Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALA

PERKEMBANGAN SERTA PENJATUHAN


HUKUMAN BAGI PENYEBAR BERITA HOAX DAN
UJARAN KEBENCIAN LEWAT SOSIAL MEDIA
DOSEN: MUH.SUDARMIN ANDELEU

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK:VII

1. DEWI JAYANTI (101801163)


2. WA ODE PUTRI LAO (101801136)
3. LA ODE AKHMAD ZAYADIN (101801124)

PROGRAM STUDI AKUTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2018
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb

Puji dan sukur pennulis panjatkan kepada allah swt. Karena atas
segala kehendak ridoh, berkah, rahmat, anugrah dan karuniah
yang telalah di limpahkanya iah penulis dapat menyelesaikan
penyusun makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat
menempuh Makalah ini dalam fakultas ekonomi yang berjudul:
PERKEMBANGAN SERTA PENJATUHAN HUKUMAN BAGI PENYEBAR
BERITA HOAX DAN UJARAN KEBENCIAN LEWAT SOSIAL MEDIA
Penulis menyadari bahwa dalam penyususn Makala ini masi ada
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun agar dapat memperbaiki
kekurangan dan kelemahan tersebut sehingga dapat menghasilkan
karya tulis ilmia yang lebih baik lagi di masa yang akan dating.

Wassalammualaikum wr.wb

Kelompk VII

PENYUSUN
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN …………………………………………………………………………...


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………....

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………


A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………………….
B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………
C. MANFAAT ………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………….


1. PERKEMBANGAN SERTA PENJATUHAN HUKUMAN BAGI
PENYEBAR BERITA HOAX DAN ANJURAN KEBENCIAN
LEWAT SOSIAL MEDIAH ………………………………………………………..
A. Bagi mana hoax bekerja ……………………………………………………………………………………
B. Peran pemerintah dalam hoax …………………………………………………………………………
C. Pencegahan berita hoax ……………………………………………………………………………………
D. Ujaran kebencian lewat social mediah ……………………………………………………………..

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………….


KESIMPULAN ……………………………………………………………………..
SARAN …………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pada masa kini banyak diberitakan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi

di dalam masyarakat, namun seiring banyaknya berita yang ada,

masyarakat juga banyak yang mengetahui berita-berita yang ada lewat

media tayang, media cetak, dan media sosial. Mereka seakan lupa bahwa berita

yang disajikan memiliki cerita yang berbeda tergantung pada media yang dilihat.

Pada era ini bermunculan berbagai macam media sosial dengan berbagai

tawaran macam format dan fitur. Media-media sosial tersebut antara

lain adalah Wikipedia, Friendster, Facebook, Youtube, Twitter, Tumblr, BBM,

WhatsApp, Instagram, dan masih banyak lagi yang bisa diguankan untuk

bersosial media.

Saya selaku penulis memakai judul Fenomena Hoax Di Media Sosial Dalam

Pendekatan Hermeneutika. Alasan saya mengangkat permasalahan mengenai hoax

adalah karena akhir-akhir ini mulai marak perbincangan mengenai kasus berita

atau informasi palsu lewat media sosial yang sering diebut dengan hoax.

Menggunakan metode hermeneutika ini bertujuan agar para pembaca terutama di


bidang akademis memiliki cara pandang yang berbeda dengan masyarakat awam

yang mudah sekali percaya dengan penyebaran berita hoax di media sosial.

. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah faktor penyebab pelaku melakukan Ujaran Kebencian (Hate

Speech) dalam Media Sosial?

b. Bagaimanakah upaya untuk menanggulangi pelaku yang melakukan

Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Media Sosial ?


BAB II
PEMBAHASAN
1. PERKEMBANGAN SERTA PENJATUHAN HUKUMAN BAGI
PENYEBAR BERITA HOAX DAN ANJURAN KEBENCI LEWAT SOSIAL MEDIAH

Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu,
padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh
pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu
sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya. Suatu pemberitaan palsu berbeda dengan
misalnya pertunjukan sulap; dalam pemberitaan palsu, pendengar/penonton tidak sadar sedang
dibohongi, sedangkan pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu
(Wikipedia, n.d.).

A. Bagaimana HOAX Bekerja

Menurut pandangan psikologis, ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah
percaya pada hoax. Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau
sikap yang dimiliki (Respati, 2017). Contohnya jika seseorang penganut paham bumi datar memperoleh
artikel yang membahas tentang berbagai teori konspirasi mengenai foto satelit maka secara naluri orang
tersebut akan mudah percaya karena mendukung teori bumi datar yang diyakininya. Secara alami
perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat afirmasi
sehingga cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar dan bahkan
mudah saja bagi mereka untuk menyebarkan kembali informasi tersebut. Hal ini dapat diperparah jika si
penyebar hoax memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna mencari
informasi lebih dalam atau sekadar untuk cek dan ricek fakta.

Terdapat empat mode dalam kegiatan penemuan informasi melalui internet, diantaranya adalah:

1. Undirected viewing

Pada undirected viewing, seseorang mencari informasi tanpa tahu informasi tertentu dalam pikirannya.
Tujuan keseluruhan adalah untuk mencari informasi secara luas dan sebanyak mungkin dari beragam
sumber informasi yang digunakan, dan informasi yang didapatkan kemudian disaring sesuai dengan
keinginannya.

1. Conditioned viewing

Pada conditioned viewing, seseorang sudah mengetahui akan apa yang dicari, sudah mengetahui topik
informasi yang jelas, Pencarian informasinya sudah mulai terarah.

1. Informal search

Mode informal search, seseorang telah mempunyai pengetahuan tentang topik yang akan dicari.
Sehingga pencarian informasi melalui internet hanya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang topik tersebut. Dalam tipe ini pencari informasi sudah mengetahui batasan-batasan sejauh
mana seseorang tersebut akan melakukan penelusuran. Namun dalam penelusuran ini, seseorang
membatasi pada usaha dan waktu yang ia gunakan karena pada dasarnya, penelusuran yang dilakukan
hanya bertujuan untuk menentukan adanya tindakan atau respon terhadap kebutuhannya.

1. Formal search

Pada formal search, seseorang mempersiapkan waktu dan usaha untuk menelusur informasi atau topik
tertentu secara khusus sesuai dengan kebutuhannya. Penelusuran ini bersifat formal karena dilakukan
dengan menggunakan metode-metode tertentu. Tujuan penelusuran adalah untuk memperoleh
informasi secara detail guna memperoleh solusi atau keputusan dari sebuah permasalahan yang
dihadapi (Choo, Detlor, & Turnbull, 1999).

Perilaku penyebaran hoax melalui internet sangat dipengaruhi oleh pembuat berita baik itu individu
maupun berkelompok, dari yang berpendidikan rendah sampai yang tinggi, dan terstruktur rapi.
(Lazonder, Biemans, & Wopereis, 2000) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara seseorang
yang memiliki keahlian khusus dalam menggunakan search engine dengan orang yang masih baru atau
awam dalam menggunakan search engine. Mereka dibedakan oleh pengalaman yang dimiliki. Individu
yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam memanfaatkan search engine, akan cenderung lebih
sistematis dalam melakukan penelusuran dibandingkan dengan yang masih minim pengalaman (novice).

Berita hoax semakin sulit dibendung walaupun sampai dengan 2016 pemerintah telah memblokir 700
ribu situs, namun setiap harinya pula berita hoax terus bermunculan. Pada Januari 2017 pemerintah
melakukan pemblokiran terhadap 11 situs yang mengandung konten negatif, namun kasus pemblokiran
tersebut tidak sampai menyentuh meja hijau. Beberapa kasus di indonesia terkait berita hoax telah
memakan korban, salah satunya berita hoax akan penculikan anak yang telah tersebar di beberapa
media sosial dan menyebabkan orang semakin waspada terhadap orang asing,

B. Peran Pemerintah dalam berita Hoax

Sikap pemerintah dalam fenomena berita hoax dipaparkan dalam beberapa pasal yang siap ditimpakan
kepada penyebar hoax tersebut antara lain, KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis. Tidak hanya itu, penyebar berita hoax juga dapat dikenakan pasal terkait ujaran kebencian
dan yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP.

Dari hukum yang dibuat oleh pemerintah, jumlah penyebar hoax semakin besar tidak berbanding lurus
dengan jumlah persidangan yang seharusnya juga besar. Dengan masih belum mampu menjerat
beberapa pelaku hoax, sangat disayangkan pemerintah hanya melakukan pemblokiran terhadap situs-
situs hoax. Sementara si pembuat berita hoax masih dapat terus berproduksi melakukan ancaman dan
memperluas ruang gerak.

Dalam melawan hoax dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax, pemerintah pada dasarnya telah
memiliki payung hukum yang memadai. Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal
14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No. 40 tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskiriminasi Ras dan Etnis merupakan beberapa produk hukum yang dapat digunakan
untuk memerangi penyebaran hoax. Selain produk hukum, pemerintah juga sedang menggulirkan
kembali wacana pembentukan Badan Siber Nasional yang dapat menjadi garda terdepan dalam
melawan penyebaran informasi yang menyesatkan, selain memanfaatkan program Internetsehat dan
Trust+Positif yang selama ini menjalankan fungsi sensor dan pemblokiran situs atau website yang
ditengarai memiliki materi negatif yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu juga mengemuka gagasan menerbitkan QR Code di setiap produk jurnalistik
(berita dan artikel) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi validitas sebuah informasi. QR Code
yang disertakan di setiap tulisan akan memuat informasi mengenai sumber berita, penulis, hingga
perusahaan media yang menerbitkan tulisan tersebut sehingga suatu tulisan dapat dilacak hingga
hulunya.

Selain mengasah kembali berbagai program pendidikan yang berperan dalam menanamkan budi
pekerti, dari aspek pendidikan pemerintah sebenarnya dapat melawan hoax dengan meningkatkan
minat baca, berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central
Connecticut State Univesity, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat
membaca (Gewati, 2016). Hal ini tergolong berbahaya karena dipadukan dengan fakta bahwa Indonesia
merupakan negara dengan aktifitas jejaring sosial tertinggi di Asia, yang berarti sangat mudah bagi orang
Indonesia untuk menyebarkan informasi hoax tanpa menelaah lebih dalam informasi yang
disebarkannya.

C. Pencegahan Berita Hoax

Literasi media adalah perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar dapat
menginterpretasikan suatu pesan yang disampaikan oleh pembuat berita. Orang cenderung
membangun sebuah perspektif melalui struktur pengetahuan yang sudah terkonstruksi dalam
kemampuan menggunakan informasi (Pooter, 2011). Juga dalam pengertian lainnya yaitu kemampuan
untuk mengevaluasi dan menkomunikasikan informasi dalam berbagai format termasuk tertulis maupun
tidak tertulis.

Literasi media adalah seperangkat kecakapan yang berguna dalam proses mengakses, menganalisis,
mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam beragam bentuk. Literasi media digunakan sebagai model
instruksional berbasis eksplorasi sehingga setiap individu dapat dengan lebih kritis menanggapi apa yang
mereka lihat, dengar, dan baca.

Program Internet Sehat dan Aman

Munculnya gerakan literasi media khususnya internet sehat merupakan salah satu wujud kepedulian
masyarakat terhadap dampak buruk media internet. Perkembangan internet selain memberikan
dampak positif pada kehidupan manusia juga memiliki dampak negatif. Beberapa dampak negatif
tersebut diantaranya adalah mengurangi tingkat privasi individu, dapat meningkatkan kecenderungan
potensi kriminal, dapat menyebabkan overload-nya informasi, dan masih banyak lagi (Sholihuddin, n.d.).
Tujuan gerakan internet sehat adalah untuk memberikan pendidikan kepada pengguna internet untuk
menganalisis pesan yang disampaikan, mempertimbangkan tujuan komersil dan politik dibalik citra atau
pesan di internet dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan yang diimplikasikan itu. Oleh
karena itu, agar gerakan internet sehat dapat berjalan secara optimal maka sangat diperlukan
pendidikan berinternet salah satunya adalah pendidikan etika berinternet. Pendidikan internet lebih
pada pembelajaran tentang etika bermedia internet, bukan pengajaran melalui media. Pendidikan etika
bermedia internet bertujuan untuk mengembangkan baik pemahaman kritis maupun partisipasi aktif,
sehingga anak muda sebagai konsumen media internet memiliki kemampuan dalam membuat membuat
tafsiran dan penilaian berdasarkan informasi yang diperolehnya. Selain itu anak muda mampu menjadi
produser media internet dengan caranya sendiri sehingga menjadi partisipan yang berdaya di
komunitasnya (Setiawan, 2012).

Freedom of Speech

Penyebaran berita palsu yang marak terjadi ini jika dikaitkan dengan etika pada internet adalah
penyalahgunaan freedom of speech. Freedom of speech ini berasal dari negara-negara yang memiliki
tradisi liberal yang menyalahkan apabila seseorang mempunyai batasan dalam mengemukakan
pendapat dan memiliki fungsi masing-masing individu pada komunitas dapat mengemukakan pendapat,
menyalahkan seseorang, memuji seseorang dll sebebas-bebasnya pada suatu komunitas (Floridi, 2010).
Dengan berkembangnya media sosial yang dapat melintasi antar negara atupun benua, masing-masing
budaya dan tradisi tidak akan berperan dalam hal pembatasan penyebaran informasi ini. Berawal dari
biasnya budaya tersebut, hak Freedom of Speech seringkali disalahartikan dan salahgunakan untuk
menciptakan berita hoax yang bertujuan memang untuk membuat sensasi pada media sosial tersebut
atau memang sengaja agar pengguna internet dapat mampir pada website sang pembuat berita hoax
tersebut agar meraup keuntungan dari jumlah pengunjung yang banyak pada websitenya.
D. Tinjauan tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Media
Sosial

Pengertian Ujarn Kebencian (Hate Speech)


Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat didefinisikan sebagai ucapan dan/atau

tulisan yang dibuat seseorang di muka umum untuk tujuan menyebarkan dan

menyulut kebencian sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda

baik karena ras, agama, keyakinan, gender, etnisitas, kecacatan, dan orientasi

seksual.

Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam arti hukum yaitu tindakan komunikasi

yang dilakukan oleh suatu individu maupun kelompok dalam bentuk provokasi,

hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal

berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, kewarganegaraan, agama

dan lain-lain.

Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah istilah yang berkaitan erat dengan

minoritas dan masyarakat asli, yang menimppa suatu komunitas tertentu dan

dapat menyebabkan mereka sangat menderita, sementara orang yang lain tidak

peduli. Ujaran kebencian berbeda dengan ujaran-ujaran pada umumnya,

walaupun didalam Ujaran Kebencian (Hate Speech)tersebut mengandung

kebencian, menyerang dan berkobar-kobar. Perbedaan ini terletak pada niat dari

suatu ujaran yang memang dimaksudkan untuk menimbulkan dampak tertentu,

baik secara langsung (aktual) ataupun tidak langsung (berhenti pada niat). Jika

ujaran yang disampaikan dengan berkobar-kobar dan bersemangat itu ternyata

dapat mendorong para audiensnya untuk melakukan kekerasan atau menyakiti

orang atau kelompok lain, maka pada posisi itu pula suatu hasutan kebencian itu

berhasil dilakukan.
1. Bentuk-Bentuk Ujaran Kebencian (Hate Speech)

Bentuk-bentuk Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat berupa tindak pidana

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan

pidana lainnya di luar KUHP, antara lain :

a. Penghinaan

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab UndangUndangHukum

Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap

Pasal DemiPasal dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa:

Menghinaadalah Menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang

diserang inibiasanya merasa malu.

2. Objek penghinaan adalah berupa rasa

harga diri ataumartabat mengenai kehormatan dan mengenai nama baik

orang baik bersifatindividual ataupun komunal (kelompok).

b. Pencemaran Nama Baik

Pengertian Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dikenal juga

pencemarannama baik (defamation) ialah tindakan mencemarkan nama baik

ataukehormatan seseorang melalui cara menyatakan sesuatu baik secara

lisanmaupun tulisan.

42M.Choirul Anam dan Muhammad Hafiz, “SE Kapolri Tentang Penanganan Ujaran Kebencian

(Hate Speech) dalam Kerangka Hak Asasi Manusia”. Jurnal Keeamanan Nasional, Vol 1 No.

3(2015) hlm 345-346

43R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar lengkap Pasal demi Pasal,
c. Penistaan

Penistaan adalah suatu perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan

yangdilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan

sikapprasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban

daritindakan tersebut, sedangkan menurut Pasal 310 ayat (1) KUHP

Penistaanadalah Suatu perbuatan yang dilakukan dengan cara menuduh

seseorangataupun kelompok telah melakukan perbuatan tertentu dengan

maksud agartuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak).

Perbuatan yang di tuduhkanitu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh

dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya. Cukup

dengan perbuatan biasa, sudahtentu suatu perbuatan yang memalukan.

Sedangkan Penistaan dengan surat diatur di dalam Pasal 310 ayat (2)

KUHP. Sebagaimana dijelaskan, apabilatuduhan tersebut dilakukan dengan

tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatanitu dinamakan menista dengan

surat. Jadi seseorang dapat dituntut menurutPasal ini jika tuduhan atau katakata

hinaan dilakukan dengan surat ataugambar.

d. Perbuatan Tidak Menyenangkan

Suatu perlakuan yang menyinggung perasaan orang lain. Sedangkan di

dalamKUHP Perbuatan Tidak Menyenangkan di atur pada Pasal 335 ayat

(1). Pasal 335 ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama satu

tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(1) Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain

supayamelakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan

Pasal 310 ayat (1) KUHP

memakaikekerasan suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak

menyenangkan,atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan


lain maupunperlakuan tak menyenangkan, baik terhadap orang itu

sendiri maupun oranglain.

(2) Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan

atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran

tertulis.

e. Memprovokasi

Menurut KBBI Memprovokasi artinya adalah suatu perbuatan yang

dilakukanuntuk membangkitkan kemarahan dengan cara menghasut,

memancingamarah,kejengkelan dan membuat orang yang terhasut

mempunyai pikiran negatif danemosi.

f. Menghasut

Menurut R.Soesilo Menghasut artinya mendorong, mengajak,

membangkitkanatau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu.

Dalam kata“menghasut” tersimpul sifat ”dengan sengaja”. Menghasut itu

lebih kerasdaripada “memikat” atau “membujuk” akan tetapi bukan

“memaksa”.

Pidanayang mengatur tentang Hasutan atau Menghasut di atur

di Pasal 160 KUHP.

g. Menyebarkan Berita Bohong

Menurut R.Soesilo Menyebarkan Berita Bohong yaitu menyiarkan berita

ataukabar dimana ternyata kabar yang disiarkan itu adalah kabar

bohong.Yangdipandang sebagai kabar bohong tidak saja memberitahukan

45Pasal 310 ayat (2) KUHP

46http://kbbi.web.id/provokasi&ei / ,tgl 8 September 2017, pukul 16.49

47R.Soesilo,Op.Cit,hlm 136
suatu kabarkosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul suatu

kejadian.

Semua tindakan diatas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak

diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan/atau konflik sosial.

4. Aspek-aspek Ujaran Kebencian (Hate Speech)

UjaranKebencian (Hate Speech) sebagaimana dimaksud, bertujuan untuk

menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok

masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:

a. Suku ;

Mengusahakan dukungan umum, dengan cara menghasut untuk melakukan

kekerasan, diskriminasi atau permusuhan sehingga terjadinya konflik sosial

antar suku.

b. Agama;

Menghina atas dasar agama, berupa hasutan untuk melakukan kekerasan,

diskriminasi atau permusuhan.

c. Aliran keagamaan;

Menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan

penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan

kegiatan-kegiatan keagamaan itu, dengan maksud untuk menghasut

oranglain agar melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.

d. Keyakinan/kepercayaan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Buku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech

Menyulutkan kebencian atau pernyataan permusuhan kepada

keyakinan/kepercayaan orang lain sehingga timbulnya diskriminasi antar

masyarakat.

e. Ras;

Menunjukan kebencian atau rasa benci kepada orang lain karena


memperlakukan, pembedaan, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada

ras yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan atau

pelaksanaan hak asasi manusia.

f. Antar golongan ;

Penyebarluasan kebencian terhadap antar golongan penduduk dengan

maksud untuk menghasut orang agar melakukan kekerasan, diskriminasi

atau permusuhan.

g. Warna kulit;

Menunjukan kebencian atau rasa benci kepada orang lain karena perbedaan

warna kulit yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan

atau pelaksanaan hak asasi manusia.

h. Etnis;

Menunjukan kebencian atau rsa benci kepada orang lain karena

memperlakukan, pembedaan, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada

etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan atau

pelaksanaan hak asasi manusia.

i. Gender;

Segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang mempunyai

pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan,

pemanfaatan atau penggunaan hak asasi manusia, yang didasarkan atas jenis

kelamin.

j. Kaum difabel;

Menunjukan kebencian atau rasa benci kepada kaum difabel, sehingga

adanya pembatasan, hambatan, kesulitan dan pengurangan atau

penghilangan hak penyandang kaum difabel.

k. Orientasi seksual, ekspresi gender;

Menyulutkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain yang memiliki

orientasi seksual sehingga terjadinya diskriminasi terhadap kaum tersebut.


4. Sarana atau Alat yang digunakan untuk melakukan Ujaran Kebencian (Hate

Speech)

Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat dilakukan melalui berbagai media atau

sarana, yang mengandung unsur-unsur ujaran kebencian, antara lain:

a. Kampanye, baik berupa orasi maupun tulisan;

Menyatakan pikiran didepan umum, baik melalui tulisan atau lisan, dengan

menghasut orang untuk melakukan kekerasan, diskriminasi atau

permusuhan.

b. Spanduk atau banner;

Mempertunjukkan atau menempelkan tulisan yang disertai dengan gambar

dan memuat informasi di muka umum yang mengandung pernyataan

kebencian atau penghinaan dengan maksud untuk menghasut orang agar

melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.

c. Jejaring media sosial;

Ujaran kebencian (Hate Speech) yang dilakukan melalui media massa cetak

atau elektronik, yaitu:

1) Mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya

informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan pencemaran nama baik.

2) Menyebarkan berita bohong untuk menimbulkan rasa kebencian atau

permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan

atas suku, agama, ras dan antar golongan.

d. Penyampaian pendapat di muka umum

Menyatakan pikiran di depan umum, dengan menghasut orang untuk

melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.

e. Ceramah keagamaan;

Ceramah yang menghasut agar memusuhi, mendiskriminasi atau melakukan

kekerasan atas dasar agama dengan menyalahgunakan isi kitab suci.


f. Media massa cetak atau elektronik;

Mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya

informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan

pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan.

g. Pamflet;

Menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan tulisan yang disertai

dengan gambar di muka umum yang mengandung pernyataan kebencian

atau penghinaan dengan maksud untuk menghasut orang agar melakukan

kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.

5. Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tetang Ujaran Kebencian

(Hate Speech)

Hampir semua Negara diseluruh Dunia mempunyai undang-undang yang

mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech), di Indonesia Pasal-Pasal

yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) terhadap

seseorang, kelompok ataupun lembaga berdasarkan Surat Edaran Kapolri No:

SE/06/X/2015

terdapat di dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, Pasal 311, kemudian Pasal 28

jis. Pasal 45 ayat (2) UU No 11 tahun 2008 tentang informasi & transaksi

elektronik dan Pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang penghapusan

DiskriminasiRas dan Etnis. Berikut beberapa penjabaran singkat terkait PasalPasal

didalamUndang-undang yang mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate

Speech):

a. KUHP :

Pasal 156 KUHP:

“Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian

atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia,

diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.


Pasal 157 ayat (1) dan (2) KUHP:

(1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan tulisan

atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan

perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau

terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya

isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling

lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu

lima ratus rupiah.

(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada

waktumenjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima

tahun sejakpemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu

juga, yangbersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

Pasal 310 ayat (1), (2) dan (3) KUHP:

(1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang

dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu

diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara

paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat

ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,

dipertunjukan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena

pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun

empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah.

(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan

jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk

membela diri.

Pasal 311 KUHP ayat (1):

“Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis

dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak


membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang

diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara

paling lama empat tahun”.

b. UU No 11 tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi

Elektronik):Pasal 28 ayat (1) dan (2):

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita

bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian

konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan

informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau

permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu

berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Pasal 45 ayat (2):

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis:

Pasal 16:

“Setiap Orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa

benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau

angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

d. Surat Edaran Kapolri No:SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran

Kebencian (Hate Speech):

“Bahawa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana


lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:

1) Penghinaan;

2) Pencemaran nama baik;

3) Penistaan

4) Perbuatan tidak menyenangkan;

5) Memprovokasi;

6) Menghasut;

7) Penyebaran berita bohong;”

Selama ini, Ujaran Kebencian (Hate Speech) berdampak pada pelanggaran

HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-kata, baik di media sosial,

maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu menggerakan massa hingga

memicu konflik dan pertumpahan darah. Apabila tidak ditangani dengan efektif

efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan akan

berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi

menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan dan atau penghilangan nyawa.

6. Perbuatan yang Memicu Terjadinya Ujaran Kebencian (Hate Speech)

Kemajuan teknologi yang kini dirasakan semakin canggih nampaknya dirasakan

sebagai suatu kemajuan yang luar biasa bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Kemajuan teknologi ini terdapat di segala bidang kehidupan atau di segala sector

di dalam masyarakat, yang mempunyai akibat mudahnya seseorang atau

masyarakat segala sesuatu yang berkenaan dengan hidupnya. Disisi lain,

kemajuan teknologi yang canggih ini membawa dampak negatif pula,

diantaranya ialah semakin meningkatnya kualitas kejahatan. Salah satunya saat

ini Ujaran Kebencian atau yang lebih dikenal dengan Hate Speech.

Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat berupa tindakan-tindakan penghinaan,

pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan,

memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong yang kita temui

dalam kehidupan sehari-hari, baik diucapkan atau dilakukan secara langsung

maupun melaui media terutama media sosial.


Tindakan ujaran kebencian diatas disebabkan oleh perbuatan yang megandung

unsur-unsur ujaran kebencian (hate speech), sebagai berikut:

a. Segala tindakan dan usaha baik langsung maupun tidak langsung. Terdapat

dua makna yang tidak bisa dipisahkan yaitu:

1) Berbagai bentuk tingkah laku manusia baik lisan maupun tertulis. Misal:

pidato, menulis, menggambar.

2) Tindakan tersebut ditunjukan agar orang atau kelompok lain melakukan

yang kita anjurkan/sarankan. Tindakan tersebut merupakan dukungan

aktif, tidak sekedar perbuatan satu kali yang langsung ditunjukan kepada

target sasaran.

b. Diskriminasi: pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan yang

mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau

pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan

dibidang sipil, politik, elonomi, sosial, dan budaya.

c. Kekerasan: setiap perbuatan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, dan psikologis.

d. Konflik sosial: perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua

kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan

berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan mengahmbat

pembangunan nasional.

e. Menghasut: mendorong atau mempengaruhi orang lain untuk melakukan

tindakan diskriminasi, kekerasan atau permusuhan.

f. Sarana: segala macam alat atau perantara sehingga suatu kejahatan bisa

terjadi. Contoh sarana adalah buku, email, selebaran, gambar, sablonan di

pintu mobil dan lain-lain.

7. Media Sosial

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan

mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial,

wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk
media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat seluruh dunia.

48

Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang

mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis

web yang mengbah komunikasi menjadi dialog interaktif. Jejaring sosial

merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian

terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi.

Jejaring sosial terbesar antara lain facebook. Myspace, dan twitter. Jika media

tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial

mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi

komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.

Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun

ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebppk dan twitter misalnya,

bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah

mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial

mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya

negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial

juga mulai tampak menggantikan peranan masa konvensional dalam

menyebarkan berita-berita.Oleh karena itu memanfaatkan sarana, fasilitas dan

kemajuan teknologi bila penggunaan cenderung ke arah yang negatif tentu akan

berdampak buruk bagi penggunanya, namun bila internet dimanfaatkan ke arah

yang positif pastilahakan memberikan efek yang positif pula untuk

meningkatkan kecerdasan bagi penggunanya.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka penulis

membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pelaku melakukan ujaran kebencian

(hate speech)dalam media sosial yaitu, faktor dari dalam diri individu

(internal) diantaranya yaitu keadaan psikologis dan kejiwaan individu dan

faktor dari luar diri individu yaitu faktor lingkungan, faktor kurangnya

kontrol sosial, faktor kepentingan masyarakat, faktor ketidaktahuan

masyarakat, serta faktor sarana, fasilitas dan kemajuan teknologi.

Akantetapi faktor yang paling sering menjadi penyebab pelaku melakukan

kejahatan adalah faktor internal yaitu psikologis atau kejiwaan pelaku yaitu

daya emosional yang tinggi, selain itu faktor sarana, fasilitas dan kemajuan

teknologi juga sangat berpengaruh karena tersedianya sarana dan fasilitas

yang mudah didapat dan kemajuan teknologi yang semakin canggih

sehingga memudahkan setiap pengguna media sosial mengakses seluruh

informasi tampa batas.


SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan:
a. Perlunya kerjasama lebih antara aparat penegak hukum, organisasi

masyarakat dan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan


penanggulangan ke setiap daerah yang masyarakatnya masih belum paham
dan mengetahui apa itu Ujaran Kebencian (Hate Speech) dan UndangUndang
yang mengatur mengenai Ujaran Kebencian (Hate Speech) serta
dampak yang ditimbulkan dari pelaku yang melakukan Ujaran Kebencian
(Hate Speech) dalam media sosial.

b. Kepolisian harus lebih siap menghadapi perkembangan teknologi informasi


yang semakin canggih, serta harus bisa memaksimalkan jaringan kerjasama
kepada seluruh instansi pemerintah, terutama di bidang komunikasi yaitu
Dinas Komunikasi dan Informasi yang berwenang untuk memblokir dan
mengawasi internet yang mengandung ujaran kebencian (hate speech)
DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

A.S. Alam, 2010. Pengantar Kriminologi Hukum, pustaka refleksi books,

Makassar.

Abdulsyani, Sosiologi Kriminologi, Bandung, Remadja Karya, 1987

Abdussalam, 2006, Prospek Hukum Pidana Indonesia, Restu Agung, Jakarta.

Abintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta, Laksbang

Grafika, 2013

Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkung Education Yogya dan

PuKAP-Indonesia

Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (CYBERCRIME), Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2014.

Chazawi, Admi, 2001, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, PT. Raja Grafindo,

Jakarta.

Husein Syahrudin, Kejahatan dalam Masyarakat dan Penanggulangannya,

Sumatera Utara:Universitas Sumatera Utara, 2003

Josua Sitompul, Penanganan Cyber Crime di Indonesia, 2013

Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta, Rajawali Pers, 2001

Kunarto, Etika Kepolisian, Jakarta, Cipta Manunggal, 1997

Leden Marpaung, Tindak Pidana Kehormatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1997

M. Choirul Anam dan Muhammad Hafiz, SE Kapolri tentang Penanganan Ujaran

Kebencian (Hate Speech) dalam Kerangka Hak Asasi Manusia, 2015

M. Marwan dan Jimmy P. 2009, Kamus Hukum . Realita Publisher.Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai