DISAIN PENCAHAYAAN
A. Local Lighting
Untuk menghitung illuminasi pada titik, pada dasarnya merupakan prosedur
sederhana dari penentuan intensitas candela, jarak, dan sudut yang
ditentukan. Prosedurnya menggunakan inverse-square law sebagai berikut
(Fredrickson, 1981):
cd
FC cos
D2
Gambar 4-1
Hubungan fundamental antara kalkulasi titik dalam aplikasi inverse-square
law (Fredrickson, 1981)
- 89 -
Gambar 4-2
Lanjutan Hubungan fundamental antara kalkulasi titik dalam aplikasi
inverse-square law (Fredrickson, 1981)
Gambar 4-3
. Perhitungan illuminansi dari satu sumber cahaya (Egan, 1983)
Rumus Inverse square law diatas diuraikan dalam cara penulisan yang
berbeda oleh Egan (lihat Gambar 4-2) yaitu:
cp
E cos
r2
Ket: E = tingkat illuminansi (fc)
cp = candlepower dari sumber cahaya, bervariasi dengan sudut dari nadir (cd)
r = jarak antara sumber cahaya dengan titik yang dituju (ft)
= sudut antara cahaya dan permukaan normal
I (cd )
E (lux )
d 2 (m 2 )
Nilai dari lampu yang diberikan dan luminaire dapat dibaca dari kurva polar
untuk setiap arah ( ). Jika jarak diketahui, illuminansi ( E ) dapat dihitung
dengan rumus diatas. Untuk permukaan normal dari arah cahaya. Jika sudut
- 90 -
permukaan yang diilluminasi miring, rumus tersebut harus dikali dengan
cosinus sudut, ( ) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4-3.
Gambar 4-4
Iluminasi untuk permukaan yang dimiringkan (Szokolay, 1980)
Metode kalkulasi ini digunakan untuk desain pencahayaan lokal, seperti untuk
meja atau papan yang ditandai. Ini juga dasar metode point-by-point, yang harus
digunakan jika beberapa sumber ruang tak beraturan mengkontribusikan cahaya
pada permukaan tertentu (Szokolay, 1980).
Inverse square law dapat diadaptasikan sesuai keadaan dengan dasar hubungan
trigonometri. Gambar 44 memperlihatkan empat situasi yang sering terjadi, untuk
itu solusinya adalah sebagai berikut (Szokolay, 1980):
H 1 cos 1 cos 2
a. Sebagaimana cos , maka dan 2 ,
d d H d H2
jika En I / d 2 ,maka En = I/( cos2 /H2)
b. E = I cos 2 / H 2 cos
c. jika , maka Eh = I cos 2 / H 2
d. Ev I cos 2 / H 2 cos ; jika =(90o - ), cos(90o - )=sin ,
cos 2 sin
Ev I
H2
Pada kasus dimana sumber linear dengan panjang tak terukur, illuminansi hanya
- 91 -
(radian). Jika intensitas sumber ( I ) dibaca dari kurva polar, nilai J dapat
diestimasikan sebagai berikut (Szokolay, 1980):
kI
J
C
Ket: C = pusat ke pusat jarak (m) antara pipa dalam baris tunggal
k = koefisien, tergantung jenis luminaire :
1,6 untuk perfect diffusers
1,5 untuk average diffusers
1,3 untuk louvred luminaires
1,1 untuk deep louvres
Dengan demikian:
J
E cos
d
EL
Hindari menggunakan point source untuk illuminansi general pada kantor, ruang
kelas, dan ruang sejenis sebab ia dapat menghasilkan bayangan yang kasar dan
refleksi yang tidak nyaman.
Gambar 4-5
Illuminansi pada berbagai permukaan (Szokolay, 1980)
- 92 -
B. General lighting
Ketetapan ini digunakan untuk ruang yang didesain memiliki illuminansi
seragam, dimana pencahayaan minimum tidak lebih dari 70% dari cahaya
maksimum. Ini dapat dicapai dengan kontrol terhadap jarak terhadap rasio
tinggi kedalaman lampu. Jika kriteria kesamaan dapat dipenuhi, metode desain
pencahayaan lumen yang sangat sederhana (metode flux total) dapat
digunakan (Szokolay, 1980).
Gambar 4-6
Konsep flux total (Szokolay, 1980)
Output cahaya total dari semua lampu yang dipasang adalah i (installed
flux), dan flux yang sampai pada bidang kerja adalah r (flux receiver)
(Gambar 4-6). Yang terakhir selalu jauh lebih kecil dibanding yang lebih
dahulu, sebab sebagian dari cahaya terserap oleh luminaire, atau permukaan
dinding dan plafon. Rasio antara keduanya merupakan faktor utilisasi.
r r
UF i
i UF
Oleh karena ukuran illuminansi (lux) adalah flux per unit area (lm/m 2),
illuminansi rata-rata berlaku jika flux yang diterima dibagi pada area ruang
(misalnya, area bidang kerja) (Szokolay, 1980).
r r E A
E
A
E A
i
UF MF
- 93 -
i UF MF
E
A
Gambar 4-7
Perhitungan illuminansi dari banyak sumber cahaya(Egan, 1983)
C. Faktor Utilisasi
Gambar 4-8
Hubungan tingkat reflektansi plafon dan koefisien utilisasi (Egan, 1983)
Besarnya UF tergantung dari 5 faktor (Szokolay, 1980)
- 94 -
a. Properti luminaire
Luminaire yang tidak tertutup, atau yang memiliki permukaan reflektif
kurang sempurna menghasilkan lebih sedikit cahaya daripada cahaya
lampu, oleh karena itu memiliki nilai UF yang lebih rendah daripada
luminaire terbuka.
b. DLOR
Salah satu karakteristik luminaire. Cahaya dihasilkan mencapai bidang
kerja hanya setelah refleksi dari plafon dan dinding (tidak seluruhnya)
karena sebagian terserap oleh permukaan tersebut. Semakin besar DLOR
biasanya berarti UF yang lebih tinggi.
Ket: l = panjang
w = lebar
H m = mounting high, misalnya jarak vertikal antara bidang kerja dan luminaire
Gambar 4-9
Efek dari proporsi ruang (Szokolay, 1980)
- 95 -
Gambar 4-10
Grafik direct ratio (Szokolay, 1980)
Gambar 4-11
Hubungan tingkat RCR dan koefisien utilisasi (Egan, 1983)
Gambar 4-12
Hubungan tingkat LDD dan frekuensi pembersihan (Egan, 1983)
- 96 -
e. Direct ratio
Ini tergantung dari proporsi ruang dan luminaire, dan nilainya selalu kurang
dari satu. Ini memberi cahaya downward, dihasilkan dari luminaire dalam
instalasi general lighting konvensional, yang secara sengaja diarahkan pada
bidang kerja. Nilainya lebih rendah dengan ruang yang sempit (indeks ruang
kecil) dan luminaire yang memancarkan kebanyakan cahaya dengan cara
lain (BZ 10), dan nilai yang besar dengan ruang yang lebar (indeks ruang
besar) dan luminaire jenis downlighter (BZ 1). Hubungan antara ketiga faktor
tersebut ditampilkan secara grafik pada gambar 49.
Gambar 4-13
Data ruang untuk kalkulasi jumlah lampu cahaya (Darmasetiawan dan
Puspakesuma, 1991).
a..b h H ( p hN )
K
(a b).h
Keterangan :
K = Indeks ruang untuk menentukan faktor refleksi dari langit-langit, dinding, dan
lantai
p = panjang suspensi
h = jarak antara lampu dan bidang kerja
hN = tinggi dari lantai ke bidang, biasanya 0,75 m
- 97 -
E. A.P Konsumsi daya total (Watt) = N P
N
z. .B
Keterangan :
N = Jumlah armatur lampu yang dibutuhkan
E = tingkat penerangan yang dikehendaki (lux)
A1 = bidang kerja ruangan, misalnya meja kerja (m 2)
A2 = luas ruangan (m2)
P = faktor depresiasi atau faktor pemeliharaan, biasanya 1,25
B = faktor utilisasi/efisiensi ruangan (%)
z = jumlah lampu per armatur
= arus cahaya lampu (lm)
Berdasarkan rumus tersebut kita bisa menghitung jumlah lampu yang
dibutuhkan tergantung data ruangan, data lampu, data armatur, dan data
umum (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
e
70%
h
Keterangan:
e = jarak antara pusat lampu yang satu dengan yang lain
h = jarak antara lampu dengan bidang kerja
Kesamaan illuminansi terjadi jika nilai meaksimum dan minimum tidak lebih
dari 1/6 atas atau di bawah rata-rata. Dalam prakteknya pengaturan
luminaire seperti yang terlihat pada Gambar 53 akan memberikan distribusi
cahaya yang merata yang memuaskan. Formula berikut dapat digunakan
untuk menghitung nilainya (Fredrickson, 1981):
1. Untuk mounted luminaire individual, jarak dinding ke luminaire
seharusnya:
LLS
Jarak dinding ke luminaire=
3
Ket: LLS = jarak luminaire ke luminaire
2. Untuk jarak unit individual atau crosswise pada baris yang
berkelanjutan:
- 98 -
RW
Jumlah baris minimal =
MSA
Ket : RW = lebar ruang
MSA = jarak maksimum yang diijinkan
RL 4
Jumlah minimal unit per baris = , (diizinkan 1 ft end spacing)
LL 2
Ket : RL = panjang ruang
LL = panjang luminaire
Gambar 4-14
Jarak antara luminaire berdasarkan rasio jarak dan tinggi mounting
(Fredrickson, 1981)
S SR MH
Ket: SR = rasio jarak ( 0,5 untuk narrow beam spread; 0,6 hingga 0,9 untuk medium, dan
1,0 untuk wide)
MH = mounting height, atau tinggi dari bidang kerja ke sumber cahaya (ft)
- 99 -
Gambar 4-15
Highly concentrated (or narrow) beam spread (uneven illumination shown)
(Egan, 1983)
Gambar 4-16
Highly concentrated (or narrow) beam spread (uneven illumination shown)
(Egan, 1983)
- 100 -
b. Warna cahaya dan jumlah lux yang dibutuhkan
Tabel 4-1
Suhu warna yang diinginkan dan indeks minimum penampakan warna dari
NEN 3006 (Meijs, 1983)
Kualitas yang Indeks minimum Suhu warna
diinginkan penampakan yang diinginkan Contoh ruangan-ruangan
o
warna K
Sebaik Ruang penilaian warna dalam industri
90 6500 - 7400
mungkin tekstil, cat, dan grafika
Ruang untuk penelitian dan penanganan
Sebaik
± 4000 medis, ruang dalam museum dan
mungkin
industri grafika
Kantor, toko serba ada, gudang, dan
Baik ± 4000 bengkel, dimana perbedaan warna
penting
Ruang penjualan bahan makanan, ruang
Baik 80 ± 3000
pertemuan, ruang konferensi
Gang, tangga hall rumah, gudang, &
Sedang 60 ruang kerja dimana penampakan warna
dianggap tidak penting
Tidak perlu Bengkel cor, bengkel giling
Untuk memilih lampu yang tepat dan memiliki warna cahaya paling memadai
dan ekonomis menghasilkan cahaya paling besar, kita harus
mempertimbangkan kedua faktor berikut (Meijs, 1983):
1. suhu warna dari lampu dalam oK
2. indeks pancaran warna, merupakan ukuran objektif bagi kualitas
pancaran cahaya suatu sumber cahaya
Dengan suhu warna yang diinginkan dan dengan indeks pancaran warna kita
dapat mencari lampu yang paling tepat dalam tabel 13. Dalam hal ini dengan
sendirinya penting pula arus cahaya khusus, rendemen cahaya dari sebuah
lampu. Ternyata dalam prakteknya, suatu pancaran warna yang tepat sulit
disertai dengan hasil cahaya yang optimal. Dengan demikian harus
dipertimbangkan faktor yang diutamakan (Meijs, 1983).
Adapun untuk mengetahui jumlah lux yang dibutuhkan pada setiap ruangan
dapat dilihat pada tabel 4-2 hingga tabel 4-10.
- 101 -
Tabel 4-2
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan
untuk perkantoran (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
(lux) sejuk netral hangat
Kantor dengan pekerjaan
ringan 250 1 atau 2 1
R. Rapat 250 1 atau 2 1
Bagian pembukuan 250 1 atau 2 1
Stenografi 250 1 atau 2 1
Komputer 500 1 atau 2 1
Bagian gambar 1000 1 atau 2
R. biro besar 1000 1 atau 2
Tabel 4-3
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan
untuk bangunan industri (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
(lux) sejuk netral hangat
Pekerjaan kayu dengan mesin 500 2 2
Open dan pengecoran besi 120 3 atau 4 3 atau 4 3 atau 4
Machine hall 250 3 atau 4 1
Pekerjaan form dengan tangan
250 3 atau 4 3 atau 4 3 atau 4
dan mesin
Pekerjaan dengan mesin 250 2 2
Bagian kontrol dan pengukuran 1000 1 1
Reparasi arloji, grafik, kerajinan
2000 1 1
emas
Tabel 4-4
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan
untuk hotel dan gereja (Darmasetiawan & Puspakesuma, 1991)
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
(Lux) sejuk netral hangat
Kamar hotel, restoran 120 1
Hall, self service restaurant 250 1 atau 2 1 atau 2
Dapur hotel 500 1 atau 2 1 atau 2
Gereja 30 – 120 1 atau 2 1 atau 2
Tabel 4-5
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk
bangunan industri makanan (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
lux sejuk netral hangat
Pembungkusan 250 1 atau 2
Pabrik rokok dan cerutu 500 2
Pekerjaan di dapur 500 2
Dekorasi dan penyortiran 750 1 1
Kontrol warna 1000 1 1
- 102 -
Tabel 4-6
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk
ruang penjualan pameran (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih sejuk Putih Putih
(Lux) netral hangat
Pameran, museum, pameran
250 1 1
lukisan
Fair hall 500 1 atau 2 1 atau 2
Gudang 120 3 3
R. penjualan 250 1 atau 2 1 atau 2
Supermarket 750 1 atau 2 1 atau 2
Shopping centre 500 1 atau 2 1 atau 2
Etalase toko 1000 kombinasi
Tabel 4-7
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan
untuk bangunan kerajinan dan pertukangan
(Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
(lux) sejuk netral hangat
Pengecatan dan pemasangan
karpet – dinding 250 2
Pekerjaan gelas mosaik 500 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
Salon 750 1 1 1
Pekerjaan kayu, lem,
pemotongan 250 3 1
Pengecatan 500 1 atau 2 1 atau 2
Tabel 4-8
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk
bangunan sekolah (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
(Lux) sejuk netral hangat
R. kelas, aula, ruang musik 250 1 atau 2 1 atau 2
Laboratorium 500 1 atau 2 1 atau 2
Pekerjaan tangan 500 1 atau 2 1 atau 2
Perpustakaan 500 1 atau 2 1 atau 2
Sekolah (SLB) 500 1 atau 2 1 atau 2
P3K 500 1 atau 2 1 atau 2
R. seminar besar 500 1 atau 2 1 atau 2
Tabel 4-9
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk
ruang samping (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
(lux) sejuk netral hangat
Ganti pakaian, kamar mandi,
toilet, tangga, gang, hall 60 2
dengan pengunjung sedikit
Hall dengan pengunjung
120 2
banyak
- 103 -
Tabel 4-10
Tingkat penerangan, warna cahaya, dan Ra yang dianjurkan untuk
perumahan (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tingkat Warna cahaya
Jenis ruang penerangan Putih Putih Putih
lux sejuk netral hangat
Tangga 60 1 1
Teras depan 60 1 atau 2 1
R. makan 120 – 250 1 atau 2 1
R. tamu 120 – 250
R. kerja 120 – 250 1 1 1
R. tidur anak 120 1
R. tidur orang tua 250 1 atau 2 1
K. mandi 250 1
Dapur 250 1 1
Gudang makanan 60 1 atau 2 1
R. samping 60 1 atau 2 1
R. cuci 250 1 atau 2 1
Besarnya penerangan atau jumlah lux yang dianjurkan untuk siang ataupun
malam hari besarnya sama, yang berbeda adalah jumlah lumen dari lampu
yang dibutuhkan. Pada waktu siang hari cahaya matahari yang masuk
melalui jendela harus ikut diperhitungkan pada waktu menghitung jumlah
lampu yang dibutuhkan. Adapun pada malam hari, penerangan hanya
bergantung pada cahaya buatan. Jadi pemakaian jumlah lampu malam hari
jauh lebih banyak dibanding siang hari. Besar penerangan yang dianjurkan
untuk suatu ruang kerja harus dibedakan, artinya antara general lighting
untuk seluruh ruangan dan penerangan untuk bidang kerja (Darmasetiawan
dan Puspakesuma, 1991).
Warna cahaya dari sumber cahaya harus disesuaikan terhadap tahap
cahaya. Jika tahap cahaya meningkat maka sumber cahaya harus
meningkat pula yang artinya sumber cahaya harus berwarna lebih putih
(Meijs, 1983).
- 104 -
Tabel 4-11
Cahaya yang dikeluarkan, direfleksikan, dan diserap oleh armatur lampu kaca
(Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991).
Tebal Daya Daya Daya
Jenis kaca lampu transmisi refleksi serap
mm % % %
Bola kaca bening permukaan rata 1–4 92 - 90 6-8 2–4
Kaca prisma 3-6 90 - 70 5 - 20 5 – 10
Kaca yang memakai ornamen 3-6 90 – 60 7 - 20 3 – 20
Kaca warna susu 2-3 88 - 82 7 – 88 5 – 10
Acrylic putih susu 2-3 60 - 40 20 – 40 10 – 20
14 8 112
maka indeks ruang: RI 2,9
14 8 1,75 38,5
Illuminansi sebesar: E = 300 lux
- 105 -
Lampu tersebut di atas merupakan lampu putih hangat, yang memberikan
render warna yang sangat sedikit. Lampu dengan render warna yang lebih
baik memberikan output yang lebih kecil, jadi faktor koreksi harus
diaplikasikan.
Tabel 4-12
Data lampu untuk perencanaan pencahayaan (Szokolay, 1980)
Jenis lampu Wattage Ballast load Lumen output (lm)
(W) (W)
1 Incasdescent
Pear-shaped (240 V) 25 - 200
40 - 325
60 - 575
100 - 1.160
150 - 1.960
200 - 1.720
Mushroom-shaped 40 - 380
60 - 640
100 - 1.220
2 Sodium*
SOX 35 20 4.200
HPS 250 30 19.500
3 Mercury*
MB 80 15 2.700
MBI 400 50 28.000
MBF 50 15 1.750
MBT 100 - 1.250
4 Fluorescent
0,6 m 20 5 1.050
0,6 m 40 8 1.550
1,2 m 40 10 2.650
1,5 m 50 20 3.100
1,5 m 65 15 4.400
1,5 m 80 15 4.850
Ket : * Lampu terkecil dari tiap tipe ditampilkan. Batas yang lebih tinggi sekitar 200.000 lm
Tabel 4-13
Koreksi output lumen pada lampu fluorescent (Szokolay, 1980)
Warna Koreksi output lumen
Warm white, white 1,00
Daylight 0,95
Natural 0,75
Warmtone 0,70
De luxe warm white 0,65
Warna 32 atau 34 0,65
Colour matching 0,65
Kolor-rite 0,65
De luxe natural 0,55
Softone 27 0,55
Trucolor 37 0,55
Artificial daylight 0,40
- 106 -
Tabel 4-14
Jarak yang direkomendasikan (Szokolay, 1980)
Type of fitting Maximum End fitting to Work position
spacing wall next to wall
General diffusing and direct fittings 1,4 H m 0,75 H m 0,5 H m
Concentrated reflector fittings Hm 0,5 Hm 0,5 Hm
Indirect and semi-indirect (mounted
0,25 hingga 0,3 H c below ceiling
1,5 Hc 0,75 Hc 0,5 Hc
Gambar 4-17
Layout general lighting (dari contoh tugas) (Szokolay, 1980)
- 107 -
Tabel 4-15
Faktor utilisasi (Szokolay, 1980)
Reflectance of ceiling and walls (%)
Room
Diffuser 70
index
50 30 10
Bare lamp on ceiling or batten 0,6 0,29 0.24 0,19
fitting (DLOR= 65%) 0,8 0,37 0,31 0,27
1,0 0,44 0,37 0,33
1,25 0,49 0,42 0,38
1,5 0,54 0,47 0,42
2,0 0,60 0,52 0,49
2,5 0,64 0,57 0,53
3,0 0,67 0,61 0,57
4,0 0,71 0,66 0,62
5,0 0,74 0,70 0,66
Enamelled reflector or open 0,6 0,36 0,31 0,28
through (DLOR=75%)
0,8 0,45 0,40 0,37
1,0 0,49 0,45 0,40
1,25 0,55 0,49 0,46
1,5 0,58 0,54 0,49
2,0 0,64 0,59 0,55
2,5 0,68 0,63 0,60
3,0 0,70 0,65 0,62
4,0 0,73 0,70 0,67
5,0 0,75 0,72 0,69
Enclosed plastic diffuser 0,6 0,27 0.21 0,18
(DLOR = 50%) 0,8 0,34 0,29 0,26
1,0 0,40 0,35 0,31
1,25 0,44 0,39 0,35
1,5 0,47 0,42 0,38
2,0 0,52 0,47 0,44
2,5 0,55 0,51 0,48
3,0 0,58 0,54 0,51
4,0 0,61 0,57 0,54
5,0 0,63 0,59 0,57
Recessed modular diffuser or 0,6 0,21 0.18 0,16
shallow ceiling mounted 0,8 0,28 0,24 0,22
diffusing panel (DLOR = 50%) 1,0 0,32 0,29 0,26
1,25 0,35 0,32 0,29
1,5 0,37 0,34 0,31
2,0 0,41 0,37 0,35
2,5 0,43 0,40 0,38
3,0 0,45 0,42 0,40
4,0 0,47 0,44 0,43
5,0 0,49 0,46 0,45
Enclosed opal diffuser (DLOR 0,6 0,23 0.18 0,14
= 45%) 0,8 0,30 0,24 0,20
1,0 0,36 0,29 0,25
1,25 0,41 0,34 0,29
1,5 0,45 0,39 0,33
2,0 0,50 0,45 0,40
2,5 0,54 0,49 0,44
3,0 0,57 0,52 0,48
4,0 0,60 0,56 0,52
5,0 0,63 0,60 0,56
- 108 -
Pembagian panjang terdiri dari enam luminaires yang tiap barisnya akan
berjarak 14/6 = 2,33 m, yang masih beada dalam batas yang ditentukan.
Dari titik pandang output lumen dengan luminaires sembilan pipa ganda
dapat digunakan, tapi jarak batas akan berlebihan dan illuminansi bidang
kerja akan menjadi tidak sama. Layout final dapat kita lihat pada gambar 56.
Tabel 4-16a
Cavity ratios (Fredrickson, 1981)
- 109 -
Tabel 4-16c (lanjutan)
Cavity ratios (Fredrickson, 1981)
Gambar 4-18
Koefisien utilisasi (Fredrickson, 1981)
- 110 -
Gambar 4-19
Faktor LLD (Luminaire dirt depreciation) untuk enam kategori
luminaire dan lima tingkat kekotoran (Fredrickson, 1981)
- 111 -
Gambar 4-20
Faktor RSDD (Room surface dirt depreciation) (Fredrickson, 1981)
- 112 -
Gambar 4-21
Prosedur untuk menentukan koefisien utilisasi cahaya untuk peralatan
floodlighting (Fredrickson, 1981)
- 113 -
E. ESI dan Konsumsi Energi
Gambar 4-22
Contoh sistem pencahayaan dan tingkat illuminansi (Egan, 1983)
- 114 -
Luminous ceiling menyajikan illuminansi yang rendah (kurang dari 250 fL).
Banyak aplikasi dari luminous ceilings yang monoton, menghasilkan keadaan
langit pada elevasi yang rendah. Pada alam, keberadaan awan menjadikan
keadaan langit yang berubah-ubah sehingga memberikan penglihatan yang
menarik (Egan, 1983).
Gambar 4-23
Contoh Luminous ceiling (Egan, 1983)
Gambar 4-24
Contoh detail panel elemen (Egan, 1983)
- 115 -
F. Penentuan Tata Letak dan Jenis Armatur Lampu dan Aplikasinya
Data yang harus dimiliki sebelum merancang tata letak lampu adalah
sebagai berikut (Darmasetiawan dan Puspakesuma, 1991) :
a. Jenis ruangan
b. Denah, potongan ruang skala 1:100, untuk detail 1 : 50
c. Bahan dan warna dari plafon, dinding, dan lantai
d. Bahan dan warna dari plafon, dinding, dan lantai
e. Bahan dan warna barang yang dikerjakan
f. Pada pabrik harus diketahui tata letak mesin dan jalannya produksi
g. Pada ruang kantor harus diketahui apakah meja kerjanya fleksibel atau
sudah tetap, dan jenis pekerjaannya, juga harus diketahui ruang kerja
massal atau perorangan
h. Pada ruang penjualan harus diketahui tata letak ak, vitrin, dan barang apa
saja yang dijual
i. Pada etalase harus diketahui keadaan sekeliling dan letak toko
Data tersebut dijadikan dasar untuk penentuan faktor-faktor pencahayaan
berikut ini:
- 116 -
Pemilihan jenis lampu yang tepat tergantung dari jenis ruang, desain
ruang, jenis barang yang ada di dalam ruang, dan jenis cahaya yang
diinginkan. Berikut ini adalah beberapa model armatur lampu tertentu
berkaitan dengan jenis ruang, penggunaan, keuntungan, dan
pemasangannya, serta efeknya terhadap suasana ruang.
a. Down light
Armatur lampu dipasang di dalam ceiling (terbenam), sebagian
terbenam, atau di permukaan dan menggunakan lampu-lampu jenis pijar,
PL, SL, atau halogen. Spesifikasi down light yaitu :
b. Spot light
Armatur lampu dipasang di permukaan, menempel ke plafon, dapat
berdiri sendiri atau memakai sliding spot rail. Spesifikasi spot light yaitu :
- 117 -
diinginkan dan spot light dapat dikombinasikan dengan model spot
light tipe lain sesuai kebutuhan
d) Dapat menimbulkan aksen yang khas
4) Pemasangannya dengan cara dipasang menempel di ceiling.
c. Lampu bak
Lampu bak dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu yang
dipasang dalam ceiling (terbenam) dan dipasang menggantung/menempel
di ceiling (timbul). Jenis dan bentuk armatur lampu bak, yaitu :
- 118 -
4) Lampu bak dengan reflektor, misalnya RM 300, Passat, Orion dengan
komponen lampu jenis TL, serta RMPL dan SMPL dengan komponen
lampu jenis PL
a) Penggunaannya paling ideal untuk kantor, supermarket, dan ruang
penjualan.
b) Keuntungannya yaitu karena penyinarannya ke bawah sehingga
betul-betul efektif dan energi yang terbuang relatif sedikit, selain itu
adanya reflektor memungkinkan tidak terjadinya silau.
c) Pemasangannya dengan cara dipasang menempel atau
menggantung atau masuk ke dalam ceiling dan dapat disesuaikan
dengan konstruksi ceiling.
5) Integrated diffuser
Integrated diffuser adalah lampu bak dengan reflektor yang dalam
konstruksinya dikombinasikan dengan pengaturan udara (central AC).
- 119 -
suatu tugas visual tertentu yang memerlukan tingkat pencahayaan yang lebih
tinggi (Soegijanto, 1998).
Sebagai contoh untuk suatu ruangan dengan ukuran sedang (7,2 m x 7
m x 3 m) dengan jendela menerus pada dinding, WWR = 40%, transmitansi
(Tris) kaca 0,85 dan reflektansi permukaan dalam ruangan = 55%, FP pada
sumbu ruangan sebagai fungsi dari jarak terhadap bidang lubang cahaya
untuk kondisi langit overcast, dapat dilihat pada gambar 64 (Soegijanto, 1998).
Dari gambar 4-23 dapat dilihat bahwa pada jarak lebih besar dari 3m dari
langit lubang cahaya, FP akan lebih rendah dari 2%. Atau tingkat
pencahayaan minimal 200 lux antara jam 8.00 – 16.00 dengan faktor
kegagalan 10%. Jika ketinggian matahari yang lebih besar misalnya sekitar
tengah hari, jarak tersebut akan menjadi lebih besar. Sedangkan kalau langit
mendung, jarak tersebut akan menjadi lebih kecil. Jika diinginkan seluruh
ruangan dapat digunakan misalnya untuk ruang kuliah yang memerlukan
tingkat pencahayaan minimal 200 lux atau FP = 2%, maka bagian ruangan
tersebut memerlukan tambahan dari pencahayaan buatan (Soegijanto, 1998).
Gambar 4-25
Tingkat pencahayaan alami sebagai fungsi dari jarak terhadap bidang lubang
cahaya; langit overcast, WWR = 40%, Tris = 85%, = 55%
(Soegijanto, 1998)
- 120 -
pencahayaan, maka lingkungan visual menjadi kurang nyaman. Hal ini
khususnya akan dialami oleh orang yang bergerak dari dekat lubang cahaya
ke daerah dekat dinding di seberangnya, karena perbandingan tingkat
pencahayaan pada kedua daerah tersebut melebihi 10:1 (Soegijanto, 1998).
2. Pencahayaan tambahan
Pencahayaan tambahan dari pencahayaan buatan yang diperlukan untuk
menambah tingkat pencahayaan alami, sebaiknya diperoleh dari instalasi
pencahayaan buatan untuk pencahayaan malam hari. Jadi tidak
menggunakan instalasi khusus, sehingga akan menghemat biaya dan
menyederhanakan instalasi (Soegijanto, 1998).
Caranya adalah dengan menyalakan sebagian dari lampu yang terpasang
untuk menaikkan tingkat pencahayaan di tempat yang diperlukan (lihat
gambar 65). Pencahayaan tambahan dari pencahayaan buatan, disebut
sebagai Permanent Supplementary Artificial lighting Of Interiors (PSALI)
(Soegijanto, 1998).
Gambar 4-26
Gabungan pencahayaan alami dan buatan (Soegijanto, 1998)
- 121 -
sedang daerah yang lebih dalam mungkin masih memerlukan penambahan
pencahayaan dari sebagian lampu yang terpasang (Soegijanto, 1998).
Perbedaan penggunaan energi dari seluruh lampu yang terpasang terhadap
energi dari sebagian lampu yang digunakan pada siang hari inilah sebagai
energi yang dapat dihemat pada siang hari karena pemanfaatan pencahayaan
alami (Soegijanto, 1998).
4. Pengendalian pencahayaan
Untuk menambah atau mengurangi tingkat pencahayaan gabungan, cahaya
dari lampu perlu dikendalikan dengan alat pengendali dan sensor cahaya
(Soegijanto, 1998).
Alat pengendali dapat berupa tombol nyala-mati atau peredup (dimmer), yang
bekerja secara manual atau otomatis. Tombol nyala-mati dapat menambah
atau mengurangi secara perlangkah (step control) sedang peredup adalah
secara menerus. Alat pengendali otomatis akan dapat mengikuti dengan cepat
perubahan dari pencahayaan alami, sehingga akan lebih efektif dalam usaha
hemat energi. Pengendalian biasanya dilakukan melalui penyala-matian atau
peredupan dari baris-baris lampu yang sejajar bidang lubang cahaya
(Soegijanto, 1998).
H. Bahan Evaluasi/Tugas 1
Membuat uraian tentang Pencahayaan Buatan dalam bentuk (pilihan):
- Clipping materi dari buku/jurnal/internet + Simpulan/komentar.
- Makalah yang disusun atas: Pendahuluan, Studi Pustaka, Studi
kasus/aplikasi dan Simpulan + Rujukan.
- 122 -
- Terjemahan dari Textbook/Jurnal : Terjemahan, Simpulan dan Lampiran
copy materi.
Dibuat di Kertas Ukuran A4 atau dalam CD atau File PDF di kirim ke email:
yb8bri1953@gmail.com atau sesuai informasi selanjutnya (komputer font 12 Arial
atau tulis tangan).
- 123 -