Anda di halaman 1dari 124

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA
JALAN PLUIT RAYA NO. 2 JAKARTA UTARA
PERIODE 01 APRIL – 24 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MELDA SILVIA SARI SILALAHI , S.Farm.


1206313343

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA
JALAN PLUIT RAYA NO. 2 JAKARTA UTARA
PERIODE 01 APRIL – 24 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

MELDA SILVIA SARI SILALAHI , S.Farm.


1206313343

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2013

ii

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Rumah Sakit Atma Jaya ini.
Dalam kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Bapak dr. Hinarto Satryana, MSc, selaku Direktur Medis dan Keperawatan
RS Atma Jaya.
2. Ibu Nancy Raissa, S.Farm, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RS Atma
Jaya dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama ini.
3. Bapak Prof. Maksum Radji, M. Biomed., Ph. D., Apt selaku pembimbing
dari Fakultas Farmasi UI yang telah membimbing dan meluangkan
waktunya selama ini.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI.
6. Seluruh staf RS Atma Jaya atas keramahannya dan kesediannya dalam
membantu dan memberikan informasi.
7. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi UI yang sudah memberi banyak bantuan dan
masukan.
8. Seluruh keluarga dan teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan.
9. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 yang telah berjuang bersama-sama 1
tahun ini.

Jakarta, Juni 2013

Penulis
iv

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Melda Silvia Sari Silalahi, S. Farm
NPM : 1206313343
Program Studi : Apoteker
Departemen : Farmasi
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Atma Jaya Jl. Pluit Raya
No. 2 Jakarta Utara Periode 01 April – 24 Mei 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juli 2013
Yang menyatakan

(Melda Silvia Sari Silalahi, S. Farm.)

v Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR ISI

Halaman

COVER ......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
HALAMAN PUBLIKASI............................................................................ v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii

1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2

2. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ................................................. 3


2.1. Definisi Rumah Sakit ........................................................................ 3
2.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ........................................................ 3
2.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit .................................................... 3
2.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit ..................................................... 4
2.5. Tenaga Kesehatan ............................................................................ 5
2.6. Farmasi Rumah Sakit ....................................................................... 5
2.7. Unit Sterilisasi Sentral ..................................................................... 23
2.8. Panitia Farmasi dan Terapi .............................................................. 25
2.9. Pelayanan Publik .............................................................................. 29

3. TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT ATMA JAYA ..................... 30


3.1. Sejarah Rumah Sakit Atma Jaya ....................................................... 30
3.2. Visi dan Misi Rumah Sakit Atma Jaya ............................................. 30
3.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Atma Jaya ................................. 31
3.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya ................................... 31
3.5. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Atma Jaya ................................ 31
3.6. Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ..................................................... 32

4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 38
4.1. Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ...................................................... 38
4.2. Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Atma Jaya........................ 45
4.3. Pelayanan Publik Rumah Sakit Atma Jaya ....................................... 45

5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 47


5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 47
5.2. Saran ................................................................................................. 47

DAFTAR ACUAN ....................................................................................... 49


LAMPIRAN ................................................................................................. 50

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


vii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan Metode Kebutuhan Konsumsi dan Morbiditas ................ 8


2.2 Kombinasi VEN dan ABC ...................................................................... 9
2.3 Perbedaan Komposisi Kartu Stok dan Kartu Stok Induk ........................ 21

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya ........................................... 51


2. Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ............................. 52
3. Denah Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya .................................................. 53
4. Denah Farmasi Poli Spesialis Pribadi dan Umum Rumah Sakit Atma
Jaya........................................................................................................... 54
5. Denah Logistik Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ................................... 55
6. Formulir Daftar Pemberian Obat Pasien Rawat Inap .............................. 56
7. Formulir Pemakaian Obat dan Alat Kesehatan Pasien Rawat Inap ......... 57
8. Formulir Pesanan Pasien Pulang ............................................................. 58
9. Contoh Resep Rumah Sakit Atma Jaya .................................................. 59
10. Contoh Kopi Resep Rumah Sakit Atma Jaya .......................................... 61
11. Lembar Evaluasi Kualitas Pelayanan Instalasi Farmasi RS Atma Jaya .. 62
12. Lembar Evaluasi Kualitas Fasilitas Instalasi Farmasi RS Atma Jaya ..... 63
13. Contoh Surat Pesanan Narkotika` ............................................................ 64
14. Contoh Surat Pesanan Psikotropika ........................................................ 65

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan
realistis sesuai pentahapannya (Depkes RI, 2009). Upaya kesehatan ini merupakan
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan
kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) oleh pemerintah dan/atau masyarakat (DPR RI, 2009b). Bentuk-
bentuk upaya kesehatan tersebut dapat diwujudkan dengan adanya berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan, yang salah satunya adalah rumah sakit. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan-pelayanan ini dilakukan secara merata tanpa adanya
diskriminasi dan berdasarkan pada nilai kemanusiaan, etika, serta profesionalitas
(DPR RI, 2009c).
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mewujudkan kesehatan yang
menyeluruh, perlu dilakukan upaya kesehatan. Salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan farmasi
rumah sakit. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


2

pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat


Pelayanan farmasi rumah sakit dilaksanakan oleh instalasi farmasi rumah sakit
(IFRS) yang dipimpin oleh apoteker dan dibantu oleh tenaga ahli madya farmasi
serta tenaga menengah farmasi. Pelayanan farmasi yang dilakukan tenaga
kefarmasian di rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan perbekalan dan
pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan (Ditjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Pengelolaan perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus yang meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Ditjen Binfar Alkes & JICA,
2008). Sedangkan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan mencakup antara lain pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan
pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite,
pemantauan kadar obat dalam darah, dan pengkajian penggunaan resep (Ditjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Seorang apoteker sebagai
tenaga kefarmasian, khususnya sebagai satu-satunya profesi yang dapat menjadi
pemimpin instalasi farmasi sebuah rumah sakit, diharapkan memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam melakukan pelayanan farmasi rumah sakit. Oleh karena
itu, seorang calon apoteker sangat memerlukan pelatihan praktis yang dapat
mempersiapkannya menghadapi keadaan konkret dalam pelayanan kefarmasian di
masa depan. Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di rumah sakit, yang salah satunya diselenggarakan di Rumah Sakit Atma
Jaya.

1.2 Tujuan
Dengan pelaksanaan PKPA di RS Atma Jaya, diharapkan mahasiswa dan
mahasiswi calon apoteker :
1. Mengetahui dan memahami kegiatan Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya.
2. Mengamati dan memahami secara langsung tugas, peran, dan tanggung jawab
apoteker dalam pelayanan Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1. Definisi Rumah Sakit


Berdasarkan UU No.44 Tahun 2009, disebutkan bahwa Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. RS
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial
(DPR RI, 2009c).

2.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


RS mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Terkait dengan tugas tersebut, RS berfungsi dalam :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan RS;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (DPR RI, 2009c)

2.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


RS dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, RS dikategorikan dalam RS Umum
dan RS Khusus. RS Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit. RS Khusus memberikan pelayanan utama pada satu

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


4

bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (DPR RI, 2009c).
Berdasarkan pengelolaannya RS dapat dibagi menjadi RS Publik dan RS
Privat. RS Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan
hukum yang bersifat nirlaba. RS Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. RS Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero (DPR RI, 2009c).
Selain RS publik dan privat, juga terdapat RS Pendidikan, yaitu RS yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya. RS dapat ditetapkan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan menjadi RS
Pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standard RS Pendidikan. (DPR RI,
2009c).
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, RS Umum dan RS Khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas
dan kemampuan pelayanan RS. Klasifikasi RS Umum terdiri atas (Siregar, 2003) :
a. RS Umum kelas A, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas
b. RS Umum Kelas B, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik terbatas
c. RS Umum Kelas C, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar
d. RS Umum Kelas D, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar.

2.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit (Siregar, 2003)


Setiap RS harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Organisasi RS paling sedikit terdiri atas Kepala RS atau Direktur RS, unsur

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


5

pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,


satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
Kepala RS harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan
keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga struktural yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia. Pemilik RS tidak boleh
merangkap menjadi kepala RS. Contoh struktur organisasi RS Atma Jaya dapat
dilihat pada Lampiran 1.

2.5. Tenaga Kesehatan


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI,
1996).
Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi
b. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan
c. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten
apoteker
d. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian
e. Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan dietisien
f. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis
wicara
g. Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi, dan perekam medis.

2.6 Farmasi Rumah Sakit


2.6.1. Definisi Farmasi Rumah Sakit
Farmasi Rumah Sakit (FRS) adalah suatu unit yang berperan sebagai

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


6

penunjang kesehatan dalam rangka melaksanakan fungsi FRS dan dipimpin oleh
seorang apoteker (Siregar, 2003).

2.6.2. Falsafah dan Tujuan Farmasi Rumah Sakit


Pelayanan FRS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. FRS bertanggung jawab
terhadap semua barang farmasi yang beredar di RS tersebut (Ditjen Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).
Tujuan pelayanan farmasi ialah :
 Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal, baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia
 Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesional
 Melaksanakan komunikasi, pemberian informasi, dan edukasi mengenai
obat
 Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan yang berlaku
 Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
 Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode

2.6.3. Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit


Faktor-faktor teknis, administratif, dan manusia yang mempengaruhi mutu
produk dan pelayanan FRS harus dikendalikan untuk menjamin mutu pelayanan
di RS. Pengendalian ini dapat dilaksanakan melalui struktur organisasi FRS, yang
terdiri atas penetapan pekerjaan yang dilakukan beserta tanggung jawab dan
hubungan hierarki untuk melaksanakan pekerjaan itu. Organisasi FRS
dipimpin oleh seorang apoteker yang dalam melaksanakan tugas kefarmasiannya
dibantu oleh beberapa personil (Siregar, 2003).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


7

2.6.4. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari beberapa kegiatan yang
berkesinambungan dan terkait satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut adalah
(Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, 2010) :
a. Perencanaan
Tujuan dari perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di RS. Tahapan perencanaan :
i. Pemilihan
Pemilihan berfungsi untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-
benar dibutuhkan sesuai dengan jumlah pasien dan pola penyakit di RS.
Pemilihan dilakukan dengan dasar menghindari penggunaan obat kombinasi,
menghindari kesamaan jenis, dan memilih berdasarkan penyakit dengan
prevalensi tertinggi.
ii. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan
masing-masing jenis farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai
data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat adalah jumlah
tiap penggunaan pada tiap unit, % penggunaan terhadap total penggunaan,
dan penggunaan rata- rata.
iii. Perhitungan Kebutuhan
Perhitungan kebutuhan diperlukan agar tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu, dan tersedia saat dibutuhkan. Perhitungan kebutuhan dapat dilakukan
dengan beberapa metode, yaitu :
 Metode Konsumsi
Berdasar data riil konsumsi periode lalu dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi.
 Metode Morbiditas
Berdasarkan beban kesakitan yang harus dilayani, yaitu berdasarkan pola
penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu. Langkah-
langkahnya :
- Menentukan jumlah pasien

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


8

- Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasar prevalensi penyakit


- Menyediakan formularium/standar/pedoman perbekalan farmasi
- Menghitung perkiraan kebutuhan
- Penyesuaian dengan dana

Tabel 2.1 Perbandingan Metode Perhitungan Kebutuhan Konsumsi dan Morbiditas

Konsumsi Morbiditas
- Pilihan pertama dalam - Lebih akurat dan mendekati
perencanaan dan pengadaan kebutuhan sebenarnya
- Lebih mudah dan cepat dalam - Pengobatan lebih rasional
perhitungan - Perhitungan lebih rumit
- Kurang tepat dalam penentuan - Tidak dapat digunakan untuk semua
jenis dan jumlah penyakit
- Mendukung ketidakrasionalan - Data yang diperlukan : kunjungan
dalam penggunaan pasien, 10 besar pola penyakit,
prosentasi dewasa dan anak

iv. Evaluasi perencanaan


Evaluasi perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa metoda analisis,
yaitu :
- Analisis ABC
Prinsip utama metode ini adalah dengan menempatkan jenis
perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan berdasarkan jenis yang
memakan anggaran terbanyak. Pertama kumpulkan kebutuhan
perbekalan farmasi lalu kelompokkan dalam jenis kategori dan
jumlahkan biaya per jenis. Setelah itu jumlahkan biaya total
dan hitung prosentase masing-masing jenis terhadap total. Urutkan
perbekalan farmasi tersebut berdasarkan persentase terbesar lalu
hitung persentase kumulatif. Akan didapatkan identifikasi perbekalan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


9

farmasi (kategori A 70%, kategori B 20%, kategori C 10%).

- Analisis VEN
Menentukan apakah satu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (V),
esensial (E), atau non-esensian (N). Vital berarti diperlukan untuk live
saving, esensial berarti efektif menyembuhkan penyakit, dan non-
esensial berarti perbekalan farmasi untuk penyakit yang
sembuh sendiri, diragukan manfaatnya, mahal tetapi tidak
bermanfaat dibanding perbekalan farmasi lainnya, dan lain-lain.
- Kombinasi ABC dan VEN
Digunakan untuk melakukan pengurangan obat sesuai dengan
anggaran. Obat kategori NC menjadi prioritas utama untuk dikurangi,
dilanjutkan dengan NB, dan NA. Jika setelah itu dana masih kurang,
kurangi obat kategori EC, selanjutnya EB, dan EA.
- Revisi daftar perbekalan farmasi
Bila ABC atau VEN sulit dilakukan, dapat dilakukan evaluasi cepat
misal dengan melakukan revisi daftar perencanaan.

Tabel 2.2 Tabel Kombinasi VEN dan ABC

A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

v. Pengadaan
Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan
harga yang layak, mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan
tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak memerlukan tenaga dan
waktu berlebihan. Dalam memilih pemasok, perhatikan mutu
produk, reputasi produsen, harga, ketepatan waktu pengiriman,
mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan
pengembalian barang, dan pengemasan. Pengadaan dapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


10

dilakukan melalui pembelian, produksi, sumbangan.


 Pembelian
- Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan terdaftar dan
sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Penentuan harga lebih
menguntungkan, membutuhkan waktu yang lama dan staf yang
kuat.
- Tender terbatas, hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang
sudah terdaftar dan memiliki reputasi baik. Harga masih dapat
dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan dibanding
tender terbuka.
- Pembelian tawar menawar, dilakukan bila item tidak
penting, tidak banyak, biasanya dengan pendekatan langsung
untuk item tertentu
- Pembelian langsung, untuk jumlah kecil yang perlu segera
tersedia. Harga relatif lebih mahal.
 Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan
pengemasan kembali sediaan steril dan non steril. Kriteria
sediaan yang diproduksi adalah sebagai berikut :
- Sediaan formula khusus
- Sediaan dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih
murah
- Sediaan yang memerlukan pengemasan kembali
- Sediaan yang tidak tersedia di pasaran
- Sediaan untuk penelitian
- Sediaan nutrisi parenteral
- Rekonsitusi sediaan sitostatik
- Sediaan yang harus selalu dibuat baru
Jenis sediaan yang diproduksi adalah steril dan non steril.
Untuk non steril dapat dilakukan produksi sirup, salep,
pengemasan kembali, dan pengenceran. Untuk steril, terdiri dari
pembuatan sediaan steril, TPN, IV admixture. Untuk IV
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


11

admixture, harus sesuai dengan syarat terapeutik dan farmasetik,


bebas kontaminan, dan bebas partikulat.
Kegiatan produksi harus memiliki kendali untuk mencegah
kekeliruan dalam pencampuran produk, kemasan, dan etiket.
Nomor lot harus diberikan pada tiap batch. Sediaan dibuat dengan
potensi dan kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal tetapi
tidak tersedia di pasaran dengan memperhatikan stabilitas, rasa,
kemasan, dan etiket.
 Sumbangan
vi. Penerimaan
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik mutu, jumlah, maupun waktu kedatangan.
Penerimaan dilakukan oleh petugas terlatih dan harus ada tenaga farmasi
serta harus memperhatikan Material Safety Data Sheet (MSDS), certificate
of origin, dan sertifikat analisa.
vii. Penyimpanan
Merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuannya adalah memelihara mutu sediaan, menghindari penggunaan yang
tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian
dan pengawasan. Perbekalan farmasi disimpan dengan susunan first in first
out (FIFO)/first expired first out (FEFO), diberikan nama pada masing-
masing perbekalan farmasi, dibiarkan tetap dalam kemasan, dan dilakukan
rotasi stok. Penyimpanan antara obat dalam dan obat luar dipisahkan. Tata
ruang untuk penyimpanan perlu mempertimbangkan:
 Kemudahan bergerak
 Sistem 1 lantai, jangan menggunakan sekat, arus perbekalan dapat
berpola lurus, U, atau L.
 Sirkulasi udara harus baik untuk memaksimalkan umur hidup
perbekalan farmasi.
 Rak dan pallet
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


12

Keuntungan pallet : sirkulasi dari bawah dan perlindungan terhadap


banjir, peningkatan efisiensi penanganan stok, menampung lebih
banyak, dan lebih murah dari rak.
 Kondisi khusus
Vaksin memerlukan cold-chain, narkotik memerlukan lemari khusus,
bahan mudah terbakar disimpan terpisah.
 Pencegahan kebakaran
Bahan mudah terbakar jangan ditumpuk, alat pemadam harus mudah
dijangkau dan diperiksa secara berkala.
viii. Pendistribusian (Siregar, 2003)
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di RS
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuannya adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit pelayanan secara tepat waktu, jenis,
dan jumlah.
Sistem distribusi obat di RS dapat digolongkan berdasarkan ada
tidaknya satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat
dibagi menjadi dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu IFRS. Pada sentralisasi, seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan
individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari
pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke
IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan cara dispensing yang baik
dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Keuntungan sistem ini adalah:
 Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat
memberi informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien
 Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-
dokter- perawat-pasien
 Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


13

 Mempermudah penagihan biaya pasien


Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di
suatu RS yaitu sebagai berikut:
 Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat
permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi
 Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
 Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien dengan cepat
 Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada
waktu penyiapan komunikasi
Sistem ini kurang sesuai untuk RS yang besar, misalnya kelas A dan
B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara
IFRS dengan perawatan pasien sangat jauh.
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal
dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi,
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi
dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. IFRS dalam hal ini bertanggung
jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di
depo farmasi.
Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di
satelit farmasi :
 Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena
tanpa tambahan (intravenous solution without additives)
 Mendistribusikan iv admixtures yang disiapkan oleh farmasi
sentral.
 Memeriksa permintaan obat dengan melihat Medication Administration
Record (MAR).
 Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.
Berdasarkan pemberian obat ke pasien rawat inap, sistem distribusi di
RS, dibagi menjadi Sistem Resep Individual, Sistem Persediaan Lengkap
di Ruang (total floor stock), Sistem Kombinasi Individual dan Persediaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


14

di Ruangan, dan Sistem UDD (Unit Dose Dispensing).


Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap
penderita. Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan
yang ditulis pada resep/order atas nama pasien rawat tinggal tertentu
melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini,
semua obat yang diperlukan untuk pengobatan didispensing dari IFRS.
Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian order itu diproses
sesuai cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan
kepada penderita tertentu.
Keuntungan dari resep individual adalah:
 Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat
memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan
obat penderita.
 Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-
perawat- penderita
 Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
 Mempermudah penagihan biaya obat penderita
Keterbatasan/kelemahan dari resep individual adalah:
 Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita
 Bila obat berlebih, maka pasien harus membayarnya
 Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
 Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk
penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat
 Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu
penyiapan konsumsi
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi kurang sesuai
untuk RS besar seperti kelas A atau kelas B, yang memiliki daerah
perawatan penderita yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan
beberapa daerah perawatan penderita sangat jauh. Ketidaksesuaian itu
disebabkan berbagai hal, misalnya terjadi keterlambatan sampai pada
penderita, interaksi a n t a r a apoteker-dokter-perawat- penderita sangat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


15

kurang, IFRS kurang dapat mengendalikan semua kegiatan dalam


proses distribusi, dan sebagainya. Sistem ini pada umumnya digunakan
oleh RS kecil.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter
pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan
dengan mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung
diberikan kepada penderita di ruang itu.
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia
dalam ruang penyimpanan obat di ruang tersebut, kecuali obat yang
jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Persediaan obat di
ruang dipasok oleh IFRS. Biasanya sekali seminggu personel IFRS
memeriksa persediaan obat di ruang lalu menambah obat yang
persediaannya sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Obat yang di-
dispensing di bawah sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang
biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order
obat yang harus dibayar sebagai obat. Obat penggunaan umum ini
terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh PFT
dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka,
larutan antiseptik, dan obat tidur.
Keuntungan dari sistem persediaan lengkap di ruang adalah:
 Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita
 Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
 Pengurangan penyalinan kembali order obat
 Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan
Keterbatasan dari sistem persediaan lengkap di ruang adalah :
 Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji
oleh apoteker. Di samping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat
dilakukan oleh perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.
 Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan
yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu kurang
diperhatikan oleh perawat. Akibatnya, penyimpanan yang tidak
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


16

teratur; mutu obat cepat merosot; dan tanggal kadaluarsa kurang


diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan obat yang tidak terpakai
karena telah kadaluarsa.
 Pencurian obat meningkat
 Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
 Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas
penyimpanan obat yang sesuai di setiap daerah perawatan penderita
 Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
 Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.
Keterbatasan/kelemahan sistem distribusi obat persediaan lengkap di
ruang sangat banyak. Dalam sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan
pada perawat, yaitu menginterpretasi order dan menyiapkan obat, yang
sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker.
RS yang menerapkan Sistem Kombinasi, selain menerapkan
sistem distribusi resep individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi
persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di
ruangan (daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari IFRS
dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan
untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan
adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan,
dan biasanya adalah obat yang harganya relatif murah, mencakup obat resep
atau obat bebas.
Keuntungan dari sistem kombinasi adalah:
 Semua resep individual dikaji langsung oleh apoteker
 Adanya kesempatan berinteraksi professional antara apoteker-
dokter- perawat- penderita
 Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat
persediaan di ruang)
 Beban IFRS dapat berkurang
Keterbatasan dari sistem kombinasi adalah:
 Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
(obat resep individual)
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


17

 Kesalahan obat dapat terjadi (obat persediaan di ruang)


Sistem distribusi obat dosis unit atau unit dose dispensing (UDD)
adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan
IFRS dalam RS. Sistem dosis unit dapat berbeda bentuk, tergantung pada
kebutuhan khusus RS. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari
semua sistem dosis unit, yaitu obat dikandung dalam kemasan unit tunggal,
didispensing dalam bentuk siap konsumsi, yang pada kebanyakan obat tidak
lebih dari 24 jam persediaan dosis, dan dihantarkan ke atau tersedia pada
ruang perawatan penderita setiap waktu.
Pada sistem distribusi unit dosis, salah satu administrasi yang
dilakukan adalah Profil Pengobatan Pasien (P-3), yaitu pemantauan
kerasionalan obat yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan dosis,
ketepatan pasien, ketepatan obat, dan waspada terhadap efek samping obat.
Dengan adanya P-3 apoteker dapat membantu dokter dalam meningkatkan
keberhasilan pengobatan. Dalam hal ini apoteker berperan dalam memantau
mengevaluasi pemakaian obat dalam hal cara pemakaian, dosis, indikasi,
efek samping obat, dan interaksi obat serta rekapitulasi harga.
Keuntungan dari sistem distribusi obat dosis unit adalah sebagai
berikut:
 Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita
membayar hanya obat yang dikonsumsinya saja.
 Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan oleh
IFRS sehingga perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk
perawatan langsung penderita.
 Adanya sistem pemeriksaan ganda.
 Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan
 Menghemat ruangan di unit perawat dengan meniadakan persediaan
ruah obat-obatan
 Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
 Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di RS secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai penderita
menerima dosis unit
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


18

 Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama


obat, kekuatan, nomor kendali, dan kemasan tetap utuh sampai
obat siap dikonsumsikan pada penderita. Hal ini mengurangi
kesempatan salah obat, juga membantu dalam penelusuran kembali
kemasan apabila terjadi penarikan obat
 Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah
baik
 Apoteker dapat datang ke unit perawat/ruang penderita, untuk
melakukan konsultasi obat dan membantu memberikan masukan
kepada tim sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan penderita
yang lebih baik
 Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
 Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan
obat menyeluruh
 Pengendalian yang lebih besar oleh apoteker atas pola beban kerja
IFRS dan penjadwalan staf
 Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan
otomatisasi
Sistem distribusi obat dosis unit dapat dioperasikan dengan salah satu
dari tiga metode di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan
dan kondisi suatu RS.
 Sistem distribusi obat dosis unit dapat diselenggarakan secara
sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah
perawatan penderita rawat tinggal di RS secara keseluruhan.
Artinya, di RS itu mungkin hanya satu IFRS tanpa adanya cabang
IFRS di beberapa daerah perawatan penderita.
 Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi dilakukan oleh
beberapa cabang IFRS di sebuah RS. Pada dasarnya sistem distribusi
obat desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan
lengkap di ruang, hanya saja sistem distribusi obat
desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama
dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


19

 Dalam sistem distribusi obat dosis unit kombinasi sentralisasi dan


desentralisasi, biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat
dilayani cabang IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral.
Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti pengemasan dan
pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral.
ix. Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan
obat di unit pelayanan. Tujuannya agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan perbekalan farmasi di unit pelayanan. Dalam pengendalian
dibuat perkiraan pemakaian rata- rata periode tertentu dan ditentukan stok
optimum dan stok pengaman dengan memperhitungkan waktu tunggu.
Selain itu perlu juga diperhatikan rekaman pemberian obat, pengembalian
obat yang tidak digunakan, dan pengendalian obat dalam ruang bedah dan
pemulihan.
x. Penghapusan
Merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang
tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, dan tidak memenuhi syarat, dengan
cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuannya untuk menjamin
perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat dikelola sesuai standar
yang berlaku. Penanganannya sebagai berikut :
- Catatan dari manufaktur harus tertera pada resep rawat jalan, P-3
pasien rawat tinggal, rekaman pengendalian kemasan, dan pada daftar
persediaan dan etiket yang bersangkutan
- Dokumen tersebut dikaji untuk menetapkan penerima nomor batch
perbekalan farmasi yang ditarik
- Dalam hal penarikan produk yang signifikan secara klinik,
harus disampaikan pada penerima bahwa mereka mempunyai produk
yang akan ditarik. Pasien harus dijamin mendapat penggantian
perbekalan farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


20

- Memeriksa semua catatan pengeluaran, kepada pasien mana


perbekalan farmasi diberikan guna mengetahui keberadaan sediaan
yang ditarik
- Mengkarantina semua produk yang ditarik, diberi tanda “jangan
digunakan”
xi. Pencatatan dan pelaporan
 Pencatatan
Pencatatan bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi
yang keluar dan masuk IFRS, dilakukan menggunakan kartu stok yang
berfungsi untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi, tiap lembar hanya
untuk 1 jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 jenis sumber
anggaran, dan digunakan untuk menyusun laporan. Kartu stok diletakkan
dekat dengan perbekalan farmasi yang bersangkutan, dicatat setiap hari, dan
dijumlahkan tiap bulan. Di ruang masing- masing penanggung jawab,
diletakkan kartu stok induk sebagai kendali bagi kepala IFRS.

Tabel 2.3 Perbedaan Komposisi kartu Stok dan Kartu Stok Induk
Kartu Stok Kartu Stok Induk
Judul Nama, kemasan, isi, Nama, satuan, asal,
sumber dana persediaan minimum dan
maksimum
Kolom Tanggal keluar/masuk, Tanggal keluar/masuk,
nomor dokumen, sumber nomor tanda bukti,
asal/kepada siapa dikirim, sumber asal/kepada siapa
nomor batch/lot, tanggal dikirim, jumlah
kadaluarsa, jumlah penerimaan/pegeluaran,
penerimaan/pengeluaran, sisa stok, tanggal
sisa stok, paraf petugas kadaluarsa, dan lain-lain
yang mengerjakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


21

 Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga, dan perlengkapan kesehatan yang
disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuannya adalah agar
tersedia data yang akurat, informasi yang akurat, arsip yang
memudahkan penelusuran surat dan laporan, dan mendapat data yang
lengkap untuk membuat perencanaan. Laporan yang sebaiknya dibuat
IFRS adalah keuangan, mutasi perbekalan farmasi, penulisan resep
generik/non generik, psikotropik dan narkotik, stok opname,
pendistribusian, penggunaan obat program, pemakaian perbekalan farmasi
JamKesMasKin, jumlah resep, kepatuhan terhadap formularium,
penggunaan obat terbesar, penggunaan antibiotik, dan kinerja.
xii. Monitoring dan evaluasi (Monev)
Monev bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para pengelola
perbekalan farmasi di RS agar dapat ditingkatkan secara optimum.
Indikator yang dapat digunakan adalah alokasi dana pengadaan obat, biaya
obat per kunjungan kasus penyakit, biaya obat per kunjungan resep,
ketepatan perencanaan, persentase dan nilai obat rusak, dan persentase
penggunaan antibiotik.

2.6.5. Pelayanan Farmasi dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


Pelayanan farmasi dalam penggunan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta
bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya (Ditjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Tujuan dari pelayanan farmasi
ini adalah:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di RS
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan, dan efisiensi penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


22

yang terkait dalam pelayanan farmasi


d. Melaksanakan kebijakan obat di RS dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional
Pelayanan farmasi dalam penggunaan obat dan alat kesehatan meliputi :
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan

2.6.6. Peranan Apoteker di Farmasi Rumah Sakit


a. Peranan dalam perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
Apoteker FRS berperan dalam kegiatan seleksi perbekalan farmasi,
menentukan jumlahnya berdasarkan skala prioritas, dan menentukan cara dan
prosedur untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan dan penganggaran yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

b. Peranan sebagai Pusat Informasi Obat


Apoteker di RS mempunyai peran yang esensial dalam memberikan
informasi mengenai obat dan bahan yang diperlukan oleh dokter, perawat, para
medik, dan pasien, sebab dokter atau staf medik memerlukan informasi siap
pakai, yang relevan, akurat dan tepat pada tempat dan saat diperlukan untuk
mengambil keputusan agar pengobatan mencapai sasaran.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


23

c. Peranan dalam Penyimpanan Obat


Apoteker FRS berperan dalam penyimpanan semua obat dan perbekalan
farmasi sesuai dengan persyaratan dan dalam kondisi yang tepat.

d. Peranan dalam Distribusi Obat


Apoteker FRS berperan dalam distribusi obat di RS, baik untuk pasien
rawat jalan maupun untuk pasien rawat inap.

e. Peranan dalam PFT


Apoteker berperan sebagai sekretaris PFT.

f. Peranan dalam Pendidikan


Apoteker FRS ikut berperan dalam program pendidikan RS, baik program
pendidikan internal maupun eksternal.

g. Peranan dalam Pelayanan Farmasi dalam Penggunaan Obat dan


Alat Kesehatan
Apoteker FRS berperan penting dalam kegiatan pelayanan kefarmasian
(farmasi klinik) untuk meningkatkan mutu perbekalan farmasi dan pelayanan
terhadap pasien, sehingga tercapai pelayanan yang efektif, aman, dan efisien.

2.7. Unit Sterilisasi Sentral (Departemen Kesehatan RI, 2009)


Unit Sterilisasi Sentral atau yang sering disebut CSSD (Centralized Sterile
Supplay Department) merupakan unit pelayanan non struktual yang berfungsi
memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan memenuhi
kebutuhan barang steril di RS. Fungsi dari CSSD adalah menerima, memproses,
memproduksi, mensterilkan, menyimpan, dan mendistribusikan peralatan medis
ke berbagai ruangan di RS untuk kepentingan perawatan pasien.
Tujuan CSSD adalah :
a. Membantu unit lain di RS yang membutuhkan kondisi steril untuk
pencegahan terjadinya infeksi
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


24

serta menanggulangi infeksi nosokomial.


c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi
pada pelayanan terhadap pasien.
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
Kegiatan yang dilaksanakan di CSSD adalah sebagai berikut :
a. Pembilasan: alat yang telah digunakan tidak dibilas di ruang perawatan.
b. Pembersihan: semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan dengan baik
sebelum dilakukan desinfeksi dan sterilisasi.
c. Pengeringan, dilakukan sampai kering.
d. Inspeksi dan pengemasan: setiap alat bongkar pasang harus diperiksa
kelengkapannya, sementara untuk linen harus diperhatikan densitas
maksimumnya.
e. Memberi label: setiap kemasan harus memiliki label yang menjelaskan isi
dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan tanggal kadaluarsa
proses sterilisasi.
f. Pembuatan: pembuatan dan penyiapan kapas dan kasa balut yang
kemudian akan disterilkan.
g. Sterilisasi: sebaiknya dilakukan oleh staf yang terlatih.
h. Penyimpanan: harus dilakukan secara teratur dengan kondisi penyimpanan
yang baik
i. Distribusi: sesuai dengan kebijakan RS masing-masing.
Seluruh tenaga kerja di CSSD dianjurkan untuk mempunyai data
kesehatan (x-ray TBC dan data fisik minimal setahun sekali), status imunisasi
(hepatitis B, tetanus, dan demam tifoid), dan laporan mengenai penyakit yang
dialami selama bekerja di CSSD minimal setahun sekali. Kualitas tenaga yang
bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas tugas dan tanggung
jawabnya, yang dibedakan menjadi tenaga manajer dan tenaga pelayanan
sterilisasi.
Tenaga kerja di CSSD harus menggunakan alat pelindung diri, berupa
penutup kepala, apron lengan panjang, sarung tangan, masker high filtration, dan
tight fitting google. Selain itu harus ada alas kaki khusus. Bangunan CSSD harus

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


25

sesuai dengan kapasitas RS tersebut dan memiliki 5 ruang, yaitu ruang


dekontaminasi, ruang pengemasan, ruang produksi, ruang sterilisasi, dan ruang
penyimpanan. Untuk RS dengan :
a. 200 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 130 m2
b. 400 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 200 m2
c. 600 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 350 m2
d. 800 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 400 m2
e. 1000 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 450 m2
Ruang dekontaminasi merupakan tempat penerimaan barang kotor,
dekontaminasi, dan pembersihan. Ventilasi ruang ini harus memiliki sistem yang
baik, yaitu udara di ruang dekontaminasi dihisap keluar dan tekanan udara harus
negatif serta tidak dianjurkan menggunakan kipas angin. Suhu udara yang
dianjurkan adalah 180C – 220C dengan kelembaban 35-75%.
Ruang pengemasan merupakan ruang untuk melakukan bongkar pasang
alat dan pengemasan sehingga dianjurkan terdapat tempat penyimpanan tertutup.
Begitu juga dengan ruang produksi, sebaiknya disediakan tempat penyimpanan
tertutup dan pada ruang ini dapat dilakukan produksi kapas dan kasa. Pada ruang
sterilisasi sebaiknya dipisah antara ruang sterilisasi etilen oksida dengan sterilisasi
lainnya. Untuk sterilisasi etilen oksida sebaiknya dilengkapi dengan exhaust.
Barang yang sudah disterilkan akan disimpan di ruang penyimpanan.
Ruang ini harus memiliki tekanan udara positif, dengan efisiensi filtrasi partikular
90-95%. Barang yang sudah steril disimpan pada jarak 19-24 cm dari lantai dan
minimum 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding.

2.8. Panitia Farmasi dan Terapi (Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2004)
2.8.1. Definisi Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
PFT adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di RS dan apoteker wakil
dari FRS, serta tenaga kesehatan lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


26

2.8.2. Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi


Tujuan PFT adalah:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat dan
penggunaan obat serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
dengan kebutuhan

2.8.3. Fungsi dan Ruang Lingkup Panitia Farmasi dan Terapi


Fungsi PFT adalah:
a. Mengembangkan formularium di RS dan merivisinya. Pemilihan obat
untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan, harga obat, dan
juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan
produk obat yang sama.
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di RS dan yang termasuk
dalam kategori khusus
d. Membantu IFRS dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan dan
peraturan mengenai penggunaan obat di RS sesuai peraturan yang berlaku
secara lokal maupun nasional
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di RS dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan
terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus-
menerus penggunaan obat secara rasional
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada
staf medis dan perawat.

2.8.4. Organisasi Panitia Farmasi dan Terapi


Susunan kepanitiaan Panitian Farmasi dan Terapi serta kegiatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


27

yang dilakukan bagi tiap RS dapat bervariasi sesuai dengan kondisi RS setempat :
a. Panitia farmasi dan terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 dokter,
Apoteker dan perawat. Untuk RS yang besar tenaga dokter bisa lebih dari
3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika RS tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka
sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari
IFRS atau apoteker yang ditunjuk.
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara
teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk RS besar rapatnya diadakan
sebulan sekali. Rapat panitia farmasi dan terapi dapat mengundang pakar-
pakar dari dalam maupun dari luar RS yang dapat memberikan masukan
bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh
sekretaris, termasuk persiapan dari hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam RS yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

2.8.5. Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi


Peran apoteker dalam panitia farmasi dan terapi sangat strategis dan
penting, karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan
menggunakan obat di seluruh unit di RS ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat
mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker harus secara
mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi
klinik, farmakoepidemiologi, dan farmakoekonomi di samping ilmu-ilmu lain
yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya degan
para petugas kesehatan lain di RS.

2.8.6. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi


Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi adalah sebagai berikut:
a. Menjadi salah satu anggota panitia (wakil ketua/sekretaris)
b. Menetapkan jadwal pertemuan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


28

c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan


d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan
untuk pembahasan dalam pertemuan
e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan
pada pimpinan RS
f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait
g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam
pertemuan
h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman
penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi
lain
i. Membuat formularium RS berdasarkan hasil kesepakatan panitia
farmasi dan terapi
j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
k. Melaksanankan pengkajian dan penggunaan obat
l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan
penggunaan obat pada pihak terkait

2.8.7. Formularium Rumah Sakit


Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh
panitia farmasi dan terapi untuk digunakan di RS dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium :
a. Halaman judul
b. Daftar nama anggota panitia farmasi dan terapi
c. Daftar isi
d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat dan produk
obat yang diterima untuk digunakan.
f. Lampiran
Sistem yang dipakai adalah sistem di mana prosesnya tetap berjalan terus,
dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di
lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan eveluasi dan menetukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


29

pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih


mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

2.9. Pelayanan Publik


Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
(Undang- Undang Republik Indonesia No.25 tahun 2009).
RS merupakan salah satu contoh pelayanan publik (jasa publik)
dalam bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan publik yang diberikan di RS
adalah pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin, pelayanan kesehatan
asuransi, dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT ATMA JAYA

3.1 Sejarah Rumah Sakit Atma Jaya


Rumah Sakit Atma Jaya (RSAJ) berdiri pada tanggal 1 Juni 1976 dan
diresmikan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin pada tanggal 9 Mei 1977. RSAJ

terletak di wilayah Jakarta Utara dengan luas bangunan 10.041 m2 dan luas lahan

39.930 m2. Rumah Sakit ini resmi digunakan sebagai RS pendidikan Yayasan
Atma Jaya untuk menunjang pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Atma
Jaya sejak tahun 1979 hingga saat ini. Pada tahun 1999, RSAJ mendapat
akreditasi penuh untuk 5 bidang, kemudian pada tahun 2007 mendapat akreditasi
penuh untuk 16 bidang. Sejak Oktober 2009, RSAJ ditetapkan sebagai RS kelas
B.

3.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ memiliki visi menjadi RS Pendidikan Utama yang terkemuka bagi
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya (FKUAJ). RS terkemuka yang
dideskripsikan adalah RS yang mampu memberikan layanan kesehatan
komprehensif yang bermutu, tanggap terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat,
dimanfaatkan, dan dihargai masyarakat, dikelola secara profesional serta
mampu berfungsi sebagai RS Pendidikan Unggul yang memadukan ilmu-
teknologi kedokteran-kesehatan dengan nilai Kristiani.
Misi RSAJ adalah :
a. Menyelenggarakan dan mengembangkan layanan kesehatan komprehensif
yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, didukung
dengan pengelolaan RS secara professional
b. Menjadi RS Pendidikan Utama, yang memberikan sarana dan iklim
pembelajaran bagi mahasiswa FKUAJ dalam upaya menghasilkan dokter yang
memiliki kompetensi medis, kepekaan sosial, kesadaran, sikap dan perilaku
etis, serta mampu menunjang kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi FKUAJ
c. Melandasi karya RS dengan nilai Kristiani, hingga dikembangkan sikap

30 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


31

layanan yang berlandaskan cinta kasih, etos kerja yang andal, pemberdayaan
warga RSAJ menjadi pribadi dengan integritas tinggi yang senantiasa
meningkatkan kemampuan diri dan kemampuan bekerja sama
Tujuan RSAJ adalah menyelenggarakan kegiatan agar dapat
merealisasikan:
a. Penyelenggaraan layanan kesehatan primer, medis spesialistik, dan
rujukan yang andal
b. Penyelenggaraan pendidikan klinik dan pengembangan iklim akademik
c. Peningkatan mutu kehidupan kerja warga RSAJ
d. Pengelolaan RS secara professional
e. Perwujudan identitas Katolik sebagai landasan karya

3.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Atma Jaya


Rumah Sakit Atma Jaya merupakan RS swasta umum kelas B karena
bukan milik pemerintah serta memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medis
12 spesialistik (4 pelayanan spesialis dasar yaitu penyakit dalam, kesehatan anak,
bedah, dan kebidanan dan kandungan, serta 8 pelayanan medik spesialistik lain
yaitu THT, kesehatan jiwa, saraf, mata, kulit dan kelamin, gigi dan mulut,
ortopedi, dan urologi) dan 2 sub spesialistik (pelayanan ginjal hipertensi dan
perinatologi). Rumah Sakit Atma Jaya juga merupakan RS privat karena dikelola
oleh Yayasan Atma Jaya, dan RS Pendidikan bagi FKUAJ.

3.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang bertanggung jawab
kepada Yayasan Atma Jaya dan mengepalai 3 direktur dan 2 komite.

3.5 Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ memiliki 2 orang dokter gigi dan 17 dokter umum (5 dokter tetap
dan 12 dokter tidak tetap) pada pelayanan medik dasar. Pelayanan medik spesialis
dasar dilakukan oleh 4 dokter spesialis THT, 5 dokter ahli jiwa, 4 dokter ahli
saraf, 5 dokter spesialis mata, 2 dokter ahli penyakit kulit dan kelamin, 2 dokter
ahli gigi dan mulut, 1 dokter ahli ortopedi, 6 dokter ahli penyakit dalam, dan 6

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


32

dokter spesialis bedah. Pelayanan medik sub spesialis dilakukan oleh 1 dokter ahli
ginjal hipertensi dan 1 dokter ahli perinatologi.
Pelayanan spesialis penunjang dilakukan oleh dokter ahli radiologi, ahli
patologi klinik, ahli patologi anatomi, ahli psikologi, ahli gizi klinik, dan spesialis
rehabilitasi medik yang masing-masing berjumlah 1 orang serta 3 dokter anestesi.
Selain itu, RSAJ memiliki 3 apoteker, 20 asisten apoteker, 130 perawat, 39 non-
keperawatan, dan 256 non kesehatan.

3.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


3.6.1 Falsafah dan Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya
Falsafah Instalasi Farmasi RSAJ adalah:
a. Setiap manusia mempunyai citra dan martabat yang unik sebagai ciptaan
Allah
b. Iman, pengharapan, dan cinta kasih sesama merupakan sumber semangat
RSAJ memberdayakan sesama dalam upaya peningkatan pemeliharan dan
pemulihan kesehatan
c. Setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan
wajib ikut serta dalam usaha memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya
d. IFRS Atma Jaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan RSAJ yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan
pasien RSAJ dengan penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat
Tujuan Instalasi Farmasi RSAJ adalah:
a. Pelayanan Instalasi Farmasi RSAJ dilaksanakan secara profesional
berdasarkan standar operasional prosedur kefarmasian dan etika profesi
kefarmasian guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSAJ dalam
bidang obat
b. Pelayanan Instalasi Farmasi RSAJ dilakukan secara optimal dan bermutu,
baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat bagi
penderita rawat inap dan rawat jalan RSAJ
c. Mewujudkan pemakaian obat secara rasional, yang dilaksanakan secara

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


33

langsung dan bertanggung jawab, serta pengawasan obat sesuai dengan


peraturan yang berlaku demi tercapainya kualitas hidup manusia yang
sehat/prima
d. Turut membantu tercapainya program RSAJ sebagai RS Pendidikan
unggul yang memadukan ilmu kefarmasian dengan nilai Kristiani
e. Turut membantu program pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan umumnya dan khususnya mutu pelayanan kesehatan di Instalasi
Farmasi RSAJ

3.6.2 Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Instalasi Farmasi merupakan bagian dari Instalasi Penunjang Medis yang
berada di bawah tanggung jawab Direktur Medis Keperawatan. Instalasi Farmasi
dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi Farmasi dan
Unit Logistik Farmasi.
Farmasi bertanggung jawab terhadap pelayanan perbekalan farmasi untuk
rawat jalan dan rawat inap. Unit Logistik Farmasi bertanggung jawab terhadap
kegiatan penerimaan, penyimpanan, dan distribusi perbekalan farmasi di RSAJ.
Contoh denah farmasi dan gudang RSAJ dapt dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

3.6.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


a. Pemilihan/Seleksi Obat
Pemilihan obat dilakukan berdasarkan pemakaian dan kebutuhan pasien
rawat inap maupun rawat jalan di RSAJ serta rekomendasi dari dokter.

b. Perencanaan Perbekalan Farmasi


Perencanaan berdasarkan kebutuhan pasien RSAJ dilakukan 2 minggu
sekali namun untuk obat generik dilakukan 1 bulan sekali.

c. Pengadaan Perbekalan Farmasi


Pengadaan dilakukan melalui pembelian langsung secara kredit ataupun
tunai dan melalui kegiatan produksi untuk obat yang dapat diproduksi sendiri di
Instalasi Farmasi. Produksi yang dilakukan berupa perubahan bentuk dan produksi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


34

dari bahan baku.

d. Penerimaan Perbekalan Farmasi


Penerimaan dilakukan oleh unit logistik farmasi. Pada saat penerimaan
dilakukan pemeriksaan kesesuaian jenis, bentuk, jumlah, kadaluarsa, nomor batch,
dan pengecekan dokumen beserta faktur.

e. Penyimpanan Perbekalan Farmasi


Penyimpanan dilakukan di unit logistik farmasi, apotek, dan bangsal.
Penyimpanan dilakukan pada ruangan dengan suhu yang terjaga dan disusun
berdasarkan jenis sediaan dan alphabet. Perbekalan farmasi yang fast moving,
slow moving, dan yang sudah mendekati masa kadaluarsa dipisahkan. Perbekalan
farmasi yang membutuhkan suhu rendah disimpan di dalam lemari pendingin
yang suhunya diperiksa secara rutin.

f. Pendistribusian Perbekalan Farmasi


Sistem distribusi di RSAJ adalah sistem resep individual. Distribusi
dilakukan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap. Rawat jalan dilayani oleh
farmasi, sedangkan rawat inap dilayani oleh perawat di bangsal dan di farmasi.
Untuk pasien KJS atau program Gakin, pendistribusian dilayani oleh farmasi
kepada pendamping atau keluarga pasien yang kemudian diberikan kepada
perawat di bangsal untuk didistribusikan kepada pasien.

g. Pelayanan farmasi dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


Instalasi Farmasi RSAJ melakukan pengkajian resep, dispensing, dan
pengkajian penggunaan obat generik, narkotik, dan psikotropika.

h. Peranan Apoteker di Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Apoteker di RSAJ berperan sebagai pusat informasi mengenai obat
baik untuk asisten Apoteker maupun untuk pasien. Apoteker juga bertugas dalam
bidang logistik, yaitu dalam mengawasi, merencanakan, dan mengatur kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi serta aktif dalam sub Komite Farmasi dan Terapi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


35

(KFT) dan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain.

3.6.4 Unit Sterilisasi Sentral (CSSD)


3.6.4.1 Falsafah dan Tujuan CSSD Rumah Sakit Atma Jaya
Falsafah dari CSSD RSAJ adalah memberikan pelayanan yang sebaik-
baiknya untuk melayani dan membantu semua unit di RSAJ yang membutuhkan
barang dan alat medik dalam kondisi steril. Tujuan umum pelayanan CSSD RSAJ
adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna
menekan kejadian infeksi di RSAJ. Tujuan khusus pelayanan CSSD RSAJ adalah
:
1. Mengawasi proses sterilisasi
2. Menyediakan alat/bahan steril sesuai kebutuhan
3. Memberikan pelayanan kepada pasien secara menyeluruh
4. Memberikan ketenagaan kerja serta perlindungan bagi petugas RSAJ
5. Mencegah terjadinya infeksi silang baik bagi pasien maupun petugas RSAJ

3.6.4.2 Kebijakan CSSD Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ membuat beberapa kebijakan untuk CSSD agar pelaksanaan
sterilisasi dapat berjalan dengan baik. Kebijakan tersebut antara lain :
1. RSAJ melaksanakan proses sterilisasi yang diselenggarakan secara sentral dan
terkoordinasi antara sentral sterilisasi dengan unit pelayanan yang
memerlukan bahan/barang steril
2. Pelayanan sterilisasi meliputi kegiatan yang memproses semua bahan,
peralatan, dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelayanan medik di
RSAJ, mulai dari perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan,
pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan, dan distribusi untuk
memenuhi kebutuhan RSAJ
3. Pelayanan sterilisasi dilakukan mulai dari tempat yang memerlukan
bahan/barang steril kemudian dilanjutkan ke unit sterilisasi sesuai alur kerja
yang ditetapkan
4. Penanggung jawab unit sterilisasi adalah petugas yang ditetapkan
berdasar keputusan Direktur RSAJ

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


36

5. Dalam melaksanakan proses sterilisasi, petugas harus menggunakan


pelindung diri
6. Alat/instrument bekas pakai harus dibersihkan/didesinfeksi dan
didekontaminasi terlebih dahulu sebelum disterilkan
7. Desinfektan yang digunakan adalah yang biasa yang digunakan untuk
keperluan RS dengan memperhatikan efektivitas, efisiensi, dan keamanannya
8. Barang yang sudah steril tetapi belum dipergunakan dalam jangka waktu
tertentu harus dilakukan resterilisasi

3.6.4.3 Metode Sterilisasi dan Cakupan Kegiatan


Metode kegiatan sterilisasi yang dilakukan adalah metode panas basah dan
gas etilen oksida. Kegiatan yang dilakukan di CSSD RSAJ adalah pengumpulan
alat, pencucian dan pengeringan, pengemasan, penandaan, sterilisasi,
penyimpanan, dan distribusi.

3.6.5 Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Atma Jaya


Sub Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di RSAJ terbentuk pada bulan
Agustus 2009. Pergantian pengurus dilakukan setiap 4 tahun sekali. Selama
periode 1 Agustus 2009 sampai 30 Juli 2013, KFT RSAJ diketuai oleh seorang
dokter spesialis penyakit dalam dan memiliki 3 orang anggota, yaitu 2 dokter
umum dan 1 apoteker. Tugas dan wewenang KFT RSAJ adalah :
a. Menyusun, merevisi, dan mengusulkan formularium dan standar terapi
RSAJ pada Direktur RSAJ
b. Menyeleksi dan memberikan rekomendasi pengadaan obat dan alat kesehatan
RSAJ
c. Bekerja sama dengan Staf Medis Fungsional (SMF), Panitia Mutu
Pelayanan, dan Panitia Nosokomial untuk mengevaluasi penggunaan obat
dan alat kesehatan di RSAJ.

3.6.6 Pelayanan Publik Rumah Sakit Atma Jaya


Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh RSAJ adalah pelayanan
kesehatan terhadap pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS), Keluarga Miskin (Gakin),

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


37

pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), asuransi, dan pasien


pastoral.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


4.1.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya menyediakan pelayanan 24 jam
untuk memenuhi kebutuhan pasien kapanpun mereka membutuhkannya. Sesuai
dengan falsafah dan tujuannya, Instalasi Farmasi RSAJ memberikan pelayanan
yang merata untuk pasien mampu maupun tidak mampu sehingga turut membantu
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Yang menjadi
kekurangan Instalasi Farmasi RSAJ saat ini adalah pelayanan yang masih
mencakup kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan belum melaksanakan
kegiatan farmasi klinik sehingga peran seorang Apoteker secara langsung belum
dirasakan oleh pasien rawat inap.
Sebagai bagian dari RSAJ, instalasi farmasi tidak berdiri sendiri dalam
melakukan tugas pelayanannya, namun bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya sehingga tercipta suatu sistem pelayanan yang utuh. Setiap
kegiatan yang berlangsung di Instalasi Farmasi RSAJ dilakukan berdasarkan
prosedur yang berlaku di RSAJ, namun staf farmasi masih kurang lengkap dalam
memberikan informasi kepada pasien. Hal ini mungkin juga disebabkan karena
keterbatasan waktu akibat antrian pasien yang cukup panjang sehingga membuat
kualitas pelayanan di instalasi farmasi, khususnya dalam hal pemberian informasi
obat menjadi kurang memuaskan.
Ditinjau dari segi ruangan, Instalasi Farmasi RSAJ memiliki ruang yang
cukup untuk melakukan pelayanan kefarmasian. Ruangan yang ada terdiri dari
ruang penyimpanan obat dan alat kesehatan, ruang penyimpanan arsip, ruang
penyimpanan bahan baku, ruang produksi, ruang penyiapan resep, loket
penerimaan dan penghargaan resep, dan ruang pencucian. Namun, bangunan
Instalasi Farmasi RSAJ terpisah jauh dengan gudang sehingga memperlambat
proses distribusi perbekalan. Oleh sebab itu, pada awal pergantian jam kerja setiap
harinya, terdapat petugas yang memiliki tugas untuk mengambil obat dan alat
kesehatan yang persediaannya sudah menipis ke gudang. Hal ini bertujuan untuk

38 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


39

mencegah petugas berulangkali mengambil barang ke gudang terutama saat


pasien sedang ramai sehingga pelayanan terhadap pasien tidak terhambat.
Hal lain yang perlu diperhatikan pada Instalasi Farmasi RSAJ adalah
masalah perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi karena masih banyaknya
obat yang kosong dan perhitungan stok yang masih belum memadai yang
menyebabkan setiap hari dilakukan pembelian yang mendadak, baik itu
pembelian ke PBF ataupun ke apotek daerah sekitar demi mencukupi kebutuhan
pasien. Hal ini disebabkan karena belum adanya sistem komputerisasi dalam
pendataan stok sehingga staf kesulitan dalam menghitung stok dan hasilnya
kurang akurat. Pembelian mendadak ini juga sering dilakukan karena adanya
resep nonformularium yang tidak diizinkan untuk diganti oleh dokter penulis.
Untuk itu, saat ini Instalasi Farmasi RSAJ sedang membuat data stok
minimum dan stok maksimum dan sudah mulai diterapkan perencanaan dan
pengadaan menurut data tersebut. Selanjutnya juga akan diterapkan sistem
komputerisasi yang lebih baik yang saat ini sedang dirancang sehingga staf tidak
perlu menghitung stok secara manual. Dengan begitu diharapkan obat tidak akan
menumpuk atau kosong. Selain itu, terdapat beberapa kejadian ketidaksesuaian
harga di sistem komputer instalasi farmasi dengan daftar harga yang dimiliki
bagian pembelian. Hal ini terjadi karena harga pada sistem computer belum di
update oleh staf di bagian pembelian.
Proses penerimaan barang yang dibeli terjadi di gudang. Petugas gudang
akan meminta faktur dari petugas pengantar barang, lalu dicocokan dengan faktur
yang ada di gudang. Setelah itu, petugas gudang akan memeriksa nama, sediaan,
dosis, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Jika sudah tepat, faktur
ditandatangani dan barang langsung disimpan. Pembayaran akan dilaksanakan
oleh bagian pembelian yaitu kasir. Untuk produk baru, yaitu produk yang
sebelumnya belum pernah dilakukan pembelian, maka pihak RSAJ akan meminta
Certificate of Analysis produk jadi dan bahan baku, Material Safety Data Sheet,
sertifikat CPOB, bukti registrasi, dan izin usaha dari pabrik penghasil produk serta
daftar harga dari produk tersebut. Selain itu juga diminta contoh produk dan
kelengkapan informasi, misalnya brosur, uji bioavailabilitas/bioekuivalensi,
dan uji klinik. Pihak dari pabrik juga diminta untuk menjelaskan khasiat,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


40

kelebihan, dan kekurangan dari produk tersebut secara lisan (datang ke RSAJ).
Pihak pabrik harus mendapat persetujuan dari user RSAJ sebanyak minimal 3
orang, yaitu calon pemakai produk tersebut, bahwa produk tersebut disetujui
untuk digunakan di RSAJ. Jika semua persyaratan tersebut sudah lengkap, maka
rencana pembelian produk baru tersebut akan dibawa ke rapat PFT. Setelah
disetujui, produk tersebut akan dibeli melalui PBF yang ditunjuk oleh pabrik
tersebut.
Penyusunan perbekalan farmasi di instalasi sudah cukup baik. Setiap obat
diletakkan dalam kotak kecil dan disusun pada rak obat yang tidak terlalu tinggi
sehingga tidak menyulitkan pekerja dalam mengambilnya serta disusun berdasar
alfabet. Obat fast moving juga diletakkan di tempat yang dekat dengan jangkauan
sehingga mempercepat pengambilan. Obat yang sudah mendekati kadaluarsa
diberi tanda untuk digunakan terlebih dahulu dan disosialisasikan ke tenaga
kesehatan lainnya. Di setiap jenis obat terdapat kartu stok yang akan diisi setiap
kali ada obat yang masuk atau keluar. Suhu penyimpanan di lemari pendingin
selalu diperiksa setiapa hari pada waktu yang sama untuk memastikan bahwa suhu
lemari pendingin tetap stabil. Penempatan perbekalan juga dipisahkan
berdasarkan sediaan, yaitu padat, cair, semi padat, dan injeksi.
Pada penyimpanan alat kesehatan, penyusunan masih belum teratur dan
tidak alfabetis. Penyusunan lebih cenderung berdasarkan ukuran alat kesehatan
tersebut dan dalam 1 rak terdapat 2 lapis perbekalan sehingga perbekalan yang
ada di lapis belakang tidak terlihat namanya. Hal ini mempersulit bagi pekerja
baru dalam mencari alat kesehatan yang dibutuhkan. Untuk penyusunan sediaan
infus juga tidak dilakukan berdasar alfabet dan diletakkan di tempat yang acak.
Ada yang terletak di ruangan khusus infus, ada yang diletakan di rak sediaan
padat bagian bawah. Hal ini disebabkan karena tidak cukupnya ruangan untuk
menyimpan sediaan infus.
Penyimpanan obat di depo dilakukan dengan sangat sederhana. Obat yang
didistribusikan ke depo adalah obat untuk gawat darurat dan obat yang sering
digunakan di kamar inap dan kamar bedah, seperti infus, injeksi, dan alat
kesehatan. Penyimpanan dilakukan dalam lemari dan disusun secara alfabetis.
Depo di RSAJ berjumlah sembilan ruangan, yaitu depo ruangan rawat inap Soka,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


41

Cempaka, Melati, Mawar, Djaja Sapoetra, kamar bedah, hemodialisa, ruangan


diagnosis dan Instalasi Gawat Darurat. Setiap hari petugas instalasi datang
keliling depo untuk memeriksa stok narkotik/psikotropik, yaitu dicatat jumlah
pengeluaran dan keterangan pasien pengguna (nama dan alamat).
Sistem distribusi dilakukan untuk melayani permintaan dari instalasi ke
gudang dan dari depo ke instalasi. Distribusi ke depo dilakukan dengan
menggunakan lembar Bon Permintaan Obat (BPO) dari depo ke instalasi.
Setelah BPO masuk ke instalasi, petugas instalasi akan menyiapkan perbekalan
yang diminta ke dalam kereta dorong. Petugas depo akan datang untuk mengambil
dan memeriksa perbekalan di kereta dorong tersebut. Setelah diperiksa dan tidak
ada masalah, maka BPO akan ditandatangani oleh petugas instalasi yang
menyiapkan dan petugas depo yang meminta perbekalan tersebut. Begitu juga
dengan distribusi dari gudang ke instalasi.
Sistem distribusi yang diterapkan sudah cukup baik namun dalam
pelaksanaannya masih banyak kekurangan. Permintaan dari depo ke instalasi
seharusnya dilakukan 3 hari sekali, namun pada kenyataannya permintaan terjadi
setiap hari. Begitu juga dengan permintaan dari instalasi ke gudang
yang seharusnya 3 hari sekali, dilakukan setiap hari. Hal ini disebabkan oleh
jumlah obat dan alat kesehatan yang sudah tinggal sedikit sehingga diperlukan
pengambilan ke gudang.
Farmasi RSAJ telah membuat pedoman jumlah stok maksimum dan
minimum, yaitu pedoman yang berisi daftar perbekalan farmasi RSAJ beserta
dengan jumlah maksimum dan jumlah minimum yang boleh tersedia. Jika jumlah
stok sudah mencapai minimum, maka akan dilakukan pembelian sejumlah sekian
sehingga perbekalan tersebut akan mencapai jumlah maksimumnya. Pedoman ini
terdiri dari dua jenis, yaitu pedoman untuk gudang dan apotek. Pedoman
untuk gudang digunakan dalam penulisan defecta pembelian, sedangkan pedoman
untuk apotek digunakan dalam penulisan lembar permintaan perbekalan ke
gudang. Dengan begitu diharapkan perbekalan farmasi di RSAJ tidak akan
kelebihan atau kekurangan. Namun kenyataannya jumlah yang dibeli dan jumlah
yang diminta ke gudang tidak berdasarkan pedoman jumlah stok maksimum
dan minimum sehingga obat terkadang menumpuk atau habis.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


42

Kegiatan produksi di instalasi farmasi dilakukan dalam bentuk melayani


resep racikan, membuat stok obat racikan, dan pengemasan ulang. Kegiatan ini
dilakukan oleh juru resep dengan perhitungan bahan dilakukan oleh asisten
apoteker. Pelayanan resep racikan dilakukan untuk racikan solid, semisolid,
maupun likuid. Kegiatan produksi lainnya adalah pengemasan ulang, yaitu
pengemasan alkohol 70%, betadin, H2O2, dan sebagainya ke dalam botol 100 dan
200 ml.
Proses produksi resep racikan dilakukan dengan cukup baik. Lumpang dan
alu dibersihkan setiap kali selesai membuat resep dengan menggunakan alkohol
70%. Pembungkus puyer menggunakan kemasan jadi yang tidak perlu dilipat
sehingga mempercepat pelayanan, tetapi untuk puyer yang jumlahnya sedikit
tetap digunakan kertas perkamen. Pengisian kapsul juga menggunakan alat bantu
sehingga tidak repot mengisi kapsul satu per satu.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di farmasi RSAJ belum lengkap
dilakukan. Laporan yang dibuat adalah laporan jumlah resep karyawan, laporan
penggunaan generik/paten, penggunaan psikotropik/narkotik, laporan prosentase
resep yang masuk ke instalasi, laporan jumlah resep yang dikeluarkan tiap poli,
laporan pengeluaran/pemasukan obat, laporan jumlah resep
gakin/KJS/SKTM/asuransi. Laporan yang belum dibuat adalah laporan
penggunaan antibiotik, laporan kepatuhan terhadap formularium, laporan
penggunaan obat terbesar, dan laporan Drug Related Problem (DRP) yang
sebenarnya merupakan laporan yang cukup penting. Laporan keuangan tidak
dilakukan oleh farmasi karena semua kegiatan keuangan dikendalikan oleh bidang
keuangan RSAJ.

4.1.2 Unit Logistik Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Logistik farmasi RSAJ merupakan gudang penyimpanan perbekalan
farmasi yang terletak terpisah cukup jauh dari instalasi sehingga cukup
memperlambat distribusi dari perbekalan tersebut. Penyimpanan perbekalan
farmasi berupa obat dan cairan infus telah berjalan dengan baik. Perbekalan
farmasi tersebut diletakkan di atas palet atau di dalam lemari/rak dan tersusun
secara alfabetis serta bentuk sediaan. Penyusunan dan pengelompokkan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


43

yang rapih dan tertata sangat memudahkan penyiapan pendistribusian obat dan
cairan infus setiap harinya. Perbekalan farmasi yang membutuhkan suhu rendah
juga telah disimpan dengan baik pada lemari pendingin yang suhunya diperiksa
dengan rutin sehingga menjamin kondisi obat tetap stabil dalam penyimpanan
Penyimpanan obat golongan narkotik dan psikotropik dipisahkan pada
lemari khusus. Lemari narkotika memiliki kunci yang dipegang oleh petugas,
sedangkan lemari psikotropika memiliki kunci digital. Obat-obat golongan ini
juga tersusun rapi secara alfabetis dan memiliki kartu stok tepat di samping
persedian obat. Kondisi penyimpanan ini akan menjamin keamanan penggunaan
narkotik dan psikotropik serta memudahkan pemantauan perputaran obat.
Perbekalan farmasi yang fast moving, slow moving, dan yang sudah
mendekati masa kadaluarsa tidak dipisahkan dari perbekalan lainnya. Perbekalan
farmasi yang telah mendekati masa kadaluarsa hanya diberikan tanda dengan
warna mencolok namun tidak dipisahkan kecuali barang tersebut memang sudah
kadaluarsa.
Penyimpanan dan penyusunan perbekalan farmasi berupa alat-alat
kesehatan kurang baik dilakukan karena penyusunan yang kurang tertata secara
alfabetis. Hal ini memperlambat penyiapan distribusi alat kesehatan serta dapat
mempersulit pengawasan perputaran alat kesehatan. Hal ini mungkin disebabkan
karena keterbatasan ruangan tempat penyimpanan alat kesehatan yang kurang
memungkinkan untuk dilakukan penyusunan alfabetis yang teratur.
Proses pengadaan dimulai dengan perencanaan melalui penyusunan
defekta yang kemudian diajukan ke bagian pengadaan dan disetujui oleh direktur
medis atau direktur keuangan. Setelah memperoleh persetujuan, dilakukan
pembuatan Purchase Order (PO) oleh bagian pengadaan yang akan dikirim ke
distributor untuk pembelian perbekalan farmasi. Seringkali terdapat kendala
dalam tahapan perencanaan karena logistik farmasi RSAJ belum memiliki nilai
minimum dan maksimum pembelian produk yang umumnya dipakai dalam
pertimbangan perencanaan pemesanan. Hal ini yang menyebabkan sering
terjadinya penumpukkan barang hingga kadaluarsa akibat pemesanan yang
berlebihan namun juga sering terjadi kekosongan obat karena penggunaan
perputaran obat yang cepat namun tidak diimbangi dengan kecepatan pemesanan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


44

Nilai maksimum digunakan sebagai batas pembelian barang. Saat stok


menyentuh nilai maksimum tidak akan dilakukan pembelian sehingga
penumpukan barang tidak terjadi. Sebaliknya saat stok menyentuh nilai minimum
harus segera dilakukan pemesanan barang. Pengadaan obat dan alat kesehatan di
RSAJ sedang diusahakan untuk dilakukan setiap dua minggu sekali. Penggunaan
nilai minimum dan maksimum akan mempermudah perencanaan pemesanan
barang dua minggu sekali.

4.1.3 Peran Apoteker di Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Rumah Sakit Atma Jaya memiliki 3 orang apoteker. Seorang apoteker
menjabat sebagai kepala instalasi farmasi. Seorang apoteker berada di instalasi
farmasi dan satu orang bertanggung jawab di depo apotek Poli Spesialis dan Poli
Umum (PSPU) RSAJ. Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi untuk
rumah sakit dilakukan oleh pertimbangan kepala instalasi farmasi yang bekerja
sama dengan kepala logistik farmasi.
Apoteker instalasi farmasi maupun depo apotek PSPU tidak melakukan
peran dalam penyimpanan obat, perencanaan, dan pengadaan untuk kebutuhan
namun menjalankan perannya sebagai pusat informasi obat dengan baik kepada
pasien, asisten apoteker, dan perawat namun jarang kepada dokter. Pemberian
informasi obat kepada pasien diberikan pada saat penyerahan obat. Apoteker di
depo apotek PSPU memberikan informasi obat dengan lengkap dan jelas kepada
pasien sedangkan pada instalasi farmasi dilakukan dengan cepat dan singkat
sehingga terkadang terkesan terburu-buru dan tidak lengkap. Hal ini disebabkan
karena beban pelayanan kepada pasien yang cukup besar serta keterbatasan
waktu.
Apoteker yang berperan dalam PFT adalah apoteker yang menjabat
sebagai kepala instalasi farmasi. Peran apoteker terlihat pada keaktifan dalam
PFT yang telah merevisi formularium dan menghasilkan formularium periode
2011-2014. Pelaksanaan farmasi klinik berupa konseling dan keikutsertaan
Apoteker dalam ronde (visite) telah direncanakan namun prosedur dan waktu
pelaksanaannya masih belum ditetapkan. Pekerjaan manajerial dari apoteker
RSAJ adalah mengatur dan memberikan pengawasan terhadap kinerja asisten

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


45

apoteker dalam pelayanan kefarmasian.

4.2 Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Atma Jaya


PFT RSAJ baru berdiri pada tahun 2009, sehingga termasuk masih baru.
Kegiatan utama dari PFT yang paling mononjol adalah merevisi
formularium rumah sakit. Formularium yang saat ini digunakan adalah
formularium tahun 2011.

4.3 Pelayanan Publik Rumah Sakit Atma Jaya


Sesuai dengan visi dan misinya, RSAJ memberikan pelayanan sosial
kepada masyarakat, termasuk masyarakat miskin, tidak mampu, dan
asuransi. Bagi pasien Gakin, persyaratannya adalah dengan memenuhi
kelengkapan data yang diperlukan berupa fotokopi kartu gakin, resep, KTP,
Kartu Keluarga, dan surat pengajuan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga
Miskin (JPK Gakin) serta lampiran surat pengantar kredit yang diperoleh dari
loket administrasi. Selain pelayanan terhadap Gakin, sejalan dengan program
pemerintah DKI Jakarta yaitu Kartu Jakarta Sehat (KJS), RSAJ menjadi salah satu
rumah sakit yang bertugas memberikan pelayanan KJS pada pasien tidak mampu.
Bagi pasien KJS, persyaratan yang harus dilengkapi adalah fotokopi KTP DKI
Jakarta, Kartu Keluarga, Surat Rujukan dari Puskesmas, dan surat pengantar
kredit yang diperoleh dari bagian administrasi.
Biaya pengobatan pasien tidak mampu akan ditanggung oleh pemerintah,
kemudian RSAJ akan menagih biaya tersebut dengan memberikan fotokopi resep
pasien dan bukti surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh pasien.
Pengobatan pada masyarakat miskin dan tidak mampu menggunakan obat
generik dan jika tidak ada generiknya barulah diberi obat nama dagang.
Begitu juga dengan pasien asuransi, namun untuk pasien asuransi ini ketentuan
berlaku sesuai dengan perjanjian antara RSAJ dengan perusahaan masing-masing.
Pasien tidak mampu akan mendapatkan pelayanan gratis dan bebas biaya obat
dengan anggaran Rp. 500.000,- per hari. Jika melebihi itu, diperlukan persetujuan
dari Direktur RSAJ. Pasien tidak mampu mendapat keringanan 50% dari biaya
perawatan atau pemeriksaan medisnya namun tidak diberi keringanan untuk obat-

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


46

obatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
a. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya melaksanakan kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan, distribusi, pencatatan dan
pelaporan, penghapusan, perbekalan kesehatan serta kegiatan pelayanan
kefarmasian (farmasi klinik), yaitu Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan
skrining resep.
b. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Atma Jaya adalah dalam bidang pengelolaan perbekalan farmasi dan
masih belum optimal dalam pelayanan farmasi klinik.

5.2. Saran
a. Pelayanan kefarmasian di RSAJ perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam
bidang farmasi klinik demi memaksimalkan kualitas pelayanan dan
sasaran terapi bagi pasien sehingga untuk itu diperlukan tenaga apoteker yang
lebih banyak lagi sesuai dengan beban kerja yang dimiliki.
b. Perlu dilakukan pengembangan kualitas sumber daya tenaga kefarmasian
seperti memberikan pelatihan/training/studi banding/seminar (khususnya
pelatihan pemberian informasi untuk asisten apoteker) sehingga kualitas
pelayanan kefarmasian dapat ditingkatkan.
c. Perlu diadakan komite khusus untuk menjalankan peran seperti PFT yang
merupakan media komunikasi antara dokter, apoteker, perawat, dan tenaga
kesehatan lainnya dalam menentukan kebijakan dan melakukan monitoring
dan evaluasi sehingga semua profesi kesehatan mempunyai persepsi yang
sama dalam upaya pelayanan kesehatan
d. Perlu dilakukan pengawasan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional
dalam setiap kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan sehingga
terlaksana pelayanan yang bermutu dan seragam
e. Perlunya penetapan batas nilai maksimum dan nilai minimum stok yang
berperan dalam perencanaan dan pengadaaan perbekalan farmasi sehingga
tidak terjadi kekosongan perbekalan farmasi
47 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


48

yang menghambat pelayanan serta merugikan rumah sakit.


f. Perlu peningkatan kerja sama antara farmasi dengan bidang lain, seperti
bagian teknologi informatika, pembelian, keuangan, dan profesi-profesi
kesehatan lain agar tercipta pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan
baik, misalnya peningkatan kerja sama dalam proses pengadaan sehingga
proses tersebut berjalan dengan lebih efisien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia


No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jakarta.

Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia


No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2009c). Undang-Undang Republik No.44 Tahun


2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan & Japan International
Cooperation Agency. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi
di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian


Kesehatan. (2010). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No. 1197/Menkes/SK/2204 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Menteri Kesehatan RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central


Sterile Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta.

Siregar, Charles.J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

49 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


LAMPIRAN

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


51

Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


52

Lampiran 2. Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


53

Lampiran 3. Denah Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


54

Lampiran 4. Denah Farmasi Poli Spesialis Pribadi dan Umum Rumah Sakit
Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


55

Lampiran 5. Denah Logistik Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

KETERANGAN:
AA – AD : ALKES AN : BLADE DAN BC : : PENCATATAN
AE : BENANG PSIKOTROPIKA SUHU
ANTISEPTIK AO – AS : INJEKSI BD – BG : INFUS (DILAKUKAN
AF – AI : ALKES AT – AU : SALEP & BH – BI : NARKOTIKA PADA PUKUL
AJ : INJEKSI CENDO BJ – BK : COLD CHAIN 08.00 & 15.00)
AK – AM : ALKES AV – AW : SYRUP BL : KONSINYASI,
AX – BB : TABLET ALAT GIGI,
BAHAN
BAKU
BM : DONASI, B3,
CSSD

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


56

Lampiran 6. Formulir Daftar Pemberian Obat Pasien Rawat Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


57

Lampiran 7. Formulir Pemakaian Obat dan Alat Kesehatan Pasien Rawat


Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


58

Lampiran 8. Formulir Pesanan Pasien Pulang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


59

Lampiran 9. Contoh Resep Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


60

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


61

Lampiran 10. Contoh Copy Resep Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


62

Lampiran 11. Lembar Evaluasi Kualitas Pelayanan Instalasi Farmasi RS


Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


63

Lampiran 12. Lembar Evaluasi Kualitas Fasilitas Instalasi Farmasi RS


Atmajaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


64

Lampiran 13. Contoh Surat Pesanan Narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


65

Lampiran 14. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS INTERAKSI OBAT INDEKS TERAPI SEMPIT


PADA PERESEPAN DI POLI SPESIALIS PRIBADI DAN
UMUM RUMAH SAKIT ATMA JAYA
PERIODE FEBRUARI - APRIL2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA

MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm.


1206313343

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3


2.1. Interaksi Obat ......................................................................................... 3
2.2. Obat Indeks Terapi Sempit .................................................................... 6

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ........................................................ 8


3.1 Jenis Pengkajian ...................................................................................... 8
3.2 Waktu dan Tempat Pengkajian ............................................................ 8
3.3 Batasan Masalah..................................................................................... 8
3.4 Kriteria Sampel ...................................................................................... 8
3.5 Prosedur Penelitian................................................................................. 9
3.6 Pengolahan Data..................................................................................... 9

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10


4.1 Peresepan Obat dengan Indeks Terapi Sempit Bulan Februari sampai
April 2013 2013 ....................................................................................... 10
4.2 Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat Penyertanya ............. 13

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 16


5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 16
5.2 Saran ...................................................................................................... 17

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 18

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Februari
2013 ............................................................................................. 10
Gambar 4.2 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Maret
2013 ............................................................................................. 11
Gambar 4.3 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan April
2013 ............................................................................................. 11
Gambar 4.4 Diagram Persentase Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan
Februari-April 2013 ..................................................................... 12
Gambar 4.5 Diagram Persentase Spesialisasi Dokter yang Meresepkan Obat
Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Februari-April 2013 .............. 13
Gambar 4.6 Diagram Tiga Persentase Tertinggi Interaksi Obat Indeks Terapi
Sempit Pada Bulan Februari-April 2013 ..................................... 14

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Daftar Obat Indeks Terapi Sempit .............................................. .. 20
Lampiran 2 Jumlah Kombinasi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat
Penyertanya selama Bulan Februari-April 2013 .......................... 21
Lampiran 3. Daftar Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit ................................. 24
Lampiran 4. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bula Ferbruari
2013 .............................................................................................. 28
Lampiran 5. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Maret
2013 .............................................................................................. 35
Lampiran 6. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan April
2013 ............................................................................................. 43

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam praktek pengobatan biasanya pasien menerima resep dari dokter
yang memuat lebih dari dua macam obat. Kebiasaan pasien untuk berobat ke
beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan kebiasaan beberapa orang untuk
mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli di took-toko obat
secara bebas akan meningkatkan kemungkinan interaksi obat. Peristiwa interaksi
obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau lebih.
Interaksi dapat menghasilkan efek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga
dapat menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan. Meningkatnya
kejadian interaksi obat dengan efek yang tidak diinginkan adalah akibat makin
banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan
“Polypharmacy" atau “Multiple Drug Therapy”.
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi. Pengobatan dengan beberapa
obat sekaligus (Poifarmasi) yang menjadi kebiasaan para dokter memudahkan
terjadinya interaksi obat.
Interaksi obat didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi ketika efek
farmakodinamik dan farmakokinetik dari suatu obat berubah karena adanya
pemberian obat yang lain (Tatro, 2006).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik
(Setiawati, 2007). Obat-obat dengan indeks terapi sempit sangat diharapkan selalu
berada dalam konsentrasi yang seharusnya di dalam peredaran darah agar dicapai
efek yang diharapkan. Adanya obat lain yang disertakan dalam pemberian obat-

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


2

obatan dengan indeks terapi sempit seringkali mengganggu konsentrasi obat


tersebut dalam darah sehingga dihasilkan efek yang kurang adekuat atau bahkan
menimbulkan munculnya efek toksik yang membahayakan pasien. Begitu juga
yang terjadi di Rumah Sakit Atma Jaya. Untuk mencegah terjadinya interaksi
yang merugikan antara obat indeks terapi sempit dengan obat penyertanya,
dilakukanlah pengkajian terhadap resep-resep Poli Spesialis Umum dan Pribadi
dari bulan Februari sampai dengan April 2013. Melalui pengkajian ini, diharapkan
untuk ke depannya interaksi-interaksi yang merugikan tersbut dapat dihindari
sehingga pasien dapat memperoleh pengobatan yang maksimal dengan efek
samping minimal.

1.2 Tujuan
a. Mengevaluasi frekuensi peresepan obat indeks terapi sempit berdasarkan
jumlah, jenis, dan spesialisasi dokter.
b. Mengevaluasi interaksi obat indeks terapi sempit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Obat


2.1.2 Pengertian Interaksi Obat
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu
obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau
kurang aktif.
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain,
obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.
Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan
yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang
lainnya (Stockley, 2008).
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat (Tatro, 2006) yaitu:
a. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau
diubah oleh obat lain
b. Obat presipitan (precipitant drug), yakni obat yang mempengaruhi atau
mengubah aksi atau efek obat lain.

2.1.2 Jenis-jenis Interaksi Obat


Berdasarkan mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat dibedakan
menjadi 3 mekanisme yaitu:
2.1.2.1 Interaksi Farmasetik
Interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat di berikan) antara obat yang
tidak bisa di campur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan
terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi, yang hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin
juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (Setiawati, 2003).

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


4

2.1.2.2 Interaksi farmakokinetik


Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua
meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan
efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke
obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimiaya
mirip, karena antar obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang
menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya (Setiawati, 2003).
a. Interaksi proses absorpsi
Interaksi ini dapat terjadi akibat perubahan harga PH obat pertama. Pengaruh
absorpsi suatu obat mungkin terjadi akibat pengurangan waktu huni dalam saluran
cerna atau akibat pembentukan kompleks.

b. Interaksi proses distribusi


Jika dalam darah pada saat yang sama terdapat tempat ikatan pada protein
plasma. Persaingan terhadap ikatan protein merupakan proses yang sering yang
sesungguhnya hanya baru relevan jika obat mempunyai ikatan protein yang tinggi,
lebar, terapi rendah dan volume distribusi relatif kecil. Kompetisi untuk ikatan dalam
jaringan terjadi misalnya antara digoxin dan kuinidin dengan akibat peningkatan
kadar plasma digoxin (Setiawati, 2003).

c. Interaksi pada proses metabolisme


Interaksi dalam metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yakni
pemacu enzim atau penghambat enzim. Suatu obat presipitan dapat memacu
metabolisme obat lain (obat objek) sehingga mempercepat eliminasinya (Suryawati,
1995).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


5

d. Interaksi pada proses eliminasi


Interaksi pada proses eliminasi melaui ginjal dapat tejadi akibat perubahan pH
dalam urin atau karena persaingan tempat ikatan pada sistem tranformasi yang
berfungsi untuk ekskresi.

2.1.2.3 Interaksi Farmakodinamik


Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai
khasiat atau efek samping yang berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh kompetisi
pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologik yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diperkirakan dari pengetahuan
tentang farmakologi obatobatan yang berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang
terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat-obat sejenisnya. Interaksi ini
terjadi dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapat obat-
obat yang berinteraksi. Efek yang terjadi pada interaksi farmakodinamik yaitu
(Stockley, 2008) :
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan
bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika
diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya
ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan.
Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas,
nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT).

b. Interaksi antagonis atau berlawanan


Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan
yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu
pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan
vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin
dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan
antikoagulan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


6

2.1.2 Faktor Resiko Interaksi Obat


Efek dan keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien yang
satu dengan yang lain. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien
terhadap interaksi obat. Pasien yang rentan terhadap interaksi obat antara lain:
 Pasien lanjut usia
 Pasien yang minum lebih dari satu macam obat
 Pasien yang mempunyai ganguan fungsi hati dan ginjal
 Pasien dengan penyakit akut
 Pasien dengan penyakit yang tidak stabil
 Pasien yang mempunyai karakteristik genetik tertentu
 Pasien yang dirawat lebih dari satu dokter

2.2 Obat Indeks Terapi Sempit


Indeks terapi atau atau batas keamanan obat (Margin of Safety) adalah
hubungan antara dosis terapi dan dosis obat yang menimbulkan efek toksik. Indeks
terapi hanya berlaku untuk satu efek terapi, maka obat yang mempunyai beberapa
efek terapi juga mempunyai beberapa indeks terapi. Misalnya aspirin, indeks
terapinya sebagai analgesic lebih besar dibandingkan dengan indeks terapinya sebagai
anti reumatik, karena dosis anti reumatik lebih bear daripada dosis analgesik
(Setiawati, A., Suyatna, F.D., dan Gan, S., 2007).
Obat yang memiliki indeks terapi sempit harus diberikan dengan dosis yang
tepat. Jika terlalu terlalu rendah mungkin tidak akan efektif menghasilkan efek terapi
seperti yang diharapkan, namun jika terlalu tinggi cenderung menghasilkan efek
toksik. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan perencanaan dan individualisasi dosis
untuk setiap pasien, sehingga dapat mencapai target yang diinginkan. Selain itu perlu
juga dilakukan pengamatan terhadap pasien dan jika perlu pemantauan konsentrasi
serum pada interval yang tepat. Pemantauan interval ini harus cukup sering dilakukan
sehingga kita dapat mengevaluasi pasien ketika ada perubahan kecil saat pengamatan,
sehingga jika toksisitas muncul, segera dapat dideteksi dalam tahap awal

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


7

perkembangannya untuk menghindari terjadinya toksisitas yang lebih parah dan lebih
berbahaya (Jelliffe, R. W., et al., 2003).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Jenis Pengkajian


Penelitian ini merupakan pengkajian secara retrospektif yang
menggunakan data peresepan pada Bulan Februari – April 2013. Data yang
diambil adalah obat indeks terapi sempit beserta dengan obat penyertanya.
Kemudian dicari interaksi yang mungkin akan muncul antara obat penyerta
dengan obat yang memiliki indeks terapi sempit yang ada di dalam resep tersebut.

3.2 Waktu dan Tempat Pengkajian


Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 Mei – 24 Mei 2013 yang bertempat
di Poli Spesialis Pribadi dan Umum Rumah Sakit Atma Jaya.

3.3 Batasan Masalah


Data yang memenuhi syarat adalah data obat indeks terapi sempit yang
diresepkan oleh dokter di Poli Spesialis Umum dan Pribadi Rumah Sakit Atma
Jaya pada Hari Senin sampai Sabtu selama Bulan Februari, Maret, dan April 2013.

3.4 Kriteria Sampel


a. Resep yang masuk kriteria penelitian ini adalah semua resep di Poli Spesialis
Umum dan Pribadi, baik melalui pembayaran tunai, asuransi, maupun resep
karyawan.
b. Kelengkapan resep yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini adalah kop
resep RSAJ, nama pasien, usia pasien, nama dokter, tanggal penulisan resep,
memiliki struk pembayaran, dan diberikan oleh pasien yang memiliki kartu
berobat.
c. Obat yang didata dan dianalisis merupakan obat dengan senyawa aktif yang
memiliki indeks terapi sempit, baik sebagai obat jadi maupun obat racikan.
d. Resep yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini adalah resep rawat jalan di
Poli Spesialis Pribadi dan Umum serta tidak dibedakan antara pasien dan
karyawan.

8 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


9

3.5 Prosedur Penelitian


a. Melakukan skrining terhadap resep Bulan Februari, Maret, dan April 2013
untuk mendata obat indeks terapi sempit yang diresepkan.
b. Melakukan pencatatan nomor resep, spesialisasi dokter pembuat resep, usia,
berat badan, dan tinggi badan pasien, senyawa aktif obat yang diresepkan
beserta obat penyerta lainnya dan jumlah resep total per hari.

3.6 Pengolahan Data


a. Menghitung persentase jumlah dan frekuensi jenis obat indeks terapi sempit
yang diresepkan dibandingkan dengan total obat indeks terapi sempit yang
diresepkan selama satu bulan dan menyajikannya dalam diagram.
b. Menghitung persentase spesialisasi dokter yang meresepkan obat indeks terapi
sempit dibandingkan dengan total dokter yang meresepkan obat indeks terapi
sempit dan menyajikannya dalam diagram.
c. Pengkajian interaksi antara obat dengan indeks terapi sempit dengan obat
penyertanya dalam satu resep dengan menggunakan program The Medical
Letter’s Adverse Drug Interactions Program, lalu menentukan interaksi
terbamyak yang muncul dalam sebulan dan menyajikannya dalam diagram.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Peresepan Obat Indeks Terapi Sempit Bulan Februari sampai April
2013
4.1.1 Jumlah Resep Obat Indeks Terapi Sempit Bulan Februari sampai April
2013
Pada bulan Februari 2013, Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
menerima 574 lembar resep. Diantaranya terdapat 19 lembar resep yang
mengandung obat interaksi sempit atau dengan kata lain, persentase resep obat
interaksi sempit pada bulan Februari 2013 adalah sebesar 3,31%. Jumlah resep
terbanyak terjadi pada tanggal 11 dan 25 Februari, yaitu sebanyak 3 lembar resep.
Di bawah ini akan ditampilkan diagram jumlah resep obat indeks terapi sempit per
hari pada bulan Februari 2013.

Jumlah Resep Indeks Terapi Sempit per Hari


4
Jumlah Resep

3
2
1
0
1 6 7 11 14 15 16 18 20 25
Tanggal

Gambar 4.1 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Februari
2013

Pada bulan Maret 2013, Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
menerima 580 lembar resep. Diantaranya terdapat 16 lembar resep yang
mengandung obat interaksi sempit atau dengan kata lain, persentase resep obat
interaksi sempit pada bulan Maret 2013 adalah sebesar 2,76 %. Jumlah resep
terbanyak terjadi pada tanggal 27 Maret, yaitu sebanyak 4 lembar resep. Di bawah

10 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


11

ini akan ditampilkan diagram jumlah resep obat indeks terapi sempit per hari pada
bulan Maret 2013.

Jumlah Resep Indeks Terapi Sempit per Hari


5
Jumlah Resep

4
3
2
1
0
1 4 6 8 13 15 18 22 27
Tanggal

Gambar 4.2 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Maret 2013

Pada bulan April 2013, Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
menerima 590 lembar resep. Diantaranya terdapat 11 lembar resep yang
mengandung obat interaksi sempit atau dengan kata lain, persentase resep obat
interaksi sempit pada bulan April 2013 adalah sebesar 1,86 %. Jumlah resep
terbanyak terjadi pada tanggal 23 April, yaitu sebanyak 2 lembar resep. Di bawah
ini akan ditampilkan diagram jumlah resep obat indeks terapi sempit per hari pada
bulan April 2013.

Jumlah Resep Indeks Terapi Sempit per Hari


2.5

2
Jumlah Resep

1.5

0.5

0
1 3 5 6 8 15 17 19 23 29
Tanggal

Gambar 4.3 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan April 2013

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


12

4.1.2 Obat Indeks Terapi Sempit yang Paling Banyak Diresepkan Bulan
Februari-April 2013
Di bawah ini akan ditampilkan persentase obat indeks terapi sempit yang
diresepkan dokter di Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU) selam bulan
Februari sampai dengan April 2013.

Clindamycin Mikrofenolat
Aminophilline 2% Mofetil
4% 2%
Carbamazepine
Digoxin 2%
9%

Natrium
Fenitoin
13%

Theophylline
68%
Persentase Obat Indeks Terapi Sempit

Gambar 4.4 Diagram Persentase Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan
Februari-April 2013

Dari diagram di atas, diketahui bahwa persentase tiga obat indeks terapi
sempit yang tertinggi selama bulan Februari sampai April adalah Theophylline,
yaitu sebesar 68%, Natrium Fenitoin 13 % dan Digoxin 9%. Selama bulan
Februari samapi April 2013, Aminophylline, Carbamezepin, Clindamycin, dan
Mikrofenolat Mofetil hanya muncul sebanyak masing-masing 4%, 2%, 2%, dan
2%.

4.1.3 Spesialisasi Dokter Yang Sering Meresepkan Obat Indeks Terapi Sempit
pada Bulan Februari-April 2013
Di bawah ini akan ditampilkan persentase spesialisasi dokter yang sering
meresepkan obat indeks terapi sempit di Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
selama bulan Februari sampai dengan April 2013.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


13

Syaraf
Anak 2% THT
Penyakit 2%
Dalam 2%
7%
Bedah
2%

Umum
85%
Persentase Spesialisasi Dokter yang Meresepkan Obat
Indeks Terapi Sempit

Gambar 4.5 Diagram Persentase Spesialisasi Dokter yang Meresepkan Obat


Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Februari-April 2013

Dari diagram di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selama bulan


Februari-April 2013, spesialisasi dokter yang terbanyak memberikan obat indeks
terapi sempit adalah dokter umum, yaitu sebanyak 85%. Spesialisasi lain yang
memberikan resep obat indeks terapi sempit adalah penyakit dalam sebesar 7%,
bedah, anak, syaraf, dan THT, masing-masing sebesar 2%.

4.2 Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat Penyertanya


Obat-obat dengan indeks terapi sempit sangat diharapkan berada di dalam
range terapi yang efektif karena pergeseran dari range terapi dapat menyebabkan
tidak bermaknanya efek terapi obat tersebut atau adanya efek merugikan (efek
toksik) yang akan muncul. Karena itu, adanya kemungkina interaksi antara obat
indeks terapi sempit dengan obat penyertanya sebaiknya dihindari untuk dapat
memaksimalkan proses pengobatan.
Dari hasil skrining resep Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU),
terdapat 124 jenis kemungkinan interaksi obat indeks terapi sempit dengan obat
penyertanya, yang jika dihitung beserta seluruh pengulangan, didapatkan jumlah
total 452 kemungkinan interaksi. Data ini secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 2. Dari 124 kemungkinan interaksi, terdapat 25 interaksi atau sekitar
20% dari total kemungkinan interaksi tanpa pengulangan. Jika dihitung dengan
pengulangan, terdapat 106 interaksi yang terjadi pada bulan Februari sampai
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


14

dengan April 2013, atau sekitar 25,45%. Interaksi obat indeks terapi sempit
dengan obat penyertanya beserta akibat dan penanggulangannya dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Di bawah ini akan ditampilkan tiga persentase tertinggi dari jumlah
interaksi obat indeks terapi sempit yang terjadi pada resep bulan Februari sampai
dengan April 2013.

Persentase Tiga Interaksi Terbanyak


Theophyllin-
Theophyllin-INH
Salbutamol
16.04%
19.81%

Theophyllin-
Pseudoefedrine
29.24%

Gambar 4.6 Diagram Tiga Persentase Tertinggi Interaksi Obat Indeks Terapi
Sempit Pada Bulan Februari-April 2013

Dari diagram di atas, terlihat bahwa persentase interaksi tertinggi terjadi


pada interaksi antara Theophyllin dengan Pseudoefedrine, yaitu sebesar 29,24%,
lalu Theophyllin dengan Salbutamol, sebesar 19,81%, dan Theophyllin dengan
INH, sebesar 16,04%. Jumlah interaksi lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan
karena (Setiawati, 2007):
a. Dokumentasinya masih sangat jarang
b. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan pada
dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat
sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap
sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi
berupa penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


15

keparahan penyakit, selain itu terlalu banyak obat yang saling berinteraksi
sehingga sulit untuk diingat
c. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual
(populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang
berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar
individu), penyakit tertentu (terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang
parah), dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama,
pemberian kronik).
Strategi pelaksanaan interaksi obat meliputi :
1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi. Jika resiko interaksi
pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya maka harus
dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat
pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan
interaksi yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek
obat yang spesifik.
2. Penyesuaian dosis obat Jika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan
efek obat maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua
obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan
penggunaan obat yang berinteraksi.
3. Pemantauan pasien Jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan,
maka diperlukan pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau atau
tidak tergantung pada berbagai faktor, seperti karaktteristik pasien,
penyakit lain yang diderita pasien, waktu mulai menggunakan obat yang
menyebabkan interaksi dan waktu timbulnya reaksi interaksi obat.
4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya. Jika interaksi obat tidak
bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan peresepan obat indeks terapi sempit di Poli Spesialis Pribadi
dan Umum RS Atma Jaya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai
berikut:
a. Jumlah resep obat indeks terapi sempit
(i) Jumlah resep dengan indeks terapi sempit pada bulan Februari 2013
adalah 19 lembar atau setara dengan 3,31% dibandingkan dengan
jumlah total seluruh resep pada bulan tersebut. Jumlah tertinggi resep per
hari sebesar 3 lembar, yaitu pada tanggal 11 dan 25 Februari 2013
(ii) Jumlah resep dengan indeks terapi sempit pada bulan Maret 2013 adalah
16 lembar atau setara dengan 2,76% dibandingkan dengan jumlah total
seluruh resep pada bulan tersebut. Jumlah tertinggi resep per hari sebesar
4 lembar, yaitu pada tanggal 27 Maret 2013
(iii) Jumlah resep dengan indeks terapi sempit pada bulan April 2013 adalah
11 lembar atau setara dengan 1,86% dibandingkan dengan jumlah total
seluruh resep pada bulan tersebut. Jumlah tertinggi resep per hari sebesar
2 lembar, yaitu pada tanggal 23 April 2013

b. Obat Indeks Terapi Sempit yang Paling Banyak diResepkan Bulan Februari-
April 2013
Obat Indeks Terapi Sempit yang Paling Banyak Diresepkan Bulan
Februari-April 2013 di Poli Spesialis Pribadi dan Umum adalah Theophylline,
yaitu sebesar 68%.

c. Spesialisasi Dokter Yang Sering Meresepkan Obat Indeks Terapi Sempit pada
Bulan Februari-April 2013
Spesialisasi dokter yang terbanyak memberikan obat indeks terapi
sempit adalah dokter umum, yaitu sebanyak 85%.

16 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


17

d. Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit Selama Bulan Februari-April 2013


Persentase interaksi tertinggi selama bulan Februari-April 2013 terjadi
pada interaksi antara Theophyllin dengan Pseudoefedrine, yaitu sebesar
29,24% dengan akibat penurunan efek theophyllin dan memungkinkan
terjadinya aritmia jantung.

5.2 Saran
Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan
peresepan serta penggunaan obat indeks terapi sempit di PSPU RS Atma Jaya
adalah:
a. Sedapat mungkin menghindari pemberian obat-obat indeks terapi sempit
bersamaan dengan obat lain yang telah dipastikan akan menghasilkan interaksi
yang merugikan pasien.
b. Pembuatan daftar interaksi obat indeks terapi sempit dengan obat lain dan
membagikannya kepada dokter sehingga dokter dapat menghindari pemberian
obat-obat tersebut secara bersamaan.
c. Pelaksanaan survey secara berkala mengenai efektivitas dan reaksi obat tidak
diinginkan yang dialami pasien penerima resep dengan obat indeks terapi
sempit sebagai bahan evaluasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Bach, D.M., Straseski, J.A., Clarke, W. (2010). Therapeutic drug monitoring in


cancer chemotherapy. Bioanalysis: 863-879.

Birkett, D.J. (1997). Therapeutic drug monitoring. Austr Prescr ;20:9-11.

Center for Drug Evaluation and Research. (1995). Guidance for


Industry:Immediate Release Solid Oral Dosage Forms. Appendix A.

Jelliffe R, Bayard D, Schumitzky A, Milman M, Jiang F, Leonov S, Gandhi A,


and Botnen A: A New Clinical Software Package for Multiple Model
(MM) Design of Drug Dosage Regimens for Planning, Monitoring, and
Adjusting Optimally Individualized Drug Therapy for Patients. Presented
at the 4th International Meeting on Mathematical Modeling, Technical
University of Vienna, Vienna, Austria, February 6, 2003.

Mohammadpour, N., Elyasi, S., Vahdati, N., Mohammadpour, A.H., Shamsara, J.


(2011). A Review on Therapeutic Drug Monitoring of Immunosuppressant
Drugs. Iranian Journal of Basic Medical Sciences 14 (6), 485-498.

Setiawati, A. (2007). Farmakokinetik Klinik. Dalam Farmakologi dan Terapi.


Edisi IV. Jakarta: Penerbit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteraan UI.
Hal. 876-877.

Setiawati, A., Suyatna, F.D., dan Gan, S., (2007). Pengantar Farmakologi.
Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Penerbit Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 23.

Stockley's Drug Interactions, (2008). Pocket Companion. Editor: Karen Baxter, B.


Sc., M. Sc., M. Pharm., Pharmaceutical Press, London, UK.

Tatro D., (2006). Drug Interaction Facts TM, editor: David S. Tatro, Facts and
Comparisons, St. Louis, Missouri.

18 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013
LAMPIRAN

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


20

Lampiran 1. Daftar Obat Indeks Terapi Sempit

Aminofilin Etinil Estradiol Fenitoin Natrium Divalproat


Karbamazepin Guanetidin Prazosin Natrium Warfarin
Klindamisin Levoksin Primidon Asam Mikofenolat
(Kapsul)
Klonidin Litium karbonat Prokainamid
Digoksin Metaproterenol Kuinidin
Difilin Minoksidil Teofilin
Disopiramid Oksitrifilin Asam
Valproat
[Sumber: Center for Drug Evaluation and Research, 1995; Mohammadpour, N., Elyasi, Vahdati,
Mohammadpour, A.H., Shamsara, 2011]

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


21

Lampiran 2. Jumlah Kombinasi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat


Penyertanya selama Bulan Februari-April 2013

NO OBAT INDEKS TERAPI OBAT PENYERTA JUMLAH


SEMPIT
1 Theophyllin Isoniazid 17
Pizotifen 19
Koenzim Vit B-12 16
Asam Mefenamat 2
Betamethasone 2
Dexchlorphenamine 2
Amoxicillin 23
Pseudoefedrin 31
CTM 24
Dextromethorphan HBr 11
Guaifenesin 11
Salbutamol Sulfat 21
Kalium Diklofenak 1
Dexamethasone 27
Codein HCl 28
Pirantel Pamoat 11
Paracetamol 7
Cephadroxil 3
Rifampicin 3
Pirazinamid 1
Ciprofloxacin 2
Ranitidin 2
Triprolidine 17
Asam Klavulanat 10
Sulfamethoxazol 1
Trimethoprim 1
Nifuroxazide 1
Terfenadin 2
Piridoksin 9
Nystatin 1
Phenobarbital 15
Asam Salisilat 13
Ca Glukonat 1
Ca Glyceroposphate 1
Vit A 1
Vit D 1
Vit B 1
Vit B 1 1
Vit B 2 1
Vit B6 1
Vit B 12 1

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


22

(lanjutan)
Vit C 1
Niacinamide 1
Pantothenol 1
Lysine 1
Chlorampenicol 1
Bromhexine HCl 1
Metil Prednisolon 2
Thiampenicol 1
Diazepam 1
Polymigel 1
Ibuprofen 1
Bisoprolol 1
Amlodipin 1
Tinoridin HCl 1
Levofloxacin 1

Natrium Fenitoin Asam Salisilat 3


Phenobarbital 2
Amoksisilin 2
Ca Glukonat 1
Ca Glyceroposphate 1
Vit A 1
Vit D 1
Vit B 1
Vit B 1 1
Vit B 2 1
Vit B6 2
Vit B 12 1
Vit C 1
Niacinamide 1
Pantothenol 1
Lysine 1
Asam folat 2
ISONIAZID 3
Rifampicin 2
Pizotifen 3
Koenzim Vit B-12 3
Salbutamol Sulfat 3
Deksametason 2
Codein 2
CTM 1
Triprolidine 2
Pseudoephedrine 2
Citicolin 1
Cefadroxil 1

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


23

(lanjutan)
Omeprazol 1
Fe Sukrosa 1
Diazepam 1

Digoksin Thiamazole 1
Spironolakton 1
Isosorbide Dinitrate 3
Alprazolam 1
Furosemide 3
Captopril 2
Kalium Aspartat 1
Vitamin B1 1
Vitamin B6 1
Vitamin B12 1

Aminophillin Levofloxacin 1
Codein 2
Chlorfeniramin Maleat 2
Ambroxol HCl 1
Gliseril Guaikolat 1
Sirupus Simplex 1
OBH combi 1
Succus Liquirhizae 1
Ammonium Klorida 1
Anise oil 1
Menthol 1
Peppermint oil 1
Alkohol 1
Betametason 1
Lincomicin 1

Klindamicin Paracetamol 1

Mikrofenolat Mofetil Metil Prednisolon 1


Captopril 1
Chlorpenom 1
Paracetamol 1
Codein HCl 1
Salbutamol 1
Cefixime 1

Carbamazepin Simvastatin 1
Omprazol 1
Citicolin 1
JUMLAH 124 452

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


24

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


24

Lampiran 3. Daftar Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit

NO OBAT INDEKS OBAT PENYERTA JUMLAH INTERAKSI


TERAPI SEMPIT INTERAK
SI
1 Theophyllin Isoniazid 17 Peningkatan toksisitas Theophyllin, baik itu dengan isoniazid tunggal
ataupun kombinasi dengan rifampicin (mekanisme belum pasti)
 Terjadi pada pemberian isoniazid tunggal dengan dosis lebih dari
300 mg/hari, sehingga sebaiknya menghindari pemberian dosis
isoniazid melebihi dosis tersebut.
Betamethasone 2 Peningkatan toksisitas Theophyllin (mekanisme belum pasti)
 Monitor konsentrasi Theophyllin
Pseudoephedrine 31 Dapat menyebabkan Aritmia dan Infark Miokard (mekanisme belum
pasti)
 Monitor kondisi jantung
Menurunkan efek Theophyllin (karena terjadi peningkatan metabolisme
Theophyllin)
 Monitor konsentrasi Theophyllin
Salbutamol 21 Menurunkan efek Theophyllin (karena terjadi peningkatan metabolisme
Theophyllin)
 Monitor konsentrasi Theophyllin
Menyebabkan hipokalemia (mekanisme belum pasti)
 Monitor kadar kalium
Memungkinkan terjadinya toksisitas kardiovaskular
 Monitor status kardiovaskular
Ciprofloxacin 2 Meningkatkan toksisitas Theophyllin (karena penurunan metabolisme
Theophyllin)
 Monitor konsentrasi Theophyllin dan sedapat mungkin hindari
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


25

interaksi dengan golongan Floroquinolon.

Ranitidin 2 Meningkatkan toksisitas Theophyllin (karena penurunan metabolisme


Theophyllin)
 Monitor konsentrasi Theophyllin
Metil prednisolon 2 Meningkatkan toksisitas Theophyllin (mekanisme belum pasti)
 Monitor konsentrasi Theophyllin
Levofloxacin 1 Meningkatkan toksisitas Theophyllin (karena penurunan metabolisme
Theophyllin)
 Monitor konsentrasi Theophyllin dan sedapat mungkin hindari
interaksi dengan golongan Floroquinolon.

2 Natrium Phenytoin Amoxicillin 2 Meningkatkan toksisitas Fenitoin (Possible increased phenytoin toxicity
with high-dose intravenous oxacillin (displacement from binding)
 Based on single case report in hypoalbuminemic patient (1997)
and in vitro study; total phenytoin levels may be misleading
Asam Folat 2 Menurunkan efek fenitoin (karena peningkatan metabolisme fenitoin)
dan menurunkan efek asam folat (karena penurunan absorbsi dan
peningkatan metabolisme asam folat)
 Monitoring konsentarsi fenitoin (metabolisme fenitoin
bergantung pada asam folat karena penambahan asam folat akan
meningkatkan metabolisme fenitoin)
Isonazid 3 Meningkatkan toksisitas fenitoin (karena penurunan metabolisme
fenitoin)
 Monitoring konsentrasi fenitoin
Rifampicin 2 Menurunkan efek fenitoin (karena penurunan metabolisme fenitoin)
 Monitoring konsentrasi fenitoin
Dexamethasone 2 Menurunkan efek deksametason (karena peningkatan metabolisme)
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


26

 Monitor konsentrasi deksametason, peningkatan dosis


deksametason mungkin dibutuhkan
Menurunkan efek fenitoin (karena peningkatan metabolisme fenitoin)
 Monitor konsentrasi fenitoin
Meningkatkan kemungkinan terjadinya sindrom hipersensitifitas fenitoin
 Monitor status klinis
Pseudoephedrine 2 Meningkatkan resiko toksisitas fenitoin (karena penurunan metabolisme
fenitoin)
 Walaupun kejadiannya jarang, diajurkan untuk tetap memantau
kadar fenitoin
Diazepam 1 Menurunkan efek diazepam (karena peningkatan metabolisme
diazepam)
 Monitoring efek atau konsentrasi diazepam
Memungkinkan efek toksik dari fenitoin (mekanisme belum diketahui)
 Monitor status klinis
Omeprazole 1 Memungkinkan toksisitas fenitoin (karena penurunan metabolisme)
 Monitor konsentrasi fenitoin

3 Digoxin Spironolacton 1 Memungkinkan toksisitas digoksin (karena penurunan klirens renal dan
penurunan metabolisme digoksin)
 Monitor konsentrasi digoksin
Isosorbide Dinitrat 3 Menurunkan efek digoksin (karena peningkatan ekskresi ginjal)
 Monitoring konsentrasi digoksin
Alprazolam 1 Memungkinkan toksisitas digoksin ( karena penurunan metabolisme dan
penurunan ekskresi ginjal.
 Monitor konsentrasi digoksin
Furosemide 3 Munculnya toksisitas digoksin (karena deplesi kalium dan magnesium)
 Monitor konsentrasi kalium dan magnesium
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


27

4 Aminophillin Levofloxacyn 1 Meningkatkan toksisitas aminophyllin (karena penurunan metabolisme)


 Monitoring konsentrasi aminophyllin dan sedapat mungkin
hindari pemberian bersamaan dengan golongan floroquinolon
Betamethasone 1 Meningkatkan toksisitas aminophillin (mekanisme belum pasti)
 Monitor konsentrasi aminophyllin

5 Carbamazepine Simvastatin 1 Menurunkan efek simvastatin ( karena peningkatan metabolisme)


 Monitor efek hiperkolesterolmia
Omeprazole 1 Memungkinkan toksisitas carbamazepin (karena penurunan
metabolisme)
 Efek klinis yang signifikan belum ditemukan
Menurunkan efek omeprazol (karena peningkatan metabolisme
omeprazol)
 Efek klinis yang signifikan belum ditemukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


28

Lampiran 4. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Ferbruari 2013

NO TANGGAL NOMOR DOKTER USIA BERAT OBAT OBAT PENYERTA


RESEP BADAN INDEKS
TERAPI
SEMPIT

1 01-0202013 PSP20130201- Umum 4 Tahun 5 14 kg Theophyllin Isoniazid


0016 Bulan Piridoksin HCl
Pizotifen
Koenzim vit B12
Asam Salisilat
Phenobarbital
Amoxicillin
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
2 06-02-2013 PSP20130206- Umum 15 Bulan 8,2 kg Natrium Isoniazid
0020 Feniton Pizotifen
Koenzim vit B12
Asam salisilat
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Chlorfeniramin Maleat
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


29

Diazepam
3 06-02-2013 PSP20130206- Umum 5 Tahun 5 15,5 kg Theophyllin Amoxicillin
0021 Bulan Asa Klavulanat
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vit B12
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Codein HCl
Cefadroxil
Chlofeniramin Maleat
4 07-02-2013 PSP20130207- THT Aminophillin Codein HCl
0009 Chlorfeniramin Maleat
Betamethasone
Lincomycin
5 11-02-2013 PSP20130211- Mum 41 Tahun 43 kg Theophyllin Pirantel pamoat
0021 Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Amoxicillin
6 11-02-2013 PSP20130211- Umum 11 Tahun 31,4 kg Theophyllin Pseudoefedrin
0022 CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


30

Amoxicillin
Pirantel Pamoat
Isoniazid
Piridoxin
Pizotifen
Koenzim vit B12
7 11-02-2013 PSP20130211- Umum 6 Tahun 16 kg Natrium Isoniazid
0030 10 Bulan fenitoin Piridoksin
Rifampicin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Asam Salisilat
Phenobarbital
Codein HCl
8 14-02-2013 PSP20130214- Umum 37 Tahun Klndamicin Paracetamol
0009
9 14-02-2013 PSP20130214- Penyakit Dalam Dewasa Mikrofenolat Metil Prednisolon
0010 mofetil Captopril
Chlorpenom
Paracetamol
Codein HCl
Salbutamol
Cefixime
10 15-02-2013 PSP20130215- Umum 8 Tahun 2 Theophyllin Chlorfeniramine Maleat
0026 Bulan Dexamethasone
Codein HCl
Triprolidin

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


31

Pseudoefedrin
Asam Salisilat
Polymigel
Phenobarbital
Amoxicillin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Isoniazid
Piridoksin
Rifampicin
11 15-02-2013 PSP20130215- Saraf Dewasa Carbamazepin Simvastatin
0022 Omprazol
Citicolin
12 16-04-2013 PSP20130216- Anak 1 Tahun 8 13 kg Theophyllin Ibuprofen
0010 Bulan Paracetamol
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Chlorfeniramine Maleat
Dexamethasone
Salbutamol
Codein HCl
Pizotifen
Amoxicillin
Asam Klavulanat
13 18-02-2013 PSP20130218- Umum 36 Tahun 94 kg Theophyllin Pseudoefedrin
0021 CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


32

Codein HCl
Ciprofoxacin
Pirantel Pamoat
Bisoprolol
Asam Salisilat
Amlodipin
14 18-02-2013 PSP20130218- Umum 5 Tahun 9 15 kg Theophyllin Isoniazid
0024 Bulan Piridoksin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Tinoridin HCl
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
15 20-02-2013 PSP20130220- Umum 5 Tahun 1 Theophyllin Triprolidin
0016 Bulan Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Chlorfenirmine Maleat
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Isoniazid
Rifamicin
Pizotifen
Koenzim vit B12

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


33

Levofloxacin
16 21-02-2013 PSP20130221- Bedah Sentral Dewasa Natrium Citicolin
0023 fenitoin Cefadroxil
Omeprazol
Fe Sukrosa
17 25-02-2013 PSP20130225- Umum 11 Bulan 10,3 kg Theophyllin Asam Salisilat
0015 Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Chlorfeniramine Maleat
Amoxicillin
Asam Klavulanat
18 25-02-2013 PSP20130225- Umum 7 Tahun 1 9 kg Theophyllin Amoxicillin
0025 Bulan Asam Klavulanat
Asamm Salisilat
Paracetamol
Phenobarbital
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vit B12
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Codein HCl
Chlofeniramine Maleat
19 25-02-2013 PSP20130225- Umum 7 Tahun 18 kg Theophyllin Asam Salisilat
0039 Paracetamol
Phenobarbital

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


34

Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Pirantel Pamoat
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vi B12
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Piridoksin

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


35

Lampiran 5. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Maret 2013

NO TANGGAL NOMOR DOKTER USIA BERAT OBAT OBAT PENYERTA


RESEP BADAN INDEKS
TERAPI
SEMPIT
1 01-03-2013 PSP20130301- Umum 13 Tahun 39 kg Theophyllin Isoniazid
0006 Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Asam Mefenamat
Betamethasone
Dexchlorphenamine
Amoxicillin
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Salbutamol Sulfat
2 01-03-2013 PSP20130301- Umum 2 tahun 8 10 kg Natrium Asam Salisilat
0012 bulan Fenitoin Phenobarbital
Amoksisilin
Ca Glukonat
Ca Glyceroposphate
Vit A
Vit D
Vit B
Vit B 1
Vit B 2
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


36

Vit B6
Vit B 12
Vit C
Niacinamide
Pantothenol
Lysine
Asam folat
ISONIAZID
Rifampicin
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Salbutamol Sulfat
Deksametason
Codein
CTM
3 01-03-2013 PSP20130301- Umum Dewasa - Theophyllin Kalium Diklofenak
0029 Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Pirantel Pamoat
4 04-02-2013 PSP20130304- Umum 9 Tahun 3 24,5 kg Theophyllin Pseudoefedrin
0021 Bulan CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


37

Salbutamol Sulfat
Codein HCl
Paracetamol
Cefadroxil
5 04-03-2013 PSP20130304- Umum 12 Tahun 20 kg Theophyllin Pseudoefedrin
0024 2 Bulan CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
ISONIAZID
Rifampicin
Pirantel Pamoat
Pirazinamid
Pizotifen
6 06-03-2013 PSP20130306- Umum 1 tahun 4 8,65 kg Natrium Isoniazid
0007 bulan fenitoin Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Amoxicillin
Asam Salisilat
Triprolidine
Pseudoephedrine
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
7 06-03-2013 PSP20130306- Umum 40 Tahun 71,7 kg Theophyllin Pseudoefedrin
0014 CTM
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


38

Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Asam Mefenamat
Salbutamol Sulfat
Pirantel Pamoat
Ciprofloxacin
Ranitidine
8 08-03-2013 PSP20130308- Umum 6 Tahun 2 22,5 kg Theophyllin Triprolidine
0018 Bulan Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Pirantel Pamoat
9 13-03-2013 PSP20130313- Umum 2 Tahun 5 10,8 kg Theophyllin Amoxicillin
0013 Bulan Asam Klavulanat
Sulfamethoxazol
Trimethoprim
Nifuroxazide
Pseudoefedrin HCl
Terfenadin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Isoniazid
Piridoksin
Pizotifen

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


39

Koenzim Vit B-12


Nystatin
Paracetamol
phenobarbital
10 15-03-2013 PSP20130315 Umum 5 Tahun 1 13 kg Theophyllin ISONIAZID
Bulan Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Cefadroxil
Pirantel Pamoat
Terfenadin
Pseudoefedrin
Codein HCl
CTM
11 18-05-2013 PSP20130518- Umum 9 Tahun 3 25 kg Theophyllin Paracetamol
0019 Bulan Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Asam Salisilat
ISONIAZID
Pizotifen
Amoxicillin
Phenobarbital
12 22-03-2013 PSP20130322- Umum 6 Tahun 15,95 kg Natrium Asam Folat
0021 11 Bulan Fenitoin
13 27-03-2013 PSP20130327- Umum 4 Tahun 9 18 kg Theophyllin Triprolidine
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


40

0015 Bulan Pseudoefedrin


Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
CTM
Ca Glukonat
Ca Glyceroposphate
Vit A
Vit D
Vit B
Vit B 1
Vit B 2
Vit 6
Vit B 12
Vit C
Niacinamide
Pantothenol
Lysine
Amoxicillin
14 27-03-2013 PSP20130327- Umum 6 Tahun 7 17 kg Theophyllin Amoxicillin
0020 Bulan Asam Klavulanat
Triprolidine
Pseudoefedrin
Codein HCl
CTM
Salbutamol Sulfat
ISONIAZID
Piridoksin

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


41

Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Asam Salisilat
Phenobarbital
15 27-03-2013 PSP20130327- Umum 3 Tahun 9 13 kg Theophyllin ISONIAZID
0021 Bulan Piridoksin
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Amoxicillin
Asam Salisilat
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
CTM
16 27-03-2013 PSP20130327- Umum 2 Tahun 5 10 kg Theophyllin Asam Salisilat
0022 Bulan Phenobarbital
Amoxicillin
Triprolidine
Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Isoniazid
Piridoksin
Pizotifen

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


42

Koenzim vit B-12

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


43

Lampiran 6. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan April 2013

NO TANGGAL NOMOR DOKTER USIA BERAT OBAT OBAT PENYERTA


RESEP BADAN INDEKS
TERAPI
SEMPIT

1 01-04-2013 PSP20130401- Umum 2 Tahun 2 10 kg Theophyllin Chloramphenicol


0027 Bulan Amoxicillin
Triprolidin
Pseudoefedrin
Dexamethasone
Codein HCl
Chlorfeniramie Maleat
2 03-04-2013 PSP20130403- Umum 20 Tahun 53,5 Theophyllin Pirantel Pamoat
0009 Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Bromhexine HCl
Codein HCl
Metil Prednisolon
3 05-04-2013 PSP20130405- Umum 4 ahun 8 15 kg Theophyllin Asam Salisilat
0021 Bulan Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


44

Amoxicillin
Asam Klavulanat
Pizotifen
Keonzim Vitamin B12
Pirantel Pamoat
4 06-04-2013 PSP20130406- Penyakit Dalam Dewasa Digoxin Thiamazole
0013 Spironolakton
Isosorbide Dinitrate
Alprazolam
5 08-04-2013 OSO20130408- Umum 21 Tahun 64,4kg Theophyllin Pseudoefedrin
0029 CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Thiampenicol
Amoxicillin
Prednison
Ranitidin
6 15-04-2013 PSP20130415- Umum Dewasa Digoxin Furosemide
0009 Isosorbide Dinitrate
Captopril
Kalium Aspartat
7 17-04-2013 PSP20130417- Umum 6 Tahun 1 18 kg Theophyllin Paracetamol
0015 Bulan Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013


45

Chlorfeniramin Maleat
Tiamphenicol
Amoxicillin
8 19-04-2013 PSP20130419- Umum 12 Bulan 9,18 kg Theophyllin Dexamethasone
0012 Amoxicillin
Betamethasone
Dexchlorfeniramin Maleat
Pizotifen
9 23-04-2013 PSP20130423- Penyakit Dalam Dewasa Digoxin Furosemide
0001 Isosorbide Dinirate
10 23-04-2013 PSP20130423- Umum Dewasa Digoxin Furosemide
0011 Isosorbide Dinitrate
Captopril
Vitamin B1
Vitamin B6
Vitamin B12
11 29-04-2013 PSP20130429- Umum 36 Tahun Aminophilin Levofloxacin
0002 Codein
Chlorfeniramin Maleat
Ambroxol HCl
Gliseril Guaikolat
Sirupus Simplex
OBH combi
Succus Liquirhizae
Ammonium Klorida
Anise oil
Menthol
Peppermint oil
Alkohol

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melda Silvia, FF, 2013

Anda mungkin juga menyukai