Anda di halaman 1dari 9

Pengelolaan Pulo Cinta sebagai Objek Wisata Baru di Wilayah Pesisir Kabupaten

Boalemo, Provinsi Gorontalo

Shahla Harira

Perencanaan Wilayah dan Kota, Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Kalimantan, Balikpapan.
Email: 08151041@itk.ac.id

Abstract

Indonesia is known as a country with a lot of natural resources potential, especially in maritime field. Indonesia
is the largest archipelagic country in the world consisting of 17,499 islands with a long coastline of 81,000 km
and its waters consist of territorial sea, archipelagic waters and inland waters covering 2.7 million km or 70% of
the territory of Indonesia. Boalemo is regency of Gorontalo Province, Indonesia and it is located on the island of
Sulawesi. Pulo Cinta as a new tourism attraction in Boalemo Regency have a lot of things to know further
especially in its management and Dinas Pariwisata Boalemo heavily promoting Pulo Cinta to be the main
tourism attraction in Boalemo Regency.

Keywords: Pulo Cinta, Boalemo, Tourism

Abstrak

Indonesia dikenal sebagai negara dengan banyak potensi Sumber Daya Alam, terutama di bidang maritim.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.499 pulau dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km dan perairannya terdiri dari laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman
yang mencakup 2,7 juta km atau sebesar 70% dari wilayah Indonesia. Boalemo adalah salah satu kabupaten di
Provinsi Gorontalo, Indonesia dan terletak di Pulau Sulawesi. Pulo Cinta sebagai objek wisata baru di Kabupaten
Boalemo memiliki banyak hal yang perlu diketahui lebih lanjut terutama dalam hal pengelolaannya dan Dinas
Pariwisata Boalemo yang sangat mempromosikan Pulo Cinta untuk menjadi daya tarik wisata utama di
Kabupaten Boalemo.

Kata Kunci: Pulo Cinta, Boalemo, Wisata


1. Pendahuluan

Indonesia dikenal sebagai negara dengan banyak potensi Sumber Daya Alam, terutama di bidang
maritim. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.499 pulau dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km dan perairannya terdiri dari laut teritorial, perairan kepulauan dan
perairan pedalaman yang mencakup 2,7 juta km atau sebesar 70% dari wilayah Indonesia. Wilayah laut
dan pesisir Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi di hutan mangrove, terumbu
karang, padang lamun, rumput laut serta pariwisata bahari dan hasil perikanan telah menjadi pusat
pertumbuhan baru bagi pembangunan dan peningkatan perekonomian masyarakat.

Pemanfaatan sumber daya alam apabila tidak dilakukan secara tepat maka dapat menjadi tidak
terkendali dan mengancam ekosistem dalam menunjang kehidupan manusia dan pembangunan. Oleh
karena itu, pemanfaatan sumber daya terutama sumber daya laut dan pesisir hendaknya dapat tegas
dalam kegiatan-kegiatan seperti pencemaran hutan mangrove, pembangunan pantai untuk kawasan
permukiman atau pariwisata. Karena menurut Beder (1996) dalam keberlanjutan Sumber Daya Alam
berupa keberadaan dan pemanfaatannya berhubungan erat dengan ekosistem.

Pulo Cinta, merupakan salah satu tujuan wisata utama di Gorontalo. Pulo Cinta merupakan resort
yang berada di tengah pulau kecil di Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Sebagai daya tarik utama, Dinas
Pariwisata Boalemo terus berupaya untuk mengembangkan potensi dari pulau ini dengan membuat
beberapa fasilitas untuk para wisatawan seperti Eco Resort.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Prinsip Dasar Pengelolaan Pesisir Terpadu


Pengelolaan wilayah pesisir terpadu merupakan proses pembangunan pesisir yang memperhatikan
beberapa aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, budaya dan politik, aspek biogeofisik, aspek
kelembagaan dan aspek lokasi dan lingkungan. Aspek-aspek tersebut harus tetap menjadi acuan dalam
pengelolaan pesisir ditengah proses dinamis yang terus berjalan. Peran kelembagaan penting untuk
memastikan terlaksananya harmonisasi pengelolaan pesisir yang dapat diterima secara politis (Subagiyo,
2017)

Menurut Sara dalam Subagiyo (2017) pengelolaan pesisir secara terpadu dapat diartikan sebagai
proses tata kelola, termasuk kerangka hukum dan kelembagaan yang diperlukan untuk memastikan
bahwa rencana pengelolaan pesisir terintegrasi dengan lingkungan (termasuk sosial dan ekonomi) dan
disusun dengan partisipasi masyarakat sebagai pihak yang terkena dampak .

Elemen kunci untuk mencapai tujuan pengelolaan pesisir secara terpadu adalah tersedianya
kerangka hukum, tersedianya lembaga yang mengatur, dan adanya partisipasi pihak yang akan
dilibatkan dalam pengelolaan. Pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir pada dasarnya menjadi suatu
strategi untuk memberikan ambang batas laju pemanfataan ekosistem dan sumber daya alam pesisir di
dalamnya. Menurut Subagiyo (2017), untuk mencapai pembangunan wilayah pesisir yang berkelanjutan
harus memenuhi syarat berikut:

1. Keharmonisan spasial, mensyaratkan alokasi yang tepat untuk zona pemanfaatan, zona preservasi
dan konservasi

2. Kapasitas asimilasi adalah toleransi atas kemampuan ekosistem pesisir untuk menetralisir limbah
tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan

3. Pemanfaatan berkelanjutan

2.2 Elemen dan Proses Dasar Pengelolaan Pesisir

Pengelolaan terpadu merupakan suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir atau suatu upaya
yang sudah terprogram dengan melihat potensi sumber daya, melibatkan beberapa ekosistem, serta
upaya pemanfaatan secara terpadu untuk mengoptimalkan kepentingan untuk memelihara lingkungan,
keterlibatan masyarakat, dan peningkatan ekonomi demi mencapai pembangunan wilayah pesisir yang
berkelanjutan (Subagiyo, 2017).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP10/MEN/2002, yang kemudian
disempurnakan oleh UU No.1 2014, prinsip dasar mengelola pesisir secara terpadu adalah sebagai
berikut:

1. Berkelanjutan, artinya pengelolaan pesisir terpadu bertujuan untuk memanfaatkan sumber


daya pesisir dan kelautan demi meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pembangunan
nasional dengan tidak mengorbankan kebutuhan dan kepentingan generasi yang akan datang
sehingga tetap diperlukan pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan adanya
kegiatan regenerasi sumber daya

2. Konsistensi, artinya adalah komitmen dari seluruh elemen yang akan terlibat dalam
pengelolaan wilayah pesisir mulai dari proses merencanakan, memanfaatkan sumberdaya,
proses mengawasi dan mengendalikan

3. .Keterpaduan, yaitu mengintegreasikan antar stakeholders baik secara vertikal atau horizontal
serta mengintegrasikan antara ekosistem darat-laut dengan mempertimbangkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

4. .Kepastian hukum, artinya pengelolaan wilayah pesisir terpadu harus berkekuatan hukum
sehingga semua keputusan yang diambil untuk kepentingan wilayah pesisir dilakukan sesuai
dengan mekanisme dan dapat dipertanggungjawabkan

5. .Kemitraan, yaitu kesepakatan antar pihak yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir

6. Pemerataan, artinya pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan dapat dilakukan dan
dirasakan oleh semua pihak, terutama untuk masyarakat

7. Peran serta masyarakat, yaitu masyarakat pesisir berkewajiban untuk turut serta dalam proses
merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan mengawasi pembangunan pesisir

8. Keterbukaan, artinya informasi rencana pengelolaan pesisir harus mudah diakses oleh
masyarakat serta semua pihak yang terlibat

9. Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pengelolaan wilayah pesisir kepada pemerintah


daerah

2.3 Pembangunan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil


Pesisir dan laut Indonesia dengan potensi besarnya secara signifikan belum berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi nasional. Potensi lestari laut belum dioptimalkan secara arif dan bijaksana dan
potensi perhubungan yang belum memberikan manfaat dalam konektivitas kepulauan serta ancaman
kerusakan sumber daya pesisir karena pemanfaatan yang tidak memperhatikan aspek daya dukung
lingkungannya. Isu-isu pengelolaan sumber daya pesisir antara lain:

1. Kawasan pesisir merupakan salah satu kawasan dengan kontribusi tinggi penyumbang jumlah
masyarakat miskin

2. Konflik pemanfaatan ruang, mengingat tingginya permintaan ruang dan kepentingan dalam
pemanfaatan ruang pesisir

3. Penurunan kualitas lingkungan

4. Pengelolaan tidak berkelanjutan, dengan aspek ekonomi dan sosial masih menjadi prioritas
sehingga mengancam kelangsungan ekosistem pesisir dan pemanfaatan sumber daya untuk
jangka panjangnya

Pengelolaan sumber daya seharusnya mengedepankan aspek ekologis selain aspek sosial ekonomi.
Butuh tindakan nyata untuk meminimalkan dampak negatif terhadap pesisir seperti pencemaran hutan
mangrove. Diharapkan, pengelolaan pesisir yang terpadu yang seharusnya terpadu, mengentaskan
kemiskinan, serta pengelolaan yang bertanggung jawab dapat terwujud.

3.ii Metode

Metode analisa data yang digunakan oleh penulis adalah analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif adalah metode analisa yang bertujuan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain
yang terjadi pada saat sekarang secara sistematis dan faktual dengan tujuan untuk memaparkan dan
penyelesaian dari masalah yang diteliti.

I4.iiiHasil dan Pembahasan

Wisata Pulo Cinta, yang sedang gencar dipromosikan oleh Dinas Pariwisata Baolemo sebagai
daya tarik utama wisata di Gorontalo dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 1. Pulo Cinta

Sumber: Google.co.id

Gambar. 2 Pulo Cinta Eco Resort

Sumber: Google.co.id
Namun, Pulo Cinta ternyata dalam pengelolaannya belum termasuk pengelolaan yang terpadu.
Salah satu contoh bahwa Pulo Cinta dalam pengelolaannya belum termasuk pengelolaan yang terpadu
adalah adanya laporan dari warga sekitar bahwa pihak pengelola Pulo Cinta membuang limbah
sampah di konservasi Mangrove. Padahal kawasan konservasi Mangrove merupakan sumber daya
penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang
berkembangbiaknya ikan, serta menjadi “green belt” ketika bencana terjadi, pencegah laju abrasi
pantai, peredam gelombang, dan menjernihkan air. Namun, pihak pengelola Pulo Cinta malah
mencemarinya dengan limbah sampah seperti dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Limbah Sampah Pulo Cinta di Kawasan Konservasi Mangrove

Sumber: https://radarinvestigasi.com/

Berdasarkan hal tersebut, artinya dalam pengelolaan Pulo Cinta tidak sesuai dengan prinsip dasar
pengelolaan pesisir terpadu yaitu berkelanjutan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. KEP10/MEN/2002, yang kemudian disempurnakan oleh UU No.1 2014 berkelanjutan artinya
pengelolaan pesisir terpadu bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya pesisir dan kelautan demi
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pembangunan nasional dengan tidak mengorbankan
kebutuhan dan kepentingan generasi yang akan datang sehingga tetap diperlukan pembatasan dalam
pemanfaatan sumber daya pesisir dan adanya kegiatan regenerasi sumber daya. Seharusnya, pihak
pengelola Pulo Cinta menganut prinsip dasar pengelolaan pesisir terpadu agar pengelolaannya berjalan
dengan baik serta tidak merusak lingkungan seperti mencermari Konservasi Mangrove karena secara
tidak langsung hal ini nantinya juga akan berdampak di masa depan Pulo Cinta tersebut. Apabila
lingkungannya tercemar maka “best view” Pulo Cinta berupa laut yang jernih dan bersih bisa tidak
terlihat lagi jika penuh dengan limbah sampah. Diharapkan, Pemerintah Daerah dapat bersikap tegas
terhadap pengelola Pulo Cinta. Meskipun Pulo Cinta merupakan objek wisata utama, bukan berarti
pengelola bisa bertindak untuk membuang limbah sampah di Kawasan Konservasi Mangrove.
Pengelola Pulo Cinta juga harus bertanggungjawab atas tindakan mencemari Kawasan Konservasi
Mangrove dengan limbah sampah karena ini demi kepentingan dan kenyamanan bersama demi
mencapai pengelolaan pesisir terpadu yang berkelanjutan.

5.iiiKesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari jurnal ini adalah sebagai berikut:

1. Pulo Cinta merupakan daya tarik utama wisata Gorontalo yang berada di tengah pulau kecil
di Kabupaten Boalemo, Gorontalo berupa sebuah pulau kecil dan dikelilingi oleh Eco
Resorts

2. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu merupakan proses pembangunan pesisir yang


memperhatikan beberapa aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, budaya dan politik, aspek
biogeofisik, aspek kelembagaan dan aspek lokasi dan lingkungan.

3. Pengelolaan pesisir secara terpadu dapat diartikan sebagai proses tata kelola, termasuk
kerangka hukum dan kelembagaan yang diperlukan untuk memastikan bahwa rencana
pengelolaan pesisir terintegrasi dengan lingkungan (termasuk sosial dan ekonomi) dan
disusun dengan partisipasi masyarakat sebagai pihak yang terkena dampak

4. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP10/MEN/2002, yang
kemudian disempurnakan oleh UU No.1 2014, prinsip dasar mengelola pesisir secara terpadu
adalah sebagai berkelanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan,
pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, dan desentralisasi

5. Potensi lestari laut belum dioptimalkan secara arif dan bijaksana dan potensi perhubungan
yang belum memberikan manfaat dalam konektivitas kepulauan serta ancaman kerusakan
sumber daya pesisir karena pemanfaatan yang tidak memperhatikan aspek daya dukung
lingkungannya.
6. Pengelolaan Pulo Cinta dinilai belum terpadu dikarenakan mencemari lingkungan dengan
membuang limbah sampah ke Kawasan Konservasi Mangrove, belum sesuai dengan prinsip
pesisir terpadu yaitu berkelanjutan

Saran

Diharapkan Pemerintah Daerah bersikap tegas terhadap pengelola Pulo Cinta dan pengelola Pulo
Cinta bertanggungjawab atas tindakan yang mencemari lingkungan demi keberlanjutan ekosistem

Referensi

Beder, S. (1996) The Nature of Sustainable Development. Second Edition. Newhaw Australia:
Scribe Publications

Subagiyo, A. (2017) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Malang: UB Press

Anda mungkin juga menyukai