Anda di halaman 1dari 146

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
JL. GUDANG UTARA NO. 25-26, BANDUNG
PERIODE 1 – 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MELISA, S.Farm.
1106047190

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
JL. GUDANG UTARA NO. 25-26, BANDUNG
PERIODE 1 – 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker

MELISA, S.Farm.
1106047190

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

ii

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)di
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) yang
telah dilaksanakan pada tanggal 1 – 30 April 2013, serta dapat menyelesaikan
laporan tugas umum ini dengan tepat waktu.
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan
keterampilan mahasiswa, serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh
selama perkuliahan. Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan dan kerendahan
hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kolonel Ckm Drs. Hidayatul Rachman, Apt., M.Si, selaku Kepala Lembaga
Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yang telah memberikan izin
dan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
2. Letnan Kolonel Ckm Tantri Murdoyo, S.Si., Apt., selaku Perwira Ahli
Manajemen Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat,
selaku Koordinator Praktek Kerja Mahasiswa di Lembaga Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
3. Letnan Kolonel Ckm (K) Dra. Nur Laila, Apt., M.Si., selaku Kepala Bagian
Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat dan sebagai pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
4. Letnan Kolonel Ckm Drs. Junaedi, Apt., selaku Kepala Instalasi Produksi
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai
pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap Apt.,M.S. Selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


6. Dr. Harmita, Apt. Selaku Kepala Program Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
7. Dra. Maryati K., M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8. Seluruh Staf dan karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat serta semua pihak yang telah membantu selama Praktek
Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad.
9. Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
10. Teman-teman PKPA selama di Lafi Ditkesad dari UMP, UMS, UNAND,
UNPAD, UNJANI, USB, UAD, STFB, dan Poltekkes TNI AU atas cerita
indahnya selama kurang lebih satu bulan.
11. Teman-teman Apoteker Angkatan LXXVI atas semangat, dukungan dan kerja
sama selama ini.
12. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, dukungan, semangat, dan perhatian
kepada Penulis sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat
tercapai.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis
selama pelaksanaan PKPA ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Namun demikian harapan penulis semoga pengetahuan dan pengalaman yang
penulis dapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pengabdian penulis di masa mendatang dan memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi para pembaca.

Penulis

2013

v Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas
Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Melisa, S.Farm.
NPM : 1106047190
Program Studi : Profesi Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Laporan Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan


Angkatan Darat Bandung Periode 1 – 30 April 2013”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 29 Juni 2013
Yang menyatakan

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM......................................................................... 4
2.1 Industri Farmasi........................................................................ 4
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ......................................... 4
2.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi ............................ 4
2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ..................... 5
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................... 5
2.2.1 Manajemen Mutu ......................................................... 6
2.2.2 Personalia ..................................................................... 7
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ................................................ 8
2.2.4 Peralatan ...................................................................... 8
2.2.5 Sanitasi dan Higiene ..................................................... 9
2.2.6 Produksi ........................................................................ 9
2.2.7 Pengawasan Mutu ........................................................ 10
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ...................................... 11
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian .................................... 12
2.2.10 Dokumentasi ................................................................. 13
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ............. 13
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ............................................... 13
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT .............. 15
3.1 Perkembangan Lafi Ditkesad ................................................... 15
3.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Lafi Ditkesad......................... . 16
3.2.1 Tugas (melaksanakan Fungsi Utama)........................... 17
3.2.2 Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Militer) ..... ...... 17
3.2.3 Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Pembinaan) ..... 17
3.3 Struktur Organisasi dan Ketenagaan ....................................... 17
3.3.1 Struktur Organisasi ...................................................... 17
3.3.2 Kualifikasi Tenaga Kerja di Lafi Ditkesad .................. 18
3.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Personil .......................... 19
3.4 Sertifikasi CPOB ..................................................................... 23
vii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


3.4.1 Sediaan Betalaktam ...................................................... 23
3.4.2 Sediaan Non Betalaktam............................................... 23
3.5 Kegiatan Lafi Ditkesad ............................................................ 23
3.5.1 Perencanaan dan Pengadaan Barang ............................ 23
3.5.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu) ..... 25
3.5.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan
(Installitbang)................................................................ 26
3.5.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod) ..................... 27
3.5.5 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan) .......... 35
3.5.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang
(Instalhar dan Sisjang) ................................................. 37
3.5.7 Dokumentasi ................................................................. 43
BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 45
4.1 Manajemen Mutu...................................................................... 45
4.2 Personalia ................................................................................. 46
4.3 Bangunan dan Fasilitas ............................................................. 47
4.4 Peralatan ................................................................................... 49
4.5 Sanitasi dan Higiene ................................................................. 50
4.6 Produksi .................................................................................... 51
4.7 Pengawasan Mutu ..................................................................... 52
4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ................................................... 53
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian............................................ 54
4.10 Dokumentasi ............................................................................. 54
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ........................ 55
4.12 Kualifikasi dan Validasi ........................................................... 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 58
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 58
5.2. Saran ........................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 59

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Ditkesad .................................................... 60


Lampiran 2. Struktur Organisasi Lafi Ditkesad ............................................ 61
Lampiran 3. Sistem Pengawasan Mutu Lafi Ditkesad .................................. 62
Lampiran 4. Blanko Catatan Pengujian Bahan Baku .................................... 63
Lampiran 5. Blanko Hasil Pengujian Laboratorium ..................................... 64
Lampiran 6. Blanko Catatan Pengujian Tablet/Kapsul ................................. 65
Lampiran 7. Blanko Catatan Pengujian Larutan/Sirup/Injeksi/Salep/Krim.. 66
Lampiran 8. Label Karantina, Diluluskan, dan Ditolak ................................ 67
Lampiran 9. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet ....................................... 68
Lampiran 10. Alur Proses Produksi Sediaan Kapsul ...................................... 69
Lampiran 11. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup ......................................... 70
Lampiran 12. Alur Proses Produksi Sirup Kering .......................................... 71
Lampiran 13. Alur Sistem Pengolahan Air ..................................................... 72
Lampiran 14. Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah .................................. 73
Lampiran 15. Instalasi AHU Lafi Ditkesad .................................................... 74
Lampiran 16. Alur Proses Penerimaan dan Pengeluaran Barang di Instalasi
Penyimpanan ............................................................................ 75
Lampiran 17. Sertifikat CPOB ........................................................................ 76
Lampiran 18. Produk Lafi Ditkesad ................................................................ 77
Lampiran 19. Daftar Produk Obat Lafi Ditkesad ............................................ 78

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kualifikasi Pendidikan Militer dan PNS LAFI DITKESAD


per Bulan Januari 2013.................................................................. 18

x Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) merupakan salah
satu bagian dari elemen militer bangsa. Aspek kesehatan di lingkungan militer
dapat mempengaruhi kinerja pertahanan serta perlawanan terhadap berbagai
bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang berasal dari luar
maupun dalam negeri. Dalam menjalankan tugasnya sebagai benteng pertahanan
negara maka aspek kesehatan dari para anggota militer TNI AD juga harus
senantiasa diperhatikan.
Dalam rangka menjamin tersedianya sarana kesehatan yang baik bagi
prajurit TNI AD, Pemerintah kemudian membentuk suatu lembaga yang disebut
sebagai Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Ditkesad) yang mana salah satu
bagiannya adalah Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi
Ditkesad). Adapun fungsi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan
Darat (Lafi Ditkesad) adalah memproduksi obat-obatan yang bermutu, aman dan
berkhasiat yang dibutuhkan oleh seluruh prajurit, PNS TNI AD, dan keluarganya
di seluruh indonesia.
Industri farmasi di Indonesia harus mampu menciptakan produk yang
bermutu, aman dan berkhasiat agar dapat bersaing serta dapat diterima oleh
masyarakat luas. Langkah utama untuk menjamin mutu dari produk obat yang
dihasilkan adalah dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
Mutu dari produk obat yang dihasilkan tidak dapat hanya mengandalkan hasil
pengujian akhir saja tetapi yang terpenting adalah bahwa mutu harus dibangun ke
dalam produk (built in quality). Lafi Ditkesad sebagai salah satu industri farmasi
di Indonesia, merupakan industri yang secara berkesinambungan memerlukan
inovasi, organisasi dan sistem distribusi yang baik, serta pengaturan produk yang
ketat.
Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), setiap industri farmasi harus berusaha menjamin mutu obat yang

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


2

dihasilkan dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga


memenuhi syarat mutu yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan antara
lain pengadaan bahan baku, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan yang digunakan serta personalia yang terlibat dalam proses pembuatan
obat tersebut.
Pelaksanaan pedoman CPOB di industri farmasi membutuhkan peranan
Apoteker, sehingga seorang Apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai. Tuntutan tersebut dapat diperoleh salah satunya
melalui praktek kerja di industri farmasi yang telah melaksanakan produksi sesuai
dengan pedoman CPOB.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi merupakan
salah satu sarana bagi mahasiswa calon Apoteker untuk mendapatkan pengalaman
kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di
industri farmasi. Mahasiswa calon Apoteker tentunya telah dibekali pengetahuan
tentang teori yang ada di industri farmasi, namun itu saja tidak cukup. Mahasiswa
calon Apoteker harus mengetahui juga bagaimana praktek yang ada di lapangan
sebenarnya, sehingga ketika menjadi Apoteker bisa menerapkan ilmu dan
pengalaman yang dimiliki di dalam industri farmasi. Pembekalan berupa praktek
kerja di industri farmasi secara langsung sangat diperlukan untuk mendapatkan
gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab Apoteker di industri farmasi,
yang mana hal ini berkaitan dengan penerapan CPOB. Untuk mendukung kondisi
di atas, Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan Lafi Ditkesad dalam
bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA ini berlangsung pada
tanggal 1 - 30 April 2013. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat dipelajari
kondisi-kondisi khusus yang tidak ditemui dalam teori atau ilmu yang telah
didapatkan di perguruan tinggi.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bertujuan agar :
a. Mahasiswa profesi Apoteker dapat melihat secara langsung aktivitas yang
berlangsung dalam suatu industri farmasi.

2 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


3

b. Mahasiswa profesi Apoteker dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan


yang lebih luas tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi
terutama dalam hal penerapan CPOB di Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad).
c. Mahasiswa profesi Apoteker dapat memiliki wawasan dan pengetahuan
yang luas serta pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas
Apoteker di industri farmasi.
d. Mahasiswa mampu melakukan proses pabrikasi obat lengkap untuk satu
batch secara baik dan aman, sesuai dengan etika dan ketentuan yang
berlaku, serta memahami cara-cara pengelolaan industri farmasi.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi


2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah
melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku adalah
industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah semua
bahan baik bahan berkhasiat ataupun bahan tambahan yang digunakan dalam
proses pengolahan obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1990).

2.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi


Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.1799/Menkes/Per/XII/2010, Usaha Industri Farmasi wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Badan usaha berupa perseroan terbatas
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tepat paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanghung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu: dan
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasiaan.
Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Izin Usaha Industri Farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan

4 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


5

Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri
farmasi tersebut berproduksi, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal
Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. I tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya.
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan
hidup, yaitu memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat
CPOB.

2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi


Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:
a. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan usaha tanpa memiliki izin.
b. Tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama
tiga kali berturut-turut atau menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu.
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
e. Tidak memiliki ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2006).
CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur
atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk
menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan "Good
Manufacturing Practices" dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi,
sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


6

tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan


pengendalian mutu.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat essensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke
dalam produk tersebut (built in quality). Mutu obat tergantung pada bahan awal,
bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai dan personil yang terlibat.
CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar
mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila
perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu
obat yang telah ditentukan tetap dicapai.
Saat ini industri obat diwajibkan untuk melaksanakan produksi sesuai
aturan CPOB edisi 2006. Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi: manajemen
mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap
produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi,
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.
Berikut ini dijelaskan mengenai masing-masing aspek yang diatur dalam CPOB
edisi 2006.

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


7

mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen
mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya
b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan)
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. CPOB adalah
bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan
secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.

2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar, oleh
sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan
dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang
ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek
penerapan CPOB, tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam
tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan
Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama
tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


8

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau kepala bagian Pengawasan Mutu
harus independen satu terhadap yang lain.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah,
air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak
sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran
tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan
serta fasilitas hendaklah dibersihkan dan perlu didesinfeksi sesuai prosedur
tertulis yang rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan.
Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat
dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur
dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas
hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu
obat pasokan.

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


9

Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya.


Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga
tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor
tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan
adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar
mudah dibersihkan. Pembersihan peralatan dilakukan sesuai dengan prosedur
tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan
hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran
yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam
pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan, peralatan.
Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala
untuk cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar
(registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


10

produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses
produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia
sampai dengan pengemasan.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama
dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar
hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi.
Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh
karyawan yang melaksanakan tugas.

2.2.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan
sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi
dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian pengawasan
mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab
dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang
membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia
untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan
efektif dan dapat diandalkan.
Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


11

dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan


memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
poduksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program Inspeksi Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar
yang independen. Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara rutin dan disamping
itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi
atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan. Prosedur dan Catatan Inspeksi Diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Pada aspek–aspek Inspeksi Diri hendaklah dibuat daftar periksa Inspeksi
Diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa
Inspeksi Diri ini hendaklah mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB
yang meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan
bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi,
peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu,
dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat
atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan
keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan
perbaikan.
Inspeksi Diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik,
namun Inspeksi Diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


12

dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi Inspeksi Diri hendaklah
tertulis dalam prosedur tetap Inspeksi Diri.
Penyelenggaraan Audit Mutu berguna sebagai pelengkap Inspeksi Diri.
Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit Mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit Mutu juga dapat
diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk


dan Produk Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek
samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan
keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak
lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat
berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu
dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan
adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar
pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan
kesehatan. Penarikan produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau
penghentian pembuatan obat tersebut.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah
keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang
bersangkutan.
Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan,
penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan
apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah
dilakukan evaluasi secara kritis. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang
hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk
harus disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


13

lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak
mempunyai wewenang.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari Pemastian Mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil penerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, Prosedur, Metode dan instruksi, Laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
sangat penting.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara
jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak
harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu). Kontrak tertulis harus dibuat meliputi pembuatan dan atau
analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua
pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk
perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan
izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak hendaklah mengizinkan
pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Pelulusan akhir
dalam analisis berdasarkan kontrak harus diberikan oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) pemberi kontrak.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


14

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen
yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data
sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;
ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format
dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.
Protokol Validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
Laporan harus dibuat mengacu pada Protokol Kualifikasi dan/atau Protokol
Validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap
perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah
didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.
Kualifikasi terdiri dari:
a) Kualifikasi Desain
b) Kualifikasi Instalasi
c) Kualifikasi Operasional
d) Kualifikasi Kinerja
e) Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah
Operasional
Validasi terdiri dari:
a) Validasi Proses b) Validasi Pembersihan
c) Validasi Ulang d) Validasi Metode Analisis

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB III
TINJAUAN KHUSUS
LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN
DARAT

3.1 Perkembangan Lafi Ditkesad


Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu
pemerintah Belanda mendirikan sebuah lembaga yang dinamakan Militaire
Scheikundig Laboratorium (MSL). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat
pemeriksaan obat-obat kebutuhan tentara Belanda. Setelah zaman kemerdekaan,
lembaga ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan mengalami
beberapa kali penggantian nama dan perubahan fungsi hingga pada tahun 1985
dilakukan reorganisasi dari Lafi Ditkesad dan Dopusbekkes yang difungsikan
menjadi Lafi Ditkesad hingga tahun 2005. Mulai 1 April 2005 sampai sekarang
dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II (Gupus II) Ditkesad.
Berdasarkan Keputusan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
No.Kep/11/2004 Tanggal 30 Januari 2004 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga
Farmasi Angkatan Darat, Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan dan
perubahan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih
mengotimalkan kinerja personil dalam rangka menghadapi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi ini telah diterapkan sejak bulan
April 2006.
Departemen Kesehatan pada tahun 1992 melakukan audit dan menyatakan
bahwa Lafi Ditkesad belum memenuhi persyaratan CPOB. Pada tahun 1997
Departemen Pertahanan memberikan bantuan dana untuk mendirikan bangunan
atau pabrik baru yang dilaksanakan dalam tiga tahap pembangunan yaitu tahap I
pembangunan Betalaktam, Wastu dan Utility, tahap II pembangunan Non
Betalaktam dan gedung pengelola, tahap III pembangunan Sefalosporin. Pada
tahun 2000 dikeluarkan 4 sertifikat CPOB Betalaktam (tablet biasa antibiotika
penisilin dan turunannya, tablet salut antibiotika penisilin dan turunannya, kapsul
keras antibiotika penisilin dan turunannya dan suspensi kering oral antibiotika

15 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


16

penisilin dan turunannya). Tanggal 18 Juni 2001 diberikan sertifikat CPOB


Betalaktam (serbuk steril injeksi antibiotika penisilin dan turunannya). Tanggal 20
Mei 2006 dikeluarkan 5 sertifikat CPOB Non Betalaktam (tablet biasa non
antibiotika, tablet salut non antibiotika, kapsul keras non antibiotika, serbuk oral
non antibiotika dan cairan obat luar non antibiotika).
Kegiatan produksi Lafi Ditkesad pada mulanya bertempat di Jl. Gudang
Utara No. 25 Bandung. Namun seiring dengan tuntutan penerapan CPOB di
setiap industri farmasi yang dikeluarkan oleh Dirjen POM Depkes RI, maka
dilakukan pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No 26 Bandung yang
disesuaikan dengan persyaratan CPOB dan perkembangan industri farmasi. Surat
keputusan Dirjen POM Depkes RI No 02/01/2/4/96/665 tanggal 28 Februari 1996
menyatakan persetujuan terhadap Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam
rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad, sehingga pembangunan gedung baru dapat
dilaksanakan.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan
bagi TNI-Angkatan Darat, Lafi Ditkesad memiliki visi menjadi satu-atunya
lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu bagi TNI.
Seperti halnya dengan lembaga pemerintahan lain, Lafi Ditkesad juga mempunyai
misi, yaitu :
1. Mampu memenuhi kebutuhan obat Dukkes dan Yankes TNI AD
2. Pusat Litbang dan Informasi obat TNI AD
3. Mampu menjadi mitra industri farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan
nasional.

3.2 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Lafi Ditkesad


Lafi Ditkesad adalah badan pelaksana yang berkedudukan langsung di
bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad). Lafi Ditkesad mempunyai
tugas pokok membantu Dirkesad menyelenggarakan pembinaan dan
menyelenggarakan produksi, penelitian serta pengembangan obat dalam rangka
mendukung tugas pokok Ditkesad.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


17

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Lafi Ditkesad menyelenggarakan


tugas-tugas sebagai berikut :
3.2.1 Tugas (melaksanakan Fungsi Utama)
a. Fungsi penelitian dan pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan,
kegiatan dibidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode,
dan personil dalam rangka penyelenggaraan produksi obat.
b. Fungsi produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dibidang
produksi obat.
c. Fungsi pengawasan mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan
pemeriksaan fisik, kimia, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan
pendukung produksi, pengawasan selama proses produk antara produk
ruah dan produk jadi.
d. Fungsi pemeliharaan, meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan dibidang
pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, pengawasan mutu, dan
sistem penunjang.
e. Fungsi penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaaan, dan kegiatan di
bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan
pendukung produksi, peralatan dan obat jadi.

3.2.2 Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Militer)


Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dibidang intelijen, operasi,
personil, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan
dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.2.3 Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Pembinaan)


Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang latihan, kesatuan
dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.3 Struktur Organisasi dan Ketenagaan


3.3.1 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Lafi Ditkesad berdasarkan Peraturan Kasad No.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


18

Perkasad/219/XII/2007, tanggal 10 Desember 2007 dapat dilihat pada


Lampiran1.
Organisasi Lafi Ditkesad disusun sebagai berikut:
a. Eselon Pimpinan, terdiri dari:
1) Kepala Lafi Ditkesad (Kalafi Ditkesad).
2) Wakil Kepala Lafi Ditkesad (Wakalafi Ditkesad).
b. Eselon Pembantu Pimpinan, terdiri dari:
1) Perwira Ahli Lembaga Farmasi (Paahli Lafi Ditkesad).
2) Bagian Administrasi dan Logistik (Bagminlog).
c. Eselon Pelayanan
Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Situud).
d. Eselon Pelaksana, terdiri dari:
1) Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang).
2) Instalasi Produksi (Instalprod).
3) Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu).
4) Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan Sisjang).
5) Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan).

3.3.2 Kualifikasi Tenaga Kerja di Lafi Ditkesad


Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri atas personil militer
dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan keahliannya personil tersebut
terdiri dari Magister Farmasi, Apoteker, Sarjana Kimia, Sarjana Muda Kimia,
Sarjana Muda Analis Farmasi, Asisten Apoteker, Analis, Perawat Umum, SMU
dan tenaga lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3.1 Kualifikasi Pendidikan Militer dan PNS LAFI DITKESAD per
Bulan Januari 2013
No Kualifikasi Pendidikan Militer PNS Jumlah
1 S2 Farmasi 4 1 5
2 S2 Managemen 1 0 1
3 Apoteker 6 3 9
4 S1 Kimia 3 2 5

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


19

5 S1 Farmasi
6 Sarjana Lain-lain
7 SM. Kimia 1 1 2
8 D.3 Analis Medis/Kesehatan/Komp 2 2 4
9 Asisten Apoteker 4 5 9
10 Analis 1 2 3
11 Perawat Umum/Bidan 2 0 2
12 STM alkes/ SMF 0 0 0
13 SLTA (SMA, SMEA, STM, MAN) 26 70 97
14 SLTP (SMP, ST, SMEP) 1 16 17
15 SD 0 3 3
Jumlah 51 105 156

3.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Personil


Tanggung jawab personil di lingkungan Lafi Ditkesad telah ditentukan
sesuai surat Peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII/2007 tanggal 10 Desember
2007 adalah sebagai berikut:
a. Eselon Pimpinan
i. Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Kalafi
Ditkesad)
Kalafi Ditkesad dijabat oleh Perwira Menengah (Pamen) TNI AD,
berpangkat Kolonel Ckm yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Kesehatan TNI Angkatan Darat.
ii. Wakil Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat
(Wakalafi Ditkesad)
Wakalafi Ditkesad dijabat oleh seorang Pamen TNI AD, berpangkat
Letnan Kolonel Ckm, merupakan wakil dan pembantu utama Kalafi, yang
bertanggung jawab kepada Kalafi Ditkesad.
b. Eselon Pembantu Pimpinan
i. Perwira Ahli (Paahli)
Paahli Lafi dijabat oleh 3 (tiga) orang Pamen TNI AD berpangkat Letnan
Kolonel Ckm, terdiri dari Perwira Ahli Madya Manajemen Industri (Paahli Madya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


20

Jemen In), Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi (Paahli Madya Tekfi), dan
Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Paahli Madya
AMDAL). Paahli merupakan pembantu Kalafi yang bertanggung jawab
menyelenggarakan kegiatan di bidang keahlian Manajemen Mutu, Teknologi
Farmasi dan Analisa. Paahli Lafi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
bertanggung jawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
dikoordinasikan oleh Wakalafi.
ii. Bagian Administrasi Logistik (Bagminlog)
Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI AD berpangkat Letnan Kolonel Ckm,
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 2 (dua) Kepala Seksi yang masing-
masing dijabat oleh Pamen TNI AD berpangkat Mayor Ckm, yang terdiri dari:
1. Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran disingkat Kasirenprogar.
2. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat.
Kabagminlog dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari
bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari
dikoordinasikan oleh Wakalafi.

c. Eselon Pelayanan yakni Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Situud)
Kasituud dijabat oleh Pamen TNI AD berpangkat Mayor Ckm, yang
dibantu oleh tiga Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Perwira
Pertama (Pama) TNI AD berpangkat Kapten Ckm dan satu PNS Gol III serta satu
Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama TNI AD berpangkat Letnan Ckm, yang
terdiri dari:
i. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik (Kaurminperslog)
ii. Kepala Urusan Tata Usaha (Kaurtu)
iii. Kepala Urusan Dalam (Kaurdal)
iv. Perwira Urusan Pengamanan (Paurpam)
Situud dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab
kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh
Wakalafi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


21

d. Eselon pelaksana
Eselon pelaksana dijabat oleh lima Kepala Instalasi (Kainstal), yaitu :
i. Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Kainstallitbang)
Kainstallitbang dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan
Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kalafi.
Kainstallitbang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi
(Kasi) yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat
Mayor Ckm, yang terdiri dari Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan
Produksi (Kasilitbangprod) dan Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan
Sistem Metoda dan Personel (Kasilitbangsistodapers). Kainstallitbang dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi, dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.
ii. Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod)
Kainstalprod dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan
Kolonel Ckm yang dibantu oleh empat kepala seksi yang masing-masing dijabat
oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, dan satu PNS Golongan,
terdiri dari Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam (Kasidia Non Betalaktam),
Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin (Kasidia Sefalosporin), Kepala Seksi Sediaan
Betalaktam (Kasidia Betalaktam) dan Kepala Seksi Kemas (Kasi Kemas).
Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab
kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tuga ssehari-hari dikoordinasikan oleh
Wakalafi.
iii. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu (Kainstalwastu)
Kainstalwistu dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan
Kolonel Ckm dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab
kepada Kalafi. Kainstalwastu dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua
Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat
Mayor Ckm, terdiri dari Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika, dan Mikrobiologi
(Kasiuji Kifis dan Mikro) dan Kepala Seksi Inspeksi (Kasiinspek). Kainstalwastu
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi,
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


22

iv. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar dan


Sisjang)
Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat
Mayor Ckm. Kainstalhar dan Sisjang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kainstalhar dan sisjang dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing
dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm, terdiri dari Kepala
Urusan Pemeliharaan (Kaurhar) dan Kepala Urusan Sistem Penunjang
(Kaursisjang). Kainstalhar dan Sisjang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-
hari dikoordinasikan oleh Wakalafi dan bertugas antara lain: menyiapkan Sisjang
untuk mendukung kegiatan produksi dan membuat laporan kegiatan pemeliharaan
dan perbaikan kepada Kalafi.
v. Kepala Instalasi Penyimpanan (Kainstalsimpan)
Kainstalsimpan dijabat oleh pamen angkatan darat berpangkat Mayor
Ckm, dalam melaksanakan tugas dan kewajiban bertanggung jawab kepada
Kalafi. Kainstalsimpan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala
Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm dan
satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Letnan
Ckm, terdiri dari Kepala Urusan Penyimpanan Materiil Produksi
(Kaursimpanmatprod) dan Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi (Paursimpan
Obat Jadi). Kainstalsimpan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
bertanggung jawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
dikoordinasikan oleh Wakalafi.
vi. Kepala Instalasi Pemastian Mutu (Kapastitu)
Dalam hal memenuhi persaratan CPOB dan peraturan perundang-
undangan, Kalafi membentuk Pemastian Mutu yang melaksanakan tugas-tugas
bagian pemastian mutu di Lafi Ditkesad, sambil menunggu struktur organisasi
resmi tentang pemastian mutu yang sudah diajukan ke suprasistem, dalam hal ini
Kepala Staf Angkatan Darat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


23

3.4 Sertifikasi CPOB


Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB meliputi lima buah
sertifikat sediaan Beta Laktam dan empat buah sertifikat sediaan Non Beta
Laktam.
3.4.1 Sediaan Beta Laktam
a Tablet antibiotika Penisilin dan turunanannya.
b Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya.
c Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya.
d Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya.
e Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya.
3.4 2 Sediaan Non Beta Laktam
a Tablet Biasa dan SalutNon Antibiotika.
b Kapsul Keras Non Antibiotika.
c Serbuk Oral Non Antibiotika.
d Cairan Obat Luar Non Antibiotika.

3.5 Kegiatan Lafi Ditkesad


Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi
obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, pengawasan mutu,
penelitian dan pengembangan, proses produksi, pemeliharaan dan sistem
penunjang, penyimpanan barang, dan kegiatan administrasi (dokumentasi).
3.5.1 Perencanaan Pengadaan Barang
Perencanaan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad
dilakukan oleh Ketua bagian administrasi logistik (Kabagminlog) dan stafnya
yang dibuat berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan
Kesehatan (Subditbinyankes), disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari
daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam),
Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).
Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara
daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa
dan dievaluasi oleh Subditbinyankes dan Subditbinmatkes yang dilakukan setahun
sebelum pelaksanaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


24

Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang


terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas
dan kebutuhan reagensia untuk kebutuhan Instalwastu. Perencanaan tersebut
disusun berdasarkan formula standar dan spesifikasi obat yang telah ditentukan
oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan
anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap instalasi
yang ada di Lafi Ditkesad. Anggaran tersebut kemudian dilaporkan kepada
Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad) beserta spesifikasi bahan yang
dibutuhkan.
Pengadaan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pelelangan yang
dilaksanakan oleh panitia pengadaan di Ditkesad. Pemasok yang terpilih adalah
pemasok yang menawarkan harga terendah. Pengadaan barang yang dilakukan
oleh Ditkesad kemudian dikirim ke Gudang Pusat II disertai dengan surat Perintah
Penerimaan Material (PPnM), selanjutnya tim komisi penerimaan barang yang
dibentuk oleh Dirkesad memeriksa keadaan barang secara administrasi dan
fisiknya sedangkan untuk pemeriksaan mutu dilaksanakan oleh Instalwastu.
Barang yang telah lulus uji mutu akan dibuatkan Laporan Hasil Pengujian (LHP)
dan Berita Acara (BA) Penerimaan Material, lalu barang disimpan di Gudang
Pusat II, untuk barang yang tidak memenuhi spesifikasi akan ditolak dan
dikembalikan kepada pemasok. Bagminlog selanjutnya akan menyusun konsep
surat Perintah Pengeluaran Materil (PPM), yang ditandatangani oleh Dirkesad,
untuk memindahkan barang tersebut dari Gudang Pusat II ke Instalsimpan Lafi
Ditkesad. Apabila barang tersebut akan digunakan oleh Instalprod atau instalasi
lainnya, maka Kalafi (dalam hal ini dilaksanakan oleh Bagminlog) akan
menyusun Nota Pengeluaran Materil (NPM), jumlah barang yang dikeluarkan
adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Instalasi tersebut. Selain menyusun
konsep PPM dan NPM, Bagminlog juga menyusun konsep perintah penerimaan
materil (PPnM) apabila produk jadi, yang sebelumnya disimpan di Instalsimpan,
akan dipindahkan ke Gudang Pusat II.
Selain dari tugas pokok yang telah disampaikan sebelumnya, Bagminlog
juga bertugas untuk menyusun laporan hasil produksi, menyusun program kerja,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


25

menyusun laporan evaluasi tahunan, menyusun laporan jika ada inspeksi, serta
memberikan saran kepada Kalafi sesuai dengan bidang tugasnya.
Penyimpanan barang dilaksanakan oleh Instalasi Penyimpanan Lafi
Ditkesad. Barang-barang yang diterima di Instalsimpan, disimpan berdasarkan
jenis dan sifat barang, sedangkan pengeluarannya sesuai jadwal produksi, dengan
menerapkan pula sistem First In First Out (FIFO), First Expired First Out
(FEFO) dan First Unstable First Out (FUFO).
3.5.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)
Pengawasan Mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat.
Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas
bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruah,
dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah
didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Instalwastu juga bertanggung
jawab terhadap kualitas lingkungan kerja seperti pengawasan bangunan, ruangan
dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan kualitas udara,
pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di
Instalwastu ditunjang oleh fasilitas instrumen seperti spektrofotometer UV-Vis
dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow,Read Biotic (pembaca
hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas
penunjang lainnya.
Kegiatan Instalwastu tersebut dilaksanakan sejak bahan baku diterima Lafi
Ditkesad sampai obat jadi didistribusikan. Beberapa kegiatan Instalwastu
diantaranya:
a. Menyiapkan metoda pemeriksaan, pengujian dan validasi metoda analisa
yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.
b. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan
pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan
didokumentasikan.
c. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian.
d. Menyimpan contoh pertinggal produk jadi dan Catatan Pengujian atau
pemeriksaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


26

e. Meluluskan (label hijau) atau menolak (label merah) bahan yang akan
digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku
pembantu dan bahan pengemas (embalage). Hasilnya dicatat pada Catatan
Pengujian.
f. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan
memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap
produksi sampai hasil produk akhirnya.
g. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh.
Dicatat pada Catatan Pengujian sediaan jadi.
h. Melaksanakan uji stabilitas untuk menetapkan kondisi penyimpanan dan
masa edar suatu produk.
i. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.
j. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau
didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama
untuk sediaan antibiotika.
k. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan
didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian
(dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3).
3.5.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang)
Dalam menjalankan tugasnya Installitbang melakukan penelitian terhadap
produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang
lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian
dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi:
a. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan
pengemas (embalage).
b. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk
Lafi Ditkesad.
c. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi
perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya.
d. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.
e. Penelitian dan Pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka,
pengadaan bahan, penelitian skala lab dan penelitian skala produksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


27

kemudian dilanjutkan dengan validasi proses produksi dan pengawasan


mutu dengan kerja sama antara Instalasi Produksi dan Instalasi
Pengawasan Mutu.
f. Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan peralatan produksi,
alat bantu, prosedur pengawasan mutu bahan baku, bahan penolong dan
lain-lain.
3.5.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)
Produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi
perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengendalian. Produk yang saat ini
dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk Beta Laktam dan produk Non Beta
Laktam.
Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad belum diregistrasi karena
hanya digunakan untuk lingkungan TNI AD, namun demikian proses produksinya
tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan
POM sehingga mutu obat yang dihasilkan tetap terjamin.
Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang
diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah
sumber daya manusia, jam kerja serta waktu produksi yang tersedia serta sistem
pendukung dan ketersediaan bahan baku obat.
Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan
dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record)
yang disusun oleh Kepala Instal litbang, diperiksa oleh Kepala Instalasi Produksi
dan Kepala Instalasi Pengawasan Mutu, disetujui oleh Kepala Pemastian Mutu,
diterima oleh Kepala Instalasi Simpan dan diketahui Kepala Lembaga Farmasi
Ditkesad, kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Proses produksi
dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari
Instal simpan berdasarkan Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets
untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Instal simpan selanjutnya
memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi
sediaan non Beta Laktam, seksi sediaan Beta Laktam, seksi Sefalosporin dan seksi
kemas. Setelah dihasilkan obat jadi yang telah siap didistribusikan, obat jadi
kemudian diserahkan kembali ke Instalasi Penyimpanan. Instalasi Penyimpanan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


28

kemudian akan mengeluarkan obat jadi yang telah diluluskan oleh kepala
Pemastian Mutu ke Gupus II untuk didistribusikan ke seluruh Kesdam di
Indonesia.
Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing
seksi yang ada di Instalasi Produksi:
a. Seksi Sediaan Non Beta Laktam
Kasi Sediaan Non Beta Laktam adalah seorang Apoteker. Seksi ini
melakukan kegiatan produksi tablet, kapsul, sirup kering Non Beta Laktam, sirup
basah, sediaan salep, dan sediaan cairan obat luar.
i. Sediaan Tablet
Ruang produksi tablet terdiri dari ruang mucilago, ruang pencampuran,
ruang granulasi, ruang pengeringan dengan oven, ruang pengeringan dengan FBD
(Fluid Bed Dryer), ruang Supermixer, ruang pengayakan, ruang cetak yang terdiri
dari empat ruang cetak dengan satu mesin cetak di masing-masing ruangan, ruang
penyalutan, ruang stripping, ruang IPC (In Process Control), ruang karantina
produk antara dan produk ruah, ruang penyimpanan peralatan dan ruang cuci alat.
Ruangan-ruangan ini dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai, AHU,
ventilator dengan penghisap debu, dan lapisan epoksi pada dinding dan lantai.
Peralatan yang digunakan untuk sediaan padat pada proses pembuatan
tablet diantaranya adalah timbangan elektrik, mesin pembuat mucilago dengan
energi panas dari uap (Double Jacket), mesin pencampur, alat pengering berupa
oven dan FBD (Fluid Bed Dryer), granulator, mesin cetak tablet yang terdiri dari
dua tipe mesin cetak yaitu tipe “B” tooling dan tipe”D” tooling, mesin salut film,
dan mesin strip tablet.
Metode pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metode cetak
langsung dan metode granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa,
tablet kunyah, dan tablet salut film. Ukuran diameter tablet yang diproduksi 6,5;
7,5; 10; 12; 13 dan 15 mm.
Alur Proses Produksi Sediaan Tablet dapat di lihat pada Lampiran
4.Proses pembuatan tablet di Lafi Ditkesad sebagian besar menggunakan metode
granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


29

1) Proses penimbangan bahan baku


Proses penimbangan terhadap bahan baku dan bahan tambahan lainnya
dilakukan di ruang timbang Instalasi Penyimpanan.
2) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)
Proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago
telah dicampur homogen sebelum penambahan aqua demineralisata panas,
kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa bening.
Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket.
3) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam
Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai
homogen selama 15 menit. Pada proses pencampuran yang harus
diperhatikan adalah waktu pencampuran, putaran mesin dan kapasitas
mesin pencampur agar dihasilkan massa yang homogen.
4) Proses granulasi basah
Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago)
ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk
hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal.
5) Proses pengeringan
Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu dan waktu
tertentu sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet
yang dibuat).
6) Proses pengayakan
Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung
dari jenis dan ukuran tablet.
7) Proses pengeringan
Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven pada suhu dan
waktu tertentu sampai mencapai kadar air sekitar 2-5 % (tergantung jenis
tablet yang dibuat).
8) Proses pengayakan
Massa yang telah kering, diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh
tertentu sampai menjadi granul.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


30

9) Pengawasan mutu (IPC)


Granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu meliputi pemeriksaan
susut pengeringan air granul.
10) Proses pembuatan massa cetak
Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu
dengan penambahan pelincir dan penghancur luar kemudian diaduk hingga
homogen.
11) Pengawasan mutu (IPC)
Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan uji mutu meliputi
pemeriksaan homogenitas terhadap kadar zat aktif dan susut pengeringan.
12) Proses pencetakan tablet
Massa cetak yang telah lulus uji mutu dilakukan pencetakan tablet dengan
mesin yang sesuai dengan ukuran diameter dan berat tablet yang
diinginkan. Selama pencetakan harus diperhatikan kekerasan dan
keregasan tablet, kemudian hasil pencetakan dialirkan ke dalam alat
deduster untuk menghilangkan debu/fines yang masih ada pada permukaan
tablet.
13) Pengawasan mutu (IPC)
Selama pencetakan dilakukan IPC di ruang produksi meliputi keragaman
bobot dan kekerasan, sedangkan uji mutu oleh Wastu meliputi uji waktu
hancur, keregasan, diameter dan tebal tablet, kekerasan, keseragaman
bobot, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu.
14) Proses penyalutan
Tablet yang telah dicetak, ada yang disalut dan ada yang langsung distrip.
Tablet yang disalut maka pada proses penyalutan harus diperhatikan suhu,
frekuensi penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut
penyemprotan.
15) Pengawasan mutu
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur,
tebal tablet dan bobot tablet.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


31

16) Proses penyetripan


Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan
menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai pengemas primer.
Untuk bahan pengemas Polycellonium, suhu mesin diatur antara ± 80°-
100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyetripan yaitu
sebelum digunakan, roller stripping machine harus dipanaskan dulu. Suhu
mesin tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak
dapat melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena
akan menyebabkan perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya.
17) Pengawasan mutu (IPC)
Uji mutu yang dilakukan pada hasil stripping berupa pemeriksaan uji
kebocoran strip. Tablet yang telah distrip akan dikirim ke seksi kemas
untuk dikemas, lalu obat jadi dikirim ke Instalsimpan. Pembuatan tablet
dengan metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan
baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai
dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses
granulasi.

ii. Sediaan Kapsul


Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian
dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan
kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin
polishing dan mesin strip.
Alur Proses Produksi Sediaan Kapsul dapat dilihat pada Lampiran 5.
Proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut:
1) Penimbangan bahan baku
Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan
pengisi, bahan pelincir dilakukan di ruang timbang Instalsimpan.
2) Pencampuran/granulasi
Semua bahan yang telah ditimbang, dilakukan proses pencampuran hingga
homogen. Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus
digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, sedangkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


32

untuk bahan yang tidak digranulasi langsung diisikan pada cangkang


kapsul.
3) Pengawasan mutu (IPC)
Massa kapsul sebelum diisikan ke dalam cangkang kapsul, hasil
pencampurannya dilakukan IPC (In Process Control) oleh Instalwastu
untuk diperiksa homogenitas dan kadar zat aktifnya.
4) Pengisian kapsul
Massa kapsul yang telah diluluskan oleh Instalwastu diisikan ke dalam
cangkang kapsul. Selama pengisian, dilakukan pengawasan mutu (IPC)
untuk diperiksa keseragaman bobot, dan waktu hancur, kadar zat aktif.
5) Polishing
Kapsul sebelum dilakukan stripping mengalami polishing terlebih dahulu
untuk menghilangkan debu-debu yang menempel pada bagian luar
cangkang kapsul.
6) Penyetripan
Kapsul yang telah dipolishing siap distrip dengan cara yang sama seperti
pada proses stripping tablet.
7) Pengawasan mutu (IPC)
Hasil penyetripan dilakukan uji mutu yaitu tes kebocoran strip. Kapsul
yang telah lulus uji mutu siap dikemas dan obat jadi dikirim ke Instal
simpan.

iii. Sediaan Sirup


Ruang produksi sirup terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian,
ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, colloid mill,
panci double jacket, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan
pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (In Line Process). Alur Proses
Produksi Sediaan Sirup dapat dilihat pada Lampiran 6. Proses pembuatan sirup
diawali dengan:
1) Penimbangan bahan baku dilakukan di ruang timbang Instal simpan.
2) Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


33

Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada panci double jacket.


Pemanasan menggunakan gliserin yang dipanaskan oleh pemanas listrik.
3) Pencampuran
Zat aktif dan zat tambahan lain (zat pewarna dan pengawet) masing-
masing dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sampai larut sempurna,
kemudian dicampur dengan larutan gula pekat. Essence ditambahkan di
akhir pencampuran dan dalam keadaan dingin dan volume ditambahkan
sampai tanda batas yang telah ditentukan.
4) Pengawasan mutu (IPC)
Pada hasil pencampuran dilakukan uji mutu terhadap homogenitas larutan,
kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis.
5) Pengisian, penutupan dan labelling
Setelah lulus uji mutu maka dapat dilakukan pengisian, penutupan dan
pemberian etiket atau label, dilakukan dengan mesin ban berjalan yang
bekerja secara semi otomatis. Proses ini dilakukan kontrol setiap 15 menit
terhadap keseragaman volume, hasil penutupan dan pemasangan label.
6) Pengawasan mutu
Produk yang telah dikemas dilakukan pengambilan sampel untuk
dilakukan pemeriksaan mutu meliputi keseragaman isi/volume, kadar zat
aktif, pH larutan dan bobot jenis. Produk yang telah lulus uji mutu dapat
dilakukan pengemasan, kemudian obat jadi diserahkan ke Instal simpan.

b. Seksi sediaan Beta Laktam


Seksi sediaan Beta Laktam bertugas untuk memproduksi produk Beta
Laktam. Proses produksi betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan
produksi Non Beta Laktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang.
Gedung produksi Beta Laktam telah dilengkapi dengan sistem tata udara (Air
Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga (air lock).
Lantai, dinding, dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan
pembersihan. Seksi sediaan Beta Laktam khusus bertugas untuk memproduksi
sediaan Beta Laktam.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


34

Setiap personil yang masuk ke ruangan Beta Laktam diharuskan


menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang berupa masker
untuk wajah, alas kaki dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan,
diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan
partikel-partikel pengotor yang melekat pada pakaian. Setelah selesai
melaksanakan kegiatan produksi, setiap personil diharuskan untuk membersihkan
diri dengan cara mandi. Produk yang dihasilkan saat ini oleh Seksi Beta laktam
Lafi Ditkesad yaitu Sirop kering Ampisillin 60 ml, Sirop kering Amoksisillin 60
ml, Kaplet Amoksisillin 500 mg, Kaplet Ampisillin 500 mg, Kapsul Amoksisilin
250 mg, dan Kapsul Ampisilin 250 mg.

c. Seksi Sefalosporin
Seksi Sefalosporin sampai saat ini belum berproduksi. Tetapi fasilitas dan
prasarananya sudah siap dan sekarang sedang dalam persiapan untuk pengajuan
sertifikat. Ruang untuk produksi sediaan serbuk steril injeksi terdiri dari:
1) Ruang kelas A (ruang di dalam cubical untuk pengisian serbuk) yang
dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) dan HEPA filter, serta
terdapat juga ruang antara berupa airlock in dan air lock out.
2) Ruang kelas B (ruang di bawah LAF untuk menempatkan material
sebelum dimasukkan ke dalam cubical) yang merupakan latar belakang
kelas A.
3) Ruang kelas C (ruang antara locker).
4) Ruangkelas D (ruang pencucian alat dan ruang visual).
Sistem tata udara (Air Handling System / AHS) untuk ruang kelas A dan B
adalah dengan sistem tertutup (closed system). Untuk ruang B, C dan D hampir
sama dengan kelas A, namun ada penambahan udara segar (fresh air) sebanyak
10-20% untuk udara yang masuk ke kelas-kelas tersebut. Pertimbangannya adalah
karena pada ruangan kelas B, C, dan D terdapat personil yang bekerja dan
membutuhkan udara segar. Secara umum udara kotor di ruangan disedot lewat
grill outlet, kemudian disaring dengan beberapa filter seperti pre-filter, médium
filter, dan untuk kelas A dan B biasanya ditambahkan HEPA filter. Begitupun
dengan udara segar (freshair) dari luar mengalami proses yang sama. Sebelum

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


35

masuk kedalam ruangan, udara segar yang telah disaring, dan udara yang berasal
dari grill outlet yang juga telah disaring, bercampur, dan melewati filter lagi
sebelum akhirnya masuk ke ruangan melewati grill inlet.

d. Seksi Kemas
Kasi kemas adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada
Kainstalprod. Pengemasan dilakukan pada produk ruah tablet, kapsul, sirup, dan
salep. Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang sudah
distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam zak plastik dan diberi
identitas berupa brosur kemudian di-seal, setiap zak plastik berisi 25 strip, tiap-
tiap strip berisi 10 tablet. Hasil seal dimasukkan ke dalam dus di mana setiap dus
isinya berbeda sesuai dengan ukuran diameter tablet. Untuk tablet dengan
diameter 6,5-7,5 mm, setiap dus berisi 50 zak plastik. Untuk tablet dengan
diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 zak plastik. Untuk tablet dengan diameter
15 mm, kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 zak plastik.
Pengemasan kapsul dilakukan setelah proses stripping. Kapsul yang
sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam zak plastik dan
diberi identitas berupa brosur lalu di-seal. Hasil seal kemudian dimasukkan ke
dalam dus di mana tiap dus berisi 20 zak plastik, setiap zak plastik berisi 25 strip,
dan setiap strip berisi 10 kapsul. Untuk sirup dimasukkan ke dalam dus. Tiap dus
berisi 25 botol untuk volume 100 ml dan dus isi 36 botol untuk volume 60 ml
yang dilengkapi dengan sendok, brosur serta slep pak.
Pemeriksaan QC dilakukan terhadap hasil pengemasan oleh Instalwastu,
setelah diperiksa maka hasil pengemasan akan diberi label ”diluluskan” pada
kemasan sekundernya. Seksi kemas akan membuat laporan administrasi yang
terdiri dari laporan bulanan hasil kemas untuk dilaporkan ke Kepala Lembaga
Farmasi dan bukti penyerahan obat jadi untuk Kepala Instalasi Penyimpanan.

3.5.5 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan)


Instal simpan bertugas untuk menerima, menyimpan dan mengeluarkan
barang/material atas perintah Kalafi serta menyelenggarakan dan melaksanakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


36

kegiatan pengamanan dan pemeliharaan materiil berupa bahan baku, bahan


pendukung, peralatan untuk proses produksi dan obat jadi.
Barang dari rekanan tidak langsung diterima oleh Instal simpan tetapi
diterima oleh Gupus II sesuai aturan penerimaan barang, diperiksa secara
administrasi, fisika dan kimia. Barang tersebut dapat dikeluarkan kepada Lafi
Ditkesad (Instalsimpan) setelah adanya Perintah Pengeluaran Materil. Barang-
barang yang tersimpan di gudang Instal simpan disusun berdasarkan jenis dan
sifat barang, barang yang kecil disimpan di atas rak sedang barang dengan ukuran
besar disimpan di atas pallet. Untuk pengeluaran barang disesuaikan dengan
jadwal produksi dan jumlahnya disesuaikan dengan Catatan Pengolahan Bets dan
Catatan Pengemasan Bets namun tetap menerapkan sistem First In First Out
(FIFO), First Expired First Out (FEFO), dan First Unstable First Out (FUFO).
Material produksi tersebut oleh Instalprod diolah dan dikemas menjadi produk
jadi. Kemudian seksi kemas menyerahkan produk jadi tersebut kepada Instal
simpan, yang selanjutnya diserahkan kepada Gupus II.
Penyelenggaraan administrasi yang menyertai penerimaan dan
pengeluaran barang dari dan ke Instalsimpan Lafi Ditkesad terdiri dari:
a. Perintah Pengeluaran Material (PPM)
b. Perintah Penerimaan Material (PPnM)
c. Berita Acara Penyerahan Barang (BAPB)
d. Bukti Penyerahan (BP)
e. Blanko Kartu Gudang
f. Surat Kirim barang (SKB)
g. Kartu Gantung
h. Kartu Kendali
i. Bukti Harian Penerimaan Barang
j. Buku Besar Penerimaan dan Pengeluaran Barang
Instal simpan mempunyai tiga gudang yang terpisah untuk material Non
Beta Laktam, Beta Laktam dan sefalosporin. Material Non Beta Laktam disimpan
di Instal simpan yang memiliki ruang-ruang dengan dua kelas yang berbeda
tingkat kebersihannya yaitu kelas E dan G. Kelas E terdiri dari ruang timbang,
ruang stagging yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan baku yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


37

sudah ditimbang, dan ruang sampling. Kelas G terdiri dari ruang administrasi,
gudang bahan baku, gudang bahan pendukung, gudang bahan kemas, gudang
cairan, gudang sejuk untuk menyimpan bahan baku obat dan bahan pendukung
yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus dan gudang obat jadi. Instal
simpan tidak memiliki gudang karantina bahan baku obat dan gudang karantina
obat jadi, akan tetapi proses karantina bahan baku maupun obat jadi tetap
dilaksanakan. Karantina bahan baku dilakukan oleh Gupus II sedangkan karantina
obat jadi dilakukan oleh Instalwastu dan obat jadi yang dikarantina disimpan di
seksi kemas.
Material untuk produksi Beta Laktam dan Sefalosporin disimpan tersendiri
masing-masing di gedung produksi Betalaktam dan Sefalosporin. Daerah instalasi
penyimpanan dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas E (ruang timbang dan ruang
stagging) dan kelas G (ruang sejuk, ruang bahan baku zat aktif, ruang bahan
pendukung dan ruang obat jadi).
Peralatan yang digunakan di Instalsimpan yaitu:
a. Timbangan dengan kapasitas 1 kg, 10 kg dan 30 kg.
b. Timbangan digital ber-printer dengan kapasitas maksimal 60 kg.
c. Alat pengusir serangga.
d. Alat pengusir tikus.
e. Alat pemadam kebakaran.
f. Alat pengambilan sampel.
Kegiatan yang dilakukan oleh Instal simpan meliputi:
a. Menerima bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta
peralatan produksi dari Gudang Pusat II.
b. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain
serta peralatan kepada bagian dan instalasi yang membutuhkan.
c. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi.
d. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II
3.5.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar
dan Sisjang)
Instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang merupakan pelaksana fungsi
pemeliharaan dan perbaikan terhadap peralatan produksi dan laboratorium,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


38

sehingga siap digunakan. Kegiatan lainnya yaitu penatalaksanaan limbah industri,


menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi, dan merencanakan
kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan.
Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan akan dilaporkan kepada Kalafi.

a. Fasilitas Pendukung atau Penunjang (Utility)


Fasilitas pendukung/utility yang ada di Lafi Ditkesad antara lain terdiri
dari pengolahan air baku farmasi, instalasi listrik, uap/boiler, vacuum/dust, gas,
Air Handling System (AHS) dan udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari
pasokan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah menjadi
air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang
telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi
steril maupun nonsteril. Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility ini adalah
Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang. Fasilitas utility terdiri dari:
i. Instalasi Listrik
Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 1000
KVA. Pada saat ini belum digunakan generator karena masih dalam pengajuan
untuk pembelian. Pasokan listrik dari PLN dialokasikan pada gardu utama,
kemudian dari gardu utama, Lafi Ditkesad membuat gardu induk utama yang
kemudian dibuat panel utama yang dibagi menjadi 4 panel untuk memenuhi
kebutuhan listrik masing-masing bagian, diantaranya:
1) Panel utama kebutuhan laboratorium
2) Panel utama kebutuhan produksi
3) Panel utama kebutuhan pompa
4) Panel kebutuhan kebutuhan betalaktam dan non betalaktam
ii. Instalasi Air
Sumber air bersih berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
kemudian diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air.
Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena banyaknya
kandungan logam pada air tanah dan kurang jernihnya air tanah. Air yang berasal
dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang tertanam di dalam tanah
(ground tank) berukuran 6x3x18 meter3 yang dibuat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada CPOB, kemudian dialirkan melalui pipa ke dalam suatu alat filtrasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


39

Air yang diolah menjadi air demineralisata mengalami beberapa tahap


penyaringan:
1) Saringan Pasir (sand filter)
Saringan pasir berfungsi untuk mengendapkan dan menyaring kotoran-
kotoran pada air seperti kaporit, cemaran besar, baik organik maupun
anorganik yang terbawa air selama pengolahan air di PDAM.
2) Saringan Karbon (carbon filter)
Saringan karbon berfungsi untuk menyerap bau, rasa, warna, kontaminan
organik dan unsur chlor yang ditambahkan pada pengolahan air di PDAM.
3) Resin Kation
Resin kation berfungsi untuk menghilangkan ion-ion positif dan ditukar
dengan ion hidrogen.
4) Resin Anion
Resin anion berfungsi untuk menghilangkan ion-ion negatif dan ditukar
dengan ion hidroksida, sehingga menghasilkan air demineralisata dengan
kandungan Total Dissolved Solid (TDS) kurang dari 10 ppm, pH 5 – 7 dan
konduktivitas 1,3 µsimon/cm. Setelah mengalami beberapa tahap
pemurnian, air demineralisata ditampung dalam tangki penampung dan
dialirkan ke ruangan-ruangan produksi untuk digunakan sesuai kebutuhan.

iii. Instalasi Uap Panas (Boiller/ Steam)


Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang
ditekan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung di dalam tangki
stainless steel untuk mensuplai steam. Air dipanaskan melalui boiler hingga
menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatik dengan alat-alat pengaman
yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang
produksi yang membutuhkannya. Pada saat ini Lafi Ditkesad mempunyai 2 alat
pembentuk uap panas, yaitu :
1) Mesin ketel uap pipa air
Mesin ini bekerja dengan menghasilkan uap panas melalui pipa dengan
sistem menggunakan plat pemanas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


40

2) Mesin ketel uap pipa api


Mesin ini bekerja dengan menghasilkan uap panas melalui pipa dengan
sistem pembakaran tungku pemanas.
iv. Instalasi Udara Bertekanan
Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang
bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga dilengkapi
dengan air dryer, main line filter, mist separator dan micro mist separator.
Kompresor ini digunakan hanya pada titik peralatan yang memerlukan udara
bertekanan, contoh mesin stripping yang digunakan untuk menggerakkan pisau
pemotong strip.

b. Penanganan Limbah
Limbah industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitar
industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari proses produksi dan proses
pengujian, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair.
Produksi obat Non Beta Laktam, pengolahan limbah padat dilakukan
dengan menggunakan dust collector yaitu limbah (debu) disedot dari ruang
produksi dengan vakum kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan
dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah
dengan air washer, sedangkan limbah cair produksi Non Beta Laktam langsung
dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah.
Pengolahan limbah produksi Beta Laktam, terlebih dahulu diolah melalui
air washer, dimana limbah padat (debu-debu) disedot oleh vakum dari ruangan
yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan ruang
isi sirup kering, kemudian disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga debu
akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang dilengkapi
dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi untuk memecah cincin
Beta Laktam dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N yang diteteskan secara
otomatis sampai diperoleh pH 9, kemudian dinetralkan dengan penambahan HCl,
sedangkan limbah cair produksi obat Non Beta Laktam tidak melalui air washer,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


41

kemudian limbah hasil produksi betalaktam disalurkan ke IPAL untuk dilakukan


pengolahan lebih lanjut.
Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan
mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan cara mengendapkan kotoran pada bak
pengendap. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan PAC (Poly
Aluminium Chloride) pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak
flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan pada bak aerasi dengan cara
mengembangbiakkan bakteri aerobik di dalamnya agar dapat menghancurkan zat-
zat organik. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea atau
NPK sebagai nutrisi untuk bakteri.
Tahapan pengolahan air limbah di IPAL meliputi beberapa tahap proses
sebagai berikut:
i. Bak Penampungan Awal
Air limbah yang masuk dari produksi Beta Laktam (dari bak destruksi)
maupun Non Beta Laktam dan laboratorium akan ditampung dan
pengotornya diendapkan dalam bak ini. Kemudian dialirkan ke bak
pengendapan (sedimentasi pertama).
ii. Bak Sedimentasi Pertama
Disini terjadi proses pengendapan kembali dengan prinsip pengendapan, di
dalam bak ini terdapat sekat-sekat yang menghambat laju aliran air
sehingga reaksi pengendapan berlangsung lama. Air limbah dari bak ini
mengalir ke bak Equalisasi.
iii. Bak Equalisasi
Di sini terjadi proses fisik, material padat pada bak ini dihancurkan dengan
menggunakan communitor, pasir terbawa diendapkan. Bak ini dilengkapi
dengan pompa untuk mengendalikan fluktuasi jumlah air kotor yang tidak
merata, yaitu pada jam kerja dan di luar jam kerja. Bak ini juga dilengkapi
dengan pengaduk untuk mengaduk bahan-bahan organik agar tidak
mengendap.
iv. Bak Aerasi (Aeration Tank)
Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan pompa secara
simultan. Pada bak Aerasi terdapat bakteri aerobik yang berguna untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


42

menghancurkan zat-zat organik. Bak ini dilengkapi dengan aerator untuk


membantu agar oksigen di dalam udara yang dihasilkan oleh blower di
transfer ke dalam air limbah, sehingga mikroorganisme mampu
melanjutkan sintesis dan dekomposisi bahan pencemar menjadi gas yang
tidak mencemari. Pengadukan juga dilakukan di dalam bak aerasi ini
untuk menjamin seluruh material yang ada di dalam limbah cair dalam
kondisi tersuspensi.
v. Bak Sedimentasi Kedua (Clarifier Tank)
Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak sedimentasi kedua,
dalam bak ini air mengalami penjernihan. Bak ini memiliki dinding
pemisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang berbentuk
kerucut untuk mengendapkan sedimen, sehingga air yang mengalir ke bak
koagulasi hanya cairannya saja.
vi. Bak Koagulasi
Cairan dari bak sedimentasi kedua masuk ke dalam bak koagulasi. Di
dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride)
dengan menggunakan dozing pump yang disertai dengan pengaduk.
Konsentrasi PAC yang diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dalam
50 L air. Bak koagulasi berfungsi sebagai bak penampung koagulan yang
mempunyai fungsi untuk mengikat protein berantai panjang yang mungkin
terbawa dalam air limbah.
vii. Bak Flokulasi
Cairan dari bak koagulasi dialirkan ke bak flokulasi yang berfungsi untuk
mengendapkan endapan yang masih terbawa, di dalam bak ini
ditambahkan polimer anionik sebagai flokulan dengan konsentrasi 25 g
polianionik dalam 50 L air. Cairan yang sudah jernih dari bak flokulasi
mengalir ke bak kontrol melalui bidang miring, sedangkan cairan yang
masih mengandung endapan dialirkan ke bak sedimentasi ketiga.
viii. Bak Sedimentasi Ketiga (Bak Pengendapan Akhir)
Cairan yang masih mengandung endapan dari bak flokulasi dialirkan ke
dalam bak sedimentasi ketiga yang berbentuk kerucut di bagian bawah
bak, pada bak ini diberi karung dan sabut yang berfungsi sebagai

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


43

penyaring untuk menampung endapan, sedangkan cairan yang lebih jernih


masuk ke dalam bak penampung cairan.
ix. Bak Penampung
Cairan dari bak ini yang kemungkinan masih mengandung limbah
dialirkan ke bak ekualisasi untuk dilakukan pengolahan kembali sampai
limbah tersebut benar-benar bersih dari senyawa kimia yang berbahaya.
x. Bak Bidang Miring
Bak bidang miring berbentuk miring ke satu arah untuk menahan endapan
dan partikel-partikel lain yang masih terdapat dalam air limbah dari bak
flokulasi, melalui bak bidang miring ini, air yang telah bersih dari bak
flokulasi mengalir ke bak kontrol.
xi. Bak Kontrol (Bak Pembuangan Akhir)
Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak kontrol yang berisi ikan mas
sebagai kontrol biologi untuk diperiksa kadar COD dan BOD, jumlah zat
padat total yang terlarut (TDS) dan pH. Hasilnya yang memenuhi syarat
air dapat dibuang ke saluran pembuangan umum.
Denah IPAL dapat dilihat pada lampiran 7.

3.5.7 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dari
sebuah organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi:
a. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi
Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi obat
yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi bidang
personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan instalasi
umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan perawatan alat,
prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi
bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metode dan instruksi serta
protap-protap lain yang diperlukan.
b. Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam dokumen
produksi meliputi spesifikasi, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan
laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


44

sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari batch obat


yang diproduksi.
c. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan
baku, bahan setengah jadi, produk ruah maupun obat jadi serta hasil
pengujiannya.
d. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan dengan
perbaikan, pemantauan dan pengendalian, misalnya lingkungan,
perlengkapan, peralatan dan personalia.
Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang
bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan, tetapi Master Formula dan
Batch Record yang sudah diisi, disimpan di bagian Pemastian Mutu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB IV
PEMBAHASAN

Lembaga Farmasi Direktorat Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan


salah satu Direktorat TNI AD yang bergerak dibidang kesehatan dengan tugas
pokok pelayanan kesehatan pada prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya. Sebagai
industri farmasi, Lafi Ditkesad dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang
bermutu tinggi, aman, dan berkhasiat.
Lafi Ditkesad mempunyai tugas membantu Diskesad dalam memproduksi
obat-obatan, administrasi logistik, penyimpanan dan pendistribusian material
kesehatan, pemeriksaan laboratorium terhadap bahan-bahan farmasi dan obat jadi.
Lafi Ditkesad juga melakukan penelitian dan pengembangan serta tugas-tugas lain
yang ditentukan oleh Dirkesad dalam upaya melaksanakan penyelenggaraan dan
fungsi produksi obat-obatan yang sangat diperlukan oleh keluarga besar TNI AD.
Obat-obatan yang diproduksi Lafi Ditkesad tidak dipasarkan dan hanya
digunakan untuk kebutuhan kesehatan intern prajutit TNI Angkatan Darat, PNS,
beserta keluarganya. Untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan, Lafi
Ditkesad selalu mengacu pada CPOB dalam proses produksinya, meskipun untuk
produksi obat Non Betalaktam belum seluruhnya memiliki fasilitas bangunan
yang memenuhi persyaratan CPOB. Usaha-usaha dalam pemenuhan persyaratan
CPOB terus dikembangkan, terbukti dengan telah diperolehnya 4 buah sertifikat
CPOB untuk sediaan Non Betalaktam dan 5 buah sertifikat CPOB untuk sediaan
antibiotika betalaktam.
Pedoman CPOB meliputi 12 aspek, yaitu: manajemen mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan
mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap obat dan
penarikan kembali obat jadi serta obat kembalian, pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak, dokumentasi serta validasi dan kualifikasi. Pelaksanaan
CPOB di Lafi Ditkesad tercakup dalam pembahasan berikut:
4.1 Manajemen Mutu
Dalam CPOB mensyaratkan industri farmasi perlu adanya manajemen
mutu agar obat yang diproduksi sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi

45 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


46

persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan
resiko yang membahayakan penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Manajemen Mutu terdiri dari Pemastian Mutu dan bagian
Pengawasan Mutu. Kedua bagian itu memiliki tugas yang berbeda namun
memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menjamin mutu produk. Tugas bagian
Pemastian Mutu dalam sistem Manajemen Mutu yaitu dalam memastikan bahwa
produk telah diproses dengan benar, pelulusan obat jadi dengan cara
mengeluarkan sertifikat analisis (Certificate of Analysis), menyetujui spesifikasi
obat baru, dan evaluasi produk jadi Bagian Pemastian Mutu di Lafi Ditkesad
mulai Januari 2013 sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya sehingga
Manajemen Mutu di Lafi Ditkesad sesuai dengan yang dipersyaratkan CPOB.

4.2 Personalia
Lafi Ditkesad telah memiliki struktur organisasi dengan tugas dan
tanggung jawab yang jelas dan terbagi antara instalasi dan bagianya, sehingga
setiap personil yang bekerja mengetahui tugas, wewenang, dan tangung jawabnya
masing-masing.
Posisi Kepala Instalasi Produksi, Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan
Kepala Pemastian mutu telah dijabat oleh Apoteker dengan orang yang
berbeda,serta masing-masing memiliki tanggung jawab dan wewenang sendiri
sesuai aturan CPOB sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih tugas dan
tanggung jawab serta dapat saling melakukan proses pengawasan dan perbaikan.
Secara umum pelatihan CPOB bagi personil Lafi Ditkesad telah
dilaksanakan sesuai dengan teori dasar sebuah pelatihan maupun pedoman CPOB
yang ditetapkan pemerintah dan prosedur tetap yang dibuat oleh Lafi Ditkesad
sendiri. Pelatihan CPOB bagi personil Lafi Ditkesad merupakan salah satu wujud
komitmen Lafi Ditkesad dalam melaksanakan fungsinya untuk memproduksi obat
yang terjamin mutu dan khasiatnya. Misalnya, untuk para personil yang terlibat
dalam proses produksi, setiap 6 bulan atau setahun sekali dilakukan pelatihan
untuk meningkatkan kinerja sehingga mutu produk akan senantiasa terjamin.
Selain itu untuk personil yang ada di Laboratorium dan seluruh pihak, minimal
setiap 1 bulan sekali dilakukan pelatihan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


47

Tujuan pelatihan telah dirancang dan ditetapkan sebelum pelatihan


dilaksanakan. Materi pelatihan telah dibuat secara berjenjang yang dituangkan
secara rinci dan tertulis dalam bentuk prosedur tetap serta disetujui oleh Kepala
Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi Produksi. Materi tersebut juga
disampaikan secara bertahap dalam jangka waktu yang ditetapkan dan disusun
secara terjadwal serta disampaikan dengan metode yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan jenis materi. Pelatihan yang diadakan juga telah diusahakan dari
atasan yang bersangkutan, para praktisi dan profesional di bidang industri farmasi.
Selain pelatihan resmi yang dilakukan, untuk meningkatkan semangat kerja para
karyawan, Lafi Ditkesad juga melakukan pendekatan persuasif sehingga tercipta
suasana kerja yang baik.

4.3 Bangunan dan Fasilitas


Pemilihan lokasi bangunan Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan
CPOB dimana transportasinya mudah, memiliki fasilitas air, listrik dan telepon,
ketersediaan tenaga kerja yang cukup, bebas pencemaran dan tidak mencemari
lingkungan. Namun demikian, lokasi bangunan Lafi Ditkesad yang berada dekat
dengan pemukiman masyarakat tidak sesuai dengan yang disyaratkan dalam
CPOB, hal ini terjadi karena situasi dan kondisi Lafi Ditkesad yang
memanfaatkan bangunan yang sudah ada.
a. Instalasi Produksi
Pembagian ruang produksi Non Betalaktam terdapat pemisahan ruang
tablet, sirup, dan kapsul. Bangunan produksi betalaktam terpisah dengan
bangunan Non Betalaktam. Pemisahan ini untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang dan kesalahan karena tercampurnya bahan obat.
Tata ruang untuk proses produksi telah memperhatikan urutan proses. Sebagai
contoh untuk proses pembuatan tablet, terdapat ruang penimbangan,
pencampuran, granulasi, pengeringan, pengayakan, pencampuran akhir,
pencetakan, penyalutan, stripping, dan kemas.
Gedung yang digunakan untuk produksi obat Non Betalaktam telah
memiliki klasifikasi kelas ruang yaitu kelas E, F dan G. Termasuk dalam ruang
kelas E yaitu ruang sampling, ruang timbang, dan ruang stagging, yang ditujukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


48

untuk mencegah terjadinya kontaminan yang terbawa oleh personil. Kemudian


termasuk dalam ruang kelas F adalah ruang pengemasan sekunder dan kelas G
yaitu gudang bahan baku, gudang bahan kemas dan gudang sejuk.
Lantai, dinding dan langit-langit licin dilapisi dengan epoksi, bebas dari
keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan. Sudut-sudut antara
dinding, lantai, dan langit-langit berupa lengkungan (hospital shape). Pada
gedung ini telah disiapkan daerah-daerah tertentu untuk kegiatan penerimaan
bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan penyerahan,
pengolahan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, pengiriman barang dan
pencucian peralatan.
Gudang yang ada pada gedung ini baik gudang bahan baku maupun bahan
jadi telah memiliki penerangan yang cukup. Limbah padat dari produksi non
betalaktam dikumpulkan dengan dustcollector dan ditampung pada tempat
tertentu.
Pengolahan limbah dari produksi obat beta laktam termasuk pengolahan
limbah cair telah mengalami proses destruksi terlebih dahulu yaitu pemecahan
cincin betalaktam dengan larutan NaOH 0,1 N yang kemudian mengalami
pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum dibuang ke
pembuangan akhir (saluran umum).
Gedung produksi Sefalosporin untuk proses produksi serbuk injeksi steril
sudah di rancang namun belum di produksi, telah dilengkapi dengan sarana ruang
penyangga udara yang menghubungkan ruang ganti pakaian dengan ruang
pengisian. Untuk mengendalikan udara, di ruang produksi dilengkapi dengan
sarana pengatur suhu dan kelembaban. Penyaringan udara dilakukan melalui filter
udara yang dilengkapi dengan pre-filter, medium filter dan HEPA filter. HEPA
filter mampu menyaring partikel berukuran 0,5 mm dengan tingkat kemampuan
99,95%.

b. Instalasi Penyimpanan
Ruang penyimpanan di Lafi Ditkesad menjadi satu bangunan dengan ruang
produksi Non Betalaktam. Ruang karantina bahan baku obat hanya terdapat di
Gupus II, sedangkan Lafi belum memiliki gudang karantina. Hal ini ditujukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


49

untuk mengefisiensikan waktu dan karena Gupus II menggunakan Instalwastu


Lafi Ditkesad untuk pemeriksaan bahan baku obat, sehingga saat menerima bahan
baku obat dari Gupus II Lafi tidak perlu lagi melaksanakan pemeriksaan bahan
baku obatnya. Seharusnya Gupus II juga mempunyai Instalwastu tersendiri untuk
memeriksakan bahan baku obat dari rekanan/pihak luar, begitu juga dengan Lafi
Ditkesad yang harus mempunyai gudang karantina tersendiri sebagai tempat
transit bahan baku obat yang diterima dari Gupus II selama menunggu hasil
pemeriksaan Instalwastu Lafi Ditkesad.
Bangunan Instalasi Penyimpanan telah dirawat dan dijaga kebersihannya,
sehingga dapat melindungi bahan-bahan yang disimpan dari kerusakan, dan juga
sudah terdapat ruang sejuk (suhu 8-15ºC) untuk menyimpan bahan baku obat yang
tidak tahan terhadap suhu lingkungan yang panas.
Khusus untuk bangunan bahan baku dan obat jadi sediaan beta laktam,
penyimpanannya dipisahkan dari bahan baku dan obat jadi lainnya. Hal ini
dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi silang. Sistem administrasi di
gudang masih dilaksanakan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan kartu
kendali dan kartu barang untuk mengontrol pengeluaran dan pemasukan barang.
Kekurangan cara manual ini antara lain informasi data ke bagian lain berjalan
lambat sehingga dapat terjadi kesalahan dalam penulisan jumlah meteril yang ada.
c. Instalasi Pengawasan Mutu
Bangunan laboratorium Instalasi Pengawasan Mutu telah memenuhi
persyaratan CPOB, karena pembagian ruangan yang sudah jelas untuk setiap
bagian di laboratorium, yaitu laboratorium uji kimia, laboratorium uji fisika,
laboratorium mikrobiologi, ruang instrumen, ruang timbang, ruang kantor, ruang
penyimpanan contoh pertinggal dan ruang penyimpanan reagen.

4.4 Peralatan
Lafi Ditkesad memiliki rancang bangun dan konstruksi peralatan yang
tepat dengan ukuran yang memadai dan ditempatkan pada tempat yang sesuai
akan menghasilkan suatu mutu obat yang baik karena memudahkan dalam
pembersihan dan perawatannya. Mesin-mesin produksi dan peralatan penunjang
dalam proses produksi non beta laktam, produksi beta laktam, produksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


50

Sefalosporin serta pengawasan mutu sebagian besar telah memenuhi persyaratan


CPOB. Perawatan dan kalibrasi dilakukan secara berkala untuk menjamin proses
kerja dari peralatan tersebut. Bahan peralatan yang digunakan tidak menimbulkan
reaksi, adisi ataupun absorpsi yang dapat mempengaruhi mutu obat. Bahan yang
biasa digunakan terbuat dari stainless steel. Pada setiap kegiatan yang
berhubungan dengan peralatan dilengkapi dengan prosedur tetap (protap) yaitu
protap pengoperasian alat untuk mencegah kesalahan pengoperasian mesin, protap
pemeliharaan alat untuk menjaga agaralat dapat bekerja baik maupun protap
pembersihan alat untuk mencegah kontaminasi dari bahan yang digunakan
sebelumnya maupun dari bakteri yang tidak diinginkan. Setiap pelaksanaan
pemeliharaan dan pemakaian alat dicatat dalam buku catatan harian (log book).
Saluran air, uap dan udara bertekanan atau saluran lainnya telah dipasang untuk
memudahkan akses setiap tahapan proses dan setiap pipa telah diberi penandaan
berupa warna menunjukkan fungsi dari tiap pipa tersebut. Adapun jenis peralatan
yang digunakan untuk menunjang kegiatan di Instalwastu antara lain particle
counter (Lasair II), spektrofotometer UV-Vis yang terkomputerisasi (Shimadzu
UV-1601PC), alat uji disolusi otomatis terkomputerisasi SR8 Plus (Hanson
Research), alat uji waktu hancur (Erweka), alat uji keregasan tablet (Erweka), alat
uji kekerasan, ketebalan serta diameter tablet (Erweka), timbangan digital beserta
printer-nya, alat uji kebocoran kemasan, alat soxlet, readbiotic, inkubator jamur
dan inkubator bakteri, otoklaf, oven (Memmert), ruang uji, lemari es, lampu UV,
lemari asam, climatic chamber, alat pH meter, TDS dan konduktivitas, shaker,
penangas, pengayak, melting point tester, alat uji kadar abu (Furnace 1500), alat
uji kadar air, alat keselamatan, serta peralatan gelas untuk keperluan pengujian di
Instalwastu.

4.5 Sanitasi dan Hygiene


a. Higiene Perorangan
Umumnya karyawan telah mengetahui akan kebersihan diri, bangunan, dan
peralatan, namun harus selalu mendapatkan pembinaan dan upaya lain yang dapat
memotivasi para karyawan untuk berdisiplin dan mempunyai kesadaran sendiri
dalam menerapkan prinsip-prinsip sanitasi dan higiene untuk kebersihan produk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


51

obat, peralatan, dan lingkungan kerja, serta kesehatan karyawan itu sendiri. Dalam
setiap produksi, karyawan menggunakan pakaian khusus untuk produksi yang
dilengkapi dengan masker, penutup kepala, alas kaki, dan sarung tangan. Untuk
pakaian yang dipakai di ruang Non Betalaktam dan Betalaktam karyawan telah
menggunakan pakaian khusus lengkap di ruang produksi sehingga memenuhi
persyaratan CPOB.
b. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Gedung produksi Betalaktam dan Non Betalaktam telah memiliki sanitasi
yang baik dan selalu dibersihkan secara berkala sesuai dengan prosedur tetap
pembersihan yang telah ditetapkan. Sarana untuk penyimpanan pakaian personil
dan milik pribadinya masih menggunakan suatu lemari terbuka untuk menyimpan
pakaiannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan tempat untuk penyimpanan
dibandingkan dengan jumlah karyawan yang ada. Tetapi lebih baik jika dibuatkan
suatu tempat khusus seperti locker untuk penyimpanan pakaian dan barang-barang
milik pribadi mereka. Selain lebih efisien, penggunaan locker juga lebih aman
karena locker bersifat tertutup dan ruangan dapat tertata lebih baik, sehingga
terjadinya kontaminasi silang dapat diminimalkan. Penanganan limbah produksi
di Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan CPOB. Pengolahan limbah
dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan mikrobiologi.

4.6 Produksi
Produksi merupakan suatu kegiatan yang meliputi pengolahan bahan baku
menjadi produk ruahan dan pengemasan produk ruahan menjadi produk jadi.
Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir,
melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak
pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan,
peralatan, kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan. Pada setiap
produksi dilakukan proses IPC untuk memantau mutu obat pada setiap proses
produksi oleh personil produksi. Bahan awal yang digunakan dalam proses
produksi dicatat dalam buku tertentu yang meliputi pencatatan semua pemasukan
dan pengeluaran, keterangan persediaan, nomor bets, tanggal kadaluarsa, serta
keterangan pemasoknya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


52

Setiap produk telah memiliki Batch Record (catatan bets) tersendiri,


sehingga produk obat yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan. Setiap personil yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari
akan pentingnya mengikuti petunjuk yang ada dalam Batch Record. Kedisiplinan
setiap personil di bagian produksi dalam mencatat semua kejadian selama proses
produksi dalam kolom yang tersedia di Batch Record, merupakan suatu
konsekuensi dari tugas dan tanggung jawabnya. Sebaiknya setiap proses yang
telah tercantum dalam Batch Record dilaksanakan, meskipun kegiatan tersebut
telah berulang kali dilakukan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan
dalam proses produksi.

4.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu di Lafi Ditkesad
merupakan bagian yang independen dari bagian lain dan di bawah tanggung
jawab seorang Apoteker. Pengawasan Mutu di Lafi Ditkesad telah dilengkapi
dengan sarana yang memadai berupa laboratorium pengujian kimia, fisika,
maupun mikrobiologi. Kegiatan Pengawasan Mutu yang dilakukan di Lafi
Ditkesad meliputi :
a. Sampling
Pengambilan sampling bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat
jadi yang dilakukan secara random dimana hal ini bertujuan untuk memeriksa
kualitas mutu yang dihasilkan dari bets sehingga memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan.
b. Testing (Pengujian)
Pengujian yang dilakukan, antara lain terhadap bahan awal dilakukan uji
penetapan kadar uji fisik (sesuai dengan monografi masing-masing bahan awal),
untuk produk ruahan dilakukan uji penetapan kadar dan uji fisik, contohnya untuk
sediaan tablet yang terdiri dari keragaman bobot, kekerasan, keregasan, waktu
hancur, diameter dan ketebalan. Untuk uji penetapan kadar dibutuhkan instrumen
analisis yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi seperti HPLC. Di Lafi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


53

Ditkesad, uji penetapan kadar dilakukan dengan metode titrasi dan


spektrofotometri UV-Vis karena belum mempunyai HPLC. Untuk pengujian
terhadap obat jadi, misalnya untuk sediaan tablet, kaplet dan kapsul dilakukan uji
kebocoran strip.
c. Spesifikasi
Instalasi Pengawasan Mutu sudah membuat spesifikasi untuk bahan awal,
produk ruahan dan obat jadi.
d. Inspeksi
Inspeksi terdiri dari pra inspeksi (terhadap bahan baku obat, bahan
pengemas), IPC (terhadap produk antara, produk ruahan) dan inspeksi akhir (final
inspection) terhadap produk jadi (finishing goods). Selain mengawasi dan
mengontrol produk dalam setiap tahapan produksi, Pengawasan Mutu juga
mengontrol kelengkapan dokumen dalam setiap bets produksi. Dokumen disini
meliputi dokumen bets (batch record).
Pengawasan yang dilakukan di Instalasi Pengawasan Mutu meliputi semua
fungsi analisis termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, program uji stabilitas dan
penetapan tanggal kadaluarsa, validasi, dokumentasi dari suatu bets, penyimpanan
contoh pertinggal, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi
tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.

4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Inspeksi Diri dilakukan untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan
pengawasan mutu memenuhi persyaratan CPOB atau tidak. Inspeksi diri
dilakukan terhadap personil, bangunan dan fasilitas, penyimpanan bahan baku dan
obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu dan pemeliharaan gedung yang
dilakukan teratur minimal setahun sekali dimana tindakan perbaikannya harus
dilaksanakan. Tim inspeksi diri merupakan personil yang ditunjuk langsung oleh
Kalafi yang berjumlah 3 orang atau lebih. Tim inspeksi independen atau tidak
berkaitan dengan instalasi yang diinspeksi. Misalnya Instalwastu tidak boleh
diperiksa oleh personil wastu sendiri tetapi diperiksa oleh personil bagian instalasi
lain, contohnya diperiksa oleh personil produksi. Hal ini bertujuan untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


54

mendapatkan hasil penilaian yang objektif. Audit mutu biasanya dilakukan oleh
BPOM dan juga dilakukan oleh pihak luar yang melakukan Toll di Lafi Ditkesad.

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk,


dan Produk Kembalian
Penarikan Produk dan Produk Kembalian tidak langsung dilakukan oleh
Lafi, tetapi dilakukan oleh Ditkesad. Keluhan terhadap produk obat Lafi Ditkesad
pertama kali disampaikan ke Ditkesad, kemudian Ditkesad menyampaikan
informasi kepada Kalafi untuk memeriksa obat yang bermasalah tersebut. Kalafi
memerintahkan Instalwastu untuk melakukan pengujian terhadap sampel
pertinggal dan sampel yang bermasalah tersebut. Jika laporan hasil pengujian
menunjukkan bahwa sampel pertinggal menunjukkan kerusakan yang sama, maka
Instalwastu akan melaporkan ke Kalafi bahwa produk tersebut sudah tidak layak
untuk digunakan dan dimohon untuk ditarik dari peredaran sesuai dengan nomor
bets yang diproduksi dan bagian Installitbang akan berusaha mengatasi masalah
tersebut. Tetapi bila hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel pertinggal masih
bermutu, maka Instalwastu menguji sampel dengan bets yang sama dari wilayah
lain. Jika hasil pengujian obat di wilayah tersebut menghasilkan hasil yang baik
maka Instalwastu melaporkan bahwa obat yang dikeluhkan tersebut rusak karena
perjalanan atau kondisi penyimpanan yang salah. Tanggapan terhadap keluhan
tersebut dapat berupa saran-saran mengenai penanganan obat yang mengalami
kerusakan.

4.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dari sebuah
organisasi perusahaan dan merupakan bagian yang sangat esensial dari pemastian
mutu. Sistem dokumentasi di Lafi Ditkesad sudah cukup baik dilihat dari
Dokumen Produksi Induk yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi pengolahan dan Instruksi
Pengemasan), dokumen batch record, protap untuk produksi, operasional,
perawatan gedung, perawatan alat dan penunjang lainnya, spesifikasi bahan dan
produk, metode dan prosedur analisa, penyimpanan dan sebagainya. Namun

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


55

masih perlu dilakukan penanganan dokumen secara teratur dan sistematis dan
secara komputerisasi sehingga dapat dijaga kerapian, keaslian, kerahasiaan,
keamanan, serta kemudahan dalam penelusurannya, karena sistem dokumentasi
akan sangat menunjang dalam manajemen sistem informasi dalam sebuah
organisasi atau perusahaan. Dalam penulisan dokumen tidak boleh di tipe-x, jika
terjadi kesalahan dicoret sekali kemudian di paraf dan di ganti yang benar.

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Berdasarkan CPOB, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus
dibuat dengan benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahan
yang dapat menyebabkan mutu produk tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara
pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk
menentukan tanggungjawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan
yang menjadi tanggungjawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu)
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi
dua yaitu toll out dan toll in. Toll out adalah kerjasama antara Lafi Ditkesad
dengan industri farmasi lain, tetapi manufacturing dilakukan di industri farmasi
lain, sedangkan toll in adalah kebalikannya, yaitu manufacturing produk industri
farmasi lain yang dilakukan di Lafi Ditkesad. Pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak yang dilakukan di Lafi Ditkesad hanya berupa kerjasama toll in dari
industri farmasi lain, karena sarana dan prasarana di Lafi Ditkesad sudah
memenuhi persyaratan CPOB, sehingga tidak perlu melakukan manufacturing di
industri farmasi lain.
Sebelum pelaksanaan toll in, pihak pemberi kontrak terlebih dahulu
melakukan audit terhadap Lafi Ditkesad untuk melihat fasilitas yang dimiliki
berkaitan dengan produk yang akan di-toll in-kan.

4.12 Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi dan validasi di Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan baik.
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


56

proses, prosedur, kegiatan sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan


dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan. Validasi dilakukan terhadap seluruh prosedur produksi terutama pada
tahap-tahap kritis. Validasi dilaksanakan menurut prosedur dan hasilnya
didokumentasikan. Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, metoda
analisis dan pembersihan.
a. Validasi Proses
Untuk validasi proses di Lafi Ditkesad mencakup validasi proses baru ketika
menggunakan alat atau formula standar baru dalam memproduksi suatu obat.
Contohnya pada proses pencampuran tablet, sebelumnya telah dilakukan validasi
terlebih dahulu untuk menentukan kecepatan putaran alat pencampur untuk
menghasilkan massa yang homogen. Contoh lainnya yaitu dalam proses
pengeringan pada granulasi basah, sebelumnya telah divalidasi berapa lama waktu
pengeringannya untuk mendapatkan granul dengan kadar air yang diinginkan.
Begitu pula dengan proses-proses lainnya yang perlu dilakukan validasi untuk
menjamin keseragaman mutu obat jadi. Validasi dilakukan bila terjadi perubahan
proses seperti penyesuaian alat atau formula saat melakukan kerja dengan formula
standar yang berbeda atau formula standar yang sama tetapi menggunakan bahan
baku yang berbeda serta validasi ulang yang bertujuan untuk melihat kinerja alat
yang digunakan agar senantiasa sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
b. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis dilakukan pada setiap metode yang ada atau yang
digunakan di Lafi Ditkesad. Ada empat jenis metode yaitu uji identifikasi, uji
kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas dan uji kuantitatif zat aktif
dalam obat jadi. Selain keempat uji diatas metode analisis lain seperti uji disolusi
obat atau penentuan ukuran partikel untuk bahan baku aktif juga dilakukan
validasi. Validasi ulang juga dilakukan pada metode analisis jika terjadi
perubahan sintesis bahan aktif, komposisi produk jadi dan perubahan metode
analisis.
c. Validasi Pembersihan
Pada proses pembersihan di Lafi Ditkesad dilakukan setelah proses produksi
selesai. Validasi pembersihan dilaksanakan hanya untuk permukaan alat yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


57

bersentuhan langsung dengan produk. Hal yang dikerjakan adalah melihat


efektifitas pembersihan, penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan
pembersih dan cemaran mikroba. Sampling bahan obat yang digunakan untuk
validasi pembersihan adalah dengan spesifikasi yaitu bahan yang memiliki potensi
cemaran yang besar dan bahan yang sukar larut dalam air.
Kegiatan kualifikasi di Lafi Ditkesad meliputi empat hal yaitu:
a. Kualifiaksi Desain
Kualifikasi Desain merupakan unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Prosesnya mengkaji desain (design
review) yang didokumentasi untuk meyakinkan bahwa seluruh aspek mutu telah
dipertimbangkan dan dikaji pada tahap perencanaan. Salah satu kualifikasi desain
yang di lakukan Lafi Ditkesad adalah kualifikasi desain untuk HVAC.
b. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi Instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru
atau yang dimodifikasi. Kualifikasi instalasi dilakukan dengan menyesuaikan alat
dan sarana penunjang lainnya dengan manual book dari masing-masing alat
tersebut. Bagian yang berperan dalam kualifikasi instalasi di Lafi Ditkesad adalah
bagian Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang.
c. Kualifikasi Operasional
Kegiatan Kualifikasi Operasional di Lafi Ditkesad mencakup kalibrasi,
prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan ketentuan
perawatan preventif. Setelah kualifikasi operasional selesai dilakukan selanjutnya
dibuat suatu persetujuan tertulis yang menyatakan bahwa alat tersebut dapat
bekerja sesuai dengan spesifikasinya.
d. Kualifikasi Kinerja
Setelah Kualifikasi Instalasi dan Kualifikasi Operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui selanjutnya dilakukan kualifikasi kinerja untuk
melihat kerja alat yang bersangkutan apakah memberikan hasil kerja sesuai
dengan kapasitas hasil produksi maksimal dan minimal alat yang tertera di
manual book.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
a. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
sudah mulai menerapkan aspek-aspek yang dipersyaratkan oleh CPOB
diseluruh proses produksinya. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya
pembangunan bangunan baru, memperbarui dan melengkapi peralatan,
validasi metode dan prosedur pengawasan mutu serta dilengkapi dengan
dokumentasi yang baik dan benar.
b. Peran Apoteker dalam industri farmasi tidak hanya dalam produksi dan
pengawasan mutu, tetapi juga bisa di bagian pengadaan, pemeliharaan,
penyimpanan, serta riset dan pengembangan.
c. Dokumen di Lafi Ditkesad masih dilakukan secara manual.
d. Instalasi pengawasan mutu belum mempunyai HPLC

5.2 Saran
a. Perlu menjalankan sistem komputerisasi secara menyeluruh, sehingga
pemantauan, pencarian data, dan penelusuran informasi menjadi lebih
mudah.
b. Perlunya pembinaan dan pelatihan tenaga kerja mengenai pentingnya
sanitasi dan higiene yang dilakukan secara berkesinambungan.
c. Perlu diadakan HPLC untuk menunjang kerja dari Instalwastu Lafi
Ditkesad.

58 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Kepala Staf TNI AD, Peraturan Kasad No.


Perkasad/219/XII/2007 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi
Ditkesad(Orgas Lafi Ditkesad). Bandung.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2001). Petunjuk Operasional Penerapan
Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Menteri Kesehatan RI. (1988). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 43/SK/Menkes/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Baik. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1799/Menkes/PER/XII/2010 tentang Usaha Industri Farmasi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

59 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


60

LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA STAF ANGKATAN DARAT
NOMOR KEP / 28 / IX / 2006

DITKESAD

POKPIMP IT

SUBDIT SUBDIT SUBDIT SUBDIT


BINCAB BINDUKKES BINYANKES BINMATKES

SESDITKESAD INFOLAHTA

RSPAD LAFI LABIOMED LAKESMIL LAKESGILUT LAPALKES GUPUS I GUPUS II

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


61

LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI LAFI DITKESAD,
BERDASARKAN PERATURAN KASAD NO : Perkasad 219 / XII / 2007

KALAFI

WAKALAFI

Eselon Pimpinan

PAAHLI KABAGMINLOG

Eselon Pembantu Pimpinan

KASITUUD
Eselon Pelayanan

Eselon Pelaksana

KAINST KAINSTAL KAINSTALHAR KAINSTAL KAINSTAL


ALPROD WASTU DAN SISJANG LITBANG SIMPAN

Keterangan :
KALAFI : Kepala Lembaga Farmasi
WAKALAFI : Wakil kepala Lembaga Farmasi
PA AHLI : Perwira Ahli
KABAG MINLOG : Kepala Bagian Administrasi dan Logistik
KASI TUUD : Kepala Seksi Tata Usaha Urusan Dalam
KAINSTALPROD : Kepala Instalasi Produksi
KAINSTALWASTU : Kepala Instalasi Pengawasan Mutu
KAINTALHAR DAN SISJANG : Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem
Penunjang
KAINSTAL LITBANG : Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan
KAINSTALSIMPAN : Kepala Instalasi Penyimpanan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


62

LAMPIRAN 3
SISTEM PENGAWASAN MUTU LAFI DITKESAD

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


63

LAMPIRAN 4
BLANKO CATATAN PENGUJIAN BAHAN BAKU

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


64

LAMPIRAN 5
BLANKO HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM

LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
INSTALASI PENGAWASAN MUTU

LAPORAN HASIL PENGUJIAN

NOMOR : / /20

1. NAMA CONTOH 7. RUMUS KIMIA :


2. NAMA PABRIK :
8. DITERIMA TANGGAL :
3. NAMA PENYALUR :
4. JUMLAH :
9. MULAI DIUJI TANGGAL :
5. KEMASAN :
6. TGL DALUAWARSA :
10. SELESAI DIUJI TANGGAL :

11. PERMINTAAN DARI 12. MAKSUD PENGUJIAN :


Panitia Penerimaan Matkes/Matum No..... Quality Control
Tanggal ....-....-20...., TA 20.... Contoh
:..No..
13. HASIL PENGUJIAN
a. Pemerian
b. Identifikasi
c. Kemurnian
d. Kelarutan
e. Keasaman/Kebasaan
f. Suhu Lebur : (Syarat : - )
g. Rotasi Jenis : (Syarat : - )
h. Indeks Bias : (Syarat : - )
i. Bobot Jenis : (Syarat : - )
j. Susut Pengeringan : % (Syarat : - )
k. Kadar Abu : % (Syarat : - )
l. Kadar : % (Syarat : - )
14. PEMERIKSAAN LAIN :
15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap
16. CATATAN : 17. KESIMPULAN :

18. PEMERIKSA :
BANDUNG, 20
KA. INS. WASTU

( )

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


65

LAMPIRAN 6

BLANKO CATATAN PENGUJIAN TABLET / KAPSUL

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


66

LAMPIRAN 7
BLANKO CATATAN PENGUJIAN
LARUTAN / SIRUP / INJEKSI / SALEP / KRIM

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


67

LAMPIRAN 8
LABEL KARANTINA, DILULUSKAN, DAN DITOLAK

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


68

LAMPIRAN 9
ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN TABLET

IPC:

IPC:
Homogenitas,
Kadar zataktif

IPC:
Kekerasan, kerapuhan, dan
keseragaman bobot

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


69

LAMPIRAN 10
ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN KAPSUL

Penimbangan

Zat Aktif, Zat Pelincir

Mixer

Pencampuran Homogen

IPC
Homogenitas massa kapsul
Karantina Penetapan kadar bahan aktif

Wastu/IPC

Pengisian Kapsul

Polishing

IPC
Karantina
Keseragaman bobot kapsul
Wastu/IPC

IPC
Jumlah setiap Pengemasan QC
strip Pemeriksaan
Kebocoran strip kelengkapan obat jadi
(pemberian label,
Karantina stempel, nomor batch, Gudang Obat Jadi
exipired date, brosur)

Pengemasan Karantina Lolos Uji

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


70

LAMPIRAN 11

ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN SIRUP

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


71

LAMPIRAN 12
ALUR PROSES PRODUKSI SIRUP KERING

Penimbangan Botol

Pencampuran Pencucian

Pengeringan
Pencampuran

Wastu/IPC Botol Bersih

Pengisian/Penutupan
/Labeling

Wastu/IPC

Pengemasan Sekunder

Wastu/IPC

Obat Jadi
Wastu/IPC

Instalsimpan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


72

LAMPIRAN 13

ALUR SISTEM PENGOLAHAN AIR

Bak III

SAND CARBON
FILTER FILTER
Bak II
PENUKAR KATION
DAN ANION

Bak I

Purified Water

GROUND TANK

FILTER 0,3 µm

Raw Material
(PDAM)

FILTER 0,2 µm

High Purified Water

DESTILASI

Water For Injection

STERILISASI

Steril Water For Injection

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


73

LAMPIRAN 14
DENAH INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

BAK KONTROL SALURAN PEMBUANGAN


UMUM

Pump
BAK BIDANG MIRING
BAK PE-
NAMPUNGAN

Dosing Pump

Pengaduk PIPA SALURAN CAIRAN DARI


BAK
BAK PENAMPUNGAN KE BAK
SEDIMENTASI 3
BAK FLOKULASI EKUALISASI
Karung Penyaring
Endapan
Pengaduk AIR LIMBAH
Dosing Pump BETALAKTAM
BAK KOAGULASI

BAK SEDIMENTASI 2
(CLARIFIER) BAK SEDIMENTASI
AWAL
BAK AERASI
Difuser
Pengaduk Aerator

BAK EKUALISASI

Pump

Pengaduk AIR LIMBAH NON


BETALAKTAM

AIR LIMBAH NON


BETALAKTAM TABLET SALURAN AIR LIMBAH DARI
COATING SEDIMENTASI AWAL

Air Washer Destruksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


74

LAMPIRAN 15
INSTALASI AHU LAFI DITKESAD

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


75

LAMPIRAN 16
ALUR PROSES PENERIMAAN DAN PENGELUARAN BARANG DI
INSTALASI PENYIMPANAN

DITKESADA Surat Perintah

PPM Surat Perintah Ka LAFI

GUPUS II Instal Simpan LAFI Produksi

Proses Penerimaan Barang

Program
- SKB
Card deck Produksi Batch
- BP Tim komisi
record
BA

Proses Pengeluaran Barang

- Dasar = NPM
Proses Produksi
- Penimbangan
- Pemotongan kartu barang
- Pembuatan BP intern LAFI
(setelah selesai timbang 1 item
BA PPn obat)

Tim komisi
Wastu

HPL
BP dari produksi
Karantina Obat Jadi
Keterangan :
Gudang Obat
PPM - SKB Jadi PPM : Perintah Pengeluaran
- BP Materil
distribus
PPnM : Perintah Penerimaan
Materil

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


76

LAMPIRAN 17
SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT

Sertifikat CPOB sediaan β-laktam

Sertifikat CPOB sediaan non β-laktam

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


77

LAMPIRAN 18
PRODUK LAFI DITKESAD

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


78

LAMPIRAN 19
DAFTAR PRODUK OBAT LAFI DITKESAD

Nama Produk Isi Bentuk Sediaan


Amox Amoksisilin Kaplet, Kapsul, Sirup Kering
Ampi Ampisilin Kaplet, Kapsul, Sirup Kering
Buscofiad Antalgin, Hiosin n butil bromida Tablet
Clofenad Natrium Diklofenak Tablet salut enterik
Dexad Deksametason Tablet
Dextro 15 Dekstrometorfan HBr Tablet
Fimol Parasetamol Tablet, Sirup
Floxad Ciprofloxacin Kaplet, Kapsul, Sirup Kering
Ifenad Ibuprofen Tablet
Imodiad Loperamid HCl Tablet
Lafidril Difenhidramin,Dekstrometofan Sirup
Fenilefrin, Ammonium Klorida
Natrium Sitrat, Alkohol
Lafigencin Gentamisin Sulfat Salep
Lafihistin Mebhidrolin Napadisilat Tablet
Lafimycetine Kloramfenikol Salep
Lafimycort Kloramfenikol, Hidrokortison Ac Salep
Lafinazole Mikonazol Nitrat Salep
Lafiodine Povidon Iodin 10% Larutan Antiseptik
Lafitens Kaptopril Tablet
Metron Metronidazol Tablet
Neodiare Anttapulgite Tablet
Neolafimag Sanalmin, Simetikon Tablet kunyah
Neostopflu Parasetamol, ctm, fenilpropanolamin Tablet
Neuralgad Antalgin, klordiazepoksid, Thiamin mononitrat Tablet
Piridoksin HCl, Sianokobalamin, kofein
Neurobiad Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin B12 Tablet
Ponstad Asam Mefenamat Kaplet, Kapsul
Sangobiad Fe gluconas, Mn Sulfat, Cu Sulfat Kapsul
Asam folat, Sianokobalamin, Vitamin C
Solvonad Bromhexine HCl Tablet
Sultrim Trimetoprim, Sulfametoksazol Tablet, Sirup
Thiamfi Tiamfenikol basa Kapsul
Yudhavit Ekstrak ginseng, Vit A, Vit B1, Vit B2 Kaplet
Vit B6, Nikotinamida, Asam askorbat
Kalsium pentotenat, Tembaga sulfat
Fe gluconas, Mg Sulfat, Mn Sulfat, Zinc Sulfat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


v

UNIVERSITAS INDONESIA

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Melisa, S.Farm.
1106047190

APOTEKER LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Parasetamol ............................................................................................ 3
2.1.1 Monografi .................................................................................. 3
2.1.2 Indikasi ...................................................................................... 3
2.1.2 Farmakologi .............................................................................. 4
2.1.3 Farmakokinetik ......................................................................... 4
2.1.2 Efek Samping ............................................................................ 4
2.2 Tablet...................................................................................................... 4
2.3 Metode Analisis Tablet Parasetamol ...................................................... 6
2.4 Validasi Metode Analisis ....................................................................... 7
2.4.1 Kecermatan atau Akurasi .......................................................... 8
2.4.2 Keseksamaan atau Presisi ......................................................... 8
2.4.3 Selektifitas atau Spesifisitas ...................................................... 10
2.4.4 Linearitas dan Rentang .............................................................. 10
2.4.5 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ................... 10
2.4.6 Ketangguhan (Ruggedness)....................................................... 11
2.4.7 Kekuatan (Robustness) .............................................................. 11
Bab 3 Protokol Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Tablet
Parasetamol ......................................................................................... 15
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ..................................... 15
3.2 Kepala Protokol ..................................................................................... 15
3.3 Isi Protokol ............................................................................................. 15
3.4 Parameter Pengujian ............................................................................... 16
3.5 Prosedur Pelaksanaan ............................................................................. 17
3.6 Penutup .................................................................................................. 28
Bab 4 Pembahasan ........................................................................................ 29
Bab 5 Kesimpulan dan Saran ...................................................................... 34
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 34
5.2 Saran ....................................................................................................... 34
Daftar Acuan ................................................................................................. 35
Lampiran ...................................................................................................... 36

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Molekul Parasetamol .................................................... 3

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter atau Karakteristik Validasi.......................................... 7


Tabel 2.2 Kriteria Penerimaan Perolehan Kembali (akurasi) ...................... 8
Tabel 2.3 Persyaratan Presisi ....................................................................... 9

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Protokol Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Tablet


Parasetamol .................................................................................. 36

v Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan suatu kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
karena kegunaannya untuk pengobatan, peredaan dan pencegahan penyakit
sehingga mutu obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tingginya kebutuhan
akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh manusia sehingga melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri
farmasi agar mampu memproduksi obat berkualitas yang memenuhi persyaratan
khasiat (efficacy), keamanan (safety), dan mutu (quality) dalam dosis yang
digunakan untuk tujuan pengobatan.Untuk mewujudkan hal tersebut, industri
farmasi harus memegang teguh prinsip CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
CPOB merupakan suatu pedoman dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
pembuatan obat dalam industri farmasi untuk memproduksi obat yang bermutu.
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006).
Validasi merupakan salah satu aspek penting dalam CPOB dalam upaya
menghasilkan obat yang bermutu. Validasi menurut CPOB merupakan suatu
tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai untuk memberi kepastian bahwa
semua bahan, prosedur, kegiatan, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan
dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006). Untuk
menjamin bahwa hasil analisis terhadap mutu produk dapat dipercaya dan
diandalkan dalam rangka pengambilan keputusan bahwa suatu produk memenuhi
persyaratan mutu atau tidak, maka perlu dilakukan validasi terhadap alat,
prosedur, lingkungan, maupun metode analisis yang digunakan. Salah satu bentuk
validasi adalah validasi terhadap metode analisis. Validasi metode analisis penting
dilakukan untuk mengetahui bahwa metode atau prosedur analisis yang digunakan
sesuai dan memenuhi syarat dengan tujuan penggunaannya (Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006).
Validasi merupakan serangkaian proses pembuktian yang harus
didokumentasikan. Oleh karena itu, sebelum melakukan proses validasi terlebih
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


2

dahulu perlu disusun protokol validasi. Protokol validasi adalah suatu rencana
tertulis dimulai dari bagaimana validasi akan dilaksanakan termasuk parameter
pengujian, karakteristik produk, peralatan dan batas pengambilan keputusan
terhadap hasil uji yang dapat diterima. Pada kesempatan ini, akan disusun
protokol validasi metode analisis penetapan kadar tablet parasetamol. Validasi
metode analisis penetapan kadar tablet parasetamol penting dilakukan untuk
menjamin bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi akurasi, presisi yang
baik serta memenuhi parameter-parameter validasi lainnya. Tablet Parasetamol
yang digunakan hanya sebagai model salah satu obat yang diproduksi oleh
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) untuk
protokol validasi metode analisis yang ada.

1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat memahami dan membuat protokol validasi metode
analisis penetapan kadar tablet parasetamol.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol (Martindale, 1982)


2.1.1 Monografi Parasetamol

Gambar 2.1. Struktur molekul Parasetamol (asetaminofen)

Rumus molekul : C8H9NO2


BM : 151,2
Sinonim : Asetaminofen, Parasetamol, Asetofenum.
Nama kimia : 4-hidroksi asetanilid, p-hidroksi asetanilid, p-
asetamidofenol, p-asetaminofenol, p-asetilaminofenol, N-
asetil-p-amonofenol.
Nomor CAS : 103-90-2
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam etanol, metanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Titik leleh : 169o C sampai 172o C.

2.1.2 Indikasi

Di Indonesia, pengguanaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik,


menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol
sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan
nefropati analgesik karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering
dikombinasi dengan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) untuk efek analgesik
(Wilmana dan Gan, 2007).

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


4

2.1.3 Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan


nyeri ringan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek anti inflamasinya
sangat lemah sehingga parasetamol tidak digunakan sebagai anti reumatik.
Parasetamol merupakan pengahambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek
iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada pemberian obat ini
(Wilmana dan Gan, 2007).

2.1.4 Farmakokinetik

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.


Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma,
sebanyak 25% parasetamol yang terikat oleh protein plasma dan dimetabolisme
oleh enzim mikrosom dan diekskresi melalui ginjal (Wilmana dan Gan, 2007).

2.1.5 Efek Samping

Reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol jarang terjadi.


Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa
demam dan lesi pada mukosa (Wilmana dan Gan, 2007).

2.2 Tablet
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet merupakan sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Selain bahan pengisi,
bahan tambahan lain yang biasa digunakan dalam pembuatan tablet adalah bahan
pengikat, penghancur, pembasah, pelicin atau bahan lainnya yang cocok.
Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet cetak
atau tablet kempa.
Suatu tablet, harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan,
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil,
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik,
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


5

5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan,


6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan,
7. Bebas dari kerusakan fisik,
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan,
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu,
10. Tablet memenuhi persyaratan Farmakope yang berlaku.
Dibandingkan dengan bentuk sedian lain, sediaan tablet memliki
keuntungan, antara lain :
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan
oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan,
penyimpanan, dan pengangkutan,
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif
yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk
sediaan ora; untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling
rendah),
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil,
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil,
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air,
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet,
7. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya
tablet tidak segera terjadi,
8. Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas
terkendali),
9. Tablet dapat disalut untuk menutupi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang
tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik),
10. Dapat diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga biaya
produksinya lebih rendah
11. Pemakaian oleh penderita lebih mudah
12. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik
Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai beberapa
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


6

kerugian, antara lain :


1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak
sadar/pingsan)
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
a. Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat
amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis;
b. Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup
besar atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau
kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit atau tidak mungkin diformulasi
atau dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan
bioavaibilitas obat cukup (harus diformulasi sedemikian rupa);
c. Zat aktif yang rasanya pahit, zat aktif dengan bau yang tidak dapat
dihilangkan, atau zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan
kelembaban udara, memerlukan enkapsulasi atau penyalutan dahulu
sebelum dikempa. Dalam keadaan ini sediaan kapsul menjadi lebih baik
serta lebih murah daripada tablet.

2.3 Metode Analisis Tablet Parasetamol


2.3.1 Metode Analisis Parasetamol dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi:
a. Sistem kromatografi
Detektor : UV 243 nm
Kolom : L1 (3,9 mm x 30 cm)
Fase gerak : air dan metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 mL/menit
Volume injeksi : 10 µl
b. Kriteria uji kesesuaian sistem
Resolusi (R) tidak kurang dari 2,0 dan deviasi standar relatif (RSD) untuk
lima kali injeksi replikat tidak lebih dari 2,0 %.
c. Prosedur
Secara terpisah suntikkan 10,0 µl larutan standar dan larutan assay ke
dalam kromatografi, catat kromatogram, dan ukur respons terhadap puncak
utama. Hitung kuantitas, dalam mg, parasetamol dalam tablet dengan rumus:
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


7

10000C(rU/rS)
Dimana C merupakan konsentrasi, dalam mg per mL, parasetamol RS
pada larutan standard; rU dan rS adalah respons puncak parasetamol dalam larutan
assay dan larutan standar.

2.3.2 Tablet Parasetamol (United States Pharmacopeia 30)


Tablet Parasetamol mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0% parasetamol (C8H9NO2) dari jumlah yang tertera pada etiket.

2.4 Validasi Metode Analisis


Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadapparameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan dbahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan penggunaannya.Tujuan validasi metode
analisis adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisis (cara/prosedur
pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu,
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus).
(Validation of Compendial method, 2008).
Parameter-parameter tersebut adalah kecermatan (accuracy), keseksamaan
(precision), selektivitas (specificity), linearitas (linearity), rentang (range), batas
kuantitasi (LOQ) dan batas deteksi (LOD), ketangguhan (ruggedness) dan
kekuatan (robustness) (Harmita, 2006).
Tabel 2.1 Parameter atau karakteristik validasi
Cemaran Penetapan
Karakteristik Kadar
Uji Kuantitatif Uji Batas
Tipe Prosedur Identifikasi (Disolusi dan
Analisis Kandungan)
Akurasi - + - +
Presisi:
- Repeatability - + - +
- Intermediate
Precision - + - +
Spesifisitas + + + +
Limit Deteksi - - + -

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


8

Limit
Kuantitasi - + - -
Linearitas - + - +
Rentang - + - +
[Sumber: ICH, 1994]
Tiap parameter validasi tersebut merupakan parameter terpenting untuk
validasi berbagai jenis prosedur analisis yang berbeda. Robustness (kekuatan)
tidak dicantumkan di dalam tabel tetapi perlu dipertimbangkan pada tahap yang
sesuai dalam pengembangan prosedur analisis (ICH, 1994).
2.4.1 Kecermatan atau Akurasi
Kecermatan adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil perolehan kembali dari analit
yang ditambahkan. Cara penentuan kecermatan atau akurasi dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu metode absolut (spike-placebo recovery) dan metode
adisi (standard addition method) (Harmita, 2006). Persyaratan akurasi dijelaskan
seperti dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Kriteria penerimaan perolehan kembali (akurasi)

Konsentrasi Zat Unit Batas perolehan kembali


Aktif (%) (%)
100 100% 98-102
10 10% 98-102
1 1% 97-103
0,1 0,1% 95-105
0,01 100 ppm 90-107
0,001 10 pm 80-110
0,0001 1 ppm 80-110
0,00001 100 ppb 80-110
0,000001 10 ppb 60-115
0,0000001 1 ppb 40-120
[Sumber: AOAC, 1998]

2.4.2 Keseksamaan atau Presisi


Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


9

campuran yang homogen (Harmita, 2006). Persyaratan presisi dijelaskan dalam


tabel di bawah ini.
Tabel 2.3 Persyaratan presisi
Konsentrasi (%) Unit Batas RSD (%)
100 100% 1,3
10 10% 2,8
1 1% 2,7
0,1 0,1% 3,7
0,01 100 ppm 5,3
0,001 10 pm 7,3
0,0001 1 ppm 11
0,00001 100 ppb 15
0,000001 10 ppb 21
0,0000001 1 ppb 30
[Sumber: AOAC, 1998]
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika
sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen.
Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa
campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat
pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus
disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi
terhadap keseksamaan ini (Harmita, 2006).
ICH menjelaskan bahwa presisi terdiri dari tiga komponen, yaitu (Center
for Drug Evaluation and Research, 1994):
a. Repeatibility (keterulangan)
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali
oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap
sampel-sampel identik yang terpisah dari bets yang sama, jadi memberikan
ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.
b. Intermediate precision (presisi intermediet)
Presisi intermediet menilai ketahanan uji metode pada lingkungan yang
berbeda dari yang biasa digunakan selama pengembangan metode. Tujuannya
adalah untuk menjamin bahwa metode akan memberikan hasil yang sama ketika
sampel yang serupa dianalisis saat fase pengembangan metode selesai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


10

Berdasarkan waktu dan sumber daya, metode dapat diuji pada banyak hari, analis,
instrumen, dan lain-lain.
c. Reproducibility (ketertiruan)
Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang
berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang
berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula.

2.4.3 Selektifitas atau Spesifisitas


Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektifitas seringkali
dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap
sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis
sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Pada metode
analisis yang melibatkan kromatografi, selektifitas ditentukan melalui perhitungan
daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2006).

2.4.4 Linearitas dan Rentang


Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas
yang dapat diterima (Harmita, 2006).

2.4.5 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)


Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ)
merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil
analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


11

Batas deteksi dan kuantitasi dapatdihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. (Harmita, 2006).
a) Batas deteksi (Limit Of Detection / LOD)
k X Sb
𝐿𝑂𝐷 = k=3
SI

b) Batas kuatitasi (Limit Of Quantitative / LOQ)


k x Sb
𝐿𝑂𝑄 = k = 10
SI

Ket :Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko


Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara responterhadap
konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a + bx)

2.4.6 Ruggedness (Ketangguhan Metode)


Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal. Seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan
lain-lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh
perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode
merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar
analis (Harmita, 2006).

2.4.7 Robustness (Kekuatan)


Kekuatan merupakan pengukuran kemampuan metode tetap tidak
terpengaruh oleh variasi kecil dalam parameter metode. Kekuatan dapat dijamin
dengan spesifikasi uji kesesuaian sistem. Untuk memvalidasi kekuatan suatu
metode perlu dibuat perubahan metodologi kecil dan terus menerus dan
mengevaluasi respon analitik dan efek pada presisi dan akurasi. Sebagai contoh,
perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat
mencakup perubahan komposisi organik fase gerak, pH fase gerak dan perubahan
temperatur kolom (Center for Drug Evaluation and Research, 1994; Harmita,
2006).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


12

2.4.7.1 Uji Kesesuaian Sistem


Uji Kesesuaian Sistem merupakan parameter awal yang menjamin dalam
menghasilkan sistem yang sesuai dan baik. Suatu metode atau sistem yang sudah
divalidasi harus dilakukan secara rutin pengecekan uji kesesuaian sistem. Uji
kesesuaian sistem digunakan untuk memverifikasi bahwa resolusi dan
reproduktifitas dari sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan
dilakukan. Pengujian didasarkan pada konsep bahwa peralatan, elektronik, proses
analisis, dan sampel yang akan dianalisis merupakan suatu sistem integral yang
dapat dievaluasi. Parameter yang diperhitungkan dalam uji kesesuaian sistem
adalah (Center for Drug Evaluation and Research, 1994; USP 32, 2009):
1. Faktor kapasitas (k’)
Faktor kapasitas didefinisikan sebagai waktu tambahan yang diperlukan
zat terlarut untuk terelusi, dibandingkan dengan zat yang tidak tertahan (zat yang
faktor kapasitasnya tidak ada). Umumnya nilai dari faktor kapasitas lebih dari dua
(Harmita, 2006; ICH, 2005).
k’ = tR-tM (2.1)
tM
dimana k’ merupakan faktor kapasitas, tR merupakan waktu retensi zat dan tM
merupakan waktu retensi zat inert (contohnya pelarut).

2. Faktor ikutan (T)


Faktor ikutan (tailing factor) didefinisikan sebagai perbandingan antara
jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak dibagi dua kali jarak dari maksimum
puncak sampai tepi muka puncak, dimana pengukuran jarak-jarak tersebut diukur
pada titik yang ketinggiannya 5% dari tinggi puncak di atas garis dasar
kromatogram. Faktor ikutan ini dapat menentukan puncak yang tidak
asimetris. Untuk suatu puncak yang simetris, faktor ikutan besarnya satu,
dan besar faktor ikutan akan bertambah jika kromatogram makin tampak
berekor. Nilai faktor ikutan yang baik adalah kurang dari atau sama dengan dua
(Harmita, 2006; ICH, 1994).
T = W 0,05 (2.2)
2f
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


13

Dimana T merupakan faktor ikutan, W0,05 merupakan jarak tepi muka sampai tepi
belakang puncak dan f merupakan jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka
puncak.

3. Jumlah lempeng teoritis (N) dapat dihitung dengan rumus:

tR 2 (2.3)
N = 16
W
Dimana N merupakan jumlah lempeng teoritis, tR adalah waktu retensi dan
W adalah luas puncak. Jumlah lempeng teoritis ditentukan oleh konstruksi kolom,
sifat sampel, laju alir, temperatur, dan cara memasukkan sampel. Semakin besar
jumlah lempeng teoritis, maka puncak makin sempit sehingga resolusi makin baik
dan keadaan kromatografi yang ideal makin dipenuhi (jumlah lempeng
teoritis lebih dari 2500). Kemampuan seluruh kolom labih baik dinilai dengan
menghitung panjang kolom yang sesuai dengan sebuah lempeng teoritis (HETP
= Height Equivalent to a Theaoritical Plate).
Efisiensi kolom menunjukkan kemampuan kolom untuk menghasilkan
puncak sempit dan perbaikan pemisahan. Efisiensi kolom dapat diukur sebagai
jumlah plat teoritis atau HETP. HETP yaitu panjang kolom yang diperlukan untuk
tercapainya keseimbangan komponen sampel antara eluen dengan kolom
(Harmita, 2006).
𝐿 (2.4)
𝐻𝐸𝑇𝑃 =
𝑁
Dimana HETP (Height Equivalent to A Theoretical Plate) merupakan
panjang lempeng teoritis, L (Length) adalah panjang kolom dan N adalah jumlah
plat teoritis. HETP semakin kecil berarti kolom semakin efisien. Kolom yang baik
mempunyai HETP yang kecil dan N yang besar.

4. Resolusi (R) (daya pisah)


Resolusi Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2
puncak yang saling berdekatan (ΔtR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar puncak
(W1+W2)/2 seperti rumus berikut :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


14

R = 2(tR2 – tR1) (2.5)


W1+W2

Dengan R adalah resolusi, tR adalah waktu retensi dan W adalah luas


puncak. Nilai R harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan
pemisahan puncak yang baik (base line resolution). Nilai ini menunjukkan bahwa
kedua puncak terpisah secara sempurna (Harmita, 2006).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 3
PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR
TABLET PARASETAMOL

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus


Metode penelitian dilakukan dengan cara studi literatur untuk membuat
protokol validasi metode analisis penetapan kadar tablet parasetamol. Studi
literatur dilakukan di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Jl.
Gudang Utara No. 25-26 Bandung pada periode 1 – 30 April 2013.

3.2 Kepala Protokol


Berisi lambang LAFI AD, judul protokol, nama produk, bentuk sediaan,
kekuatan sediaan, nomor protokol, tanggal berlaku, nomor halaman, paraf
penyusun, pemeriksa dan persetujuan protokol.

3.3 Isi Protokol


3.3.1 Tujuan
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat
menetapkan kadar tablet parasetamol secara konsisten dan memberikan hasil yang
akurat.
3.3.2 Ruang Lingkup
Metode analisis yang divalidasi adalah metode analisis dengan alat KCKT
untuk penetapan kadar tablet parasetamol No. : ........
3.3.3 Referensi
Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006.
3.3.4 Tanggung Jawab
3.3.4.1 Kepala Instalasi Pengawasan Mutu bertanggung jawab untuk:
a. Menetapkan protokol validasi untuk metode analisis penetapan kadar
tablet parasetamol dan menyusun laporan validasi berdasarkan
protokol tersebut.
b. Melakukan pengkajian dan menyetujui protokol validasi penetapan
kadar tablet parasetamol sebelum dilakukan validasi.
15 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


16

c. Melakukan pengkajian terhadap data dalam laporan validasi dan


menjamin kelengkapan laporan sebelum ditandatangani dan
diserahkan kepada atasannya untuk dimintakan persetujuan akhir dan
pengesahan.
d. Melaksanakan pelatihan teknis laboratorium dan pelatihan lain yang
sesuai terhadap semua personil yang terkait dengan validasi ini dan
melakukan evaluasi hasil pelatihan sebelum validasi dilaksanakan.
3.3.4.2 Kepala Seksi Kimia-Fisika Instalasi Pengawasan Mutu bertanggung
jawab untuk:
a. Membuat jadwal pelaksanaan validasi ini, mengawasi
pelaksanaannya dan memeriksa kebenaran dan kelengkapan catatan
pengujian.
b. Menjamin bahwa status kalibrasi semua peralatan dan instrumen
yangdigunakan untuk validasi telah diperbaharui.
c. Menjamin bahwa semua protap yang berhubungan dengan validasi
metode analisis penetapan kadar tablet parasetamol telah
diperbaharui sesuai protokol validasi.
d. Menyusun laporan validasi berdasar hasil dan data yang diperoleh.
3.3.4.3 Analis di Instalasi Pengawasan Mutu bertanggung jawab untuk :
a. Melaksanakan validasi metode analisis sesuai dengan protokol
validasi.
b. Mencatat semua hasil uji dalam format yang tepat.
c. Melaporkan pelaksanaan validasi kepada supervisor.

3.4 Parameter Pengujian


Parameter pengujian yang dipakai untuk validasi adalah:
a. Uji Kesesuaian Sistem
b. Selektifitas
c. Spesifisitas
d. Akurasi
e. Presisi
f. Linearitas dan Rentang
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


17

g. Uji Batas Deteksi dan Batas kuantitasi (LOD dan LOQ)


h. Uji Kekuatan (Robustness)

3.5 Prosedur Pelaksanaan


3.5.1 Verifikasi
a. Lakukan verifikasi dokumen yang terkait dengan validasi.
b. Lakukan verifikasi status kualifikasi dan kalibrasi dari semua peralatan
yang dipakai.
c. Lakukan verifikasi pelatihan karyawan yang terkait dengan pelaksanaan
validasi.

3.5.2 Pembuatan larutan


a. Pelarut
Campuran dari air dan metanol (3:1)
b. Fase Gerak:
Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (3:1).
Campurkan 125 mL metanol dengan 375 mL air. Sebelum digunakan, fase
gerak disaring melalui membran filter 0,5 µm dengan menggunakan vakum
(Ditjen POM,1995).
c. Larutan Standar Parasetamol
Ditimbang seksama ± 10,0 mg parasetamol working standard (WS),
masukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan fase gerak campuran
air - metanol (3:1) sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan
fase gerak hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,1
mg/mL. Kemudian larutan tersebut dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan
larutan dengan konsentrasi 0,01 mg/mL (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
d. Larutan Sampel
Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100,0 mg serbuk sampel lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 200,0 mL, lalu ditambahkan 100,0 mL fase gerak campuran
air-metanol (3:1), disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


18

dengan fase gerak hingga garis batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL,
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis
batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,01 mg per mL, berdasarkan
yang tertera pada etiket. Kemudian saring larutan dengan menggunakan vakum
dan membran filter 0,5 µm dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S.
Pharmacopeia 30, 2007).
e. Larutan Plasebo
Timbang seksama sejumlah 100,0 mg serbuk eksipien lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan fase gerak campuran air -
metanol (3:1) sebanyak 20,0 mL, disonicate selama 5 menit kemudian
volumenya dicukupkan dengan fase gerak hingga garis batas.

3.5.3 Uji Kesesuaian Sistem


3.5.3.1 Pengukuran Uji Kesesuaian Sistem
a. Dialirkan fase gerak melewati kolom selama tidak kurang dari 30 menit.
b. Disuntikkan 10 µl larutan standar sebanyak enam kali pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
c. Waktu retensi dicatat, kemudian dihitung faktor kapasitas (k’), faktor ikutan
(T), jumlah lempeng teoritis (N), efisiensi kolom (HETP), dan resolusi (R).
3.5.3.2 Perhitungan
a. Faktor kapasitas (k’) = tR-tM
tM
dengan : tR = waktu retensi zat
tM = waktu retensi zat inert
b. Faktor ikutan (T) = W 0,05
2f
dengan : W0,05 = jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


19

f = jarak dari maksimum puncak sampai tepi


muka puncak
c. Jumlah lempeng teoritis (N)
2
tR
N = 16
W
dengan : N = jumlah lempeng teoritis
tR = waktu retensi
W = luas puncak
d. Efisiensi kolom (HETP)
𝐿
𝐻𝐸𝑇𝑃 = 𝑁

dengan: HETP = (Height Equivalent to A Theoretical Plate)


panjang lempeng teoritis
L (Length) = panjang kolom
N = jumlah plat teoritis
e. Resolusi (R) = 2(tR2-tR1)
W1+W2
dengan : R = resolusi
tR = waktu retensi
W = luas puncak
3.5.3.3 Syarat
a. Resolusi (R) parasetamol terkait senyawa A (cemaran) tidak kurang dari
2,0.
b. Jumlah lempeng teoritis (N) tidak dari 5000.
c. Faktor ikutan (T) adalah kurang dari atau sama dengan 2.
d. Faktor kapasitas (k’) adalah lebih dari 2.

3.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi


3.5.4.1 Pembuatan kurva kalibrasi larutan standar
1) Timbang seksama ± 20,0 mg standar parasetamol,
2) Masukkan ke dalam labu ukur 200,0 mL,
3) Larutkan dengan fase gerak campuran air - metanol (3:1) sebanyak
20,0 mL,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


20

4) kemudian volumenya dicukupkan dengan fase gerak hingga garis batas,


hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,1 mg/mL.
5) Pipet 40,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,04 mg/mL).
6) Pipet 30,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,03 µg/mL).
7) Pipet 20,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,02 mg/mL).
8) Pipet 10,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,01 mg/mL).
9) Pipet 9,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,009 mg/mL).
10) Pipet 8,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,008 mg/mL).
11) Pipet 7,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur,
homogenkan (konsentrasi 0,007 mg/mL).
3.5.4.2 Pengukuran kurva kalibrasi Parasetamol
1. Disuntikkan 10 µl larutan standar dengan konsentrasi 0,04; 0,03; 0,02; 0,01;
0,009; 0,008; dan 0,007 mg/mL secara duplo dan bergantian pada KCKT
dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


21

Panjang gelombang : 243 nm


2.Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persamaan
garis regresi, koefisien regresi (r), serta limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi
(LOQ).
3.5.4.3 Perhitungan
1. a. Persamaan regresi linear: y = a + bx
dengan: x = konsentrasi
y = luas puncak
a = perpotongan garis lurus dengan sumbu y
b = kemiringan garis
r = koefisien korelasi
b. Kriteria penerimaan: koefisien korelasi (r) ≥ 0,999
2. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi (LOD dan LOQ)
a. Perhitungan:
1) Digunakan data linearitas (konsentrasi (x) dan luas puncak (y)) dan persamaan
regresi linear yang diperoleh dari lima larutan standar pada uji linearitas.
2) Dihitung batas deteksi dan kuantitasi dengan rumus :
k x Sy / x
Q=
b
dengan : Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk LOD atau 10 untuk LOQ
Sy/x = standar deviasi fungsi
= [ ∑ (x- )2 ]
n-2
b = slope pada persamaan regresi linier y = a + bx

3.5.5 Uji Selektivitas


3.5.5.1 Pengukuran Selektivitas
a. Disuntikkan larutan sampel dan larutan plasebo parasetamol sebanyak 10,0µl
secara bergantian pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


22

Laju alir : 1,5 ml/menit


Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b. Amati puncak pada kromatogram.
3.5.5.2 Syarat
Hasil kromatogram larutan sampel dan larutan plasebo parasetamol
selektivitas tidak boleh mengandung gangguan di sekitar waktu retensi zat aktif.

3.5.6 Uji Stres


3.5.6.1 Pengukuran Stres
a. Siapkan larutan standar parasetamol dan larutan sampel.
b. Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan
sampel, kemudian masing-masing larutan tersebut simpan di oven pada suhu 60ºC
selama 24 jam.
c. Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan
sampel tambahkan 5,0 mL HCl 0,1N larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
d. Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan
sampel tambahkan 5,0 mL NaOH 0,1N larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
e. Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan
sampel tambahkan 5,0 mL H2O2 3% larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
f. Kemudian masing-masing larutan standar parasetamol dan larutan sampel
disuntikkan sebanyak 10 µl secara bergantian pada KCKT pada kondisi analisis
terpilih.
g. Setelah itu, hasil kromatogram dari masing-masing larutan standar dan
larutan sampel parasetamol dibandingkan dengan kromatogram sebelum
penyimpanan selama 24 jam dengan sesudah penyimpanan selama 24 jam baik
dari pengaruh lingkungan asam, basa maupun oksidasi.
3.5.6.3 Kondisi KCKT
a. Disuntikkan larutan standar dan larutan sampel parasetamol sebanyak
10,0 µl secara bergantian pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


23

Fase gerak : air - metanol (3:1)


Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b. Amati puncak pada kromatogram.
3.5.6.4 Syarat
Dari hasil kromatogram dilihat waktu retensinya. Jika terdapat puncak
baru yang muncul namun dengan waktu retensi berbeda, kemungkinan hasil itu
menunjukkan hasil degradasi dari analit, maka dapat disimpulkan bahwa metode
yang digunakan selektif terhadap hasil degradasi analit.

3.5.7 Uji Akurasi


3.5.7.1 Pembuatan Larutan
a. Larutan Uji
Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100,0 mg serbuk sampel lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 200,0 mL, lalu ditambahkan 100,0 mL fase gerak campuran
air-metanol (3:1), disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan
dengan fase gerak hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
b. Larutan Sampel
1) Larutan sampel 80%
Pipet 5,0 mL dari larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,4 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian saring
larutan dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,5 µm dan ambil
bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
2) Larutan sampel 100%
Pipet 5,0 mL dari larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,5 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian saring
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


24

larutan dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm dan ambil
bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
3) Larutan sampel 120%
Pipet 5,0 mL dari larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,6 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian saring
larutan dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm dan ambil
bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
3.5.7.2 Pengukuran Akurasi
a. Disuntikkan larutan standar dan masing-masing larutan sampel sebanyak 10,0
µl secara bergantian pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b. Akurasi dihitung berdasarkan nilai perolehan kembali untuk tiap pengukuran.
3.5.7.3 Perhitungan persen perolehan kembali
𝐵
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = x 100 %
𝐴

Keterangan :
B = Konsentrasi hasil penyuntikan setelah area diplotkan pada kurva kalibrasi
A = Konsentrasi sampel yang ditimbang
3.5.7.4 Syarat
Perolehan kembali (recovery) atau akurasinya berada pada rentang
98%-102%.

3.5.8 Uji Presisi


3.5.8.1 Pengukuran Presisi
a. Keterulangan (repeatability)
1) Siapkan larutan standar parasetamol, larutan sampel dan larutan plasebo.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


25

2) Pengukuran presisi dilakukan dengan cara disuntikkan 10 µl larutan


standar, larutan sampel dan larutan plasebo secara bergantian pada KCKT
dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
3) Lakukan duplo untuk tiap pengujian
b. Presisi Antara
Lakukan pengujian diatas oleh 2 analis yang berbeda dan/ atau
menggunakan alat yang berbeda.
Pengukuran dilakukan terhadap parameter presisi, yaitu:
a. Keterulangan (repeatability)
1) Dilakukan pengukuran presisi terhadap enam replikasi larutan oleh
satu analis.
2) Dihitung RSD dari enam pengukuran dan dicatat hasilnya.
b. Presisi intermediet
1) Dilakukan pengukuran presisi terhadap enam replikasi larutan oleh
dua analis yang berbeda.
2) Dihitung RSD dari enam pengukuran dan dicatat hasilnya.
3.5.8.2 Perhitungan
Standar deviasi relatif (RSD) = SD X 100%

SD = [ ∑ (x- )2 ]
n-1
dengan : SD = standar deviasi
x = luas puncak
= luas puncak rata-rata
N = jumlah penyuntikkan
3.5.8.3 Syarat
a. Keterulangan (repeatability)
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


26

Kriteria: Standar deviasi relatif (RSD) ≤ 2%.


b. Presisi Antara
Kriteria: Standar deviasi relatif (RSD) ≤ 2%.

3.5.9 Uji Linearitas dan Rentang


3.5.9.1 Pembuatan Larutan Sampel
1. Larutan Sampel
Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100,0 mg serbuk sampel lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 200,0 mL, lalu ditambahkan 100,0 mL fase gerak campuran
air-metanol (3:1), disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan
dengan fase gerak hingga garis batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL,
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis
batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,01 mg per mL, berdasarkan
yang tertera pada etiket. Kemudian saring larutan dengan menggunakan vakum
dan membran filter 0,5 µm dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S.
Pharmacopeia 30, 2007).
2. Dibuat seri konsentrasi:
a. Larutan sampel konsentrasi 0,007 mg/ml
Dipipet 0,7 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (70% konsentrasi target).
b. Larutan sampel konsentrasi 0,008 mg/ml
Dipipet 0,8 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (80% konsentrasi target).
c. Larutan sampel konsentrasi 0,009 mg/ml
Dipipet 0,9 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (90% konsentrasi target).
d. Larutan sampel konsentrasi 0,01 mg/ml
Dipipet 1,0 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (100% konsentrasi target).
e. Larutan sampel konsentrasi 0,011 mg/ml
Dipipet 1,1 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


27

dengan fase gerak hingga garis batas (110% konsentrasi target).


f. Larutan sampel konsentrasi 0,012 mg/ml
Dipipet 1,2 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (120% konsentrasi target).
g. Larutan sampel konsentrasi 0,013 mg/ml
Dipipet 1,3 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (130% konsentrasi target).
3. Semua larutan disaring dengan membran filter 0,5 µm.
3.5.6.2 Pengukuran Linearitas dan Rentang Parasetamol
1. Disuntikkan 10 µl larutan sampel dengan konsentrasi 0,007; 0,008; 0,009;
0,01; 0,011; 0,012; dan 0,013 mg/mL secara duplo dan bergantian pada KCKT
dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
2. Dihitung koefisien korelasi, kemiringan garis dan perpotongan garis lurus
dengan sumbu y sebagai analisis regresi linearnya serta dicatat hasilnya
3.5.6.3 Perhitungan
1. Persamaan regresi linear: y = a + bx
dengan: x = konsentrasi
y = luas puncak
a = perpotongan garis lurus dengan sumbu y
b = kemiringan garis
r = koefisien korelasi
2. Kriteria penerimaan: koefisien korelasi (r) ≥ 0,999

3.5.10 Uji Kekuatan (Robustness)


3.5.10.1 Prosedur Parasetamol
1. Divariasikan kondisi analisis fase gerak pada metode kromatografi cair
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


28

kinerja tinggi, yaitu:


a. Komposisi fase gerak diubah menjadi air - metanol (2:1)
b. Laju alir diubah menjadi 1,4 ml/menit
c. Suhu kolom diubah menjadi 38ºC
2. Disuntikkan 10,0µl larutan standar dan larutan sampel dari lima replikasi
secara bergantian pada KCKT dengan fase diam, panjang gelombang dan
detektor yang sama.
3. Dihitung standar deviasi relatif dan diamati faktor ikutannya.
3.5.10.2 Perhitungan
a. Standar deviasi relatif
RSD = SD X 100%

SD = [ ∑ (x- )2 ]
n-1
dengan : SD = standar deviasi
x = luas puncak
= luas puncak rata-rata
n = jumlah penyuntikan
b. Faktor ikutan (T) = W 0,05
2f
dengan : W0,05 = jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak
f = jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak
3.5.10.3 Syarat
a. Standar deviasi relatif tidak lebih dari 2%.
b. Tailing factor (T) kurang dari atau sama dengan 2.

3.6 Penutup
Berisi kolom pengesahan dari personil pembuat protokol, pemeriksa
protokol dan personil yang menyetujui isi dari protokol yang bersangkutan, serta
tanggal dimana protokol tersebut disahkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB IV
PEMBAHASAN

Validasi menurut CPOB merupakan suatu tindakan pembuktian dengan


cara yang sesuai untuk memberi kepastian bahwa semua bahan, prosedur,
kegiatan, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan
pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi metode
analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan penggunaannya. Tujuan validasi metode analisis
adalah untuk membuktikan bahwa semua Metode Analisis (cara/prosedur
pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu,
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus).
Beberapa manfaat validasi metode analisis adalah untuk mengevaluasi unjuk kerja
suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin keakuratan dan
kedapat ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko penyimpangan
yang mungkin timbul.
Untuk menjamin bahwa hasil analisis terhadap mutu produk dapat
dipercaya dan diandalkan dalam rangka pengambilan keputusan bahwa suatu
produk memenuhi persyaratan mutu atau tidak, maka perlu dilakukan validasi
baik terhadap alat, prosedur, lingkungan, sistem penunjang, manusia maupun
metode analisis yang digunakan. Salah satu bentuk validasi adalah validasi
terhadap metode analisis. Validasi metode analisis penting dilakukan untuk
mengetahui bahwa metode analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Sebelum melaksanakan proses validasi, terlebih dahulu perlu
disusun protokol validasi yaitu suatu rencana tertulis yang menyatakan bagaimana
validasi akan dilakukan yang mencakup parameter pengujian, karakteristik
produk, peralatan produksi serta keputusan tentang kriteria penerimaannya.
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Ditkesad)
merupakan lembaga farmasi yang menghasilkan sediaan obat untuk memenuhi
kebutuhan bagi prajurit PNS TNI AD dan keluarganya. Obat yang dihasilkan
tersebut haruslah bermutu. Salah satu produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad
29 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


30

adalah tablet parasetamol yang digunakan hanya sebagai model salah satu obat
untuk protokol validasi metode analisis yang ada.
Tablet parasetamol mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0% parasetamol (C8H9NO2) dari jumlah yang tertera pada etiket.
Metode analisis kombinasi parasetamol dalam sediaan tablet dipilih metode
analisis dari United States Pharmacopeia 30 yang menggunakan alat
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kondisi kromatografi yang digunakan
untuk penetapan kadar metronidazol terdiri dari fase gerak berupa air-metanol
(3:1), fase diam berupa kolom L1 (3,9 mm x 30 cm) dengan laju alir 1,5
ml/menit dan volume injeksi 10 µl, serta detektor berupa detektor UV dengan
panjang gelombang 243 nm.
Uji kesesuaian sistem yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya validasi
metode analisis untuk menjamin dan memverifikasi bahwa resolusi dan
reproduktifitas dari sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan
dilakukan. Parameter yang harus dipenuhi dalam uji kesesuaian sistem adalah
resolusi (R), faktor ikutan (T), jumlah lempeng teoritis (HETP) dan efisiensi dari
kolom (N), dan faktor kapasitas (k’). Di USP 30 tercantum kriteria untuk
parasetamol dalam tablet, yaitu resolusi tidak kurang dari 2.
Setelah dilaksanakan uji kesesuaian sistem, validasi metode analisis tablet
parasetamol dapat dijalankan sesuai parameter-parameternya, yaitu kecermatan
(accuracy), keseksamaan (precision), selektivitas (specificity), linearitas
(linearity), rentang (range), batas kuantitasi (LOQ) dan batas deteksi (LOD),
ketangguhan (ruggedness) dan kekuatan (robustness) (Harmita, 2006).
Tahap pertama yang dilakukan dalam validasi metode analisis adalah
pembuatan kurva kalibrasi larutan standar. Kurva kalibrasi menggambarkan
hubungan antara respon detektor dengan konsentrasi analit yang diketahui. Kurva
kalibrasi didapat dengan menyuntik seri konsentrasi standar kemudian dibuat
persamaan regresi linier antara konsentrasi dengan respon detektor. Ditimbang
dengan seksama kurang lebih sebanyak 20 mg standar parasetamol kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 200,0 mL. Zat dilarutkan dengan fase gerak
ampuran air dan metanol (3:1), dan dicukupkan volumenya hingga batas.
Kemudian larutan tersebut diencerkan dengan fase gerak hingga didapatkan seri
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


31

konsentrasi 0,04; 0,03; 0,02; 0,01; 0,009; 0,008; dan 0,007 mg/mL. Sebanyak
10,0 μL aliquot masing-masing larutan dengan seri konsentrasi tersebut
disuntikkan ke alat KCKT sebanyak dua kali dan dihitung nilai rata ratanya. Data
area pada kromatogram yang dihasilkan diplot ke persamaan regresi linear y
= a + bx. Persamaan regresi linear tersebut dapat digunakan untuk menghitung
koefisien korelasi (r), batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ).
Uji selektivitas dilakukan untuk melihat kemampuan metode analisis yang
mampu mengukur larutan standar parasetamol dan larutan sampel secara cermat
dan seksama dengan adanya komponen lain berupa eksipien tablet yang ada
dalam sampel. Sebagai persyaratan minimal, metode harus mampu
memisahkan zat aktif dengan bahan tambahan atau produk degradasinya.
Kromatogram plasebo tidak boleh muncul pada waktu retensi (tR) analit dalam
matriks sampel.
Uji Stres dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan
intrinsik zat aktif akibat adanya hidrolisis oleh asam atau basa, fotolisis, oksidasi
dan lainnya (Center of Drug Evaluation and Research, 1994). Pengujian dilakukan
terhadap empat kondisi yaitu kondisi panas, asam, basa, dan oksidasi. Dibuat dari
larutan standar dan larutan sampel parasetamol dengan konsentrasi 0,01 mg/mL,
masing-masing dalam kondisi panas, HCl 0,1 N; NaOH 0,1 N; H2O2 3%. Larutan
tersebut disimpan selama 24 jam pada temperatur kamar kemudian disuntikkan
sebanyak 10,0 μL ke alat KCKT dengan fase gerak metanol : air (1:3) dan laju
alir 1,5ml/menit. Hasil kromatogram dibandingkan dengan kromatogram sebelum
penyimpanan selama 24 jam.Dari hasil kromatogram dilihat waktu retensinya.
Jika terdapat puncak baru yang muncul namun dengan waktu retensi berbeda,
kemungkinan hasil itu menunjukkan hasil degradasi dari analit, maka dapat
disimpulkan bahwa metode yang digunakan selektif terhadap hasil degradasi
analit.
Pada uji akurasi, ditentukan nilai perolehan kembali (recovery) dari tiga
konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah (80%), konsentrasi sedang (100%) dan
konsentrasi tinggi (120%). Dalam pedoman AOAC yang diterbitkan tahun 1998,
disebutkan bahwa analit yang berada pada matriks sampel dengan konsentrasi 10-
100% memiliki batas perolehan kembali antara 98% hingga 102%, dapat dilihat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


32

pada Tabel 2.2.


Uji keseksamaan (presisi) dilakukan terhadap dua komponen pada metode
presisi, yaitu keterulangan (repeatability) dan presisi intermediet (ruggedness).
Pada komponen keterulangan disuntikkan larutan standar metronidazol sebanyak
berturut-turut 10,0 µl masing-masing 6 kali penyuntikan dari 6 replikasi sampel
oleh analis dan instrumen yang sama serta dalam interval waktu yang singkat.
Pada komponen presisi intermediet, pengukuran dilakukan oleh analis yang
berbeda. Pada pedoman AOAC yang telah dipulikasikan (1998) menyatakan
bahwa persyaratan presisi untuk penetapan kadar bahan aktif dalam matriks
sampel dengan konsentrasi 10% adalah memiliki standar deviasi relatif 2,8%.
Pada prosedur validasi metode analisis ini dibuat persyaratan presisi dengan
standar deviasi relatif sebesar 2,0% yang bertujuan agar hasil analisis yang
didapatkan semakin seksama dan kemungkinan deviasinya semakin kecil.
Uji Linearitas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan
respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang
baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode
adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah dari analit yang diuji yang
sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan akurasi, presisi, dan linearitas yang
dapat diterima. ICH merekomendasikan bahwa untuk uji linearitas dilakukan
minimal pada 5 konsentrasi uji, untuk rentang analisis pada produk jadi minimal
80%-120% kadar analit dalam sampel (Validation of Compendial Methods,
2008). Uji linearitas dilakukan untuk mendapatkan persamaan regresi linearnya.
Uji linearitas dilakukan dengan membuat tujuh seri pengenceran dari larutan
sampel parasetamol hinggadiperoleh konsentrasi 0,007; 0,008; 0,009; 0,01; 0,011;
0,012 dan 0,013 mg/mL. Data area pada kromatogram yang dihasilkan diplot
ke persamaan regresi linear y = a + bx.
Uji kekuatan (robustness) dilakukan dengan sedikit memvariasikan
kondisi analisis seperti variasi fase gerak, suhu dan laju alir. Pada prosedur
validasi metode analisis ini dilakukan variasi terhadap perbandingan komposisi
fase gerak yang digunakan air-metanol ± 0,2 awal dan laju alir ±0,1 ml/menit.
Perubahan kecil yang dilakukan diharapkan tidak berpengaruh besar terhadap
kapasitas metode analisis.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


33

Validasi metode analisis dilakukan agar dapat memperoleh metode


analisis dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas yang tinggi serta dengan
sesedikit mungkin gangguan. Pengujian terhadap parameter-parameter validasi
tersebut kemudian akan dirumuskan ke dalam suatu protokol validasi metode
analisis sediaan farmasi yang merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan
validasi yang akan dilakukan. Prosedur pengujian metode analisis hendaklah jelas
dan mudah dimengerti serta terdokumentasi karena hal ini akan menentukan
karakteristik validasi yang perlu untuk dievaluasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Validasi metode analisis tablet parasetamol dengan kromatografi cair
kinerja tinggi disusun berdasarkan referensi dari United States Pharmacopeia
edisi 30. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan untuk
penetapan kadar metronidazol terdiri dari fase gerak berupa air-metanol (3:1),
fase diam berupa kolom L1 (3,9 mm x 30 cm) dengan laju alir 1,5 ml/menit,
dan volume injeksi 10 µl, serta detektor berupa detektor UV dengan panjang
gelombang 243 nm. Parameter validasi metode analisis parasetamol secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) terdiri dari kecermatan (akurasi);
keseksamaan (presisi); selektivitas (spesifisitas); linearitas dan rentang; batas
deteksi dan batas kuantitasi; serta kekuatan (robustness).

5.2 Saran
Agar validasi metode analisis dapat terlaksana sesuai dengan persyaratan
CPOB, maka diharapkan agar alat yang dipergunakan di Lafi Ditkesad
diperbaharui seperti alat KCKT sehingga hasil yang didapat lebih selektif dan
peka.

34 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

AOAC. (1998). AOAC Peer-Verified Methods Program, Manual on Policies


and Procedures. Arlington: AOAC.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta.

Center for Drug Evaluation and Research (CDER). (1994). Reviewer guidance:
Validation Of chromatographic methods, 1-33. 18 April 2013.
http://www.fda.gov/downloads/Drugs/GuidanceComplianceRegulatoryInfor
mation/Guidances/UCM134409.pdf

Harmita. (2006). Buku ajar analisis fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi


FMIPA Universitas Indonesia.

ICH. (1994). Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology


Q2(R1). ICH Expert Working Group.

Sweetman, Sean C. (2009). Martindale, the Complit Drug Reference (36th ed.).
London: The Pharmaceutical Press.

U.S. Pharmacopeia. (2007). USP 30-NF 25 U.S. Pharmacopeia National


Formulary Volume II. Rockville: The United States Pharmacopeial
Convention.

Validation of Compendial Methods. (2008). Dalam United States Pharmacopoeia


(32nded., pp. 733). Rockville: The United States Pharmacopeial Convention.

Wilmana, P.Freddy. dan Gan, Sulistia. (2007). Analgesik-Antipiretik. Dalam


Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta: Gaya Baru, 237-238.

35 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


36

Lampiran 1. Protokol validasi metode analisis penetapan kadar tablet parasetamol

Halaman 1 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR


TABLET PARASETAMOL

Nama : Parasetamol Tablet No. Protokol :....................


No. Produk : .............................. Tanggal Berlaku :....................

Disusun oleh : Tanggal :

Diperiksa oleh : Tanggal :

Disetujui oleh : Tanggal :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


37

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
Nama Produk : Tablet Parasetamol 500 mg
Bentuk Sediaan : Tablet
Kekuatan Sediaan : 500 mg/tablet
No. Protokol :
Tanggal Berlaku :
Halaman : 2 dari 18
1. Tujuan:
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat menetapkan kadar
tablet Parasetamol secara konsisten dan memberikan hasil yang akurat.

2. Ruang Lingkup:
Metode analisis yang divalidasi adalah metode analisis dengan alat KCKT untuk
penetapan kadar Tablet Parasetamol No. : ........

3. Referensi: Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006

4. Tanggung Jawab:

a. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu bertanggung jawab untuk:


1) Menetapkan protokol validasi untuk metode analisis penetapan kadar tablet
parasetamol dan menyusun laporan validasi berdasarkan protokol tersebut.
2) Melakukan pengkajian dan menyetujui protokol validasi penetapan kadar tablet
parasetamol sebelum dilakukan validasi.
3) Melakukan pengkajian terhadap data dalam laporan validasi dan menjamin
kelengkapan laporan sebelum ditandatangani dan diserahkan kepada atasannya
untuk dimintakan persetujuan akhir dan pengesahan. Melaksanakan pelatihan
teknis laboratorium dan pelatihan lain yang sesuai terhadap semua personil yang
terkait dengan validasi ini dan melakukan evaluasi hasil pelatihan sebelum
validasi dilaksanakan.

b.Kepala Seksi Kimia-Fisika Instalasi Pengawasan Mutu bertanggung jawab untuk:


1) Membuat jadwal pelaksanaan validasi ini, mengawasi pelaksanaannya dan
memeriksa kebenaran dan kelengkapan catatan pengujian.
2) Menjamin bahwa status kalibrasi semua peralatan dan instrumen yangdigunakan
untuk validasi telah diperbaharui.
3) Menjamin bahwa semua protap yang berhubungan dengan validasi metode
analisis penetapan tablet parasetamol telah diperbaharui sesuai protokol validasi.
4) Menyusun laporan validasi berdasar hasil dan data yang diperoleh.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


38

Halaman 3 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
c. Analis di Instalasi Pengawasan Mutu bertanggung jawab untuk :
1) Melaksanakan validasi metode analisis sesuai dengan protokol validasi.
2) Mencatat semua hasil uji dalam format yang tepat.
3) Melaporkan pelaksanaan validasi kepada supervisor.

5. Parameter Pengujian
Parameter pengujian yang dipakai untuk validasi adalah:
a. Uji Kesesuaian Sistem
b. Selektifitas
c. Spesifisitas
d. Akurasi
e. Presisi
f. Linearitas dan Rentang
g. Uji Batas Deteksi dan Batas kuantitasi (LOD dan LOQ)
h. Uji Kekuatan (Robustness)

6. Prosedur Pelaksanaan
a.Verifikasi
1) Lakukan verifikasi dokumen yang terkait dengan validasi.
2) Lakukan verifikasi status kualifikasi dan kalibrasi dari semua peralatan yang
dipakai.
3) Lakukan verifikasi pelatihan karyawan yang terkait dengan pelaksanaan validasi.
b. Pembuatan larutan
1) Pelarut
Campuran dari aquades dan metanol (3:1)
2) Fase Gerak:
Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran aquades dan metanol (3:1),
Campurkan 125 mL metanol dengan 375 mL aquades. Sebelum digunakan,
fase gerak disaring melalui membran filter 0,5 µm dengan menggunakan vakum
(Ditjen POM,1995).
3) Larutan Standar Parasetamol
Ditimbang seksama ± 10,0 mg parasetamol working standard (WS), masukan
ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan fase gerak campuran aquades-
metanol (3:1) sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan fase
gerak hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi0,1mg/mL

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


39

Halaman 4 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
Kemudian larutan tersebut dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0
mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,01 mg/mL (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
4) Larutan Sampel
Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Kemudian ditimbang
seksama setara sejumlah 100,0 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu
ukur 200,0 mL, lalu ditambahkan 100,0 mL fase gerak campuran aquades-metanol
(3:1), disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan dengan fase
gerak hingga garis batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan
ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga
dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,01 mg per mL, berdasarkan yang tertera
pada etiket. Kemudian saring larutan dengan menggunakan vakum dan membran
filter 0,5 µm dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30,
2007).
5) Larutan Plasebo
Timbang seksama sejumlah 100,0 mg serbuk eksipien lalu dimasukkan kedalam
labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan fase gerak campuran aquades-metanol
(3:1) sebanyak 20,0 mL, disonicate selama 5 menit kemudian volumenya
dicukupkan dengan fase gerak hingga garis batas.
c. Uji Kesesuaian Sistem
1) Pengukuran Uji Kesesuaian Sistem
a) Dialirkan fase gerak melewati kolom selama tidak kurang dari 30 menit.
b) Disuntikkan 10,0 µl larutan standar sebanyak enam kali pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : aquades - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


40

Halaman 5 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
Panjang gelombang : 243 nm
c) Waktu retensi dicatat, kemudian dihitung faktor kapasitas (k’), faktor ikutan
(T), jumlah lempeng teoritis (N), efisiensi kolom (HETP), dan resolusi (R).
2) Perhitungan
a) Faktor kapasitas (k’) = tR-tM
tM
dengan : tR = waktu retensi zat
tM = waktu retensi zat inert

b) Faktor ikutan (T) = W 0,05


2f
dengan : W0,05 = jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak
f = jarak dari maksimum puncak sampai tepi
muka puncak

c) Jumlah lempeng teoritis (N)


2
tR
N = 16
W
dengan : N = jumlah lempeng teoritis
tR = waktu retensi
W = luas puncak

d) Efisiensi kolom (HETP)


𝐿
𝐻𝐸𝑇𝑃 = 𝑁

dengan: HETP = (Height Equivalent to A Theoretical Plate)


panjang lempeng teoritis
L (Length) = panjang kolom
N = jumlah plat teoritis
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


41

Halaman 6 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
e. Resolusi (R) = 2(tR2-tR1)
W1+W2
dengan : R = resolusi
tR = waktu retensi
W = luas puncak

4) Syarat
a. Resolusi (R) parasetamol terkait senyawa A (cemaran) tidak kurang dari 2,0.
b. Jumlah lempeng teoritis (N) tidak dari 5000.
c. Faktor ikutan (T) adalah kurang dari atau sama dengan 2.
d. Faktor kapasitas (k’) adalah lebih dari 2.

Hasil yang diperoleh sebagai berikut :

Hasill Pengamatan Persyaratan


No Nama Sampel
k’ T N HETP R k’ T N R

2 2 5000 2,0

Kesimpulan :

d. Pembuatan Kurva Kalibrasi


1) Pembuatan kurva kalibrasi larutan standar
a) Timbang seksama ± 20,0 mg standar parasetamol,
b) Masukkan ke dalam labu ukur 200,0 mL,
c) Larutkan dengan fase gerak campuran air - metanol (3:1) sebanyak 20,0 mL,
d) kemudian volumenya dicukupkan dengan fase gerak hingga garis batas, hingga
dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,1 mg/mL.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


42

Halaman 7 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
e) Pipet 40,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,04 mg/mL).
f) Pipet 30,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,03 µg/mL).
g) Pipet 20,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,02 mg/mL).
h) Pipet 10,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,01 mg/mL).
i) Pipet 9,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,009 mg/mL).
j) Pipet 8,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,008 mg/mL).
k) Pipet 7,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan
(konsentrasi 0,007 mg/mL).
2) Pengukuran kurva kalibrasi Parasetamol
a) Disuntikkan 10 µl larutan standar dengan konsentrasi 0,04; 0,03; 0,02; 0,01;
0,009; 0,008; dan 0,007 mg/mL secara duplo dan bergantian pada KCKT
dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : air - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


43

Halaman 8 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b) Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persamaan
garis regresi, koefisien regresi (r), serta limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi
(LOQ).
3) Perhitungan
a) i. Persamaan regresi linear: y = a + bx
dengan: x = konsentrasi
y = luas puncak
a = perpotongan garis lurus dengan sumbu y
b = kemiringan garis
r = koefisien korelasi
ii. Kriteria penerimaan: koefisien korelasi (r) ≥ 0,999
b) Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi (LOD dan LOQ)
i. Perhitungan:
3) Digunakan data linearitas (konsentrasi (x) dan luas puncak (y)) dan
persamaan regresi linear yang diperoleh dari lima larutan standar pada uji
linearitas.
4) Dihitung batas deteksi dan kuantitasi dengan rumus :
k x Sy / x
Q=
b
dengan : Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk LOD atau 10 untuk LOQ
Sy/x = standar deviasi fungsi
= [ ∑ (x- )2 ]
n-2
b = slope pada persamaan regresi linier y = a + bx

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


44

Halaman 9 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
e. Uji Selektivitas
1) Pengukuran Selektivitas
a ) Disuntikkan larutan sampel dan larutan plasebo parasetamol sebanyak 10,0 µl
secara bergantian pada KCKT dengan :
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : aquades - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b) Amati puncak pada kromatogram.
2) Syarat
Hasil kromatogram larutan sampel dan larutan plasebo parasetamol selektivitas
tidak boleh mengandung gangguan di sekitar waktu retensi zat aktif
Hasil kromatogram yang diperoleh sebagai berikut :

f. Uji Stres
1) Pengukuran Stres
a) Siapkan larutan standar parasetamol dan larutan sampel.
b) Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan sampel
kemudian masing-masing larutan tersebut simpan di oven pada suhu 60ºC
selama 24 jam.
c) Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan sampel
tambahkan 5,0 mL HCl 0,1N larutan tersebut disimpan selama 24 jam.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


45

Halaman 10 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
d) Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan sampel
tambahkan 5,0 mL NaOH 0,1N larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
e) Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar parasetamol dan larutan sampel
tambahkan 5,0 mL H2O2 3% larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
f) Kemudian masing-masing larutan standar parasetamol dan larutan sampel
disuntikkan sebanyak 10,0 µl secara bergantian pada KCKT pada kondisi
analisis terpilih.
g) Setelah itu, hasil kromatogram dari masing-masing larutan standar parasetamol
dan larutan sampel dibandingkan sebelum penyimpanan selama 24 jam
dengan sesudah penyimpanan selama 24 jam baik dari pengaruh lingkungan
asam, basa maupun oksidasi.
2) Kondisi KCKT
1. Disuntikkan larutan standar parasetamol dan larutan sampel sebanyak 10,0µl
secara bergantian pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : aquades - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
2. Amati puncak pada kromatogram.
3) Syarat
Dari hasil kromatogram dilihat waktu retensinya. Jika terdapat puncak baru yang
muncul namun dengan waktu retensi berbeda, kemungkinan hasil itu menunjukkan
hasil degradasi dari analit, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan
selektif terhadap hasil degradasi analit.
Hasil kromatogram yang diperoleh sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


46

Halaman 11 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
g. Uji Akurasi
1) Pembuatan Larutan
a) Larutan Uji
Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Kemudian ditimbang
seksama setara sejumlah 100,0 mg serbuk simulasi lalu dimasukkan kedalam
labu ukur 200,0 mL, lalu ditambahkan 100,0 mL fase gerak campuran aquades-
metanol (3:1), disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan
dengan fase gerak hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
b) Larutan Sampel
1) Larutan sampel 80%
Pipet 5,0 mL dari larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,4 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian
saring larutan dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,5 µm dan
ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
2) Larutan sampel 100%
Pipet 5,0 mL dari larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,5 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian
saring larutan dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm dan
ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
3) Larutan sampel 120%
Pipet 5,0 mL dari larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 0,6 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian
saring larutan dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm dan
ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007).
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


47

Halaman 12 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
2) Pengukuran Akurasi
a) Disuntikkan larutan standar dan masing-masing larutan sampel sebanyak 10,0
µl secara bergantian pada KCKT dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : aquades - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b) Akurasi dihitung berdasarkan nilai perolehan kembali untuk tiap pengukuran.
3) Syarat
Perolehan kembali (recovery) atau akurasinya berada pada rentang
98%-102%.
4) Hasil yang diperoleh sebagai berikut :

No Konsentrasi Area Terdeteksi Persyaratan


Hasil Rata- Persen Perolehan
Pengamatan Rata (%) Kembali

1 80 %

2 100 % 98 – 102 %

3 120 %

Kesimpulan:
Perolehan Kembali: %

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


48

Halaman 13 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
h. Presisi
1) Pengukuran Presisi
a) Keterulangan (repeatability)
1. Siapkan larutan standar parasetamol, larutan sampel dan larutan plasebo.
2. Pengukuran presisi dilakukan dengan cara disuntikkan 10,0 µl larutan
standar, larutan sampel dan larutan plasebo secara bergantian pada KCKT
dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak : aquades - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
3. Lakukan duplo untuk tiap pengujian
4. Kriteria penerimaan : RSD ≤ 2 %.

Hasil yang diperoleh sebagai berikut :


Konsentrasi Area Terdeteksi
No. Persyaratan
(%) Sampel 1 Sampel 2 SD RSD
1.
2.
3.
4.
5.
RSD ≤ 2,0 %
6.
7.
8.
9.
10.
Kesimpulan :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


49

Halaman 14 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
2) Presisi Antara:
a) Lakukan pengujian diatas oleh 2 analisa yang berbeda dan/ atau menggunakan
alat yang berbeda.
b) RSD maksimal dari 2 pengujian ≤ 2 %.
Hasil yang diperoleh sebagai berikut :

Area Terdetaeksi
No. Lar Sampel Persyaratan
Analis 1 Analis 2 Rata-Rata RSD
1.
2.
3.
4.
5. RSD ≤ 2,0 %
6.
7.
8.
9.
10.
Kesimpulan :

i. Linearitas dan Rentang


1) Larutan Sampel
Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100,0 mg serbuk sampel lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 200,0 mL, lalu ditambahkan 100,0 mL fase gerak campuran
air-metanol (3:1), disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan
dengan fase gerak hingga garis batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL,
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis
batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,01 mg per mL, berdasarkan
yang tertera pada etiket. Kemudian saring larutan dengan menggunakan vakum
dan membran filter 0,5 µm dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S.
Pharmacopeia 30, 2007).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


50

Halaman 15 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
2) Buat larutan sampel untuk pengujian Linearitas:
a) Larutan sampel konsentrasi 0,007 mg/ml
Dipipet 0,7 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (70% konsentrasi target).
b) Larutan sampel konsentrasi 0,008 mg/ml
Dipipet 0,8 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (80% konsentrasi target).
c) Larutan sampel konsentrasi 0,009 mg/ml
Dipipet 0,9 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (90% konsentrasi target).
d) Larutan sampel konsentrasi 0,01 mg/ml
Dipipet 1,0 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (100% konsentrasi target).
e) Larutan sampel konsentrasi 0,011 mg/ml
Dipipet 1,1 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (110% konsentrasi target).
f) Larutan sampel konsentrasi 0,012 mg/ml
Dipipet 1,2 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (120% konsentrasi target).
g) Larutan sampel konsentrasi 0,013 mg/ml
Dipipet 1,3 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan
dengan fase gerak hingga garis batas (130% konsentrasi target).
3) Semua larutan disaring dengan membran filter 0,5 µm.
4) Pengukuran Linearitas dan Rentang Parasetamol
a) Disuntikkan 10,0 µl larutan sampel dengan konsentrasi 0,007; 0,008; 0,009;
0,01; 0,011; 0,012; dan 0,013 mg/mL secara duplo dan bergantian pada KCKT
dengan:
Fase diam : kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


51

Halaman 16 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
Fase gerak : aquades - metanol (3:1)
Laju alir : 1,5 ml/menit
Temperatur : Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor : UV
Panjang gelombang : 243 nm
b)Dihitung koefisien korelasi, kemiringan garis dan perpotongan garis lurus
dengan sumbu y sebagai analisis regresi linearnya serta dicatat hasilnya
5) Perhitungan
a) Persamaan regresi linear: y = a + bx
dengan: x = konsentrasi
y = luas puncak
a = perpotongan garis lurus dengan sumbu y
b = kemiringan garis
r = koefisien korelasi
b) Kriteria penerimaan: koefisien korelasi (r) ≥ 0,9990
Hasil yang diperoleh sebagai berikut :

j. Uji Kekuatan (Robustness)


1) Prosedur Parasetamol
a) Divariasikan kondisi analisis fase gerak pada metode kromatografi cair
kinerja tinggi, yaitu:
a. Komposisi fase gerak diubah menjadi aquades - metanol (2:1)
b. Laju alir diubah menjadi 1,4 ml/menit
c. Suhu kolom diubah menjadi 38ºC

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


52

Halaman 17 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
2) Disuntikkan 10,0µl larutan standar dan larutan sampel dari lima replikasi secara
bergantian pada KCKT dengan fase diam, panjang gelombang dan detektor yang
sama.
3) Dihitung standar deviasi relatif dan diamati faktor ikutannya.
4) Perhitungan
a. Standar deviasi relatif
RSD = SD X 100%

SD = [ ∑ (x- )2 ]
n-1
dengan : SD = standar deviasi
x = luas puncak
= luas puncak rata-rata
n = jumlah penyuntikan
b. Faktor ikutan (T) = W 0,05
2f
dengan : W0,05 = jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak
f = jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak
5) Syarat
a) Standar deviasi relatif tidak lebih dari 2,0 %.
b) Tailing factor (T) kurang dari atau sama dengan 2,0.

No Keterangan Variasi kondisi Hasil Pengamatan

1 Fase gerak
2:1
( air : metanol)
2. Laju alir fase
gerak 1,4
(mL/menit)
3. Suhu kolom (◦C) 38
Kriteria Penerimaan: RSD ≤ 2,0 %
T ≤ 2,0

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


53

Halaman 18 dari 18

PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
LEMBAGA FARMASI
DITKESAD
g. Kesimpulan:

No Parameter Hasil Persyaratan Kesimpulan


Faktor kapasitas (k’) ≥ 2
Faktor ikutan (T) ≤ 2
Uji kesesuaian
1 Jumlah lempeng teoritis
sistem
N ≥ 5000
Resolusi ≥ 2,0
2 Akurasi Perolehan kembali 98-102%
3 Presisi RSD ≤ 2,0 %
Linieritas dan Kriteria Penerimaan=
4
Rentang r ≥ 0,999
Kekuatan RSD ≤ 2,0 %
5
(Robustness) Faktor ikutan T ≤ 2

Metode analisa penetapan kadar tablet parasetamol dianggap valid apabila seluruh
parameter pengujian pada metode analisa telah dilaksanakan dan hasilnya memenuhi
spesifikasi meliputi spesifitas, akurasi, persisi antara, linieritas dan rentang yang telah
ditetapkan. Hasil pengujian yang melampaui persyaratan yang telah ditetapkan, perlu
dilakukan kaji ulang dan diperbaiki untuk direvalidasi sebelum prosedur tetap validasi
penetapan kadar tablet parasetamol tersebut dinyatakan layak untuk digunakan.

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Tanggal: Tanggal Tanggal:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013

Anda mungkin juga menyukai