UJI KORELASI
STEP 1
STEP 2
1. Mengapa peneliti mengambil usia sebagai variabel bebas dan bakteri sebagai
variabel terikat dan apa saja macam-macam dari variabel?
2. Bagaimana uji normalitas dapat menunjukkan data berdistribusi normal?
3. Mengapa peneliti menggunakan uji korelasi?
4. Apa saja macam-macam teknik uji korelasi?
5. Apa saja kegunaan dari uji korelasi pearson dan bagaimana cara
menghitungnya?
6. Apa arti dari nilai P value 0,003?
7. Apa arti dari nilai coefficient correlation sebesar 0.63?
STEP 3
Variabel Moderator
Intervening
Kontrol
2. Uji normalitas : a. Deskriptif hitung : koefisien varians, rasio skewness.
b. Deskriptif gambar : histogram, box plot, normal q-q plot.
c. Deskriptif analitik : kolmogorov-smirnov, shapiro-wilk.
3. - Karena peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar
variabel.
- Karena tidak ada unsur untuk melaksanakan uji komparatif, karena tidak
ada unsur perbandingan dari masing-masing variabel.
- Untuk menentukan kekuatan hubungan variabel bebas dengan variabel
terikat.
- Mempunyai nilai positif, negatif, dan nol.
4. Jenis-jenis koefisien korelasi
a. Koefisien korelasi pearson
b. Koefisien korelasi rank spearmen
c. Koefisien korelasi kontingensi
d. Koefisien determinasi
5. – Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antar variabel.
- Untuk menyatakan besarnya sambungan variabel sah yang dinyatakan
dalam persen.
Cara menghitung:
a. Tulis H0 dan Ha
b. Buat tabel
No responden X Y XY X2 Y2
d. Tentukan kriteria
e. Bandingkan yang dihitung data pada tabel
6. Nilai P > 0,05 : korelasi ≠ bermakna
Nilai P < 0,05 : korelasi bermakna
P < α : H0 ditolak, H1 diterima
P > α : H0 diterima, H1 ditolak
7.
Hasil Interpretasi
0,00-0,199 Sangat lemah
0,20-0,399 lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat kuat
STEP 4
1. Variabel : a. Kuantitatif : data
b. Kualitatif : tidak bisa diukur
MIND MAP
Uji
Korelasi
Uji Macam-
normalitas macam
teknik uji
korelasi
Deskriptif Variabel
Analitik
Hitung Gambar
STEP 5
STEP 6
Belajar mandiri
STEP 7
Metode Shapiro Wilk menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel
distribusi frekuensi. Data diurut, kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk
dikonversi dalam Shapiro Wilk. Dapat juga dilanjutkan transformasi dalam nilai
Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal. 3
Persyaratan Uji Saphiro Wilk:
1. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)
2. Data tunggal/belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
3. Data dari sampel random
4. Jumlah subyek kurang dari 50. 3
c. Uji Lilliefors
Metode Lilliefors menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel
distribusi frekuensi. Data ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung
luasan kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal.
Persyaaratan Uji Lilliefors:
d. Metode Chi-Square
Variabel
Bebas Tergantung Metode
Nominal Numerik Anova
Numerik Numerik Regresi multipel
Nominal dan Numerik Regresi logistik
numerik
Hipotesis Komparatif
A. Jenis komparatif
Bagaimana anda menegelompokan masalah ke dalam komparatif kategorik,
numerik, AUC, dan rate? untuk hipotesis komparatif berlaku kesepakataan
sebagai berikut :
1. Komparatif kategorik bila variabel yang dicari hubungannya adalah
variabel kategorik dengan variabel kategorik.
2. Komparatif numerik bila variabel yang di cari hubungannya adalah
variabel kategorik dengan variabel numerik.
3. Komparatif rate bila salah satu variabel yang dicari hubungannya
adalah variabel rate.
4. Komparatif AUC bila variabel yang dibandingkan adalah variabel
kategorik AUC.
5. Komparatif kesesuaian kategorik bila variabel yang dicari sesuaiannya
adalah variabel kategorik. Komparatif kesesuaian numerik bila variabel yang
dicari kesesuaiannya adalah variabel numerik. 4
Gambar 1. Metode MSD untuk hipotesis komparatif. 4
Contoh :
1. Ilustrasi satu : dua kelompok tidak berpasangan
Seorang peneliti membandingkan kadar gula darah antara perokok dan bukan
perokok. Gula darah perokok adalah satu kelompok data sedangkan gula darah
bukan perokok adalah kelompok data yang lain. Dengan demikian, dari segi
jumlah, terdapat dua kelompok. Sedangkan dari segi berpasangan, data tidak
berpasangan karena individu dari kedua kelompok berbeda. 4
2. Ilustrasi dua : dua kelompok berpasangan.
Ada sekelompok mahasiswa yang diukur berat badannya dua kali, yaitu pada
januari dan februari 2003. Data berat badan pada januari adalah satu kelompok
data. Berat badan pada februari adalah sekelompok data lagi. Dari segi jumlah,
terdapat dua kelompok data (yaitu berat badan mahasiswa pada januari dan
februari). Dari segi berpasangan, data berpasangan kaera individu dari kedua
kelompok data adalah individu yang sama. 4
3. Ilustrasi tiga : kelompok berpasagan karena matching
Ilustrasi ini sama dengan ilustrasi pertama. Peneliti mengukur gula darah
perokok dan bukan perokok. Dalam prosedur pemilihan subjek penelitian, ia
melakukan proses matching. Setiap subjek perokok dicarikan pasangannya dari
bukan perokok dengan syarat mempunyai karakteristik yang sama berdasar usia
dan jenis kelamin. Dari seri jumlah, ia mempunyai dua kelompok. Sedangkan
dari segi berpasangan, ia mempunyai data berpasangan karena proses
matching. 4
4. Ilustrasi empat : kelompok berpasangan karena desain cross over
Data berpasangan bisa diperoleh pada suatu uji klinis yang menggunakan desain
cross over. Pada desain ini, pada periode tertentu subjek penelitian akan
menerima obat A. Setelah menyelesaikan obat A, mereka akan menerima obat B
selama periode tertentu. Dengan cara ini, akan diperoleh data ketika subjek
menggunakan obat A dan ketika menggunakan obat B . data dengan data obat B
dikatakan berpasangan karena data tersebut diperoleh dari individu yang sama. 4
5. Ilustrasi lima : kelompok berpasangan karena di ambil dari bagian
tubuh berbeda pada subjek yang sama.
Penelitian hendak membandingkan kadar igE pada lesi dermatitis atopik dan
kulit normal pada subjek yang sama. Data ini merupakan data berpasangan. 4
B. Komparatif numerik tidak berpasangan
Uji non-parametrik digunakan jika syarat parametrik tidak terpenuhi, yaitu bila
distribusi data tidak normal.
Tabel BxK
Huruf B singkatan dari baris dan K dari kolom. Pada baris (B) umumnya
diletakkan variabel independen/bebas, sedangkan pada kolom (K) variabel
dependen/terikat. Jenis tabel ditentukan oleh jumlah baris dan kolom. Jika
jumlah baris ada tiga dan kolom tiga maka tebel disebut tabel 3x3. 4
F. Komparatif kategorik berpasangan : prinsip PxK
Resume uji hipotesis komparatif kategorik berpasangann.
Prinsip PxK
Huruf P singkatan dari pengulangan dan K dari kategori. Jenis prinsip PxK
ditentukan oleh jumlah pengulangan dan kategori. Jika jumlah pengulangan dua
dan kategori dua, maka prinsip tersebut disebut 2x2. 4
Hipotesis Korelatif
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menggambar scatter plot atau
diagram baur, apabila dengan diagram baur tidak tampak hubungan linier, maka
tidak perlu untuk dilakukan penghitungan koefisien korelasi. Bila pada diagram
baur tampak ada hubungan linier, koefisien korelasi perlu dihitung, dapat secara
manual atau dengan program komputer. Perlu diperhatikan bahwa dalam
korelasi tidak dikenal variabel bebas dan tergantung, ia hanya menunjukkan ada
hubungan antara dua variabel numerik. Hasil penghitungan dinyatakan dalam
koefisien korelasi Pearson (r), dan dapat dihitung pula nilai p-nya. Korelasi
mutlak akan memberikan nilai r=1, yang nyaris tidak pernah ada dalam
fenomena biologis. Nilai r yang lebih rendah ditafsirkan baik(r>0,8), sedang
(0,6-0,79), lemah (0,4-0,59), sangat lemah (<0,4). Batasan interpretasi ini dapat
berbeda pada beberapa buku. 4