Anda di halaman 1dari 148

LAPORAN KEGIATAN

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI BIDANG INDUSTRI

ANGKATAN XIV

TAHUN AKADEMIK 2023/2023

DI

LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

JL. GUDANG UTARA NO. 25 BANDUNG

PERIODE 04 SEPTEMBER – 29 SEPTEMBER 2023

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan


kegiatan PKPA di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan
Angkatan Darat Bandung

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

BIDANG INDUSTRI FARMASI

DI

LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT


MULAI 04 SEPTEMBER 2023 SAMPAI 29 SEPTEMBER 2023

Laporan Kegiatan

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker Disusun dan diajukan
oleh:

Mahasiswa Apoteker Universitas Muslim Indonesia Angkatan XIV

Periode 04 September – 29 September 2023

Mohammad Alif Fajar 15120220129


Putri Monalisa 15120220136
Nadillah Til Utami Pardi 15120220137
Leny Febriani 15120220144
Indina Mutmainna 15120220145
Resty Amaliah Haedir 15120220152

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

i
PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN

Dengan penuh kesadaran, bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mahasiswa Profesi Apoteker Universitas


Muslim Indonesia Angkatan XIV
Laporan : PKPA BIDANG INDUSTRI FARMASI

Menyatakan bahwa laporan ini adalah karya tulis saya sendiri. Jika
dikemudian hari terbukti bahwa laporan ini merupakan plagiat, duplikat, tiruan,
atau dibuat dan dibantu oleh orang lain baik sebagian ataupun secara keseluruhan,
maka laporan dan gelar yang diperoleh BATAL.

Bandung, 23 September 2023

Penulis

ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN LENGKAP PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
BIDANG INDUSTRI FARMASI
ANGKATAN XIV

Periode 04 September – 29 September 2023


Penyusun :
Mohammad Alif Fajar 15120220129
Putri Monalisa 15120220136
Nadillah Til Utami Pardi 15120220137
Leny Febriani 15120220144
Indina Mutmainna 15120220145
Resty Amaliah Haedir 15120220152
Dosen Pembimbing Pembimbing Preseptor
Fakultas Farmasi UMI LEMBAGA FARMASI PUSKESAD

apt. Rusli, S.Si., M.Si Mayor CKM Didi Jauhari, S.Si., Apt

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Apoteker Koordinator PKPA


Fakultas Farmasi UMI Bidang Industri Farmasi

Dr. apt. Audia Triani Olii, S.Farm., M. Si apt. Rusli, S.Si., M.Si

Disetujui Oleh:

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wa Rahmatullaahi Wa Barakaatuh


Maha suci Allah SWT dan segala puji bagi-Nya atas berkat
rahmat dan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menjalankan rangkaian kegiatan Praktek Kerja Farmasi Profesi
Apoteker (PKPA) di bidang Farmasi Industri gelombang
pertama yang dimulai tanggal 04 September 2023 hingga 29
September 2023.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Laporan ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada
Fakultas Farmasi Pendidikan Profesi Apoteker di Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.
Penulis menyadari bahwa kegiatan PKPA ini dapat
terlaksana dengan baik karena adanya bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada:
1. Orang tua dan saudara penulis yang selalu mendoakan dan memberikan
nasehat serta memberikan dukungan moral maupun materil selama penulis
melaksanakan Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim
Indonesia.
2. Bapak apt. Abdul Malik, S.Farm., M.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas
Farmasi UMI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek
Kerja Profesi Apoteker bidang Farmasi Industri.
3. Ibu Dr. apt. Audia Triani Olii, S.Farm., M.Si sebagai Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UMI yang telah memberikan bimbingan

iv
dan arahan dalam kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker bidang Farmasi
Industri.
4. Bapak apt. Rusli, S.Si., M.Si sebagai Koordinator Praktek Kerja Profesi
Apoteker bidang Farmasi Industri yang telah memberikan arahan dan
menghadapi dengan sabar dalam kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker
bidang Farmasi Industri.
5. Bapak Mayor CKM Didi Jauhari, S.Si., Apt sebagai preseptor Praktek kerja
Profesi Apoteker bidang Farmasi Industri yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dan kesabaran dalam membimbing penulis menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker bidang Farmasi Industri.
6. Semua staf Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat yang turut
memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan PKPA berlangsung.
7. Kepada teman-teman sejawat PSPA angkatan XIV atas semua dukungan,
bantuan, serta motivasi yang diberikan.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menulis laporan ini.
Penulis menyadi bahwa penyusunan laporan ini masih
sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
penyempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.

Bandung, 23 September 2023

Penulis

v
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN...........................................................ii


HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................6
BAB III: KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN...............91
BAB IV: PEMBAHASAN.................................................................................113
BAB V: KESIMPULAN....................................................................................124
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................126
LAMPIRAN

vi
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. PURIFIED WATER SYSTEM....................................................84


GAMBAR 2. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LEMBAGA...................91
FARMASI PUSKESAD
GAMBAR 3. ALUR PENGOLAHAN LIMBAH............................................108
GAMBAR 4. FLOXAD DAN LAFIODINE....................................................130
GAMBAR 5. THIAMFI DAN LAFIHISTINE................................................130
GAMBAR 6. NEOSTOPFLU DAN IMODAD................................................130
GAMBAR 7. SUPER MIXER............................................................................131
GAMBAR 8. DOUBLE JACKET......................................................................131
GAMBAR 9. FLUID BED DRYER...................................................................131
GAMBAR 10. DOUBEL CONE........................................................................131
GAMBAR 11. ALAT CETAK KAPLET.........................................................131
GAMBAR 12. ALAT STRIPPING...................................................................131
GAMBAR 13. LOKASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR..........................132
GAMBAR 14. KOMPRESOR..........................................................................133
GAMBAR 15. BOX MIXING............................................................................133
GAMBAR 16. PRE-FILTER UNIT..................................................................133
GAMBAR 17. CONDENSING UNIT...............................................................133
GAMBAR 18. REVERSE OSMOTIC...............................................................134
GAMBAR 19. ELECTRIC DEIONIZATION..................................................134
GAMBAR 20. FILTER......................................................................................134
GAMBAR 21. LABEL BAHAN/PRODUK REJECT.....................................135
GAMBAR 22. LABEL BAHAN/PRODUK KARANTINA...........................135
GAMBAR 23. LABEL BAHAN/PRODUK LULUS.......................................135
GAMBAR 24. ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN PADAT.................137
GAMBAR 25. ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN CAIR....................138
GAMBAR 26. ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN SIRUP..................138
GAMBAR 27. SERTIFIKASI CPOB β-LAKTAM........................................139
GAMBAR 28. SERTIFIKASI CPOB NON β-LAKTAM..............................139
GAMBAR 29. SERTIFIKAT REGISTRASI OBAT FIMOL.......................140

vii
DAFTAR TABEL

TABEL 1. PEMBAGIAN KELAS KEBERSIHAN..........................................27


TABEL 2. PARAMETER VALIDASI...............................................................26
TABEL 3. SPESIFIKASI MUTU AIR...............................................................80
TABEL 4. PARAMETER KRITIS HVAC.......................................................85

viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut permenkes nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, Industri
Farmasi merupakan bahan usaha yang memiliki izin dari mentri keseheatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industry
farmasi adalah pembuatan obat atau bahan obat, pendidikan, pelatihan,
penelitian dan pengembangan. Industri farmasi bertanggung jawab
menghasilkan produk obat yang memenuhi standar mutu, khasiat dan
keamanan. Kegiatan pembuatan obat industri farmasi meliputi pengadaan
bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu,
dan pemastian mutu hingga menghasilkan produk obat untuk di distribusikan.
Industri farmasi merupakan salah satu industry yang dikontrol dan diawasi oleh
pemerintah dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) baik dalam
segi perizinanm produksi, peredaran, maupun kualitas obat yang di edarkan.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman bagi
suatu indsutri farmasi dalam menghasilkan produk obat berkualitasm
mempunyai efikasi yang baik bermutu, aman serta konsisten. CPOB bertujuan
untuk menjamin obat dibuat secara konsistenn, memenuhi pesrayaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumenizin edar (registrrasi) dan ridak meinimbulkan
resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif bagi Kesehatan.
Produk yang bermutu tidak hanya dapat ditentukan berdasarkan hasil
produk akhir, namun setiap proses yang berhubungan selama proses produksi
harus mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dimulai
dari penyiapan bahan baku dan bahan kemas, proses pembuatan, pengemasan
termasuk bangunan dan personil. Aspek – aspek yang berpengaruh dalam
CPOB antara lain manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit

1
mutu dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan
penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak kualifikasi dan validasi.
Dalam penerapan CPOB di industri farmasi, Apoteker sangat berperan
penting sebagai personil kunci yang menjadi penanggung jawab produksi,
pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Sehingga seorang apoteker harus
memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam
mengaplikasikan serta dapat mengembangkan ilmunya secara professional agar
dapat mengatasi permasalahan yang muncul di industri farmasi.
Universitas Muslim Indonesia Makassar merupakan salah satu perguruan
tinggi yang menghasilkan tenaga Apoteker mengadakan kerja sama dalam
bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dengan Lembaga Farmasi
Pusat Kesehatan Angkatan Darat yang telah memperoleh serftifikat CPOB.
PKPA ini dilaksanakan periode 4 September – 29 September 2023, Dengan
adanya kegiatan ini diharapkan mahasiswa calon Apoteker dapat lebih
menambah wawasan dan pengalaman praktis di industri farmasi sebagai
implementasi dari teori – teori yang telah di dapatkan selama perkuliahan dan
mengembangkan ilmunya secara professional.
B. Tujuan PKPA Farmasi Industri
Berdasarkan Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi
Indonesia Nomor: 13/APTFI/MA/2010 tentang: Standar Praktik Kerja Profesi
Apoteker menetapkan tujuan PKPA Farmasi Industri adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tanggung jawab apoteker dalam praktik kefarmasian di bidang industri
farmasi.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di industri farmasi.
3. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
serta mempelajari strategidan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian di industri farmasi.

2
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang professional di bidang industri farmasi.
5. Memberikan pengalaman kepada calon apoteker membangun mental
pembelajar sepanjang hayat yang dapat mengikuti perkembangan
pengetahuan dan teknologi di bidang industri farmasi.
C. Manfaat PKPA Farmasi Industri
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian industri, baik dalam manajerial skill
(soft skill), maupun technical skill (hard skill).
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian
industri.
3. Memahami konsep sistem mutu (quality system) dan penjaminan mutu
(quality assurance) dalam manajemen mutu (quality management) di
bidang manufaktur (GMP).
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker professional.
D. Kompetensi yang Diharapkan
1. Mampu merancang dan mengembangkan produk.
2. Mampu menyiapkan dokumen registrasi.
3. Mampu merencanakan produksi dan pengendalian persediaan.
4. Mampu mengadakan bahan baku dan kebutuhan produksi lainnya.
5. Mampu melakukan pengawasan mutu (quality control) bahan baku, bahan
pengemas, maupun produk.
6. Mampu memproduksi produk sesuai kebutuhan pelanggan.
7. Mampu melaksanakan penyimpanan sesuai GSP dan distribusi sesuai GDP.
E. Kompetensi Umum
1. Mampu menejlaskan aspek-aspek CPOB dan CPOTB.
2. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip dan prosedur pembuatan sediaan
farmasi.
3. Mampu menetapkan dalam merancang dan mengembangkan formula yang
tepat, sesuai standar dan ketentuan perundang-undangan.
4. Mampu membuat dan menjamin mutu sediaan farmasi sesuai standar dan

3
kebutuhan pelanggan serta ketentuan perundang-undangan.
5. Mampu menjamin mutu sediaan farmasi sesuai standar dan ketentuan
perundang-undangan.
6. Mampu menyiapkan dokumen registrasi.
7. Mampu melaksanakan penyimpanan sesuai GSP dan distribusi sesuai GDP.
8. Mampu mengenal profil industri farmasi tempat ber-PKPA.
F. Kompetensi Khusus
1. Menjelaskan 12 aspek CPOB tahun 2018 dan CPOTB 2021.
2. Mampu melakukan penelusuran informasi terkait karakteristik fisika,
kimia, fisikokimia, farmakologi, mikrobiologi, serta regulasi sebagai
landasan studi praformulasi.
3. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar, teknik, dan peralatan yang digunakan
dalam pembuatan sediaan farmasi.
4. Menjelaskan peran bahan tambahan dalam formulasi sediaan farmasi, a.l,
dapar, pengawet, anti oksidan, dan/atau bahan penolong lainnya.
5. Menjelaskan prinsip stabilitas sediaan farmasi, faktor yang berpengaruh,
serta teknik pengujiannya.
6. Melakukan studi praformulasi dan menetapkan formulasi sediaan farmasi
dengan memperhatikan aspek mutu, efektivitas, keamanan maupun
stabilitas sediaan.
7. Menetapkan spesifikasi bahan baku, bahan kemasan, dan sediaan/produk
mengacu pada ketentuan Farmakope Indonesia atau kompendium lain yang
sesuai.
8. Merancang prosedur pembuatan sediaan farmasi steril dan non steril
dengan mematuhi ketentuan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi Yang Baik
(GMP).
9. Merancang kemasan, label & brosur/leaflet sediaan farmasi, serta
memastikan ketersediaan informasi yang dibutuhkan, a.l. ED, BUD,
pelarut, kompatibilitas, kondisi penyimpanan.
10. Menetapkan kesesuaian bahan baku dengan spesifikasi yang ditetapkan.
11. Menyiapkan lembar kerja, menghitung kebutuhan bahan dan peralatan,dan

4
memastikan ketersediaan bahan dan peralatan di tempat kerja.
12. Mampu menyiapkan bahan, peralatan dan ruang untuk pembuatan sediaan
farmasi sesuai kebutuhan.
13. Membuat sediaan farmasi steril dan/atau non-steril menggunakan teknik
yang tepat sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
14. Melakukan pengujian mutu selama proses produksi, produk antara dan
produk akhir.
15. Memastikan kesesuaian mutu produk dengan spesifikasi yang ditetapkan
dan menetapkan kelayakan produk.
16. Mendokumentasikan data/informasi terkait proses pembuatan dan
pengujian mutu produk secara bertanggung-jawab.
17. Menjelaskan prinsip manajemen mutu: penjaminan mutu (QA) &
pengawasan mutu (QC).
18. Menjelaskan prinsip manajemen resiko mutu (quality risk management).
19. Menjelaskan pembagian klasifikasi ruangan produksi
beserta parameter dan pengukurannya.
20. Menjelaskan prinsip kualifikasi ruangan dan mesin produksi, validasi
proses, validasi pembersihan dan validasi metode analisa.
21. Menjelaskan prinsip kalibrasi mesin produksi.
22. Menjelaskan prinsip inspeksi diri, audit, dan pembuatan corrective action
& preventive action (CAPA).
23. Menjelaskan prinsip penanganan keluhan dan obat kembalian.
24. Menjelaskan persyaratan higienis dan pelatihan karyawan.
25. Menjelaskan aspek penunjang dalam industri farmasi meliputi air, udara
dan limbah.
26. Mampu menjelaskan penyiapan dokumen registrasi obat.
27. Mampu menyiapkan dan merancang dokumen registrasi.
28. Mampu melaksanakan penyimpanan sesuai GSP.
29. Mampu melaksanakan distribusi sesuai GDP.
30. Mampu mengenal profil industri farmasi tempat ber-PKPA.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Industri Farmasi


1. Pengertian Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1799/MENKES/PER/XII/2010 industri farmasi merupakan badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Definisi obat adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
meyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi, untuk manusia. Definisi bahan obat adalah bahan baik
yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam
pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat
yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat
untuk didistribusikan (Kemenkes RI, 2010).
Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat
dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan.
Kegiatan tersebut harus berdasarkan penelitian dan pengambangan yang
menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Kemenkes RI, 2010).
2. Fungsi Industri Farmasi
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1799/Menkes/PER/XII/2010 usaha Industri Farmasi berfungsi sebagai
berikut:
a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat.
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Penelitian dan pengembangan.

6
3. Persyaratan Industri Farmasi
Pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal kementerian kesehatan yang bertugas dan
bertanggung jawab dalam pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan serta
telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang
dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 tahun sepanjang
memenuhi persyaratan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/PER/XII/2010, untuk
memperoleh izin industrifarmasi harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut berbadan usaha berupa perseroan terbatas (PT), memiliki rencana
investasi dan kegiatan pembuatan obat, memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker
Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab
pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu, komisaris dan direksi
tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian, industri farmasi
wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat
CPOB (Kemenkes RI, 2010).
Pengajuan permohonan persetujuan prinsip untuk pendirian usaha
industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal. Permohonan
persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing atau
Penanaman Modal Dalam Negeri, harus memperoleh Surat Persetujuan
Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman
modal sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Persetujuan
prinsip diberikan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk
Pembangunan (RIP) dari kepala BPOM.
Setiap industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans. Bila industri
farmasi menemukan obat dan atau bahan obat hasil produksinya yang tidak
memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/keamanan dan
mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Persyaratan pada poin (a) dan (b)

7
tidak diperlukan bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kemenkes RI, 2010).
Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah
siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Izin industri farmasi
diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin
dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
(Kemenkes RI, 2010).
B. Sistem Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang Baik
Sistem pelaksanaan cara pembuatan obat yang baik dijelaskan
berdasarkan aspek-aspek berikut sebagaimana yang tertera pada Cara
Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2018.
1. Sistem Mutu Industri Farmasi
a. Manajemen Mutu
Manejemen mutu bertanggung jawab membuat obat sedemikian
rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak
aman, mutu rendah atau tidak efektif melalui suatu "kebijakan mutu".
Kebijakan mutu memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
tempat departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor. Pencapaian tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi cara
pembuatan obat yang baik termasuk pengawasan mutu dan manajemen
resiko mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektivitasnya. Semua bagian sistem pemastian mutu hendaklah
didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan
sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.
Suatu Sistem Mutu Industri Farmasi yang tepat bagi pembuatan
obat menurut CPOB hendaklah menjamin bahwa:

8
1) Realisasi produk diperoleh dengan mendesain, merencanakan,
mengimplementasikan, memelihara dan memperbaiki sistem secara
berkesinambungan sehingga secara konsisten menghasilkan produk
dengan mutu yang tepat dengan kegiatan produksi dan pengawasan
diuraikan secara jelas dan mengacupada ketentuan CPOB;
2) Pengaturan ditetapkan untuk pembuatan, pemasokan dan
penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar; seleksi dan
pemantauan pemasok, dan untuk memverifikasi setiap pengiriman
bahan berasal dari pemasok yang disetujui;
3) Hasil pemantauan produk dan proses diperhitungkan dalam
pelulusan bets, dalam investigasi penyimpangan, dan untuk
menghindarkan potensi penyimpangan di kemudian hari dengan
memperhitungkan tindakan pencegahannya;
4) Semua pengawasan yang diperlukan terhadap produk antara dan
pengawasan selama-proses serta validasi dilaksanakan;
5) Perbaikan berkelanjutan difasilitasi melalui penerapan peningkatan
mutu yang sesuai dengan kondisi terkini terhadap pengetahuan
tentang produk dan proses;
6) Pengaturan tersedia untuk evaluasi prospektif terhadap perubahan
yang direncanakan dan persetujuan terhadap perubahan sebelum
diimplementasikan dengan memerhatikan laporan dan, di mana
diperlukan, persetujuan dari badan pengawas obat dan makanan;
7) Setelah pelaksanaan perubahan, evaluasi dilakukan untuk
mengonfirmasi pencapaian sasaran mutu dan bahwa tidak terjadi
dampak merugikan terhadap mutu produk;
8) Analisis akar penyebab masalah yang tepat hendaklah diterapkan
selama investigasi penyimpangan, dugaan kerusakan produk dan
masalah lain.
b. Cara Pembuatan Obat yang Baik
Industri farmasi merupakan industri yang memproduksi obat yang
aman dan berkualitas dengan melakukan seluruh aspek rangkaian

9
kegiatan produksinya yang menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang
Baik (CPOB). CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang
memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.CPOB mencakup
Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
1) Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji
secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu
secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2) Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan
sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.
3) Tersedia semua sarana yang diper-lukan dalam CPOB termasuk
a) Personil yang terkualifikasi dan terlatih;
b) Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
c) Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
d) Bahan, wadah dan label yang benar;
e) Prosedur dan instruksi yang disetujui;
f) Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
g) Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan
bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan
secara spesifik pada sarana yang tersedia;
4) Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan
bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara
spesifik pada sarana yang tersedia.
5) Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara
benar.
6) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat
selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-
benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan

10
sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara
lengkap dan diinvestigasi.
7) Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan
penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara
komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses.
8) Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko
terhadap mutu obat.
9) Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari
peredaran.
10) Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.
c. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup
organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan
tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh
diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya dinilai
memuaskan.
Adapun fungsi pengawasan mutu secara independen. Persyaratan
dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa:
1) Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan
prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk
pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB.
2) Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil
dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu.
3) Metode pengujian disiapkan dan divalidasi

11
4) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan
pengujian benar-benar telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan
dicatat secara lengkap dan diinvestigasi.
5) Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran,
dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam
wadah yang sesuai dan diberi label yang benar.
6) Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara
formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi.
7) Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam
jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu.
8) Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk
kemasan yang besar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain,
antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku
pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau,
mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan
mutuproduk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan
lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu
hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan (Murtini, 2018).
d. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan
terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan
untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dengan spesifikasi

12
bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap
tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian
ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:
1) Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan
untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
2) Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil
pengujian produk jadi.
3) Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan.
4) Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan.
5) Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses
atau metode analisis.
6) Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari
dokumen registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi
untuk produk ekspor.
7) Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren
yang tidak diinginkan.
8) Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan
obat yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang
telah dilakukan.
9) Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk
atauperalatan yang sebelumnya.
10) Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat
yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi
persetujuan pendaftaran.
11) Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal system
tata udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; dan

13
12) Kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu
mutakhir.
e. Manajemen Risiko Mutu
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk
melakukan penilaian, pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko
terhadap mutu obat. Proses ini dapat diaplikasikan baik secara proaktif
maupun retrospektif. Adapun Prinsip Manajemen Risiko Mutu adalah:
a) Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan
secara ilmiah, pengalaman dengan proses yang sudah disetujui
dan pada akhirnya dikaitkan pada perlindungan pasien.
b) Tingkat upaya ushaa pengambilan tindakan, formalitas dan
dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan
tingkat risiko.
2. Personalia
Dalam Pembuatan obat yang benar adanya sumber daya manusia
sangat diperlukan. Oleh sebab itu industri farmasi harus bertanggung jawab
untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab individual
secara jelas dipahami oleh masing-masing dan didokumentasikan. Seluruh
personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya
serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Industri farmasi hendaklah memiliki personel dalam jumlah yang
memadai yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Manajemen
puncak hendaklah menetapkan dan menyediakan sumber daya yang
memadai dan tepat (manusia, finansial, bahan, fasilitas dan peralatan)
untuk menerapkan dan mengawasi Sistem Mutu Industri Farmasi dan
meningkatkan efektivitas secara terus-menerus. Dimana Tiap personel tidak
boleh dibebani tanggung jawab yang berlebihan sehingga menimbulkan
risiko terhadap kualitas.

14
Industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan
personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Personel harus memahami prinsip CPOB
yangmenyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Pada tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi
penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.
Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk namun
memiliki tingkat kualifikasi yang memadai. Personel Kunci harus
memenuhi persyaratan kualifikasi yang ditetapkan dalam regulasi nasional,
dan hendaklah selalu hadir untuk melaksanakan tanggung jawabnya sesuai
dengan Izin Industri Farmasi.
a. Personil kunci
Manajemen puncak hendaklah menunjuk Personel Kunci termasuk
Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu.
Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala
Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu
haruslah independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel
tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan pribadi atau finansial.
Tugas Kepala Pemastian Mutu dijelaskan dalam persyaratan
nasional sebagai berikut:
1) Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem
mutu;
2) Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu
perusahaan;
3) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri
berkala;
4) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
5) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;

15
6) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal
(audit terhadap pemasok);
7) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan
dengan mutu produk jadi;
8) Mengevaluasi/mengkaji catatan bets;
9) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait;
10) Memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan
diperiksa sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut
dan sesuai dengan persyaratan Izin Edar;
11) Tanggung jawab Kepala Pemastian Mutu dapat didelegasikan, tetapi
hanya kepada personel yang berwenang.
Kepala Produksi memiliki tanggung jawab sebagai berikut.
1) Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
2) Memberikan persetujuan terhadap prosedur yang terkait dengan
kegiatan produksi dan memastikan bahwa prosedur diterapkan secara
ketat;
3) Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan
ditandatangani oleh personel yang berwenang;
4) Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan
fasilitas serta peralatan di bagian produksi;
5) Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan; dan
6) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi
personel di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai
kebutuhan.
Kepala Pengawasan Mutu memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1) Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan
sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;

16
2) Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah
dilaksanakan;
3) Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan
kontrak;
4) Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan
fasilitas serta peralatan di bagian produksi pengawasan mutu;
5) Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan;
6) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi
personel di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai;
7) Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi.
Kepala Produksi, Pengawasan Mutu dan Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama atau menerapkan
bersama, semua aspek yang berkaitan dengan mutu termasuk
khususnya desain, pelaksanaan, pemantauan dan pemeliharaan Sistem
Mutu Industri Farmasi yang efektif. Hal ini termasuk:
1) Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain termasuk amandemen.
2) Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan.
3) Higiene pabrik.
4) Validasi proses.
5) Pelatihan.
6) Persetujuan dan pemantauan pemasok bahan.
7) Persetujuan dan pemantauan terhadap industri farmasi pembuat
obat kontrak dan penyedia kegiatan alih daya terkait CPOB lain.
8) Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan
produk.
9) Penyimpanan catatan.
10) Pemantauan terhadap kepatuhan persyaratan CPOB.
11) Inspeksi, investigasi dan pengambilan sampel untuk pemantauan
faktor yang mungkin berpengaruh terhadap mutu produk.

17
12) Ikut serta dalam pelaksanaan tinjauan manajemen terhadapkinerja
proses, mutu produk dan Sistem Mutu Industri Farmasi dan
mendorong perbaikan berkelanjutan.
13) Memastikan komunikasi yang tepat waktu dan efektif dan proses
eskalasi berjalan untuk mengangkat permasalahan mutu ke tingkat
manajemen yang tepat.
b. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh
personil di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas
kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak
pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik
CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengantugas
yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah jugadiberikan,
dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala.
Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian
masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang
bekerja di area dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area
bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau
bersifat sensitisasi. Pengunjung atau personil yang tidak mendapat
pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan, hendaklah mereka
diberi penjelasan lebih dahulu, terutama mengenai higiene perorangan
dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta diawasi denganketat.
Pelatihan hendaklah diberikan oleh rang yang terkualifikasi.
Program dan materi pelatihan bagi personil hendaklah disiapkan
oleh masingmasing Kepala Bagian yang dikoordinasi oleh Kepala
Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Program pelatihan
hendaklah disetujui bersama oleh masingmasing kepala bagian dan
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

18
Program pelatihan hendaklah mencakup antara lain:
1) Materi umum yang harus diberikan kepada semua personil pada hari
pertama kerjanya.
2) CPOB dasar (termasuk mikrobiologi dan higiene perorangan)
kepada semua personil.
3) CPOB spesifik kepada personil berkaitan, misal bagi mereka yang
menangani pembuatan produk steril, menangani pembuatanproduk
toksis atau berpotensi tinggi dan / atau bersifat sensitisasi.
4) Pemahaman semua Protap, metode analisis dan prosedur lain bagi
personil berkaitan.
5) Pengetahuan mengenai sifat bahan / produk, cara pengolahan dan
pengemasan.
c. Higiene Perorangan
Program higiene yang rinci hendaklah disiapkan dan disesuaikan
dengan berbagai kebutuhan di pabrik. Program tersebut hendaklah
mencakup prosedur yang berkaitan dengan praktik kesehatan dan
higiene serta pakaian personel. Prosedur hendaklah dipahami dan
dipatuhi secara ketat oleh setiap personel yang bertugas di area produksi
dan pengawasan. Pelaksanaan program higiene hendaklah didorong
oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.
Semua personel hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada
saat proses perekrutan. Merupakan kewajiban industri farmasi agar
tersedia instruksi yang memastikan bahwa kesehatan personel yang
dapat memengaruhi mutu produk harus diketahui perusahan. Sesudah
pemeriksaan kesehatan awal, hendaklah dilakukan pemeriksaan
kesehatan kerja dan kesehatan personel bila diperlukan. Hendaklah
diambil tindakan untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang
berpenyakit menular atau memiliki lesi terbuka pada tubuh terlibat
dalam pembuatan obat.
Setiap orang yang memasuki area pembuatan hendaklah
mengenakan pakaian pelindung sesuai dengan kegiatan yang akan

19
dilakukan. Makan, minum, mengunyah atau merokok atau menyimpan
makanan, minuman, bahan merokok atau obat-obatan pribadi di area
produksi dan area gudang hendaklah dilarang secara umum, hendaklah
dilarang melakukan kegiatan yang tidak higienis di dalam area produksi
atau area lain yang dapat memengaruhi mutu produk. Hendaklah
dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan
produk yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang
bersentuhan dengan produk. Personel hendaklah diinstruksikan supaya
menggunakan sarana cuci tangan.
d. Konsultan
Konsultan hendaklah memiliki pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman yang memadai, atau kombinasinya, untuk memberi saran
atas subjek yang mereka kuasai. Data yang mencakup nama, alamat,
kualifikasi, dan jenis layanan yang diberikan oleh konsultan perlu
dipelihara.
3. Bangunan-Fasilitas
Bangunan-fasilitas harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang
memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan pelaksanaan operasi
pembuatan obat yang benar. Tata letak dan desain ruangan dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan,
kontaminasi silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
kontaminasi dari lingkungan sekitar, seperti kontaminasi dari udara,
tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila
letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan
yang efektif terhadap kontaminasi tersebut.
b. Bangunan-fasilitas perlu didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dipelihara sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal

20
terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan
bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain.
Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan
hama.
c. Bangunan-fasilitas perlu dipelihara dengan cermat, dibersihkan dan,
bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci.
d. Seluruh bangunan-fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah
dipelihara dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah
ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.
e. Pasokan listrik, pencahayaan, suhu, kelembaban dan ventilasi
hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak merugikan baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap obat selama proses
pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap keakuratan fungsi dari
peralatan.
f. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:
1) Kompatibilitas dengan kegiatan pengolahan lain yang mungkin
dilakukan di dalam fasilitas yang sama atau berdampingan.
2) Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas
umum bagi personel dan bahan atau produk, atau sebagai tempat
penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.
g. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah
personel yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi,
area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh
digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personel yang tidak
bekerja di area tersebut.
h. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan:
1) Penerimaan bahan
2) Karantina barang masuk
3) Penyimpanan bahan dan bahan pengemas
4) Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk;

21
5) Pengolahan;
6) Pencucian peralatan;
7) Penyimpanan peralatan;
8) Penyimpanan produk ruahan;
9) Pengemasan;
10) Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir;
11) Pengiriman produk; dan
12) Laboratorium pengawasan mutu.
a. Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk
dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan
terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat
menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b. Area Produksi
Kontaminasi silang hendaklah dicegah untuk semua produk
melalui desain dan pengoperasian fasilitas pembuatan yang tepat.
Fasilitas tersendiri dipersyaratkan untuk pembuatan obat yang berisiko
karena:
1) Risiko tidak dapat dikendalikan secara memadai melalui
pengoperasian dan/atau tindakan teknis.
2) Data ilmiah dari evaluasi toksikologi tidak mendukung risiko yang
dapat dikendalikan.
3) Batas residu relevan berdasarkan hasil evaluasi toksikologi, tidak
dapat ditentukan secara memuaskan dengan metode analisis
tervalidasi.
4) Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa
untuk memungkinkan kegiatan produksi mengikuti urutan tahap
produksi dan kelas kebersihan yang dipersyaratkan, mencegah
kesesakan , ketidakteraturan, dan memungkinkan komunikasi dan
pengawasan yang efektif.
5) Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang

22
sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan
penempatan peralatan dan bahan secara logis, sehingga dapat
memperkecil risiko kontaminasi silang dan memperkecil risiko
terlewat atau salah melaksanakan langkah proses pengolahan atau
pengawasan.
6) Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan
ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan
terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan
pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan
efektif.
7) Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan
kedap rembesan, permukaan rata dan memungkinkan pembersihan
yang cepat serta efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut
antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk
lengkungan.
8) Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi layanan lain
hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk
menghindarkan pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan.
9) Untuk kepentingan pemeliharaan, sedapat mungkin hendaklah
dapat diakses dari luar area produksi.
10) Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada
dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku
penyangga berjarak cukup dari dinding untuk memudahkan
pembersihan menyeluruh.
11) Instalasi rangka atap, pipa dan saluran udara yang terpapar ke
dalam ruangan hendaklah dihindarkan.
12) Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya
hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi
terhadap produk.
13) Saluran pembuangan air cukup besar, didesain dan dilengkapi
parit perangkap untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin

23
saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk
memudahkan pembersihan dan disinfeksi.
Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan
menggunakan fasilitas pengendali udara termasuk filter udara dengan
tingkat efisiensi yang dapat mencegah kontaminasi dan kontaminasi
silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara
sesuai kebutuhan.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan
di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk
antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah
halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat,
serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi)
yang mudah dan efektif. Konstruksi lantai di area pengolahan
hendaklah dibuat dari bahan kedap rembesan, permukaan rata dan
memungkinkan pembersihan yang cepat serta efisien apabila terjadi
tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan
berbentuk lengkungan.
Untuk daerah pengolahan dan pengemasan primer perlu
dihindarkan pemakaian bahan dari kayu. Bila terpaksa menggunakan
bahan dari kayu hendaklahdiberi lapisan misal cat poliuretan atau
enamel. Lapisan cat tidak mudah mengelupas. Lampu hendaklah rata
dengan langit-langit dan diberi lapisan untuk mencegah kebocoran
udara atau bilamenonjol keluar mempunyai desain sudut yang
mudahdibersihkan. Dianjurkan agar lampu dapat diperbaiki dari
ataslangit- langit. Stop kontak listrik hendaklah datar dengan
permukaan dan kedap air agar tidak ada rongga atau celah dan dapat
dibersihkan. Instalasi kabel listrik yang dihubungkan dengan mesin
produksi dianjurkan dari atas.
Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi layanan lain
didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari
pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk kepentingan

24
pemeliharaan, dapat diakses dengan mudah dari luar area produksi.
Untuk daerah pengolahan dan pengemasan primer dihindarkan
pemakaian bahan dari kayu. Bila terpaksa menggunakan bahan dari
kayu dapat diberi lapisan misal cat poliuretan atau enamel. Lapisan cat
yang tidak mudah mengelupas. Lampu rata dengan langit-langit dan
diberi lapisan untuk mencegah kebocoran udara atau bila menonjol
keluar mempunyai desain sudut yang mudah dibersihkan.
Pipa saluran udara dipasang di atas langit-langit atau mesanin;
apabila tidak dapat dihindarkan dapat dilengkapi dengan penutup/ cover
sehingga mudah dibersihkan. Lubang udara masuk dan keluar serta
pipa-pipa dan salurannya dipasang sedemikian rupa untuk mencegah
pencemaran terhadap produk. Udara di ruang pengolahan yaitu area
dengan kondisi lingkungan spesifik yang ditetapkan, dikendalikan dan
dipantau untuk mencegah kontaminasi silang atau degradasi bahan awal
dan produk, misal di mana produk, bahan awal dan komponen terpapar
ke lingkungan ruangan, serta ruang cuci alat dan ruang penyimpanan
bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk yang disirkulasi balik
dilewatkan susunan sistem terdiri dari melepaskan partikulat, serta
memungkinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang
mudah dan efektif. Konstruksi lantai di area pengolahan dibuat dari
bahan kedap rembesan, permukaan rata dan memungkinkan
pembersihan yang cepat serta efisien apabila terjadi tumpahan bahan.
Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan berbentuk
lengkungan.
Saluran pembuangan air harus cukup besar, didesain dan
dilengkapi parit perangkap untuk mencegah alir balik. Saluran dapat
terbuka tetapi bila perlu dangkal untuk memudahkan pembersihan dan
disinfeksi. Area produksi harus diventilasi secara efektif dengan
menggunakan fasilitas pengendali udara termasuk filter udara dengan
tingkat efisiensi yang dapat mencegah kontaminasi dan kontaminasi
silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara

25
sesuai kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan di
dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik. Area
produksi harus dipantau secara teratur baik ada maupun tidak ada
kegiatan produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap spesifikasi
desain.
Kelas kebersihan perlu disesuaikan dengan tingkat risiko terhadap
produk yang dibuat. Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang
untuk pengolahan produk steril. Kelas E adalah ruang untuk pengolahan
produk nonsteril, dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat
udara pada kondisi non operasional adalah 3.520.000 partikel/m3 untuk
partikel ukuran ≥ 0,5 µm dan 29.000 untuk partikel ukuran ≥ 5 µm.
Jumlah maksimum mikroba udara ditetapkan oleh industri berdasar
kajian risiko dari jenis sediaan yang ditangani misal cair, krim, padat.
Ruangan lain yang tidak diklasifikasikan perlu dilindungi.
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini.
Tabel 1. Pembagian Kelas Kebersihan

Catatan : Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk


pembuatan produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk
pembuatan produk nonsteril.
Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu
(misalnya pada saat pengambilan sampel, penimbangan bahan atau

26
produk, pencampuran dan pengolahan bahan atau produk, pengemasan
produk kering), memerlukan sarana penunjangkhusus untuk mencegah
kontaminasi silang dan untuk memudahkan pembersihan. Fasilitas
pengemasan obat hendaklah didesain secara khusus dan ditata
sedemikian rupa untuk mencegah kecampurbauran atau kontaminasi
silang. Area produksi hendaklah mendapat pencahayaan yang memadai,
terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses
berjalan.
Pengawasan selama-proses dapat dilakukan di dalam area
produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan risiko
terhadap produksi. Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke
lingkungan luar, seperti pintu bahaya kebakarakan perlu ditutup rapat.
Pintu tersebut harus diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat
digunakan dalam keadaan darurat sebagai pintu ke luar. Pintu di dalam
area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap kontaminasi silang
hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan.
c. Area Penyimpanan
1) Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai
untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan
dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang
dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.
2) Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik; Secara khusus area
tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat pencahayaan yang
cukup serta suhunya dipertahankan dalam batas yang ditetapkan.
3) Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban)
dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan,
dipantau dan dicatat di mana diperlukan.
4) Apabila status karantina dijamin dengan cara penyimpanan di area

27
terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan akses ke area tersebut terbatas bagi personel yang berwenang.
5) Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat
berbahaya lain, dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah
disimpan di area yang terjamin keamanannya.
d. Area Pengawasan Mutu
1) Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area
produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop
hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain.
2) Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk
mencegah pencampurbauran dan kontaminasi silang.
3) Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan
konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap.
Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk
masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop.
e. Sarana Pendukung
1) Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi
dan laboratorium pengawasan mutu. Ruang istirahat dan kantin
hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu.
2) Fasilitas untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan
toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah
diakses.
3) Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan
terpisah dari area produksi. Apabila suku cadang, asesori mesin dan
perkakas bengkel disimpan di areaproduksi, hendaklah disediakan
ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat tersebut.
Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik
terhadap area lain dan dilengkapi pintu masuk terpisah (akses

28
hewan) serta unit pengendali udara yang terpisah.
f. Pembersihan dan Sanitasi Bangunan-Fasilitas
1) Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah
didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi
yang baik.
2) Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman
hendaklah dibatasi di area khusus, misalnya kantin. fasilitas ini
hendaklah memenuhi standar saniter.
3) Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah
dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke
tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur
dan berkala dengan mengindahkan persyaratan saniter.
4) Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak
boleh mengkontaminasi peralatan, bahan awal, bahan pengemas,
bahan yang sedang diproses atau produk jadi.
4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu
atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.
a) Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat
sesuai dengan tujuannya.
b) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk
antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau
absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di
luar batas yang ditentukan.
a. Pemasangan dan Penempatan Alat

29
1) Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah
risiko kesalahan atau kontaminasi.
2) Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang
cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak
terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk.
3) Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka hendaklah
dilengkapi dengan pengaman. Air, uap dan udara bertekanan atau
vakum serta saluran lain hendaklah dipasang sedemikian rupa agar
mudah diakses pada tiap tahap proses.
4) Pipa hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi
dan arah aliran.
5) Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor
identitas yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua
perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan
yang digunakan pada pembuatan bets tersebut kecuali bila
peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
6) Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan
dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi
penandaan yang jelas.
b. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
1) Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar
maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan,
serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali
sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa
semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan.
2) Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih
dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan
hati-hati dan bila mungkin dihindarkan karena menambah risiko
kontaminasi produk.

30
3) Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-
pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah
dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari ruangan pengolahan.
4) Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan
sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan
obat hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah
dirancang agar kontaminasi peralatan oleh bahan pembersih atau
sanitasi dapat dicegah. Prosedur ini hendaklah meliputi penanggung
jawab pembersihan, jadwal, metode, peralatan dan bahan yang
dipakai dalam pembersihan serta metode pembongkaran dan
perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan untuk
memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur
juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets
sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap
kontaminasi sebelum digunakan.
5) Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan
pemeriksaan sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan
secara benar.
6) Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap kontaminasi
mikroba; enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan
dalam wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah
disimpan untuk jangka waktu tertentu kecuali bila disterilkan
c. Pemeliharaan
1) Peralatan hendaklah dipelihara sesuai jadwal untuk mencegah
malfungsiatau kontaminasi yang dapat memengaruhi identitas, mutu
atau kemurnian produk.
2) Kegiatan perbaikan dan pemeliharaan tidak boleh menimbulkan
risiko terhadap mutu produk.
3) Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan alat
pengujisuhu hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan proses
formal.

31
4) Prosedur tertulis untuk pemeliharaan peralatan hendaklah dibuat
dandipatuhi.
5) Pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama
hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal,
waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah
dengan alattersebut. Catatan untuk peralatan yang digunakan
khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.
6) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila
perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau
sisa bahandari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu
produk termasukproduk antara di luar spesifikasi resmi atau
spesifikasi lain yang telah ditentukan.
7) Bila peralatan digunakan untuk membuat produk secara kontinu dan
secara kampanye pada bets yang berurutan dari produk dan produk
antara yang sama, peralatan perlu dibersihkan dalam tenggat waktu
yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan
(misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).
8) Peralatan umum (tidak dikhususkan) hendaklah dibersihkan
setelahdigunakan memproduksi produk yang berbeda untuk
mencegah kontaminasi-silang.
9) Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status kebersihannya
dengancara yang baik.
10) Buku log untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat untuk
pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang telah
dilakukan termasuk tanggal dan personel yang melakukan tindakan
kegiatan tersebut.
5. Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang
menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

32
Secaraumum, dapat diinformasikan beberapa ketentuan yang
menyangkutprodksi obat oleh industri farmasi, ketentuan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1) Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang
kompeten.
2) Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan
karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah
dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
3) Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan di mana
perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan.
4) Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan
terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan
kepada Bagian Pengawasan Mutu.
5) Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai
dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.
6) Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani
seperti penerimaan bahan awal.
7) Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti
yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara rapi dan teratur
untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok
8) Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan
sedemikian rupa untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas
yang telah ditetapkan.
9) Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara
bersamaan atau berurutan dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak
ada risiko terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi silang.
10) Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap kontaminasi mikroba
atau kontaminasi lain pada tiap tahap pengolahan.

33
11) Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan
tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal
ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat berbahaya,
mencakup bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.
12) Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah
diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang
diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini
hendaklah juga menyebutkan tahap proses produksi.
13) Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti
ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label berwarna sering
kali sangat membantu untuk menandakan status (misal: karantina,
diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
14) Pemeriksaan hendaklah dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan
alat lain untuk transfer bahan dan produk dari satu ke tempat lain telah
terhubung dengan benar.
15) Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur hendaklah sedapat
mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada
persetujuan tertulis dari kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
16) Akses ke bangunan-fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personel yang berwenang.
a. Bahan Awal
1) Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan
awal, beserta pembelian dan penerimaannya, hendaklah
didokumentasikan sebagai bagian dari sistem mutu industri
farmasi. Tingkat pengawasan hendaklah proporsional dengan risiko
yang ditimbulkan oleh masing-masing bahan, dengan
mempertimbangkan sumbernya, proses pembuatan, kompleksitas
rantai pasokan, dan penggunaan akhir di mana bahan tersebut
digunakan dalam produk obat. Bukti pendukung untuk setiap

34
persetujuan pemasok/bahan hendaklah disimpan. Personel yang
terlibat dalam kegiatan ini hendaklah memiliki pengetahuan terkini
tentang pemasok, rantai pasokan, dan risiko yang terkait. Jika
memungkinkan, bahan awal hendaklah dibeli langsung dari pabrik
pembuat.
2) Persyaratan mutu bahan awal yang ditetapkan oleh pabrik pembuat
hendaklah didiskusikan dan disepakati bersamapemasok. Aspek
produksi, pengujian dan pengawasan yang tepat, termasuk
persyaratan penanganan, pelabelan, persyaratan pengemasan dan
distribusi, serta prosedur keluhan, penarikan dan penolakan
hendaklah didokumentasikan dalam perjanjian mutu atau
spesifikasi yang resmi.
3) Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa
hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai
pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan,
tanggal pelulusan dan tanggal kedaluwarsa bila ada.
4) Untuk persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan aktif dan
eksipien, diperlukan hal-hal berikut:
a) Bahan Akitf
Ketertelusuran rantai pasokan hendaklah ditetapkan dan
risiko terkait, mulai dari bahan awal untuk pembuatan bahan
aktif hingga produk jadi, hendaklah dinilai secara resmi dan
diverifikasi berkala. Tindakan yang tepat hendaklah dilakukan
untuk mengurangi risiko terhadap mutu bahan aktif. Catatan
rantai pasokan dan ketertelusuran untuk setiap bahan
aktif(termasuk bahan awal untuk pembuatan bahan aktif)
hendaklah tersedia dan disimpan oleh pabrik pembuat obat.
Audit hendaklah dilakukan terhadap pabrik pembuat dan
distributor bahan aktif untuk memastikan bahwa mereka
memenuhi Pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat
yang Baik dan Cara Distribusi Obat yang Baik. Pemegang izin

35
pembuatan hendaklah memverifikasi kepatuhan tersebut baik
oleh dirinya sendiri maupun melalui entitas yang bertindak atas
namanya di bawah suatu kontrak.
Audit hendaklah dilakukan dalam durasi waktu dan ruang
lingkup yang tepat untuk memastikan bahwa penilaian CPOB
yang lengkap dan jelas dilakukan; pertimbangan hendaklah
diberikan pada potensi kontaminasi silang dari bahan lain di
lokasi. Laporan hendaklah sepenuhnya mencerminkan apa yang
telah dilakukan dan diamati saat audit dengan segala
ketidaksesuaian yang diidentifikasi dengan jelas. Tindakan
perbaikan dan pencegahan yang diperlukan hendaklah
dilaksanakan.
Audit lebih lanjut hendaklah dilakukan pada interval yang
ditentukan berdasarkan proses manajemen risiko mutu untuk
memastikan pemeliharaan standar dan penggunaan
berkelanjutan dari rantai pasokan yang disetujui.
b) Eksipien
Eksipien dan pemasok eksipien hendaklah dikendalikan
secara tepat berdasarkan hasil penilaian risiko mutu yang resmi.
Penilaian risiko mutu dapat mengacu pada Pedoman PIC/S
(Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme) mengenai
pelaksanaan penilaian risiko untuk pemastian penerapan Cara
Pembuatan yang Baik untuk eksipien produk obat untuk
penggunaan manusia atau pedoman internasional lain terkait.
Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal
hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama
yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun
nama yang tidak resmi dipakai.
Tiap penerimaan atau bets bahan awal hendaklah diberi
nomor rujukan yang akan menunjukkan identitas penerimaan
atau bets selama penyimpanan dan pengolahan. Nomor tersebut

36
hendaklah jelas tercantum pada label wadah untuk
memungkinkan akses ke catatan lengkap tentang penerimaan
atau bets yang akan diperiksa.
Apabila dalam satu penerimaan terdapat lebih dari satu
bets maka untuk tujuan pengambilan sampel, pengujian dan
pelulusan, hendaklah dianggap sebagai bets yang terpisah. Pada
tiap penerimaan bahan awal, hendaklah dilakukan pemeriksaan
keutuhan wadah termasuk terhadap segel penanda kerusakan
dan kesesuaian antara catatan pengiriman, pesanan pembelian,
label pemasok dan pabrik pembuat yang disetujui serta
informasi pemasok yang dikelola oleh pabrik pembuat produk
obat. Pemeriksaan pada setiap penerimaan perlu
didokumentasikan. Sampel bahan awal hendaklah diambil oleh
personel dengan metode yang disetujui oleh kepala Pengawasan
Mutu. Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya
terhadap spesifikasi. Dalam keadaan tertentu, pemenuhan
sebagian atau keseluruhan terhadap spesifikasi dapat
ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang diperkuat dengan
pemastian identitas yang dilakukan sendiri.
Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua
wadah pada suatu penerimaan berisi bahan awal yang benar, dan
melakukan pengamanan terhadap kemungkinan salah penandaan
wadah oleh pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah
dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian
oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area
penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label
hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut :
1) Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
2) Nomor bets/kontrol yang diberikan saat penerimaan bahan;
3) Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan,
ditolak); dan

37
4) Tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.
Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang
divalidasi penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu
ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label. Untuk
menjamin identitas isi bahan awal dari tiap wadah hendaklah
dibuat prosedur atau dilakukan tindakan yang tepat. Wadah
bahan awal yang telah diambil sampelnya hendaklah
diidentifikasi. Label yang menunjukkan status bahan awal
hendaklah ditempelkan hanya oleh personel yang ditunjuk oleh
kepala bagian Pengawasan Mutu. Untuk mencegah kekeliruan,
label tersebut hendaklah berbeda dengan label yang digunakan
oleh pemasok (misal dengan mencantumkan nama atau logo
perusahaan). Bila status bahan
b. Validasi Proses
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi
dan kesimpulan hendaklah dicatat. Apabila suatu formula pembuatan
atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk
membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi
rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan
bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhipersyaratan mutu. Perubahan
signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan
atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau
reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. Hendaklah secara kritis
dilakukan revalidasi berkala untuk memastikan bahwa proses dan
prosedur tetap mampu mencapai hasil yang diinginkan.
c. Pencegahan Pencemaran Silang
Kontaminasi bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain
hendaklah dicegah. Risiko kontaminasi silang ini dapat timbul akibat
tidak terkendali debu, gas, uap, aerosol, bahan genetis atau

38
organismedari bahan aktif, bahan lain (bahan awal maupun yang sedang
diproses), dan produk yang sedang diproses, residu yang tertinggal pada
alat, dan pakaian kerja serta kulit operator. Risiko tersebut di atas
hendaklah dinilai. Tingkat risiko kontaminasi dapat bervariasi
tergantung dari sifat kontaminan dan produk yang terkontaminasi. Di
antara kontaminan yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat
menimbulkan sensitisasi tinggi, preparat biologis yang mengandung
mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain
berpotensi tinggi.
Produk yang paling terpengaruh oleh kontaminasi silang adalah
sediaan parenteral atau yang diberikan pada luka terbuka dan sediaan
yang diberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan
dalam jangka waktu yang panjang. Bagaimanapun, kontaminasi
terhadap semuaproduk berisiko terhadap keselamatan pasien,
tergantung pada sifat dan tingkat kontaminasi. Kontaminasi silang
hendaklah dicegah dengan memerhatikan desain bangunan-fasilitas dan
peralatan. Pencegahan kontaminasi silang hendaklah didukung dengan
memerhatikan desain proses dan pelaksanaan tindakan teknis atau
tindakan terorganisasi yang relevan, termasuk proses pembersihan yang
efektif, untuk mengendalikan risiko kontaminasi silang.
Proses Manajemen Risiko Mutu, yang mencakup evaluasi potensi
dan toksikologi, hendaklah digunakan untuk menilai dan
mengendalikan risiko kontaminasi silang pada produk yang dibuat.
Faktor - seperti desain dan penggunaan fasilitas/peralatan, alur personel
dan bahan, pengendalian mikrobiologi, karakteristik fisikokimia bahan
aktif, karakteristik proses, proses pembersihan dan kemampuan analitis
relatif terhadap batas relevan yang ditetapkan dari evaluasi produk –
hendaklah juga diperhitungkan.
Hasil dari proses Manajemen Risiko Mutu hendaklah menjadi
dasar untuk menentukan kebutuhan dan sejauh mana bangunan-fasilitas
dan peralatan harus dikhususkan dalam produk atau kelompok produk

39
tertentu. Hal ini dapat mencakup dedikasi bagian tertentu yang
bersentuhan dengan produk atau dedikasi seluruh fasilitas pembuatan.
Pembatasan aktivitas pembuatan dengan menggunakan area produksi
yang terpisah, area produksi terkungkung untuk fasilitas
multiprodukmungkin dapat diterima selama ada justifikasi. Hasil dari
proses Manajemen Risiko Mutu hendaklah menjadi dasar untuk
menentukan tingkat tindakan teknis dan tindakan terorganisasi yang
diperlukan untuk mengendalikan risiko kontaminasi silang.
d. Sistem Penomoran Bets
Tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot
dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.
e. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap
sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta
rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap pengeluaran bahan
dan produk tersebut untuk produksi, dari gudang, area penyerahan, atau
antar bagian produksi, adalah sangat penting.
Cara penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan
bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan
hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan termasuk
bahantambahan yang telah diserahkan sebelumnya ke produksi,
hendaklah didokumentasikan dengan benar. Hanya bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh
Pengawasan Mutu dan masih belum kedaluwarsa yang boleh
diserahkan.
Untuk menghindarkan terjadi kecampurbauran, kontaminasi
silang, kehilangan identitas dan ketidakjelasan, maka hanya bahan
awal, produk antara dan produk ruahan yang terkait dari satu bets saja

40
yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan. Setelah penimbangan,
penyerahan dan penandaan, bahan awal, produk antara dan produk
ruahan hendaklah diangkut dan disimpan dengan cara yang benar
sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat pengolahan berikutnya.
Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal
hendaklah diperiksa kebenaran penandaan, termasuk label pelulusan
dari Bagian Pengawasan Mutu.
Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur
yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang
atau ditakar. Untuk tiap penimbangan atau pengukuran hendaklah
dilakukan pembuktian kebenaran identitas dan jumlah bahan yang
ditimbang atau diukur oleh dua orang personel yang independen, dan
pembuktian tersebut dicatat. Ruang timbang dan penyerahan hendaklah
dipertahankan kebersihannya.
Bahan awal steril yang akan dipakai untuk produk steril
hendaklah ditimbang dan diserahkan di area steril Kegiatan
penimbangan dan penyerahan hendaklah dilakukan dengan memakai
peralatan yang sesuai dan bersih. Bahan awal, produk antara dan
produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang
kebenarannya danditandatangani oleh supervisor produksi sebelum
dikirim ke area produksi. Sesudah ditimbang atau dihitung, bahan untuk
tiap bets hendaklah disimpan dalam satu kelompok dan diberi
penandaan yang jelas.
f. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah
didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak
dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan.

41
g. Operasi Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum dipakai. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda
tidak boleh dilakukan bersamaan atau berurutan di dalam ruang yang
sama kecuali tidak ada risiko terjadinya kecampurbauran atau
kontaminasi silang. Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah
dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang
dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Sebelum kegiatan
pengolahan dimulai hendaklah diambil langkah untuk memastikan area
pengolahan dan peralatan bersih dan bebas dari bahan awal, produk
atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang
akan dilakukan.
Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih
secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan
hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap
penyimpangan hendaklah dijustifikasi dandilaporkan. Wadah dan tutup
yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, produk antara dan produk
ruahan hendaklah bersih dan dibuat dari bahanyang tepat sifat dan
jenisnya untuk melindungi produk atau bahan terhadap kontaminasi
atau kerusakan.
Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara hendaklah
diberi label dengan benar yang menunjukkan tahap pengolahan.
Sebelum label ditempelkan, semua penandaan terdahulu hendaklah
dihilangkan. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label
dan disimpan dalam kondisi yang tepat. Proses kritis hendaklah
divalidasi Semua pengawasan selama-proses yang dipersyaratkan
hendaklah dicatat dengan akurat pada saat pelaksanaannya. Hasil nyata
tiap tahappengolahan bets hendaklah dicatat dan diperiksa serta

42
dibandingkan dengan hasil teoritis. Penyimpangan yang signifikan dari
hasil standar hendaklah dicatat dan diinvestigasi.
Batas waktu dan kondisi penyimpanan produk dalam-proses
hendaklah ditetapkan. Untuk sistem kritis yang tergantung pada operasi
komputer hendaklah disiapkan sistem pengganti manakala terjadi
kegagalan.
h. Bahan dan Produk Kering
Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan kontaminasi-
silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering,
perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta
penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak hendaklah dipakai
sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. Sistem
penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang
pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi
terhadap produk atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang
efektif atau sistem lain yang sesuai hendaklah dipasang untuk menahan
debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul
sangat dianjurkan.
Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk
terhadap kontaminasi serpihan logam atau gelas. Pemakaian peralatan
gelas sedapat mungkin dihindarkan. Ayakan hendaklah diperiksa
terhadap keausan atau kerusakan sebelum dan setelah pemakaian.
Hendaklah dijaga agar tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau
tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau wadah produk
ruahan.
1) Pencampuran dan Granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah
dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan
sistem tertutup. Parameter operasional yang kritis (misal: waktu,
kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan
dan pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi

43
induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam
catatan bets.
Kantong filter yang dipasang pada mesin pengering fluid bed
tidak boleh dipakai untuk produk yang berbeda tanpa
pencucianlebih dahulu. Untuk produk yang berisiko tinggi atau
yang dapat menimbulkan sensitisasi hendaklah digunakan kantong
filter khusus bagi masing-masing produk. Udara yang masuk ke
dalam alat pengering ini hendaklah disaring. Hendaklah dilakukan
tindakan pengamanan untuk mencegah kontaminasi silang oleh
debu yang keluar dari alat pengering tersebut. Pembuatan dan
penggunaan larutan atau suspensi hendaklah dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga risiko kontaminasi atau pertumbuhan
mikroba dapat diperkecil.
2) Pencetakan
Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas
pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa
untuk menghindarkan kecampurbauran antar produk. Tiap mesin
hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecuali mesin
tersebut digunakan untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem
pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam
ruangan tanpa pemisah. Untuk mencegah kecampurbauran perlu
dilakukan pengendalian yang memadai baik secara fisik, prosedural
maupun penandaan.
Hendaklah selalu tersedia alat timbang yang akurat dan telah
dikalibrasi untuk pemantauan bobot tablet selama-proses. Tablet
yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk keperluan pengujian
atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam
betstablet yang bersangkutan. Tablet yang ditolak atau yang
disingkirkanhendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai
dengan jelas mengenai status dan jumlahnya dicatat pada Catatan
Pengolahan Bets. Tiap kali sebelum dan setelah dipakai, punch and

44
die hendaklah diperiksa keausan dan kesesuaiannya terhadap
spesifikasi. Catatan pemakaian hendaklah disimpan.
3) Penyalutan
Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk
pengeringan hendaklah disaring dan memiliki mutu yang tepat.
Larutan penyalut hendaklah dibuat dan digunakan dengan cara
sedemikian rupa untuk mengurangi risiko pertumbuhan mikroba.
Pembuatan dan pemakaian larutan penyalut hendaklah
didokumentasikan.
4) Pengisian Kapsul Keras
Cangkang kapsul hendaklah diperlakukan sebagai bahan
awal. Cangkang kapsul hendaklah disimpan dalam kondisi yang
dapat mencegah kekeringan dan kerapuhan atau efek lain yang
disebabkan oleh kelembaban. Persyaratan-persyaratan yang
tercantum pada pencetakan tablet juga berlaku untuk pengisian
kapsul keras.
5) Penandaan Tablet Salut dan Kapsul
Hendaklah diberikan perhatian khusus untuk menghindarkan
kecampurbauran selama proses penandaan tablet salut dan kapsul.
Bilamana dilakukan penandaan pada produk atau bets yang berbeda
dalam saat yang bersamaan hendaklah dilakukan pemisahan yang
memadai. Tinta yang digunakan untuk penandaan hendaklah yang
memenuhi persyaratan bahan makanan. Hendaklah diberikan
perhatian khusus untuk menghindarkan kecampurbauran selama
proses pemeriksaan, penyortiran dan pemolesan kapsul dan tablet
salut.
i. Produk Cair, Krim dan Salep
Produk cair, krim dan salep mudah terkena kontaminasi terutama
terhadap mikroba atau kontaminan lain selama proses pembuatan. Oleh
karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi.
Penggunaan sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat

45
dianjurkan; area produksi di mana produk atau wadah bersih tanpatutup
terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif dengan
udara yang disaring.
Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan
memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. Tangki, wadah,
pipa dan pompa yang digunakan hendaklah didesain dan dipasang
sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan bila perlu
disanitasi. Dalam mendesain peralatan hendaklah diperhatikan agar
sesedikit mungkin ada sambungan-mati (dead-legs) atau ceruk dimana
residu dapat terkumpul dan menyebabkan proliferasi mikroba.
Penggunaan peralatan dari kaca hendaklah sedapat mungkin
dihindarkan. Baja tahan karat bermutu tinggi merupakan bahan pilihan
untuk bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. Kualitas
kimia dan mikrobiologi air yang digunakan hendaklah ditetapkan dan
selalu dipantau. Perawatan sistem air hendaklah diperhatikan untuk
menghindarkan proliferasi mikroba. Sanitasi secara kimiawi pada
sistem air hendaklah diikuti pembilasan yang prosedurnya
telahdivalidasi agar sisa bahan sanitasi dapat dihilangkan secara
efektif.Mutu bahan yang diterima dalam tangki dari pemasok hendaklah
diperiksa sebelum ditransfer ke dalam tangki penyimpanan.
Perhatian hendaklah diberikan pada transfer bahan melalui pipa
untuk memastikan bahan tersebut ditransfer ke tujuan yang benar.
Bahan yang mungkin melepaskan serat atau kontaminan lain seperti
kardus atau palet kayu tidak boleh dimasukkan ke dalam area di mana
produk atau wadah bersih terpapar ke lingkungan.
Apabila jaringan pipa digunakan untuk mengalirkan bahan awal
atau produk ruahan, hendaklah diperhatikan agar sistem tersebut mudah
dibersihkan. Jaringan pipa hendaklah didesain dan dipasang sedemikian
rupa sehingga mudah dibongkar dan dibersihkan. Akurasi sistem
pengukur hendaklah diverifikasi. Tongkat pengukur hendaklah hanya
boleh digunakan untuk bejana tertentu dan telah dikalibrasi untuk

46
bejana yang bersangkutan. Tongkat pengukur hendaklah terbuat dari
bahan yang tidak bereaksi dan tidak menyerap (misal: bukan kayu).
Perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan
homogenitas campuran, suspensi dan produk lain selama pengisian.
Proses pencampuran dan pengisian hendaklah divalidasi. Perhatian
khusus hendaklah diberikan pada awal pengisian, sesudah penghentian
dan pada akhir proses pengisian untuk memastikan produk selalu
dalamkeadaan homogen.
Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas hendaklah dibuat
ketetapan mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan
serta kondisi penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi.
j. Bahan Pengemas
Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan
pengemas primer dan bahan cetak hendaklah diperhatikan samam
seperti bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan
pengemas cetak. Bahan tersebut hendaklah disimpan di bawah kondisi
keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang
masuk. Label potong dan bahan pengemas cetak lepas lain hendaklah
disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan
kecampurbauran.
Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personel yang
berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui.Tiap penerimaan atau
tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberinomor yang spesifik
atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. Bahan pengemas
primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak lain yang tidak berlaku
lagi atau obsolet hendaklah dimusnahkan dan pemusnahannya dicatat.
Untuk menghindarkan kecampurbauran, hanya satu jenis bahan
pengemas cetak atau bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan
diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama. Hendaklah ada
sekat pemisah yang memadai antar tempat kodifikasi tersebut.

47
k. Kegiatan Pengemasan
Pada umumnya, proses pengisian dan penutupan hendaklah
segera disertai dengan pemberian label. Bila tidak, hendaklah
diterapkan prosedur yang tepat untuk memastikan agar tidak
terjadi kecampurbauran atau salah pemberian label. Kegiatan
pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah
pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu
produk akhir yang dikemas. Bila menyiapkan program untuk kegiatan
pengemasan, hendaklah diberikan perhatian khusus untuk
meminimalkan risiko kontaminasi silang, kecampurbauran atau
substitusi. Produk yang berbeda tidak boleh dikemas berdekatan
kecuali ada segregasi fisik atau sistem lain yang dapat memberikan
jaminan yang sama.
Hendaklah ada prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan
dan identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan untuk
menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas cetak dan bukan
cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah benar,
pengawasan selama-proses pengemasan rekonsiliasi terhadap
produkruahan, bahan pengemas cetak dan bahan cetak lain, serta
pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Semua kegiatan pengemasan
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan
menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur
Pengemasan Induk.
Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam
Catatan Pengemasan Bets. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai,
hendaklah dilakukan langkah untuk memastikan bahwa area kerja, jalur
pengemasan, mesin pencetakan dan peralatan lain telah bersih serta
bebas dari produk lain, bahan, atau dokumen yang digunakan
sebelumnya, jika tidak diperlukan untuk kegiatan pengemasan yang
bersangkutan. Kesiapan jalur pengemasan hendaklah dilaksanakan

48
sesuai daftar periksa yang tepat.Semua penerimaan produk ruahan,
bahan pengemas dan bahan cetak lain hendaklah diperiksa dan
diverifikasi kebenaran jumlah, identitas, dan kesesuaiannya terhadap
Prosedur Pengemasan Induk
1) Prakodifikasi Bahan Pengemas
Label, karton dan bahan pengemas dan bahan cetak lain yang
memerlukan prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal
kedaluwarsa dan informasi lain sesuai dengan perintah pengemasan
hendaklah diawasi dengan ketat pada tiap tahap proses, sejak
diterima dari gudang sampai menjadi bagian dari produk atau
dimusnahkan. Bahan pengemas dan bahan cetak lain yang sudah
dialokasikan untuk prakodifikasi hendaklah disimpan di dalam
wadah yang tertutup rapat dan ditempatkan di area terpisah serta
terjamin keamanannya. Proses prakodifikasi bahan pengemas dan
bahan cetak lain hendaklah dilakukan di area yang terpisah dari
kegiatan pengemasan lain. Khusus untuk proses prakodifikasi
secara manual hendaklah diperhatikan untuk melakukan
pemeriksaan kembali dengan interval yang teratur. Seluruh bahan
pengemas dan bahan cetak lain yang telah diberi
prakodifikasihendaklah diperiksa sebelum ditransfer ke area
pengemasan
2) Praktik Pengemasan
Risiko kesalahan terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil
dengan cara sebagai berikut:
a) Menggunakan label-gulung;
b) Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label;
c) Dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label
elektronis;
d) Label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga
masing-masing mempunyai tanda khusus untuk tiap produk
yang berbeda; dan

49
e) Disamping pemeriksaan secara visual selama pengemasan
berlangsung, hendaklah dilakukan pula pemeriksaan secara
independen oleh bagian Pengawasan Mutu selama dan pada
akhir proses pengemasan.
Perhatian khusus hendaklah diberikan bila memakai label-
potong dan ketika proses prakodifikasi dilakukan di luar jalur
pengemasan. Penggunaan label-gulung lebih disarankan daripada
penggunaan label potong untuk menghindarkan kecampurbauran.
Verifikasi daring terhadap semua label melalui sistem elektronik
dapat membantu mencegah kecampurbauran, tetapi pemeriksaan
hendaklah dilakukan untuk memastikan bahwa pembaca kode
elektronik, penghitung label, atau perangkat serupa dapat
beroperasi dengan benar. Jika label ditempelkan secara manual,
pengawasan selama- proses hendaklah dilakukan lebih sering.
Produk-produk yang penampilannya mirip tidak boleh
dikemas pada jalur yang berdampingan kecuali ada pemisahan
secara fisik. Pada tiap jalur pengemasan nama dan nomor bets
produk yang sedang dikemas hendaklah dapat terlihat dengan jelas.
Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk
yang baru sebagian dikemas, atau subbets hendaklah diberi label
atau penandaan yang menunjukkan identitas, jumlah, nomor bets
dan status produk tersebut. Wadah yang akan diisi hendaklah
diserahkan ke jalur atau tempat pengemasan dalam keadaan bersih.
Perhatian hendaklah diberikan untuk menghindarkan dan
menghilangkan kontaminan seperti pecahan kaca dan partikel
logam. Semua personel bagian pengemasan hendaklah
memperolehpelatihan agar memahami persyaratan pengawasan
selama-proses dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan
pada saat mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut.
Area pengemasan hendaklah dibersihkan secara teratur dan
sering selama jam kerja dan tiap kali terjadi tumpahan bahan.

50
Personel kebersihan hendaklah diberi pelatihan untuk tidak
melakukan praktik yang dapat menyebabkan kecampurbauran atau
kontaminasi silang. Bila ditemukan bahan pengemas cetak pada
saat pembersihan hendaklah diberikan kepada supervisor, yang
selanjutnya ditempatkan di dalam wadah yang disediakan untuk
keperluan rekonsiliasi dan kemudian dimusnahkan pada akhir
proses pengemasan.
Kemasan akhir dan kemasan setengah-jadi yang ditemukan di
luar jalur pengemasan hendaklah diserahkan kepada supervisor dan
tidak boleh langsung dikembalikan ke jalur pengemasan. Bila
setelah diperiksa oleh supervisor ternyata identitas produk tersebut
sama dengan bets yang sedang dikemas dan keadaannya baik, maka
supervisor dapat mengembalikannya ke jalur pengemasan yang
sedang berjalan. Kalau tidak, maka produk tersebut hendaklah
dimusnahkan dan jumlahnya dicatat.
Produk yang telah diisikan ke dalam wadah akhir tetapi
belum diberi label hendaklah dipisahkan dan diberi penandaan
untuk menghindarkan kecampurbauran. Bagian peralatan pengemas
yang biasanya tidak bersentuhan dengan produk ruahan tapi dapat
menjadi tempat penumpukan debu, serpihan, bahan pengemas
ataupun produk yang kemudian dapat jatuh ke dalam produk atau
dapat menjadi kontaminan atau dapat menjadi
penyebabkecampurbauran produk yang sedang dikemas, hendaklah
dibersihkan dengan cermat. Hendaklah diambil tindakan untuk
mengendalikan penyebaran debu selama proses pengemasan
khususnya produk kering. Area pengemasan yang terpisah
diperlukan untuk produk tertentu misalnya obat yang berdosis
rendah dan berpotensi tinggi atau produk toksik dan bahan yang
dapat menimbulkan sensitisasi. Udara bertekanan tidak boleh
digunakan untuk membersihkan peralatan di area kegiatan
pengemasan di mana kontaminasi-silang dapat terjadi. Pemakaian

51
sikat hendaklah dibatasi karena dapat menimbulkan bahaya
kontaminasi dari bulu sikat dan/atau partikel yang menempel pada
sikat.
Personel hendaklah diingatkan untuk tidak menaruh bahan
pengemas atau produk di dalam saku mereka. Bahan tersebut
hendaklah dibawa dengan tangan atau di dalam wadah yang
tertutup dan diberi tanda yang jelas. Bahan yang diperlukan dalam
proses pengemasan seperti pelumas, perekat, tinta, cairan
pembersih, dan sebagainya, hendaklah disimpan di dalam wadah
yang jelas tampak berbeda dengan wadah yang dipakai untuk
pengemasan produk dan hendaklah diberi penandaan yang jelas
danmencolok sesuai dengan isinya.
Alat pemindai kode elektronik, alat penghitung dan peralatan
lain yang serupa, hendaklah diperiksa untuk memastikan alat-alat
tersebut bekerja dengan benar. Informasi tercetak dan dalam bentuk
huruf timbul pada bahan pengemas hendaklah terlihat jelas, tidak
memudar dan tidak mudah terhapus. Pengawasan pada jalur
pengemasan selama proses pengemasan hendaklah meliputi paling
sedikit hal-hal berikut:
a) Tampilan kemasan secara umum;
b) Apakah kemasan sudah lengkap;
c) Apakah produk dan bahan pengemas yang dipakai sudah
benar;
d) Apakah prakodifikasi sudah benar;
e) Apakah monitor pada jalur sudah berfungsi dengan benar.
Sampel yang sudah diambil dari jalur pengemasan tidak
boleh dikembalikan. Produk yang telah mengalami kejadian tak
normal hendaklah khusus diperiksa, diinvestigasi dan disetujui
terlebih dahulu oleh personel yang diberi wewenang sebelum
dimasukkan ke dalam proses pengemasan. Hendaklah dibuat
catatan rinci dari aktivitas tersebut.

52
Bila selama rekonsiliasi ditemukan perbedaan yang
signifikan atau tidak normal antara jumlah produk ruahan dan
bahanpengemas cetak dibandingkan terhadap jumlah unit yang
diproduksi, maka sebelum diluluskan hendaklah dilakukan
investigasi dan pertanggungjawaban secara memuaskan terlebih
dahulu. Setelah proses pengemasan selesai, bahan pengemas yang
tidak terpakai tetapi telah diberi prakodifikasi hendaklah
dimusnahkan dan pemusnahan tersebut dicatat. Bila bahan cetakan
belum diberi prakodifikasi akan dikembalikan ke stok gudang,
hendaklah mengikuti prosedur terdokumentasi.
3) Penyelesaian Kegiatan Pengemasan
Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan
terakhir diperiksa dengan cermat untuk memastikan bahwa
kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan Prosedur
Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari satu bets dari
satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu
palet. Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah
kemasanhendaklah dituliskan pada karton tersebut. Setelah proses
rekonsiliasi pengemasan, kelebihan bahan pengemas dan produk
ruahan yang akan disingkirkan hendaklah diawasi dengan ketatagar
hanya bahan dan produk yang dinyatakan memenuhi syarat saja
yang dapat dikembalikan ke gudang untuk dimanfaatkan lagi.
Bahan dan produk tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas.
Supervisor hendaklah mengawasi penghitungan dan
pemusnahan bahan pengemas dan produk ruahan yang tidak dapat
lagi dikembalikan ke gudang. Semua sisa bahan pengemas yang
sudah diberi penandaan tapi tidak terpakai hendaklah dihitung dan
dimusnahkan. Jumlah yang dimusnahkan hendaklah dicatat pada
Catatan Pengemasan Bets. Supervisor hendaklah menghitung dan
mencatat jumlah pemakaian neto semua bahan pengemas dan
produk ruahan. Tiap penyimpangan hasil yang tidak dapat

53
dijelaskan atau tiap kegagalan untuk memenuhi spesifikasi
hendaklah diselidiki secara teliti dengan mempertimbangkan bets
atau produk lain yang mungkin juga terpengaruh. Setelah
rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah ditempatkan di area
karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
l. Pengawasan Selama-Proses
Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur
tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat.
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi
penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses.
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama-proses hendaklah
dipatuhi. Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan
sampel, frekuensi pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil,
spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap
spesifikasi. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah
mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
a) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk
hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan
atau pengemasan; dan
b) Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan
dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai
dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah
diambil sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personel yang
ditunjuk. Hasil pengujian/pemeriksaan selama-proses hendaklah dicatat,

54
dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari Catatan Bets.
Spesifikasi pengawasan selama-proses hendaklah konsisten dengan
spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah berasal dari hasil
rata- rata proses sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil
estimasi variasi proses dan ditentukan dengan menggunakan metode
statistis yang cocok bila ada.
m. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikebalikan
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian
sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum
diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat
hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan
pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
n. Pemulihan
Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang
memenuhi persyaratan mutu, digabungan ke dalam bets lain dari
produk yang sama pada suatu tahap pembuatan obat yang diotorisasi
sebelumnya. Pemulihan ini hendaklah dilakukan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan setelah dilakukan evaluasi terhadap
resiko yang mungkin terjadi, termasuk kemungkinan pengaruh
terhadap masa edar produk dan harus dicatat.
o. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian
sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum
diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat
hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan
pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
p. Catatan Pengendalian Pengiriman Obat
Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian
rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk
mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan.

55
Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-
expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka
waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang
bertanggung jawab.
q. Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara,
Produk Ruahan dan Produk Jadi
Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan
teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta
memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk
hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan jarak yang
cukup terhadap sekelilingnya.Bahan dan produk hendaklah disimpan
dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang
memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan.
Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan
yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas.Data
pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi.Alat yang dipakai
untuk pemantauan hendaklah diperiksa pada selang waktuyang telah
ditentukan dan hasil pemeriksaan hendaklah dicatat dan disimpan.
Semua catatan pemantauan hendaklah disimpan untuk jangka waktu
paling tidak sama dengan umur bahan atau produk yang bersangkutan
ditambah 1 tahun, atau sesuai dengan peraturan pemerintah. Pemetaan
suhu hendaklah dapat menunjukkan suhu sesuai batas spesifikasi di
semua area fasilitas penyimpanan.Disarankan agar alat pemantau suhu
diletakkan di area yang paling sering menunjukkan fluktuasi suhu.
Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang
dikemas dalam wadah yang kedap (misalnya drum logam) dan mutunya
tidak terpengaruh oleh suhu atau kondisi lain. Kegiatan pergudangan
hendaklah terpisah dari kegiatan lain. Semua penyerahan ke area
penyimpanan, termasuk bahan kembalian, hendaklah didokumentasikan
dengan baik. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang

56
hendaklah mempunyai kartu stok. Kartu stok tersebut hendaklah secara
periodik direkonsiliasi dan bila ditemukan perbedaan hendaklah dicatat
dan diberikan alasan bila jumlah yang disetujui untuk pemakaian
berbeda dari jumlah pada saat penerimaan atau pengiriman. Hal ini
hendaklah didokumentasikan dengan penjelasan tertulis.
1) Penyimpanan Bahan Awal dan Bahan Pengemas
Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara
elektronis) hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk
yang ditolak, daluwarsa, ditarik dari peredaran atau obat atau bahan
kembalian. Bahan atau produk, dan area penyimpanan tersebut hendaklah
diberi identitas yang tepat.Semua bahan awal dan bahan pengemas yang
diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa kebenaran identitas,
kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu.Bila
identitas atau kondisi wadah bahan awal atau bahan pengemas diragukan
atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah
tersebut hendaklah dikirim ke area karantina.Selanjutnya pihak
Pengawasan Mutu hendaklah menentukan status bahan tersebut.
Bahan awal dan bahan pengemas yang ditolak hendaklah
tidak disimpan bersama-sama dengan bahan yang sudah diluluskan,
tapi dalam area khusus yang diperuntukkan bagi bahan yang
ditolak.Bahan cetak hendaklah disimpan di ―area penyimpanan
terlarang‖ (restricted storage area) dan penyerahan di bawah
pengawasan yang ketat. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas
dan yang mempunyai tanggal daluwarsa paling dekat hendaklah
digunakan terlebih dahulu (prinsip FIFO dan FEFO). Bahan awal
dan bahan pengemas hendaklah diuji ulang terhadap identitas,
kekuatan, mutu dan kemurnian, sesuai kebutuhan, misal: setelah
disimpan lama, atau terpapar ke udara, panas atau kondisi lain yang
mungkin berdampak buruk terhadap mutu.
2) Penyimpanan Produk Antara, Ruahan dan Produk Jadi

57
Produk antara dan produk ruahan hendaklah disimpan pada
kondisi yang tepat.Tiap penerimaan hendaklah diperiksa untuk
memastikan bahwa bahan yang diterima sesuai dengan dokumen
pengiriman.Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan produk
jadi yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa
kesesuaian identitas dan kondisi wadah.Bila identitas atau kondisi
wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi diragukan
atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya,
wadah tersebut hendaklah dikirim ke area karantina.Selanjutnya
pihak Pengawasan Mutu hendaklah menentukan status produk
tersebut.
6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam
kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen
ini menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan
tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan
penyimpanan produk.

Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman


produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor. Jika gudang industri
farmasi bertindak juga sebagai pusat distribusi produk ke fasilitas distribusi,
fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan,
hendaklah industri farmasi juga menerapkan dan memenuhi pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang
diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman.
Lebih lanjut, belum ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan
dan pemeliharaan prosedur penyimpanan dan pengiriman obat, serta
pengendalian kegiatan proses distribusi. Tujuan pedoman ini adalah untuk
membantu dalam menjamin mutu dan integritas obat selama proses
penyimpanan dan pengiriman obat.
Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan

58
dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan
CDOB. Obat hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai
untuk mencegah kontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi silang.
Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang memadai
sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman.
Hendaklah dilakukan rekonsiliasi stok secara berkala dengan
membandingkan jumlah persediaan (stok) sebenarnya dengan yang tercatat.
Semua perbedaan stok yang signifikan hendaklah diinvestigasi untuk
memastikan bahwa tidak ada kecampur-bauran karena kelalaian, kesalahan
pengeluaran dan/atau penyalahgunaan obat.
Hendaklah dilakukan pemeriksaan jumlah produk pada saat
penerimaan untuk memastikan jumlah yang diterima sesuai dengan jumlah
yang tercantum dalam catatan penyerahan dari produksi. Obat yang
membutuhkan penyimpanan khusus (misal: narkotik, psikotropik,
prekursor dan produk dengan suhu penyimpanan tertentu) hendaklah segera
diidentifikasi dan segera ditempatkan sesuai prosedur tertulis. Industri
farmasi hendaklah menginformasikan semua kondisi penyimpanan dan
pengangkutan yang sesuai kepada pihak yang bertanggung jawab atas
transportasi obat. Perusahaan yang mengangkut harus menjamin kepatuhan
terhadap ketentuan ini.
Obat hendaklah disimpan dan diangkut dengan memenuhi prosedur
sedemikian hingga kondisi suhu dan kelembaban relatif yang tepat
dipertahankan, misal menggunakan cold chain untuk produk yang tidak
tahan panas. Penyimpanan dan pengangkutan produk yang tidak tahan
panas dapat mengacu pada dokumen WHO Model Guidance for the
Storage and Transport of Time and Temperature–SensitivePharmaceutical
Products atau pedoman internasional lain yang setara. Alat untuk
memantau kondisi di dalam kendaraan dan wadah pengiriman, misal suhu
dan kelembaban, hendaklah dikalibrasi. Kendaraan dan wadah pengiriman
hendaklah mempunyai kapasitas yang memadai untuk penempatan secara
teratur berbagai kategori obat selama transportasi.

59
Hendaklah tersedia tindakan pengamanan untuk mencegah pihak
yang tidak berwenang masuk dan/atau merusak kendaraan dan/atau
perlengkapan, serta mencegah pencurian atau penggelapan. Seluruh obat
hendaklah disimpan dan dikirimkan dalam wadah pengiriman yang tidak
mengakibatkan efek merugikan terhadap mutu produk, dan memberikan
perlindungan yang memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk
kontaminasi. Label wadah pengiriman tidak perlu mencantumkan
deskripsi lengkap mengenai identitas isinya (untuk menghalangi
pencurian), namun hendaklah tetap mencantumkan informasi yang
memadai mengenai kondisi penanganan dan penyimpanan serta tindakan
yang diperlukan untuk menjamin penanganan yang tepat. Jika pengiriman
obat di luar pengendalian sistem manajemen industri farmasi,hendaklah
diberi label yang mencantumkan nama dan alamat industri farmasi,
kondisi transportasi khusus dan ketentuan lain yang dipersyaratkan
termasuk simbol-simbol keamanan. Lihat ketentuan CDOB
(Carbonaceous Biochemical Oxygen Demand).
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk penanganan wadah
pengiriman yang rusak dan/atau pecah. Perhatian khusus hendaklah
diberikan terhadap wadah penyimpanan yang berisi produk yang
mempunyai potensi bahaya. Hendaklah tersedia prosedur dan catatan
tertulis yang mendokumentasikan seluruh kegiatan yang berhubungan
dengan penyimpanan dan pengiriman obat, termasuk semua tanda terima
dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama penerima produk tersebut
hendaklah tercantum dalam semua terkait. Semua keluhan dan informasi
lain tentang kemungkinan kerusakan dan kemungkinan pemalsuan obat
hendaklah dikaji dengan seksama sesuai dengan prosedur tertulismengenai
tindakan yang perlu dilakukan, termasuk tindakan penarikan obat jika
diperlukan. Semua keluhan dan informasi lain tentang kemungkinan
kerusakan dan kemungkinan pemalsuan obat hendaklah dikaji dengan
seksama sesuai dengan prosedur tertulis mengenai tindakanyang perlu
dilakukan, termasuk tindakan penarikan obat jika diperlukan.

60
Tiap kegiatan yang terkait dengan penyimpanan dan pengiriman obat
yang didelegasikan kepada orang atau sarana lain hendaklah dilaksanakan
sesuai kontrak tertulis yang disetujui oleh pemberi danpenerima kontrak
tersebut. Kontrak tersebut hendaklah menegaskan tanggung
jawabmasingmasing pihak, termasuk ketaatan terhadap prinsip-prinsip
CDOB.Tiap penerima kontrak hendaklah memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam Pedoman CDOB tersebut. Dalam kondisi tertentu,
subkontrak diperbolehkan jika ada persetujuan tertulis dari pemberi
kontrak. Penerima kontrak hendaklah diaudit secara berkala.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara
pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang
relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau
produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap
hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan.
Bagian pengawasan mutu secara keseluruhan juga mempunyai
tanggung jawab, antara lain adalah:
a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu.
b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk.
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk.

61
e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu
produk.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan
prosedur tertulis, dan dicatat dimana perlu.
8. Inspeksi Diri
a. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB.Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk
mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB
secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di
samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan
kembali obat jadi atau terjadi penolakan yangberulang. Semua saran
untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan
inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif.
b. Audit Mutu
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi
diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau
sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis
dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk
hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat
diperluasterhadap pemasok dan penerima kontrak.
c. Audit dan Persetujuan Pemasok
1) Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi
persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal

62
dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan.
2) Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal
dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan
ditinjau ulang.
3) Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan
dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi
hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan
yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah
menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB.
4) Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara
teratur.
9. Keluhan dan Penarikan Produk
Semua keluhan dan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun
suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yangdiketahui
atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penanganan
keluhan, penarikan kembali produk dan produk kembalian diatur dalam
CPOB sebagai berikut:
a. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani
keluhan dan memutuskan tindakan yanghendak dilakukan bersama staf
yang memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan
kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), maka ia hendaklah
memahami cara penanganan seluruh keluhan,penyelidikan atau
penarikan kembali produk.
b. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan,
evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk
penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat
yang diduga cacat.

63
c. Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi
dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat
dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait.
d. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah
keluhan disebabkan oleh pemalsuan.
e. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produkhendaklah dicatat
yang mencakup rincian mengenai asal- usul keluhan dan diselidiki
secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian pengawasan mutu
hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut.
f. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka
hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk
memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang
mengandung hasil pengolahan ulang daribets yang cacat hendaklah
diselidiki.
g. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan
keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut.
Tindak lanjut ini mencakup:
1) Tindakan perbaikan bila diperlukan.
2) Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang
bersangkutan.
3) Tindakan lain yang tepat.
h. Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi
hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan
perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran.
i. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan
kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain
yang serius mengenai mutu produk.
j. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan
hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua

64
aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil
tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan
pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian manajemen mutu
(pemastian mutu), maka ia hendaklah memahami segala operasi
penarikan kembali.
k. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan
dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan
kembali.
l. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera
dan tiap saat.
m. Pelaksanan penarikan kembali.
1) Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera
setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan
mengenai reaksi yang merugikan.
2) Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan,
hendaklah dihentikan dengan cara embargoyang dilanjutkan dengan
penarikan kembali dengansegera. Penarikan kembali hendaklah
menjangkau sampai tingkat konsumen.
3) Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali
dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.
4) Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk
hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan
kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata
rantai distribusi.
n. Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan
penarikankembali produk hendaklah didokumentasikandengan baik.
o. Otoritas pengawas obat negara ke mana produk didistribusikan
hendaklah diinformasikan segera apabila akan dilakukan penarikan
kembali karena cacat ataudugaan cacat.

65
p. Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil
yang bertanggung jawab terhadap penarikankembali. Catatan distribusi
hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan
pelanggan yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor
telepon, dan/atau nomor fax pada saat jam kerja dan di luar jam kerja,
nomor bets dan jumlah yang dikirim), termasuk distributor di luar
negeri untuk produk yang diekspor dan sampel medis.
q. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan
terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap
produk tersebut.
r. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat
laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang
dikirim dan yang ditemukan kembali.
s. Efektifitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi
dari waktu ke waktu.
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasimanajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi,
Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Berdasarkan CPOB dokumen yang diperlukan, yaitu:
a. Spesifikasi Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahanpengemas
dan produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal,
hendaklah juga tersedia spesifikasi bagi produk antara dan produk
ruahan.

66
b. Spesifikasi bahan awal Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di
mana diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk:
a) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal.
b) Rujukan monografi farmakope, bila ada.
c) Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan.
d) Standar mikrobiologis, bila ada.
2) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan bataspenerimaan.
4) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.
Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali
c. Spesifikasi bahan pengemas
Spesifikasi bahan pengemas hendaklah mencakup, di mana
diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk:
a) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal.
b) Rujukan monografi farmakope, bila adapemasok yang disetujui
dan bila mungkin, produsen bahan.
c) Standar mikrobiologis, bila ada.
d) Spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna.
2) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan bataspenerimaan.
4) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.
5) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali
d. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan Spesifikasi produk antara
dan produk ruahan hendaklah tersedia, apabila produk tersebut dibeli
atau dikirim, atau apabila data dari produk antara digunakan untuk
mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi hendaklah mirip dengan
spesifikasi bahan awal atau produk jadi, sesuai keperluan.
e. Spesifikasi produk jadi Spesifikasi produk jadi hendaklah mencakup:
1) Nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode produk).

67
2) Formula/komposisi atau rujukan.
3) Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenaikemasan, termasuk
ukuran kemasan.
4) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.
5) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan bataspenerimaan.
6) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila
diperlukan.
7) Masa edar/simpan.
f. Dokumen produksi Dokumen yang esensial dalam produksi adalah:
1) Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu
produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak
tergantung dari ukuran bets.
2) Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan
prosedur pengemasan induk, yang masing-masing berisi prosedur
pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu
produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik.
Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum
mendapat pengesahan untuk digunakan; dan catatan produksi bets,
terdiri dari catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan
bets,yang merupakan reproduksi dari masing-masing prosedur
pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, dan berisi
semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
produksi dari suatu bets produk.
3) Catatan produksi bets, terdiri dari catatan pengolahan Bets dan
catatan pengemasan bets, yang merupakan reproduksi dari masing-
masing prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan
induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Kadang-kadang pada
catatan produksi bets, prosedur yang tertera dalam prosedur
produksi induk tidak lagi dicantumkan secara rinci.
g. Dokumen produksi induk

68
Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal hendaklah
mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan dan deskripsi produk, nama
penyusun dan bagiannya, nama pemeriksa serta daftar
distribusidokumen dan berisi hal sebagai berikut:
1) Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas
primer yang harus digunakan atau aternatifnya, pernyataan mengenai
stabilitas produk, tindakan pengamanan selama penyimpanan dan
tindakan pengamanan lain yang harus dilakukanselama pengolahan
dan pengemasan produk.
2) Komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk
satu sampel ukuran bets.
3) Daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun
yang akan mengalami perubahan selama proses.
4) Spesifikasi bahan awal
5) Daftar lengkap bahan pengemas
6) Spesifikasi bahan pengemas primer
7) Prosedur pengolahan dan pengemasan
8) Daftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan dan
pengemasan
9) Pengawasan selama-proses pengolahan dan pengemasan
10) Masa edar/simpan
h. Prosedur Pengolahan Induk
Prosedur pengolahan induk yang disahkan secara formal
hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets yang akan dibuat.
Prosedur pengolahan induk hendaklah mencakup:
1) Nama produk dengan kode referen produk yang merujuk pada
spesifikasinya.
2) Deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran bets.
3) Daftar dari semua bahan awal yang harus digunakan, dengan
menyebutkan masing-masing jumlahnya, dinyatakan dengan
menggunakan nama dan referen (kode produk) yang khusus bagi

69
bahan itu; hendaklah dicantumkan apabila ada bahan yang hilang
selama proses.
4) Pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan dengan batas
penerimaan, dan bila perlu, tiap hasil antara yang relevan.
5) Pernyataan mengenai lokasi pengolahan dan peralatanutama yang
harus digunakan.
6) Metode atau rujukan metode yang harus digunakan untuk
mempersiapkan peralatan kritis (misalnya pembersihan, perakitan,
kalibrasi, sterilisasi).
7) Instruksi rinci tahap proses (misalnya pemeriksaan bahan, perlakuan
awal, urutan penambahan bahan, waktu pencampuran, suhu).
8) Instruksi untuk semua pengawasan selama-proses dengan batas
penerimaannya.
9) Bila perlu, syarat penyimpanan produk ruahan; termasuk wadah,
pelabelan dan kondisi penyimpanan khusus, di mana perlu.
10) Semua tindakan khusus yang harus diperhatikan
i. Prosedur Pengemasan Induk
Prosedur Pengemasan Induk yang disahkan secara formal
hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets serta ukuran dan
jenis kemasan. Dokumen iniumumnya mencakup, atau merujuk, pada
hal berikut:
1) Nama produk.
2) Deskripsi bentuk sediaan dan kekuatannya, di mana perlu.
3) Ukuran kemasan yang dinyatakan dalam angka, berat atau volume
produk dalam wadah akhir.
4) Daftar lengkap semua bahan pengemas yang diperlukanuntuk satu
bets standar, termasuk jumlah, ukuran dan jenis bersama kode atau
nomor referen yang berkaitan dengan spesifikasi tiap bahan
pengemas.
5) Di mana sesuai, contoh atau reproduksi dari bahan pengemas cetak
yang relevan dan spesimen yang menunjukkan tempat untuk

70
mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa bets.
6) Tindakan khusus yang harus diperhatikan, termasuk pemeriksaan
secara cermat area dan peralatan untukmemastikan kesiapan jalur
(line clearance) sebelum kegiatan dimulai.
7) Uraian kegiatan pengemasan, termasuk segala kegiatan tambahan
yang signifikan serta peralatan yang harus digunakan.
8) Pengawasan selama-proses yang rinci termasuk pengambilan sampel
dan batas penerimaan.
j. Catatan Pengolahan Bets
Catatan pengolahan bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang
diolah. Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari
prosedur pengolahan induk yang berlaku. Metode pembuatan catatan ini
hendaklah didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan
hendaklah mencantumkan nomor bets yang sedang dibuat. Selama
pengolahan, informasi sebagaiberikut hendaklah dicatat pada saat tiap
tindakan dilakukan dan setelah lengkap hendaklah catatan diberi
tanggal dan ditandatangani dengan persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab untuk kegiatan pengolahan:
1) Nama produk.
2) Tanggal dan waktu dari permulaan, dari tahap antara yang signifikan
dan dari penyelesaian pengolahan.
3) Nama personil yang bertanggung jawab untuk tiap tahap proses.
4) Paraf operator untuk berbagai langkah pengolahan yang signifikan
dan, di mana perlu, paraf personilyang memeriksa tiap kegiatan ini
(misalnya penimbangan).
5) Nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah nyata tiap
bahan awal yang ditimbang atau diukur (termasuk nomor bets dan
jumlah bahan hasil pemulihan atau hasil pengolahan ulang yang
ditambahkan).
6) Semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan dan
peralatan utama yang digunakan.

71
7) Catatan pengawasan selama-proses dan paraf personil yang
melaksanakan serta hasil yang diperoleh.
8) Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap pengolahan berbeda
dan penting.
9) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya
dengan tanda tangan pengesahan Untuk segala penyimpangan
terhadap prosedur pengolahan induk
k. Catatan pengemasan bets
Catatan pengemasan bets hendaklah tersedia untuktiap bets yang
dikemas. Dokumen ini hendaklah dibuatberdasarkan bagian relevan dari
prosedur pengemasaninduk yang berlaku dan metode pembuatan
catatan ini hendaklah didesain untuk menghindarkan kesalahan
transkripsi. Catatan hendaklah mencantumkan nomor bets dan jumlah
produk jadi yang direncanakan akan diperoleh. Sebelum suatu kegiatan
pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan yang dicatat,
bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas dari produk dan dokumen
sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukanuntuk pengemasan yang
direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai untuk penggunaannya.
Selama pengemasan, informasi sebagai berikuthendaklah dicatat
pada saat tiap tindakan dilakukan dan setelah lengkap hendaklah catatan
diberi tanggal dan ditandatangani dengan persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab untuk kegiatan pengemasan:
1) Nama produk.
2) Tanggal dan waktu tiap kegiatan pengemasan.
3) Nama personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan pengemasan.
4) Paraf operator dari berbagai langkah pengemasan yang signifikan.
5) Catatan pemeriksaan terhadap identitas dan konformitas dengan
prosedur pengemasan induk termasuk hasil pengawasan selama
proses.

72
6) Rincian kegiatan pengemasan yang dilakukan, termasuk referensi
peralatan dan jalur pengemasan yang digunakan.
7) Apabila dimungkinkan, sampel bahan pengemas cetak yang
digunakan, termasuk spesimen dari kodifikasi bets, pencetakan
tanggal daluwarsa serta semua pencetakan tambahan.
8) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya
dengan tanda tangan pengesahan untuk semua penyimpangan
terhadap prosedur pengemasan induk.
9) Jumlah dan nomor referen atau identifikasi dari semua bahan
pengemas cetak dan produk ruahan yang diserahkan, digunakan,
dimusnahkan atau dikembalikan ke stok dan jumlah produk yang
diperoleh untuk melakukan rekonsiliasi yang memadai.
l. Prosedur dan Catatan
Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan
penerimaan,penandaan karantina internal serta penyimpanan untuk tiap
pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan
pengemas cetak.
m. Pengambilan Sampel
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel
yang mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel,
metode dan alat yang harusdigunakan, jumlah yang harus diambil dan
segala tindakanpengamanan yang harus diperhatikan
untukmenghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala
penurunan mutu.
n. Pengujian
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian bahan dan
produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi yang menguraikan
metode dan alat yang harus digunakan. Pengujian yang dilaksanakan
hendaklah dicatat.
11. Kegiatan Alih Daya

73
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedurpelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Dalam
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak terdapat tiga komponen
penting, yaitu:
a. Pemberi Kontrak
Pemberi Kontrak hendaklah menyediakan semua informasi dan
pengetahuan yang diperlukan kepada PenerimaKontrak untuk
melaksanakan pekerjaan yang dialihdayakan secara benar sesuai
peraturan yang berlaku dan Izin Edar produk terkait.
Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima kontrak
memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau
pekerjaan yang dapat membahayakan bangunan-fasilitas, peralatan,
personel, bahan atau produk lain; dan Pemberi Kontrak hendaklah
memantau dan mengkaji kinerja Penerima Kontrak dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan dan pelaksanaannya.
b. Penerima Kontrak
Penerima Kontrak hendaklah dapat melaksanakan pekerjaan yang
diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan misal memiliki
bangunan-fasilitas, peralatan, pengetahuan, pengalaman, dan personel
yang kompeten. Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa
semua produk, bahan dan transfer pengetahuan yang diterima sesuai
dengan tujuan alih daya.
Penerima Kontrak tidak boleh mengalihkan pekerjaanapa pun
yang dipercayakan sesuai kontrak, tanpa terlebihdahulu dievaluasi,
disetujui dan didokumentasikan oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan

74
antara Penerima Kontrakdengan pihak ketiga manapun hendaklah
memastikan ketersediaan informasi dan pengetahuan, termasuk
penilaian kesesuaianpihak ketiga, yang dilakukan dengan cara yang
sama seperti yang dilakukan antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak. Penerima Kontrak tidak boleh melakukan perubahanapa pun,
di luar kontrak, yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk alih
daya dari Pemberi Kontrak.
c. Kontrak
Kontrak bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin ada
proses yang memastikan pengawasan terhadap kegiatan alih daya.
Proses ini hendaklah memasukkan prinsip manajemen risiko mutu
termasuk sebelum kegiatan alihdaya dilaksanakan, Pemberi Kontrak
bertanggung jawab untuk menilai legalitas, kesesuaian dan kompetensi
Penerima Kontrak untuk dapat dengan sukses melaksanakan kegiatan
alih daya. Pemberi kontrak juga bertanggung jawab untuk memastikan,
melalui kontrak, bahwa semua prinsip dan Pedoman CPOB diikuti.
12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Unsur-
unsur kualifikasi dan validasi yang diatur CPOB, meliputi:
a. Perencanaan Validasi
1) Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama
program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau
dokumen setara.
2) RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas.
3) RIV hendaklah mencakup sekurangkurangnya data sebagai berikut:

75
a) Kebijakan validasi
b) Struktur organisasi kegiatan validasi
c) Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan
divalidasi
d) Format dokumen: format protokol dan laporan validasi,
perencanaan dan jadwal pelaksanaan.
e) Pengendalian perubahan
f) Acuan dokumen yang digunakan
4) RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar.
b. Dokumentasi
1) Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi
dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria
penerimaan.
2) Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi
dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang
diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi,
kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap
rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah
didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.
3) Setelah kualifikasi selesai dilaksanakan, hendaklah diberikan
persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap kualifikasi dan
validasi selanjutnya.
c. Kualifikasi
1) Kualifikasi Desain Kualifikasi Desain adalah unsur pertama dalam
melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.
2) Kualifikasi Instalasi (KI) KI hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada hal berikut:
a) Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan
instrumentasihendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar

76
teknik yang didesain.
b) Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian
danperawatan peralatan dari pemasok.
c) Ketentuan dan persyaratan kalibrasi.
d) Verifikasi bahan konstruksi.
3) Kualifikasi Operasional (KO) KO hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas padahal berikut:
a) Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan
tentangproses, sistem dan peralatan.
b) Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi
yangmencakup batas operasional atas dan bawah, sering
dikenalsebagai kondisi terburuk (worst case).
4) Kualifikasi Kinerja (KK) KK hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada hal berikut:
a) Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan
penggantiyang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas,
sistem dan peralatan .
b) Uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas operasional atas dan bawah.
5) Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah
Operasional
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan
memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis
pengoperasian alat.Selain itu, kalibrasi, prosedurpengoperasian,
pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan
pelatihan operator hendaklah di dokumentasikan.
d. Validasi Proses
1) Validasi Prospektif
Validasi prospektif hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas
pada hal berikut:

77
a) Uraian singkat suatu proses.
b) Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus
diinvestigasi.
c) Daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur,
pemantau dan pencatat serta status kalibrasinya.
d) Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan.
e) Daftar metode analisis yang seharusnya.
f) Usul pengawasan selama-proses dan kriteria penerimaan.
g) Pengujian tambahan yang akan dilakukan termasuk kriteria
penerimaan dan validasi metode analisisnya, bila diperlukan.
h) Pola pengambilan sampel (lokasi dan frekuensi).
i) Metode pencatatan dan evaluasi hasil.
j) Fungsi dan tanggung jawab.
k) Jadwal yang diusulkan.
2) Validasi Konkuren
Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus
dijustifikasi,didokumentasikan dan disetujui oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
3) Validasi Retrospektif
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untukproses
yang sudahmapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan
formula produk, prosedur pembuatan atau peralatan.
e. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmas
efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan
residusuatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba,
secararasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan
prosespembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan
diverifikasi.
f. Validasi Metode Analisis
Jenis metode analisis yang harus divalidasi yaitu:

78
1) Uji identifikasi bertujuan untuk memastikan identitas analit dalam
sampel. Uji ini biasanya dilakukan dengan membandingkan
karakteristik sampel (misal: spektrum, profil kromatogram, reaksi
kimia, dan lain-lain) terhadapbaku pembanding.
2) Pengujian impuritas dapat dilakukan melalui uji kuantitatif atau uji
batas impuritas dalam sampel. Masing-masing pengujian tersebut
bertujuan merefleksikan secara tepat karakteristik kemurnian
sampel. Karakteristik validasi yang lain diperlukan untuk uji
kuantitatif dibanding untuk uji batas impuritas.
3) Prosedur penetapan kadar bertujuan untuk menentukan kadar analit
dalam sampel. Dalam hal ini penetapan kadar menunjukkan
pengukuran komponen utama yang terkandung dalam bahan aktif
obat. Untuk obat, karakteristik validasi yang serupa juga berlaku
untuk penetapan kadar zat aktif atau komponen tertentu.
Karakteristik validasi yang sama juga dapat dilakukan untuk
penetapan kadar yang berkaitan dengan metode analisislain (missal
uji disolusi).
Tujuan prosedur analisis hendaklah jelas dan dimengerti
karena hal ini akan menentukan karakteristik validasi yang perlu
dievaluasi. Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan
adalah akurasi, presisi, ripitabilitas, intermediate precision,
spesivisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linearitasdan rentang.
Protokol transfer hendaklah mencakup, namun tidak terbatas
pada, parameter berikut:
1) Identifikasi analisis yang akan dilakukan dan metode uji yang
relevanyang akan ditransfer;
2) Identifikasi kebutuhan pelatihan tambahan;
3) Identifikasi baku dan sampel yang akan diuji;
4) Identifikasi kondisi pengiriman dan penyimpanan khusussampel
uji; dan

79
5) Kriteria keberterimaan hendaklah didasarkan pada hasil validasi
metode terkini.
Berikut ini adalah matriks persyaratan / parameter validasi:
Tabel 2. Parameter Validasi
Pengujian Impuritis Penetapan Kadar
Parameter
Identifikasi - Disolusi*
Validasi
Kuantitatif Batas - Kandungan
Akurasi - + - +
Presisi
Ripitabilitas - + - +
Presisi - + - + (1)
Intermediat
Spesifitas (2) + + + +
Limit Deteksi - - (3) + -
Limit Kuantitasi - + - -
Linearitas - + - +
Rentang - + - +

1) Dalam hal telah dilakukan test reprodusibilitas, maka presisi


intermediat tidak dipersyaratkan.
2) Kekurangan spesifisitas dari salah satu prosedur analisis dapat
dikompensasikan dengan prosedur analisis yang lain yang dapat
menunjang.
3) Hanya diperlukan pada kasus tertentu.
4) Hanya untuk mengetahui kadar zat terlarut.
g. Pengendalian perubahan
Semua perubahan yang dapat memengaruhi mutu produk atau
reprodusibilitas proses hendaklah secara resmi diajukan,
didokumentasikan dan disetujui. Kemungkinan dampak perubahan
fasilitas, sistem dan peralatan terhadap produk hendaklah dievaluasi,
termasuk analisis risiko. Hendaklah ditentukan kebutuhan dan cakupan
untuk melakukan kualifikasi dan validasi ulang.

80
h. Validasi Ulang
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses
pembersihan serta metode analisis hendaklah dievaluasi secara berkala
untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang
signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa
fasilitas,sistem, peralatan, prosesdan metode analisis memenuhi
persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi. Validasi ulang
mungkin diperlukan pada kondisi sebagai berikut:
1) Perubahan sintesis bahan aktif obat.
2) Perubahan komposisi produk jadi; dan
3) Perubahan prosedur analisis.
C. Sistem Pendukung
1. Sistem Pengolahan Limbah
Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, dan
daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaaan
bersih dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki
bak kontrol, saluran yang terbuka dan dangkal agar mudah dibersihkan.
Sumber pencemaran limbah farmasi antara lain (Priyambodo, 2007):
a. Limbah padat
Sumber pencemaran limbah padat berasal dari debu atau
serbukobat dari sistem pengendali debu (dust collector), obat rusak,
obat kadaluarsa, obat substandart (reject), kertas, karton, plastik bekas,
botol, dan aluminium foil. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak
limbah padat SKMENLHNo.50/MENLH/1995 tentang baku mutu
tingkat kebauan lingkungan pabrik yang bersih, tidak berbau, tidak ada
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sampah tertata rapi. Upaya
pengelolaan limbah padat:
1) Sampah domestik dibuatkan tempat sampah.
2) Debu/sisa serbuk obat, obat rusak/kadaluarsa dibakar di insinerator.
b. Limbah cair
1) Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah

81
a) Saluran air hujan langsung dialirkan keselokan umum.
b) Saluran dari kamar mandi/WC langsung dialirkan ke septic tank.
c) Saluran dari tempat pencucian alat-alat/sisa produksi dan
laboratorium dialirkan IPAL.
2) Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) Metode pengolahan limbah
cair meliputi beberapa cara:
a) Dillution (pengenceran), air limbah dibuang ke sungai, danau, rawa
atau laut agar mengalami pengenceran dan konsentrasi polutannya
menjadi rendah atau hilang. Cara ini dapat mencemari lingkungan
bila limbah tersebut mengandung bakteri patogen, larva, telur
cacing atau bibit penyakit yang lain. Cara ini boleh dilakukan
dengan syarat bahwa air sungai, waduk atau rawa tersebut tidak
dimanfaatkan untuk keperluan lain, volume airnya banyak
sehingga pengenceran bisa 30-40 kalinya, air tersebut harus
mengalir.
b) Sumur resapan, yaitu sumur yang digunakan untuk tempat
penampungan air limbah yang telah mengalami pengolahan dari
sistem lain. Air tinggal mengalami peresapan kedalam tanah, dan
sumur dibuat pada tanah porous, diameter 1- 2,5m dan kedalaman
2,5m. Sumur ini bisa dimanfaatkan 6- 10 tahun.
c) Septic tank, merupakan metode terbaik untuk mengelola air limbah
walaupun biayanya mahal, rumit dan memerlukan tanah yang luas.
Septic tank memiliki 4 bagian ruang untuk tahap-tahap
pengolahan, yaitu:
i. Ruang pembusukan, air kotor akan bertahan 1-3 hari dan akan
mengalami proses pembusukan sehingga menghasilkan gas,
cairan dan lumpur (sludge)
ii. Ruang lumpur, merupakan ruang tempat penampungan hasil
proses pembusukan yang berupa lumpur. Bila penuh lumpur
dapat dipompa keluar.

82
iii. Dosing chamber, didalamnya terdapat siphon McDonald yang
berfungsi sebagai pengatur kecepatan air yang akan dialirkan
kebidang resapan agar merata
iv. Bidang resapan, bidang yang menyerap cairan keluar dari
dosing chamber serta menyaring bakteri pathogen maupun
mikroorganisme yang lain. Panjang minimal resapan ini adalah
10meter dibuat pada tanah porous.
c. Limbah Gas
Sumber pencemaran limbah gas/udara berasal dari debuselama
proses produksi, uap lemari asam di laboratorium, pelarut uap,proses
film coating, asap dari pemanas uap (steam boiler), generatorlistrik dan
incinerator. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak limbah gas adalah
SKMENLHNo.13/MENLH/1995 tentang baku mutu emisi sumber
tidak bergerak. Pemantauan kualitas udara di dalam dan di luar
lingkungan industri, meliputi H2S, NH3, SO2,CO, NO, TPS (debu), dan
Pb. Upaya pengelolaan limbah gas:
1) Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong asap ±6
m2 yang dilengkapi dengan absorbent.
2) Solvent diruang coating digunakan dust collector (wet system).
3) Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust
collector unit.
4) Asap dari genset dan insenerator dibuat cerobong asap ± 6m
2. Sistem Pengelolaan Air
Sistem pengolahan air adalah suatu sistem/ unit/sarana penunjang
kritis yang digunakan untuk mengelolah air agar memenuhi persyaratan
mutu untuk bahan baku obat, sehingga obat akan memenuhi persyaratan
CPOB. Sistem pengelolahan air ini diperlukan untuk (Priyambodo, 2007):
a. Agar air yang digunakan dalam proses produksi memenuhi persyaratan
CPOB.
b. Untuk memurnikan air yang terdapat didalam tanah, karena air yang
berada dalam tanah bukanlah air yang murni.

83
Sistem pengolahan air secara umum berlangsung sebagai berikut
(Priyambodo, 2007):

Gambar 1. Purified Water System (Priyambodo, 2007)


a. Raw water berasal dari air sumur artesis (sumur dalam) dengan
kedalaman ±100 m.
b. Raw water yang masih memiliki banyak kontaminan masuk ke
multimedia filter untuk menghilangkan lumpur, endapan dan partikel-
partikel yang terdapat pada raw water.
c. Kemudian masuk ke active carbon filter, dimana karbon aktif adalah
karbon yang telah diaktifkan dengan menggunakan uap bertekanan
tinggi / CO2 yang berasal dari bahan yang memiliki daya adsorbsi yang
sangat tinggi. Active carbon berfungsi sebagai pre-treatment sebelum
proses deionisasi untuk menghilangkan klorin.
d. Setelah itu, air masuk ke water softener filter yang berisi resin anionik
yang berfungsi untuk menghilangkan dan atau menurunkan kesadahan
air dengan cara mengikat ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang menyebabkan
tingginya tingkat kesadahan air.
e. Kemudian menuju HE (Heating Exchanger) yaitu alat penukar panas
yang dapat digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari
suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain.
f. Dari HE masuk ke micron filter water untuk menghilangkan partikel-
partikel berukuran lebih kecil yang masih ada di dalam air.

84
g. Kemudian masuk ke reverse osmosis, yaitu teknik pembuatan air murni
(purified water) yang dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve
Solids (TDS) di dalam air. RO terdiri dari lapisanfilter yang sangat
halus hingga 0,0001 mikron.
h. Kemudian melewati Electronic De-Ionization (EDI) yaitu
perkembangan dari ion exchange dimana sebagai pengikat ion + dan
ion – dipakai juga elektroda disamping resin. Elektroda ini
dihubungkan dengan arus listrik searah sehingga proses pemurnian air
dapat berlangsung terus-menerus tanpa perlu regenerasi.
i. Setelah melewati EDI, selanjutnya purified water yang dihasilkan
ditampung dalam tanki penampungan (strorage tank) yang dilengkapi
dengan CIP (cleaning in place) dan looping system dan siap
didistribusikan ke ruang produksi.
Tabel 3. Spesifikasi Mutu Air

Sumber: Priyambodo, 2007

3. Sistam Pengaturan Udara


Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditioning
(HVAC) adalah suatu sarana penunjang kritis atau suatu system penunjang
udara yang digunakan untuk mengendalikan kondisi/parameter udara
seperti kelembaban, suhu, mikroorganisme, dan partikel-partikel dalam

85
pergantian udara perjam agar memenuhi standar atau persyaratan
CPOB.HVAC diperlukan dalam suatu industri farmasi karena, apabila
tidak menggunakan HVAC maka udara tidak memenuhi persyaratan
CPOB, dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Ada pula
beberapa tujuan penggunaan HVAC, yaitu:
a. Untuk melindungi produk dari pengaruh kotoran-kotoran di udara;
b. Untuk melindungi personil dan membuat nyaman pekerja;
c. Untuk melindungi lingkungan, baik lingkungan dalam maupun
lingkungan luar.
Terdapat dua sistem tata udara, yaitu sistem tata udara full fresh air
100% dan sistem tata udara resirkulasi. Sistem udara full fresh air 100%
dengan aliran udara yang digunakan yang bersifat turbulen. Sistemudara
full fresh air ini menyaring udara yang masuk 100% dan akan dikeluarkan
lagi sebanyak 100%, sehingga beban filter dalam bekerja akan lebih besar.
Sedangkan sistem tata udara resirkulasi adalah suatu system tata udara
dimana udara yang masuk 100% dikeluarkan hanya sebagian, dan sisanya
disimpan disistem sehingga beban filter tidak berat.
Adapun beberapa komponen HVAC, yaitu:
a. Fan: digunakan untuk mengetahui volume udara yang disuplai;
b. Filter: menyaring udara yang dikeluarkan oleh blower;
c. Ducting: berfungsi menyalurkan udara dari blower ke dalam ruangan;
d. Dumper: mengatur besarnya tekanan udara yang akan masuk ke dalam
ruangan;
e. Difuser: digunakan untuk mensuplai udara dan untuk menerima udara
kembali;
f. Heating: digunakan untuk mengatur udara yang masuk kedalam
ruangan;
g. Cooling Coil: digunakan untuk mengatur suhu, kelembaban, dan selisih
tekanan udara.
Terdapat tiga jenis filter pada HVAC:
a. Pre-filter dengan efisiensi penyaringan 35%;

86
b. Medium filter dengan efisiensi penyaringan 95%;
c. High Efficiency Particulary Air (HEPA) dengan efisiensi penyaringan
99,997%
Tabel 4. Parameter Kritis HVAC

Sumber: Priyambodo, 2007.


4. Sistem Kemanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (K3)
Menurut Daryanto (2007), keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu
proses aktivitas dan menyebabkan cedera, penyakit, kerusakan harta benda,
serta gangguan lingkungan.

a. Keselamatan Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas

87
nasional. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai
berikut:
1) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja.
2) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3) Teliti dalam bekerja.
4) Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanandan
kesehatan kerja.
b. Kesehatan Kerja
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI Nomor 23 tahun
1992, Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
c. Perlengkapan dan Peralatan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)
Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan/atau sebagian tubuhdari
adanya kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja.Mengingat
karakter lokasi produksi yang pada umumnyamencerminkankondisi yang
steril dan aseptik maka selayaknya pakaian kerja yangdigunakan tidak
sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang bekerja
dikantor (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII, 2010.
d. Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1) Bahaya faktor kimia Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat,
cairan, uap,gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam
tubuh. Masuknya zat atau komponen tersebut dapat terjadi melalui tiga
cara utama antara lain:
a) Inhalasi (menghirup) dimana dengan bernafas melalui mulut atau
hidung, zat beracun dapat masuk ke dalam paru-paru.

88
b) Pencernaan (menelan) dimana bahan kimia dapat memasuki tubuh
jika makan makanan yang terkontaminasi atau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan
saat di hirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung
atau tenggorokan.
c) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasive, beberapa
diantaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh
darah biasanya melalui tangan dan wajah. Terkadang zat-zat juga
masuk melalui luka atau suntikan (misalnya kecelakaan
medis).Beberapa cara yang perlu diketahui untuk mencegah atau
mengurangi bahaya faktor kimia yaitu kemampuan bahan kimia
untuk menghasilkan dampak kesehatan negatif (sifat beracun).
Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi bahaya
sampai dampak bahan kimia tersebut sepenuhnya diketahui jenis
alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi
pekerja, seperti respirator dan sarung tangan.
2) Bahaya Faktor Fisika
Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika
antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang
mikro, sinar ultraviolet.
a) Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alatkerja
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Beberapa cara yang perlu diketahui untukmencegah
atau mengurangi bahaya dari kebisingan yaitu identifikasi sumber
umum penyebab kebisingan, seperti mesin, sistem ventilasi, dan
alat-alat listrik, tanyakan kepada pekerja apakah mereka memiliki
masalah yang terkait dengan kebisingan dan melakukan inspeksi
tempat kerja yang dilakukan pada waktu yang berbeda untuk
memastikan bahwa semua sumber kebisingan teridentifikasi.

89
b) Penerangan
Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan
kualitas dan produktivitas. Penerangan yang baik hasilnya terlihat
langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan
kesalahan.
c) Getaran
Getaran dapat dirasakan melalui lantai atau dinding oleh
orang-orang disekitarnya. Beberapa cara yang perlu diketahui
untuk mencegah atau mengurangi resiko dari getaran yaitu getaran
disebabkan oleh mesin besar, pasang penutup lantai yang bersifat
menyerap getaran di workstation dan gunakan alas kaki dan sarung
tangan yang menyerap dan batasi tingkat getaran yang dirasakan
oleh pengguna dengan memasang peredam getaran pada pegangan
atau sistem remote control.
d) Penanggulangan kebakaran
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran yaitu pengendalian
setiap bentuk energi dan penyediaan sarana deteksi, alarm,
pemadam kebakaran dan sarana evakuasi.

90
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN

A. Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD)


1. Sejarah dan Perkembangan

Gambar 2. Sejarah dan Perkembangan LAFI PUSKESAD

Keterangan : Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat


(LAFI DITKESAD) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig
Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-
obatan untuk kebutuhan tentara Belanda. Pada tanggal 23 Januari 1950
dibentuk panitia pengalihan, sehingga pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan
serah terima MSL kepada TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan
hari jadi LAFI DITKESAD melalui SK No. Kep/23/I/1997 tanggal 31
Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi
menjadi dua :
1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang
menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).
2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot
Obat Angkatan Darat (DOAD).
Berdasarkan SK Ditkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 pada tanggal 13
september 1960 terhitung mulai tanggal 8 juni 1960 LKAD dan DOAD
disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada
tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi : 1. LAFIAD

91
92

yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan


Darat (LAFI JANKESAD). 2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD)
berkmbang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan
berakhir menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (Depusbekkes)
Jankesad. Selanjutnya pada tahun 1985 antara LAFI JANKESADR dan
Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi LAFI DITKESAD
hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April dipisah lagi menjadi LAFI
DITKESAD dan Gudang Pusat II DITKESAD.
Visi dan Misi
Visi
Menjadi Lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat
Bermutu, Aman, dan Berkhasiat bagi TNI, PNS, dan keluarganya serta
Masyarakat umum.
Misi
1. Mampu memenuhi kebutuhan Dukkes dan Yankes TNI AD
2. Mampu bersaing dengan industry farmasi lain dalam memenuhi
kebuthan obat nasional
3. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan obat sehingga
menghasilkan produk yang bermutu
4. Pengelolaan manajemen sumber daya secara efektif, efisien, dan
akuntabel.
2. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi LAFI PUSKESAD
LAFI PUSKESAD adalah Badan Pelaksana Pusat Kesehatan Angkatan
Darat yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan
Angkatan Darat. Tugas pokok LAFI PUSKESAD adalah membantu
Puskesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan
produksi, penelitian, serta pengembangan obat dalam rangka mendukung
tugas pokok Puskesad. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, LAFI
PUSKESAD menyelenggarakan tugas sebagai berikut :
1. Dalam melaksanakan fungsi utama yaitu :
93

a. Produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang


produksi obat
b. Pengawasan mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan
pemeriksaan fisiki, kimia, dan mikrobiologi terhadap bahan baku,
bahan pendukung produksi, serta pengawasan selama proses
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi
c. Penelitian dan pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan,
dan kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk,
sistem metode, dan personel dalam rangka penyelenggraan
produksi obat.
d. Pemeliharaan, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan
dibidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi serta
pengawasan mutu dan sistem penunjang.
e. Penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di
bidang penerimaan, penyimpanan serta pengeluaran bahan baku,
bahan pendukung produksi, peralatan, dan obat jadi.
2. Dalam melaksanakan fungsi organik yaitu :
a. Fungsi organik militer
Meliputi segala usaha,pekerjaan, dan kegiatan dibidang intelijen,
operasi, personil, logistik, territorial, perencanaan dan pengawasan
serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi
Puskesad.
3. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Kasad No. 219/Perkasad/XXI/2007 Tanggal
10 Desember 2007, struktur organisasi LAFI DISKESAD adalah sebagai
berikut :
1. Eselon Pimpinan
a. Kepala Lembaga Farmasi (Kalafi).
Dijabat oleh seorang Perwira Menengah Angkatan Darat
(Pamen AD) berpangkat Kolonel Ckm. Dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya, Kalafi bertanggung jawab kepada Dirkesad.
94

b. Wakil Kepala Lembaga Farmasi (Wakalafi).


Dijabat oleh seorang Pamen AD berpangkat Letnan Kolonel
(Letkol) Ckm. Wakalafi merupakan wakil dan pembantu utama
Kalafi sehingga dalam melasanakan tugas dan kewajibannya
bertanggung jawab langsung kepada Kalafi.
2. Eselon Pembantu Pimpinan
a. Perwira Ahli Lembaga Farmasi (Paahli Lafi)
Dijabat oleh tiga orang Pamen AD Berpangkat Letkol Ckm,
yang terdiri dari Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu (Paahli
Madya Jamen Mutu), Perwira Ahli Madya Teknologi farmasi
(Paahli Madya Tekfi), Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (Paahli Madya Amdal). Paahli merupakan
pembantu Kalafi yang bertamnggung jawab dalam
menyelenggarakan kegiatan di bidang keahlian manajemen mutu,
teknologi farmasi dan Analisa mengenai dampak lingkungan
(Amdal). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Paahli
Lafi bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam pelaksanaan
tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Wakalafi.
b. Kepala Bagian Administrasi Logistik (Kabagminlog)
Dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm. Kabagminlog
merupakan pembantu Kalafi yang bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi dan logistik,
yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi
yang masing-masing dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor
Ckm, yaitu Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran
(Kasirenprogar) dan Kepala Seksi Pengendalian Material
(Kasidalmat).
3. Eselon Pelayanan
Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kasituud) dijabat
oleh Pamen AD berpangkat Mayo Ckm. Kasituud merupakan unsur
pelayanan LAFI DITKESAD yang bertanggung jawab
95

menyelenggarakan kegiatan di bidang pengamanan, administrasi


personel, logistik, tata usaha dan urusan dalam melaksanakan
tugasnya, Kasituud dibantu oleh tiga Kepala Urusan yang masing-
masing dijabat oleh dua orang Perwira pertama (Pama) AD berpangkat
Kapten Ckm dan satu PNS Golongsn III, Serta satu Perwira Urusan
yang dijabat oleh Pama AD berpangkat Letnan Ckm. Kepala Urusan
tersebut, yaitu Kepala Urusan Administrasi Personel dan Logistik
(Kaurminperslog), Kepala Urusan Tata Usaha (Kaurtu), Kepala
Urusan Dalam (Kaurdal) dan Perwira Urusan Pengamanan (Paurpam).
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kasituud bertanggung
jawab kepada Kalafi dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya
dikoordinasikan oleh Wakalafi.
4. Eselon Pelaksana
a. Kepala Instalasi Penelitian dan pengembangan (Kainstallitbang).
Dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, merupakan
unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab
menyelenggarakan kegiatan di bidang pengkajian, penelitian dan
pengembangan. Dalam melaksanakan tugasnya Kainstallitbang
dibantu oleh kedua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh
Pamen AD berpangkat Mayor Ckm yaitu:
 Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi
(Kailitbangprod).
 Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metode dan
Personel (Kasilitbangsistodapers). Dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya, Kainstallitbang bertanggung jawab kepada
Kalafi dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya
dikoordinasikan oleh Wakalafi.
b. Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod)
Dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm.
Berkualifikasi Apoteker, merupakan unsur pelaksana Lafi Ditkesad
yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang
96

produksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Kainstalprod dibantu


oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh dua AD
berpangkat Mayor Ckm yaitu:
 Kepala Seksi Sediaan Non β-laktam (Kasidia Non β-laktam)
 Kepala Seksi Sediaan β-laktam (Kasidia β-laktam)
 Kepala Seksi Pengemasan (Kasi Kemas).
Dalam melaksanakan dan kewajibannnya, Kainstalprod bertanggung
jawab kepada Kalafi dan dalam pelaksanaan tugas sehari-
harinya dikoordinasikan oleh Wakalafi.
c. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu (Kainstalwastu)
Dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm berkualifikasi
Apoteker, merupakan unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang
bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang
pengawasan dan peningkatan mutu. Dalam melaksanakan tugas.
Kainstalwastu dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing
dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, yaitu Kepala Seksi
Pengujian Kimia, Fisika dan Mikrobiologi (Kasiuji Kifis dan
Mikro) dan kepala Seksi Inspeksi (Kasi Inspeksi).
d. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar
dan Sisjang).
Dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, merupakan
unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan suatu kegiatan di bidang pemeliharaan dan
sistem penunjang. Dalam melaksanakan tugasnya, Kainstalhar dan
Sisjang dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing
dijabat oleh Pamen AD berpangkat Kapten Ckm, yaitu:
 Kepala Urusan Pemeliharaan (Kaurhar)
 Kepala Urusan Sistem Penunjang (Kaursisjang).
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainstalhar dan
Sisjang bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam
pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh
97

Wakalafi.
e. Kepala Instalasi Penyimpanan (Kainstalsimpan).
Dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor CKM, merupakan
unsur pelaksana Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab
menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi penyimpanan
dan pengeluaran materil produksi. Dalam melaksanakan tugasnya,
Kainstalsimpan dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh
seorang Pama AD berpangkat Kapten CKM dan satu Perwira
urusan yang dijabat oleh Pama AD berpangkat Letnan Ckm, yaitu :
Kepala Urusan Penyimpanan Materil Produksi
(Kaursimpanmatprod).
Urusan Penyimpanan Obat Jadi (Paursimpan Obat Jadi).
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainstal simpan
bertanggung jawab kepasa Kalafi dan dalam pelaksanaan tugas
sehari-harinya dikoordinasikan olej Wakalafi. Struktur organisasi
Lafi Ditkesad.
B. Sertifikat CPOB dan Registrasi Obat Lembaga Farmasi Angkatan Darat
1. Kemampuan LAFI PUSKESAD dalam produksi obat
Berikut kemampuan LAFI PUSKESAD sesuai dengan fasilitas
produksi dan sertifikasi produksi yang dimiliki LAFI PUSKESAD di
antaranya yaitu :
a. Mampu memproduksi sediaan bentuk tablet / kaplet & kapsul keras
obat golongan Betalaktam Non Injeksi.
b. Mampu memproduksi sediaan bentuk tablet / kaplet, kapsul keras,
COD (Cairan Obat Dalam), & COL (Cairan Obat Luar) obat Golongan
Non Betalaktam Non Injeksi.
c. Mmapu memproduksi sediaan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga) meliputi disenfektan, Hand Sanitizer / handrub, Hand soap,
dll) (SEJAK PANDEMI COVID-19)
2. Sertifikat CPOB yang berlaku
Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa
98

industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu


jenis bentuk sediaan obat yang diterbitkan oleh kepala badan. LAFI
Puskesad senantiasa menerapkan CPOB dalam melaksanakan produksi
dan pengendalian mutu, agar obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan
mutu, kemanan dan kemanfaatan. Bagi Industri Farmasi yang telah
menerapkan prinsip CPOB akan mendapat pengakuan pemerintah dan
berupa sertifikat dari BPOM RI. LAFI Puskesad telah memperoleh 5
sertifikat CPOB, 4 sertifikat untuk non β-laktam dan 1 sertifikat untuk β-
laktam. LAFI Puskesad menghasilkan produk yang digolongkan menjadi 2
yaitu produk β-laktam (Amoksisilin Kaplet) dan produk Non β-laktam
(Fimol, Imodiad, Buscofiad)
3. Produk – Produk Obat Lafi Puskesad
a. Kaplet
Amoxad 500, Ponstad, Yudhavit
b. Tablet
Buscofiad, Fimol, Stopfluad, Imodiad
c. Larutan
Lafiodine 10% 60mL dan Lafiodine 10% 1L
C. Kegiatan LAFI PUSKESAD
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya Lafi Puskesad melibatkan Bagminlog dan
beberapa instalasi yaitu Instalwastu, Installitbang, Instalprod, Instalsimpan,
serta Instalhar dan Sisjang.
1. Kegiatan Bagian Administrasi dan Logistik (Bagminlog)
Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat LAFI
PUSKESAD dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pelayanan
Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan data pola penyakit,
populasi TNI AD dari daerah dan laporan dari masing – masing Kesehatan
Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat
dengan melakukan penyesuaian antar daftar kebutuhan obat dengan
anggaran yang tersedia, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi oleh
99

Subditbinmatkes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan produksi.


Pengadaan barang atau material di lingkungan Angkatan Darat
dilaksanakan berdasarkan Peraturan RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang
pengadaan barang/jasa pemerintah.
Bagminlog bekerja sama dengan Instalasi Produksi dan Instalasi
Pengawasan Mutu membuat rencana kebutuhan bahan aktif, bahan
pembantu, bahan pengemas, dan reagensi. Perencanaan tersebut disusun
berdasarkan formula dan spesifikasi obat yabg telah ditentukan oleh LAFI
PUSKESAD. Di samping itu Bagminlog juga Menyusun rencana dan
anggaran untuk pemeliharaan sarana oprasional yang digunakan pada setiap
bagian LAFI PUSKESAD.
Pengadaan barang dilakukan oleh Puskesad melalui pembentukan Unit
Pelayanan Pengadaan (ULP), Kemudian Puskesad membentuk
Panitia/Pejabat penerima Hasil Pengadaan (PPHP) yang bertugas
memeriksa keadaaan barang secara administrasi dan fisik, sedangkan uji
kimia dan uji mutu dilakukann oleh Instalwastu. Setekag barang lulus uji
mutu, maka dibuat Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA)
penerimaan. Bila barang yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi yang
diminta atau tidak memenuhi syarat, maka barang akan dikembalikan untuk
diganti, kemudian barang yang lolos administrasi dan uji mutu diterima
oleh Gudang Pusat II yang disertai dengan surat Perintah Penerimaan
Material (PPnM). Untuk selanjutnya barang disimpan sesuai sejenisnya di
Gudang Perbekalan Kesehatan (Gud Bekkes), Gudang Bahan Pengepakan
(Gud Pak) dan Gudang Kebutuhan Produksi (Gid Hanprod).
2. Kegiatan Instakasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)
Instakwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut
kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahanm dan obat jadi yang dihasilkan samoai dengan pamantauan
kualitas setelah obat tesebut didistribusikan. Instalwastu juga bertanggung
jawab terhadap kualitas setelah obat tersebut didistribusikan. Instalwastu
juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja seperti
100

pengawasan bangunan, ruangan produksi dan kebersihan peralatan


produksi, serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan kualitas
udara, pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan
kegiatan di Instalwastu ditunjang oleh fasilitas instrument
Spektrofotometer, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan
bakteri), Climatic Chamber, HPLC (High performance liquid
chromatography), Dissolution Tester, serta bagian fasilitas penunjang
lainnya.
Kegiatan Instalwastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan,
selama dan setelah proses produksi yang merupakan suatu system yang
saling terkait dan teru berulang. Beberapa kegiatan Instalwastu di
antaranya:
a. Menyaipakn dan Menyusun metode pemeriksaan, pengujian, dan
validasi terhadap metode analisis yang sesuai dengan acuan standar
resmi seperti Farmakope Indonesia
b. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel bahan baku obat, produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi untuk pemeriksaan dan
pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan
dikomuntasikan
c. Menyiapkan dan menyimpan baku pemabnding kerja untuk pengujian
d. Menyimpan contoh pertinggal obat jadi dan bahan baku obat serta
catatan pengujian atau pemeriksaan samapai batas 1 tahun setelahe
expired date dicatat pada blanko catatan pengujian tablet dan kapsul.
e. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi,
yang meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu, dan bahan
pengemas. Hasil pengujian ini dicatat pada label pelulusan, diluluskan
dan ditolak di LHP.
f. Melaksanakan In Proces Control (IPC) selama proses produksi dan
memberikan keputusan mengenai diluluskan atau tidaknya hasil tahap
produksi sampai hasil produk akhirnya
101

g. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang


diperoleh dan mencatatanya pada catatan pengujian sediaan jadi
h. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi
penyimpanan dan masa edar suatu produk
i. Membantu pelaksanaan validsasi proses produksi
j. Memantau stabilitas produk – produk yang telah dikeluarkan atau
didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluwarsanya,
terutama untuk sediaan antibiotic
k. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksankaan diringkas, dicatat, dan
didokumentasikan dalam lebaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian
(LHP).
3. Kegiatan Instalasi Penelitian Dan Pengembangan (Installitbang)
Peran litbang membuat inovasi produk lama dengan tujuan agar
produk lebih dikenal (melekat di Masyarakat) sehingga profit dapat
meningkat. Pelaksanaan kegiatan Installitbang dimulai dengan pengajuan
rencana penelitian dan pengembangan produk LAFI PUSKESAD yang
meliputi :
a. Mengevaluasi produk yang sudah ada dan mengembangkan produk baru
untuk dikembangkan sebagai produk LAFI PUSKESAD.
b. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat
terjadi perubahan alat, bahan baku, dan komponen produksi lainnya.
c. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian
d. Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran Pustaka,
pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium, validasi proses, skala
pilot dan skala produksi yang kemudian dilanjutkan dengan bekerja
sama dengan Instalprod dan Instalwastu
e. Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan prosedur
pengawasan mutu bahan baku, bahan penolong dan lain lain.
4. Kegiatan Instalasi Pemeliharaan Dan Sistem Penunjang (Instalhar dan
Sisjang)
Instalhar dan Sisjang merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan
102

perbaikan terhadap peralatan produksi dan laboratorium agar siap


digunakan setiap saat. Kegiatan lainnya yaitu penanganan limbah industry,
penyiapan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan perencanaan
kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan
perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dilaporkan kepada
KALAFI PUSKESAD.
1. Fasiltas Pendukung (Utility)
Fasilitas pendukung yang ada di LAFI PUSKESAD antara lain
pengolahan air, instalasi listrik, uap/boiler, udara bertekanan dan HVAC.
Sumber air didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
yang kemudian mengalami pengolahan lebih lanjut. Penanggung jawab
pengolahan fasilitas utility ini adalah Kainstalhar dan Sisjang. Adapun
fasilitas pendukung ini terdiri dari :
a. Sistem pengolahan air
Sumber air dapat diperoleh dari berbagai sumber air Sungai, air
tanah, dan PDAM. Air yang digunakan oleh LAFI PUSKESAD
berasal dari PDAM. Dipilih PDAM karena air tersebut telah
mengalami pengolahan terlebih dahulu yaitu menghilangkan
mineral-mineral pada air, tetapi kelemahannya terjadi ketidakstabilan
karena untuk proses pengolahannya PDAM mengandung klor.
Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada
tangka yang tertanam di dalam tanah (ground tank) kemudian
dialirkan melalui pipa kedalam suatu alat filtrasi. Ground tank ini
dibagi menjadi tiga sekat, sekat pertama berukuran lebih kecil, sekat
kedua agak besar dan sekat ketiga lebih besar. Air didalam sekat
petama digunakan untuk kamar mandi dan toilet. Untuk sekat yang
kedua digunakan untuk mencui di β-laktam, sekat yang ketiga
digunakan untuk air washer β-laktam dan pembuatan demineralisasi.
Untuk digunakan dalam proses produksi air PDAM harus mengalami
pengolahan.
Pengolahan air mengalami beberapa tahap penyaringan, antara
103

lain :
1. Sand filter digunakan untuk membebaskan air dari partikel dan
kotoran yang masih ada dalam air PDAM
2. Carbon filter berguna untuk menghilangkan bau, warna, dan rasa
sehingga air menjadi jernih
3. Penukar anion dan kation berfungsi untuk menghilangkan air dari
mineral-mineral. Pada proses ini kation ditangkap oleh resin dan
ditukar dengan H+ yang berasal dari HCl, sedangkan untuk anion
ditangkap oleh resin atau ditikar dengan OH - yang berasal dari
NaOH. Setelah resin jenuh (resin tidak mampu menangkap anion
dan kation lagi) maka dilakukan back wash.
Untuk menentukan kualitas iar ada tiga parameter yang harus
diukur yaitu TDS (Total Dissolve Solid), konduktivitas dan PH.
Kualitas iar yang memiliki TDS dengan konsentrasi dibawah 10
ppm, konduktivitasnya dibawah 1,3 ui/cm dan PH netral (±7). Air
PW yang telah memenuhi syarat ditampung didalam tangku yang
kemudian siap untuk didistribusikan ke bagian-bagian produksi dan
laboratorium yang membutuhkan
1. Uap Panas
Proses pemanasan pada produksi LAFI PUSKESAD
digunakna uap panas yang berasal dari steam atau boiler. Di
LAFI PUSKESAD menggunakan boiler/steam dengan tipe
water tube (kapasitaas uap panas 1500 kg/jam) dan firetube
(kapasitas uap panas yang dimiliki LAFI PUSKESAD 1,7
ton/jam). Kelebihan tekanan pada boiler/steam dapat
meneybabkan terjadi ledakan, oleh karena boiler/steam
dilengkapi alat safetyvalve yang berguna untuk menjaga tekanan
agar tidak melebihi kapasitas. Safetyvalve ini bekerja otomatis,
jika tekanannya melebihi batas aman maka tutup valve akan
terbuka dan mengeluarkan uap dari tangka sehingga tekanan
kembali normal. Ai r yang digunakna untuk menghasilkan uap
104

panas adalah aqua demineralisata yang tekanan melalui pompa


air sehingga masuk dalam filter lalu ditampung didalam tangka
stainless steel untuk selanjutnya dipanaskan melalui boiler
hingga menjadi uap. Alat ini bekerja secara otomatis dengan alat
– alat pengaman yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan
akan dialirkan melalui pipa ke ruang – ruang produksi yang
membutuhkan.
2. Udara bertekanan
Diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang bekerja
secara otomatis dengan menggunakan alat pressureswitch.
Kompresor juga dilengkapi dengan air dryer, main line filter, pil
filter, mist separator dan micro mist seoarator. Komputer ini hanya
digunakna untuk peralatan yang memerlukan udara bertekanan
seperti mesin stripping, pemebersihan dan pengeringan botol, Fluid
Bed Dryer (FBD), coating dan mesin produksi.
3. HVAC
Sistem tata udara adalah sistem penanganan tata udara yang
diisyaratkan CPOB pada saat pabrik melakukan aktivitas. Pesyaratan
tersebut meliputim kualitas, udara, suhu, kelembapan, dan pergantian
udara per jam. Sistem tata udara untuk keperluan industry dibagi
dalam dua golongan yaitu untuk memberikan kenayamana
lingkungan kerja dan mengandalikan suhu, kelembapan dari udara
yang dipergunakan dalam proses produksi, penyimpanan, dan
lingkungan kerja dari mesin. Sistem pengaturan tata udara di
industry farmasi biasanya menggunakan AHU dengan air condition
(AC) central. AHU merupakan cerminan dari CPOB dan merupakan
salah satu sarana penunjang kritis yang membedakan antara industry
farmasi dan industru lainnya.
2. Penanganan Limbah
Limbah LAFI PUSKESAD berasal dari proses produksi,
pengujian dan pencucian botol yang terbagi atas limbah padat dan limbah
105

cair, produksi obat non β-laktam dan pengolahan limbah padat dilakukan
dengan dust collector yaitu alat penghisap debu dari ruang produksi
kemudian debu tersebut dikumpulkan dalam kantong plastik dan dibakar
menggunakan incinerator dengan suhu 850°C - 1400°C. khusus untuk
limbah dari proses penyalutan tablet terlebih dahulu diolah dengan
airwasher sedangkan untuk limbah cair produksi non β-laktam langsung
dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pengolahan limbah produksi β-laktam terlebih dahulu diolah
melalui air wosher, dimana limbah padat (debu-debu) yang disedot oleh
vacuum dari ruangan yang berdebu seperti ruang striping, pengisian
kapsul dan sirup kering, pencetakan, penyalutan, dan pencampuran akan
disemprot dengan air bertekanan 4 Barr sehingga debu tersebut akan jatuh
di bak penampungan. Selanjutnya, air dialirkan kedalam bak destruksi
memecah cincin β-laktam dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N
yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9. Selanjutnya, pH
cairan tersebut dinetralkan dengan penambahan HCl. Selain itu, limbah
akan disalurkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia
dan mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan mengendapkan kotoran
pada bak pengendap, cara kimia dilakukan dengan menambahkan
koagulan PAC (Poli Alluminium Chloride) pada bak koagulan dan
flokulan polimer anionic pada bak flokulasi, sedangkan cara mikrobiologi
dilakukan dalam bak aerasi dengan cara mengembangbiakan bakteri
aerobik didalamnya agar dapat menghancurkan zat-zat untuk menjaga
pertumbuhan bakteri, ditambahkan pupuk Urea atau NPK sebagai nutrisi
untuk bakteri.
Tahapan pengolahan air limbah di IPAL meliputi beberapa tahap
proses sebagai berikut:
1. Bak Penampungan Awal
Air limbah yang masuk dari produksi β-laktam (dari bak
destruksi) maupun nonβ-laktam dan laboratorium akan ditampung dan
106

pengotornya diendapkan dalambak ini. Selanjutnya air akan


dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi pertama).
2. Bak Sedimentasi Pertama
Pada bak sedimentasi pertama terjadi proses pengendapan
kembali dengan proses fisika. Didalam bak ini terdapat sekat-sekat
yang mampu menghambat laju aliran air sehingga reaksi
pengendapan dapat berlangsung lama. Air limbahdari bak ini akan
mengalir akan mengalir ke bak ekualisasi.
3. Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi adalah bak penampungan air limbah yang mengalir
dari bak sedimentasi pertama. Pada bak ekualisasi dipasang dua alat
yaitu pump (pompa) dan pengaduk. Kedua alat tersebut bekerja secara
otomatis dengan adanya Valve. Jika jumlah air di bak aerasi
maksimal, maka air akan mati (tidak mengalir) sedangkan jika
jumlah air minimal, maka air akan hidup (mengalir).
4. Bak Aerasi
Air limbah dari bak ekualisasi masuk kedalam bak aerasi. Pada
bak aerasi terjadi proses biologis dan dilengkapi dengan dua alat
diffuser dan aerator. Diffuser berfungsi untuk mengaduk air limbah
supaya berada dalam bentuk terdispersi (supaya tidak ada yang
mengendap). Sedangkan aerator berfungsi.

Untuk memberi udara yang mengandung oksigen. Didalam bak


aerasi terdapat bakteri aerob (jenis SGP 50) yang berguna untuk
menghancurkan limbah organic dengan bantuan oksigen (oksiden
membantu supaya bakteri hidup di bak aerasi selama proses pengolahan
18-24 jam) dan penambahan nutrisi-nutrisi misalnya sejumlah pupuk
urea NPK. Indicator dari adanya kehidupan bakteri yaitu air berwarna
coklat jernih.
5. Bak Sedimentasi Kedua (clarifier tank)
Dari bak aerasi dalam bentuk tersuspensi akan mengalir secara
otomatis ke bak clarifier/ sedimentasi dua apabila diffuser tidak aktif
107

sedangkan apabila diffuser aktif, endapan atau lumpur akan kembali


lagi ke bak aerasi dan air di bak clarifier/sedimentasi dua tidak
mengandung lumpur sehingga didapatkan air jernih dan akan
mengalir secara gravitasi ke bak koagulasi melalui bak kecil. Dasae
dari bak clarifier/ sedimentasi dua bentuknya miring ke satu arah
menyebabkan pengendapan lumpur yang terbawa atau tersuspensi
dalam air limbah.
6. Bak Koagulasi
Bak koagulasi adalah bak penampungan air limbah yang berasal
dari bak Clarifier/sedimentasi dua. Pada bak koagulasi, dipasang alat
dozing pump dan pengaduk supaya endapan bercampur dan
mengurangi kotoran-kotoran. Pada bak koagulasi diberi bahan kimia
yaitu PAC (poly aluminium chloride) dengan konsentrasi 5 kg PAC
dalam 50 L air (10%). PAC berfungsi untuk mengikat protein rantai
Panjang yang masih terdapat dalam air limbah/pembentuk antara air
dengan endapan. Di bak koagulasi terjadi proses kimia.
7. Bak flokulasi
Limbah yang berasal dari bak koagulasi mengalir ke bak
flokulasi melalui pipa besar. Pada bak flokulasi menggunakan zat
kimia yaitu poli elektrolit/polimeranionik dengan konsentrsi 25 gram
polianionik dalam 50 Liter air (0,05%). Dengan adanya polimer
anionic, air akan mengendap dan bagian yang bening/bersih akan
mengalir ke bak kontrol melalui bidang miring dan air yang masih
mengandung endapan akan mengalir ke bak sedimentasi ketiga.
8. Bak sedimentasi ketiga (bak sedimentasi akhir)
Air dari bak flokulasi yang masih mengandung endapan akan
mengalir ke bak sedimentasi ketiga. Dasar bak sedimentasi ketiga ini
membentuk kerucut yang didalamanya terdapat saringan karung,
sabut yang berfungsi untuk mengurangu endapan atau kotoran-
kotoran sehingga air limbah menjadi bersih.
108

9. Bak penampungan
Bak penampungan menampung sementara air limbah yang
mengalir dari bak sedimentasi ketiga yang sudah disaring kemudian
air dialirkan kembali melalui saluran ke bak akualusasi untuk diolah
kembali dengan cara disedot menggunakan pompa.
10. Bak control (bak penampung akhir)
Bak control adalah bak penampungan air limbah yang sudah
jernih dari bak flokulassi yang harus diperiksa parameter COD
(Chemical Oxygen Demand), BOD (Biologycal Oxygen Demand),
jumlah zat padat total terlarut (TDS) dan pH nya. Persyaratan air
limbah industry farmasi yang diperbolehkan untuk dilepas ke
lingkungan adalah untuk parameter sebagai berikut: BOD 75 mg/mL,
COD : 150mg/mL, TDS : 75 mg/mL, pH : 6-9.
Pemeliharaan ikan pada bak control dapat dilakukan sebagai
control biologi dengan mengamati kualitas airnya secara visual. Hasil
dari penyaringan air limbah dilakukan pemeriksaan jika hasilnya telah
memenuhi persyaratan maka air dapat dibuang ke saluran
pembuangan umum. Pemeliharaan IPAL biasanya dilakukan 1 atau 3
bulan dan dapat juga tergantung pada kegiatan produksi.
11. Alur Proses Pengolahan Limbah

Gambar 3. Alur Proses Pengolahan Limbah


5. Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)
Produksi obat-obatan dilaksanakan oleh instlasi produksi yang
109

meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian produksi.


Prdouk yang dihasilkan oleh LAFI PUSKESAD hingga saat ini adalah
produk β-laktam dan non β- lactam. Obat-obatan yang diproduksi oleh
LAFI PUSKESAD sudah ada yang diregistrasi oleh Badan POM.
Rencana produksi dibuat berdasarkan jumlah dan jenis obat yang
diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin),
jumlah sumber daya manusia, jam kerja dan produksi yang dibutuhkan,
serta sistem pendukung dan ketersediaan bahan baku obat. Ada tiga alur
besar dalam proses produksi yang meliputi alur proses, alur personil dan
alur materil.
Alur proses meliputi kegiatan pengolahan dan pengemasan.
Pengolahan dan pengemasan yang dilakukan berdasarkan prosesdur
pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk. Prosedur pengolahan
induk menjelaskan secara terperinci pengolahan suatu produk bentuk
sediaan, kekuatan, dan ukuran bets dimana segala macam alat yang
digunakan ditulis sedangkan prosedur pengemasan induk menjelaskan
secara terperinci pengemasan suatu produk. Alur personil dimulai ketika
personil hendak memasuki ruang produksi, dimana personil harus melepas
pakaiannya di loker kelas G dan menggantinya dengan baju kelas G (jas
lab). Lalu personil melewati koridor kelas G dan memasuki ruang kerja
kelas G atau F yang meliputi kegiatan (pengemasan, penyimpanan,
pencucian, dan sebagainya). Jika personil ingin memasuki ruang kerja kelas
E untuk melakukan kegiatan (Pengholahan : mulai penimbangan sampai
pengemasan primer), personel terlebih dahulu memasuki loker kelas E
untuk mengganti jas lab dengan baju kelas E (cover all). Kemudian
memasuki ruang interlock/air lock/ ruang antara dan melewati koridor kelas
E. Sedangkan personil yang ingin memasuki ruang kelas B/A, personil
ter;ebih dahulu melewati ruang kelas D dan C dimana diantara dua ruangan
yang mempunyai tingkat kebersihan yang berbeda terdapat di ruang antara.
Alur personil dalam proses produksi sediaan non steril.
Alur materil bahan awal dari Instalsimpan ke Instalprod untuk
110

diproses adalah sebagai berikut : Bahan awal yang masih dikemas dalam
kemasan sekunder yang berada digudang, dibawa ke ruang antara/interlock
untuk dilepas kemasan sekundernya di ruang antara oleh petugas
Instalsimpan kemudian memasuki unit proses pengolahan kelas E
(penimbangan sampai pengemasan primer) dan dilakukan IPC untuk
produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Sehingga dapat diputuskan
apakah produk jadi itu ditolak atau diluluskan. Jika lulus, maka
Instalsimpan akan mengiirimkan produk produk jadi ke Gupus II untuk di
distribusikan.
6. Kegiatan Instalasi Simpan (Insimpan)
Kegiatan Instalasi simpan antara lain mengeluarkan bahan baku
obatm bahan pendukung dan obat jadi untuk proses produksi. Bahan
pendukung yang dimaksud adalah pakaian untuk personil, kain pel, kanebo
dan disenfektan yang digunakan untuk memberishkan lantai dan dinding
yang terbuat dari epoksi. Peralatan yang disimpan di Instalsimpan adalah
peralatan yang berukuran kecil dan berupa vadangannya (spare part).
Barang yang diperoleh dari rekanan akan disimpan di Gudang Pusat II
Puskesad yang sebelumnya dilakukan proses pemeriksaan secara
administrasi, fisik (label dan segelnya diperiksa), serta kimia (spesfiikasi
barang) yang dilakukan oleh Instalwastu. Pemeriksaan ini dilakukan oleh
Tim Panitia Penerima Hasil Pengadaan (P 2HP). Setelah laporan hasil
pengujiam (LHP) dari Instalwastu menyatakan memenuhi syarat atau lulus,
maka tim (P2HP) membuat BA penerimaan barang kemudian dilaporkan ke
Direktur yang selanjutnya diikuti dengan keluarnya PPnM untuk diserahkan
ke Hanprod kemudian keluar PPM, dengan keluarnya PPM maka barang
biasa dikirim ke Instalsimoan LAFI PUSKESAD disertai BP (Bukti
Penerimaan).
Instalsimpan memiliki beberapa Gudang yaitu : Gudang bahan baku,
Gudang bahan pendukung, Gudang bahan pengemas, Gudang sejuk,
Gudang cairan. Bahan-bahan yang thermolabil disimpan digudang sejuk.
Gudang instalsimpan merupakan ruang kelas G (Black area) yang jumlah
111

partikelnya tidak diperhitungkan.


Setiap bahan baku yang masuk dan keluar di Instalsimpan dicatat
dalam kartu Gudang dan kartu kendali/card. Untuk kartu barang/kartu
gantung pencatatan dilakukam setiap kali melakukan penimbaangan
sedangkan card deck pencatatannya per-item obat yang telah selesai
diproduksi. Sistem pencatatan card deck bertujuan untuk memudahkan
administrasi dalam pemantauan bahan yang dikeluarkan per-item.
Pencatatan barang yang masuk dan keluar dari Instalsimoan diperlukan
sebagai dokumentasi.
Personil Instalsimoan juga melakukan proses penimbangan yang
dilakukan diruang kelas E (Grey area). Hasil penimbangan disimpan di
ruang staging (kelas E) untuk memudahkan personil produksi mengambil
bahan dan meminimalisir kontaminasi yang berasal dari gerakan personil.
Peralatan yang digunakan di Instalsimoan diantaranya adalah timbangan
dengan kapasitas 5 kg, 10 kg, dan 310 g serta timbangan digital dengan
kapasitas maksimal 60 kg.
Bahan-bahan yang sudah ditimbang akan dibawa keruang produksi
dan mengalami proses pengelohan lebih lanjut sampai diperoleh produk
jadi. Setelah dinyatakan lulus oleh Instalwastu maka produk jadi tersebut
dari instalprod diserahkan kembali ke instalsimoan dan dilaporkan ke
Minlog. Minlog membuat konsep surat perintah penerimaan material
(PPnM) yang ditujukan kepada Gudang Pusat II, yang ditandatangani oleh
Puskesad untuk menerima produk jadi dari Instalsimpan. Alur/proses
penerimaan dan pengeluaran baran di Instalsimpan LAFI PUSKESAD.
7. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen
dari organisasi Perusahaan. Dokumentasi di LAFI PUSKESAD meliputi :
a. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenan dengan aktivitas LAFI
PUSKESAD dengan pelaksanaan fungsinya sebagai Lembaga produksi
obat yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (protap) yang meliputi
budang personalia, administrasi dan logistic, operasional peralatan dan
112

instalasi umum, sanitasi dan hygiene, prosedur operasional dan


perawatan alat, prosedur pemberishan alat atau ruangan, kalibrasi dan
validasi, spesifikasi bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metode
dan instruksi serta protap-protap lain yang diperlukan.
b. Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam batch
record meliputi spesfiikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan
laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan
sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets
obat yang diproduksi.
c. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan uji, baik bahan baku,
bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil
pengujiannya.
d. Dokumentasi untuk hasil pengujian bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan obat jadi yang telah diluluskan oleh Instalasi pengawasan
mutu
e. Dokumentasi untuk penerimaan dan pengeluaran bahan baku serta
eksipien, penerimaan dan pengeluaran produk jadi yang telah lulus uji ke
Gudang Pusat II
f. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktivita syang berkenan dengan
perbaikanm pemantauan, dan pengendalian. Misalnya lingkungan,
perlengkapan, peralatan, dan personalia.
g. Seluruh dokumen dikelola dan disimpan oleh bagian yang bersangkutan
dengan aktivitas yang dilaksanakan. Batch record yang sudah di isi dan
ditempel label pelunasan produk jadi disimpan pada bagian Pemastian
mutu.
BAB IV

PEMBAHASAN

Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD)


merupakan badan pelaksana yang mendukung tugas pokok kesehatan Angkatan
Darat, yaitu menyediakan obat-obatan untuk keperluan prajurit TNI Angkatan
Darat, PNS beserta keluarganya. Sebagai sebuah Industri Farmasi, LAFI
PUSKESAD dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang bermutu tinggi,
berkhasiat dan aman, meskipun obat-obat tersebut untuk kebutuhan TNI AD dan
tidak untuk dipasarkan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.
Selain itu, LAFI PUSKESAD merupakan Badan Pelaksana di tingkat Ditkesad
yang bertugas untuk menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi teknik yang
meliputi produksi obat, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan,
penyimpanan, administrasi dan logistik, serta pemeliharaan alat produksi.
Penerapan CPOB di Industri Farmasi LAFI PUSKESAD meliputi :
1. Sistem Mutu Industri Farmasi
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang
membahayakan penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif.
LAFI PUSKESAD telah memperoleh 5 sertifikat CPOB, 4 sertifikat untuk non
β-laktam dan 1 sertifikat untuk β-laktam. Sistem mutu CPOB tersebut
mencakup sumber daya dan aktivitas yang diperlukan. Sumber daya yang
dimaksud yaitu personalia, bangunan, mesin dan peralatan, serta dokumentasi.
Sumber daya tersebut harus memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
dalam CPOB agar aktivitas penjaminan mutu dapat dilaksanakan secara efektif
dan efisien.

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

113
sebab itu Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil
yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua
tugas. Tiap personil di LAFI PUSKESAD sudah memahami tanggung jawab
masing-masing. Seluruh personil juga memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal, hal ini dapat dilihat bahwa hampir semua personil
dan staf di LAFI PUSKESAD memiliki buku PPOP CPOB. Seluruh personil
juga mendapatkan pelatihan khusus mengenai tugasnya masing-masing
sehingga sudah handal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bangunan - Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.
LAFI PUSKESAD memiliki 2 bangunan produksi yaitu diantaranya
bangunan β-laktam, non β-laktam. Gedung produksi β-laktam memiliki
ruangan produksi yang dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air
Handling System). Perbedaan tekanan terjadi diantara koridor kelas D dengan
ruangan unit proses. Alat pengukur tekanan yaitu Anemometer Magnehelic.
Tekanan udara dikoridor dibuat lebih positif dibandingkan dengan ruang unit
proses agar partikel-partikel obat dari ruangan unit proses tidak mencemari
ruang lain dan koridor. Perbedaan tekanan juga dapat dilihat antar ruang
produksi dengan ruang antara. Tekanan ruang antara dibuat minimal sama
dengan koridor kelas D gedung non- β-laktam, sedangkan untuk gedung β-
laktam, tekanan ruang antara dibuat lebih negatif dibandingkan ruang produksi
agar debu-debu dari ruang produksi tidak keluar tanpa pengolahan terlebih
dulu. Perbedaan tekanan ini tergantung dari kegiatan produksi di ruang
produksi. Jika produksi menghasilkan banyak debu, tekanan ruang produksi
dibuat negatif dari ruang koridor.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam

114
dari bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Desain dan konstruksi peralatan di LAFI PUSKESAD sudah cukup
sesuai dengan tujuan dan penggunaannya. Peralatan sudah ditempatkan
ditempat yang sesuai, hal ini berguna memperkecil kemungkinan terjadinya
pencemaran silang antar bahan di area yang sama dan dipasang sedemikian
rupa untuk menghindari resiko kekeliruan atau pencemaran.
5. Produksi
Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi harus diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya serta setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk.
Sumber pencemaran harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
hygiene yang menyeluruh dan terpadu.
a. Personalia
1) Semua personil di LAFI PUSKESAD memeriksa kesehatan berkala.
2) Semua personil harus menerapkan hygiene perorangan yang baik, hal ini
dapat dilihat pada saat sebelum masuk ruang industri, para personil
menerapkan dengan baik mencuci tangan terlebih dahulu.
3) Tiap personil yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan
kualitas produk, dilarang menangani bahan-bahan sampai pulih kembali.
4) Semua personil LAFI PUSKESAD sudah melaporkan keadaan yang
dapat merugikan produk.
5) Personil LAFI PUSKESAD menggunakan pakaian pelindung untuk
keamanan sendiri, lengkap dengan masker, sarung tangan, penutup
kepala, serta pakaian yang sesuai.
b. Bangunan dan Fasilitas
1) Bangunan di LAFI PUSKESAD sudah dirancang dengan tepat untuk
memudahkan pelaksanaan sanitasi.
2) Toilet di LAFI PUSKESAD (di ruang produksi) sudah cukup dilengkapi
dengan ventilasi yang baik.
3) Adanya tempat penyimpanan pakaian yang memadai.

115
4) Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan harus dibatasi di
daerah khusus dan memenuhi standar kebersihan.
5) Adanya prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab sanitasi
dan hygiene serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal,
metode, peralatan, dan bahan pembersih yang digunakan ataupun
fasilitas-fasilitas yang harus dibersihkan. Prosedur ini harus dipatuhi
oleh seluruh personil.
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
1) Peralatan harus dibersihkan, dijaga, dan disimpan dalam kondisi yang
bersih serta diperiksa kembali sebelum dipakai. Hal ini dapat dilihat pada
saat melakukan produksi adanya label bersih pada setiap alat atau
ruangan yang digunakan.
2) Pembersihan dan penyimpanan alat maupun bahan pembersih dilakukan
pada ruangan terpisah dari proses pengelolahan.
d. Validasi dan Kehandalan Prosedur
Prosedur sanitasi hygiene di LAFI PUSKESAD divalidasi dan
dievaluasi secara berkala untuk memastikan prosedur yang disusun cukup
efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
Industri Farmasi LAFI PUSKESAD melakukan kegiatan produksi tablet,
kapsul, sirup, dan sediaan cair obat luar non β-laktam.
a. Sediaan Tablet
Ruang produksi tablet terdiri dari ruang timbang, ruang mucilago,
ruang campur, ruang granulator, ruang pengering, ruang ayak, ruang cetak,
ruang penyalutan, ruang stripping, dan ruang cuci alat. Ruangan–ruangan
ini dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai (Heating
Ventilating Air Condition) HVAC dengan pengisap debu, dan lapisan
epoksi pada dinding dan lantai.
Peralatan yang digunakan untuk membuat tablet diantaranya adalah
timbangan elektrik, mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap,
mesin pencampur basah (supermixer), mesin pencampur kering, oven
pengering/ Fluid Bed Dryer (FBD), granulator, mesin cetak tablet, mesin

116
salut film, dan mesin strip tablet.
Metode pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metode cetak
langsung dan granulasi basah, tetapi yang lebih sering digunakan adalah
metode granulasi basah dengan tahap sebagai berikut :
6) Proses penimbangan bahan baku
Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya
dilakukan di ruangan kelas E dan dikerjakan oleh personil Instal simpan.

7) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)


Didihkan sejumlah tertentu air PW dan alcohol dengan
perbandingan 4:4 di dalam tangki pemanas yang disebut mesin double
jacket. Setelah mendidih, masukkan sejumlah povidone K-30 aduk
sampai homogen. Lalu masukkan metal paraben dan propil paraben lalu
aduk menggunakan handmixer selama 5 menit. Larutan pengikat telah
dianggap homogen apabila larutan terlihat bening.
8) Proses pencampuran
Bahan berkhasiat dengan fase dalam dicampurkan dan diaduk
sampai homogen. Saat mencampur lihat sifat bahan baku seperti
hidroskopis, Kristal, voluminous, dan lain- lain. Serta dalam mencampur
sedikit demi sedikit. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini
adalah saat pencampuran, jumlah, putaran mesin, dan lama mencampur
agar dihasilkan massa yang homogen.
9) Proses granulasi basah
Pada campuran bahan berkhasiat dengan fase dalam kemudian
ditambahkan sejumlah mucilago dan diaduk hingga homogen sampai
terbentuk massa kempa. Massa kempa dianggap berhasil terbentuk
dengan baik apabila digenggam dengan kuat dan tidak hancur apabila
genggamannya dilepaskan.
10) Proses pengeringan
Massa yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven
dengan suhu 40 C dengan waktu 15 jam sampai terbentuk massa
setengah kering, tergantung jenis tablet yang dibuat. Parameter yang

117
harus diperhatikan pada tahap ini adalah suhu dan waktu pengeringan.
11) Proses pengayakan
Massa setengah kering diayak dengan ukuran ayakan mesh 8
sebagai proses pengayakan awal dengan tujuan memperkecil ukuran
granul agar proses pengeringan kedua nantinya dapat menghasilkan
granul yang kering secara merata.
12) Proses pengeringan
Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven dengan suhu
40C dan dengan waktu 10 jam sampai mencapai kadar air sekitar 2-3 %,
tergantung jenis tablet yang dibuat. Setelah itu, diambil sejumlah granul
untuk pengujian IPC, diantaranya laju alir, susut pengeringan,
homogenitas, dan sudut diam.
13) Proses pengayakan
Massa yang telah dikeringkan lalu diayak kembali dengan
ukuran ayakan mesh 10 sampai diperoleh ukuran granul yang
diinginkan.
14) Pengawasan mutu
Terhadap granul yang telah dikeringkan dilakukan pengujian mutu
IPC, yakni pemeriksaan kadar air.

15) Proses pembuatan massa cetak


Granul yang telah lulus dalam uji mutu IPC kemudian dibuat massa
cetak dengan penambahan pelincir dan penghancur luar, lalu diaduk
hingga homogen.
16) Proses pencetakan tablet
Massa cetak yang telah lulus uji mutu kemudian dicetak dengan
mesin cetak tablet yang sebelumnya telah disesuaikan dengan ukuran dan
diameter tablet yang akan dibuat. Selama proses pencetakan harus
diperhatikan kekerasan, ketebalan, dan keragaman bobot tablet.
Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah kecepatan
putaran dan tekenan.
17) Pengawasan mutu

118
Selama pencetakan, dilakukan IPC di ruangan produksi yang
meliputi keragaman bobot, kekerasan tablet, diameter dan ketebalan
tablet sedangkan pengujian mutu oleh Instal wastu meliputi uji waktu
hancur, laju alir, keregasan, diameter, tebal, kekerasan, keragaman bobot
tablet, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu pada hasil
pencetakan.
18) Proses stripping
Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah diuji mutu, distrip
dengan menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai kemasan
primer, dengan suhu mesin ± 800- 100 0C dan bahan aluminium foil
dengan suhu 1000 – 140 C. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses
penyetripan yaitu sebelum digunakan sealling roller pada mesin
stripping harus dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu perlu juga
diperhatikan beberapa hal yaitu nomor batch harus jelas, kebocoran
strip, potongan vertical dan horizontal strip dan kerapihan posisi tablet.

19) Pengawasan mutu


Pengujian mutu yang dilakukan terhadap hasil stripping berupa
pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah distrip akan dikirim ke
Seksi Kemas, untuk dikemas, lalu obat jadi dikirim ke Instalsimpan.
6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan,
dan produk jadi. Bahan dan produk hendaklah tidak diletakkan langsung
dilantai dan dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya, serta hendaklah
disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Tiap bets bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang disimpan diarea
gudang hendaklah mempunyai kartu stok, yang secara periodik direkonsiliasi.
a. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas
1) Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara
elektronik) hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan produk
yang ditolak, kadaluwarsa, ditarik dari peredaran atau obat atau bahan
kembalian.

119
2) Penyimpanan produk antara, produk ruahan, produk jadi produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi hendaklah dikarantina selama
menunggu hasil uji mutu dan penentuan status.

b. Pengiriman dan Pengangkutan


Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk
memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu.
Sistem ini harus didokumentasikan sehingga didistribusikan tiap bets/lot
obat dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau
penarikan kembali jika diperlukan.
Bahan obat hendaklah diangkut dengan cara sedemikian rupa
sehingga tidak merusak keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga.
Bila perlu dianjurkan menggunakan alat untuk membantu kondisi,
misalnya suhu selama pengangkutan. Wadah luar yang akan dikirim
hendaklah memberikan perlindungan yang cukup terhadap seluruh
pengaruh luar serta diberi label yang jelas dan tidak terhapuskan.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Di LAFI PUSKESAD pengawasan mutu
sangat berperan penting dalam pelulusan produk. Jika terjadi kesalahan dalam
produksi, bagian pengawasan mutu tidak akan memberikan kelulusan produk
untuk dilanjutkan ketahap selanjutnya.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Hal yang perlu di inspeksi adalah karyawan, bangunan, penyimpanan
bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu,
dokumentasi, perawatan gedung dan peralatan.
9. Keluhan dan Penarikan Produk
Keluhan yang biasa terjadi yaitu tidak ada brosur, label, kemasan rusak,

120
bocor, tanggal kadaluwarsa, serta isi yang tidak sehingga mempengaruhi
kualitas dan mutu produk. Namun sejauh ini, LAFI PUSKESAD belum ada
terjadi penangan keluhan produk karena penggunaan hanya untuk pemakaian
lingkungan TNI Angkatan Darat.
Jika hal itu terjadi, obat kembalian tersebut dikarantina kemudian diuji,
jika ditolak maka dilakukan pemusnahan, jika lulus maka diproses ulang lalu
dikarantina obat jadi, uji lagi, jika masih ditolak lakukan proses ulang atau
dilakukan pemusnahan, namun jika lulus uji maka masuk ke gudang obat jadi.
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode
dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis.
Dokumentasi di LAFI PUSKESAD ini dapat dilihat dengan adanya bets
record untuk tiap produksi obat. Dokumentasi sepeti bets record ini diperlukan
untuk menelusuri siklus pengolahan satu bets produk mulai dari serah terima
dan penimbangan bahan awal yang berlanjut ke proses, pengendalian selama
proses, pengujian s ampai transfer bets itu ke langkah berikut yaitu
penyimpanan produk ruahan atau pengemasan.
Dengan adanya dokumen-dokumen ini LAFI PUSKESAD mampu
melindungi produk dari kesalahan-kesalahan dan perubahan yang terjadi
selama proses ataupun untuk kedepannya.
11. Kegiatan Alih Daya
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian

121
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Kontrak tertulis meliputi pembuatan dan atau analisa obat yang


dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Pemberi kontrak
bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima Kontrak dalam
melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan
bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Semua pengaturan pembuatan dan
analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak.

12. Kualifikasi dan Validasi


a. Kualifikasi
Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan yaitu :
1) Kualifikasi dan desain/Design Qualification (DQ)
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan
validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Di LAFI
PUSKESAD sudah terkualifikasi desain bangunan dan fasilitasnya.
2) Kualifikasi Instalasi/Instalation Qualification (IQ)
Kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan
peralatan baru atau yang dimodifikasi. Kualifikasi instalasi yaitu untuk
menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang
diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen
pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya
dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi
Instalasi dilakukan jika terjadi pemasangan alat baru, modifikasi alat
dan pemindahan alat.
3) Kualifikasi Operasional/Operational Qualification (OQ)
Kualifikasi operasional hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi
Instalasi sesuai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Hal ini dilihat dengan
adanya PROTAP untuk setiap kegiatan yang ada di LAFI PUSKESAD.
4) Kualifikasi kinerja/Performance Qualification (PQ)
Kualifikasi kinerja yaitu untuk menjamin dan mendokumentasi
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalsi bekerja (beroperasi)
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan

122
sistem sesuai dengan tujuan penggunaan. Kualifikasi kinerja hendaklah
mencakup:
a) Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi.

b) Uji meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas


operasional.

b. Validasi
CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasikan
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Validasi mencakup validasi proses, validasi pembersihan, validasi
ulang dan validasi metode analisis. Validasi proses mencakup validasi
prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif.

123
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di


Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD) dan
berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD)
merupakan suatu lembaga yang hanya memproduksi obat untuk
memenuhi kebutuhan prajurit.
2. LAFI PUSKESAD telah menerapkan aspek CPOB dalam proses
produksi obat jadi untuk menjamin dibuat dengan konsisten dan bermutu.
Hal ini dapat dibuktikan dengan telah diperolehnya 5 (lima) sertifikat
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yaitu 1 (satu) sertifikat untuk
β-laktam dan 4 (empat) sertifikat untuk non β-laktam yamg terdiri dari 1
(satu) tablet salut atau non salut, 1(satu) kapsul keras, 1 (satu) sirup atau
cairan obat dalam, dan 1 (satu) cairan obat dalam.
3. LAFI PUSKESAD telah menerapkan CPOB dari aspek Personalia yakni
penganggung jawab untuk kepala Quality Assurance, Quality Control
dan Produksi dipimpin oleh seorang Apoteker yang terkualifikasi.
4. Pelaksanaan kegiatan industri LAFI PUSKESAD telah ditunjang oleh
fasilitas yang sudah memadai sesuai kebutuhan produksi dan memenuhi
persyaratan CPOB dan telah terdapat prosedur pengujian.
5. LAFI PUSKESAD dalam kegiatan pelaksanaannya mengukuti Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang telah disetujui dan berdasarkan
CPOB.
B. Saran
Adapun saran untuk Lembaga Farmasi PUSKESAD yaitu pada area
produksi disarankan untuk menambah personalia dan dapat meningkatkan
jumlah produk di Lembaga Farmasi PUSKESAD.

124
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan


KepalaBadan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor13 tahun 2018. Tentang Penerapan Pendoman Cara Pembuatan
Obat Yang Baik, Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk


Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB Jilid I). Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia


No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan Apoteker
Indonesia; 2009. Hal 2.

Dinas Kesehatan Angkatan Laut, 1999. Organisasi Dan Prosedur Lembaga


FarmasiTentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Jakarta : Markas
Besar TNI Angkatan Laut.

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 1991.Petunjuk Kerja LAFIAD. Jakarta :


LAFIAD: Hal.1-29.

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 2011. Standar Operasional IPAL LAFIAD
Drs.Mochamad Kamal. Jakarta : LAFIAD

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta.

125
126

LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA FARMASI PUSKESAD BERDASARKAN PERATURAN KASAD N0.
PERKASAD/219/XII/2007
127

LAMPIRAN 2
DENAH LEMBAGA FARMASI ANGKATAN DARAT
128

LAMPIRAN 3
DENAH BANGUNAN PRODUKSI BETA LAKTAM

Keterangan :
1. Ruang timbang 11. Ruang filling powder
2. Ruang staging 12. Ruang coding
3. Ruang in proses control 13. Ruang stripping
4. Ruang produk antara 14. Ruang cuci botol
5. Ruang filling kapsul 15. Ruang filling cairan
6. Ruang mixing tablet 16. Ruang kemas
7. Ruang ruahan tablet 17. Ruang labeling cairan
8. Ruang cuci alat/simpan alat 18. Loker pria/wanita
9. Ruang cetak tablet 19. Gudang bahan baku
10. Ruang simpan alat
129

LAMPIRAN 4
PRODUK LAFI PUSKESAD

Gambar 4. Floxad dan Lafiodine

Gambar 5. Thiamfi dan Lafihistin

Gambar 6. Neostopflu dan Imodiad


130

LAMPIRAN 5
PERALATAN PADA PRODUKSI

Gambar 7. Super mixer Gambar 8. Double jacket

Gambar 9. Fluid bed dryer Gambar 10. Double cone

Gambar 11. Alat cetak kaplet Gambar 12. Alat stripping


131

LAMPIRAN 6
SISTEM PENUNJANG (IPAL)

Gambar 13. Lokasi pengolahan limbah cair


132

LAMPIRAN 7
SISTEM PENUNJANG (HVAC DAN UDARA BERTEKANAN)

Gambar 14. Kompresor Gambar 15. Box mixing

Gambar 16. Pre-filter unit Gambar 17. Condensing unit


133

LAMPIRAN 8
SISTEM PENUNJANG (SISTEM PENGOLAHAN AIR)

Gambar 18. Reverse Osmotic Gambar 19. Electric Deionization

Gambar 20. Filter


134

LAMPIRAN 9

LABEL PELULUSAN BAHAN PRODUKSI

TIDAK LULUS KARANTIN

NAMA
NAMA : :
NOMOR BATCH :
NOMOR BATCH : HASIL
HASIL PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
NOMOR : :
NOMOR
TANGGAL :
TANGGAL :
TANGGAL PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
LAFIAD LAFIAD

Gambar 21. Label bahan/produk reject Gambar 22. Label bahan/produk karantina

LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAD

Gambar 23. Label bahan/produk lulus uji


135

LAMPIRAN 10
ALUR PROSES PRODUKSI SEDIAAN TABLET

Wastu

Gudang Obat Jadi

Keterangan : BP dari produksi


PPM : Perintah Pengeluaran Materil
PPnM : Perintah Penerimaan Materil
NPM : Nota Pengeluaran Materil
BP : Bukti Penyerahan
SKB : Surat Keluar Barang
LHP : Laporan Hasil Pengujian
BA : Berita Acara Karantina Obat Jadi

- SKB
- BP LAFI

Instal simpan PPM


distribusi

Ruang antara/
interlockkelas F
dan E
HPL

Instalsimpan BA dalam Kemasan sekunder

Lepas kemasan sekunder


136

LAMPIRAN 11

ALUR PERSONIL DALAM PROSES PRODUKSI SEDIAAN NON STERIL

Gambar 24. Alur proses produksi sediaan padat


137

Gambar 25. Alur proses produksi sediaan cair

Gambar 26. Alur proses produksi sediaan sirup


138

LAMPIRAN 12
SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

Gambar 27. Sertifikasi CPOB β−Laktam

Gambar 28. Sertifikasi CPOB Non β−Laktam


139

LAMPIRAN 13
SERTIFIKAT REGISTRASI OBAT

Gambar 29. Seritikat Registrasi Obat Fimol

Anda mungkin juga menyukai