Anda di halaman 1dari 7

Daya Dukung Pondasi Dangkal Berdasarkan

Hasil Data Uji Lapangan


Data Uji Sondir

Berdasarkan hasil uji lapangan sondir, rumus daya dukung Terzaghi dapat digunakan
dengan memberikan faktor daya dukung yang disesuaikan oleh Schmertmann dengan tahanan
ujung konus sondir (qc dalam satuan kg/cm2 ) sebagai berikut (Schmertmann-1978 dalam
Bowles-1988):

dimana qc adalah nilai rata-rata tahanan konus untuk interval ½ B ke atas sampai dengan
1.1 B di bawah dasar rencana pondasi (lihat Gambar di bawah). Kedalaman dasar pondasi (D)
untuk rumusan ini hanya diperuntukkan hingga 1.5 dari lebar pondasi (B). Selanjutnya
berdasarkan grafik yang dikeluarkan Schmertmann dan jenis tanah pada lapisan dasar pondasi,
pendekatan empiris diatas dibagi menjadi dua:

Untuk tanah berbutir (tidak kohesif)


untuk pondasi menerus

untuk telapak bujursangkar

Untuk tanah lempung (kohesif)


untuk pondasi menerus

untuk telapak bujursangkar


Meyerhof (1956) juga mencoba rumusan empiris untuk mengkorelasikan nilai tahanan
konus sondir pada tanah pasir dengan nilai tumbukan uji penetrasi standar (Nspt) yaitu :

Selanjutnya nilai tersebut digunakan untuk perhitungan daya dukung pondasi dangkal
berdasarkan rumusan empiris untuk Nspt dari Meyerhof dengan batas penurunan 25 mm.

Nilai rata-rata qc untuk perencanaan pondasi dangkal

Selain itu juga diajukan daya dukung bersih dari pondasi untuk dengan batas penurunan
ijin 25 mm sebagai berikut:

Untuk lebar pondasi (B) < 1.22 m

Untuk lebar pondasi (B) > 1.22 m

Dimana :
qall(net) adalah daya dukung izin bersih dari pondasi
qc = nilai tahanan konus dari sondir (kg/cm2)
B adalah lebar pondasi dalam satuan (m)
Data Uji SPT

Meyerhof (1956) mengajukan rumusan empiris untuk mengestimasi daya dukung izin dari
sebuah pondasi dangkal pada tanah pasir (non-kohesif) dengan batasan (asumsi) penurunan yang
terjadi tidak melebihi 25 mm, yaitu:
Untuk lebar pondasi (B) < 1.22 m

Untuk lebar pondasi (B) > 1.22 m

Mengingat formula diatas adalah rumusan empiris, maka dalam penggunaannya satuan
yang ada harus disesuaikan, yaitu satuan B dalam satuan meter. Selanjutnya, konversi satuan
daya dukung dapat digunakan pendekatan yaitu 100 kN/m2 ≅ kg/cm2 (Nilai percepatan
gravitasi, g diambil sebesar 10m/dt2). Selain itu daya dukung diatas sudah merupakan daya
dukung izin bersih yang apabila dituliskan adalah sebagai berikut:

Dengan qu adalah daya kapasitas dukung batas, q’ = γ' D adalah berat tanah effektif diatas
dasar pondasi dan SF adalah faktor keamanan (biasanya 3 atau lebih). Untuk keperluan praktis
dapat digunakan rumusan berikut (ingat, B dalam satuan m):
untuk B<1.22 m

untuk B>1.22 m
Dengan mengembangkan rumusan yang dikeluarkan Meyerhof diatas, selanjutnya Bowles
(1977) (lihat juga dalam Das, 1990) telah mengusulkan rumusan yang didasarkan pada batasan
penurunan untuk nilai tertentu, sebagai berikut:
Untuk lebar pondasi (B) < 1.22 m

Untuk lebar pondasi (B) > 1.22 m

Dimana : Fd adalah factor kedalaman

S adalah penurunan maximum yang diperbolehkan untuk pondasi tersebut


S harus dalam satuan cm sedangkan B dalam satuan m

Dalam pemakaian rumus-rumus di atas, nilai NSPT yang digunakan hendaknya


merupakan nilai rata-rata pukulan dibawah dasar pondasi hingga kedalaman 2 sampai 3 lebarnya
(B) (lihat Gambar dibawah). Karena kedalaman tersebut yang dianggap menahan beban secara
dominan. Dalam hal perhitungan yang pesimis, pengambilan nilai NSPT dapat diambil pada nilai
yang terendah dalam rentang 0 s/d 3B dibawah dasar pondasi tersebut. Bila ditelaah dari
rumusan yang diajukan Bowles, jelas terlihat bahwa anggapan bahwa tanah berperilaku secara
elastis sempurna. Dengan kata lain bahwa daya dukung tanah berbanding lurus dengan
penurunan yang terjadi. Hal ini sangat tidak sesuai untuk penurunan yang besar. Untuk itu dalam
pemakaiaanya sangat tidak dianjurkan untuk penurunan yang lebih dari 2.5 cm.

Dasar pemikiran pengambilan nilai 2.5 cm ( 1 inchi ) adalah merupakan nilai penurunan
maksimum izin dari pondasi yang dalam beberapa peraturan tentang penurunan izin yang
ditetapkan sebagai nilai batas. Selain penurunan diatas, pondasi juga tidak diizinkan mengalami
beda penurunan (differential settlement) antara dua titik dalam badan pondasi melebihi 1.9 cm (
3/4 inchi ). Penurunan - penurunan tersebut merupakan batasan maksimum yang ditentukan
untuk kebanyakan pondasi gedung.
Bidang konsentrasi tegangan dan nilai rata-rata SPT

Beberapa peneliti lain juga banyak yang mengusulkan estimasi daya dukung pondasi
dangkal secara empiris berdasarkan hasil pengujian SPT. Hal ini dikarenakan banyaknya
penggunaan pengujian SPT dan bervariasinya kondisi geologi dari tanah dasar pondasi.

Salah satu misalnya adalah Parry (1977) yang mengusulkan rumusan sederhana untuk
estimasi daya dukung pondasi diatas tanah tidak kohesif (pasir dsb.) sebagai berikut:
untuk D < B

Dengan N adalah nilai NSPT rata-rata dibawah dasar pondasi hingga ¾ B. Bila diambil
faktor keamanan SF=3 dan satuan daya dukung diatas diubah, maka daya dukung izin menjadi
begitu sangat sederhana serta mudah diingat dan juga menyerupai rumus Meyerhof (1956), yaitu:
untuk D < B

Keuntungan dari penggunaan rumusan berdasarkan pengujian lapangan, adalah tidak


perlunya mempertimbangkan pengaruh dari muka air tanah terhadap daya dukung pondasi.
Sebab nilai hasil pengujian telah merepresentasikan pengaruh muka air tanah tersebut. Namun
kedalaman muka air tanah perlu diperhatikan dalam perhitungan pengaruh daya angkat (up-lift)
untuk pondasi-pondasi yang dasarnya (ujung bawahnya) berada dibawah muka air tanah.

Pada jaman dahulu dimana melakukan perhitungan numerik tidak semudah saat ini, untuk
keperluan praktis di lapangan telah tersedia grafik yang dapat digunakan dalam menentukan daya
dukung izin bersih (qall(net) ) dari pondasi dangkal dengan kedalaman tertentu yang tidak lebih
dari lebarnya yang dibuat oleh Peck, Hanson dan Thornburn (1974). Hubungan empiris daya
dukung pondasi dengan nilai pukulan NSPT ini juga sama seperti yang sebelumnya, yaitu untuk
penurunan maksimum sebesar 2.5 cm ( 1 inchi).

Grafik ini memberikan daya dukung dari pondasi dangkal dengan kedalaman 1, ½ B dan ¼
B secara instan berdasarkan hasil uji pukulan SPT ( Gambar a s/d Gambar c). Dalam penggunaan
praktis, grafik ini sebaiknya dipakai sebagai pengontrol hitungan dengan rumusan empiris
lainnya.
Gambar a. Daya dukung izin berdasar nilai SPT untuk D= B

Gambar b. Daya dukung izin berdasar nilai SPT untuk D=1/2 B


Gambar c. Daya dukung izin berdasar nilai SPT untuk D=1/4 B

https://www.mekanikatanah.com/2018/08/daya-dukung-pondasi-dangkal-berdasarkan.html

Anda mungkin juga menyukai