33
pembelajaran bela negara. Penelitian kedua oleh Yulianto Hadi dan Djoko

Suryo meneliti penanaman bela negara ditinjau dari prespektif sejarah.

Pada penelitian ini, peneliti berusaha meneliti implementasi yang

dilakukan oleh guru PPKn dalam menanamkan nilai-nilai bela negara tentunya

dalam pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang. Penelitian ini

diharapkan dapat menjadi gambaran bagaimana penanaman nilai-nilai bela

negara yang baik dilakukan melalui mata pelajaran PPKn. Selain itu hasil

penelitian ini dapat menjadi masukan kepada guru-guru untuk berusaha

mengimplemantasikan penanaman nilai-nilai bela negara, karena bela negara

adalah hal yang penting untuk keutuhan NKRI.

34
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Hal tersebut

berdasarkan pada pendapat Creswell (2010: 4) penelitian kualitatif merupakan

metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah

individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau

kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting,

seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,

mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data

secara induktif mulai dari tema khusus ke tema umum, dan menafsirkan

makna data.

Mengacu pada pendapat tersebut, penelitian ini berusaha mengetahui

bagaimana implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn. Metode penelitian ini menggunakan metodologi

penelitian deskripif dengan pendekatan kualitatif karena data yang dihasilkan

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari narasumber atau perilaku yang dapat

diamati. Dengan kata lain, berbagai fenomena dalam implementasi penanaman

nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang banyak berwujud

kata-kata dan kalimat atau bahasa sehingga lebih tepat menggunakan

pendekatan kualitatif (Creswell, 2010: 4).

35
B. Penentuan Subjek Penelitian

Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak

menggunakan populasi sebagai acuhannya. Menurut Creswell (2010: 266)

menyatakan bahwa dalam melakukan penelitian kualitatif, peneliti harus

cermat dan hati-hati dalam menentukan atau mengidentifikasi setting atau

lokasi dan partisipan penelitian. Karena penelitian kualitatif berangkat dari

kasus atau masalah tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil

kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi tetapi ditransferkan ke tempat

lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan kasus yang dipelajari.

Teknik penentuan subjek penelitian pada penelitian ini menggunakan

teknik purposive. Menurut Creswell (2010: 266) dalam penelitian kualitatif,

tidak terlalu dibutuhkan random sampling atau pemilihan acak terhadap

partisipan (subjek penelitian) dengan kata lain penentuan sumber data pada

orang yang diwawancari dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu. Dalam pemilihan subjek penelitian adalah

memilih dengan sengaja dan penuh perencanaan para partisipan dan lokasi

(dokumen-dokumen atau materi visual) penelitian yang dapat membantu

peneliti memahami masalah yang diteliti. Sehingga narasumber dengan

keadaan, situasi, dan posisinya dinilai bisa memberikan pendapat, informasi,

dan pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan tentang implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang.

Secara konkrit narasumber yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru

36
mata pelajaran PPKn dan bagian bela negara di SMA Taruna Nusantara

Magelang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dalam penelitian ini adalah di SMA Taruna Nusantara

Magelang. Pengambilan tempat penelitian di SMA Taruna Nusantara adalah,

sekolah ini merupakan salah satu sekolah terbaik di Indonesia dan merupakan

sekolah yang berdasarkan pada nilai-nilai kebangsaan dan kedisiplinan dalam

setiap kegiatan pembelajarannya.

Waktu penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini guna mendapat

data terkait implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang, berlangsung pada

bulan Januari – Maret 2016.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan

aktivitas individu-individu di lokasi penelitian (Creswell, 2010: 267).

Observasi terdiri atas kumpulan kesan tentang dunia sekitar berdasarkan

kemampuan panca indera manusia, teknik observasi ini memberikan

kebebasan untuk meneliti konsep-konsep dan kategori-kategori yang memberi

makna pada subjek penelitian. Dengan menggunakan observasi langsung, jika

digabung dengan metode lain, akan menghasilkan temuan yang mendalam dan

memiliki cakupan luas sehingga dapat mengukuhkan konsistensi dan validitas

temuan (Denzin & Lincoln, 2009: 524-530).

37
Dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, dengan peneliti

berperan sebagai observer. Opsi yang digunakan observer dalam

melaksanakan observasi adalah menggunakan partisipasi utuh, sehingga

peneliti mendapatkan pengalaman langsung dari lapangan sebagai siswa SMA

Taruna Nusantara Magelang (Creswell, 2010: 268). Hal tersebut dimaksudkan

untuk mengamati kegiatan dan aktifitas subjek dalam penelitian yang

mengindikasikan bahwa guru PPKn dan bagian bela negara melakukan

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara.

2. Wawancara

Menurut Denzin & Lincoln (2009: 353) wawancara merupakan suatu

percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu

alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi tanya jawab yang nyata.

Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan. Maka wawancara menghasilkan

pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa

interaksional yang khusus.

Penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstrutur karena pedoman

wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan,

yang nantinya akan ditanyakan kepada nara sumber. Peneliti dengan

menggunakan pedoman wawancara menanyakan pertanyaan kepada

narasumber. Jawaban yang disampaikan nara sumber tidak cukup hanya

dengan jawaban “iya” atau “tidak” saja (Sugiyono, 2013: 234). Dengan

demikian diharapkan penggunaan metode wawancara tersebut bisa

menghasilkan jawaban, informasi, keterangan, tanggapan, maupun pernyataan

38
dari terwawancara terkait implementasi penanaman nilai-nilai bela negara

dalam pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang.

3. Dokumentasi

Dokumen bersifat personal, dapat berupa buku harian, memo, surat,

catatan lapangan dan sebagainya (Denzin & Lincoln, 2009: 544). Teknik

dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data yang

tersedia dalam dokumen. Hal tersebut dimaksudkan agar data yang dihasilkan

dapat dipertanggungjawabkan sehingga menjadi sah, dan bukan berdasarkan

pada perkiraan saja.

Dokumen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah rencana

program pembelajaran, lembar evaluasi, dan kalender kegiatan bela negara

guna mengetahui implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data sebagai upaya mengolah data agar mendapat suatu

kesimpulan yang tepat. Analisis data (data analysis) terdiri atas tiga sub

proses yang saling terkait menurut Miles dan Huberman (dalam Denzin &

Lincoln, 2009: 592), yaitu:

1. Reduksi Data (data reduction)

Kesemestaan potensi yang dimiliki oleh data disederhanakan dalam

sebuah mekanisme antisipatoris. Hal ini dilakukan ketika peneliti menentukan

kerangka konseptual, pertanyaan penelitian, kasus, dan instrumen penelitian

yang digunakan, kemudian setelah hasil catatan lapangan, wawancara,

39
rekaman dan data lain telah tersedia, maka dilanjutkan dengan perangkuman

data (data summary), pengodean (coding), merumuskan tema-tema,

pengelompokan (clustering), dan penyajian cerita secara tertulis.

Data hasil observasi, wawancara, dan dokumenter masih bersifat

kompleks, untuk itu data tersebut harus disederhanakan dan dicari makna yang

mendasar. Tahap tersebut dilakukan dengan memilah-milah data hasil

observasi, wawancara, dan dokumenter yang masih kompleks dan belum

terstruktur tersebut yang berkaitan dengan implementasi penanaman nilai-nilai

bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang.

Pemilahan data dilakukan dengan cara memisahkan data yang dianggap

penting dan data yang dianggap tidak penting. Setelah itu, berikutnya adalah

membuat kategori data berdasarkan rumusan masalah tentang implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang.

Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan data pada kategori yang ada.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data merupakan bagian kedua tahap analisis data, penyajian

data lebih terfokus meliputi ringkasan terstruktur (structured summaries) dan

sinopsis, deskripsi singkat, diagram-diagram, matrik dengan teks.

3. Pengambilan Kesimpulan dan verifikasi

Tahap pengambilan keputusan dan verifikasi ini melibatkan peneliti

dalam proses interpretasi; penetapan makna dari data yang tersaji. Cara yang

bisa digunakan akan semakin banyak; metode komparasi, merumuskan pola

40
dan tema, pengelompokan (clustering), dan penggunaan metafora tentang

metode konfirmasi seperti triangulasi dan lain sebagainya.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar data yang diperoleh valid, yakni data yang dilaporkan peneliti

dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti tidak ada

perbedaan, maka data hasil penelitian berupa data hasil observasi, wawancara,

dan dokumentasi perlu dilakukan validasi data.

Validasi data dalam penelitian ini adalah menggunakan triangulasi

sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal

dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun

justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan

sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas

penelitian (Creswell, 2013: 286-287).

Triangulasi teknik dalam penelitian ini berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, hal tersebut dapat

dicapai dengan cara:

Gambar 2. Triangulasi

Observasi

Dokumentasi Wawancara

41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum SMA Taruna Nusantara Magelang

a. Sejarah SMA Taruna Nusantara Magelang

Pada tanggal 14 Juli 1990, SMA Taruna Nusantara yang berlokasi di Jl.

Raya Purworejo Km 5 Magelang, diresmikan oleh Panglima ABRI Jenderal

TNI Try Sutrisno. SMA Taruna Nusantara dibangun di atas tanah sumbangan

Akmil dengan luas 18,5 hektar. Pendirian SMA Taruna Nusantara bermula

dari ide/ pemikiran Menhankam RI Jenderal TNI L.B. Moerdani pada tanggal

20 Mei 1985 di Pendopo Agung Taman Siswa Yogyakarta. Berawal dari

pemikiran inilah kemudian dibentuk kerjasama antara ABRI dan Taman

Siswa. ABRI melalui Yayasan Kejuangan Panglima Besar Jenderal

Soedirman, sedangkan dari pihak Taman Siswa melalui Yayasan Kebangkitan

Nasional. Kedua yayasan ini membentuk suatu lembaga pendidikan yaitu

Lembaga Perguruan Taman Taruna Nusantara (LPTTN) yang piagam

kerjasamanya ditandatangani pada tanggal 20 Mei 1989.

Peletakan batu pertama dilaksanakan pada bulan Oktober 1989 yang

bertempat di Desa Pirikan Panca Arga, Kabupaten Magelang berdekatan

dengan kompleks Lembah Tidar Akademi Militer. Kemudian pada bulan Mei

1990 diadakanlah seleksi terhadap calon Pamong (guru) SMA Taruna

Nusantara di Mabes ABRI Cilangkap. Pada tahun ajaran 1990/1991 SMA

Taruna Nusantara mulai menerima siswa baru angkatan 1 yang berasal dari

42
seluruh tanah air dan telah lolos seleksi ketat. Kurang dari dua tahun setelah

berdiri, setelah melalui tahap akreditasi yang berlaku, pada tanggal 2 Maret

1992 SMA Taruna Nusantara ditingkatkan statusnya menjadi disamakan.

Mulai 1996 jumlah kelas ditambah menjadi 9 dengan diterimanya siswa putri

sebanyak 72 orang yang dilaksanakan secara ko-edukasi. Pada tahun 1993

dilaksanakan wisuda pertama dengan hasil 100% lulus dengan prestasi

tertinggi 62,82, NEM terendah 44,34 dan rata-rata 53,94.

Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah tentang wajib belajar 9 tahun

maka diadakan penataan SD, SLTP, SLTA, dimana SLTA dikelompokkan

menjadi Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK). Dengan demikian memasuki T.P. 1995/ 1996 nama SMA Taruna

Nusantara berubah menjadi SMU Taruna Nusantara. Pada tahun 2004 berubah

lagi menjadi SMA Taruna Nusantara, mengikuti kebijakan pemerintah dan

menggunakan Kurikulum 2004. Penyelenggaraan pendidikan SMA Taruna

Nusantara diarahkan sesuai haluan LPTTN yang berisikan tiga wawasan (Tri

Wawasan), yaitu Wawasan Kebangsaan, Wawasan Kejuangan, dan Wawasan

Kebudayaan. Setiap langkah dan upaya pencapaian tujuan pendidikan harus

diwarnai dan dijiwai Tri Wawasan tersebut.

1) Wawasan Kebangsaan: Implementasi dari wawasan ini terletak

dalam pembinaan kehidupan berasrama penuh yang dikembangkan

secara luas dan menjadi nafas kehidupan sehari-hari yang

kesemuanya bermuara pada persatuan dan kesatuan bangsa.

43
2) Wawasan Kejuangan: Implementasi wawasan ini berupa

pembinaan jiwa kejuangan yang tinggi terhadap tugas-tugas, tidak

mudah putus asa, etos kerja keras dan disiplin tinggi, serta

berorentasi prestasi. Untuk itu siswa diberikan iklim kompetisi

yang tinggi, tantangan-tantangan berupa tugas-tugas yang dapat

menggali pengerahan potensi siswa baik bidang akademis,

kepribadian maupun jasmani, yang juga akan merangsang

pengembangan kreativiasnya.

3) Wawasan Kebudayaan: Implementasi dari wawasan ini adalah

terciptanya masyarakat mini Pancasila di dalam kehidupan kampus

SMA TN. Nilai-nilai dasar yang bersumber dari budaya dasar

bangsa Indonesia dikembangkan scara intensif melalui pengaturan

kehidupan sehari-hari. Cara hidup yang sesuai dengan budaya

dasar bangsa tersebut tercermin dalam sistem pamong yang saling

asah asih asuh dan bersendikan kekeluargaan dan kebersamaan.

Penanaman etika dan tata krama serta norma-nonna masyarakat,

pola hidup sederhana dan saling membantu serta kerja sama. Etos

kerja keras dan disiplin tinggi yang tetap dipadu dengan

pengembangan kreativitas serta kemampuan apresiasi terhadap

hasil-hasil budaya. Selain itu dikembangkan kemampuan atau daya

saing terhadap arus budaya asing yang semakin deras.

44
b. Visi dan Misi SMA Taruna Nusantara Magelang

Untuk menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah, SMA

Taruna Nusantara Magelang memiliki visi dan misi sebagai pedomannya.

Melalui visi “Sekolah yang membentuk Kader pemimpin bangsa berkualitas

dan berkarakter yang berwawasan Kebangsaan, Kejuangan, Kebudayaan,

dengan bercirikan kenusantaraan serta memiliki daya saing Nasional maupun

Internasional” diharapkan dapat membentuk peserta didik yang mempunyai

nilai-nilai bela Negara yang baik.

Visi tersebut kemudian diterapkan melalui misi sekolah, yaitu:

1) Menyiapkan kader pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan YME.

2) Menyiapkan kader pemimpin bangsa yang berkualitas, berkarakter

dan berbudaya.

3) Menyiapkan lulusan yang memiliki kesetiaan terhadap Bangsa dan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945.

4) Menyiapkan lulusan yang memiliki potensi kepemimpinan yang

bewawasan Kebangsaan, Kejuangan, Kebudayaan, bercirikan

kenusantaraan.

5) Menyiapkan lulusan yang memiliki keunggulan komparatif,

kompetitif, dan distingtif dalam aspek Akademik, Kepribadian dan

Kesamaptaan Jasmani serta kamampuan IPTEK sehingga

45
mempunyai daya saing yang tinggi di tingkat Nasional dan

Internasional.

c. Moto, Jargon, dan Lambang

Sebagai semboyan, pedoman, atau prinsip, SMA Taruna Nusantara

menggunakan moto: “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu bahasa”. Moto tersebut

melambangkan kecintaan terhadap Indonesia dan merupakan salah satu bentuk

yang nyata dalam menanamkan nasionalisme kepada peserta didik.

Untuk sembakar semangat dalam belajar serta untuk mengungkapkan

kecintaan terhadap Indonesia. SMA Taruna Nusantara juga memiliki jargon

kebanggaan yaitu: “Achievement OK, Character Yes, Prestasiku untuk

bangsaku”. Jargon tersebut melambangkan semangat dan tujuan yang kuat

untuk membangun Indonesia.

Kemudian sebagai lambang, SMA Taruna Nusantara Magelang memiliki

lambang dengan makna: “Dengan persatuan dan kesatuan melalui kerjasama

ABRI-Taman Siswa yang berwawasan kebangsaan, kejuangan, dan

kebudayaan, kita bangun Manusia Indonesia yang berkualitas dan berwatak

pemimpin bangsa”.

Gambar 3. Lambang SMA Taruna Nusantara

46
1) Bentuk Lambang

a) Lambang Perguruan Taman Taruna Nusantara berbentuk

lingkaran tali, yang di dalamnya terdapat.

b) Tulisan SATU NUSA – SATU BANGSA – SATU BAHASA.

c) Segi Lima Sama Sisi.

d) Bunga Teratai Berwarna Merah Putih.

e) Kepulauan Nusantara.

2) Arti Tiap Gambar

a) Lingkaran bertuliskan ” SATU NUSA- SATU BANGSA –

SATU BAHASA” bermakna kesatuan bangsa Indonesia.

b) Segi Lima Sama Sisi merupakan unsur ABRI, bermakna

Wawasan Kejuangan sebagai pembela Pancasila dan Undang-

Uandang Dasar 1945.

c) Bunga Teratai merupakan unsur Taman Siswa, bermakna

Wawasan Kebudayaan.

d) Merah Putih unsur persatuan dan kesatuan, bermakna Wawasan

Kebangsaan.

e) Kepulauan Nusantara, bermakna perwujudan Wawasan

Nusantara.

f) Segi Lima Sama Sisi dan Bunga Teratai, merupakan unsur

ABRI-Taman Siswa, bermakna kerjasama abadi antara ABRI

dan Taman Siswa.

47
3) Warna Lambang

a) GARIS Lingkaran, tulisan ” SATU NUSA- SATU BANGSA –

SATU BAHASA” dan Segi Lima Sama Sisi berwarna Hitam.

b) Isi Lingkaran berwarna Kuning Terang.

c) Dalam Lingkaran berwarna Biru Laut.

d) Bunga Teratai berwarna Merah Putih.

e) Kepulauan Nusantara berwarna Hitam.

4) Arti Warna

a) Kuning berarti religius, kecemerlangan, cita-cita luhur.

b) Hitam berarti abadi, mantap, kelestarian (kerjasama ABRI-

Taman Siswa).

c) Merah Putih berarti kebangsaan Indonesia, keberanian, dan

kejujuran.

d) Biru Laut berarti kelautan dan kedirgantaraan.

d. Pengurus Sekolah

Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai lembaga

pendidikan, tentunya SMA Taruna Nusantara membutuhkan pengurus sebagai

penggerak lembaga tersebut. Pengurus sekolah SMA Taruna Nusantara adalah

sebagai berikut:

Tabel 2. Struktur Pengurus Sekolah


No Jabatan Nama Keterangan Bagian
Mayjen TNI (Purn)
1. Pelindung Puguh Santoso ST. Kepala LPTTN
MSc.
Brigjen TNI (Purn)
2. Pelindung Kepala Sekolah
Wahid Hidayat S.Ip.
3. Penasehat Bpk. Meris Wiryadi Ortusis Kelas

48
No Jabatan Nama Keterangan Bagian
Ortusis Kelas 11
4. Penasehat Bpk. Salim Said
TN24
Bpk. Safzen Ortusis Kelas 10
5. Penasehat
Noerdin TN25
Bpk. M. Rachmat Ketua Umum
6. Penasehat
Kalimuddin Ikastara
Ortusis Kelas 12
7. Ketua Umum Bpk. Wilono Djati
TN23
Bpk. Lodewijk Ortusis Kelas 11 Inti
8. Ketua I
Paulus TN24
Bpk. Bambang Ortusis Kelas 10
9. Ketua II
Darmono TN25
Ortusis Kelas 12
10. Sekjen Bpk. Muh. Paisol
TN23
Ibu Tinuk Ortusis Kelas 11
11. Sekretaris I
Andriyanti TN24
Bpk. Anggit Ortusis Kelas 10
12. Sekretaris II
Prasetya TN25
Bendahara Ibu Andi Dewi Ortusis Kelas 12
13.
Umum Komalasari TN23
Ortusis Kelas 11
14. Bendahara I Ibu Sri Sugiarti
TN24
Ibu Noviana Citya Ortusis Kelas
15. Bendahara II
Purnamasari 10TN25
Ortusis Kelas 12
16. Ketua Humas Ibu Sitawati
TN23
Ibu Hilda Ortusis Kelas 11
17. Anggota
Yosephine TN24 Humas
Bpk. Sanggono Ortusis Kelas 10
18. Anggota
Prawitanto S. TN25
19. Anggota Bpk. David Ratadhi Ikastara
Ibu Pesta Maria Ortusis Kelas 12
20. Ketua
Sinaga TN23
Bidang
Bpk. Benny Ortusis Kelas 11
21. Anggota Pendidika
Sulistiono TN24
n–
Bpk. Riko Ortusis Kelas 10
22. Anggota Kesiswaan
Durmawel TN25
dan
23. Anggota Ibu Tutuk Narfanti Ikastara
Advokasi
Ibu Andres
24. Anggota Pamong
Setyorini
Bpk. Tempa Ortusis Kelas 12 Bidang
25. Ketua
Imandafa TN23 Peningkata
Ortusis Kelas 12 n Mutu
26. Anggota Bpk. Joko Slamet
TN23 Prasarana

49
No Jabatan Nama Keterangan dan Sarana
Ortusis Kelas 11 Pendidika
27. Anggota Bpk. Dwi Purnomo
TN24 n
Ibu Herdinuk Ortusis Kelas 10
28. Anggota
Rahmaningrum TN25
Ortusis Kelas 12
29. Ketua Bpk. Lelin Efrianto
TN23
Bidang
Ortusis Kelas 11
30. Anggota Ibu Ismi Thaher Kemitraan
TN24
dan
Ibu Maria Kristi Ortusis Kelas 10
31. Anggota Kerjasama
Endah Murni TN25
32. Anggota Bpk. Setyawan HP Ikastara
Sumber: taruna-nusantara-mgl.sch.id

e. Peserta Didik

Dalam pelaksanaan pembelajaran, peserta didik memegang peranan

penting. Peserta didik di SMA Taruna Nusantara Masgelang berjumlah 1100

orang. Jumlah ini terbagi atas dua jurusan yaitu MIA dan IIS.

Tabel 3. Jumlah Peserta didik


No Angkatan Kelas Jumlah Siswa
1. TN 24 XII 353
2. TN 25 XI 371
3. TN 26 X 376
Jumlah 1100
Sumber: taruna-nusantara-mgl.sch.id

f. Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang kegiatan pembelajaran, SMA Taruna Nusantara

menyediakan beberapa fasilitas yang dapat digunakan oleh siswa dalam

pembelajaran dan menanamkan nilai-nilai bela Negara oleh pendidik. Fasilitas

tersebut antara lain:

50
Tabel 4. Sarana dan Prasarana Sekolah
No Jenis Fasilitas Nama Fasilitas Keterangan
1. Fasilitas Utama Ruang Kelas Baik
Ruang Perpustakaan Baik
Laboratorium Baik
2 Fasilitas Lapangan Sepak Bola Baik
Olahraga Track Lari Baik
Atletik Baik
Gedung Olahraga Baik
Lapangan Basket Baik
Lapangan Futsal Baik
Lapangan Bulu Baik
Tangkis

Tenis Meja Baik


Lapangan Tenis Baik
Lapangan Bola Voly Baik
Kolam Renang Baik
. Restok Berganda Baik
Pull Up Baik
3. Fasilitas Balairung Pancasila 1 Gedung (Baik)
Pendukung (Aula)
Ruang Komunikasi 1 Gedung (Baik)
Bersama (Ruang
Makan)
Gedung Serba Guna 1 Gedung (Baik)
dan Kantin
Gedung Seni Budaya 1 Gedung (Baik)
dan Museum Prestasi
Poliklinik Umum dan 1 Gedung (Baik)

51
Poli Gigi
2 Mobil Ambulance 2 Unit (Baik)
Mini Market 1 Gedung (Baik)

4. Fasilitas Lain Graha Putra 21 Gedung (Baik)


Graha Putri 3 Gedung (Baik)
Armada Angkutan Baik
(Bus, Truk, Kijang,
Panther)
Tempat Ibadah Baik
(Masjid, Greja Katolik,
GPIB Magelang, Pura)
Sumber: taruna-nusantara-mgl.sch.id

2. Deskripsi Subjek Penelitian

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah satu

pamong mata pelajaran PPKn dan satu pamong bagian bela negara, yaitu:

a. Diyah Kartika Dewi, S.Pd

Ibu diyah adalah guru mata pelajaran PPKn yang mengampu di SMA

Taruna Nusantara Magelang. Beliau merupakan lulusan dari Universitas

Negeri Yogyakarta dengan jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum,

lulus pada tahun 2002 dan sekarang merupakan salah satu pamong di SMA

Taruna Nusantara Magelang. Selain mengajar mata pelajaran PPKn beliau

juga merupakan kepala Sub. Mimbar SMA Taruna Nusantara.

52
b. Mayor TNI (Purn.) Muh. Tarkim

Bapak Tarkim adalah kepala bagian Kegiatan Latihan di bagian bela

negara. Bagian bela negara merupakan bagian khusus yang mengajarkan

praktik bela negara. Beliau mengampu bela negara di SMA Taruna Nusantara

mulai dari kelas X sampai XII. Beliau merupakan lulusan DIKLAPA II

(Pendidikan Lanjutan Perwira II). Beliau bertanggungjawab penuh atas

penyelenggaraan kegiatan latihan-latihan terutama bela negara secara praktek

di SMA Taruna Nusantara Magelang.

3. Deskripsi Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Bela Negara dalam

Pembelajaran PPKn

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen Pasal 1 ayat (1), menyebutkan bahwa “guru merupakan pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah”. Tentunya tugas guru tersebut perlu diaplikasikan

khususnya untuk menyiapkan peserta didik yang tau akan hak dan

keawjibannya. Salah satu hak dan kewajiban yang perlu ditanamkan dalam

diri siswa adalah hak dan kewajiban dalam membela negara.

Semua narasumber dalam penelitian ini mengatakan bahwa bela negara

itu penting untuk ditanamkan dalam diri peserta didik. Bahkan bela negara

sangat berperan dalam mempertahankan keutuhan NKRI. Bela negara

merupakan modal yang sangat penting dan perlu dimiliki oleh setiap diri

53
peserta didik. Kesadaran yang telah diungkapkan dan telah dimiliki pendidik

mengenai pentingnya nilai-nilai bela negara ini dapat menjadi awal dari proses

penanaman nilai-nilai bela negara wajib ada di dalam diri peserta didik.

SMA Taruna Nusantara Magelang merupakan sekolah yang

berorientasi pada wawasan kebangsaan, wawasan kejuangan, dan wawasan

kebudayaan. Melalui orientasi ini, SMA Taruna Nusantara Magelang

berkomitmen untuk membentuk peserta didik yang mempunyai rasa

nasionalisme yang tinggi. Keseriusan SMA Taruna Nusantara Magelang

dalam menanamkan nilai-nilai bela negara diwujudkan melalui adanya suatu

lembaga khusus yang melaksanakan program-program latihan dan penanaman

secara nyata terkait bela negara.

Implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna

Nusantara Magelang dilaksanakan dengan dua macam cara. Pertama,

pendapat dijelaskan oleh Diyah Kartika Dewi S.Pd selaku guru PPKn atau

biasa disebut Pamong PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang bahwa

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dapat dilakukan melalui teori

dalam kelas khususnya melalui mata pelajaran PPKn. Mata pelajaran PPKn

merupakan pilar utama dan mata pelajaran yang paling cocok untuk

melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara. Semua materi

dalam pelajaran PPKn dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara. Guru dengan sengaja melalui

setiap materi dan setiap pertemuan yang diajarkan selalu menanamkan rasa

54
cinta terhadap NKRI dan rasa memiliki serta menjaga NKRI dengan

semaksimal mungkin.

PPKn dalam pelaksanaan penanaman nilai-nilai bela negara memang

merupakan garda terdepan, namun PPKn tidak dapat bekerja dan berdiri

sendiri. Bantuan dan dukungan perlu ada dari berbagai macam pihak yang ada

di sekolah dalam pelaksanaan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara.

SMA Taruna Nusantara Magelang telah berkomitmen untuk membentuk

peserta didik yang mempunyai sikap bela negara yang baik. Oleh karena itu

dibentuk pula sebuah lembaga bernama lembaga bela negara yang merupakan

sarana untuk implementasi penanaman nilai-nilai bela negara secara praktek.

Selain itu juga diterapkan pula konsep boarding school yang mengajarkan

kedisiplinan yang tinggi, serta karakter yang mulia. Semuanya ini merupakan

suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang.

Menurut hasil observasi peneliti menemukan bahwa pembelajaran

PPKn di kelas sudah melaksanakan aspek kompetensi pedagogik guru. Sistem

pembelajaran dengan berpedoman pada RPP, Prota, Prosem, dan Silabus telah

dilaksanakan dan bela negara disisipkan didalamnya. Kemudian pembelajaran

di dalam kelas juga telah menggunakan model pembelajaran yang bertujuan

untuk menanamkan nilai-nilai bela negara. RPP yang ditunjukan oleh guru

menunjukan bahwa selalu ada penanaman rasa nasionalisme, cinta tanah air di

dalam mata pelajaran PPKn. Secara spesifik dalam dokumentasi RPP terkait

materi pokok menatap tantangan integritas nasional kelas XI kurikulum 2013,

55
dijelaskan bahwa kompetensi dasar yang tercantum dalam RPP sudah

mendukung adanya penanaman nilai-nilai bela negara. KD 1.3, 2.4, 3.7, dan

4.7 merupakan KD yang diutamakan. Model pembelajaran dalam RPP sudah

menunjukan adanya dorongan guru terhadap siswa untuk aktif dalam

pembelajaran, tentu saja hal tersebut sesuai dengan konsep kurikulum 2013.

Melihat gambar, menonton film, eksplorasi lapangan, membuat poster, dan

membuat laporan menjadi tugas yang harus dikerjakan peserta didik guna

belajar materi terkait bela negara di dalam kelas. Penilaian yang digunakan

juga memperhatikan aspek afektif, dimana pelaksanaan evaluasi tidak hanya

dilaksanakan dengan cara post tes, evaluasi lisan, dan ulangan harian, namun

juga dilaksanakan melalui pengamatan pada saat pembelajaran dan di luar

lingkungan kelas.

Kompetensi profesional juga telah terpenuhi, dimana bahan-bahan ajar

yang digunakan pada hakikatnya sudah mencakup 3 kompetensi

kewarganegaraan. Pengetahuan kewarganegaraan diajarkan melalui bahan-

bahan seperti foto, film, buku, dan pembelajaran berbasis masalah yang

menarik untuk menambah pengetahuan peserta didik terhadap hak dan

kewajiban warga negara. Keterampilan kewarganegaraan dilaksanakan

melalui berbagai macam diskusi, surfei lapangan untuk melaksanakan

pengamatan, dan praktek-praktek kewarganegaraan di dalam kelas dari hal

yang sederhana seperti toleransi, jujur, dan bertanggung jawab. Kemudian

karakter kewarganegaraan dibentuk dengan menanamkan rasa kebangsaan dan

56
nasionalisme dengan berpedoman pada Tri Wawasan (Wawasan kebangsaan,

wawasan kejuangan, dan wawasan kebudayaan).

Menurut hasil observasi, peneliti menemukan bahwa implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara dalam pembelajaran PPKn dapat

dilaksanakan dengan cara intervensi dan habituasi. Intervensi dilaksanakan

dengan pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas melalui pembelajaran

materi dan di luar kelas yang berupa observasi lingkungan sosial sekitar.

Selain itu pembelajaran ini juga melibatkan seluruh elemen sekolah baik mulai

dari pamong, pengurus sekolah, karyawan sekolah dan wali murid sehingga

pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih efektif. Pamong sebagai

pengajar utama dalam mendidik peserta didik di dalam kelas, pengurus

sekolah dan karyawan berperan sebagai penyedia atau fasilitator dalam

pelaksanaan pembelajaran sementara itu wali murid secara berkesinambungan

untuk ikut mengawasi pelaksanaan pembelajaran di luar sekolah. Kemudian

cara penanaman melalui habituasi sangat terlihat, mulai dari pola hidup yang

sudah teratur dan tertata dengan baik, sehingga iklim sekolah sangat

mendukung untuk melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela

negara. Visi dan misi sekolah juga mendukung untuk melaksanakan

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara, dan guru sebagai agen utama

dalam penanaman nilai-nilai bela negara juga melaksanakan pembiasaan

penanaman nilai-nilai bela negara di dalam kelas.

Kedua, implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dapat

dilaksanakan dengan praktek nyata di lapangan. Menurut Mayor TNI (Purn.)

57
Muh. Tarkim selaku kepala bagian kegiatan latihan bela negara di SMA

Taruna Nusantara Magelang, implementasi yang maksimal akan dapat

terlaksana apabila tidak berhenti hanya pada bangku kelas saja namun ada

tindak lanjut melalui latihan-latihan bela negara. Proses pembiasaan terutama

kedisiplinan menjadi modal yang digunakan oleh bagian bela negara dalam

melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA

Taruna Nusantara Magelang.

Peneliti menemukan temuan baru dan merupakan hal yang unik dalam

penelitian ini. Peneliti menemukan adanya keseriusan yang luar biasa

dilaksanakan oleh sekolah untuk menanamkan nilai-nilai bela negara. SMA

Taruna Nusantara Magelang membentuk sebuah badan khusus yaitu badan

bela negara yang fungsinya adalah untuk melaksanakan pelatihan serta materi-

materi yang nyata terkait bela negara. Bagian bela negara mempunyai tujuan

untuk membentuk peserta didik yang memiliki kesiapan dasar dalam membela

negara, baik secara fisik maupun psikis. Lembaga semacam ini tentu saja

merupakan lembaga yang langka, dan hanya terdapat di sekolah yang benar-

benar berkomitmen untuk menanamkan nilai-nilai bela negara dalam diri

peserta didik.

Berdasarkan hasil penelitian PPKn memegang peranan penting dalam

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara

Magelang. PPKn merupakan pintu gerbang yang mengajarkan teori-teori dan

mengajarkan rasa bangga sebagai warga negara Indonesia, sehingga akan

terbentuklah peserta didik yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

58
Kemudian menurut Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2002 tentang Pertahanan

negara menyebutkan bahwa salah satu cara melaksanakan bela negara adalah

melalui pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu PPKn memegang

peranan yang sangat penting dalam penanaman nilai-nilai bela negara.

Kesiapan dalam pembelaan bela negara kemudian diasah melalui praktek-

praktek dan latihan yang dilaksanakan secara sistematis dan

berkesinambungan. Latihan ini dikoordinatori oleh bagian bela negara yang

merupakan tindak lanjut perwujudan implementasi penanaman nilai-nilai bela

negara agar terlaksana dengan maksimal. Melalui latihan yang

diselenggarakan ini teori yang telah didapatkan kemudian diasah serta

ditambah teori terutama mengenai kesiapan awal dalam pelaksanaan bela

negara seperti ilmu kompas, ilmu medan, dan kegiatan-kegiatan lain yang

berhubungan dengan pertahanan hidup. Teori melalui mata pelajaran PPKn

dan praktek yang diajarkan oleh bagian bela negara, juga didukung dengan

konsep boarding school yang diterapkan oleh sekolah. Melalui konsep

boarding school peserta didik diajarkan pendidikan karakter dalam kehidupan

sehari-hari mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Konsep boarding

school menanamkan nilai-nilai kedisiplinan yang tinggi sehingga dapat

mendukung implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna

Nusantara Magelang.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada model atau

metode yang khusus dalam pembelajaran PPKn. Model dan metode yang

digunakan pada dasarnya sama dengan sekolah lain yang menggunakan

59
kurikulun 2013. Walaupun model dan metode yang digunakan sama, kegiatan

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara

Magelang dapat lebih efektif. Pembiasaan kedisiplinan yang diterapkan,

membuat pembinaan terhadap peserta didik lebih mudah. Pamong tidak perlu

mengarahkan secara detail, namun peserta didik sudah tahu apa yang harus

mereka laksanakan dengan arahan yang sudah diberikan oleh pamong. Namun

model mengajar yang paling peserta didik suka adalah dengan model

pembelajaran berbasis pada poster. Membuat poster merupakan salah satu

kegemaran dari peserta didik, dimana tidak hanya pemikiran kritis saja yang

dipergunakan, namun juga permainan kreatifitas juga berjalan. Menurut

narasumber, model yang seperti ini cocok diterapkan dalam pembelajaran

PPKn agar tidak ada kesan bahwa PPKn adalah pembelajaran yang monoton

dan membosankan.

Menurut hasil penelitian sekolah menerapkan beberapa indikator dalam

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam pembelajaran PPKn

maupun pembelajaran bela negara secara nyata. Pertama, cinta terhadap tanah

air. Indikator pertama ini wajib ada, karena merupakan dasar dalam

memaksimalkan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara. Apabila ada

rasa cinta dan rasa memiliki akan negara ini pada dasarnya akan timbul rasa

ingin menjaga dan ingin mempertahankan NKRI dari gangguan-gangguan

yang berasal dari dalam maupun dari luar NKRI.

Kedua, Kesadaran berbangsa dan bernegara. Indikator kedua lebih

menekankan kepada hak dan kewajiban yang harus ada dalam diri peserta

60
didik. Apabila peserta didik sadar akan hak dan kewajiban yang dimiliki

sebagai warga negara Indonesia, pastilah aka nada kesadaran yang dilandasi

dengan akal, direnungi dengan hati dan dijalankan dengan ketulusan mengenai

berbagai macam hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, termasuk

bela negara yang merupakan suatu hak dan kewajiban seorang warga negara.

Ketiga, melaksanakan Pancasila dan menggunakan Pancasila sebagai

dasar hidup. Pancasila merupakan pedoman untuk menjadi warga negara yang

baik. Pancasila mengajarkan banyak hal seperti keagamaan, kemanusiaan,

persatuan, musyawarah, dan keadilan. Apabila peserta didik telah memegang

teguh Pancasila sebagai pedoman hidup dan bertingkah laku, maka dapat

dipastikan sikap-sikap dan nilai-nilai bela negara akan muncul dalam diri

peserta didik. Pancasila menjadi pedoman dan arahan bagi setiap warga negara

Indonesia.

Keempat, kerelaan dalam memberikan nyawa maupun harta demi

keutuhan NKRI. Indikator ini mengajarkan pada peserta didik agar lebih

mementingkan kepentingan bersama disbanding kepentingan pribadi.

Kepentingan negara diatas kepentingan golongan. Indikator ini sangatlah

penting, dimana mengajarkan jiwa korsa dan rasa kebersamaan yang kuat

dalam ikatan berbangsa dan bernegara. Apabila peserta didik memiliki sikap

yang demikian maka bela negara merupakan suatu yang pasti sudah dimiliki

oleh masing-masing peserta didik. Tercapainya keamanan, ketentraman, dan

keadilan bukanlah suatu yang mustahil apabila tiap-tiap warga negara

memiliki sikap yang rela berkorban demi NKRI.

61
Kelima, penempaan mental dan fisik peserta didik. Indikator terakhir

dapat diibaratkan sebagai baju dalam melaksanakan pembelaan negara. Mental

diperlukan agar peserta didik tidak gentar menghadapi berbagai macam

tekanan yang hadir dalam usaha membela negara. Fisik diperlukan agar

peserta didik selain memiliki mental yang kuat juga memiliki ketahanan diri

yang kuat. Apabila kedua hal ini telah dimiliki oleh peserta didik maka dapat

dipastikan akan terbentuk lulusan yang siap untuk membela negara secara

untuh, baik dari fikiran, hati, dan perbuatan.

Berdasarkan hasil penelitian kelima indikator implementasi penanaman

nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara sudah berusaha diterapkan

dengan maksimal. Penerapan indikator-indikator tersebut dilaksanakan baik di

dalam kelas melalui pembelajaran PPKn yang merupakan pilar utama dalam

melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dan diluar

kelas melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh bagian bela negara.

Kesemuanya ini dapat berjalan dengan maksimal apabila ada kerjasama dan

komitmen yang kuat.

Pelaksanaan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara pada

dasarnya tidak akan berjalan dengan mulus. Pasti terdapat hambatan-hambatan

yang hadir dalam pelaksanaannya. Berdasar hasil penelitian, diketemukan

bahwa untuk pembelajaran di dalam kelas melalui pembelajaran PPKn tidak

terdapat hambatan yang ditemukan. Berbagai macam metode dan model

pengajaran berjalan dengan baik dan partisipasi siswa juga sangat tinggi.

Diyah Kartika Dewi, S.Pd sebagai pengampu mata pelajaran PPKn juga

62
mengemukakan bahwa, mengajar di SMA Taruna Nusantara relatif lebih

mudah. Keadaan tersebut dapat terjadi karena sudah ditanamkannya rasa

disiplin, pola hidup yang teratur, dan rasa saling menghargai yang tinggi

dalam diri peserta didiknya. Sesuai dengan observasi yang dilaksanakan

keadaan tersebut memang benar adanya. Selain karakter yang sudah terbentuk

dalam diri peserta didik, terdapat pula nilai tambah lain yang mungkin hanya

ada di SMA Taruna Nusantara Magelang, dimana pamong dianggap lebih dari

seorang guru yang mengajarkan pengetahuan, namun lebih jauh lagi sudah

dianggap sebagai orang tua sendiri. Kondisi ini dapat terbentuk karena adanya

konsep boarding school yang diterapkan oleh sekolah sehingga

mempermudah pamong dalam pengajaran PPKn.

Konsep pelaksanaan pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara

Magelang dilaksanakan sesuai dengan kurikulum 2013. Kebanyakan pendidik

yang memakai kurikulum 2013 terutama masalah penilaian sulit untuk

dilakukan. Kesulitan ini kemudian diatasi dengan pelaksanaan pembelajaran

yang khusus. Pembelajaran diawali dengan pemberian materi yang sesuai

dengan KI dan KD serta susuai denga RPP yang sudah direncanakan oleh

pamong. Setelah materi selesai dalam satu kali pertemuan maka langsung

akan dilaksanakan evaluasi tertulis yang dilaksanakan oleh pamong. Kegiatan

semacam ini dilaksanakan guna mempermudah penilaian dan menghargai

proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian tidak hanya berpedoman pada

ulangan akhir, namun lebih pada proses pembelajaran.

63
Penanaman nilai-nilai bela negara pada dasarnya tidak dapat berdiri

sendiri hanya dengan mengandalkan pembelajaran PPKn saja. Sekolah juga

perlu turut andil dalam penanaman nilai-nilai bela negara. Wujud nyata dari

sekolah dalam menanamkan nilai-nilai bela negara adalah praktek

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara. Hambatan yang dihadapi

dalam praktek pembelajaran bela negara adalah lebih pada hambatan yang

sifatnya teknis. Kendala paling besar yang dihadapi adalah cuaca. Pelaksanaan

praktek bela negara sebagian besar dilaksanakan di luar ruangan. Kegiatan-

kegiatan yang berupa latihan ini sangat bergantung pada kondisi alam.

Apabila kondisi alam baik maka kegiatan dapat dilaksanakan. Kendala

berikutnya adalah kendala tempat pelatihan. Memang latihan dapat

dilaksanakan disekolah, namun ada juga latihan yang memerlukan tempat

yang sudah terkonsep alam. Latihan semacam ini biasanya dilaksanakan di

daerah latihan Akmil dan perlu adanya koordinasi yang matang antara pihak

Akmil dan pihak SMA Taruna Nusantara Magelang sebagai mitra kerja.

Berdasarkan hasil penelitian banyak kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan oleh bagian bela negara guna menanamkan nilai-nilai bela

negara. Peneliti sebagai instrument utama juga berkesempatan ikut dalam

beberapa kegiatan peserta didik. Kegiatan-kegiatan atau latihan bela negara

dapat diklasifikasikan menjadi kegiatan yang bersifat pengetahuan dan

kegiatan yang bersifat keterampilan. Kegiatan yang bersifat pengetahuan

adalah:

64
a. Dasar Bela Negara (Dasar BN), adalah kegiatan awal yang dilakukan

dalam pelaksanaan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara.

Kegiatan dasar bela negara adalah kegiatan yang dilakukan oleh

pamong dalam rangka mengajarkan apa-apa saja yang perlu dan

dibutuhkan dalam upaya bela negara. Kegiatan dasar bela negara

adalah berupa kegiatan pembelajaran teori. Selain materi yang sudah

didapatkan dari mata pelajaran PPKn, peserta didik juga diberikan

materi tambahan tentang bela negara yang belum diajarkan di dalam

kelas seperti ilmu medan, navigasi, dan ilmu bertahan hidup.

Sebelum kegiatan dasar bela negara dilaksanakan juga dilakukan

penanaman nilai-nilai bela negara secara moril untuk meningkatkan

kecintaan terhadap bangsa dan negara. Setelah itu kemudian

dijelaskan mengapa perlu menjaga NKRI, mengapa perlu

melaksanakan bela negara, dan pentingnya bela negara untuk

dilaksanakan. Setelah dua tahap ini selesai barulah memulai

pembelajaran mengenai bagaimana cara untuk melaksanakan bela

negara yang baik dan benar, tentunya yang sesuai dengan Pancasila

dan UUD 1945 sebagai dasar dan pedoman hidup bangsa Indonesia;

b. Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara (SISHANNEG), adalah

kegiatan yang dilakukan guna memberikan wawasan yang luas

tentang NKRI. Pelatihan ini mengajarkan peserta didik untuk cinta

kepada tanah air dan rasa untuk melindungi NKRI dari berbagai

macam gangguan dan ancaman. SISHANNEG yang diajarkan adalah

65
materi-materi dasar yang dibutuhkan guna pelaksanaan implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara. kegiatan ini dapat berupa teori

dan ceramah-ceramah yang komunikatif diberikan, selain itu juga

diberikan sebuah problem solfing terkait permasalahan yang dihadapi

oleh bangsa ini seperti keragaman Indonesia yang dapat

menyebabkan konflik dan muncul berbagai penyataan bagaimana

cara penanganan dan penanggulangannya;

c. Geopolitik (GEO POL), adalah cara pandang dan sikap bangsa

Indonesia mengenai diri, lingkungan, yang berwujud Negara

kepulauan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Pentingnya

geopolitik bagi Indonesia adalah untuk dapat mempertahankan

Negara dan berperan penting dalam pembinaan kerjasama dan

penyelesaian konflik antarnegara yang mungkin muncul dalam

proses pencapaian tujuan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan

awalan materi dan kemudian dilanjutkan dengan pelatihan dan

permainan kekompakan dengan tujuan agar mengajarkan kepada

peserta didik terkait pentingnya persatuan dan kesatuan dalam

membangun suatu negara yang baik;

d. Etika Politik, pelatihan ini pada dasarnya bertujuan untuk

menanamkan moral yang baik dalam diri peserta didik. Moral sangat

diperlukan apalagi dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya politis.

Perlu adanya moral serta etika yang baik dalam diri peserta didik.

Pentingnya etika dan moral untuk ditanamkan adalah untuk

66
mendukung implementasi penanaman nilai-nilai bela negara yang

baik. Pelaksanaan kegiatan etika politik dilaksanakan dengan cara

pemberian materi;

e. Hukum dan Hak Asasi Manusia, adalah latihan khusus mengenai

hukum yang ada di Indonesia. Pelatihan ini meliputi pelatihan dasar

mulai dari Pancasila, UUD 1945, dan produk hukum lain. Selain

hukum, hak asasi manusia juga diajarkan. Penting kiranya

mengajarkan hak asasi manusia sejak dini, sebab hak asasi manusia

merupakan sarana pendukung guna menanamkan nilai-nilai bela

negara agar tidak melanggar atau merenggut hak yang dimiliki oleh

orang lain. Proses pelaksanaan pelatihan ini adalah dengan

pemberian materi yang diajarkan oleh pamong mengenai hak dan

kewajiban sebagai warga negara serta menyadarkan peserta didik

terkait pentingnya hukum sebagai landasan hukum berwarganegara;

f. Pendidikan Anti Korupsi, adalah kegiatan yang berkomitmen untuk

melatih peserta didik untuk melaksanakan dan menerapkan sikap

jujur dalam kehidupannya. Beranjak dari keprihatinan akan

banyaknya kasus tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia, maka

perlu adanya pembelajaran dan latihan khusus mengenai pendidikan

anti korupsi. Latihan ini berorientasi pada kejujuran dan

mengutamakan keterbukaan dalam pelaksanaan kegiatan yang

dilaksanakan oleh peserta didik. Kegiatan anti korupsi delaksanakan

67
dengan pemberian materi kemudian dilanjutkan dengan permainan

edukatif yang melatih kejujuran peserta didik;

Pembelajaran bela negara yang bersifat pengetahuan bertujuan untuk

melatih peserta didik dalam melaksanakan langkah awal sebelum

melaksanakan kegiatan bela negara yang bersifat keterampilan. Kegiatan bela

negara yang bersifat keterampilan adalah:

a. Peraturan Baris-Berbaris (PBB), adalah latihan yang digunakan

dalam implementasi penanaman nilai-nilai bela negara, terutama

untuk membentuk peserta didik yang disiplin dan dapat bekerja sama

dengan baik sebagai suatu kelompok. Konsep PBB yang

dilaksanakan di SMA Taruna Nusantara Magelang pada hakikatnya

sama seperti PBB yang diajarkan di SMA lain;

b. Peraturan Penghormatan (PP), adalah latihan guna membina sikap

saling menghormati, patuh, taat, dan rela berkorban untuk NKRI.

Latihan ini diperlukan karena rasa hormat adalah dari hati dan

latihan semacam ini merupakan salah satu latihan yang paling sulit

apabila tidak diimplementasikan dengan maksimal. Pelaksanaan

kegiatan ini adalah dengan cara melatih sikap, keteguhan hati, fisik,

dalam sebuah latihan di lapangan baik itu latihan penghormatan

terhadap bendera atau dengan permainan-permainan yang dapat

melatih kedisiplinan. Secara nyata pelaksanaan kegiatan PP dapat

terlihat ketika masuk ke dalam lingkungan sekolah, apabila siswa

berpapasan dengan pamong atau tamu sekolah pasti selalu

68
memberikan penghormatan sebagai tanda menghormati terhadap

yang lebih tua;

c. Pengembangan Kepedulian Lingkungan, adalah kegiatan yang

dilaksanakan guna meningkatkan rasa cinta kepada lingkungan

sekitar. Mungkin kegiatan ini oleh instansi pendidikan lain dirasa

kurang penting untuk diajarkan secara khusus. Namun SMA Taruna

Nusantara berkomitmen untuk membangun suatu peradaban melalui

lulusan peserta didik yang memiliki nilai-nilai bela negara dengan

berorientasi pada kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.

Lingkungan yang baik adalah modal yang besar untuk generasi yang

akan datang. Oleh karena itu pendidikan mengenai kepedulian

lingkungan juga perlu untuk dilaksanakan. Kegiatan ini dilaksanakan

dengan cara pelaksanaan pengabdian masyarakat di desa-desa sekitar

baik melalui kegiatan kerja bakti, gotong-royong, dan kegiatan

penanaman tumbuh-tumbuhan sebagai bentuk pelestarian alam ;

d. Tata Upacara Sekolah (TUS), adalah kegiatan latihan yang

digunakan untuk lebih menghargai dan menghormati NKRI. Sikap

disiplin dan fisik yang kuat diasah melalui kegiatan tata upacara

sekolah. Cara penghormatan, berbaris, dan melaksanakan tata

upacara yang baik sangat diperlukan. Kegiatan latihan tata upacara

sekolah merupakan salah satu kegiatan yang perlu untuk

dilaksanakan sebab untuk menanamkan nilai-nilai bela negara dan

69
nasionalisme dilaksanakan melalui hal-hal kecil dan kegiatan-

kegiatan rutin yang biasa dilaksanakan dengan baik dan benar;

e. Ketangkasan Perorangan, adalah kegiatan yang dilaksanakan guna

melatih peserta didik agar mampu untuk melaksanakan langkah awal

bela negara terutama dalam hal perorangan. Kegiatan ini lebih

menekankan pada kegiatan fisik yang dilakukan melalui permainan-

permainan yang sedemikian rupa dengan tujuan untuk meningkatkan

daya juang dan kemampuan seseorang untuk terus berjuang demi

NKRI. Kegiatan ini dilakukan dengan latihan haling rintang yang

telah disiapkan untuk melatih kekuatan fisik dan ketangkasan dari

peserta didik;

f. Ilmu Medan, adalah kegiatan yang dilakukan guna peningkatan

peserta didik guna membaca peta dan kontur daerah. Kegiatan ilmu

medan pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan yang

dilaksanajan untuk melatih dan merupakan langkah awal

pelaksanaan bela negara. Ilmu medan dapat berguna apabila bertahan

hidup di dalam hutan, pelaksanaan evakuasi bencana alam, dan

pembacaan arah mata angin. Kegiatan semacam ini perlu dimiliki

oleh peserta didik, sebab ilmu medan adalah bekal yang paling sering

digunakan dalam pembelaan negara. Proses kegiatan ini dilakukan

dengan pemberian keterampilan terhadap siswa untuk membaca peta,

menghitung jarak, dan problem solving sebagai alat evaluasi;

70
g. Perkemahan Sabtu Minggu (PERSAMI), adalah kegiatan yang

dilaksanakan guna mendekatkan diri peserta didik dengan alam.

Konsep sekolah yang menggunakan boarding school sangat baik,

dimana adanya kontrol mengenai kegiatan-kegiatan peserta didik di

lingkungan sekolah. Namun apabila pelaksanaan pembelajaran terus

dilaksanakan di lingkungan yang sama maka akan terjadi

permasalahan. Persami merupakan salah satu alternatif yang

digunakan guna melatih peserta didik tidak hanya disiplin di

lingkungan sekolah, juga melatih disiplin di lingkungan sekitar;

h. RPS, PKT, dan Pembaretan, adalah kegiatan puncak dari kegiatan

latihan bela negara untuk kelas X. Kegiatan ini merupakan sarana

evaluasi yang dilakukan sekolah guna melihat seberapa jauh

pemahaman secara teori maupun secara fisik. RPS, PKT, dan

Pembaretan dilaksanakan di alam terbuka dan dapat menjadi ajang

bagi peserta didik guna meningkatkan nilai-nilai bela negara;

i. Latihan Hulubalang, adalah kegiatan puncak dari kegiatan latihan

bela negara untuk kelas XI. Kegiatan ini merupakan sarana evaluasi

yang dilakukan sekolah guna melihat seberapa jauh pemahaman

secara teori maupun secara fisik. Latihan Hulubalang dilaksanakan di

alam terbuka dan dapat menjadi ajang bagi peserta didik guna

meningkatkan nilai-nilai bela negara. Kegiatan hulubalang

dilaksanakan selama tiga hari, untuk tahun 2016 kegiatan hulubalang

dilaksanakan di lapangan tembak plempungan. Kegiatan yang

71
dilaksanakan selama tiga hari adalah kompas siang, kompas malam,

outbond di lereng gunung gandul, diskusi dan bedah peta, malam

memelihara arah, dan ketahanan mars.

Kegiatan kompas siang dan kompas malam dilaksanakan di alam

terbuka. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang paling dasar dalam

bertahan hidup dalam membela negara. Kegiatan kompas siang

memang dapat dikatakan lebih mudah karena arah dan pandangan

sangat jelas sehingga lebih mudah untuk menentukan arah yang

dituju. Namun kompas malam menjadi sebuah tantangan dimana

peserta didik dituntut untuk memiliki keahlian dalam membaca

kompas dan keberanian untuk menjelajah medan di malam hari

untuk menuju tempat yang diinstruksikan oleh pelatih. Outbound

dilaksanakan dengan menyusuri hutan di lereng gunung gandul.

Outbound ini mengajarkan ketangkasan, kepedulian dalam satu

kelompok dan kekompakan. Selain menyusuri lereng gunung,

kegiatan ini juga didukung dengan berbagi macam permainan

edukatif di beberapa pos. Pos 1 mengajarkan PPPK, pos 2

mengajarkan keberanian dalam menuruni tebing menggunakan tali,

pos 3 mengajarkan kekompakan dalam menaiki bukit kecil dengan

bantuan tali, pos 4 mengajarkan keberanian untuk menyeberangi

sungai dengan bermodal sebuah bambu.

Pelaksanaan latihan bela negara melalui kegiatan yang bersifat

keterampilan diharapkan mampu meningkatkan semangat dalam membela

72
negara dan mencintai NKRI. Selain harapan tersebut, sebenarnya kegiatan-

kegiatan latihan tersebut merupakan bentuk nyata dari sekolah melalui

lembaga bela negara untuk menyiapkan lulusan yang sudah mempunyai

langkah awal dan teknik dasar pembelaan negara.

Berdasar hasil penelitian semua narasumber berpendapat sama

mengenai visi dan misi sekolah yang sangat mendukung implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara. SMA Taruna Nusantara mempunyai visi

“Sekolah yang membentuk Kader pemimpin bangsa berkualitas dan

berkarakter yang berwawasan Kebangsaan, Kejuangan, Kebudayaan, dengan

bercirikan kenusantaraan serta memiliki daya saing Nasional maupun

Internasional”. Kemudian dijabarkan dalam misi sekolah yaitu:

a. Menyiapkan kader pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan YME.

b. Menyiapkan kader pemimpin bangsa yang berkualitas, berkarakter

dan berbudaya.

c. Menyiapkan lulusan yang memiliki kesetiaan terhadap Bangsa dan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945.

d. Menyiapkan lulusan yang memiliki potensi kepemimpinan yang

bewawasan Kebangsaan, Kejuangan, Kebudayaan, bercirikan

kenusantaraan.

e. Menyiapkan lulusan yang memiliki keunggulan komparatif,

kompetitif, dan distingtif dalam aspek Akademik, Kepribadian dan

73
Kesamaptaan Jasmani serta kamampuan IPTEK sehingga

mempunyai daya saing yang tinggi di tingkat Nasional dan

Internasional.

Setelah dilakukan pengecekan triangulasi teknik kegiatan-kegiatan

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara benar-benar di

Implementasikan dengan baik dan benar. Pelatihan bela negara dengan

didukung oleh mata pelajaran PPKn dapat menjadikan implementasi

penanaman nilai-nilai bela negara dapat berhasil dengan maksimal. Melalui

wawancara dengan sumber terkait, observasi kegiatan secara langsung, dan

pengecekan dokumentasi memang benar adanya, SMA Taruna Nusantara

Magelang telah melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela

negara.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, implementasi penanaman nilai-

nilai bela negara juga pada dasrnya dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah

lain. Pengadopsian konsep pembelajaran di SMA Taruna Nusantara dapat

dilaksanakan. Namun demikian adopsi yang dilaksanakan tidak dapat

sepenuhnya, apalagi oleh sekolah-sekolah biasa saja. Namun pada hakikatnya

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dapat dilaksanakan apabila

dilakukan dengan serius oleh sekolah dengan dukungan berbagai pihak.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana

cara yang digunakan guna melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai

bela negara dan bagaimana peran mata pelajaran PPKn dalam menanamkan

74
nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang. Undang-Undang

Dasar 1945 juga memberikan amanat tentang pertahanan negara yang tertuang

dalam Pasal 27 ayat (3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta

dalam upaya pembelaan negara”. Cara pelaksanaan pembelaan negara

dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan Negara yang menyebutkan bahwa “Keikutsertaan warga

negara dalam upaya bela negara dapat dilaksanakan melalui pendidikan

kewarganegaraan, latihan dasar kemiliteran, mengikuti militer sukarela

maupun militer wajib dan pengabdian sesuai profrsi untuk membela negara

dan bangsanya”.

Tuanhuse menyebutkan bela negara pada hakikatnya adalah tekad,

sikap, dan tindakan menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi

kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta

keyakinan akan kerelaan berkorban guna meniadakan setiap ancaman, baik

dari luar maupun dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan

kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan

yurisdiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

(Tuahunse, 2009: 1). Membela negara pada masa ini bukan sekedar membela,

akan tetapi dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran yang didasarkan Pancasila.

Ada 5 indikator bela negara yaitu:

1. Cinta kepada tanah air

2. Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara

3. Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara

75
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara

5. Memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya awal

bela negara (Tuahunse, 2009: 2).

Narasumber dalam penelitihan ini secara keseluruhan sudah

melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA

Taruna Nusantara Magelang. Kesadaran akan bela negara merupakan hak dan

kewajiban warga negara yang sesuai dengan amanat konstitusi, menjadikan

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dapat berjalan dengan

maksimal.

Pelaksanaan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara

dilaksanakan dalam mata pelajaran PPKn yang merupakan garda utama dalam

melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara. Ada beberapa

model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter yang digunakan, seperti

pendapat Williams yang dikutip Samsuri (2011: 13) yaitu model

pembangunan konsensus, model pembelajaran pengembangan konsensus

dilaksanakan dalam pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara. Model

pengembangan konsensus di dalam pembelajaran PPKn dilaksanakan dengan

kegiatan diskusi yang dilakukan pada pertemuan pertama terkait berbagai

dimensi ancaman terhadap NKRI, kemudian kelompok lain menanggapinya.

Pada pertemuan kedua juga melaksanakan kegiatan diskusi untuk mencari

peran TNI dan POLRI dalam menjaga NKRI. Pada pertemuan ketiga peserta

didik secara berkelompok membuat sebuah karya berupa poster terkait bela

negara. Pembelajaran pengembangan konsensus dalam pembelajaran PPKn

76
adalah terdapat pada cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan

menyamakan pendapat yang dikemukakan sehingga menghasilkan suatu

simpulan diskusi dalam pembelajaran yang dapat menambah rasa cinta

terhadap tanah air.

Model pembelajaran kooperatif, dilaksanakan dalam pembelajaran

PPKn. Bentuk nyata dari pembelajaran kooperatif adalah dengan membagi

kelas menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 3-5 orang.

Pembagian kelompok dilaksanakan hamper pada keseluruhan pembelajaran

PPKn. Model pembelajaran kooperatif diterapkan di dalam pembelajaran

PPKn dengan tujuan untuk menciptakan kondisi belajar yang lebih aktif dan

interaktif serta untuk membantu peserta didik untuk bekerja sama dalam

kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan.

Model resolusi konflik diterapkan dalam pembelajaran PPKn di SMA

Taruna Nusantara. Pelaksanaan model ini diwujudkan dalam pertemuan

pertama dan dilaksanakan oleh guru. Guru menyajikan gambar maupun video

mengenai kasus ancaman terhadap NKRI. Peserta didik yang merupakan

instrumen utama dalam pembelajaran terutama dalam kurikulum 2013

melaksanakan diskusi. Tujuan dari diskusi tersebut adalah untuk

menanggulangi dan menangani kasus ancaman terhadap NKRI. Hasil diskusi

tersebut kemudian dapat dijadikan pedoman oleh peserta didik sebagai

langkah awal kegiatan bela negara.

Model diskusi dan pelibatan siswa dalam penalaran moral, selalu

digunakan dalam pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang,

77
termasuk dalam penanaman nilai-nilai bela negara. Diskusi merupakan sebuah

model yang sangat mendukung adanya keaktifan peserta didik dalam belajar.

Diskusi yang dilaksanakan bukanlah diskusi yang tidak berlandaskan dengan

teori dan nilai-nilai moral, namun juga diskusi yang mempunyai landasan

utama Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Service learning dilaksanakan dalam pembelajaran untuk menanamkan

nilai-nilai bela negara. Service learning dilaksanakan melalui kegiatan-

kegiatan pelatihan bela negara yaitu Dasar Bela Negara (Dasar BN), Sistem

Pertahanan dan Keamanan Negara (SISHANNEG), Geopolitik (GEO POL),

Peraturan Baris-Berbaris (PBB), Peraturan Penghormatan (PP), Etika Politik,

Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pengembangan Kepedulian Lingkungan,

Tata Upacara Sekolah (TUS), Pendidikan Anti Korupsi, Ketangkasan

Perorangan, Ilmu Medan, Perkemahan Sabtu Minggu (PERSAMI), RPS, PKT,

dan Pembaretan, dan Latihan Hulubalang.

Sementara itu model pembelajaran sastra tidak terlihat dalam

pembelajaran PPKn maupun latihan bela negara. Hal tersebut dikarenakan

pembelajaran dengan model sastra kurang sesuai dalam menanamkan nilai-

nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang. Model pembelajaran

yang paling sering digunakan dan disukai oleh peserta didik adalah model

pembelajaran dengan diskusi. Model diskusi diminati oleh peserta didik

dikarenakan peserta didik dapat lebih aktif dalam pelaksanaan pembelajaran.

78
Ada beberapa model pembelajaran karakter menurut Halstead dan

Taylor yang dikutip Samsuri (2011: 13) yaitu:

a. Model pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah, visi misi

sekolah, teladan guru dan penegakan aturan-aturan dan disiplin.

Model ini bermaksud untuk membangun iklim moral di lingkungan

sekolah dengan melibatkan seluruh komponen sekolah. Model

penanaman nilai-nilai bela negara melalui kehidupan sekolah

merupakan model yang nyata diterapkan di SMA Taruna Nusantara.

Konsep sekolah yang menggunakan boarding school mendukung

adanya kedisiplinan yang sangat tinggi. Kegiatan yang diatur

sedemikian rupa dari bangun tidur sampai tidur kembali menjadikan

pola hidup yang disiplin dimiliki oleh peserta didik.

Visi dan misi sekolah juga sangat mendukung adanya penanaman

nilai-nilai bela negara. SMA Taruna Nusantara mempunyai visi

“Sekolah yang membentuk Kader pemimpin bangsa berkualitas dan

berkarakter yang berwawasan Kebangsaan, Kejuangan,

Kebudayaan, dengan bercirikan kenusantaraan serta memiliki daya

saing Nasional maupun Internasional”. Kemudian dijabarkan dalam

misi sekolah yaitu:

1) Menyiapkan kader pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan YME.

2) Menyiapkan kader pemimpin bangsa yang berkualitas,

berkarakter dan berbudaya.

79
3) Menyiapkan lulusan yang memiliki kesetiaan terhadap Bangsa

dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945.

4) Menyiapkan lulusan yang memiliki potensi kepemimpinan yang

bewawasan Kebangsaan, Kejuangan, Kebudayaan, bercirikan

kenusantaraan.

5) Menyiapkan lulusan yang memiliki keunggulan komparatif,

kompetitif, dan distingtif dalam aspek Akademik, Kepribadian

dan Kesamaptaan Jasmani serta kamampuan IPTEK sehingga

mempunyai daya saing yang tinggi di tingkat Nasional dan

Internasional.

b. Model penggunaan metode di dalam pembelajaran itu sendiri. Dapat

menggunakan metode problem solving, cooperative learning dan

experience-based projects (projek berbasis pengalaman) yang

diintegrasikan dalam pembelajaran melalui metode diskusi untuk

menempatkan nilai-nilai kebijakan ke dalam praktik kehidupan.

Kegiatan diskusi dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP

dan selalu dilaksanakan dalam pembelajaran di SMA Taruna

Nusantara Magelang.

Proses internalisasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam

pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara Magelang dilaksanakan

dengan beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut adalah: Pertama,

pendekatan inculcations yang bertujuan untuk menginternalisasikan nilai

80
tertentu pada peserta didik dan mengubah nilai-nilai dari para peserta didik

yang mereka reflesikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Kedua,

pendekatan moral development yang memiliki tujuan untuk membantu peserta

didik dalam mengembangkan pola-pola yang lebih kompleks berdasarkan

seperangkat nilai-nilai yang lebih tinggi, selain itu juga mendorong peserta

didik untuk mendiskusikan alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya

berbagi dengan lainnya, tetapi juga untuk membantu perubahan dalam tahap-

tahap penalaran peserta didik. Ketiga, pendekatan analysis, hal ini bertujuan

untuk membantu peserta didik dalam menggunakan pikiran yang logis dan

penelitian ilmiah untuk memutuskan suatu masalah, selain itu pendekatan ini

bertujuan untuk membantu peserta didik dengan menggunakan pikiran

rasional, proses-proses analitik dalam menghubungkan dan

mengkonseptualisasikan nilai-nilai. Pendekatan ini juga bertujuan untuk

membantu peserta didik untuk menggunakan pikiran rasional dan kesadaran

emosional untuk mengkaji persoalan personal, nilai-nilai, dan pola-pola

perilakunya. Keempat, pendekatan klarifikasi nilai yang bertujuan untuk

membantu peserta didik menjadi sadar dan mengidentifikasi yang dimiliki

dirinya dan yang orang lain miliki, membantu peserta didik

mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-

nilai, serta membantu peserta didik menggunakan pikiran rasional dan

kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola

perilakunya. Kelima, menggunakan pendekatan action learning yang memiliki

beberapa tujuan, yaitu memberi peluang bagi peserta didik agar bertindak

81
secara personal ataupun social berdasarkan kepada nilai-nilai, serta bertujuan

untuk mendorong peserta didik agar memandang diri mereka sendiri sebagai

makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan social-personal,

tapi anggota suatu system social (Samsuri, 2007).

Menurut Williams yang dikutip Samsuri (2011: 11) ada tiga sudut

pandang perbedaan teoritik pendidikan karakter. Pertama, pendidikan karakter

yang menekankan pada model pengajaran langsung (direct instructions)

model ini mengedepankan pada penanaman nilai-nilai pada generasi muda

(peserta didik) dengan keutamaan-keutamaan (kebijakan) yang ada di

masyarakat. Fokusnya adalah pada latihan pembiasaan atau perilaku

keutamaan (kebijakan). Pengajaran langsung di SMA Taruna Nusantara

Magelang dilaksanakan dengan 3 cara yaitu konsep boarding school,

pembelajaran PPKn di dalam kelas, dan kegiatan bela negara. Kegiatan yang

diprakarsai oleh sekolah misalnya adalah kegiatan latihan bela negara yaitu

Dasar Bela Negara (Dasar BN), Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara

(SISHANNEG), Geopolitik (GEO POL), Peraturan Baris-Berbaris (PBB),

Peraturan Penghormatan (PP), Etika Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Pengembangan Kepedulian Lingkungan, Tata Upacara Sekolah (TUS),

Pendidikan Anti Korupsi, Ketangkasan Perorangan, Ilmu Medan, Perkemahan

Sabtu Minggu (PERSAMI), RPS, PKT, dan Pembaretan, dan Latihan

Hulubalang.

Kedua, pendidikan karakter yang menekankan pada model pendekatan

tidak langsung (indirect instructions), model ini menekankan pada

82
pemahaman anak (model Kohlberg) dan perkembangan social-moral (model

Piaget) yang membentuk interaksi personal teman sebaya di bawah panduan

dan perhatian orang dewasa. Pelaksanaan kegiatan yang nyata dilaksanakan

dengan kegiatan sehari-hari di dalam asrama. Pemahaman mengenai

kedisiplinan dan pola hidup yang sehat diberikan di dalam asrama. Selain itu

di dalam asrama juga terdapat interaksi antara teman sebaya dan adanya

pengawasan dari pamong.

Ketiga, pendidikan karakter yang menekankan pembangunan

komunitas, model ini menekankan pada lingkungan dan hubungan kepedulian

serta atas pembentukan komunitas-komunitas moral. Model implementasi bela

negara dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sekolah yang diadakan

secara berkelompok. Selain itu kegiatan-kegiatan kemanusiaan serta diskusi di

dalam kelas menjadikan kepedulian semakin tinggi.

Kegiatan pendidikan karakter bela negara dapat dilaksanakan melalui

empat ranah. Pertama, pengembangan karakter bela negara melalui kegiatan

belajar di dalam kelas yaitu dengan pembelajaran PPKn. Kedua, dengan

memadukan pendidikan karakter dengan aktivitas ko-kurikuler, yaitu kegiatan

belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata

pelajaran, kegiatan-kegiatan tersebut meliputi Dasar Bela Negara (Dasar BN),

Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara (SISHANNEG), Geopolitik (GEO

POL), Peraturan Baris-Berbaris (PBB), Peraturan Penghormatan (PP), Etika

Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pengembangan Kepedulian

Lingkungan, Tata Upacara Sekolah (TUS), Pendidikan Anti Korupsi,

83
Ketangkasan Perorangan, Ilmu Medan, Perkemahan Sabtu Minggu

(PERSAMI), RPS, PKT, dan Pembaretan, dan Latihan Hulubalang. Ketiga,

ditautkan dalam kegiatan ekstrakurikuler misalnya dengan kegiatan pramuka,

olahraga, dan karya tulis di sekolah. Keempat, pendidikan karakter yang

melibatkan wali murid dan masyarakat sekitar untuk membangun pembiasaan

yang selaras dengan yang dikembangkan di sekolah, kegiatan yang melibatkan

wali murid adalah dengan pertemuan wali murid satu kali dalam satu semester

dan kegiatan sosial di lingkungan masyarakat (Kemendiknas, 2011: 18-19).

PPKn pada dasarnya tidak bisa melaksanakan penanaman sendiri,

namun perlu bantuan dari pihak lain. Apabila membahas tentang implementasi

bela negara, maka tidak dapat dilihat nyanya dari pembelajaran PPKn saja.

Perlu konsepsi secara utuh yaitu pembelajaran PPKn menanamkan nilai-nilai

bela negara melalui teori-teori yang diajarkan di dalam kelas, sementara itu

bagian khusus bela negara mengajarkan bela negara secara praktek di

lapangan. Kondisi yang demikian ini sangat diperlukan mengingat

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara tidak akan berjalan dengan

optimal apabila hanya dilaksanakan di dalam kelas saja. Konsep boarding

school memberikan dukungan yang kuat dalam implementasi penanaman

nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang. Karakter yang

telah ditanamkan mempermudah dalam implementasi penanaman nilai-nilai

bela negara baik melalui praktek maupun teori.

SMA Taruna Nusantara juga sudah menerapkan indikator bela negara

dalam pelaksanaan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara yaitu:

84
1. Cinta kepada tanah air

2. Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara

3. Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara

4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara

5. Memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya awal

bela negara (Tuahunse, 2009: 2).

Menurut hasil penelitian sekolah menerapkan beberapa indikator dalam

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam pembelajaran PPKn

maupun pembelajaran bela negara secara nyata. Pertama, cinta terhadap tanah

air. Indikator pertama ini wajib ada, karena merupakan dasar dalam

memaksimalkan implementasi penanaman nilai-nilai bela negara. Apabila ada

rasa cinta dan rasa memiliki akan negara ini pada dasarnya akan timbul rasa

ingin menjaga dan ingin mempertahankan NKRI dari gangguan-gangguan

yang berasal dari dalam maupun dari luar NKRI.

Kedua, Kesadaran berbangsa dan bernegara. Indikator kedua lebih

menekankan kepada hak dan kewajiban yang harus ada dalam diri peserta

didik. Apabila peserta didik sadar akan hak dan kewajiban yang dimiliki

sebagai warga negara Indonesia, pastilah aka nada kesadaran yang dilandasi

dengan akal, direnungi dengan hati dan dijalankan dengan ketulusan mengenai

berbagai macam hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, termasuk

bela negara yang merupakan suatu hak dan kewajiban seorang warga negara.

Ketiga, melaksanakan Pancasila dan menggunakan Pancasila sebagai

dasar hidup. Pancasila merupakan pedoman untuk menjadi warga negara yang

85
baik. Pancasila mengajarkan banyak hal seperti keagamaan, kemanusiaan,

persatuan, musyawarah, dan keadilan. Apabila peserta didik telah memegang

teguh Pancasila sebagai pedoman hidup dan bertingkah laku, maka dapat

dipastikan sikap-sikap dan nilai-nilai bela negara akan muncul dalam diri

peserta didik. Pancasila menjadi pedoman dan arahan bagi setiap warga negara

Indonesia.

Keempat, kerelaan dalam memberikan nyawa maupun harta demi

keutuhan NKRI. Indikator ini mengajarkan pada peserta didik agar lebih

mementingkan kepentingan bersama disbanding kepentingan pribadi.

Kepentingan negara diatas kepentingan golongan. Indikator ini sangatlah

penting, dimana mengajarkan jiwa korsa dan rasa kebersamaan yang kuat

dalam ikatan berbangsa dan bernegara. Apabila peserta didik memiliki sikap

yang demikian maka bela negara merupakan suatu yang pasti sudah dimiliki

oleh masing-masing peserta didik. Tercapainya keamanan, ketentraman, dan

keadilan bukanlah suatu yang mustahil apabila tiap-tiap warga negara

memiliki sikap yang rela berkorban demi NKRI.

Kelima, penempaan mental dan fisik peserta didik. Indikator terakhir

dapat diibaratkan sebagai baju dalam melaksanakan pembelaan negara. Mental

diperlukan agar peserta didik tidak gentar menghadapi berbagai macam

tekanan yang hadir dalam usaha membela negara. Fisik diperlukan agar

peserta didik selain memiliki mental yang kuat juga memiliki ketahanan diri

yang kuat. Apabila kedua hal ini telah dimiliki oleh peserta didik maka dapat

86
dipastikan akan terbentuk lulusan yang siap untuk membela negara secara

untuh, baik dari fikiran, hati, dan perbuatan.

Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan nasional dengan

berlandaskan pada nilai dan sikap bela negara, setiap warga negara hendaknya

perlu:

a. Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan

non fisik yang disertai keuletan dan ketangguhan tanpa kenal

mennyerah dan mampu mengembangkan kekuatan nasional dalam

rangka menghadapi segala tantangan, ancaman, gangguan dan

hambatan yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin

identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta

pencapaian tujuan nasional.

b. Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek

ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan

sehingga setiap warga negara Indonesia dapat mengeliminir

pengaruh tersebut (Kaelan & Zubaidi, 2010: 202).

Hasil penelitian menunjukan bahwa indikator-indikator bela negara

dapat tercapai melalui suatu komparasi penanaman nilai-nilai bela negara yang

saling mendukung. Pemberian materi yang dilakukan melalui pembelajaran

PPKn, pelatihan yang dilaksanakan oleh bagian bela negara, dan konsep

boarding school yang dilaksanakan oleh sekolah mendukung penciptaan

peserta didik yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan sekolah.

87
Untuk memenuhi seluruh indikator tersebut tidaklah mudah. Perlu

adanya sistem yang baik serta berkelanjutan. Cinta kepada tanah air,

kesadaran berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila, rela berkorban, dan

memiliki kesiapan psikis dan fisik dapat dipenuhi berkat adanya penyampaian

materi yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan baik. Selain materi

praktek-praktek bela negara seperti: Dasar Bela Negara (Dasar BN), Sistem

Pertahanan dan Keamanan Negara (SISHANNEG), Geopolitik (GEO POL),

Peraturan Baris-Berbaris (PBB), Peraturan Penghormatan (PP), Etika Politik,

Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pengembangan Kepedulian Lingkungan,

Tata Upacara Sekolah (TUS), Pendidikan Anti Korupsi, Ketangkasan

Perorangan, Ilmu Medan, Perkemahan Sabtu Minggu (PERSAMI), RPS, PKT,

dan Pembaretan, dan Latihan Hulubalang. Kegiatan pelatihan seperti ini pada

dasarnya adalah untuk memenuhi 5 indikator bela negara.

Implementasi penanaman nilai-nilai bela negara yang dilakukan di

SMA Taruna Nusantara Magelang melalui pembelajaran teori dalam mata

pelajaran PPKn, praktek-praktek latihan bela negara, dan konsep boarding

school adalah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan

kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa

dan negara. Kesadaran yang tinggi akan hak dan kewajiban sebagai warga

negara, rasa cinta tanah air yang baik dimiliki oleh peserta didik merupakan

suatu modal awal terhadap konsep bela negara secara nonfisik.

88
Istilah pembelajaran merujuk pada terjadinya proses belajar-mengajar.

Belajar merupakan proses internal siswa dan pembelajaran merupakan kondisi

eksternal siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang

kompleks. Suatu sistem terdiri atas berbagai macam komponen yang saling

bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponen dalam

pembelajaran meliputi tujuan, bahan ajar, siswa, guru, metode, media, dan

evaluasi. Agar tujuan dapat tercapai, semua komponen harus saling bekerja

sama dan melaksanakan fungsinya dengan baik (Murdiono, 2012: 21).

Suatu pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu

mengubah sikap atau kepribadian siswa menjadi lebih baik. Perubahan

kepribadian siswa sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman guru

dalam mengorganisir atau mengelola pembelajaran. Dalam pembelajaran tidak

lagi menempatkan guru sebagai pemeran utama yang memberikan informasi

sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan guru lebih berperan sebagai

fasilitator dan mengorganisir berbagai sumber belajar untuk dipelajari siswa

(Murdiono, 2012: 24).

Secara akademik, PPKn adalah program pendidikan yang berfungsi

untuk membina kesadaran warga negara dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan jiwa dan nurani konstitusi. Dalam penjelasan

Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan, dimaksudkan

untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air.

89
PPKn menekankan pada kompetensi (kemampuan) peserta didik

(subjek belajar) untuk memiliki wawasan kebangsaan dan cinta tanah air.

Kompetensi ini merupakan panggilan konstitusi dan ketentuan perundang-

undangan yang harus direalisasikan dalam praktik dan kenerja pendidikan

(Hakim, 2014: 8).

Menurut seminar nasional pengajaran dan pendidikan civics di

Tawangmangu, Surakarta tahun 1972 mengemukakan bahwa PPKn

merupakan suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga

negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan ukuran ketentuan-

ketentuan Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945. Bahannya diambil dari IKN

yang termasuk kewiraan nasional, filsafat Pancasila, dan filsafat pendidikan

nasional, serta menuju kedudukan para warga negara yang diharapkan masa

depan (Cholisin, 2004: 8). Dari pengertian di atas dapat diambil ciri-ciri PPKn

adalah: (1) merupakan program pendidikan; (2) merupakan pengembangan

dari Ikn; (3) materi pokoknya adalah materi Ikn ditambah kewiraan nasional,

filsafat Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional; (4)

bersifatt interdisipliner; (5) tujuannya adalah membina warga negara yang

baik dan untuk masa depan sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945.

Secara sederhana tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang

baik (good citizen) dan mempersiapkan masa depan. Namun tujuan ini masih

sangat abstrak. Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa PPKn dimaksudkan

untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa

90
kebangsaan dan cinta tanah air. Sebagai program pendidikan. PPKn tergolong

mata pelajaran yang setrategis. PPKn mengemban misi dalam mempersiapkan

bangsa Indonesia yang tangguh dan memiliki kemampuan kognisi (civic

knowledge), psikomotorik (civic skills), dan karakter pribadi (civic

dispositions) yang berkontribusi bagi negara dan bangsanya.

PPKn juga bertujuan untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan

kesadaran warga negara, sikap serta perilaku cinta tanah air, yang bersendikan

pada kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Secara

demikian, warga negara diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami,

menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh

masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambunngan dan konsisten

dengan cita-cita nasional sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD

1945 (Hakim, 2014: 11).

Berdasarkan hasil penelitian PPKn memegang peranan penting dalam

implementasi penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara

Magelang. Kontribusi PPKn dalam menanamkan nilai-nilai bela negara adalah

sebagai pintu gerbang utama dalam menanamkan nilai-nilai bela negara.

Tanpa adanya pembelajaran yang baik melalui PPKn maka tidak akan bisa

terbentuk peserta didik yang mempunyai sikap bela negara dalam dirinya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2002 tentang Pertahanan negara

menyebutkan bahwa salah satu cara melaksanakan bela negara adalah melalui

pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu PPKn memegang peranan yang

sangat penting dalam penanaman nilai-nilai bela negara. Kemudian PPKn

91
merupakan pintu gerbang yang mengajarkan teori-teori dan mengajarkan rasa

bangga sebagai warga negara Indonesia, sehingga akan terbentuklah peserta

didik yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, serta memiliki sikap good

citizen yang tau akan hak dan kewajibannya. PPKn merupakan mata pelajaran

yang utama dalam mengajarkan karakter bela negara dalam diri peserta didik.

Kesiapan dalam pembelaan bela negara kemudian diasah melalui praktek-

praktek dan latihan yang dilaksanakan secara sistematis dan

berkesinambungan. Latihan ini dikoordinatori oleh bagian bela negara yang

merupakan tindak lanjut perwujudan implementasi penanaman nilai-nilai bela

negara agar terlaksana dengan maksimal. Melalui latihan yang

diselenggarakan ini teori yang telah didapatkan kemudian diasah serta

ditambah teori terutama mengenai kesiapan awal dalam pelaksanaan bela

negara seperti ilmu kompas, ilmu medan, dan kegiatan-kegiatan lain yang

berhubungan dengan pertahanan hidup. PPKn sebagai bagian dari mata

pelajaran yang diberikan di sekolah ikut berperan besar dalam mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. PKn merupakan salah satu instrumen fundamental

dalam bingkai pendidikan nasional sebagai media bagi pembentukan karakter

bangsa (nation and character building) di tengah keanekaragaman bangsa

Indonesia. PPKn bukan semata-mata hanya mengajarkan pasal-pasal Undang-

Undang Dasar (UUD). PPKn juga mengkaji perilaku warga negara dalam

hubungannya dengan warga negara lain dan alam sekitarnya. Objek studi

PPKn adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi

kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan dan negara. PPKn

92
memiliki peran penting dalam rangka pembentukan karakter peserta didik

melalui pembelajaran.

Pelaksanaan penanaman nilai-nilai bela negara dilaksanakan di dalam

dan diluar kelas dengan dua cara yaitu intervensi dan habituasi. Intervensi

dilaksanakan dengan sengaja oleh pamong dan bagian bela negara melalui

RPP dan konsep pelatihan yang sudah disusun sedemikian rupa sehingga

menghasilkan pembelajaran yang tepat guna mananamkan nilai-nilai bela

negara dalam diri peserta didik.

Apabila dilihat lebih lanjut cara penanaman pendidikan karakter dalam

hal ini karakter bela negara, maka dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

melalui proses intervensi dan pembiasaan (habituasi). Proses intervensi

dikembangkan dan dilaksanakan melalui kegiatan belajar dan mengajar yang

sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter bela negara

dengan menerapkan berbagai kegiatan secara terstruktur. Dalam pembelajaran

tersebut guru tidak hanya mencerdaskan tapi juga menjadi sosok panutan bagi

peserta didik, selain itu guru memegang fungsi civic mission dalam arti guru

wajib menjadikan anak didiknya menjadi warga negara yang baik, yaitu yang

berjiwa patriotime, mempunyai semangat kebangsaan nasional, dan

disiplin/taat terhadap semua peraturan perudang-undangan yang berlaku atas

dasar Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan melalui proses pembiasaan

(habituasi) dicipttakan dan ditumbuhkan dengan aneka situasi dan kondisi

yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan peserta didik di sekolah, di

93
rumah, dan di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri untuk berperilaku

sesuai dengan nilai-nilai luhur (Kemendiknas, 2011: 19).

Habituasi juga dapat dilihat dengan adanya pembiasaan yang

dilaksanakan oleh sekolah dengan konsep boarding school. Habituasi pola

hidup yang baik kemudian memunculkan kedisiplinan yang tumbuh.

Kedisiplinan ini kemudian menjadi kunci utama untuk memaksimalkan

penanaman nilai-nilai bela negara di SMA Taruna Nusantara Magelang.

Kegiatan harian yang dilaksanakan melalui boarding school adalah:

Tabel 5. Jadwal Kegiatan Siswa


No. Waktu Kegiatan
1. 04.30 Bangun Pagi
2. 05.00 Ibadah Pagi
3. 05.15 Olahraga Pagi
4. 06.15 Makan Pagi
5. 07.00 – 13.45 Belajar/ KBM
6. 14.00 Makan Siang
7. 15.00 – 16.00 Terprogram
8. 18.30 Makan Malam
9. 19.00 – 21.00 Belajar Malam
10. 22.00 Istirahat Malam
Sumber: taruna-nusantara-mgl.sch.id

C. Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan dalam pembahasan boarding school yang kurang mendalam

menjadikan keterbatasan yang pertama. Hal tersebut disebabkan akses

yang cukup sulit yang dirasakan oleh peneliti untuk mengakses konsep

boarding school;

94
2. Tidak ada pengambilan data yang bersumber dari peserta didik, hal

tersebut menyebabkan tidak ada argumen yang disampaikan oleh peserta

didik terkait implementasi penanaman nilai-nilai bela negara; dan

3. Rentang waktu pelaksanaan penelitian yang kurang lebih lamanya sekitar

tiga bulan menjadi suatu keterbatasan tersendiri bagi peneliti dalam

penelitian ini sehingga data yang diperoleh dari proses pengumpulan data

saat melakukan penelitian dirasakan masih belum memadai.

95
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dan untuk menjawab

rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat diambil simpulan bahwa:

Implementasi penanaman nilai-nilai bela negara dalam pembelajaran PPKn

dilaksanakan melalui pembelajaran teori di dalam kelas dengan melalui proses

intervensi dan pembiasaan (habituasi). Implementasi penanaman nilai-nilai

bela negara tidak hanya dilakukan melalui pembelajaran PPKn saja, namun

juga didukung oleh bagian bela negara dengan kegiatan-kegiatannya yaitu:

Dasar Bela Negara (Dasar BN), Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara

(SISHANNEG), Geopolitik (GEO POL), Peraturan Baris-Berbaris (PBB),

Peraturan Penghormatan (PP), Etika Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Pengembangan Kepedulian Lingkungan, Tata Upacara Sekolah (TUS),

Pendidikan Anti Korupsi, Ketangkasan Perorangan, Ilmu Medan, Perkemahan

Sabtu Minggu (PERSAMI), RPS, PKT, dan Pembaretan, dan Latihan

Hulubalang, selain itu juga terdapat pula dukungan dari konsep boarding

school yang digunakan di SMA Taruna Nusantara Magelang dalam

menanamkan nilai-nilai bela negara.

Sedangkan kontribusi PPKn dalam menanamkan nilai-nilai bela negara

adalah sebagai pintu gerbang utama dalam menanamkan nilai-nilai bela

negara. Tanpa adanya pembelajaran yang baik melalui PPKn maka tidak akan

bisa terbentuk peserta didik yang mempunyai sikap bela negara. PPKn

96
merupakan mata pelajaran yang utama dalam mengajarkan bela negara kepada

peserta didik.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian implementasi penanaman nilai-

nilai bela negara dalam pembelajaran PPKn di SMA Taruna Nusantara

Magelang. Peneliti mempunyai beberapa sumbang saran yang sekiranya dapat

dijadikan suatu bahan pertimbangan yang membangun. Sumbang saran

tersebut diantaranya ialah sebagai berikut;

1. Bagi Guru

a. Guru agar terus melaksanakan implementasi penanaman nilai-nilai

bela negara, sehingga terbentuk peserta didik yang siap secara mental

dan fisik untuk membela negara; dan

b. Guru agar berbagi ilmu pengetahuan mengenai bagimana cara

menanamkan nilai-nilai bela negara yang baik kepada guru di sekolah

lain, sehingga akan terwujud sekolah-sekolah yang memiliki orientasi

akan pentingnya bela negara ditanamkan dalam diri peserta didik.

2. Bagi Sekolah

a. Sekolah hendaknya terus melaksanakan kegiatan tentang penanaman

nilai-nilai bela negara; dan

b. Sekolah menambah sarana yang dibutuhkan dalam proses penanaman

nilai-nilai bela negara, terutama di alam bebas.

3. Bagi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dasar Menengah

97
a. Lebih memperhatikan masalah-masalah terkait bela negara dan

hendaknya memberikan solusi yang nyata;

b. Melaksanakan program pelatihan dan penyadaran akan pentingnya

bela negara untuk diberikan di bangku sekolah; dan

c. Mendukung setiap langkah yang dilaksanakan sekolah guna

menanamkan nilai-nilai bela negara pada peserta didik.

98
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gafur. 2012. Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya


dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta: Ombak.

Adnan Resa. 2014. SMA Taruna Magelang. Tersedia online:


http://www.magelangonline.com/sma-taruna-magelang/ diakses pada 21
Mei 2015 Pukul 07. 55 WIB.

Badan Narkotika Nasional. 2015. Laporan Akhir SurveiNasional


Perkembangan Penyalahguna Narkoba Tahun Anggaran 2014. Jakarta:
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Bambang Pranowo. 2010. Multidimensi Ketahanan Nasional. Jakarta: Pustaka


Alvabet.

Basrie. 1998. Bela negara implementasi dan pengembangannya. Jakarta: UI


Press.

Bismar Atianto. 2015. Peran Perempuan dalam Bela Negara di Daerah


Perbatasan. Makalah Konfrensi Kewarganegaraan I. Tanggal 20
Desember 2015 di Yogyakarta.

Cholisin. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Diktat mata


kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan & Hukum UNY.

Cholisin. 2012. PKn Sebagai Pendidikan Karakter. Diktat mata kuliah


pendidikan kewarganegaraan program S1-KKT, Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan & Hukum UNY.

Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,


dan Mixed (Terj: Ahmad Fawaid). Diterjemahkan oleh Ahmad Fawaid.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Denzin & Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research (Terj: Dariyanto,


dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dwi Siswoyo dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Ivan Nove Ainun Najib. 2011. Penanaman Sikap Nasionalisme Melalui Mata
Pelajaran Muatan Lokal Wawasan Kebangsaan Pada Siswa Kelas VII di
Smp N 1 Nglegok Kabupaten Blitar. Malang: Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan FIS UM.

99
Kaelan & Achmad Zubaidi. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi: Berdasar SK Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2006.
Yogyakarta: Paradigma.

Kemendiknas. 2011. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Karakter


Bangsa. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, Kemendiknas Jakarta.
Edisi 4 Juli 2011.

Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moh Uzer Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Mukhamad Murdiono. 2010. Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan


Berbasis Kearifan Lokal. Tersedia online:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304487/B7MAKALAH%20SE
MNAS-LEMLIT%20UNY_0.pdf diakses pada kamis 21 Mei 2015 Pukul
07.50 WIB.
__________________. 2012. Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan:
Berbasis Portofolio. Yogyakarta: Ombak.

Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan pendidikan nilai. Bandung: Alfabeta.

Rugaiyah & Atiek Sismiati. 2011. Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia


Indonesia.

Samsuri. 2011. Pendidikan Karakter Warga Negara: Kritik Pembangunan


Karakter Bangsa. Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia.

__________________. 2013. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan


Dalam Kurikulum 2013. Kuliah Umum Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universiatas Ahmad Dahlan,
Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 15 September 2013, h.5-6.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suparlan Al Hakim dkk. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks


Indonesia. Malang: Madani.

Suyanto & Asep Djihad. 2012. Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru
Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Tobroni. 2010. Pengembangan Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran.


Diakses dari http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/11/29/pengembangan-

100
profesionalisme-guru-dalam-pembelajaran/ pada 24 April 2016 pukul
22.00.

Trisnowaty Tuahunse. 2009. Hubungan Antara Pemahaman Sejarah


Pergerakan Nasional Indonesia Dengan Sikap Terhadap Bela Negara.
Dalam Jurnal Kependidikan Vol. 39 No. 1, Mei 2009, Gorontalo: Jurusan
Pendidikan Sejarah, FIS Universitas Negeri Gorontalo.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Winarno. 2012. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Yulianto Hadi & Djoko Suryo. (2014). Dinamika Penanaman Nilai-Nilai


Bela Negara Kadet Maguwo Dalam Perspektif Historis. Dalam Jurnal
Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Vol. 2 No. 2, 2014,
Yogyaarta: Universitas Gajah Mada & Universitas Negeri Yogyakarta.

101

Anda mungkin juga menyukai