NURUL HASANAH
15120210041
KELOMPOK XI
Laporan Kegiatan
NURUL HASANAH
15120210041
KELOMPOK XI
ii
PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN
Menyatakan bahwa laporan ini adalah karya tulis saya sendiri. Jika dikemudian
hari terbukti bahwa laporan ini merupakan plagiat, duplikat, tiruan, atau dibuat dan
dibantu oleh orang lain baik sebagian ataupun secara keseluruhan, maka laporan dan
gelar yang diperoleh BATAL.
NURUL HASANAH
iii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN LENGKAP PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
BIDANG PERAPOTEKAN
ANGKATAN XI
Penyusun:
NURUL HASANAH
15120210041
Disetujui Oleh:
Mengetahui,
apt. Hendra Herman, S.Farm., M.Sc. apt. Vina Purnamasari, S.Farm., M.Sc
iv
KATA PENGANTAR
Nurul Hasanah
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... i
Pernyataan Keaslian ............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ............................................................................................ iv
Kata Pengantar .................................................................................................... v
Daftar Isi.............................................................................................................. vii
Daftar Tabel ........................................................................................................ x
Daftar Gambar..................................................................................................... xi
Daftar Lampiran .................................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan PKPA ................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN UMUM APOTEK ....................................................... 4
A. Aspek Legalitas ............................................................................ 4
1. Peraturan perundang-undangan Apotek ................................. 4
2. Etika Profesi Farmasis/Apoteker ............................................ 5
B. Tata Cara Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan ........................ 7
1. Tatacara perijinan pendirian apotek ........................................ 7
2. Tinjauan Studi Kelayakan ....................................................... 11
C. Pengelolaan Apotek ....................................................................... 14
1. Manajemen pendukung ........................................................... 14
a. Sistem informasi manajemen apotek ................................ 14
b. Sumber daya manusia ....................................................... 16
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai ................................................ 18
a. Perencanaan ....................................................................... 18
b. Pengadaan .......................................................................... 20
c. Penerimaan......................................................................... 21
d. Penyimpanan...................................................................... 22
e. Pemusnahan ....................................................................... 24
f. Pengendalian ...................................................................... 26
g. Pencatatan dan Pelaporan .................................................. 26
3. Pelayanan Farmasi Klinik ........................................................ 29
a. Pengkajian Resep ............................................................... 29
b. Dispensing .......................................................................... 30
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO) ........................................ 31
d. Konseling ........................................................................... 32
e. Pelayanan Kefarmasian Dirumah
(Home Pharmacy Care) ...................................................... 33
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) ......................................... 34
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) .......................... 34
4. Pengelolaan Obat Wajib Apotek.............................................. 35
5. Pengelolaan Obat Keras, Narkotika dan psikotropika ............. 41
6. Pengelolaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat
Tradisional, Kosmetik, Alat Kesehatan dan Pembekalan
Kesehatan Lainnya ................................................................... 45
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar Obat Wajib Apotek No .1 .......................................................... 35
Tabel 2 Daftar Obat Wajib Apotek No .2 .......................................................... 38
Tabel 3 Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 .......................................................... 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penandaan Obat Keras ...................................................................... 41
Gambar 2. Logo Obat Narkotika ......................................................................... 42
Gambar 3. Penandaan Obat Bebas ...................................................................... 45
Gambar 4. Penandaan Obat Bebas Terbatas ....................................................... 46
Gambar 5. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas ............................................ 46
Gambar 6. Logo Jamu ......................................................................................... 47
Gambar 7. Logo Obat Herbal Terstandar ............................................................ 48
Gambar 8. Logo Fitofarmaka .............................................................................. 48
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas untuk menunjang pembangunan nasional.
Pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah satu upaya
pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, sehingga terwujud
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Dalam upaya mendukung
pembangunan di bidang kesehatan, diperlukan tenaga kesehatan serta sarana
dan prasarana kesehatan yang sangat penting untuk menunjang kesehatan
masyarakat, salah satunya adalah Apotek (Undang-Undang No. 36 Tahun
2009).
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker. Apotek melaksanakan dua fungsi
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta kegiatan yang
bersifat non manajerial berupa pelayanan farmasi klinik. Pada saat ini
paradigma pelayanan kefarmasian telah meluas dari pelayanan yang
berorientasi pada pengelolaan obat (drug oriented) menjadi pelayanan yang
berorientasi pada pasien (patient oriented). Konsekuensi dari perubahan
orientasi ini menuntut apoteker agar dapat mengimplementasikan standar
pelayanan kefarmasian yang menjadi tolak ukur dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian (Permenkes RI No. 73, 2016; permenkes RI No. 9,
2017).
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian menyatakan bahwa Pelayanan Kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian
tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus kepada
pengelola obat berubah menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Pentingnya peran apoteker dalam dunia kefarmasian menuntut institusi
pendidikan menghasilkan sumber daya apoteker yang berkualitas. Program
Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia
kemudian bekerja sama dengan Apotek Wahdah BTP Makassar untuk
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
berlangsung pada periode tanggal 28 Maret sampai 30 April 2022. Kegiatan
PKPA ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengalaman
kepada calon apoteker mengenai peranan apoteker sebagai tenaga farmasi
professional dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, pekerjaan
kefarmasian dan pengembangan praktek farmasi komunitas di apotek salah
satunya dalam hal pelayanan resep.
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
1. Meningkatkan pemahaman Calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Apotek.
2. Membekali Calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
3. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan farmasi komunitas di Apotek
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang professional
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
Apotek.
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK
A. Aspek Legalitas
1. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan
Apotek
Landasan hukum apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat
diatur dalam:
a. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
b. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
c. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 73 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 80 Tahun 2016
Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Asisten Tenaga Kesehatan
f. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 28 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran,
penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi
h. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan
Golongan Narkotika
i. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan
Golongan Psikotropik
j. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek
k. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
l. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
m. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
n. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1990 Tentang Masa Bakti Apoteker
yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.
184/Menkes/Per/II/1995.
o. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2018
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan
p. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990
Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. I
q. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924/MENKES/SK/X/1993 Tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. II
r. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176/MENKES/SK/X/1999 Tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. III
2. Etika Profesi Farmasi/Apoteker
Etik Profesi Farmasis/Apoteker ditercantum dan disusun dalam undang-
undang kode etik yang merupakan nilai-nilai, norma-norma atau tingkah laku
kelompok profesi dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam memberikan
pelayanan jasa kepada masyarakat. Kode etik merupakan pedoman yang
digunakan dalam pelaksaan tugas profesi dengan tujuan untuk membatasi,
mengatur dan memberikan petunjuk dalam menjalankan profesi sebagai
Apoteker yang baik dan benar tanpa harus beresiko membahayakan
masyarakat. Kode etik hendaknya dijalankan dengan keikhlasan dan
mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia, dapat dinilai dari ada tidaknya
laporan masyarakat, sejawat Apoteker maupun Tenaga Teknis Kesehatan
lainnya serta tidak adanya laporan dari dinas-dinas terkait, salah satunya dari
Dinas Kesehatan (IAI, 2014).
Etika profesi telah diatur oleh organisasi IAI (Ikatan Apoteker
Indonesia) yang mengatur berbagai aspek tetang profesi apoteker, salah
satunya adalah kode etik, Menurut Kode Etik Apoteker Indonesia dan
Implementasi – Jabaran Kode Etik tahun 2009.
a. Kewajiban Umum
1) Seorang apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah / Janji apoteker.
2) Seorang apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati
dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
3) Seorang apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.
4) Seorang apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
5) Didalam menjalankan tugasnya Seorang apoteker harus menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
6) Seorang apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
7) Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya.
8) Seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang
farmasi pada khususnya.
b. Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien
Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. menghormati hak asasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
c. Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
1) Seorang apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana
ia sendiri ingin diperlakukan.
2) Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
3) Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker di dalam
memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal
rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
d. Kewajiban Apoteker Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lain
1) Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
2) Seorang apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau
perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.
B. Tata Cara Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan
1. Tata Cara Perijinan Pendirian Apotek
Legalitas apotek berkaitan dengan syarat pendirian apotek dan tata cara
perizinan yang diatur dalam regulasi. Regulasi yang berlaku saat ini telah
mengatur mengenai penyelenggaraan apotek yang hanya dapat dilakukan oleh
apoteker sebagai pelaku usaha perseorangan dan dapat melaksanakan
penyelenggaraan apotek jika telah memperoleh bukti tertulis sebagai izin yang
disebut Surat Izin Apotek (SIA). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
sebelum mendirikan apotek, yaitu (Permenkes RI No. 9, 2017) :
a. Lokasi
Lokasi pendirian apotek ditentukan berdasarkan aturan persebaran
apotek yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
b. Bangunan
Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan
lanjut usia
C. Pengelolaan Apotek
1. Manajemen Pendukung
a. Sistem Informasi Manajemen Apotek
Sistem Informasi Manajemen (SIM) atau Management Information
System (MIS) adalah sistem informasi yang digunakan untuk menyajikan
informasi yang digunakan untuk mendukung operasi, manajemen dan
pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. SIM biasanya
menghasilkan informasi untuk memantau kinerja, memelihara koordinasi
dan menyediakan informasi untuk operasi organisasi. SIM umumnya
mengambil data dari sistem proses transaksi.
Sistem Informasi Manajemen Apotek merupakan sistem informasi
pencatatan obat dan alat kesehatan di Apotek. Dengan menggunakan
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Apotek alur obat mulai dari
penerimaan, pencatatan di gudang obat dan penjualan ke pasien terekam
dalam database sehingga stok opname dapat dilakukan secara otomatis dan
real time.
SIM apotek dibuat untuk menangani bagian point of sales kasir dan
inventori dari suatu apotek, yaitu dengan cara menyediakan kemampuan
untuk menangani transaksi beli dan jual secara resep dan non resep. Juga
untuk menyajikan laporan sehingga keputusan yang diambil manajer lebih
tepat sasaran.
Sistem aplikasi ini dirancang untuk digunakan secara mudah baik
dengan keyboard dan mouse atau dengan barcode scanner sebagai alat
memasukkan data. Sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat.
Kelebihan - kelebihan yang diperoleh apotek dengan menggunakan SIM ini
adalah :
a. Membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam melayani transaksi
pembayaran, karena SIM atau mesin kasir dapat menghitung secara
automatis
b. Pemantauan inventori / stok obat yang ada dapat dilakukan secara cepat
c. Pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran, misalnya pemilihan
produk / obat mana saja yang lebih diperbanyak karena dengan
menggunakan laporan statistik, bisa diketahui produk / obat obat mana
saja yang paling diminati masyarakat (paling laris).
Pengelolan informasi apotek biasanya dikerjakan secara manual. Tanpa
penggunaan SIM maka pendataan transaksi jual beli dicatat dibuku.
Kelemahan – kelemahan yang dapat di temukan dalam kasus ini ialah :
a. Membutuhkan waktu lebih lama dalam melayani transaksi pembayaran,
karena harus dihitung secara manual atau dengan kalkulator.
b. Memerlukan waktu untuk memantau inventori stok obat yang ada
(stock opname).
c. Memerlukan waktu dalam pembuatan laporan – laporan, karena
karyawan harus membuka kembali data-data yang ada, sehingga
pekerjaan menjadi kurang efektif.
d. Kemungkinan adanya data – data yang hilang karena tidak/ lupa
tercatat.
b. Sumber Daya Manusia
Dalam Permenkes No.73 tahun 2016, Pelayanan Kefarmasian di
Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat
Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi
kriteria:
1) Persyaratan Administrasi
a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan
atau mandiri. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap
peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan
peran yaitu:
1) Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
2) Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan
menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3) Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4) Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
5) Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan
informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan Obat.
6) Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD)
7) Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian
dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian.
8) Guru/Pendidik
Apoteker dituntut dapat menjadi pendidik/akademis/educator bagi pasien,
masyarakat maupun tenaga tesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan
kesehatan, baik menjadi guru, dosen ataupun sebagai seorang
farmasis/apoteker yang menyampaikan informasi kepada pasien, masyarakat
dan tenaga kesehatan lainnya yang membutuhkan informasi
9) Wirausaha (Entrepreneur)
Apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan
kemandirian serta membantu dalam kesejahteraan masyarakat.
2. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
(Permenkes No.73 Tahun 2016)
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
1. Tujuan perencanaan
a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP yang mendekati kebutuhan;
b. Meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
secara rasional.
c. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
d. Menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.
e. Efisiensi biaya.
f. Memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan
biaya distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
2. Proses Perencanaan
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Persiapan Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana
kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP:
1. Perlu dipastikan kembali komoditas yang akan disusun perencanaannya.
2. Perlu disusun daftar spesifik mengenai sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP yang akan direncanakan, termasuk di dalamnya kombinasi
antara obat generik dan bermerek.
3. Perencanaan perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan,
mengestimasi periode pengadaan, mengestimasi safety stock dan
memperhitungkan leadtime.
b. Pengumpulan data. Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP pasien periode sebelumnya (data
konsumsi), sisa stok dan data morbiditas.
c. Penetapan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
direncanakan menggunakan metode perhitungan kebutuhan.
d. Evaluasi Perencanaan.
e. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan).
f. Apotek yang bekerjasama dengan BPJS diwajibkan untuk mengirimkan
RKO yang sudah disetujui oleh pimpinan Apotek melalui aplikasi E -
Monev .
3. Metode Perhitungan Kebutuhan
Menentukan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan oleh tenaga
kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan koordinasi dan proses
perencanaan yang tepat, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat
jenis, jumlah dan waktu serta mutu yang terjamin.
a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi. Metode
ini sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan sediaan
farmasi. Klinik yang sudah mapan biasanya menggunakan metode konsumsi.
Metode konsumsi menggunakan data dari konsumsi periode sebelumnya dengan
penyesuaian yang dibutuhkan.
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Metode morbiditas memperkirakan keperluan obat sampai dengan
obat tertentu berdasarkan dari jumlah, kejadian penyakit dan
mempertimbangkan pola standar pengobatan untuk penyakit tertentu. Pada
prakteknya, penggunaan metode morbiditas untuk penyusunan rencana
kebutuhan obat di Apotek jarang diterapkan karena keterbatasan data terkait
pola penyakit.
c. Metode Proxy Consumption
Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan obat
menggunakan data kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau
penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Apotek yang telah memiliki sistem
pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat kebutuhan
berdasarkan cakupan populasi atau tingkat layanan yang diberikan.
Metode proxy consumption dapat digunakan untuk perencanaan pengadaan
di Apotek baru yang tidak memiliki data konsumsi di tahun sebelumnya. Selain
itu, metode ini juga dapat digunakan di Apotek yang sudah berdiri lama apabila
data metode konsumsi dan/atau metode morbiditas tidak dapat dipercaya.
Sebagai contoh terdapat ketidaklengkapan data konsumsi diantara bulan Januari
hingga Desember.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di apotek
dilaksanakan dengan pembelian. Pembelian merupakan suatu metode penting
untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga. Apabila ada
dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu
produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin Edar), reputasi produsen
(distributor berijin dengan penanggung jawab Apoteker dan mampu memenuhi
jumlah pesanan), harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman ( lead time
cepat), mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang
yang dikembalikan, dan pengemasan.
Pengadaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memiliki izin.
2) Alat Kesehatan dan BMHP diperoleh dari Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang
memiliki izin.
3) Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP yang dibeli.
4) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dipesan datang tepat waktu.
5) Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP mudah ditelusuri
6) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP lengkap sesuai dengan perencanaan
Waktu pengadaan obat dilakukan berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan hasi analisa dari data :
1) Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat dan
perbekalan kesehatan).
2) Kapasitas sarana penyimpanan.
3) Waktu tunggu.
c. Penerimaan
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan
agar obat yang diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan
Faktur Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah. Penerimaan
sediaan farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker. Bila Apoteker
berhalangan hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat didelegasikan kepada
Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang SIA.
Pemeriksaan sediaan farmasi yang dilakukan meliputi:
1) Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik.
2) Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan antara arsip
surat pesanan dengan obat yang diterima.
3) Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau Surat
Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi :
a) Kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama obat, jumlah, bentuk,
kekuatan sediaan obat dan isi kemasan; dan
b) Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
Apabila hasil pemeriksaan ditemukan sediaan farmasi yang diterima tidak
sesuai dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan sediaan farmasi, jumlah
atau kondisi kemasan dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi harus segera
dikembalikan pada saat penerimaan. Apabila pengembalian tidak dapat
dilaksanakan pada saat penerimaan misalnya pengiriman melalui ekspedisi
maka dibuatkan Berita Acara yang menyatakan penerimaan tidak sesuai dan
disampaikan ke pemasok untuk dikembalikan. Jika pada hasil pemeriksaan
dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan baik maka Apoteker atau Tenaga
Kefarmasian yang mendapat delegasi wajib menandatangani Faktur Pembelian
dan/atau Surat Pengiriman Barang dengan mencantumkan nama lengkap,
nomor SIPA/ SIPTTK dan stempel sarana.
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu sediaan
farmasi. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan,
serta memudahkan pencarian dan pengawasan.
a) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
b) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
d) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
e) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out).
Selain ketentuan tersebut. Obat-Obat Tertentu harus disimpan di tempat yang
aman berdasarkan analisis risiko antara lain pembatasan akses personil,
diletakkan dalam satu area dan tempat penyimpanan mudah diawasi secara
langsung oleh penanggungjawab.
Penyimpanan Obat dan Bahan Obat harus dilengkapi dengan kartu stok,
dapat berbentuk kartu stok manual maupun elektronik. Informasi dalam kartu
stok sekurang-kurangnya memuat: Nama Obat/Bahan Obat, bentuk sediaan,
dan kekuatan Obat, Jumlah persediaan, Tanggal, nomor dokumen, dan sumber
penerimaan, Jumlah yang diterima, Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan
penyerahan/penggunaan, Jumlah yang diserahkan/digunakan, Nomor bets dan
kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan/penggunaan dan Paraf atau
identitas petugas yang ditunjuk.
Jika pencatatan dilakukan secara elektronik, maka:
1. Harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat
diperlukan;
2. Harus mampu tertelusur informasi mutasi sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun terakhir;
3. Harus tersedia sistem pencatatan lain yang dapat dilihat setiap dibutuhkan.
Hal ini dilakukan bila pencatatan secara elektronik tidak berfungsi
sebagaimana seharusnya.
4. Harus dapat di salin/copy dan/atau diberikan cetak/printout
Penyimpanan Obat/Bahan Obat yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus
terpisah dari Obat/Bahan Obat yang masih layak guna dan diberi penandaaan
yang jelas serta dilengkapi dengan pencatatan berupa kartu stok yang dapat
berbentuk kartu stok manual dan/atau elektronik Melakukan stok opname
secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan. (PerBPOM
No. 4, 2018)
e. Pemusnahan
Sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak
yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan sediaan
farmasi selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau
surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
Pemusnahan narkotika, psikotoprika dan prekursor farmasi pada apotek hanya
dapat dilakukan apabila (Permenkes No.3, 2015) :
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
d. Dibatalkan izin edarnya
Pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dilakukan dengan
tahapan (Permenkes No.3, 2015) :
a. Penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat.
b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas
Obat dan Makanan setempat menempatkan petugas (yang telah
ditetapkan) di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan
surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran
secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c) Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
e) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bila :
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah Kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d. Dicabut izin edarnya
Tahap pemusnahan terdiri dari :
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai yang dimusnakan;
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. Mengoordinasikan Jadwal, Metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bettuk sediaan serta
peraturan yang berlaku
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang
dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
1) Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di apotek. Adanya
pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila
terjadi adanya mutu sediaan farmasi yang sub standar dan harus ditarik dari
peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital
maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan
adalah Kartu Stok.
Fungsi kartu stok:
a) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kedaluwarsa).
b) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu)
jenis perbekalan farmasi.
c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan,
pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanannya.
2) Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya serta
pelaporan eksternal yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan
narkotika,psikotropika dan pelaporan lainnya. Pelaporan narkotika dan
psikotropika dilakukan sebelum tanggal 10 setiap bulan dan saat ini dapat
dilakukan melalui aplikasi SIPNAP yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Tata cara pelaporan narkotika dan psikotropika
melalui SIPNAP adalah sebagai berikut :
1. Setiap apotek melakukan proses login ke aplikasi dengan memasukkan
data user ID, password dan key code.
2. Setelah masuk ke halaman beranda aplikasi akan muncul beberapa menu
yang salah satunya adalah Laporan. Pada menu Laporan ada beberapa
pilihan termasuk Input/Upload Pelaporan (Narkotika, Psikotropika, dan
Morphine/Pethidine) yang kemudian dapat disesuaikan dengan jenis
produkyang tersedia pada apotek yang akan dilaporkan.
3. Ada 2 (dua) jenis penginputan laporan yaitu web form (mengisi data
sesuaikebutuhan form pada aplikasi) dan upload (mengupload file excel
sesuai template yang dapat diunduh pada aplikasi)
4. Pada pengisian web form, apabila apotek tidak menyediakan narkotika,
psikotropika maupun morphine/pethidine maka status pelaporan diisi
Pelaporan Nihil. Apabila tersedia, maka status pelaporan yang diisi yaitu
Pelaporan Periodik.
5. Pelaporan dilakukan satu per satu sesuai nama produk, bentuk, dan
kekuatansediaan. Misalnya dilakukan pelaporan narkotika kodein maka
form pelaporan kodein 10 mg dan kodein 20 mg terpisah.
6. Pada kolom Status Transaksi, apabila dalam 1 bulan terakhir apotek
melakukan transaksi narkotika maupun psikotropika maka sumber
pemasukan (PBF atau sarana lain) maupun tujuan pengeluarannya (resep
atau sarana lain) dilaporkan.
7. Pada kolom Status Pemusnahan, apabila dalam 1 bulan terakhir apotek
melakukan pemusnahan narkotika maupun psikotropika maka nomor dan
tanggal Berita Acara Pemusnahan (BAP) serta jumlah yang dimusnahkan
turut dilaporkan.
8. Khusus pelaporan morphine/pethidine, web form berisi kolom untuk
mengisi data nama dan alamat pasien, tanggal diberikan, jumlah, serta
namadan alamat dokter.
9. Kolom stok awal dan stok akhir akan terisi otomatis sesuai produk yang
dipilih.
10. Klik simpan untuk menyimpan data pelaporan yang telah diinput lalu klik
kirim pelaporan untuk mengirim data pelaporan.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 1176 Tahun 1999 Tentang Daftar Obat
Wajib Apotik No. 3
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut
dapat dilihat pada tabel 3. dibawah ini :
Tabel 3. Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
No Nama Obat Ketentuan
Saluran pencernaan
Famotidin Indikasi: antiulkus peptik
Maksimal 10 tablet 20/40mg Pengulangan
1 dari resep
Ranitidin Indikasi: antiulkus peptik
Maksimal 10 tablet 150mg Pengulangan
dari resep
Sistem muskuloskeletal
Allopurinol Indikasi: antigout
Maksimal 10 tablet 100mg Pengulangan
dari resep
Diklofenak natrium Indikasi: antiinflamasi dan antirematik
2
Maksimal 10 tablet 25mg
Pengulangan dari resep
Piroksikam Indikasi: antiinflamasi dan antirematik
Maksimal 10 tablet 10mg
Pengulangan dari resep
Antihistamin
3 Cetirizine Indikasi: antihistamin
Maksimal 10 tablet
Pengulangan dari resep
Siproheptadin Indikasi: antihistamin
Maksimal 10 tablet
Pengulangan dari resep
Antiasma Orsiprenalin Indikasi: asma
4 1 tabung
Pengulangan dari resep
Organ sensorik
Gentamisin Indikasi: obat mata
Maksimal 1 tube 5 gram atau botol 5 ml
Pengulangan dari resep
Kloramfenikol Indikasi: obat mata
5
Maksimal 1 tube 5 gram atau botol 5 ml
Pengulangan dari resep
Kloramfenikol Indikasi: obat telinga
Maksimal 1 botol 5 ml
Pengulangan dari resep
Antihistamin
Kategori I (2HRZE/4H3R3) Satu paket
Sebelum fase lanjutan, penderita harus
kembali ke dokter
Kategori II Satu paket
6
(2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Sebelum fase lanjutan, penderita harus
kembali ke dokter
Kategori III (2HRZ/4H3R3) Satu paket
Sebelum fase lanjutan, penderita harus
kembali ke dokter
Obat yang tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan diatas dapat diserahkan
oleh Apoteker di Apotek dan hal yang harus dilakukan Apoteker ketika melayani
pasien yang memerlukan Obat Wajib Apotek, yaitu:
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat tiap pasien yang disebutkan
dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan
3. Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek
samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
5. Pengelolaan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika
a. Obat Keras Daftar G (Obat Keras)
Obat golongan ini adalah obat-obatan yang hanya boleh diserahkan
dengan resep dokter.Golongan obat keras ditandai oleh lingkaran bulat
berwarna merah dengan garis tepi bewarna hitam dengan huruf K yang
menyentuh garis tepi.
b. Narkotika
Narkotika berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Obat Narkotika hanya boleh di serahkan ke pasien dengan
resep dokter. Resep yang dilayani harus asli, ditulis dengan jelas dan lengkap,
tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi
blanko resep.
P. No. 1 P. No. 4
Awas..! Obat Keras Awas..! Obat Keras
Bacalah aturan pakai Hanya untuk dibakar
P. No. 2 P. No. 5
Awas...! Obat Keras Awas..! Obat Keras
Hanya untuk kumur, jangan ditelan Tidak boleh ditelan
P. No. 3 P. No. 6
Awas..! Obat Keras Awas...! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan Obat wasir, jangan ditelan
c. Obat Tradisional
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia, Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan Dan
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, obat bahan alam (tradisional) yang ada
di Indonesia saat ini dapat dikategorikan menjadi:
1) Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara
tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya
cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti
empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-
puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan
manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.