Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO 2

UJI KORELASI

Seorang Dokter melakukan penelitian mengenai korelasi antara usia dengan


jumlah bakteri trakea pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik setelah
oral hygiene. Data Variabel bebas (usia pasien) didapatkan berdasarkan Kartu Tanda
Penduduk pasien dalam skala rasio, sedangkan data variabel terikat (jumlah bakteri
trakea) didapatkan dari hasil kultur sekret trakea yang dibiakkan di media. Uji
normalitas menunjukan data berdistribusi normal, maka peneliti menggunakan uji
korelasi pearson dan didapatkan P value = 0.003 dengan nilai coefficient correlation
sebesar 0.63.

STEP 1

1. Coefficient correlation : Besar kecilnya hubungan antara variabel yang


dinyatakan dalam bilangan.
2. Variabel bebas : Variabel yang mempengaruhi timbulnya variabel terikat.
3. Variabel terikat : Variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas.
4. Uji korelasi person : Digunakan untuk mengukur hubungan antara dua
variabel yang datanya berbentuk interval atau variabel independen dan
dependen numerik.
5. P.value : Ukuran probabilitas yang menggambarkan apakah hipotesa diterima
atau tidak.
6. Skala rasio : Variabel yang mempunyai nilai terendah nol.

STEP 2

1. Mengapa peneliti mengambil usia sebagai variabel bebas dan bakteri sebagai
variabel terikat dan apa saja macam-macam dari variabel?
2. Bagaimana uji normalitas dapat menunjukkan data berdistribusi normal?
3. Mengapa peneliti menggunakan uji korelasi?
4. Apa saja macam-macam teknik uji korelasi?
5. Apa saja kegunaan dari uji korelasi pearson dan bagaimana cara
menghitungnya?
6. Apa arti dari nilai P value 0,003?
7. Apa arti dari nilai coefficient correlation sebesar 0.63?
STEP 3

1. Variabel bebas : variabel yang merupakan faktor-faktor, contohnya usia.


Variabel terikat : faktor yang muncul atau tidak muncul oleh peneliti,
contohnya jumlah bakteri.
Variabel perancu : jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas dan
variabel tergantung, tetapi bukan merupakan variabel antara.
Independen
Dependen

Variabel Moderator

Intervening
Kontrol
2. Uji normalitas : a. Deskriptif hitung : koefisien varians, rasio skewness.
b. Deskriptif gambar : histogram, box plot, normal q-q plot.
c. Deskriptif analitik : kolmogorov-smirnov, shapiro-wilk.

Dinyatakan normal yaitu sesuai dengan kolmogorov-smirnov jika kontra


banyak dan sesuai dengan shapiro-wilk jika kontra sedikit.

3. - Karena peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar
variabel.
- Karena tidak ada unsur untuk melaksanakan uji komparatif, karena tidak
ada unsur perbandingan dari masing-masing variabel.
- Untuk menentukan kekuatan hubungan variabel bebas dengan variabel
terikat.
- Mempunyai nilai positif, negatif, dan nol.
4. Jenis-jenis koefisien korelasi
a. Koefisien korelasi pearson
b. Koefisien korelasi rank spearmen
c. Koefisien korelasi kontingensi
d. Koefisien determinasi
5. – Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antar variabel.
- Untuk menyatakan besarnya sambungan variabel sah yang dinyatakan
dalam persen.
Cara menghitung:

a. Tulis H0 dan Ha
b. Buat tabel
No responden X Y XY X2 Y2

c. Dinyatakan dalam “r”

d. Tentukan kriteria
e. Bandingkan yang dihitung data pada tabel
6. Nilai P > 0,05 : korelasi ≠ bermakna
Nilai P < 0,05 : korelasi bermakna
P < α : H0 ditolak, H1 diterima
P > α : H0 diterima, H1 ditolak
7.
Hasil Interpretasi
0,00-0,199 Sangat lemah
0,20-0,399 lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat kuat
STEP 4
1. Variabel : a. Kuantitatif : data
b. Kualitatif : tidak bisa diukur

Sifat : a. Statistik : tidak dapat diubah

b. Dinamik : dapat diubah

rasio : tidak ada nilai

Skala : a. Numerik : data dari hasil pengukuran

Interna : ada nilai

b. Kategorik : data hasil penggolongan

 Variabel independen : variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab


timbulnya variabel dependen.
 Variabel dependen : variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel independen.
 Variabel moderator : variabel yang mempengaruhi ( memperkuat atau
memperlemah ) hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
 Variabel intervening : variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen tetapi tidak dapat diamati
atau diukur.
 Variabel kontrol : variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
variabel independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor
luar yang tidak diteliti.
2. Sasaran belajar
3. Sudah jelas
4. a.Koefisien korelasi pearson : skala interval.
b. Koefisien korelasi rank spearmen : skala ordinal.
c. Koefisien korelasi kontingensi : dua variabel berskala nominal.
5. Spearmen data bertingkat :
6. Sudah jelas
7. Sudah jelas

MIND MAP

Uji
Korelasi
Uji Macam-
normalitas macam
teknik uji
korelasi

Deskriptif Variabel
Analitik

Sifat Skala Macam

Hitung Gambar

STEP 5

1. Macam-macam dari variabel dan contohnya


2. Syarat dilakukannya uji normalitas
3. Teknik analisis data ( jenis, interpretasi, dan alasan pemilihan )

STEP 6

Belajar mandiri
STEP 7

1. Macam variabel dan contohnya


Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu
subyek ke subyek lain. Definisi lain dari variabel adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh
satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur,
jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan,
pendapatan, penyakit dan sebagainya. Variabel juga dapat dikonsepkan
sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Misalnya: badan
sosial, ekonomi, mahasiswa, kinerja dan sebagainya.1
Berdasarkan sifatnya, variabel dapat dibedakan menjadi :
a. Variabel kontinu
Variabel kontinu yakni variabel yang dapat ditentukan nilainya
dengan jarak, misalnya: berat badan, tinggi badan, pendapatan, dan
sebagainya.
b. Variabel deskrit (kategori)
Dikatakan variabel deskrit (kategori) apabila nilainya tidak
dinyatakan dengan nilai pecahan. Variabel ini dibedakan menjadi
variabel dikotomi, misalnya jenis kelamin, status perkawinan, dan
sebagainya, dan variabel polytomi, misalnya jumlah anak,
pendidikan,pendapatan dan sebagainya.1
Berdasarkan hubungan fungsional atau perannya variabel dinedakan menjadi :
a. Variabel tergantung, terikat, akibat terpengaruh atau dependent variabels
atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas..
b. Variabel bebas, sebab, mempengaruhi, atau independent variabels atau
risiko.
Disebut variabel tergantung atau dependen karena variabel ini dipengaruhi
oleh variabel bebas atau variabel independen. Misalnya, variabel jenis
perilaku memberikan ASI (dependen) dipengaruhi oleh variabel
pengetahuan tentang ASI (independen).
Dengan perkataan lain independent variabels merupakan variabel risiko
atau sebab, dependent variabels merupakan vaiabel akibat atau efek.
Misalnya ibu sering melahirkan sebagai faktor atau variabel risiko untuk
anemia ibu hamil, kurang kegiatan fsisik (olahraga) merupakan faktor
risiko (independent variabels) terhadap hopertensi (akibat atau dependent
variabels) dan sebagainya.
c. Variabel pengganggu (confounding)
atau confounding variable adalah variabel yang menganggu terhadap
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
pengganggu ini ada apabila terdapat faktor yang berkaitan dengan faktor
risiko dan faktor akibat outcome. Variabel pengganggu dapat terjadi
dengan dua cara yaitu :
1) membuat suatu perbedaan penelitian yang nyata antara kelompok-
kelompok, meskipun sebenarnya perbedan tersebut tidak ada. Atau
2) menyembunyikan suatu perbedaan yang sebenranya tidak ada.
Confounding dapat terjadi efek yang ditimbulkan oleh variabel risiko tidak
kuat, atau dengan perkataan lain efek tersebut juga berhubungan dengan
variabel lain yang erat hubungannya dengan variabel risiko dan efek.
Sebagai contohnya, seringnya ibu melahirkan merupakan faktor risiko
terhadap anemia ibu hamil, maka mungkin status sosial ekonomi akan
menjadi variabel pengganggu atau confounder bila rata-rata sosial ekonomi
ibu sering melahirkan dan jarang melahirkan didalam populasi penelitian
sangat berbeda. Karena anemia ibu hamil pada umumnya berhubungan
dengan sosial ekonomi keluarga.1
Cara mengontrol variabel perancu
besarnya pengaruh variabel perancu terhadap hasil penelitian, yakni dapat
menimbulkan bias yang serius, maka peneliti harus berupaya untuk:
- Mengidentifikasi setiap variabel perancu
- Menyingkirkan variabel perancu.2
Menyingkirkan perancu
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan variabel perancu, yakni dalam desain
penelitian (yakni dengan cara restriksi, matching, atau randomisasi), dan dalam
analisis hasil penelitian (dengan cara stratifikasi atau metode analisis
multivariat). Menyingkirkan perancu dalam desain dipandang lebih baik dan
lebih kuat daripada menyingkirkannya dalam analisis.
A. Menyingkirkan perancu dalam desain
1 Restriksi
restriksi adalah menyingkirkan variabel perancu dari setiap subyek
penelitian. Misalnya, pada penelitian observasional tentang hubungan antara
kebiasaan kebiasaan minum kopi dengan kejadian penyakit jantung koroner;
karena kebiasaan merokok merupakan variabel perancu, maka subyek yang
dipilih (baik pada kelompok peminum kopi atau kelompok kontrol) adalah
mereka yang bukan perokok. Jadi kebiasaan merokok merupakan salah satu
kriteria eksklusi baik untuk kelompok yang diteliti maupun kelompok kontrol.
Teoritis cara ini sangat efektik karena pengaruh kebiasaan merokok praktis
dapat dinafikan dari hasil penelitian, sehingga bila didapatkan asosiasi antara
kebiasaan minum kopi dengan penyakit jantung koroner, hubungan ini bebas
dari peran kebiasaan merokok. Namun cara ini mempunyai kelemahan yang
nyata, yakni:
- sulit memperoleh subyek penelitian, karena dalam dunia nyata
seringkali peminum kopi adalah juga perokok
- generalisasi hasil penelitian menj4di terbatas, oleh karena dalam
alam nyata banyak peminum kopi yang juga perokok
2. Matching
Matching adalah proses menyamakan variabel perancu pada kedua
kelompok. Dikenal dua jenis matching yakni frequency matching dan
indvidual matching. Pada frequency matching pemilihan subyek dan kontrol
dibatasi oleh faktor yang diduga merupakan perancu yang nyata. Misalnya
pada studi tentang pengaruh pil KB terhadap agregasi trombosit, pemilihan
subyek dapat dibatasi kelompok umur, status reproduksi, dan jumlah anak.
Namun cara ini masih terlalu longgar, sehingga tidak cukup untuk
menyingkirkan perancu. Yang dapat menyingkirkan peran perancu dengan
efektif adalah individual matching. Misalnya, bila subyek dalam kelompok
yang diteliti (peminum kopi) adalah perokok, maka untuk kontrol dicari
pasangan subyek yang tidak minum kopi tetapi perokok; demikian pula bila
subyek bukan perokok, dicari pasangannya yang bukan perokok.2
Kelebihan individual matching sama dengan restriksi, oleh karena variabel
perancu pada kedua kelompok telah disamakan sehingga tidak berperan dalam
hasil. Namun kelemahannya juga besar, oleh karena bila perancunya banyak,
konsekuensinya harus dilakukan matching terhadap banyak variabel, sehingga
menjadi sulit mencari kontrolnya. Kekurangan lainnya adalah kemungkinan
terjadi over matching, yakni matching terhadap variabel yang sebenarnya
bukan merupakan perancrl, sehingga di samping sulit mencari subyek dan
kontrol, juga menyebabkan distorsi hasil penelitian. Di lain sisi mungkin saja
terdapat perancu yang cukup kuat namun tidak diketahui; dalam hal ini maka
dengan sendirinya peran perancu tidak terdeteksi. Pemilihan variabel untuk
matching (matching variables) bergantung pada jenis penelitian. Pada
umumnya sebagai matching aariables ditentukan beberapa variabel yang
berperan penting dalam prognosis (biasanya 2 atau 3 variabel, karena makin
banyak matching variable makin sulit pula memperoleh subyek).2
3. Randomisasi
Randomisasi dalam uji klinis merupakan cara yang efektif dan elegan untuk
menyingkirkan pengaruh variabel perancu. Maka variabel perancu terbagi
seimbang di antara 2 kelompok. Kelebihan lain adalah variabel perancu yang
terbagi rata tersebut meliputi baik variabel perancu yang pada saat penelitian
sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Ilustrasi di bawah ini dapat
memperjelas hal tersebut. Dalam uji klinis untuk menilai manfaat obat
tradisional tertentu dalam menurunkan kadar kolesterol total dilakukan
randomisasi; sebagian subyek diberikan obat tradisional, sebagian diberikan
plasebo. Dengan randomisasi maka semua karakteristik subyek terbagi rata
pada kelompok yang diteliti dan kelompok kontrol. Jika kebiasaan makan
mentimun di kemudian hari temyata mempunyai hubungan dengan kebiasaan
minum obat tradisional dan juga dengan kadar kolesterol (perancu), maka hal
tersebut tidak akan mempengaruhi hasil penelitian oleh karena dengan
randomisasi ia sudah terbagi seimbang pada kedua kelompok.2
Demikian pula bila setelah randomisasi terjadi pajanan terhadap variabel
lain, asalkan pajanan tersebut mungkin terlad! pada kedua kelompok by
chance (atas dasar peluang), maka tidak akan banyak berpengaruh. Misalnya
pada uji klinis untuk terapi sepsis pada neonatus, setelah randomisasi mungkin
terjadi penyulit diare, atau meningitis. Bila komplikasi itu dapat terjadi pada
kedua kelompok, maka ia tidak berpengaruh terhadap hasil. Agar randomisasi
dapat membagi seimbang semua variabel pada kelompok, diperlukan syarat:
1 Prosedur randomisasi dilakukan dengan benar.
2 Jumlah subyek cukup besar, misal lebih dari 100 per kelompok2
B. Menyingkirkan faktor perancu dalam analisis
Dalam keadaan tertentu perancu tidak mungkin disingkirkan dalam
desain. Restriksi biasanya baru mampu laksana apabila variabel perancu hanya
satu atau dua; bila lebih maka sulit untuk memilih subyek yang bebas dari 3
variabel perancu atau lebih. Dua teknik yang paling sering dipergunakan
dalam analisis data, adalah (1) stratifikasi, dan (2) analisis multivariat.2
1. Stratifikasi
Stratifikasi merupakan cara yang lazim untuk meniadakan variabel
perancu/ bila hanya ada 1 perancu. Bila lebih dari 1 maka stratifikasi
menjadi kompleks dan sulit diinterpretasi. Teknik yang lazirn digunakan
adalah statistika Mantel-Haenszel, baik untuk studi cross sectional, kasus-
kontrol, kohort, atau uji klinis.2
2. Analisis multivariat
Analisis multivariat bagi sebagian ahli statistika berarti teknik statistika
untuk set data variabel tergantung multipel (lebih dari satu). Terdapat
banyak jenis analisis multivariat, dari yang sederhana sampai yang paling
rumit. Dalam penelitian klinis yang sering dipakai adalah teknik analisis
regresi multipel dan model.2
d. Variabel moderator
Variabel moderator merupakan variabel yang mempengaruhi (memperkuat
dan memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan
dependen. Analisis hubungan yang menggunakan minimal dua variabel,
yakni satu variabel dependen dan satu atau beberapa variabel independen,
ada kalanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan
dalam model statistik yang kita gunakan. Dalam analisis statistik ada yang
dikenal dengan variabel moderator. Variabel moderator ini adalah variabel
yang selain bisa memperkuat hubungan antara satu atau beberapa variabel
yang selain bisa memperlemah hubungan antara satu atau beberapa
variabel independen dan variabel dependen. Misalnya pembelajaran
laboratorium yang diikuti oleh mahasiswa kedokteran dengan tujuan untuk
meningkatkan keterampilan individu. Seluruh mahasiswa yang mengikuti
pembelajaran laboratorium tersebut memiliki jenjang pendidikan yang
sama. Tetapi setelah selesai mengikuti pembelajaran laboratorium dan
dilakukan uji keterampilan, ternyata kemampuan mahasiswa yang berasal
dari jurusan IPA, memiliki keterampilan yang lebih baik dibandingkan
dengan mahasiswa yang berasal dari jurusan IPS. Perbedaan keterampilan
(skill) individu yang bersal dari jurusan IPA dan jurusan IPS pada
keterampilan skil individu disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan
menyerap materi yang disampaikan ketika melaksanakan pembelajaran
laboratorium. Kondisi ini bisa saja terjadi karena ada variabel moderator
yang bisa menyebabkan mahasiswa yang berasal dari jurusan IPA
memiliki motivasi yang lebih tinggi untuk mengikuti pembelajaran
laboratorium jika dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari IPS.
Dalam contoh di atas pembelajaran laboratorium adalah variabel
independen dan keterampilan individu adalah variabel dependen, dan
motiovasi untuk mengikuti pembelajaran laboratorium adalah variabel
moderator.3
e. Variabel intervening atau variabel antara
Dalam hal ini Tuckman menyatakan “an intervening variabel as that
factor that theoretically offect the observed phenomenon but can not be
seen, measured, or manipulated”. Variabel yang secara teoritis
mempengaruhi (memperlemah dan memperkuat) hubungan antara variabel
independent dengan dependent, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.
Variabel ini merupakan variabel penyela/antara yang terletak diantara
variabel bebas dan variabel terikat, sehingga variabel bebas tidak secara
langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel terikat.
Variabel ini berperan menambah atau mengurangi efek variabel
independent terhadap variabel dependen. Dalam setiap penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa, biasanya menemukan variabel yang dapat
memperkuat atau memperlemah hubungan antar variabel (variabel
moderator) yang sedang diukur. Secara teori setiap variabel ada sebagian
variabel yang nilainya secara satuan relatif tidak dapat diukur secara pasti.
Misalnya nafsu makan, stress, frustasi dsb. Variabel seperti itu dinamakan
variabel intervening. Contoh : anak yang pandai nilainya akan tinggi,
tetapi dalam kasus tertentu ada anak yang pandai nilainnya rendah,
ternyata ia sedang sakit hati sewaktu mengerjakan soal. Sakit hati, dalam
hal ini, merupakan Variabel Intervening.3
f. Variabel kontrol
Variabel Kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat
konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol sering
digunkaan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat
membandingkan. Variabel yang sering digunakan dalam penelitian
mahasiswa, selain variabel moderator dan variabel intervening adalah
variabel kontrol. Variabel ini (kontrol), kualitas dan kuantitasnya bisa
dikendalikan oleh peneliti sesuai dengan waktu dan tempat yang
dikehendaki. Biasanya digunakan penelitian eksperimen. Secara skematis.
Contohnya : Pengaruh relaksasi progresif terhadap penurunan kecemasan
pada pasien pra-operasi. Penelitian ini melihat pengaruh relaksasi progresif
terhadap penurunan kecemasan pada pasien operasi. Maka harus
ditetapkan variabel kontrol berupa pasien yang sama, lingkungan yang
sama, jenis penyakit yang sama, misalnya, seluruh pasien Hernia
Inguinalis Lateralis dan lain-lain. Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit
ditemukan apakah ada pengaruh relaksasi progresif terhadap penurunan
kecemasan karena faktor pasien, lingkungan dan jenis penyakit yang sama.
Dengan adanya variabel kontrol tersebut, maka besarnya pengaruh
relaksasi progresif terhadap penurunan kecemasan dapat diketahui lebih
pasti.3

2.Syarat dilakukannya uji normalitas


Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai
sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data
tersebut berdistribusi normal ataukah tidak. Berdasarkan pengalaman empiris
beberapa pakar statistik, data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n > 30), maka
sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel
besar. Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi
normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji normalitas. Karena belum tentu data
yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi normal, demikian sebaliknya data
yang banyaknya kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal. Uji
normalitas yang dapat digunakan diantaranya:
a. Kolmogorov Smirnov
b. Shapiro Wilk
c. Chi-Square
d. Lilliefors

Tabel 1. Metode untuk mengetahui distribusi normal. 3

a. Uji Kolmogorov Smirnov

Uji Kolmogorov Smirnov merupakan pengujian normalitas yang banyak dipakai,


terutama setelah adanya banyak program statistik yang beredar. Kelebihan dari
uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu
pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas
dengan menggunakan grafik. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov
Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji
normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah
data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan
normal. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti
terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak
terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov
adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji
mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data
tersebut tidak normal. Kelemahan dari Uji Kolmogorov Smirnov, yaitu bahwa
jika kesimpulan kita memberikan hasil yang tidak normal, maka kita tidak bisa
menentukan transformasi seperti apa yang harus kita gunakan untuk normalisasi. 3

Persyaratan uji Kolmogorov Smirnov:

1. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)


2. Data tunggal/ belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
3. Dapat untuk n besar maupun n kecil.
4. Jumlah subyek lebih dari 50.

b. Uji Saphiro Wilk


Uji Shapiro-Wilk untuk normalitas ini dikembangkan oleh Samuel Shapiro dan
Martin Wilk pada tahun 1965. Pada saat ini, uji Shapiro-Wilk menjadi uji
normalitas yang lebih disukai karena memiliki kekuatan uji yang lebih baik
dibandingkan uji-uji alternatif dari bermacam-macam range. Uji ini tergantung
pada korelasi antara data yang diberikan dan kecocokan angka normalnya.

Metode Shapiro Wilk menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel
distribusi frekuensi. Data diurut, kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk
dikonversi dalam Shapiro Wilk. Dapat juga dilanjutkan transformasi dalam nilai
Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal. 3
Persyaratan Uji Saphiro Wilk:
1. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)
2. Data tunggal/belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
3. Data dari sampel random
4. Jumlah subyek kurang dari 50. 3

c. Uji Lilliefors

Metode Lilliefors menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel
distribusi frekuensi. Data ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung
luasan kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal.
Persyaaratan Uji Lilliefors:

1. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)


2. Data tunggal/belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
3. Dapat untuk n besar maupunn kecil

d. Metode Chi-Square

Metode Chi-Square atau 𝑋 2 untuk Uji Goodness of fit Distribusi Normal


menggunakan pendekatan penjumlahan penyimpangan data observasi tiap kelas
dengan nilai yang diharapkan.

Persyaratan Metode Chi Square (Uji Goodness of fit Distribusi Normal):

1. Data tersusun berkelompok atau dikelompokkan dalam tabel distribusi


frekuensi.
2. Cocok untuk data dengan banyaknya angka besar (n>30). 3

3. Teknik analisis data


Dalam merancang penelitian, salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah
apakah di dalam analisis data nanti akan dilakukan uji hipotesis (seringkali
disebut dengan nama-nama yang kurang tepat yakni uji statistika atau uji
kemaknaan). Untuk maksud tersebut peneliti sejak awal harus menetapkan jenis
uji hipotesis yang kelak akan digunakan dalam analisis data. Bila dalam satu
penelitian digunakan lebih dari 1 desain maka dalam usulan harus pula
dijelaskan jenis uji apa yang akan diterapkan untuk desain yang mana.2
Uji hipotesis merupakan prosedur statistika untuk menunjukkan kesahihan
suatu hipotesis. Istilah yang lebih popular namun kurang tepat adalah uji
statistika, atau uji kemaknaan. Uji ini diperlukan oleh karena penelitian
dilakukan pada sampel, tidak pada populasi, sedangkan peneliti ingin
menggeneralisasi hasil studi ke populasi yang diwakili oleh sampel. Dengan uji
hipotesis dapat ditentukan ada atau tidak adanya hubungan atau perbedaan yang
diperoleh dari data pada sampel, berlaku pula untuk populasi yang diwakili oleh
sampel yang diteliti tersebut dengan tingkat kesalahan yang ditentukan oleh
peneliti.2
Jenis uji hipotesis yang sering dipergunakan dalam studi klinis, dengan
penekanan pada uji-t dan uji x2 yang dipergunakan pada lebih dari 80%
penelitian klinis.2
Analisis Univariat, Bivariat, dan Multivariat
Berkaitan dengan uji hipotesis, dalam literatur metodologi riset dan
biostatistika sering dijumpai istilah analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
Beberapa buku menyebut analisis univariat untuk deskripsi data seperti rerata,
median, mode, proporsi, dan seterusnya, sedangkan analisis bivariat digunakan
untuk menyatakan analisis terhadap 2 variabel, yakni 1 variabel bebas dan 1
variabel tergantung. Namun, lebih banyak pakar yang menyebut analisis
univariat adalah sinonim analisis bivariat; ia dapat disebut analisis univariat
karena hanya melibatkan 1 variabel bebas, dapat pula disebut analisis bivariat
karena melibatkan 2 variabel, yakni 1 variabel bebas 1 dan variabel tergantung.
Istilah analisis multivariat bila menyangkut lebih dari 1 variabel tergantung,
sebagian besar memberi makna analisis multivariat juga untuk analisis yang
melibatkan lebih dari 1 variabel bebas, meskipun hanya ada 1 variabel
tergantung.2
Variabel
Bebas Tergantung Metode
Nominal Nominal Kai-kuadrat, uji
Fisher, uji
McNemar
(berpasangan)
Nominal Numerik Uji-t
(dikotom) (independent,
berpasangan)
Nominal Numerik Anova
(>2nilai)
Numerik Numerik Regresi –
korelasi*
Catatan: *) Pada korelasi tidak ada variabel yang berfungsi sebagai variabel
bebas dan tergantung, pada regresi satu variabel berfungsi sebagai variabel
bebas, dan lainnya sebagai variabel tergantung.
Tabel 2. Jenis data dan uji hipotesis yang seseuai (satu variabel bebas, dan
analisis univariat).2

Variabel
Bebas Tergantung Metode
Nominal Numerik Anova
Numerik Numerik Regresi multipel
Nominal dan Numerik Regresi logistik
numerik

Tabel 3. Metode statistika untuk lebih dari satu variabel bebas


(analisis multivariat).2

Hipotesis Komparatif
A. Jenis komparatif
Bagaimana anda menegelompokan masalah ke dalam komparatif kategorik,
numerik, AUC, dan rate? untuk hipotesis komparatif berlaku kesepakataan
sebagai berikut :
1. Komparatif kategorik bila variabel yang dicari hubungannya adalah
variabel kategorik dengan variabel kategorik.
2. Komparatif numerik bila variabel yang di cari hubungannya adalah
variabel kategorik dengan variabel numerik.
3. Komparatif rate bila salah satu variabel yang dicari hubungannya
adalah variabel rate.
4. Komparatif AUC bila variabel yang dibandingkan adalah variabel
kategorik AUC.
5. Komparatif kesesuaian kategorik bila variabel yang dicari sesuaiannya
adalah variabel kategorik. Komparatif kesesuaian numerik bila variabel yang
dicari kesesuaiannya adalah variabel numerik. 4
Gambar 1. Metode MSD untuk hipotesis komparatif. 4

Contoh :
1. Ilustrasi satu : dua kelompok tidak berpasangan
Seorang peneliti membandingkan kadar gula darah antara perokok dan bukan
perokok. Gula darah perokok adalah satu kelompok data sedangkan gula darah
bukan perokok adalah kelompok data yang lain. Dengan demikian, dari segi
jumlah, terdapat dua kelompok. Sedangkan dari segi berpasangan, data tidak
berpasangan karena individu dari kedua kelompok berbeda. 4
2. Ilustrasi dua : dua kelompok berpasangan.
Ada sekelompok mahasiswa yang diukur berat badannya dua kali, yaitu pada
januari dan februari 2003. Data berat badan pada januari adalah satu kelompok
data. Berat badan pada februari adalah sekelompok data lagi. Dari segi jumlah,
terdapat dua kelompok data (yaitu berat badan mahasiswa pada januari dan
februari). Dari segi berpasangan, data berpasangan kaera individu dari kedua
kelompok data adalah individu yang sama. 4
3. Ilustrasi tiga : kelompok berpasagan karena matching
Ilustrasi ini sama dengan ilustrasi pertama. Peneliti mengukur gula darah
perokok dan bukan perokok. Dalam prosedur pemilihan subjek penelitian, ia
melakukan proses matching. Setiap subjek perokok dicarikan pasangannya dari
bukan perokok dengan syarat mempunyai karakteristik yang sama berdasar usia
dan jenis kelamin. Dari seri jumlah, ia mempunyai dua kelompok. Sedangkan
dari segi berpasangan, ia mempunyai data berpasangan karena proses
matching. 4
4. Ilustrasi empat : kelompok berpasangan karena desain cross over
Data berpasangan bisa diperoleh pada suatu uji klinis yang menggunakan desain
cross over. Pada desain ini, pada periode tertentu subjek penelitian akan
menerima obat A. Setelah menyelesaikan obat A, mereka akan menerima obat B
selama periode tertentu. Dengan cara ini, akan diperoleh data ketika subjek
menggunakan obat A dan ketika menggunakan obat B . data dengan data obat B
dikatakan berpasangan karena data tersebut diperoleh dari individu yang sama. 4
5. Ilustrasi lima : kelompok berpasangan karena di ambil dari bagian
tubuh berbeda pada subjek yang sama.
Penelitian hendak membandingkan kadar igE pada lesi dermatitis atopik dan
kulit normal pada subjek yang sama. Data ini merupakan data berpasangan. 4
B. Komparatif numerik tidak berpasangan

Gambar 2. Resume uji hipotesis komparatif numerik tidak berpasangan. 4


Diagram alur penentuan uji hipotesis komparatif numerik tidak berpasangan.
Tanda panah putus-putus menunjukan upaya menormalkan sebaran data
(transformasi). Transformasi dilakukan dengan menggunakan fungsi log, akar,
kuadrat, dan metode lainnya. Jika transformasi berhasil, maka uji statistik yang
digunakan adalah iji parametrik. Jika tidak berhasil maka uji statistiknya adalah
uji non-parametrik. Cara transformasi dengan SPSS. 4

C. Komparatif numerik berpasangan

Gambar 3. Resume uji hipotesis komparatif numerik berpasangan. 4

Diagram alur penentuan uji hipotesis komparatif numerik berpasangan. Tanda-


tanda panah putus-putus menunjukan upaya menormalkan sebaran data
(transformasi). Transformasi dilakukan dengan menggunakan fungsi log, akar,
kuadrat, dan metode lainnya. Jika transformasi berhasil, maka uji statistik yang
digunakan adalah uji parametrik. Jika tidak berhasil maka uji statistiknya adalah
uji non-parametrik. Cara transformasi dengan SPSS. 4

D. Pemilihan uji hipotesis: parametrik dan non-parametrik


Prioritas uji hipotesis untuk komparatif numerik adalah uji parametrik. Jika
syaratnya tidak terpenuhi maka kita gunakan uji non-parametrik. Syarat
parametrik adalah sebagai berikut :
a. Distribusi data
Distribusi normal. Yang dimaksud normal pada data tidak berpasangan adalah
data masing-masing kelompok. Selanjutnya, yang dimaksud normal pada data
berpasangan adalah selisih antar kelompok. Akhirnya, yang dimaksud normal
pada hipotesis korelatif adalah paling tidak salah satu variabel normal. 4
b. Varian data
 Untuk tidak berpasangan, varian data boleh sama boleh juga berbeda. Uji
hipotesis yang digunakan tetap parametrik. Pada dua kelomok tidak
berpasangan dengan varian sama, uji hipotesisnya adalah uji tidak t tidak
berpasangan. Jika varian berbeda, maka uji hipotesisnya uji t tidak berpasangan
untuk varian berbeda. Pada lebih dari dua kelompok tidak berpasangan dengan
varian sama, uji hipotesisnya one way anova dengan post hoc bonferroni. Jika
varian berbeda maka uji hipotesisnya one way anova welch dengan post hoc
Games-Howell.
 Varian tidak menjadi syarat untuk kelompok yang berpasangan uji t
berpasangan digunakan untuk dua kelompok berpasangan dan uji repeated
anova untuk lebih dari dua kelompok. 4

Uji non-parametrik digunakan jika syarat parametrik tidak terpenuhi, yaitu bila
distribusi data tidak normal.

 Alternatif t tidak berpasangan adalah uji Mann-Whitney.


 Alternatif t berpasangan adalah uji Wilcoxon.
 Alternatif one way anova adalah uji kruskal-Wallis.
 Alternatif repeated anova adalah uji Friedman. 4
E. Komparatif kategorik tidak berpasangan: Tabel BxK

Gambar 4. Alur pemilihan uji hipotesis komparatif kategorik tidak


berpasangan. 3

 Tabel BxK
Huruf B singkatan dari baris dan K dari kolom. Pada baris (B) umumnya
diletakkan variabel independen/bebas, sedangkan pada kolom (K) variabel
dependen/terikat. Jenis tabel ditentukan oleh jumlah baris dan kolom. Jika
jumlah baris ada tiga dan kolom tiga maka tebel disebut tabel 3x3. 4
F. Komparatif kategorik berpasangan : prinsip PxK
Resume uji hipotesis komparatif kategorik berpasangann.

Gambar 5. Alur komparatif kategorik berpasangan. 4

 Prinsip PxK
Huruf P singkatan dari pengulangan dan K dari kategori. Jenis prinsip PxK
ditentukan oleh jumlah pengulangan dan kategori. Jika jumlah pengulangan dua
dan kategori dua, maka prinsip tersebut disebut 2x2. 4

Hipotesis Korelatif

Korelatif merupakan suatu metode untuk mencari hubungan antara 2 variabel


numerik, misalnya antara tinggi dan berat badan anak, atau antara tinggi badan
dengan kapasitas vital paru. Tidak jarang prosedur ini secara salah dipergunakan
untuk mencari kesesuaian antara 2 pengukuran terhadap 1 variabel yang sama.
Bila ada 2 set data variabel numerik, maka dapat dicari korelasinya, tanpa harus
menyimpulkan apakah hubungan tersebut sebab-akibat atau tidak.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menggambar scatter plot atau
diagram baur, apabila dengan diagram baur tidak tampak hubungan linier, maka
tidak perlu untuk dilakukan penghitungan koefisien korelasi. Bila pada diagram
baur tampak ada hubungan linier, koefisien korelasi perlu dihitung, dapat secara
manual atau dengan program komputer. Perlu diperhatikan bahwa dalam
korelasi tidak dikenal variabel bebas dan tergantung, ia hanya menunjukkan ada
hubungan antara dua variabel numerik. Hasil penghitungan dinyatakan dalam
koefisien korelasi Pearson (r), dan dapat dihitung pula nilai p-nya. Korelasi
mutlak akan memberikan nilai r=1, yang nyaris tidak pernah ada dalam
fenomena biologis. Nilai r yang lebih rendah ditafsirkan baik(r>0,8), sedang
(0,6-0,79), lemah (0,4-0,59), sangat lemah (<0,4). Batasan interpretasi ini dapat
berbeda pada beberapa buku. 4

Gambar 6. Metode MSD untuk hipotesis korelatif. Tanda panah putus-


putus menggambarkan transformasi data. 4

Pemilihan uji hipotesis


Dengan panduan diagram, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
a. Korelasi antar variabel numerik dengan numerik yang paling tidak
salah satunya berdistribusi normal menggunakan uji Pearson
b. Korelasi antar variabel numerik dengan numerik yang berdistribusi
tidak normal menggunakan uji Spearman
c. Korelasi antar variabel numerik dengan ordinal menggunakan uji
Spearman
d. Korelasi antarvariabel numerik dengan nominal menggunakan uji Eta
e. Korelasi antarvariabel ordinal dengan ordinal menggunakan uji
Spearman
f. Korelasi antarvariabel ordinal dengan nominal menggunakan uji Eta
g. Korelasi antarvariabel nominal dengan nominal menggunakan uji
koefisien kontingensi. 4
DAFTAR PUSTAKA
1. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta;
2018.
2. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar – Dasar Metodologi Peneletian Klinis.
Edisi ke 4. Jakarta : Sagung Seto ; 2011.
3. Surahman, Rachmat M, Supardi S. Metodologi Penelitian. Cetakan pertama.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. ; 2016
4. Dahlan, MS. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 6. Jakarta :
Epidemiologi Indonesia; 2014

Anda mungkin juga menyukai