Anda di halaman 1dari 124

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA
JALAN PLUIT RAYA NO. 2 JAKARTA UTARA
PERIODE 01 APRIL 24 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MELDA SILVIA SARI SILALAHI , S.Farm.


1206313343

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA
JALAN PLUIT RAYA NO. 2 JAKARTA UTARA
PERIODE 01 APRIL 24 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

MELDA SILVIA SARI SILALAHI , S.Farm.


1206313343

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2013

ii

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Rumah Sakit Atma Jaya ini.
Dalam kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1.

Bapak dr. Hinarto Satryana, MSc, selaku Direktur Medis dan Keperawatan
RS Atma Jaya.

2.

Ibu Nancy Raissa, S.Farm, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RS Atma
Jaya dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama ini.

3.

Bapak Prof. Maksum Radji, M. Biomed., Ph. D., Apt selaku pembimbing
dari Fakultas Farmasi UI yang telah membimbing dan meluangkan
waktunya selama ini.

4.

Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.

5.

Bapak Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI.

6.

Seluruh staf RS Atma Jaya atas keramahannya dan kesediannya dalam


membantu dan memberikan informasi.

7.

Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Profesi


Apoteker Fakultas Farmasi UI yang sudah memberi banyak bantuan dan
masukan.

8.

Seluruh keluarga dan teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan.

9.

Teman-teman Apoteker Angkatan 76 yang telah berjuang bersama-sama 1


tahun ini.

Jakarta, Juni 2013

Penulis
iv

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama

: Melda Silvia Sari Silalahi, S. Farm

NPM

: 1206313343

Program Studi

: Apoteker

Departemen

: Farmasi

Fakultas

: Farmasi

Jenis karya

: Laporan Praktek Kerja

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Atma Jaya Jl. Pluit Raya
No. 2 Jakarta Utara Periode 01 April 24 Mei 2013
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juli 2013
Yang menyatakan

(Melda Silvia Sari Silalahi, S. Farm.)

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI
Halaman
COVER .........................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
HALAMAN PUBLIKASI............................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

i
iii
iv
v
vi
vii
viii

1. PENDAHULUAN ...................................................................................
1.1. Latar Belakang ..................................................................................
1.2. Tujuan Penelitian ..............................................................................

1
1
2

2. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT .................................................


2.1. Definisi Rumah Sakit ........................................................................
2.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ........................................................
2.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit ....................................................
2.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit .....................................................
2.5. Tenaga Kesehatan ............................................................................
2.6. Farmasi Rumah Sakit .......................................................................
2.7. Unit Sterilisasi Sentral .....................................................................
2.8. Panitia Farmasi dan Terapi ..............................................................
2.9. Pelayanan Publik ..............................................................................

3
3
3
3
4
5
5
23
25
29

3. TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT ATMA JAYA .....................


3.1. Sejarah Rumah Sakit Atma Jaya .......................................................
3.2. Visi dan Misi Rumah Sakit Atma Jaya .............................................
3.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Atma Jaya .................................
3.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya ...................................
3.5. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Atma Jaya ................................
3.6. Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya .....................................................

30
30
30
31
31
31
32

4. PEMBAHASAN .....................................................................................
4.1. Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ......................................................
4.2. Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Atma Jaya........................
4.3. Pelayanan Publik Rumah Sakit Atma Jaya .......................................

38
38
45
45

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................


5.1. Kesimpulan .......................................................................................
5.2. Saran .................................................................................................

47
47
47

DAFTAR ACUAN .......................................................................................


LAMPIRAN .................................................................................................

49
50

vi

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

vii

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

2.1 Perbandingan Metode Kebutuhan Konsumsi dan Morbiditas ................


2.2 Kombinasi VEN dan ABC ......................................................................
2.3 Perbedaan Komposisi Kartu Stok dan Kartu Stok Induk ........................

viii

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

8
9
21

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

1.
2.
3.
4.

Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya ...........................................


Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya .............................
Denah Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ..................................................
Denah Farmasi Poli Spesialis Pribadi dan Umum Rumah Sakit Atma
Jaya...........................................................................................................
5. Denah Logistik Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya ...................................
6. Formulir Daftar Pemberian Obat Pasien Rawat Inap ..............................
7. Formulir Pemakaian Obat dan Alat Kesehatan Pasien Rawat Inap .........
8. Formulir Pesanan Pasien Pulang .............................................................
9. Contoh Resep Rumah Sakit Atma Jaya ..................................................
10. Contoh Kopi Resep Rumah Sakit Atma Jaya ..........................................
11. Lembar Evaluasi Kualitas Pelayanan Instalasi Farmasi RS Atma Jaya ..
12. Lembar Evaluasi Kualitas Fasilitas Instalasi Farmasi RS Atma Jaya .....
13. Contoh Surat Pesanan Narkotika` ............................................................
14. Contoh Surat Pesanan Psikotropika ........................................................

ix

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

51
52
53
54
55
56
57
58
59
61
62
63
64
65

Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan
realistis sesuai pentahapannya (Depkes RI, 2009). Upaya kesehatan ini merupakan
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan
kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) oleh pemerintah dan/atau masyarakat (DPR RI, 2009b). Bentukbentuk upaya kesehatan tersebut dapat diwujudkan dengan adanya berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan, yang salah satunya adalah rumah sakit. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan-pelayanan ini dilakukan secara merata tanpa adanya
diskriminasi dan berdasarkan pada nilai kemanusiaan, etika, serta profesionalitas
(DPR RI, 2009c).
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mewujudkan kesehatan yang
menyeluruh, perlu dilakukan upaya kesehatan. Salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan farmasi
rumah sakit. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
1

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat


Pelayanan farmasi rumah sakit dilaksanakan oleh instalasi farmasi rumah sakit
(IFRS) yang dipimpin oleh apoteker dan dibantu oleh tenaga ahli madya farmasi
serta tenaga menengah farmasi. Pelayanan farmasi yang dilakukan tenaga
kefarmasian di rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan perbekalan dan
pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan (Ditjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Pengelolaan perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus yang meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Ditjen Binfar Alkes & JICA,
2008). Sedangkan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan mencakup antara lain pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan
pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite,
pemantauan kadar obat dalam darah, dan pengkajian penggunaan resep (Ditjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Seorang apoteker sebagai
tenaga kefarmasian, khususnya sebagai satu-satunya profesi yang dapat menjadi
pemimpin instalasi farmasi sebuah rumah sakit, diharapkan memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam melakukan pelayanan farmasi rumah sakit. Oleh karena
itu, seorang calon apoteker sangat memerlukan pelatihan praktis yang dapat
mempersiapkannya menghadapi keadaan konkret dalam pelayanan kefarmasian di
masa depan. Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di rumah sakit, yang salah satunya diselenggarakan di Rumah Sakit Atma
Jaya.

1.2 Tujuan
Dengan pelaksanaan PKPA di RS Atma Jaya, diharapkan mahasiswa dan
mahasiswi calon apoteker :
1. Mengetahui dan memahami kegiatan Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya.
2. Mengamati dan memahami secara langsung tugas, peran, dan tanggung jawab
apoteker dalam pelayanan Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 2
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1.

Definisi Rumah Sakit


Berdasarkan UU No.44 Tahun 2009, disebutkan bahwa Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. RS
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial
(DPR RI, 2009c).
2.2.

Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


RS mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna. Terkait dengan tugas tersebut, RS berfungsi dalam :


a.

Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai


dengan standar pelayanan RS;

b.

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan


kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam


rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan

d.

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi


bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (DPR RI, 2009c)

2.3.

Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


RS dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, RS dikategorikan dalam RS Umum


dan RS Khusus. RS Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit. RS Khusus memberikan pelayanan utama pada satu
3

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, golongan

umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (DPR RI, 2009c).
Berdasarkan pengelolaannya RS dapat dibagi menjadi RS Publik dan RS
Privat. RS Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan
hukum yang bersifat nirlaba. RS Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. RS Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero (DPR RI, 2009c).
Selain RS publik dan privat, juga terdapat RS Pendidikan, yaitu RS yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi

kedokteran,

pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan

pendidikan tenaga kesehatan lainnya. RS dapat ditetapkan oleh Menteri setelah


berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan menjadi RS
Pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standard RS Pendidikan. (DPR RI,
2009c).
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, RS Umum dan RS Khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas
dan kemampuan pelayanan RS. Klasifikasi RS Umum terdiri atas (Siregar, 2003) :
a.

RS Umum kelas A, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas

dan

kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas


b.

RS Umum Kelas B, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan


kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik terbatas

c.

RS Umum Kelas C, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan


kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar

d.

RS Umum Kelas D, adalah RS Umum yang mempunyai fasilitas dan


kemampuan pelayanan medik dasar.

2.4.

Struktur Organisasi Rumah Sakit (Siregar, 2003)


Setiap RS harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Organisasi RS paling sedikit terdiri atas Kepala RS atau Direktur RS, unsur
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,


satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
Kepala RS harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan
keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga struktural yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia. Pemilik RS tidak boleh
merangkap menjadi kepala RS. Contoh struktur organisasi RS Atma Jaya dapat
dilihat pada Lampiran 1.
2.5.

Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui


pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI,
1996).
Tenaga kesehatan terdiri dari :
a.

Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi

b.

Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan

c.

Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten


apoteker

d.

Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog


kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian

e.

Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan dietisien

f.

Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis


wicara

g.

Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,


teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi, dan perekam medis.

2.6

Farmasi Rumah Sakit

2.6.1. Definisi Farmasi Rumah Sakit


Farmasi Rumah Sakit (FRS) adalah suatu unit yang berperan sebagai
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

penunjang kesehatan dalam rangka melaksanakan fungsi FRS dan dipimpin oleh
seorang apoteker (Siregar, 2003).

2.6.2. Falsafah dan Tujuan Farmasi Rumah Sakit


Pelayanan FRS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan

obat

yang

bermutu,

termasuk

pelayanan

farmasi

klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. FRS bertanggung jawab
terhadap semua barang farmasi yang beredar di RS tersebut (Ditjen Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).
Tujuan pelayanan farmasi ialah :

Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal, baik dalam keadaan


biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia

Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur


kefarmasian dan etik profesional

Melaksanakan komunikasi, pemberian informasi, dan edukasi mengenai


obat

Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan yang berlaku

Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan


evaluasi pelayanan

Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode

2.6.3. Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit


Faktor-faktor teknis, administratif, dan manusia yang mempengaruhi mutu
produk dan pelayanan FRS harus dikendalikan untuk menjamin mutu pelayanan
di RS. Pengendalian ini dapat dilaksanakan melalui struktur organisasi FRS, yang
terdiri atas penetapan pekerjaan yang dilakukan beserta tanggung jawab dan
hubungan hierarki untuk melaksanakan pekerjaan itu. Organisasi FRS
dipimpin oleh seorang apoteker yang dalam melaksanakan tugas kefarmasiannya
dibantu oleh beberapa personil (Siregar, 2003).

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

2.6.4. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari beberapa kegiatan yang
berkesinambungan dan terkait satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut adalah
(Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, 2010) :
a. Perencanaan
Tujuan dari perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di RS. Tahapan perencanaan :
i. Pemilihan
Pemilihan berfungsi untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benarbenar dibutuhkan sesuai dengan jumlah pasien dan pola penyakit di RS.
Pemilihan dilakukan dengan dasar menghindari penggunaan obat kombinasi,
menghindari kesamaan jenis, dan memilih berdasarkan penyakit dengan
prevalensi tertinggi.
ii. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan
masing-masing jenis farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai
data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat adalah jumlah
tiap penggunaan pada tiap unit, % penggunaan terhadap total penggunaan,
dan penggunaan rata- rata.
iii. Perhitungan Kebutuhan
Perhitungan kebutuhan diperlukan agar tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu, dan tersedia saat dibutuhkan. Perhitungan kebutuhan dapat dilakukan
dengan beberapa metode, yaitu :
Metode Konsumsi
Berdasar

data

riil

konsumsi

periode

lalu

dengan

berbagai

penyesuaian dan koreksi.


Metode Morbiditas
Berdasarkan beban kesakitan yang harus dilayani, yaitu berdasarkan pola
penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu. Langkahlangkahnya :
- Menentukan jumlah pasien
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

- Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasar prevalensi penyakit


- Menyediakan formularium/standar/pedoman perbekalan farmasi
- Menghitung perkiraan kebutuhan
- Penyesuaian dengan dana

Tabel 2.1 Perbandingan Metode Perhitungan Kebutuhan Konsumsi dan Morbiditas

Konsumsi

Morbiditas

- Pilihan pertama dalam

- Lebih akurat dan mendekati

perencanaan dan pengadaan

kebutuhan sebenarnya

- Lebih mudah dan cepat dalam

- Pengobatan lebih rasional

perhitungan

- Perhitungan lebih rumit

- Kurang tepat dalam penentuan

- Tidak dapat digunakan untuk semua

jenis dan jumlah

penyakit

- Mendukung ketidakrasionalan

- Data yang diperlukan : kunjungan

dalam penggunaan

pasien, 10 besar pola penyakit,


prosentasi dewasa dan anak

iv. Evaluasi perencanaan


Evaluasi perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa metoda analisis,
yaitu :
- Analisis ABC
Prinsip utama metode ini adalah dengan menempatkan jenis
perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan berdasarkan jenis yang
memakan anggaran terbanyak. Pertama kumpulkan kebutuhan
perbekalan farmasi lalu kelompokkan dalam

jenis

kategori

dan

jumlahkan biaya per jenis. Setelah itu jumlahkan biaya total


dan hitung prosentase masing-masing jenis terhadap total. Urutkan
perbekalan farmasi tersebut berdasarkan persentase terbesar lalu
hitung persentase kumulatif. Akan didapatkan identifikasi perbekalan
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

farmasi (kategori A 70%, kategori B 20%, kategori C 10%).

- Analisis VEN
Menentukan apakah satu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (V),
esensial (E), atau non-esensian (N). Vital berarti diperlukan untuk live
saving, esensial berarti efektif menyembuhkan penyakit, dan nonesensial berarti
sembuh

perbekalan

farmasi

untuk

penyakit

yang

sendiri, diragukan manfaatnya, mahal tetapi tidak

bermanfaat dibanding perbekalan farmasi lainnya, dan lain-lain.


- Kombinasi ABC dan VEN
Digunakan untuk melakukan pengurangan obat sesuai dengan
anggaran. Obat kategori NC menjadi prioritas utama untuk dikurangi,
dilanjutkan dengan NB, dan NA. Jika setelah itu dana masih kurang,
kurangi obat kategori EC, selanjutnya EB, dan EA.
- Revisi daftar perbekalan farmasi
Bila ABC atau VEN sulit dilakukan, dapat dilakukan evaluasi cepat
misal dengan melakukan revisi daftar perencanaan.

Tabel 2.2 Tabel Kombinasi VEN dan ABC


A

VA

VB

VC

EA

EB

EC

NA

NB

NC

v. Pengadaan
Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan
harga yang layak, mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan
tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak memerlukan tenaga dan
waktu berlebihan. Dalam

memilih

pemasok,

perhatikan

mutu

produk, reputasi produsen, harga, ketepatan waktu pengiriman,


mutu

pelayanan

pengembalian

pemasok,

barang,

dan

dapat dipercaya,
pengemasan.

kebijakan

Pengadaan dapat
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

10

dilakukan melalui pembelian, produksi, sumbangan.


Pembelian
- Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan terdaftar dan
sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Penentuan harga lebih
menguntungkan, membutuhkan waktu yang lama dan staf yang
kuat.
- Tender terbatas, hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang
sudah terdaftar dan memiliki reputasi baik. Harga masih dapat
dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan dibanding
tender terbuka.
- Pembelian

tawar

menawar,

dilakukan

bila

item

tidak

penting, tidak banyak, biasanya dengan pendekatan langsung


untuk item tertentu
- Pembelian langsung, untuk jumlah kecil yang perlu segera
tersedia. Harga relatif lebih mahal.
Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan
pengemasan kembali sediaan steril dan non steril. Kriteria
sediaan yang diproduksi adalah sebagai berikut :
- Sediaan formula khusus
- Sediaan dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih
murah
- Sediaan yang memerlukan pengemasan kembali
- Sediaan yang tidak tersedia di pasaran
- Sediaan untuk penelitian
- Sediaan nutrisi parenteral
- Rekonsitusi sediaan sitostatik
- Sediaan yang harus selalu dibuat baru
Jenis sediaan yang diproduksi adalah steril dan non steril.
Untuk non

steril

dapat

dilakukan

produksi

sirup,

salep,

pengemasan kembali, dan pengenceran. Untuk steril, terdiri dari


pembuatan

sediaan

steril, TPN, IV

admixture. Untuk IV
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

11

admixture, harus sesuai dengan syarat terapeutik dan farmasetik,


bebas kontaminan, dan bebas partikulat.
Kegiatan produksi harus memiliki kendali untuk mencegah
kekeliruan dalam pencampuran produk, kemasan, dan etiket.
Nomor lot harus diberikan pada tiap batch. Sediaan dibuat dengan
potensi dan kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal tetapi
tidak tersedia di pasaran dengan memperhatikan stabilitas, rasa,
kemasan, dan etiket.
Sumbangan
vi.

Penerimaan
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang

diterima sesuai kontrak baik mutu, jumlah, maupun waktu kedatangan.


Penerimaan dilakukan oleh petugas terlatih dan harus ada tenaga farmasi
serta harus memperhatikan Material Safety Data Sheet (MSDS), certificate
of origin, dan sertifikat analisa.
vii.

Penyimpanan
Merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara

menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai


aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuannya adalah memelihara mutu sediaan, menghindari penggunaan yang
tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian
dan pengawasan. Perbekalan farmasi disimpan dengan susunan first in first
out (FIFO)/first expired first out (FEFO), diberikan nama pada masingmasing perbekalan farmasi, dibiarkan tetap dalam kemasan, dan dilakukan
rotasi stok. Penyimpanan antara obat dalam dan obat luar dipisahkan. Tata
ruang untuk penyimpanan perlu mempertimbangkan:
Kemudahan bergerak
Sistem 1 lantai, jangan menggunakan sekat, arus perbekalan dapat
berpola lurus, U, atau L.
Sirkulasi udara harus baik untuk memaksimalkan umur hidup
perbekalan farmasi.
Rak dan pallet
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

12

Keuntungan pallet : sirkulasi dari bawah dan perlindungan terhadap


banjir, peningkatan efisiensi penanganan stok, menampung lebih
banyak, dan lebih murah dari rak.
Kondisi khusus
Vaksin memerlukan cold-chain, narkotik memerlukan lemari khusus,
bahan mudah terbakar disimpan terpisah.
Pencegahan kebakaran
Bahan mudah terbakar jangan ditumpuk, alat pemadam harus mudah
dijangkau dan diperiksa secara berkala.
viii. Pendistribusian (Siregar, 2003)
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di RS
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuannya adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit pelayanan secara tepat waktu, jenis,
dan jumlah.
Sistem distribusi obat di RS dapat digolongkan berdasarkan ada
tidaknya satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat
dibagi menjadi dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu IFRS. Pada sentralisasi, seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan
individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari
pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke
IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan cara dispensing yang baik
dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Keuntungan sistem ini adalah:
Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat
memberi informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien
Memberi kesempatan interaksi profesional antara apotekerdokter- perawat-pasien
Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

13
Mempermudah penagihan biaya pasien
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di
suatu RS yaitu sebagai berikut:

Terjadinya

delay

time

dalam

proses

penyiapan

obat

permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi


Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien dengan cepat
Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada
waktu penyiapan komunikasi
Sistem ini kurang sesuai untuk RS yang besar, misalnya kelas A dan
B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara
IFRS dengan perawatan pasien sangat jauh.
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal
dengan

istilah

depo

farmasi/satelit

farmasi.

Pada

desentralisasi,

penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi


dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. IFRS dalam hal ini bertanggung
jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di
depo farmasi.
Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di
satelit farmasi :
Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena
tanpa tambahan (intravenous solution without additives)
Mendistribusikan iv admixtures

yang

disiapkan oleh farmasi

sentral.
Memeriksa permintaan obat dengan melihat Medication Administration
Record (MAR).
Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.
Berdasarkan pemberian obat ke pasien rawat inap, sistem distribusi di
RS, dibagi menjadi Sistem Resep Individual, Sistem Persediaan Lengkap
di Ruang (total floor stock), Sistem Kombinasi Individual dan Persediaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

14

di Ruangan, dan Sistem UDD (Unit Dose Dispensing).


Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap
penderita. Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan
yang ditulis pada resep/order atas nama pasien rawat tinggal tertentu
melalui perawat ke ruang penderita

tersebut.

Dalam

sistem

ini,

semua obat yang diperlukan untuk pengobatan didispensing dari IFRS.


Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian order itu diproses
sesuai cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan
kepada penderita tertentu.
Keuntungan dari resep individual adalah:
Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat
memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan
obat penderita.
Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokterperawat- penderita
Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
Mempermudah penagihan biaya obat penderita
Keterbatasan/kelemahan dari resep individual adalah:
Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita
Bila obat berlebih, maka pasien harus membayarnya
Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk
penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat
Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu
penyiapan konsumsi
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi kurang sesuai
untuk RS besar seperti kelas A atau kelas B, yang memiliki daerah
perawatan penderita yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan
beberapa daerah perawatan penderita sangat jauh. Ketidaksesuaian itu
disebabkan berbagai hal, misalnya terjadi keterlambatan sampai pada
penderita, interaksi a n t a r a apoteker-dokter-perawat- penderita sangat
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

15

kurang, IFRS kurang dapat mengendalikan semua kegiatan dalam


proses distribusi, dan sebagainya. Sistem ini pada umumnya digunakan
oleh RS kecil.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter
pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan
dengan mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung
diberikan kepada penderita di ruang itu.
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia
dalam ruang penyimpanan obat di ruang tersebut, kecuali obat yang
jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Persediaan obat di
ruang

dipasok

oleh

IFRS. Biasanya sekali seminggu personel IFRS

memeriksa persediaan obat di ruang lalu menambah obat yang


persediaannya sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Obat yang didispensing di bawah sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang
biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order
obat yang harus dibayar sebagai obat. Obat penggunaan umum ini
terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh PFT
dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka,
larutan antiseptik, dan obat tidur.
Keuntungan dari sistem persediaan lengkap di ruang adalah:
Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita
Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
Pengurangan penyalinan kembali order obat
Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan
Keterbatasan dari sistem persediaan lengkap di ruang adalah :
Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji
oleh apoteker. Di samping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat
dilakukan oleh perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.
Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan
yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu kurang
diperhatikan oleh perawat. Akibatnya, penyimpanan yang tidak
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

16

teratur; mutu obat cepat merosot; dan tanggal kadaluarsa kurang


diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan obat yang tidak terpakai
karena telah kadaluarsa.
Pencurian obat meningkat
Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
Penambahan

modal

investasi,

untuk

menyediakan

fasilitas

penyimpanan obat yang sesuai di setiap daerah perawatan penderita


Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.
Keterbatasan/kelemahan sistem distribusi obat persediaan lengkap di
ruang sangat banyak. Dalam sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan
pada perawat, yaitu menginterpretasi order dan menyiapkan obat, yang
sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker.
RS yang menerapkan Sistem Kombinasi, selain menerapkan
sistem distribusi resep individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi
persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di
ruangan (daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari IFRS
dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan
untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan
adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan,
dan biasanya adalah obat yang harganya relatif murah, mencakup obat resep
atau obat bebas.
Keuntungan dari sistem kombinasi adalah:
Semua resep individual dikaji langsung oleh apoteker
Adanya kesempatan berinteraksi professional antara apotekerdokter- perawat- penderita
Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat
persediaan di ruang)
Beban IFRS dapat berkurang
Keterbatasan dari sistem kombinasi adalah:
Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
(obat resep individual)
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

17
Kesalahan obat dapat terjadi (obat persediaan di ruang)
Sistem distribusi obat dosis unit atau unit dose dispensing (UDD)
adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan
IFRS dalam RS. Sistem dosis unit dapat berbeda bentuk, tergantung pada
kebutuhan khusus RS. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari
semua sistem dosis unit, yaitu obat dikandung dalam kemasan unit tunggal,
didispensing dalam bentuk siap konsumsi, yang pada kebanyakan obat tidak
lebih dari 24 jam persediaan dosis, dan dihantarkan ke atau tersedia pada
ruang perawatan penderita setiap waktu.
Pada sistem distribusi unit dosis, salah satu administrasi yang
dilakukan adalah Profil Pengobatan Pasien (P-3), yaitu pemantauan
kerasionalan obat yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan dosis,
ketepatan pasien, ketepatan obat, dan waspada terhadap efek samping obat.
Dengan adanya P-3 apoteker dapat membantu dokter dalam meningkatkan
keberhasilan pengobatan. Dalam hal ini apoteker berperan dalam memantau
mengevaluasi pemakaian obat dalam hal cara pemakaian, dosis, indikasi,
efek samping obat, dan interaksi obat serta rekapitulasi harga.
Keuntungan dari sistem distribusi obat dosis unit adalah sebagai
berikut:

Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita


membayar hanya obat yang dikonsumsinya saja.

Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan oleh
IFRS sehingga perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk
perawatan langsung penderita.

Adanya sistem pemeriksaan ganda.

Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan

Menghemat ruangan di unit perawat dengan meniadakan persediaan


ruah obat-obatan

Meniadakan pencurian dan pemborosan obat

Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di RS secara


keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai penderita
menerima dosis unit
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

18

Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama


obat, kekuatan, nomor kendali, dan kemasan tetap utuh sampai
obat

siap dikonsumsikan pada penderita. Hal ini mengurangi

kesempatan salah obat, juga membantu dalam penelusuran kembali


kemasan apabila terjadi penarikan obat

Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah


baik

Apoteker dapat datang ke unit perawat/ruang penderita, untuk


melakukan konsultasi obat dan membantu memberikan masukan
kepada tim sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan penderita
yang lebih baik

Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat

Peningkatan pengendalian obat dan

pemantauan

penggunaan

obat menyeluruh

Pengendalian yang lebih besar oleh apoteker atas pola beban kerja
IFRS dan penjadwalan staf

Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan


otomatisasi
Sistem distribusi obat dosis unit dapat dioperasikan dengan salah satu

dari tiga metode di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan
dan kondisi suatu RS.

Sistem distribusi obat dosis unit dapat diselenggarakan secara


sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah
perawatan penderita rawat tinggal di RS secara keseluruhan.
Artinya, di RS itu mungkin hanya satu IFRS tanpa adanya cabang
IFRS di beberapa daerah perawatan penderita.

Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi dilakukan oleh


beberapa cabang IFRS di sebuah RS. Pada dasarnya sistem distribusi
obat desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan
lengkap di ruang,

hanya

desentralisasi

dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama

ini

saja

sistem

distribusi

obat

dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.


Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

19

Dalam sistem distribusi obat dosis unit kombinasi sentralisasi dan


desentralisasi, biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat
dilayani cabang IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral.
Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti pengemasan dan
pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral.

ix.

Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya

sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan
obat di unit pelayanan. Tujuannya agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan perbekalan farmasi di unit pelayanan. Dalam pengendalian
dibuat perkiraan pemakaian rata- rata periode tertentu dan ditentukan stok
optimum dan stok pengaman dengan memperhitungkan waktu tunggu.
Selain itu perlu juga diperhatikan rekaman pemberian obat, pengembalian
obat yang tidak digunakan, dan pengendalian obat dalam ruang bedah dan
pemulihan.
x.

Penghapusan
Merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang

tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, dan tidak memenuhi syarat, dengan
cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuannya untuk menjamin
perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat dikelola sesuai standar
yang berlaku. Penanganannya sebagai berikut :
- Catatan dari manufaktur harus tertera pada resep rawat jalan, P-3
pasien rawat tinggal, rekaman pengendalian kemasan, dan pada daftar
persediaan dan etiket yang bersangkutan
- Dokumen tersebut dikaji untuk menetapkan penerima nomor batch
perbekalan farmasi yang ditarik
- Dalam hal penarikan produk yang signifikan secara

klinik,

harus disampaikan pada penerima bahwa mereka mempunyai produk


yang akan ditarik. Pasien harus dijamin mendapat penggantian
perbekalan farmasi
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

20

- Memeriksa semua catatan pengeluaran, kepada pasien mana


perbekalan farmasi diberikan guna mengetahui keberadaan sediaan
yang ditarik
- Mengkarantina semua produk yang ditarik, diberi tanda jangan
digunakan
xi.

Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan
Pencatatan bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi

yang keluar dan masuk IFRS, dilakukan menggunakan kartu stok yang
berfungsi untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi, tiap lembar hanya
untuk 1 jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 jenis sumber
anggaran, dan digunakan untuk menyusun laporan. Kartu stok diletakkan
dekat dengan perbekalan farmasi yang bersangkutan, dicatat setiap hari, dan
dijumlahkan tiap bulan. Di ruang masing- masing penanggung jawab,
diletakkan kartu stok induk sebagai kendali bagi kepala IFRS.
Tabel 2.3 Perbedaan Komposisi kartu Stok dan Kartu Stok Induk
Kartu Stok
Judul

Nama,

Kartu Stok Induk

kemasan,

isi, Nama,

sumber dana

satuan,

asal,

persediaan minimum dan


maksimum

Kolom

Tanggal

keluar/masuk, Tanggal

nomor dokumen, sumber nomor

keluar/masuk,
tanda

bukti,

asal/kepada siapa dikirim, sumber asal/kepada siapa


nomor batch/lot, tanggal dikirim, jumlah
kadaluarsa,

jumlah penerimaan/pegeluaran,

penerimaan/pengeluaran,

sisa

stok,

tanggal

sisa stok, paraf petugas kadaluarsa, dan lain-lain


yang mengerjakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

21

Pelaporan
Pelaporan

adalah kumpulan catatan

dan

pendataan

kegiatan

administrasi perbekalan farmasi, tenaga, dan perlengkapan kesehatan yang


disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuannya adalah agar
tersedia

data

yang

akurat, informasi

yang

akurat,

arsip

yang

memudahkan penelusuran surat dan laporan, dan mendapat data yang


lengkap untuk membuat perencanaan. Laporan yang sebaiknya dibuat
IFRS adalah keuangan, mutasi perbekalan farmasi, penulisan resep
generik/non

generik, psikotropik dan

narkotik, stok opname,

pendistribusian, penggunaan obat program, pemakaian perbekalan farmasi


JamKesMasKin,

jumlah

resep,

kepatuhan

terhadap

formularium,

penggunaan obat terbesar, penggunaan antibiotik, dan kinerja.


xii. Monitoring dan evaluasi (Monev)
Monev bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para pengelola
perbekalan farmasi di RS agar dapat ditingkatkan secara optimum.
Indikator yang dapat digunakan adalah alokasi dana pengadaan obat, biaya
obat per kunjungan kasus penyakit, biaya obat per kunjungan resep,
ketepatan perencanaan, persentase dan nilai obat rusak, dan persentase
penggunaan antibiotik.
2.6.5. Pelayanan Farmasi dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Pelayanan farmasi dalam penggunan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta
bekerja

sama dengan

pasien

dan

profesi

kesehatan lainnya

(Ditjen

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Tujuan dari pelayanan farmasi
ini adalah:
a.

Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di RS

b.

Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,


keamanan, dan efisiensi penggunaan obat

c.

Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain


Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

22

yang terkait dalam pelayanan farmasi


d.

Melaksanakan kebijakan obat di RS dalam rangka meningkatkan


penggunaan obat secara rasional
Pelayanan farmasi dalam penggunaan obat dan alat kesehatan meliputi :

a.

Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

b.

Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan


alat kesehatan

c.

Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan


alat kesehatan

d.

Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan

e.

Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga

f.

Memberi konseling kepada pasien/keluarga

g.

Melakukan pencampuran obat suntik

h.

Melakukan penyiapan nutrisi parenteral

i.

Melakukan penanganan obat kanker

j.

Melakukan penentuan kadar obat dalam darah

k.

Melakukan pencatatan setiap kegiatan

2.6.6. Peranan Apoteker di Farmasi Rumah Sakit


a.

Peranan dalam perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi


Apoteker FRS berperan dalam kegiatan seleksi perbekalan farmasi,

menentukan jumlahnya berdasarkan skala prioritas, dan menentukan cara dan


prosedur untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan dan penganggaran yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

b.

Peranan sebagai Pusat Informasi Obat


Apoteker di RS mempunyai peran yang esensial dalam memberikan

informasi mengenai obat dan bahan yang diperlukan oleh dokter, perawat, para
medik, dan pasien, sebab dokter atau staf medik memerlukan informasi siap
pakai, yang relevan, akurat dan tepat pada tempat dan saat diperlukan untuk
mengambil keputusan agar pengobatan mencapai sasaran.
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

23

c.

Peranan dalam Penyimpanan Obat


Apoteker FRS berperan dalam penyimpanan semua obat dan perbekalan

farmasi sesuai dengan persyaratan dan dalam kondisi yang tepat.

d.

Peranan dalam Distribusi Obat


Apoteker FRS berperan dalam distribusi obat di RS, baik untuk pasien

rawat jalan maupun untuk pasien rawat inap.

e.

Peranan dalam PFT


Apoteker berperan sebagai sekretaris PFT.

f.

Peranan dalam Pendidikan


Apoteker FRS ikut berperan dalam program pendidikan RS, baik program

pendidikan internal maupun eksternal.

g.

Peranan dalam Pelayanan Farmasi dalam Penggunaan Obat dan


Alat Kesehatan
Apoteker FRS berperan penting dalam kegiatan pelayanan kefarmasian

(farmasi klinik) untuk meningkatkan mutu perbekalan farmasi dan pelayanan


terhadap pasien, sehingga tercapai pelayanan yang efektif, aman, dan efisien.

2.7.

Unit Sterilisasi Sentral (Departemen Kesehatan RI, 2009)


Unit Sterilisasi Sentral atau yang sering disebut CSSD (Centralized Sterile

Supplay Department) merupakan unit pelayanan non struktual yang berfungsi


memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan memenuhi
kebutuhan barang steril di RS. Fungsi dari CSSD adalah menerima, memproses,
memproduksi, mensterilkan, menyimpan, dan mendistribusikan peralatan medis
ke berbagai ruangan di RS untuk kepentingan perawatan pasien.
Tujuan CSSD adalah :
a.

Membantu unit lain di RS yang membutuhkan kondisi steril untuk


pencegahan terjadinya infeksi

b.

Menurunkan

angka

kejadian

infeksi

dan

membantu

mencegah

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

24

serta menanggulangi infeksi nosokomial.


c.

Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi


pada pelayanan terhadap pasien.

d.

Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang


dihasilkan.
Kegiatan yang dilaksanakan di CSSD adalah sebagai berikut :

a.

Pembilasan: alat yang telah digunakan tidak dibilas di ruang perawatan.

b.

Pembersihan: semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan dengan baik


sebelum dilakukan desinfeksi dan sterilisasi.

c.

Pengeringan, dilakukan sampai kering.

d.

Inspeksi dan pengemasan: setiap alat bongkar pasang harus diperiksa


kelengkapannya,

sementara untuk linen harus diperhatikan densitas

maksimumnya.
e.

Memberi label: setiap kemasan harus memiliki label yang menjelaskan isi
dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan tanggal kadaluarsa
proses sterilisasi.

f.

Pembuatan: pembuatan dan penyiapan kapas dan kasa balut yang


kemudian akan disterilkan.

g.

Sterilisasi: sebaiknya dilakukan oleh staf yang terlatih.

h.

Penyimpanan: harus dilakukan secara teratur dengan kondisi penyimpanan


yang baik

i.

Distribusi: sesuai dengan kebijakan RS masing-masing.


Seluruh tenaga kerja di CSSD dianjurkan untuk mempunyai data

kesehatan (x-ray TBC dan data fisik minimal setahun sekali), status imunisasi
(hepatitis B, tetanus, dan demam tifoid), dan laporan mengenai penyakit yang
dialami selama bekerja di CSSD minimal setahun sekali. Kualitas tenaga yang
bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas tugas dan tanggung
jawabnya, yang dibedakan menjadi tenaga manajer dan tenaga pelayanan
sterilisasi.
Tenaga kerja di CSSD harus menggunakan alat pelindung diri, berupa
penutup kepala, apron lengan panjang, sarung tangan, masker high filtration, dan
tight fitting google. Selain itu harus ada alas kaki khusus. Bangunan CSSD harus
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

25

sesuai dengan kapasitas RS tersebut dan memiliki 5 ruang, yaitu ruang


dekontaminasi, ruang pengemasan, ruang produksi, ruang sterilisasi, dan ruang
penyimpanan. Untuk RS dengan :
a. 200 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 130 m2
b. 400 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 200 m2
c. 600 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 350 m2
d. 800 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 400 m2
e. 1000 tempat tidur, luas CSSD kurang lebih 450 m2
Ruang dekontaminasi merupakan tempat penerimaan barang kotor,
dekontaminasi, dan pembersihan. Ventilasi ruang ini harus memiliki sistem yang
baik, yaitu udara di ruang dekontaminasi dihisap keluar dan tekanan udara harus
negatif serta tidak dianjurkan menggunakan kipas angin. Suhu udara yang
dianjurkan adalah 180C 220C dengan kelembaban 35-75%.
Ruang pengemasan merupakan ruang untuk melakukan bongkar pasang
alat dan pengemasan sehingga dianjurkan terdapat tempat penyimpanan tertutup.
Begitu juga dengan ruang produksi, sebaiknya disediakan tempat penyimpanan
tertutup dan pada ruang ini dapat dilakukan produksi kapas dan kasa. Pada ruang
sterilisasi sebaiknya dipisah antara ruang sterilisasi etilen oksida dengan sterilisasi
lainnya. Untuk sterilisasi etilen oksida sebaiknya dilengkapi dengan exhaust.
Barang yang sudah disterilkan akan disimpan di ruang penyimpanan.
Ruang ini harus memiliki tekanan udara positif, dengan efisiensi filtrasi partikular
90-95%. Barang yang sudah steril disimpan pada jarak 19-24 cm dari lantai dan
minimum 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding.

2.8.

Panitia Farmasi dan Terapi (Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat


Kesehatan, 2004)

2.8.1. Definisi Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)


PFT adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di RS dan apoteker wakil
dari FRS, serta tenaga kesehatan lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

26

2.8.2. Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi


Tujuan PFT adalah:
a. Menerbitkan

kebijakan-kebijakan

mengenai

pemilihan

obat

dan

penggunaan obat serta evaluasinya


b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
dengan kebutuhan

2.8.3. Fungsi dan Ruang Lingkup Panitia Farmasi dan Terapi


Fungsi PFT adalah:
a.

Mengembangkan formularium di RS dan merivisinya. Pemilihan obat


untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan, harga obat, dan
juga

harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan

produk obat yang sama.


b.

PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis

c.

Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di RS dan yang termasuk


dalam kategori khusus

d.

Membantu IFRS dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan dan


peraturan mengenai penggunaan obat di RS sesuai peraturan yang berlaku
secara lokal maupun nasional

e.

Melakukan

tinjauan

terhadap

penggunaan

obat

di

RS

dengan

mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan


terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terusmenerus penggunaan obat secara rasional
f.

Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat

g.

Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada


staf medis dan perawat.

2.8.4. Organisasi Panitia Farmasi dan Terapi


Susunan kepanitiaan Panitian Farmasi dan Terapi serta kegiatan
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

27

yang dilakukan bagi tiap RS dapat bervariasi sesuai dengan kondisi RS setempat :
a.

Panitia farmasi dan terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 dokter,


Apoteker dan perawat. Untuk RS yang besar tenaga dokter bisa lebih dari
3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.

b.

Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika RS tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka
sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari
IFRS atau apoteker yang ditunjuk.

c.

Panitia

Farmasi

dan

Terapi

harus

mengadakan

rapat

secara

teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk RS besar rapatnya diadakan


sebulan sekali. Rapat panitia farmasi dan terapi dapat mengundang pakarpakar dari dalam maupun dari luar RS yang dapat memberikan masukan
bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh


sekretaris, termasuk persiapan dari hasil rapat.

e.

Membina

hubungan

kerja

dengan

panitia

di

dalam

RS

yang

sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

2.8.5. Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi


Peran apoteker dalam panitia farmasi dan terapi sangat strategis dan
penting, karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan
menggunakan obat di seluruh unit di RS ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat
mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker harus secara
mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi
klinik, farmakoepidemiologi, dan farmakoekonomi di samping ilmu-ilmu lain
yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya degan
para petugas kesehatan lain di RS.

2.8.6. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi


Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi adalah sebagai berikut:
a.

Menjadi salah satu anggota panitia (wakil ketua/sekretaris)

b.

Menetapkan jadwal pertemuan


Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

28

c.

Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan

d.

Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan


untuk pembahasan dalam pertemuan

e.

Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan


pada pimpinan RS

f.

Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui pimpinan kepada


seluruh pihak yang terkait

g.

Melaksanakan keputusan-keputusan yang

sudah disepakati

dalam

pertemuan
h.

Menunjang

pembuatan

pedoman

diagnosis

dan

terapi,

pedoman

penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi


lain
i.

Membuat formularium RS berdasarkan hasil kesepakatan panitia


farmasi dan terapi

j.

Melaksanakan pendidikan dan pelatihan

k.

Melaksanankan pengkajian dan penggunaan obat

l.

Melaksanakan

umpan

balik

hasil

pengkajian

pengelolaan

dan

penggunaan obat pada pihak terkait

2.8.7. Formularium Rumah Sakit


Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh
panitia farmasi dan terapi untuk digunakan di RS dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium :
a.

Halaman judul

b.

Daftar nama anggota panitia farmasi dan terapi

c.

Daftar isi

d.

Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat dan produk


obat yang diterima untuk digunakan.

f.

Lampiran
Sistem yang dipakai adalah sistem di mana prosesnya tetap berjalan terus,

dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di
lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan eveluasi dan menetukan
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

29

pilihan terhadap produk obat yang

ada

di

pasaran,

dengan

lebih

mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

2.9.

Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian

kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
(Undang- Undang Republik Indonesia No.25 tahun 2009).
RS merupakan salah satu contoh pelayanan publik (jasa publik)
dalam bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan publik yang diberikan di

RS

adalah pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin, pelayanan kesehatan


asuransi, dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 3
TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT ATMA JAYA
3.1

Sejarah Rumah Sakit Atma Jaya


Rumah Sakit Atma Jaya (RSAJ) berdiri pada tanggal 1 Juni 1976 dan

diresmikan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin pada tanggal 9 Mei 1977. RSAJ
terletak di wilayah Jakarta Utara dengan luas bangunan 10.041 m2 dan luas lahan
39.930 m2. Rumah Sakit ini resmi digunakan sebagai RS pendidikan Yayasan
Atma Jaya untuk menunjang pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Atma
Jaya sejak tahun 1979 hingga saat ini. Pada tahun 1999, RSAJ mendapat
akreditasi penuh untuk 5 bidang, kemudian pada tahun 2007 mendapat akreditasi
penuh untuk 16 bidang. Sejak Oktober 2009, RSAJ ditetapkan sebagai RS kelas
B.

3.2

Visi dan Misi Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ memiliki visi menjadi RS Pendidikan Utama yang terkemuka bagi

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya (FKUAJ). RS terkemuka yang


dideskripsikan adalah RS yang mampu memberikan layanan kesehatan
komprehensif yang bermutu, tanggap terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat,
dimanfaatkan, dan dihargai masyarakat, dikelola secara profesional serta
mampu berfungsi sebagai RS Pendidikan Unggul yang memadukan ilmuteknologi kedokteran-kesehatan dengan nilai Kristiani.
Misi RSAJ adalah :
a. Menyelenggarakan dan mengembangkan layanan kesehatan komprehensif
yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, didukung
dengan pengelolaan RS secara professional
b. Menjadi RS Pendidikan Utama, yang memberikan sarana dan iklim
pembelajaran bagi mahasiswa FKUAJ dalam upaya menghasilkan dokter yang
memiliki kompetensi medis, kepekaan sosial, kesadaran, sikap dan perilaku
etis, serta mampu menunjang kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi FKUAJ
c. Melandasi karya RS dengan nilai Kristiani, hingga dikembangkan sikap

30

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

31

layanan yang berlandaskan cinta kasih, etos kerja yang andal, pemberdayaan
warga RSAJ menjadi pribadi dengan integritas tinggi yang senantiasa
meningkatkan kemampuan diri dan kemampuan bekerja sama
Tujuan

RSAJ

adalah

menyelenggarakan

kegiatan

agar

dapat

merealisasikan:
a. Penyelenggaraan

layanan

kesehatan

primer,

medis

spesialistik,

dan

rujukan yang andal


b. Penyelenggaraan pendidikan klinik dan pengembangan iklim akademik
c. Peningkatan mutu kehidupan kerja warga RSAJ
d. Pengelolaan RS secara professional
e. Perwujudan identitas Katolik sebagai landasan karya

3.3

Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Atma Jaya


Rumah Sakit Atma Jaya merupakan RS swasta umum kelas B karena

bukan milik pemerintah serta memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medis
12 spesialistik (4 pelayanan spesialis dasar yaitu penyakit dalam, kesehatan anak,
bedah, dan kebidanan dan kandungan, serta 8 pelayanan medik spesialistik lain
yaitu THT, kesehatan jiwa, saraf, mata, kulit dan kelamin, gigi dan mulut,
ortopedi, dan urologi) dan 2 sub spesialistik (pelayanan ginjal hipertensi dan
perinatologi). Rumah Sakit Atma Jaya juga merupakan RS privat karena dikelola
oleh Yayasan Atma Jaya, dan RS Pendidikan bagi FKUAJ.
3.4

Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang bertanggung jawab

kepada Yayasan Atma Jaya dan mengepalai 3 direktur dan 2 komite.

3.5

Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ memiliki 2 orang dokter gigi dan 17 dokter umum (5 dokter tetap

dan 12 dokter tidak tetap) pada pelayanan medik dasar. Pelayanan medik spesialis
dasar dilakukan oleh 4 dokter spesialis THT, 5 dokter ahli jiwa, 4 dokter ahli
saraf, 5 dokter spesialis mata, 2 dokter ahli penyakit kulit dan kelamin, 2 dokter
ahli gigi dan mulut, 1 dokter ahli ortopedi, 6 dokter ahli penyakit dalam, dan 6
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

32

dokter spesialis bedah. Pelayanan medik sub spesialis dilakukan oleh 1 dokter ahli
ginjal hipertensi dan 1 dokter ahli perinatologi.
Pelayanan spesialis penunjang dilakukan oleh dokter ahli radiologi, ahli
patologi klinik, ahli patologi anatomi, ahli psikologi, ahli gizi klinik, dan spesialis
rehabilitasi medik yang masing-masing berjumlah 1 orang serta 3 dokter anestesi.
Selain itu, RSAJ memiliki 3 apoteker, 20 asisten apoteker, 130 perawat, 39 nonkeperawatan, dan 256 non kesehatan.
3.6

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

3.6.1

Falsafah dan Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Falsafah Instalasi Farmasi RSAJ adalah:

a. Setiap manusia mempunyai citra dan martabat yang unik sebagai ciptaan
Allah
b. Iman, pengharapan, dan cinta kasih sesama merupakan sumber semangat
RSAJ memberdayakan sesama dalam upaya peningkatan pemeliharan dan
pemulihan kesehatan
c. Setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan
wajib ikut serta dalam usaha memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya
d. IFRS Atma Jaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan RSAJ yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan
pasien RSAJ dengan penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat
Tujuan Instalasi Farmasi RSAJ adalah:
a. Pelayanan

Instalasi

Farmasi

RSAJ

dilaksanakan

secara

profesional

berdasarkan standar operasional prosedur kefarmasian dan etika profesi


kefarmasian guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSAJ dalam
bidang obat
b. Pelayanan Instalasi Farmasi RSAJ dilakukan secara optimal dan bermutu,
baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat bagi
penderita rawat inap dan rawat jalan RSAJ
c. Mewujudkan pemakaian obat secara rasional, yang dilaksanakan secara
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

33

langsung dan bertanggung jawab, serta pengawasan obat sesuai dengan


peraturan yang berlaku demi tercapainya kualitas hidup manusia yang
sehat/prima
d. Turut membantu tercapainya program RSAJ sebagai RS Pendidikan
unggul yang memadukan ilmu kefarmasian dengan nilai Kristiani
e. Turut membantu program pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan umumnya dan khususnya mutu pelayanan kesehatan di Instalasi
Farmasi RSAJ

3.6.2

Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Instalasi Farmasi merupakan bagian dari Instalasi Penunjang Medis yang

berada di bawah tanggung jawab Direktur Medis Keperawatan. Instalasi Farmasi


dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi Farmasi dan
Unit Logistik Farmasi.
Farmasi bertanggung jawab terhadap pelayanan perbekalan farmasi untuk
rawat jalan dan rawat inap. Unit Logistik Farmasi bertanggung jawab terhadap
kegiatan penerimaan, penyimpanan, dan distribusi perbekalan farmasi di RSAJ.
Contoh denah farmasi dan gudang RSAJ dapt dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

3.6.3

Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Pemilihan/Seleksi Obat
Pemilihan obat dilakukan berdasarkan pemakaian dan kebutuhan pasien
rawat inap maupun rawat jalan di RSAJ serta rekomendasi dari dokter.

b. Perencanaan Perbekalan Farmasi


Perencanaan berdasarkan kebutuhan pasien RSAJ dilakukan 2 minggu
sekali namun untuk obat generik dilakukan 1 bulan sekali.

c. Pengadaan Perbekalan Farmasi


Pengadaan dilakukan melalui pembelian langsung secara kredit ataupun
tunai dan melalui kegiatan produksi untuk obat yang dapat diproduksi sendiri di
Instalasi Farmasi. Produksi yang dilakukan berupa perubahan bentuk dan produksi
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

34

dari bahan baku.

d. Penerimaan Perbekalan Farmasi


Penerimaan dilakukan oleh unit logistik farmasi. Pada saat penerimaan
dilakukan pemeriksaan kesesuaian jenis, bentuk, jumlah, kadaluarsa, nomor batch,
dan pengecekan dokumen beserta faktur.

e. Penyimpanan Perbekalan Farmasi


Penyimpanan dilakukan di unit logistik farmasi, apotek, dan bangsal.
Penyimpanan dilakukan pada ruangan dengan suhu yang terjaga dan disusun
berdasarkan jenis sediaan dan alphabet. Perbekalan farmasi yang fast moving,
slow moving, dan yang sudah mendekati masa kadaluarsa dipisahkan. Perbekalan
farmasi yang membutuhkan suhu rendah disimpan di dalam lemari pendingin
yang suhunya diperiksa secara rutin.

f. Pendistribusian Perbekalan Farmasi


Sistem distribusi di RSAJ adalah sistem resep individual. Distribusi
dilakukan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap. Rawat jalan dilayani oleh
farmasi, sedangkan rawat inap dilayani oleh perawat di bangsal dan di farmasi.
Untuk pasien KJS atau program Gakin, pendistribusian dilayani oleh farmasi
kepada pendamping atau keluarga pasien yang kemudian diberikan kepada
perawat di bangsal untuk didistribusikan kepada pasien.

g. Pelayanan farmasi dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


Instalasi Farmasi RSAJ melakukan pengkajian resep, dispensing, dan
pengkajian penggunaan obat generik, narkotik, dan psikotropika.

h. Peranan Apoteker di Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Apoteker

di RSAJ berperan sebagai pusat informasi mengenai obat

baik untuk asisten Apoteker maupun untuk pasien. Apoteker juga bertugas dalam
bidang logistik, yaitu dalam mengawasi, merencanakan, dan mengatur kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi serta aktif dalam sub Komite Farmasi dan Terapi
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

35

(KFT) dan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain.

3.6.4

Unit Sterilisasi Sentral (CSSD)

3.6.4.1 Falsafah dan Tujuan CSSD Rumah Sakit Atma Jaya


Falsafah dari CSSD RSAJ adalah memberikan pelayanan yang sebaikbaiknya untuk melayani dan membantu semua unit di RSAJ yang membutuhkan
barang dan alat medik dalam kondisi steril. Tujuan umum pelayanan CSSD RSAJ
adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna
menekan kejadian infeksi di RSAJ. Tujuan khusus pelayanan CSSD RSAJ adalah
:
1. Mengawasi proses sterilisasi
2. Menyediakan alat/bahan steril sesuai kebutuhan
3. Memberikan pelayanan kepada pasien secara menyeluruh
4. Memberikan ketenagaan kerja serta perlindungan bagi petugas RSAJ
5. Mencegah terjadinya infeksi silang baik bagi pasien maupun petugas RSAJ

3.6.4.2 Kebijakan CSSD Rumah Sakit Atma Jaya


RSAJ membuat beberapa kebijakan untuk CSSD agar pelaksanaan
sterilisasi dapat berjalan dengan baik. Kebijakan tersebut antara lain :
1. RSAJ melaksanakan proses sterilisasi yang diselenggarakan secara sentral dan
terkoordinasi

antara sentral

sterilisasi

dengan

unit

pelayanan

yang

memerlukan bahan/barang steril


2. Pelayanan sterilisasi meliputi kegiatan yang memproses semua bahan,
peralatan, dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelayanan medik di
RSAJ, mulai dari perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan,
pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan, dan distribusi untuk
memenuhi kebutuhan RSAJ
3. Pelayanan sterilisasi dilakukan mulai dari tempat yang memerlukan
bahan/barang steril kemudian dilanjutkan ke unit sterilisasi sesuai alur kerja
yang ditetapkan
4. Penanggung

jawab

unit

sterilisasi

adalah

petugas

yang

ditetapkan

berdasar keputusan Direktur RSAJ


Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

36

5. Dalam melaksanakan proses sterilisasi, petugas harus menggunakan


pelindung diri
6. Alat/instrument

bekas

pakai

harus

dibersihkan/didesinfeksi

dan

didekontaminasi terlebih dahulu sebelum disterilkan


7. Desinfektan yang digunakan adalah yang biasa yang digunakan untuk
keperluan RS dengan memperhatikan efektivitas, efisiensi, dan keamanannya
8. Barang yang sudah steril tetapi belum dipergunakan dalam jangka waktu
tertentu harus dilakukan resterilisasi

3.6.4.3 Metode Sterilisasi dan Cakupan Kegiatan


Metode kegiatan sterilisasi yang dilakukan adalah metode panas basah dan
gas etilen oksida. Kegiatan yang dilakukan di CSSD RSAJ adalah pengumpulan
alat,

pencucian

dan

pengeringan,

pengemasan,

penandaan,

sterilisasi,

penyimpanan, dan distribusi.

3.6.5

Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Atma Jaya


Sub Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di RSAJ terbentuk pada bulan

Agustus 2009. Pergantian pengurus dilakukan setiap 4 tahun sekali. Selama


periode 1 Agustus 2009 sampai 30 Juli 2013, KFT RSAJ diketuai oleh seorang
dokter spesialis penyakit dalam dan memiliki 3 orang anggota, yaitu 2 dokter
umum dan 1 apoteker. Tugas dan wewenang KFT RSAJ adalah :
a. Menyusun, merevisi, dan mengusulkan formularium

dan

standar terapi

RSAJ pada Direktur RSAJ


b. Menyeleksi dan memberikan rekomendasi pengadaan obat dan alat kesehatan
RSAJ
c. Bekerja sama dengan Staf Medis Fungsional (SMF), Panitia Mutu
Pelayanan, dan Panitia Nosokomial untuk mengevaluasi penggunaan obat
dan alat kesehatan di RSAJ.

3.6.6

Pelayanan Publik Rumah Sakit Atma Jaya


Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh RSAJ adalah pelayanan

kesehatan terhadap pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS), Keluarga Miskin (Gakin),
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

37

pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), asuransi, dan pasien


pastoral.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1

Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

4.1.1

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya menyediakan pelayanan 24 jam

untuk memenuhi kebutuhan pasien kapanpun mereka membutuhkannya. Sesuai


dengan falsafah dan tujuannya, Instalasi Farmasi RSAJ memberikan pelayanan
yang merata untuk pasien mampu maupun tidak mampu sehingga turut membantu
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Yang menjadi
kekurangan Instalasi Farmasi RSAJ saat ini adalah pelayanan yang masih
mencakup kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan belum melaksanakan
kegiatan farmasi klinik sehingga peran seorang Apoteker secara langsung belum
dirasakan oleh pasien rawat inap.
Sebagai bagian dari RSAJ, instalasi farmasi tidak berdiri sendiri dalam
melakukan

tugas

pelayanannya,

namun bekerja sama dengan tenaga

kesehatan lainnya sehingga tercipta suatu sistem pelayanan yang utuh. Setiap
kegiatan yang berlangsung di Instalasi Farmasi RSAJ dilakukan berdasarkan
prosedur yang berlaku di RSAJ, namun staf farmasi masih kurang lengkap dalam
memberikan informasi kepada pasien. Hal ini mungkin juga disebabkan karena
keterbatasan waktu akibat antrian pasien yang cukup panjang sehingga membuat
kualitas pelayanan di instalasi farmasi, khususnya dalam hal pemberian informasi
obat menjadi kurang memuaskan.
Ditinjau dari segi ruangan, Instalasi Farmasi RSAJ memiliki ruang yang
cukup untuk melakukan pelayanan kefarmasian. Ruangan yang ada terdiri dari
ruang penyimpanan

obat dan alat kesehatan, ruang penyimpanan arsip, ruang

penyimpanan bahan baku, ruang produksi, ruang penyiapan resep, loket


penerimaan dan penghargaan resep, dan ruang pencucian. Namun, bangunan
Instalasi Farmasi RSAJ terpisah jauh dengan gudang sehingga memperlambat
proses distribusi perbekalan. Oleh sebab itu, pada awal pergantian jam kerja setiap
harinya, terdapat petugas yang memiliki tugas untuk mengambil obat dan alat
kesehatan yang persediaannya sudah menipis ke gudang. Hal ini bertujuan untuk
38

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

39

mencegah petugas berulangkali mengambil barang ke gudang terutama saat


pasien sedang ramai sehingga pelayanan terhadap pasien tidak terhambat.
Hal lain yang perlu diperhatikan pada Instalasi Farmasi RSAJ adalah
masalah perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi karena masih banyaknya
obat yang kosong dan perhitungan stok yang masih belum memadai yang
menyebabkan setiap hari dilakukan pembelian yang mendadak, baik itu
pembelian ke PBF ataupun ke apotek daerah sekitar demi mencukupi kebutuhan
pasien. Hal ini disebabkan karena belum adanya sistem komputerisasi dalam
pendataan stok sehingga staf kesulitan dalam menghitung stok dan hasilnya
kurang akurat. Pembelian mendadak ini juga sering dilakukan karena adanya
resep nonformularium yang tidak diizinkan untuk diganti oleh dokter penulis.
Untuk itu, saat ini Instalasi Farmasi RSAJ sedang membuat data stok
minimum dan stok maksimum dan sudah mulai diterapkan perencanaan dan
pengadaan menurut data tersebut. Selanjutnya juga akan diterapkan sistem
komputerisasi yang lebih baik yang saat ini sedang dirancang sehingga staf tidak
perlu menghitung stok secara manual. Dengan begitu diharapkan obat tidak akan
menumpuk atau kosong. Selain itu, terdapat beberapa kejadian ketidaksesuaian
harga di sistem komputer instalasi farmasi dengan daftar harga yang dimiliki
bagian pembelian. Hal ini terjadi karena harga pada sistem computer belum di
update oleh staf di bagian pembelian.
Proses penerimaan barang yang dibeli terjadi di gudang. Petugas gudang
akan meminta faktur dari petugas pengantar barang, lalu dicocokan dengan faktur
yang ada di gudang. Setelah itu, petugas gudang akan memeriksa nama, sediaan,
dosis, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Jika sudah tepat, faktur
ditandatangani dan barang langsung disimpan. Pembayaran akan dilaksanakan
oleh bagian pembelian yaitu kasir.

Untuk produk baru, yaitu produk yang

sebelumnya belum pernah dilakukan pembelian, maka pihak RSAJ akan meminta
Certificate of Analysis produk jadi dan bahan baku, Material Safety Data Sheet,
sertifikat CPOB, bukti registrasi, dan izin usaha dari pabrik penghasil produk serta
daftar harga dari produk tersebut. Selain itu juga diminta contoh produk dan
kelengkapan informasi, misalnya brosur, uji bioavailabilitas/bioekuivalensi,
dan uji klinik. Pihak dari pabrik juga diminta untuk menjelaskan khasiat,
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

40

kelebihan, dan kekurangan dari produk tersebut secara lisan (datang ke RSAJ).
Pihak pabrik harus mendapat persetujuan dari user RSAJ sebanyak minimal 3
orang, yaitu calon pemakai produk tersebut, bahwa produk tersebut disetujui
untuk digunakan di RSAJ. Jika semua persyaratan tersebut sudah lengkap, maka
rencana pembelian produk baru tersebut akan dibawa ke rapat PFT. Setelah
disetujui, produk tersebut akan dibeli melalui PBF yang ditunjuk oleh pabrik
tersebut.
Penyusunan perbekalan farmasi di instalasi sudah cukup baik. Setiap obat
diletakkan dalam kotak kecil dan disusun pada rak obat yang tidak terlalu tinggi
sehingga tidak menyulitkan pekerja dalam mengambilnya serta disusun berdasar
alfabet. Obat fast moving juga diletakkan di tempat yang dekat dengan jangkauan
sehingga mempercepat pengambilan. Obat yang sudah mendekati kadaluarsa
diberi tanda untuk digunakan terlebih dahulu dan disosialisasikan ke tenaga
kesehatan lainnya. Di setiap jenis obat terdapat kartu stok yang akan diisi setiap
kali ada obat yang masuk atau keluar. Suhu penyimpanan di lemari pendingin
selalu diperiksa setiapa hari pada waktu yang sama untuk memastikan bahwa suhu
lemari pendingin tetap stabil. Penempatan

perbekalan juga dipisahkan

berdasarkan sediaan, yaitu padat, cair, semi padat, dan injeksi.


Pada penyimpanan alat kesehatan, penyusunan masih belum teratur dan
tidak alfabetis. Penyusunan lebih cenderung berdasarkan ukuran alat kesehatan
tersebut dan dalam 1 rak terdapat 2 lapis perbekalan sehingga perbekalan yang
ada di lapis belakang tidak terlihat namanya. Hal ini mempersulit bagi pekerja
baru dalam mencari alat kesehatan yang dibutuhkan. Untuk penyusunan sediaan
infus juga tidak dilakukan berdasar alfabet dan diletakkan di tempat yang acak.
Ada yang terletak di ruangan khusus infus, ada yang diletakan di rak sediaan
padat bagian bawah. Hal ini disebabkan karena tidak cukupnya ruangan untuk
menyimpan sediaan infus.
Penyimpanan obat di depo dilakukan dengan sangat sederhana. Obat yang
didistribusikan ke depo adalah obat untuk gawat darurat dan obat yang sering
digunakan di kamar inap dan kamar bedah, seperti infus, injeksi, dan alat
kesehatan. Penyimpanan dilakukan dalam lemari dan disusun secara alfabetis.
Depo di RSAJ berjumlah sembilan ruangan, yaitu depo ruangan rawat inap Soka,
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

41

Cempaka, Melati, Mawar, Djaja Sapoetra, kamar bedah, hemodialisa, ruangan


diagnosis dan Instalasi Gawat Darurat. Setiap hari petugas instalasi datang
keliling depo untuk memeriksa stok narkotik/psikotropik, yaitu dicatat jumlah
pengeluaran dan keterangan pasien pengguna (nama dan alamat).
Sistem distribusi dilakukan untuk melayani permintaan dari instalasi ke
gudang dan dari depo ke instalasi. Distribusi ke depo dilakukan dengan
menggunakan lembar Bon Permintaan Obat (BPO) dari depo ke instalasi.
Setelah BPO masuk ke instalasi, petugas instalasi akan menyiapkan perbekalan
yang diminta ke dalam kereta dorong. Petugas depo akan datang untuk mengambil
dan memeriksa perbekalan di kereta dorong tersebut. Setelah diperiksa dan tidak
ada masalah, maka BPO akan ditandatangani oleh petugas instalasi yang
menyiapkan dan petugas depo yang meminta perbekalan tersebut. Begitu juga
dengan distribusi dari gudang ke instalasi.
Sistem distribusi yang diterapkan sudah cukup baik namun dalam
pelaksanaannya masih banyak kekurangan. Permintaan dari depo ke instalasi
seharusnya dilakukan 3 hari sekali, namun pada kenyataannya permintaan terjadi
setiap hari. Begitu juga dengan permintaan dari instalasi ke gudang
yang seharusnya 3 hari sekali, dilakukan setiap hari. Hal ini disebabkan oleh
jumlah obat dan alat kesehatan yang sudah tinggal sedikit sehingga diperlukan
pengambilan ke gudang.
Farmasi RSAJ telah membuat pedoman jumlah stok maksimum dan
minimum, yaitu pedoman yang berisi daftar perbekalan farmasi RSAJ beserta
dengan jumlah maksimum dan jumlah minimum yang boleh tersedia. Jika jumlah
stok sudah mencapai minimum, maka akan dilakukan pembelian sejumlah sekian
sehingga perbekalan tersebut akan mencapai jumlah maksimumnya. Pedoman ini
terdiri dari dua jenis, yaitu pedoman untuk gudang dan apotek. Pedoman
untuk gudang digunakan dalam penulisan defecta pembelian, sedangkan pedoman
untuk apotek digunakan dalam penulisan lembar permintaan perbekalan ke
gudang. Dengan begitu diharapkan perbekalan farmasi di RSAJ tidak akan
kelebihan atau kekurangan. Namun kenyataannya jumlah yang dibeli dan jumlah
yang diminta ke gudang tidak berdasarkan pedoman jumlah stok maksimum
dan minimum sehingga obat terkadang menumpuk atau habis.
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

42

Kegiatan produksi di instalasi farmasi dilakukan dalam bentuk melayani


resep racikan, membuat stok obat racikan, dan pengemasan ulang. Kegiatan ini
dilakukan oleh juru resep dengan perhitungan bahan dilakukan oleh asisten
apoteker. Pelayanan resep racikan dilakukan untuk racikan solid, semisolid,
maupun likuid. Kegiatan produksi lainnya adalah pengemasan ulang, yaitu
pengemasan alkohol 70%, betadin, H2O2, dan sebagainya ke dalam botol 100 dan
200 ml.
Proses produksi resep racikan dilakukan dengan cukup baik. Lumpang dan
alu dibersihkan setiap kali selesai membuat resep dengan menggunakan alkohol
70%. Pembungkus puyer menggunakan kemasan jadi yang tidak perlu dilipat
sehingga mempercepat pelayanan, tetapi untuk puyer yang jumlahnya sedikit
tetap digunakan kertas perkamen. Pengisian kapsul juga menggunakan alat bantu
sehingga tidak repot mengisi kapsul satu per satu.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di farmasi RSAJ belum lengkap
dilakukan. Laporan yang dibuat adalah laporan jumlah resep karyawan, laporan
penggunaan generik/paten, penggunaan psikotropik/narkotik, laporan prosentase
resep yang masuk ke instalasi, laporan jumlah resep yang dikeluarkan tiap poli,
laporan

pengeluaran/pemasukan

gakin/KJS/SKTM/asuransi.

obat,

laporan

jumlah

resep

Laporan yang belum dibuat adalah laporan

penggunaan antibiotik, laporan kepatuhan terhadap formularium, laporan


penggunaan obat terbesar, dan laporan Drug Related Problem (DRP) yang
sebenarnya merupakan laporan yang cukup penting. Laporan keuangan tidak
dilakukan oleh farmasi karena semua kegiatan keuangan dikendalikan oleh bidang
keuangan RSAJ.

4.1.2

Unit Logistik Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Logistik farmasi RSAJ merupakan gudang penyimpanan perbekalan

farmasi yang terletak terpisah cukup jauh dari instalasi sehingga cukup
memperlambat distribusi dari perbekalan tersebut. Penyimpanan perbekalan
farmasi berupa obat dan cairan infus telah berjalan dengan baik. Perbekalan
farmasi tersebut diletakkan di atas palet atau di dalam lemari/rak dan tersusun
secara alfabetis serta bentuk sediaan. Penyusunan dan pengelompokkan obat
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

43

yang rapih dan tertata sangat memudahkan penyiapan pendistribusian obat dan
cairan infus setiap harinya. Perbekalan farmasi yang membutuhkan suhu rendah
juga telah disimpan dengan baik pada lemari pendingin yang suhunya diperiksa
dengan rutin sehingga menjamin kondisi obat tetap stabil dalam penyimpanan
Penyimpanan obat golongan narkotik dan psikotropik dipisahkan pada
lemari khusus. Lemari narkotika memiliki kunci yang dipegang oleh petugas,
sedangkan lemari psikotropika memiliki kunci digital. Obat-obat golongan ini
juga tersusun rapi secara alfabetis dan memiliki kartu stok tepat di samping
persedian obat. Kondisi penyimpanan ini akan menjamin keamanan penggunaan
narkotik dan psikotropik serta memudahkan pemantauan perputaran obat.
Perbekalan farmasi yang fast moving, slow moving, dan yang sudah
mendekati masa kadaluarsa tidak dipisahkan dari perbekalan lainnya. Perbekalan
farmasi yang telah mendekati masa kadaluarsa hanya diberikan tanda dengan
warna mencolok namun tidak dipisahkan kecuali barang tersebut memang sudah
kadaluarsa.
Penyimpanan dan penyusunan perbekalan farmasi berupa alat-alat
kesehatan kurang baik dilakukan karena penyusunan yang kurang tertata secara
alfabetis. Hal ini memperlambat penyiapan distribusi alat kesehatan serta dapat
mempersulit pengawasan perputaran alat kesehatan. Hal ini mungkin disebabkan
karena keterbatasan ruangan tempat penyimpanan alat kesehatan yang kurang
memungkinkan untuk dilakukan penyusunan alfabetis yang teratur.
Proses pengadaan dimulai dengan perencanaan melalui penyusunan
defekta yang kemudian diajukan ke bagian pengadaan dan disetujui oleh direktur
medis atau direktur keuangan. Setelah memperoleh persetujuan, dilakukan
pembuatan Purchase Order (PO) oleh bagian pengadaan yang akan dikirim ke
distributor untuk pembelian perbekalan farmasi. Seringkali terdapat kendala
dalam tahapan perencanaan karena logistik farmasi RSAJ belum memiliki nilai
minimum dan maksimum pembelian produk yang umumnya dipakai dalam
pertimbangan perencanaan pemesanan. Hal ini yang menyebabkan sering
terjadinya penumpukkan barang hingga kadaluarsa akibat pemesanan yang
berlebihan namun juga sering terjadi kekosongan obat karena penggunaan
perputaran obat yang cepat namun tidak diimbangi dengan kecepatan pemesanan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

44

Nilai maksimum digunakan sebagai batas pembelian barang. Saat stok


menyentuh nilai maksimum tidak akan dilakukan pembelian sehingga
penumpukan barang tidak terjadi. Sebaliknya saat stok menyentuh nilai minimum
harus segera dilakukan pemesanan barang. Pengadaan obat dan alat kesehatan di
RSAJ sedang diusahakan untuk dilakukan setiap dua minggu sekali. Penggunaan
nilai minimum dan maksimum akan mempermudah perencanaan pemesanan
barang dua minggu sekali.

4.1.3 Peran Apoteker di Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya


Rumah Sakit Atma Jaya memiliki 3 orang apoteker. Seorang apoteker
menjabat sebagai kepala instalasi farmasi. Seorang apoteker berada di instalasi
farmasi dan satu orang bertanggung jawab di depo apotek Poli Spesialis dan Poli
Umum (PSPU) RSAJ. Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi untuk
rumah sakit dilakukan oleh pertimbangan kepala instalasi farmasi yang bekerja
sama dengan kepala logistik farmasi.
Apoteker instalasi farmasi maupun depo apotek PSPU tidak melakukan
peran dalam penyimpanan obat, perencanaan, dan pengadaan untuk kebutuhan
namun menjalankan perannya sebagai pusat informasi obat dengan baik kepada
pasien, asisten apoteker, dan perawat namun jarang kepada dokter. Pemberian
informasi obat kepada pasien diberikan pada saat penyerahan obat. Apoteker di
depo apotek PSPU memberikan informasi obat dengan lengkap dan jelas kepada
pasien sedangkan pada instalasi farmasi dilakukan dengan cepat dan singkat
sehingga terkadang terkesan terburu-buru dan tidak lengkap. Hal ini disebabkan
karena beban pelayanan kepada pasien yang cukup besar serta keterbatasan
waktu.
Apoteker yang berperan dalam PFT adalah apoteker yang menjabat
sebagai kepala instalasi farmasi. Peran apoteker terlihat pada keaktifan dalam
PFT yang telah merevisi formularium dan menghasilkan formularium periode
2011-2014. Pelaksanaan farmasi klinik berupa konseling

dan keikutsertaan

Apoteker dalam ronde (visite) telah direncanakan namun prosedur dan waktu
pelaksanaannya masih belum ditetapkan.

Pekerjaan manajerial dari apoteker

RSAJ adalah mengatur dan memberikan pengawasan terhadap kinerja asisten


Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

45

apoteker dalam pelayanan kefarmasian.

4.2

Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Atma Jaya


PFT RSAJ baru berdiri pada tahun 2009, sehingga termasuk masih baru.

Kegiatan utama
formularium

dari

PFT

yang

paling

mononjol

adalah

merevisi

rumah sakit. Formularium yang saat ini digunakan adalah

formularium tahun 2011.


4.3

Pelayanan Publik Rumah Sakit Atma Jaya


Sesuai dengan visi dan misinya, RSAJ memberikan pelayanan sosial

kepada masyarakat,

termasuk

masyarakat

asuransi. Bagi pasien Gakin, persyaratannya

miskin,
adalah

tidak

mampu,

dengan

dan

memenuhi

kelengkapan data yang diperlukan berupa fotokopi kartu gakin, resep, KTP,
Kartu Keluarga, dan surat pengajuan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga
Miskin (JPK Gakin) serta lampiran surat pengantar kredit yang diperoleh dari
loket administrasi. Selain pelayanan terhadap Gakin, sejalan dengan program
pemerintah DKI Jakarta yaitu Kartu Jakarta Sehat (KJS), RSAJ menjadi salah satu
rumah sakit yang bertugas memberikan pelayanan KJS pada pasien tidak mampu.
Bagi pasien KJS, persyaratan yang harus dilengkapi adalah fotokopi KTP DKI
Jakarta, Kartu Keluarga, Surat Rujukan dari Puskesmas, dan surat pengantar
kredit yang diperoleh dari bagian administrasi.
Biaya pengobatan pasien tidak mampu akan ditanggung oleh pemerintah,
kemudian RSAJ akan menagih biaya tersebut dengan memberikan fotokopi resep
pasien dan bukti surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh pasien.
Pengobatan pada masyarakat miskin dan tidak mampu menggunakan obat
generik dan jika tidak ada generiknya barulah diberi obat nama dagang.
Begitu juga dengan pasien asuransi, namun untuk pasien asuransi ini ketentuan
berlaku sesuai dengan perjanjian antara RSAJ dengan perusahaan masing-masing.
Pasien tidak mampu akan mendapatkan pelayanan gratis dan bebas biaya obat
dengan anggaran Rp. 500.000,- per hari. Jika melebihi itu, diperlukan persetujuan
dari Direktur RSAJ. Pasien tidak mampu mendapat keringanan 50% dari biaya
perawatan atau pemeriksaan medisnya namun tidak diberi keringanan untuk obatUniversitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

46

obatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya melaksanakan kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi pemilihan,

perencanaan,

pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan, distribusi, pencatatan dan


pelaporan, penghapusan, perbekalan kesehatan serta kegiatan

pelayanan

kefarmasian (farmasi klinik), yaitu Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan


skrining resep.
b.

Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Atma Jaya adalah dalam bidang pengelolaan perbekalan farmasi dan
masih belum optimal dalam pelayanan farmasi klinik.

5.2. Saran
a. Pelayanan kefarmasian di RSAJ perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam
bidang farmasi klinik demi memaksimalkan kualitas pelayanan dan
sasaran terapi bagi pasien sehingga untuk itu diperlukan tenaga apoteker yang
lebih banyak lagi sesuai dengan beban kerja yang dimiliki.
b. Perlu dilakukan pengembangan kualitas sumber daya tenaga kefarmasian
seperti memberikan pelatihan/training/studi banding/seminar (khususnya
pelatihan pemberian informasi untuk asisten apoteker) sehingga kualitas
pelayanan kefarmasian dapat ditingkatkan.
c. Perlu diadakan komite khusus untuk menjalankan peran seperti PFT yang
merupakan media komunikasi antara dokter, apoteker, perawat, dan tenaga
kesehatan lainnya dalam menentukan kebijakan dan melakukan monitoring
dan evaluasi sehingga semua profesi kesehatan mempunyai persepsi yang
sama dalam upaya pelayanan kesehatan
d. Perlu dilakukan pengawasan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional
dalam setiap kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan sehingga
terlaksana pelayanan yang bermutu dan seragam
e. Perlunya penetapan batas nilai maksimum dan nilai minimum stok yang
berperan dalam perencanaan dan pengadaaan perbekalan farmasi sehingga
tidak

terjadi

kekosongan
47

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

perbekalan

farmasi

Universitas Indonesia

48

yang menghambat pelayanan serta merugikan rumah sakit.


f. Perlu peningkatan kerja sama antara farmasi dengan bidang lain, seperti
bagian teknologi informatika, pembelian, keuangan, dan profesi-profesi
kesehatan lain agar tercipta pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan
baik, misalnya peningkatan kerja sama dalam proses pengadaan sehingga
proses tersebut berjalan dengan lebih efisien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

DAFTAR ACUAN
Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia
No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jakarta.
Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia
No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2009c). Undang-Undang Republik No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan & Japan International
Cooperation Agency. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi
di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan. (2010). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1197/Menkes/SK/2204 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central
Sterile Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta.
Siregar, Charles.J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

49

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

51

Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

52

Lampiran 2. Struktur Organisasi Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

53

Lampiran 3. Denah Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

54

Lampiran 4. Denah Farmasi Poli Spesialis Pribadi dan Umum Rumah Sakit
Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

55

Lampiran 5. Denah Logistik Farmasi Rumah Sakit Atma Jaya

KETERANGAN:
AA AD : ALKES
AE
:
ANTISEPTIK
AF AI : ALKES
AJ
: INJEKSI
AK AM : ALKES

AN
: BLADE DAN
BENANG
AO AS : INJEKSI
AT AU : SALEP &
CENDO
AV AW : SYRUP
AX BB : TABLET

BC
:
PSIKOTROPIKA
BD BG : INFUS
BH BI : NARKOTIKA
BJ BK : COLD CHAIN
BL
: KONSINYASI,
ALAT GIGI,
BAHAN
BAKU
BM
: DONASI, B3,
CSSD

: PENCATATAN
SUHU
(DILAKUKAN
PADA PUKUL
08.00 & 15.00)

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

56

Lampiran 6. Formulir Daftar Pemberian Obat Pasien Rawat Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

57

Lampiran 7. Formulir Pemakaian Obat dan Alat Kesehatan Pasien Rawat


Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

58

Lampiran 8. Formulir Pesanan Pasien Pulang

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

59

Lampiran 9. Contoh Resep Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

60

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

61

Lampiran 10. Contoh Copy Resep Rumah Sakit Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

62

Lampiran 11. Lembar Evaluasi Kualitas Pelayanan Instalasi Farmasi RS


Atma Jaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

63

Lampiran 12. Lembar Evaluasi Kualitas Fasilitas Instalasi Farmasi RS


Atmajaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

64

Lampiran 13. Contoh Surat Pesanan Narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

65

Lampiran 14. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS INTERAKSI OBAT INDEKS TERAPI SEMPIT


PADA PERESEPAN DI POLI SPESIALIS PRIBADI DAN
UMUM RUMAH SAKIT ATMA JAYA
PERIODE FEBRUARI - APRIL2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ATMA JAYA

MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm.


1206313343

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1. Interaksi Obat ......................................................................................... 3
2.2. Obat Indeks Terapi Sempit .................................................................... 6
BAB 3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6

METODOLOGI PENGKAJIAN ........................................................


Jenis Pengkajian ......................................................................................
Waktu dan Tempat Pengkajian ............................................................
Batasan Masalah.....................................................................................
Kriteria Sampel ......................................................................................
Prosedur Penelitian.................................................................................
Pengolahan Data.....................................................................................

8
8
8
8
8
9
9

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10


4.1 Peresepan Obat dengan Indeks Terapi Sempit Bulan Februari sampai
April 2013 2013 ....................................................................................... 10
4.2 Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat Penyertanya ............. 13
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 16
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 16
5.2 Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 18

ii

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6

Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Februari
2013 ............................................................................................. 10
Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Maret
2013 ............................................................................................. 11
Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan April
2013 ............................................................................................. 11
Diagram Persentase Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan
Februari-April 2013 ..................................................................... 12
Diagram Persentase Spesialisasi Dokter yang Meresepkan Obat
Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Februari-April 2013 .............. 13
Diagram Tiga Persentase Tertinggi Interaksi Obat Indeks Terapi
Sempit Pada Bulan Februari-April 2013 ..................................... 14

iii

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Daftar Obat Indeks Terapi Sempit .............................................. .. 20
Lampiran 2 Jumlah Kombinasi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat
Penyertanya selama Bulan Februari-April 2013 .......................... 21
Lampiran 3. Daftar Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit ................................. 24
Lampiran 4. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bula Ferbruari
2013 .............................................................................................. 28
Lampiran 5. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Maret
2013 .............................................................................................. 35
Lampiran 6. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan April
2013 ............................................................................................. 43

iv

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dalam praktek pengobatan biasanya pasien menerima resep dari dokter

yang memuat lebih dari dua macam obat. Kebiasaan pasien untuk berobat ke
beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan kebiasaan beberapa orang untuk
mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli di took-toko obat
secara bebas akan meningkatkan kemungkinan interaksi obat. Peristiwa interaksi
obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau lebih.
Interaksi dapat menghasilkan efek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga
dapat menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan. Meningkatnya
kejadian interaksi obat dengan efek yang tidak diinginkan adalah akibat makin
banyaknya

dan

makin

seringnya

penggunaan

apa

yang

dinamakan

Polypharmacy" atau Multiple Drug Therapy.


Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi. Pengobatan dengan beberapa
obat sekaligus (Poifarmasi) yang menjadi kebiasaan para dokter memudahkan
terjadinya interaksi obat.
Interaksi obat didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi ketika efek
farmakodinamik dan farmakokinetik dari suatu obat berubah karena adanya
pemberian obat yang lain (Tatro, 2006).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik
(Setiawati, 2007). Obat-obat dengan indeks terapi sempit sangat diharapkan selalu
berada dalam konsentrasi yang seharusnya di dalam peredaran darah agar dicapai
efek yang diharapkan. Adanya obat lain yang disertakan dalam pemberian obat1

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

obatan dengan indeks terapi sempit seringkali mengganggu konsentrasi obat


tersebut dalam darah sehingga dihasilkan efek yang kurang adekuat atau bahkan
menimbulkan munculnya efek toksik yang membahayakan pasien. Begitu juga
yang terjadi di Rumah Sakit Atma Jaya. Untuk mencegah terjadinya interaksi
yang merugikan antara obat indeks terapi sempit dengan obat penyertanya,
dilakukanlah pengkajian terhadap resep-resep Poli Spesialis Umum dan Pribadi
dari bulan Februari sampai dengan April 2013. Melalui pengkajian ini, diharapkan
untuk ke depannya interaksi-interaksi yang merugikan tersbut dapat dihindari
sehingga pasien dapat memperoleh pengobatan yang maksimal dengan efek
samping minimal.

1.2

Tujuan

a. Mengevaluasi frekuensi peresepan obat indeks terapi sempit berdasarkan


jumlah, jenis, dan spesialisasi dokter.
b. Mengevaluasi interaksi obat indeks terapi sempit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Interaksi Obat

2.1.2

Pengertian Interaksi Obat


Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau

dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu
obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau
kurang aktif.
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain,
obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.
Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan
yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang
lainnya (Stockley, 2008).
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat (Tatro, 2006) yaitu:
a. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau
diubah oleh obat lain
b. Obat presipitan (precipitant drug), yakni obat yang mempengaruhi atau
mengubah aksi atau efek obat lain.

2.1.2

Jenis-jenis Interaksi Obat


Berdasarkan mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat dibedakan

menjadi 3 mekanisme yaitu:


2.1.2.1 Interaksi Farmasetik
Interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat di berikan) antara obat yang
tidak bisa di campur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan
terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi, yang hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin
juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (Setiawati, 2003).

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

2.1.2.2 Interaksi farmakokinetik


Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua
meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan
efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke
obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimiaya
mirip, karena antar obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang
menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya (Setiawati, 2003).
a. Interaksi proses absorpsi
Interaksi ini dapat terjadi akibat perubahan harga PH obat pertama. Pengaruh
absorpsi suatu obat mungkin terjadi akibat pengurangan waktu huni dalam saluran
cerna atau akibat pembentukan kompleks.

b. Interaksi proses distribusi


Jika dalam darah pada saat yang sama terdapat tempat ikatan pada protein
plasma. Persaingan terhadap ikatan protein merupakan proses yang sering yang
sesungguhnya hanya baru relevan jika obat mempunyai ikatan protein yang tinggi,
lebar, terapi rendah dan volume distribusi relatif kecil. Kompetisi untuk ikatan dalam
jaringan terjadi misalnya antara digoxin dan kuinidin dengan akibat peningkatan
kadar plasma digoxin (Setiawati, 2003).

c. Interaksi pada proses metabolisme


Interaksi dalam metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yakni
pemacu enzim atau penghambat enzim. Suatu obat presipitan dapat memacu
metabolisme obat lain (obat objek) sehingga mempercepat eliminasinya (Suryawati,
1995).

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

d. Interaksi pada proses eliminasi


Interaksi pada proses eliminasi melaui ginjal dapat tejadi akibat perubahan pH
dalam urin atau karena persaingan tempat ikatan pada sistem tranformasi yang
berfungsi untuk ekskresi.

2.1.2.3 Interaksi Farmakodinamik


Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai
khasiat atau efek samping yang berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh kompetisi
pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologik yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diperkirakan dari pengetahuan
tentang farmakologi obatobatan yang berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang
terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat-obat sejenisnya. Interaksi ini
terjadi dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapat obatobat yang berinteraksi. Efek yang terjadi pada interaksi farmakodinamik yaitu
(Stockley, 2008) :
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan
bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika
diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya
ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan.
Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas,
nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT).

b. Interaksi antagonis atau berlawanan


Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan
yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu
pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan
vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin
dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan
antikoagulan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

2.1.2

Faktor Resiko Interaksi Obat


Efek dan keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien yang

satu dengan yang lain. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien
terhadap interaksi obat. Pasien yang rentan terhadap interaksi obat antara lain:

2.2

Pasien lanjut usia

Pasien yang minum lebih dari satu macam obat

Pasien yang mempunyai ganguan fungsi hati dan ginjal

Pasien dengan penyakit akut

Pasien dengan penyakit yang tidak stabil

Pasien yang mempunyai karakteristik genetik tertentu

Pasien yang dirawat lebih dari satu dokter

Obat Indeks Terapi Sempit


Indeks terapi atau atau batas keamanan obat (Margin of Safety) adalah

hubungan antara dosis terapi dan dosis obat yang menimbulkan efek toksik. Indeks
terapi hanya berlaku untuk satu efek terapi, maka obat yang mempunyai beberapa
efek terapi juga mempunyai beberapa indeks terapi. Misalnya aspirin, indeks
terapinya sebagai analgesic lebih besar dibandingkan dengan indeks terapinya sebagai
anti reumatik, karena dosis anti reumatik lebih bear daripada dosis analgesik
(Setiawati, A., Suyatna, F.D., dan Gan, S., 2007).
Obat yang memiliki indeks terapi sempit harus diberikan dengan dosis yang
tepat. Jika terlalu terlalu rendah mungkin tidak akan efektif menghasilkan efek terapi
seperti yang diharapkan, namun jika terlalu tinggi cenderung menghasilkan efek
toksik. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan perencanaan dan individualisasi dosis
untuk setiap pasien, sehingga dapat mencapai target yang diinginkan. Selain itu perlu
juga dilakukan pengamatan terhadap pasien dan jika perlu pemantauan konsentrasi
serum pada interval yang tepat. Pemantauan interval ini harus cukup sering dilakukan
sehingga kita dapat mengevaluasi pasien ketika ada perubahan kecil saat pengamatan,
sehingga jika toksisitas muncul, segera dapat dideteksi dalam tahap awal
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

perkembangannya untuk menghindari terjadinya toksisitas yang lebih parah dan lebih
berbahaya (Jelliffe, R. W., et al., 2003).

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Jenis Pengkajian


Penelitian

ini

merupakan

pengkajian

secara

retrospektif

yang

menggunakan data peresepan pada Bulan Februari April 2013. Data yang
diambil adalah obat indeks terapi sempit beserta dengan obat penyertanya.
Kemudian dicari interaksi yang mungkin akan muncul antara obat penyerta
dengan obat yang memiliki indeks terapi sempit yang ada di dalam resep tersebut.

3.2 Waktu dan Tempat Pengkajian


Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 Mei 24 Mei 2013 yang bertempat
di Poli Spesialis Pribadi dan Umum Rumah Sakit Atma Jaya.

3.3

Batasan Masalah
Data yang memenuhi syarat adalah data obat indeks terapi sempit yang

diresepkan oleh dokter di Poli Spesialis Umum dan Pribadi Rumah Sakit Atma
Jaya pada Hari Senin sampai Sabtu selama Bulan Februari, Maret, dan April 2013.

3.4

Kriteria Sampel

a. Resep yang masuk kriteria penelitian ini adalah semua resep di Poli Spesialis
Umum dan Pribadi, baik melalui pembayaran tunai, asuransi, maupun resep
karyawan.
b. Kelengkapan resep yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini adalah kop
resep RSAJ, nama pasien, usia pasien, nama dokter, tanggal penulisan resep,
memiliki struk pembayaran, dan diberikan oleh pasien yang memiliki kartu
berobat.
c. Obat yang didata dan dianalisis merupakan obat dengan senyawa aktif yang
memiliki indeks terapi sempit, baik sebagai obat jadi maupun obat racikan.
d. Resep yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini adalah resep rawat jalan di
Poli Spesialis Pribadi dan Umum serta tidak dibedakan antara pasien dan
karyawan.
8

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

3.5

Prosedur Penelitian

a. Melakukan skrining terhadap resep Bulan Februari, Maret, dan April 2013
untuk mendata obat indeks terapi sempit yang diresepkan.
b. Melakukan pencatatan nomor resep, spesialisasi dokter pembuat resep, usia,
berat badan, dan tinggi badan pasien, senyawa aktif obat yang diresepkan
beserta obat penyerta lainnya dan jumlah resep total per hari.

3.6

Pengolahan Data

a. Menghitung persentase jumlah dan frekuensi jenis obat indeks terapi sempit
yang diresepkan dibandingkan dengan total obat indeks terapi sempit yang
diresepkan selama satu bulan dan menyajikannya dalam diagram.
b. Menghitung persentase spesialisasi dokter yang meresepkan obat indeks terapi
sempit dibandingkan dengan total dokter yang meresepkan obat indeks terapi
sempit dan menyajikannya dalam diagram.
c. Pengkajian interaksi antara obat dengan indeks terapi sempit dengan obat
penyertanya dalam satu resep dengan menggunakan program The Medical
Letters Adverse Drug Interactions Program, lalu menentukan interaksi
terbamyak yang muncul dalam sebulan dan menyajikannya dalam diagram.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1

Peresepan Obat Indeks Terapi Sempit Bulan Februari sampai April


2013

4.1.1

Jumlah Resep Obat Indeks Terapi Sempit Bulan Februari sampai April
2013
Pada bulan Februari 2013, Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)

menerima 574 lembar resep. Diantaranya terdapat 19 lembar resep yang


mengandung obat interaksi sempit atau dengan kata lain, persentase resep obat
interaksi sempit pada bulan Februari 2013 adalah sebesar 3,31%. Jumlah resep
terbanyak terjadi pada tanggal 11 dan 25 Februari, yaitu sebanyak 3 lembar resep.
Di bawah ini akan ditampilkan diagram jumlah resep obat indeks terapi sempit per
hari pada bulan Februari 2013.

Jumlah Resep Indeks Terapi Sempit per Hari


Jumlah Resep

4
3
2
1
0
1

11

14

15

16

18

20

25

Tanggal

Gambar 4.1 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Februari
2013

Pada bulan Maret 2013, Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
menerima 580 lembar resep. Diantaranya terdapat 16 lembar resep yang
mengandung obat interaksi sempit atau dengan kata lain, persentase resep obat
interaksi sempit pada bulan Maret 2013 adalah sebesar 2,76 %. Jumlah resep
terbanyak terjadi pada tanggal 27 Maret, yaitu sebanyak 4 lembar resep. Di bawah

10

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

11

ini akan ditampilkan diagram jumlah resep obat indeks terapi sempit per hari pada
bulan Maret 2013.

Jumlah Resep Indeks Terapi Sempit per Hari


Jumlah Resep

5
4
3
2
1
0
1

13

15

18

22

27

Tanggal

Gambar 4.2 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan Maret 2013

Pada bulan April 2013, Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
menerima 590 lembar resep. Diantaranya terdapat 11 lembar resep yang
mengandung obat interaksi sempit atau dengan kata lain, persentase resep obat
interaksi sempit pada bulan April 2013 adalah sebesar 1,86 %. Jumlah resep
terbanyak terjadi pada tanggal 23 April, yaitu sebanyak 2 lembar resep. Di bawah
ini akan ditampilkan diagram jumlah resep obat indeks terapi sempit per hari pada
bulan April 2013.

Jumlah Resep Indeks Terapi Sempit per Hari

Jumlah Resep

2.5
2
1.5
1
0.5
0
1

15

17

19

23

29

Tanggal

Gambar 4.3 Jumlah Obat Indeks Terapi Sempit per Hari Pada bulan April 2013
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

12

4.1.2 Obat Indeks Terapi Sempit yang Paling Banyak Diresepkan Bulan
Februari-April 2013
Di bawah ini akan ditampilkan persentase obat indeks terapi sempit yang
diresepkan dokter di Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU) selam bulan
Februari sampai dengan April 2013.

Clindamycin
Aminophilline
2%
4%
Carbamazepine
2%
Digoxin

Mikrofenolat
Mofetil
2%

9%
Natrium
Fenitoin
13%
Theophylline
68%

Persentase Obat Indeks Terapi Sempit


Gambar 4.4 Diagram Persentase Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan
Februari-April 2013

Dari diagram di atas, diketahui bahwa persentase tiga obat indeks terapi
sempit yang tertinggi selama bulan Februari sampai April adalah Theophylline,
yaitu sebesar 68%, Natrium Fenitoin 13 % dan Digoxin 9%. Selama bulan
Februari samapi April 2013, Aminophylline, Carbamezepin, Clindamycin, dan
Mikrofenolat Mofetil hanya muncul sebanyak masing-masing 4%, 2%, 2%, dan
2%.

4.1.3

Spesialisasi Dokter Yang Sering Meresepkan Obat Indeks Terapi Sempit


pada Bulan Februari-April 2013
Di bawah ini akan ditampilkan persentase spesialisasi dokter yang sering

meresepkan obat indeks terapi sempit di Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU)
selama bulan Februari sampai dengan April 2013.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

13

Anak
Penyakit 2%
Dalam
7%
Bedah
2%

Syaraf
2% THT
2%

Umum
85%

Persentase Spesialisasi Dokter yang Meresepkan Obat


Indeks Terapi Sempit

Gambar 4.5 Diagram Persentase Spesialisasi Dokter yang Meresepkan Obat


Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Februari-April 2013

Dari diagram di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selama bulan


Februari-April 2013, spesialisasi dokter yang terbanyak memberikan obat indeks
terapi sempit adalah dokter umum, yaitu sebanyak 85%. Spesialisasi lain yang
memberikan resep obat indeks terapi sempit adalah penyakit dalam sebesar 7%,
bedah, anak, syaraf, dan THT, masing-masing sebesar 2%.

4.2

Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat Penyertanya


Obat-obat dengan indeks terapi sempit sangat diharapkan berada di dalam

range terapi yang efektif karena pergeseran dari range terapi dapat menyebabkan
tidak bermaknanya efek terapi obat tersebut atau adanya efek merugikan (efek
toksik) yang akan muncul. Karena itu, adanya kemungkina interaksi antara obat
indeks terapi sempit dengan obat penyertanya sebaiknya dihindari untuk dapat
memaksimalkan proses pengobatan.
Dari hasil skrining resep Poli Spesialis Pribadi dan Umum (PSPU),
terdapat 124 jenis kemungkinan interaksi obat indeks terapi sempit dengan obat
penyertanya, yang jika dihitung beserta seluruh pengulangan, didapatkan jumlah
total 452 kemungkinan interaksi. Data ini secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 2. Dari 124 kemungkinan interaksi, terdapat 25 interaksi atau sekitar
20% dari total kemungkinan interaksi tanpa pengulangan. Jika dihitung dengan
pengulangan, terdapat 106 interaksi yang terjadi pada bulan Februari sampai
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

14

dengan April 2013, atau sekitar 25,45%. Interaksi obat indeks terapi sempit
dengan obat penyertanya beserta akibat dan penanggulangannya dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Di bawah ini akan ditampilkan tiga persentase tertinggi dari jumlah
interaksi obat indeks terapi sempit yang terjadi pada resep bulan Februari sampai
dengan April 2013.

Persentase Tiga Interaksi Terbanyak


TheophyllinSalbutamol
19.81%

Theophyllin-INH
16.04%

TheophyllinPseudoefedrine
29.24%

Gambar 4.6 Diagram Tiga Persentase Tertinggi Interaksi Obat Indeks Terapi
Sempit Pada Bulan Februari-April 2013

Dari diagram di atas, terlihat bahwa persentase interaksi tertinggi terjadi


pada interaksi antara Theophyllin dengan Pseudoefedrine, yaitu sebesar 29,24%,
lalu Theophyllin dengan Salbutamol, sebesar 19,81%, dan Theophyllin dengan
INH, sebesar 16,04%. Jumlah interaksi lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan
karena (Setiawati, 2007):
a. Dokumentasinya masih sangat jarang
b. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan pada
dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat
sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap
sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi
berupa penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

15

keparahan penyakit, selain itu terlalu banyak obat yang saling berinteraksi
sehingga sulit untuk diingat
c. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual
(populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang
berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar
individu), penyakit tertentu (terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang
parah), dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama,
pemberian kronik).
Strategi pelaksanaan interaksi obat meliputi :
1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi. Jika resiko interaksi
pemakaian

obat

lebih

besar

daripada

manfaatnya

maka

harus

dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat


pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan
interaksi yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek
obat yang spesifik.
2. Penyesuaian dosis obat Jika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan
efek obat maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua
obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan
penggunaan obat yang berinteraksi.
3. Pemantauan pasien Jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan,
maka diperlukan pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau atau
tidak tergantung pada berbagai faktor, seperti karaktteristik pasien,
penyakit lain yang diderita pasien, waktu mulai menggunakan obat yang
menyebabkan interaksi dan waktu timbulnya reaksi interaksi obat.
4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya. Jika interaksi obat tidak
bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan peresepan obat indeks terapi sempit di Poli Spesialis Pribadi

dan Umum RS Atma Jaya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai
berikut:
a. Jumlah resep obat indeks terapi sempit
(i)

Jumlah resep dengan indeks terapi sempit pada bulan Februari 2013
adalah 19 lembar atau

setara dengan 3,31% dibandingkan dengan

jumlah total seluruh resep pada bulan tersebut. Jumlah tertinggi resep per
hari sebesar 3 lembar, yaitu pada tanggal 11 dan 25 Februari 2013
(ii)

Jumlah resep dengan indeks terapi sempit pada bulan Maret 2013 adalah
16 lembar atau setara dengan 2,76% dibandingkan dengan jumlah total
seluruh resep pada bulan tersebut. Jumlah tertinggi resep per hari sebesar
4 lembar, yaitu pada tanggal 27 Maret 2013

(iii) Jumlah resep dengan indeks terapi sempit pada bulan April 2013 adalah
11 lembar atau setara dengan 1,86% dibandingkan dengan jumlah total
seluruh resep pada bulan tersebut. Jumlah tertinggi resep per hari sebesar
2 lembar, yaitu pada tanggal 23 April 2013

b. Obat Indeks Terapi Sempit yang Paling Banyak diResepkan Bulan FebruariApril 2013
Obat Indeks Terapi Sempit yang Paling Banyak Diresepkan Bulan
Februari-April 2013 di Poli Spesialis Pribadi dan Umum adalah Theophylline,
yaitu sebesar 68%.
c. Spesialisasi Dokter Yang Sering Meresepkan Obat Indeks Terapi Sempit pada
Bulan Februari-April 2013
Spesialisasi dokter yang terbanyak memberikan obat indeks terapi
sempit adalah dokter umum, yaitu sebanyak 85%.

16

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

17

d. Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit Selama Bulan Februari-April 2013


Persentase interaksi tertinggi selama bulan Februari-April 2013 terjadi
pada interaksi antara Theophyllin dengan Pseudoefedrine, yaitu sebesar
29,24% dengan akibat penurunan efek theophyllin dan memungkinkan
terjadinya aritmia jantung.

5.2

Saran
Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan

peresepan serta penggunaan obat indeks terapi sempit di PSPU RS Atma Jaya
adalah:
a. Sedapat mungkin menghindari pemberian obat-obat indeks terapi sempit
bersamaan dengan obat lain yang telah dipastikan akan menghasilkan interaksi
yang merugikan pasien.
b. Pembuatan daftar interaksi obat indeks terapi sempit dengan obat lain dan
membagikannya kepada dokter sehingga dokter dapat menghindari pemberian
obat-obat tersebut secara bersamaan.
c. Pelaksanaan survey secara berkala mengenai efektivitas dan reaksi obat tidak
diinginkan yang dialami pasien penerima resep dengan obat indeks terapi
sempit sebagai bahan evaluasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

DAFTAR ACUAN

Bach, D.M., Straseski, J.A., Clarke, W. (2010). Therapeutic drug monitoring in


cancer chemotherapy. Bioanalysis: 863-879.
Birkett, D.J. (1997). Therapeutic drug monitoring. Austr Prescr ;20:9-11.
Center

for Drug Evaluation and Research. (1995). Guidance


Industry:Immediate Release Solid Oral Dosage Forms. Appendix A.

for

Jelliffe R, Bayard D, Schumitzky A, Milman M, Jiang F, Leonov S, Gandhi A,


and Botnen A: A New Clinical Software Package for Multiple Model
(MM) Design of Drug Dosage Regimens for Planning, Monitoring, and
Adjusting Optimally Individualized Drug Therapy for Patients. Presented
at the 4th International Meeting on Mathematical Modeling, Technical
University of Vienna, Vienna, Austria, February 6, 2003.
Mohammadpour, N., Elyasi, S., Vahdati, N., Mohammadpour, A.H., Shamsara, J.
(2011). A Review on Therapeutic Drug Monitoring of Immunosuppressant
Drugs. Iranian Journal of Basic Medical Sciences 14 (6), 485-498.
Setiawati, A. (2007). Farmakokinetik Klinik. Dalam Farmakologi dan Terapi.
Edisi IV. Jakarta: Penerbit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteraan UI.
Hal. 876-877.
Setiawati, A., Suyatna, F.D., dan Gan, S., (2007). Pengantar Farmakologi.
Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: Penerbit Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 23.
Stockley's Drug Interactions, (2008). Pocket Companion. Editor: Karen Baxter, B.
Sc., M. Sc., M. Pharm., Pharmaceutical Press, London, UK.
Tatro D., (2006). Drug Interaction Facts TM, editor: David S. Tatro, Facts and
Comparisons, St. Louis, Missouri.

18

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

20

Lampiran 1. Daftar Obat Indeks Terapi Sempit


Aminofilin

Etinil Estradiol

Fenitoin

Natrium Divalproat

Karbamazepin

Guanetidin

Prazosin

Natrium Warfarin

Klindamisin

Levoksin

Primidon

Asam Mikofenolat

Klonidin

Litium karbonat

Prokainamid

Digoksin

Metaproterenol

Kuinidin

Difilin

Minoksidil

Teofilin

Disopiramid

Oksitrifilin

Asam

(Kapsul)

Valproat
[Sumber: Center for Drug Evaluation and Research, 1995; Mohammadpour, N., Elyasi, Vahdati,
Mohammadpour, A.H., Shamsara, 2011]

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

21

Lampiran 2. Jumlah Kombinasi Obat Indeks Terapi Sempit dengan Obat


Penyertanya selama Bulan Februari-April 2013
NO
1

OBAT INDEKS TERAPI


SEMPIT
Theophyllin

OBAT PENYERTA
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Asam Mefenamat
Betamethasone
Dexchlorphenamine
Amoxicillin
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Salbutamol Sulfat
Kalium Diklofenak
Dexamethasone
Codein HCl
Pirantel Pamoat
Paracetamol
Cephadroxil
Rifampicin
Pirazinamid
Ciprofloxacin
Ranitidin
Triprolidine
Asam Klavulanat
Sulfamethoxazol
Trimethoprim
Nifuroxazide
Terfenadin
Piridoksin
Nystatin
Phenobarbital
Asam Salisilat
Ca Glukonat
Ca Glyceroposphate
Vit A
Vit D
Vit B
Vit B 1
Vit B 2
Vit B6
Vit B 12

JUMLAH
17
19
16
2
2
2
23
31
24
11
11
21
1
27
28
11
7
3
3
1
2
2
17
10
1
1
1
2
9
1
15
13
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

22

(lanjutan)

Natrium Fenitoin

Vit C
Niacinamide
Pantothenol
Lysine
Chlorampenicol
Bromhexine HCl
Metil Prednisolon
Thiampenicol
Diazepam
Polymigel
Ibuprofen
Bisoprolol
Amlodipin
Tinoridin HCl
Levofloxacin

1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1

Asam Salisilat
Phenobarbital
Amoksisilin
Ca Glukonat
Ca Glyceroposphate
Vit A
Vit D
Vit B
Vit B 1
Vit B 2
Vit B6
Vit B 12
Vit C
Niacinamide
Pantothenol
Lysine
Asam folat
ISONIAZID
Rifampicin
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Salbutamol Sulfat
Deksametason
Codein
CTM
Triprolidine
Pseudoephedrine
Citicolin
Cefadroxil

3
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
3
2
3
3
3
2
2
1
2
2
1
1
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

23

(lanjutan)
Omeprazol
Fe Sukrosa
Diazepam

1
1
1

Digoksin

Thiamazole
Spironolakton
Isosorbide Dinitrate
Alprazolam
Furosemide
Captopril
Kalium Aspartat
Vitamin B1
Vitamin B6
Vitamin B12

1
1
3
1
3
2
1
1
1
1

Aminophillin

Levofloxacin
Codein
Chlorfeniramin Maleat
Ambroxol HCl
Gliseril Guaikolat
Sirupus Simplex
OBH combi
Succus Liquirhizae
Ammonium Klorida
Anise oil
Menthol
Peppermint oil
Alkohol
Betametason
Lincomicin

1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Klindamicin

Paracetamol

Mikrofenolat Mofetil

Metil Prednisolon
Captopril
Chlorpenom
Paracetamol
Codein HCl
Salbutamol
Cefixime

1
1
1
1
1
1
1

Carbamazepin

Simvastatin
Omprazol
Citicolin
124

1
1
1
452

JUMLAH

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

24

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

24

Lampiran 3. Daftar Interaksi Obat Indeks Terapi Sempit


NO

OBAT INDEKS
TERAPI SEMPIT
Theophyllin

OBAT PENYERTA

Isoniazid

JUMLAH
INTERAK
SI
17

Betamethasone

Pseudoephedrine

31

Salbutamol

21

Ciprofloxacin

INTERAKSI

Peningkatan toksisitas Theophyllin, baik itu dengan isoniazid tunggal


ataupun kombinasi dengan rifampicin (mekanisme belum pasti)
Terjadi pada pemberian isoniazid tunggal dengan dosis lebih dari
300 mg/hari, sehingga sebaiknya menghindari pemberian dosis
isoniazid melebihi dosis tersebut.
Peningkatan toksisitas Theophyllin (mekanisme belum pasti)
Monitor konsentrasi Theophyllin
Dapat menyebabkan Aritmia dan Infark Miokard (mekanisme belum
pasti)
Monitor kondisi jantung
Menurunkan efek Theophyllin (karena terjadi peningkatan metabolisme
Theophyllin)
Monitor konsentrasi Theophyllin
Menurunkan efek Theophyllin (karena terjadi peningkatan metabolisme
Theophyllin)
Monitor konsentrasi Theophyllin
Menyebabkan hipokalemia (mekanisme belum pasti)
Monitor kadar kalium
Memungkinkan terjadinya toksisitas kardiovaskular
Monitor status kardiovaskular
Meningkatkan toksisitas Theophyllin (karena penurunan metabolisme
Theophyllin)
Monitor konsentrasi Theophyllin dan sedapat mungkin hindari
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

25

interaksi dengan golongan Floroquinolon.

Natrium Phenytoin

Ranitidin

Metil prednisolon

Levofloxacin

Amoxicillin

Asam Folat

Isonazid

Rifampicin

Dexamethasone

Meningkatkan toksisitas Theophyllin (karena penurunan metabolisme


Theophyllin)
Monitor konsentrasi Theophyllin
Meningkatkan toksisitas Theophyllin (mekanisme belum pasti)
Monitor konsentrasi Theophyllin
Meningkatkan toksisitas Theophyllin (karena penurunan metabolisme
Theophyllin)
Monitor konsentrasi Theophyllin dan sedapat mungkin hindari
interaksi dengan golongan Floroquinolon.
Meningkatkan toksisitas Fenitoin (Possible increased phenytoin toxicity
with high-dose intravenous oxacillin (displacement from binding)
Based on single case report in hypoalbuminemic patient (1997)
and in vitro study; total phenytoin levels may be misleading
Menurunkan efek fenitoin (karena peningkatan metabolisme fenitoin)
dan menurunkan efek asam folat (karena penurunan absorbsi dan
peningkatan metabolisme asam folat)
Monitoring konsentarsi fenitoin (metabolisme fenitoin
bergantung pada asam folat karena penambahan asam folat akan
meningkatkan metabolisme fenitoin)
Meningkatkan toksisitas fenitoin (karena penurunan metabolisme
fenitoin)
Monitoring konsentrasi fenitoin
Menurunkan efek fenitoin (karena penurunan metabolisme fenitoin)
Monitoring konsentrasi fenitoin
Menurunkan efek deksametason (karena peningkatan metabolisme)
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

26

Digoxin

Pseudoephedrine

Diazepam

Omeprazole

Spironolacton

Isosorbide Dinitrat

Alprazolam

Furosemide

Monitor konsentrasi deksametason, peningkatan dosis


deksametason mungkin dibutuhkan
Menurunkan efek fenitoin (karena peningkatan metabolisme fenitoin)
Monitor konsentrasi fenitoin
Meningkatkan kemungkinan terjadinya sindrom hipersensitifitas fenitoin
Monitor status klinis
Meningkatkan resiko toksisitas fenitoin (karena penurunan metabolisme
fenitoin)
Walaupun kejadiannya jarang, diajurkan untuk tetap memantau
kadar fenitoin
Menurunkan efek diazepam (karena peningkatan metabolisme
diazepam)
Monitoring efek atau konsentrasi diazepam
Memungkinkan efek toksik dari fenitoin (mekanisme belum diketahui)
Monitor status klinis
Memungkinkan toksisitas fenitoin (karena penurunan metabolisme)
Monitor konsentrasi fenitoin
Memungkinkan toksisitas digoksin (karena penurunan klirens renal dan
penurunan metabolisme digoksin)
Monitor konsentrasi digoksin
Menurunkan efek digoksin (karena peningkatan ekskresi ginjal)
Monitoring konsentrasi digoksin
Memungkinkan toksisitas digoksin ( karena penurunan metabolisme dan
penurunan ekskresi ginjal.
Monitor konsentrasi digoksin
Munculnya toksisitas digoksin (karena deplesi kalium dan magnesium)
Monitor konsentrasi kalium dan magnesium
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

27

Aminophillin

Carbamazepine

Levofloxacyn

Betamethasone

Simvastatin

Omeprazole

Meningkatkan toksisitas aminophyllin (karena penurunan metabolisme)


Monitoring konsentrasi aminophyllin dan sedapat mungkin
hindari pemberian bersamaan dengan golongan floroquinolon
Meningkatkan toksisitas aminophillin (mekanisme belum pasti)
Monitor konsentrasi aminophyllin
Menurunkan efek simvastatin ( karena peningkatan metabolisme)
Monitor efek hiperkolesterolmia
Memungkinkan toksisitas carbamazepin (karena penurunan
metabolisme)
Efek klinis yang signifikan belum ditemukan
Menurunkan efek omeprazol (karena peningkatan metabolisme
omeprazol)
Efek klinis yang signifikan belum ditemukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

28

Lampiran 4. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Ferbruari 2013
NO TANGGAL

NOMOR
RESEP

DOKTER

USIA

BERAT OBAT
BADAN INDEKS
TERAPI
SEMPIT

OBAT PENYERTA

01-0202013

PSP201302010016

Umum

4 Tahun 5
Bulan

14 kg

Theophyllin

06-02-2013

PSP201302060020

Umum

15 Bulan

8,2 kg

Natrium
Feniton

Isoniazid
Piridoksin HCl
Pizotifen
Koenzim vit B12
Asam Salisilat
Phenobarbital
Amoxicillin
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vit B12
Asam salisilat
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Chlorfeniramin Maleat
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

29

06-02-2013

PSP201302060021

Umum

5 Tahun 5
Bulan

15,5 kg

Theophyllin

07-02-2013

PSP201302070009

THT

11-02-2013

PSP201302110021

Mum

41 Tahun

43 kg

Theophyllin

11-02-2013

PSP201302110022

Umum

11 Tahun

31,4 kg

Theophyllin

Aminophillin

Diazepam
Amoxicillin
Asa Klavulanat
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vit B12
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Codein HCl
Cefadroxil
Chlofeniramin Maleat
Codein HCl
Chlorfeniramin Maleat
Betamethasone
Lincomycin
Pirantel pamoat
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Amoxicillin
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

30

11-02-2013

PSP201302110030

Umum

6 Tahun
10 Bulan

16 kg

Natrium
fenitoin

14-02-2013

Umum

37 Tahun

Klndamicin

14-02-2013

PSP201302140009
PSP201302140010

Penyakit Dalam

Dewasa

Mikrofenolat
mofetil

10

15-02-2013

PSP201302150026

Umum

8 Tahun 2
Bulan

Theophyllin

Amoxicillin
Pirantel Pamoat
Isoniazid
Piridoxin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Isoniazid
Piridoksin
Rifampicin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Asam Salisilat
Phenobarbital
Codein HCl
Paracetamol
Metil Prednisolon
Captopril
Chlorpenom
Paracetamol
Codein HCl
Salbutamol
Cefixime
Chlorfeniramine Maleat
Dexamethasone
Codein HCl
Triprolidin
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

31

11

15-02-2013

PSP201302150022

Saraf

Dewasa

Carbamazepin

12

16-04-2013

PSP201302160010

Anak

1 Tahun 8
Bulan

13 kg

Theophyllin

13

18-02-2013

PSP201302180021

Umum

36 Tahun

94 kg

Theophyllin

Pseudoefedrin
Asam Salisilat
Polymigel
Phenobarbital
Amoxicillin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Isoniazid
Piridoksin
Rifampicin
Simvastatin
Omprazol
Citicolin
Ibuprofen
Paracetamol
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Chlorfeniramine Maleat
Dexamethasone
Salbutamol
Codein HCl
Pizotifen
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

32

14

18-02-2013

PSP201302180024

Umum

5 Tahun 9
Bulan

15

20-02-2013

PSP201302200016

Umum

5 Tahun 1
Bulan

15 kg

Theophyllin

Theophyllin

Codein HCl
Ciprofoxacin
Pirantel Pamoat
Bisoprolol
Asam Salisilat
Amlodipin
Isoniazid
Piridoksin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Tinoridin HCl
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Chlorfenirmine Maleat
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Isoniazid
Rifamicin
Pizotifen
Koenzim vit B12
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

33

16

21-02-2013

PSP201302210023

Bedah Sentral

Dewasa

Natrium
fenitoin

17

25-02-2013

PSP201302250015

Umum

11 Bulan

10,3 kg

Theophyllin

18

25-02-2013

PSP201302250025

Umum

7 Tahun 1
Bulan

9 kg

Theophyllin

19

25-02-2013

PSP201302250039

Umum

7 Tahun

18 kg

Theophyllin

Levofloxacin
Citicolin
Cefadroxil
Omeprazol
Fe Sukrosa
Asam Salisilat
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Chlorfeniramine Maleat
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Asamm Salisilat
Paracetamol
Phenobarbital
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vit B12
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Codein HCl
Chlofeniramine Maleat
Asam Salisilat
Paracetamol
Phenobarbital
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

34

Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Pirantel Pamoat
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim vi B12
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Piridoksin

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

35

Lampiran 5. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan Maret 2013
NO

TANGGAL

NOMOR
RESEP

DOKTER

USIA

BERAT
BADAN

01-03-2013

PSP201303010006

Umum

13 Tahun

39 kg

01-03-2013

PSP201303010012

Umum

2 tahun 8
bulan

10 kg

OBAT
INDEKS
TERAPI
SEMPIT
Theophyllin

Natrium
Fenitoin

OBAT PENYERTA

Isoniazid
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Asam Mefenamat
Betamethasone
Dexchlorphenamine
Amoxicillin
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Salbutamol Sulfat
Asam Salisilat
Phenobarbital
Amoksisilin
Ca Glukonat
Ca Glyceroposphate
Vit A
Vit D
Vit B
Vit B 1
Vit B 2
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

36

01-03-2013

PSP201303010029

Umum

Dewasa

Theophyllin

04-02-2013

PSP201303040021

Umum

9 Tahun 3
Bulan

24,5 kg

Theophyllin

Vit B6
Vit B 12
Vit C
Niacinamide
Pantothenol
Lysine
Asam folat
ISONIAZID
Rifampicin
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Salbutamol Sulfat
Deksametason
Codein
CTM
Kalium Diklofenak
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Pirantel Pamoat
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

37

04-03-2013

PSP201303040024

Umum

12 Tahun
2 Bulan

20 kg

Theophyllin

06-03-2013

PSP201303060007

Umum

1 tahun 4
bulan

8,65 kg

Natrium
fenitoin

06-03-2013

PSP201303060014

Umum

40 Tahun

71,7 kg

Theophyllin

Salbutamol Sulfat
Codein HCl
Paracetamol
Cefadroxil
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
ISONIAZID
Rifampicin
Pirantel Pamoat
Pirazinamid
Pizotifen
Isoniazid
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Amoxicillin
Asam Salisilat
Triprolidine
Pseudoephedrine
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Pseudoefedrin
CTM
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

38

08-03-2013

PSP201303080018

Umum

6 Tahun 2
Bulan

22,5 kg

Theophyllin

13-03-2013

PSP201303130013

Umum

2 Tahun 5
Bulan

10,8 kg

Theophyllin

Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Asam Mefenamat
Salbutamol Sulfat
Pirantel Pamoat
Ciprofloxacin
Ranitidine
Triprolidine
Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Pirantel Pamoat
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Sulfamethoxazol
Trimethoprim
Nifuroxazide
Pseudoefedrin HCl
Terfenadin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Isoniazid
Piridoksin
Pizotifen
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

39

10

15-03-2013

PSP20130315

Umum

5 Tahun 1
Bulan

13 kg

Theophyllin

11

18-05-2013

PSP201305180019

Umum

9 Tahun 3
Bulan

25 kg

Theophyllin

12

22-03-2013

Umum

13

27-03-2013

PSP201303220021
PSP20130327-

6 Tahun
11 Bulan
4 Tahun 9

15,95 kg Natrium
Fenitoin
18 kg
Theophyllin

Umum

Koenzim Vit B-12


Nystatin
Paracetamol
phenobarbital
ISONIAZID
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Cefadroxil
Pirantel Pamoat
Terfenadin
Pseudoefedrin
Codein HCl
CTM
Paracetamol
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Asam Salisilat
ISONIAZID
Pizotifen
Amoxicillin
Phenobarbital
Asam Folat
Triprolidine
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

40

0015

14

27-03-2013

PSP201303270020

Bulan

Umum

6 Tahun 7
Bulan

17 kg

Theophyllin

Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
CTM
Ca Glukonat
Ca Glyceroposphate
Vit A
Vit D
Vit B
Vit B 1
Vit B 2
Vit 6
Vit B 12
Vit C
Niacinamide
Pantothenol
Lysine
Amoxicillin
Amoxicillin
Asam Klavulanat
Triprolidine
Pseudoefedrin
Codein HCl
CTM
Salbutamol Sulfat
ISONIAZID
Piridoksin
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

41

15

27-03-2013

PSP201303270021

Umum

3 Tahun 9
Bulan

13 kg

Theophyllin

16

27-03-2013

PSP201303270022

Umum

2 Tahun 5
Bulan

10 kg

Theophyllin

Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Asam Salisilat
Phenobarbital
ISONIAZID
Piridoksin
Pizotifen
Koenzim Vit B-12
Amoxicillin
Asam Salisilat
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
CTM
Asam Salisilat
Phenobarbital
Amoxicillin
Triprolidine
Pseudoefedrin
Salbutamol Sulfat
Dexamethasone
Codein HCl
Isoniazid
Piridoksin
Pizotifen
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

42

Koenzim vit B-12

Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

43

Lampiran 6. Daftar Resep Obat Indeks Terapi Sempit Pada Bulan April 2013
NO TANGGAL

NOMOR
RESEP

DOKTER

USIA

BERAT OBAT
BADAN INDEKS
TERAPI
SEMPIT

OBAT PENYERTA

01-04-2013

PSP201304010027

Umum

2 Tahun 2
Bulan

10 kg

Theophyllin

03-04-2013

PSP201304030009

Umum

20 Tahun

53,5

Theophyllin

05-04-2013

PSP201304050021

Umum

4 ahun 8
Bulan

15 kg

Theophyllin

Chloramphenicol
Amoxicillin
Triprolidin
Pseudoefedrin
Dexamethasone
Codein HCl
Chlorfeniramie Maleat
Pirantel Pamoat
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Bromhexine HCl
Codein HCl
Metil Prednisolon
Asam Salisilat
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

44

06-04-2013

PSP201304060013

Penyakit Dalam

Dewasa

08-04-2013

OSO20130408- Umum
0029

21 Tahun

15-04-2013

PSP201304150009

Umum

Dewasa

17-04-2013

PSP201304170015

Umum

6 Tahun 1
Bulan

Digoxin

64,4kg

Theophyllin

Digoxin

18 kg

Theophyllin

Amoxicillin
Asam Klavulanat
Pizotifen
Keonzim Vitamin B12
Pirantel Pamoat
Thiamazole
Spironolakton
Isosorbide Dinitrate
Alprazolam
Pseudoefedrin
CTM
Dextromethorphan HBr
Guaifenesin
Dexamethasone
Codein HCl
Thiampenicol
Amoxicillin
Prednison
Ranitidin
Furosemide
Isosorbide Dinitrate
Captopril
Kalium Aspartat
Paracetamol
Phenobarbital
Triprolidin
Pseudoefedrin
Salbutamol
Dexamethasone
Codein HCl
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

45

19-04-2013

PSP201304190012

Umum

12 Bulan

9,18 kg

Theophyllin

23-04-2013

Penyakit Dalam

Dewasa

Digoxin

10

23-04-2013

PSP201304230001
PSP201304230011

Umum

Dewasa

Digoxin

11

29-04-2013

PSP201304290002

Umum

36 Tahun

Aminophilin

Chlorfeniramin Maleat
Tiamphenicol
Amoxicillin
Dexamethasone
Amoxicillin
Betamethasone
Dexchlorfeniramin Maleat
Pizotifen
Furosemide
Isosorbide Dinirate
Furosemide
Isosorbide Dinitrate
Captopril
Vitamin B1
Vitamin B6
Vitamin B12
Levofloxacin
Codein
Chlorfeniramin Maleat
Ambroxol HCl
Gliseril Guaikolat
Sirupus Simplex
OBH combi
Succus Liquirhizae
Ammonium Klorida
Anise oil
Menthol
Peppermint oil
Alkohol
Universitas Indonesia

Laporan praktek., Melda Silvia, FF, 2013

Anda mungkin juga menyukai