Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang
berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia
tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan
memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita.2,4,7
Ada beberapa vitamin dapat dibuat dalam tubuh dengan cara mengubahnya dari ikatan
organik lain. Ikatan yang tidak bersifat vitamin dapat diubah menjadi vitamin setelah
dikomsumsi yang dikenali sebagai provitamin atau prekursor vitamin. Sebagai contoh,
vitamin A dengan prekoursor karotin, vitamin D dengan provitamin 7 dehydro cholestrol.7
Golongan yang larut dalam air, misal: vitamin B kompleks dan vitamin C
Golongan yang larut dalam lemak, misal: vitamin A, D, E dan K.
Vitamin yang larut dalam air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan sisanya
dibuang, sehingga untuk mempertahankan saturasi jaringan vitamin larut air perlu sering
dikonsumsi. Meskipun demikian pemberian vitamin larut dalam air dalam jumlah berlebihan,
selain merupakan pemborosan juga mungkin akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Sebaliknya vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan tubuh dalam jumlah banyak,
sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas jauh lebih besar daripada vitamin larut air.2,8,12
Jumlah yang diperlukan sehari-hari demikian kecilnya, sehingga dapat diperkirakan bahwa
vitamin bekerja sebagai katalisator. Telah dapat dibuktikan bahwa beberapa vitamin
merupakan bahan esensial pada sistem oksidasi karbohidrat, protein dan lemak. Tubuh tidak
dapat membuat vitamin akan tetapi harus memilikinya. Terutama organ yang sedang tumbuh
sangat rentan akan defisiensi vitamin. Oleh karena itu gejala defisiensi suatu vitamin sangat
penting untuk diketahui. Lebih penting pula ialah mengetahui bentuk laten dan bentuk dini
dari penyakitnya. Kecurigaan akan hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaaan biokimia.
Anamnesis makanan yang cermat dapat menolong dugaan kemungkinan penyakit defisiensi.
Sebaliknya dengan munculnya banyak pabrik farmasi yang menyodorkan bermacam-macam
vitamin kepada rakyat, maka kemungkinan timbulnya hipervitaminosis tidak dapat diabaikan
pula.1,3
1
ANAMNESIS
Sebelum sesuatu penyakit didiagnosis, latar belakang pasien perlu ditanyakan. Dalam kasus
defisiensi vitamin A, anamnesa makanan akan membantu diagnosis dan dapat menunjukkan
hidangan yang tidak mengandungi sumber yang kaya dengan vitamin A atau
provitaminnya.1,4,11 Selain itu, kita juga perlu menanyakan pada pasien perkara-perkara
berikut:
2
PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan didasarkan pada keadaan bila terdapat kekurangan gizi atau kekurangan
vitamin A. Akan terjadi gangguan pada adaptasi gelap. Dengan ujian ini dilakukan
penilaian fungsi sel batang retina pada pasien dengan keluhan buta senja. Pada pasien
3
yang sebelumnya telah mendapat penyinaran terang, dilihat kemampuan melihatnya
sesudah sekitarnya digelapkan dengan perlahan-lahan dinaikkan intensitas sumber
sinar. Ambang rangsang mulai terlihat menunjukkan kemampuan pasien beradaptasi
gelap.5,13
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum RBP (retinol binding protein) lebih mudah untuk melakukan
dan lebih murah dari studi retinol serum, karena RBP adalah protein dan dapat
dideteksi oleh tes imunologi. RBP juga merupakan senyawa lebih stabil dari retinol
yang berkaitan dengan cahaya dan suhu. Namun, tingkat RBP kurang akurat,
karena mereka dipengaruhi oleh konsentrasi protein serum dan karena jenis RBP
tidak dapat dibedakan.6,8,9
Pemeriksaan albumin darah kerana tingkat albumin adalah ukuran langsung dari
kadar vitamin A
pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan anemia, infeksi atau
sepsis.1,2,10
pemeriksaan fungsi hati untuk mengevaluasi status gizi
Pada anak-anak, pemeriksaan radiografi dari tulang panjang mungkin berguna saat
evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi tulang
periosteal berlebihan.9,10
4
DIAGNOSIS BANDING
1. Retinitis Pigmentosa
Definisi :
Retinitis Pigmentosa adalah suatu kemunduran yang progresif pada retina yang
mempengaruhi penglihatan pada malam hari dan penglihatan tepi dan pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan. Retinitis pigmentosa dengan tanda karekteristik degenerasi sel epitel
retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan.
Merupakan kelainan yang berjalan progresif yang onset bermula sejak masa kanak-kanak.5,13
Penyebab :
Gejala Klinis :
Gejala awal sering muncul pada masa kanak-kanak tetapi masalah penglihatan yang
parah biasanya tidak berkembang sampai dewasa awal.
Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
5
Lapangan penglihatan sempit
2. Hipotiroidisme
Definisi :
Hipotiroid adalah keadaan di mana secara fungsional terjadi hipofungsi kelenjar tiroid atau
kadar hormon tiroid menurun atau sangat rendah.
Penyebab :
Yang paling umum bentuk termasuk tiroiditis Hashimoto (sebuah penyakit autoimun) dan
pasca radiasi untuk hipertiroid. Dapat juga terjadi jika kelenjar pituitari tidak menghasilkan
cukup thyroid-stimulating hormone (TSH) untuk menginduksi kelenjar tiroid untuk
menghasilkan tiroksin cukup dan triiodothyronine. Hal ini biasanya disebabkan oleh
kerusakan pada kelenjar pituitary, seperti oleh, tumor, atau operasi radiasi.1,8
Gejala Klinis :
6
WORKING DIAGNOSIS
Definisi :
Kekurangan vitamin A terjadi ketika kegagalan kronis untuk mengkomsumsi jumlah vitamin
A yang cukup atau hasil beta-karoten dalam serum darah yang berada di bawah kisaran yang
ditetapkan. Beta-karoten adalah sebuah bentuk provitamin A, yang siap dikonversi menjadi
vitamin A dalam tubuh. Kekurangan vitamin didapat hasil dari asupan yang tidak memadai,
malabsorpsi lemak, atau gangguan hati. Defisiensi merusak kekebalan dan hematopoiesis dan
menyebabkan ruam kulit dan efek okular khas (misalnya, xeroftalmia, kebutaan malam). .
Bersama-sama dengan penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit tersebut
merupakan penyakit yang sangat penting di antara penyakit gangguan gizi di Indonesia dan di
banyak negara yang sedang berkembang. Ia mempunyai peranan yang penting sebagai
penyebab kebutaan.2,3,4
Diagnosa berdasarkan temuan okuler khas dan vitamin A level rendah. Kekurangan vitamin
A yang berpanjangan dapat menyebabkan kebutaan total dan ireversibel. Pada kekurangan
vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 20ug/dl
(kadar normal 30ug/dl).5,9
Deskripsi :
7
bentuk yaitu preformed vitamin A ( retinol, retinal, asam retinoid dan derivatnya) dan
provitamin A (karotenoid) yang merupakan prekursor vitamin A. Preformed vitamin A
terdapat khusus dalam makanan hewani manakala bahan nabati memiliki provitamin A.
Vitamin A sensitif terhadap oksigen dan sinar UV. Vitamin A relatif stabil terhadap panas
dan bioavailabilitasnya diperkuat dengan adanya vitamin E dan antioksida lain.8,12,13
Diet yang dianjurkan (RDA) untuk vitamin A adalah 1,0 mg / hari untuk lelaki dewasa dan
0,8 mg / hari untuk wanita dewasa. Karena beta-karoten dikonversi menjadi vitamin A dalam
tubuh, kebutuhan tubuh akan vitamin A dapat dipenuhi seluruhnya oleh beta-karoten. 6 mg
beta-karoten dianggap setara dengan 1 mg vitamin A.3,11
Sumber vitamin A :
Sumber terbaik dari vitamin A adalah telur, susu, mentega, hati, minyak ikan dan ikan,
seperti herring, sarden, dan tuna. Sayuran tidak mengandung vitamin A, tetapi mereka
mengandung karotenoid beta-karoten dan lainnya. Sumber terbaik dari beta-karoten terdapat
pada sayuran hijau atau kuning dan pada buah-buahan seperti wortel, papaya dan tomato.2,7
Fungsi vitamin A :
Vitamin A berperan pada fungsi mencakup 3 golongan besar yaitu penglihatan, fungsi dalam
metabolisme umum seperti integritas epitel, stabilisais membran, respon imun, perkembangan
tulang rangka dan pertumbuhan gigi serta funsi berikutnya adalah dalam proses reproduksi.3,6
Vitamin A adalah komponen dari bagian mata sensitif cahaya, yang mengandung batang dan
kerucut, yang memungkinkan untuk penglihatan malam atau untuk melihat dalam keadaan
redup-cahaya. Vitamin A (retinol) terjadi pada batang. Bentuk lain dari vitamin A, asam
retinoic, digunakan dalam tubuh untuk mengatur pengembangan berbagai jaringan, seperti
sel-sel kulit, dan lapisan paru-paru dan usus. Vitamin A penting selama perkembangan
embrio, tanpa vitamin A, telur yang dibuahi tidak dapat berkembang menjadi janin.3,11
Metabolisme vitamin A :
Vitamin A dalam makanan sebagian besar berbentuk ester retinil. Di dalam sel mukosa usus
halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas (esterase) menjadi retinol yang
8
lebih mudah diabsopsi. Untuk penyerapak karotin, diperlukan adanya empedu sedangakan
untuk preformed vitamin A, empedu hanya dapat membantu meningkatkan penyerapannya.2,3
Retinol bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester, diangkut oleh kilomikron dan
LDL melalui sistem limfe ke dalam aliran darah menuju ke hati. Hati berperan menyimpan
vitamin A yang dapat bertahan sehingga 6 bulan. Bila tubuh memerlukan, vitamin A
dimobilisasi dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut oleh Retinol binding protein (RBP)
yang dihasilkan oleh hati. Di dalam plasma kompleks ini diikat lagi oleh prealbumin dan
ditranspor ke sel-sel target yang memerlukan vitamin A di seluruh jaringan tubuh.
Metabolisme vitamin A mememerlukan Zn kerana Zn memacu pergerakan vitamin A dari
hati.3,4,5
Etiologi :
9
Risiko KVA meningkat pada pasien yang menderita malabsorpsi lemak, cystic fibrosis,
sariawan, insufisiensi pankreas, atau kolestasis, serta pada orang yang telah menjalani operasi
bypass usus kecil.Hal ini mungkin karena penurunan bioavailabilitas provitamin A
karotenoid atau gangguan dengan penyerapan, penyimpanan, atau transportasi vitamin A.
Kelebihan konsumsi alkohol dapat mengurangkan vitamin Pada anak-anak dengan campak,
vitamin A dapat mempersingkat durasi gangguan dan mengurangi keparahan gejala dan
risiko kematian.6,8
Epidemiologi :
Di seluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan terdapat
sebanyak 6-7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya
menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal
dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60%
setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak 3 juta anak-anak buta karena
kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita kekurangan vitamin A pada
tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara anak yang kekurangan dan tidak
kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30% (Almatsier, 2003).6,8
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari
20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya
menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia
adalah salah satu negara di Asia yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong
rendah.
Kriteria WHO untuk masalah vitamin A kesehatan masyarakat saat ini tidak hanya termasuk
prevalensi defisiensi vitamin A yang berat dengan tanda dimata (seperti Xerosis kornea,
bitot’s spot) tetapi juga indikator sub-klinis (seperti retinol serum yang rendah, retinol ASI
yang rendah). Diperkirakan setiap tahun, 3 hingga 10 juta anak, kebanyakan tinggal di negara
berkembang mengalami xeropthamia, dan antara 250.000 hingga 500.000 menjadi buta.
Program kesehatan masyarakat internasional untuk menjadikan prioritas utama untuk
mengatasi defisiensi vitamin A dan xerothamia. Penyediaan suplemen vitamin A sebanyak
50.000 hingga 200.000 IU (15.000 – 60.000 μg RE, menurut umur) kepada anak-anak yang
10
beresiko mengalami defisiensi vitamin A untuk melindungi selama 4 hingga 6 bulan.
Perbaikan pengambilan makanan jelas diperlukan sebagai penyelesaian jangka panjang
terhadap defisiensi vitamin A.5,7
Patofisiologi :
Gejala klinis defisiensi vitamin A akan tampak bila cadangan vitamin A dalam hati dan
organ-organ tubuh lain sudah menurun dan kadar vitamin A dalam serum mencapai bawah
garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik mata. Deplesi vitamin A dalam
tubuh merupakan proses yang memakan waktu lama. Diawali dengan habisnya persediaan
vitamin A di dalam hati, menurunnya kadar vitamin A plasma (kelainan biokimia), kemudian
terjadi disfungsi sel batang pada retina (kelainan fungsional), dan akhirnya timbul perubahan
jaringan epitel (kelainan antomis). Penurunan vitamin A pada serum tidak menggambarkan
defisiensi vitamin A dini, karena deplesi telah terjadi jauh sebelumnya.11,13
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel
basilus). Retinal adalah kelompok prostetik pigmen fotosensitif dalam batang maupun
kerucut. Perbedaan utama antara pigmen penglihatan dalam batang (rhodopsin) dan dalam
kerucut (iodopsin) adalah protein alami yang terikat pada retina. Vitamin A berfungsi dalam
penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam mata, retinol (bentuk vitamin A yang
terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin
dan membentuk rhodopsin (suatu pigmen penglihatan). Rhodopsin merupakan zat yang
11
menerima rangsangan cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang
merangsang indera penglihatan. Beta karoten efektif dalam memperbaiki fotosenstivitas pada
penderita dengan protoporfiria erithropoetik. 3,5,13
Mata membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan dapat melihat dari ruangan dengan cahaya
terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Bila seseorang berpindah dari tempat
terang ke tempat gelap, akan terjadi regenerasi rhodopsin secara maksimal. Rhodopsin sangat
penting dalam penglihatan di tempat gelap. Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan
langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rhodopsin.
Apabila kurang vitamin A, rhodopsin tidak terbentuk dan menyebabkan timbulnya tanda
pertama kekurangan vitamin A yaitu rabun senja.12,13
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel termasuk sel-sel
epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel
epitel, sehingga kelenjar tidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya
kekeringan pada mata yang disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan
terjadi yang disebut bercak bitot (Bitot Spot) yaitu suatu bercak putih, berbentuk segi tiga di
bagian temporal dan diliputi bahan seperti busa.2,3,5
Defisiensi lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi kering dan
kehilangan kejernihannya kerana terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea.
Pada stadium yang lanjut, kornea menjadi lebih keruh, terbentuk infiltrat, berlaku pelepasan
sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan pecahnya kornea. Mata juga dapat
terkena infeksi. Tahap akhir dari gejala mata yang terinfeksi adalah keratomalasia (kornea
melunak dan dapat pecah), sehingga menyebabkan kebutaan total.5,13
Mukus melindungi sel-sel epitel dari mikroorganisme dan partikel lain yang berbahaya. Di
bagian atas saluran pernapasan, sel-sel epitel secara terus-menerus menyapu mukus keluar,
sehingga benda-benda asing yang mungkin masuk akan terbawa keluar. Bila terjadi infeksi,
12
sel-sel goblet akan mengeluarkan lebih banyak mukus yang akan mempercepat pengeluaran
mikroorganisme tersebut.11,12,13
Retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B, yaitu leukosit yang
berperan dalam proses kekebalan humoral. Sel B adalah sel yang dimatangkan oleh proses
penciptaan sumsum tulang dan bekerja melalui hasil dari molekul kimia yang kemudian
dikenal dengan antibodi. Antibodi ini mencoba untuk mengaitkan dirinya dengan antigen,
dimana sel B akan mencoba mencari dan memusnahkannya lalu menandainya untuk
dihancurkan melalui proses kimia. Karena itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi.4,8
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun, sehingga mudah
terserang infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel yang menutupi paru-paru
tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus
yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini terjadi pada permukaan dinding usus halus,
akan menyebabkan diare.8,11,12
Vitamin A mempunyai peranan penting pada sintesis protein yaitu pembentukan RNA
sehingga berperan terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan
tulang dan sel epitel yang membentuk email gigi. Pada orang yang kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak-anak yang
kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan pertumbuhan.
Menurut Thurnham (1993), vitamin A dan besi masing-masing berikatan dengan RBP dan
transferrin. Jika terjadi infeksi, maka kedua jumlah protein ini akan berkurang. Zat anti
infeksi dari vitamin A bekerja untuk menekan infeksi dan mengurangi penurunan protein. Hal
ini menunjukkan bahwa vitamin A berperan dalam mobilisasi zat besi dari hepar menuju
jaringan.3,10
13
Pada keadaan dimana terjadi defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan mobilisasi zat besi
dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar ferritin. Gangguan mobilisasi zat besi juga
akan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma,dimana hal ini akan mengganggu
proses sintesis hemoglobin sehingga akan menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah.3,11
Defisiensi vitamin A kronis mengakibatkan anemia serupa seperti yang dijumpai pada
defisiensi besi, ditandai dengan Mean Corpuscular Volume (MCV) Dan Mean Corpuscular
Haemoglobin Concentration ( MCHC) Rendah, terdapat anisositosis dan poikilositosis, kadar
besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin) didalam hati dan sumsum tulang meningkat.
KVA menghambat penggunaan kembali besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan
transferin dan mengganggu mobilisasi besi.2,10,11
Gejala Klinis :
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh
tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang
karakteristik langsung terlihat pada mata.2,11,13
Buta senja merupakan gejala awal dari KVA. Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila
tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul
bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.5,13
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO 1996 sebagai berikut:
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata,
termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang
14
berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa latin) berarti “mata kering”, karena terjadi
kekeringan pada selaput selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.2,12
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik.
Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam
beberapa hari bisa berubah menjadi keratomalasia. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh
tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi
(kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
a) Buta senja – XN
• Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-
remang setelah lama berada di cahaya terang 6,8
• Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
• Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur benda
didepannya, karena tidak dapt melihat
• Anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta
senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan di
tempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di
depannya 5,13
• Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam
• Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan
15
c) Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot = X1B
• bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
• Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva
• Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut
• Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik 5,9
d) Xerosis Kornea = X2
16
e) Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3A, X3B
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan prolaps jaringan isi bola
mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang
cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui
tahap-tahap awal xeroftalmia.7,9,11,13
Kelainan kulit umumnya terlihat pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian
belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Keratinisasi pada kulit dan
selaput lendir dalam, pernapasan, GI, dan saluran kemih dapat terjadi. Imunitas umumnya
terganggu.2,6,13
17
Semakin muda pasien, semakin parah dampak dari kekurangan vitamin A. Keterbelakangan
pertumbuhan dan infeksi umumnya terjadi pada anak-anak. Tingkat kematian bisa melebihi
50% pada anak-anak dengan kekurangan vitamin berat.
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis kornea (X2), dimana
penglihatan masih dapat disembuhkan, pengobatan dimulai sejak penderita ditemukan (hari
pertama) dengan memberikan kapsul vitamin A sesuai dengan usia. Bayi kurang dari 5 bulan
diberikan 1/2 kapsul biru (50.000 SI), bayi usia 6-11 bulan diberikan 1 kapsul biru (100.000
SI), dan anak usia 12-59 bulan diberikan 1 kapsul merah (200.000 SI). Lalu pada hari kedua
berikan 1 kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti ketentuan. Dua minggu kemudian,
penderita kembali diberikan kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti ketentuan.12,13
Pada keadaan xerosis corneae, keratomalacia, dan ulcus corneae, anak dapat diberikan tetes
mata antibiotik tanpa kortikosteroid oleh dokter dengan cara diteteskan pada bagian kelopak
mata. Pengobatan vitamin A juga harus disertai dengan perbaikan gizi, serta pengobatan
antibiotik sebagai pengobatan tambahan untuk mencegah infeksi sekunder.
18
kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi usia 6-11 bulan
kpsul merah (200 000 SI) untuk anak balita dan ibu nifas
2. Non medikamentosa
Pengobatan untuk KVA subklinis meliputi konsumsi makanan kaya vitamin A, seperti hati,
daging sapi, ayam, telur, susu yang diperkaya, wortel, mangga, ubi jalar, dan sayuran berdaun
hijau. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran per hari dianjurkan untuk menyediakan
distribusi komprehensif karotenoid. Berbagai makanan, seperti sereal , kue, roti, biskut, dan
bar sereal gandum, sering diperkaya dengan 10-15% dari RDA vitamin A.8,13
19
Komplikasi :
1. Kebutaan
Gejala awal dari defisiensi vitamin A adalah anak tidak lagi dapat melihat dengan jelas di
sore hari, disebut sebagai buta senja. Tahapan selanjutnya jika defisiensi vitamin A terus
berlanjut adalah xerosis konjungtiva (bagian putih mata kering, kusam, tidak bersinar),
bercak bitot (bercak seperti busa sabun), xerosis kornea (bagian hitam mata kering,
kusam, dan tidak bersinar), keratomalasia (sebagian dari hitam mata melunak seperti
bubur), ulserasi kornea (seluruh bagian hitam mata melunak seperti bubur), xeroftalmia
scars (bola mata mengecil atau mengempis), dan akhirnya menjurus buta permanen.8,11
Vitamin A interaksi dengan besi. Nilai hemoglobin berkurang dengan pola yang sama
dengan plasma vitamin A dan vitamin A yang cukup juga meningkatkan nilai hemoglobin
seiring dengan kenaikan vitamin A. Mekanisme interaksi antara vitamin A dan besi
adalah terjadinya gangguan mobilisasi pada besi dari hati dan/atau penggabungan besi ke
eritrosit bila terjadi defisiensi vitamin A. Vitamin dan β-karoten dapat membentuk suatu
kompleks dengan besi untuk membuatnya tetap larut dalam lumen usus halus dan
mencegah efek penghambat dari fitat dan polifenol pada absorpsi besi.10,11,13
Pencegahan :
Kekurangan vitamin A dapat dicegah dengan diet makanan yang kaya akan vitamin A atau
beta-karoten sebagai komponen diet seharian. Diet harus mencakup sayuran berdaun hijau,
buah-buahan misalnya, pepaya, jeruk, wortel, dan sayuran kuning (misalnya, labu, labu. Susu
yang diperkaya vitamin A-diperkaya dan sereal, hati, kuning telur, dan minyak ikan turut
membantu. Karotenoid diserap lebih baik bila dikonsumsi dengan beberapa makannan yang
20
mengandungi lemak. Jika bayi dicurigai alergi susu , mereka harus diberi vitamin A yang
cukup dalam susu formula.2,3,4
Prinsip dasar lain untuk mencegah KVA adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup
untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan campak. Selain itu perlu
memperhatikan kesehatan secara umum. Berikut beberapa langkah lain yang dapat dilakukan
untuk mencegah KVA :
Prognosis :
Jika pasien masih tahap xerosis kornea (X2), pengobatan yang tepat dapat
menyembuhkan sepenuhnya dalam beberapa minggu. Penyembuhan sempurna biasanya
terjadi dengan pengobatan tiap hari.3,6,7
Gejala dan tanda KVA biasanya menghilang dalam waktu 1 minggu setelah pemberian
vitamin A dihentikan
21
Lesi pada mata akan mengancam penglihatan (25% benar-benar buta, dan sisanya
sebagian buta).
Mortalitas pada kasus-kasus yang berat mencapai 5O%atau lebih kerana sering disertai
oleh malnutrisi yang berat (PEM) 5,11,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2006.h.1955-1965
2. Helen M. Barker. Nutrition and Diabetetics for Health Care. Tenth Edition. United
Kingdom : Churchill Livingstone; 2006.p.31-44
3. Hubungan Status Vitamin A dengan Feritin Serum dan Hemoglobin Ibu. 2006 diundah
dari URL :
http://eprints.undip.ac.id/
4. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbitan
FKUI; 2008. h.769-783
5. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI;
2009.h.141-142, 225
http://asic.lib.unair.ac.id/journals/
7. Achmad Djaeni Sediaoetama. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
Jilid I. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat; 2008.h.105-119
http://www.nutritionj.com/
9. Stephen J. McPhee, Maxine A.Papadakis. Current Medical Diagnosis and Treatment. 48th
Edition. United States : Mc Graw Hill Medical; 2009.p.452-455
22
http://www.cdc.gov/nutrition
11. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Saviitri. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3.
Jakarta : Media Aesculapius; 2007. h.520-522
http://emedicine.medscape.com
13. Sidarta Ilyas, Muzakkir Tanzil, Salamun, Zainal Azhar. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; 2008.h.1,118-119,202-204
23