Anda di halaman 1dari 13

Pengertian dan Klasifikasi Kromatografi

Sejarah Kromatografi
Kromatografi pertama kali diperkenalan pada tahun 1906 oleh Michael Tswett,
seorang ahli botani berkebangsaan Rusia di Warsawa. Tswett menerbitkan tulisan
mengenai pemisahan klorofil dan pigmen-pigmen lain dari ekstrak tanaman. Cara
yang dilakukan oleh Tswett adalah membuat suatu kolom yang terbuat dari tabung
gelas panjang yang diisi oleh serbuk kalsium karbonat (CaCO3).
Petroleum eter (PE) yang mengandung ekstrak tanaman kemudian dimasukkan
pada bagian atas kolom. Ekstrak ini kemudian dielusi dengan PE. Ekstrak bergerak
ke bawah dan ternyata dapat memunculkan beberapa pita dengan warna yang
berbeda-beda dari mulai hijau, kuning, hingga merah. Dengan melepas packing
secara hati-hati dari dari tabung gelasnya, ia dapat mengekstrak kembali komponen-
komponen itu secara terpisah, kemudian menidentifikasikannya. Proses terbentuknya
pita-pita berwarna inilah yang melahirkan cikal bakal istilah kromatografi.
Kromatografi diambil dari bahasa Yunani, yaitu chromatus yang berarti warna dan
graphein yang berarti menulis. Meskipun demikian, pembentukan warna ini tidak
selalu menjadi ciri proses kromatografi yang saat ini semakin berkembang.
Definisi kromatografi
Secara umum kromatografi dapat didefinisikan sebagai proses yang berdasarkan
pada distribusi (pembagian/partisi) yang bersifat diferensial dari komponen sampel
diantara dua fase . Salah satu fase disebut fase diam/stasioner yang bertugas menahan
gerakan komponen sedangkan fase yang kedua disebut fase gerak/mobil yang
bertugas menggerakan komponen diantara fase diam. Secara teoritis dapat dikatakan
bahwa komponen seolah-olah terbagi (terdistribusi) dalam dua fase yang selalu
berada dalam suatu kesetimbangan kimia yang dinamis.
Komponen dalam fase diam Komponen dalam fase gerak
Setiap komponen berbeda sifat dan kemampuannyaterhadap fasa diam dan
berbeda pula terhadap fasa gerak, perbedaan ini yang menyebabkan komponen
menjadi terpisah. Beberapa teknik pemisahan yang dilakukan secara kromatografi
dapat dilihat pada Gambar 2.
Kromatografi

Sampel
Kolom Pelat

Fase gerak cair Fase gerak gas Fase gerak cair

Kromatografi Kromatografi
Gas-Cair (GLC) Kertas

Kromatografi
Gravitasi Tekanan Lapisan Tipis

Kromatografi Rendah
Kromatografi
adsorpsi Permeasi gel
/Filtrasi gel

Kromatografi Flash Sedang


Multiple Kromatografi
Column

Kromatografi Kromatografi Tinggi


Afinitas Cair Kinerja
Tinggi (HPLC)

Gambar 2. Teknik pemisahan yang dilakukan secara kromatografi


Tujuan Kromatografi
 Pemurnian
 Isolasi
 Identifikasi (Analisis Jenis)
 Analisis Kuantitatif (Jumlah)
Klasifikasi Kromatografi
Klasifikasi kromatografi saat ini bermacam-macam tergantung cara
mengklasifikasikannya.
A. Berdasarkan mekanisme retensi
Berdasarkan mekanisme retensi kromatografi terbagi kedalam kromatografi
adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi pertukaran ion dan elektroforesis.
a. Kromatografi Adsorpsi
Disebut kromatografi adsorpsi bila komponen-komponen dalam sampel
berpindah dari fase gerak ke fase diam dimana komponen tersebut teradsorpsi
secara selektif pada permukaan fase diam. Pada kromatografi adsorpsi biasanya
digunakan silika gel atau alumina sebagai fase diam (padat) dan pelarut organik
sebagai fase gerak (cair).
Contoh: Kromatografi kolom Tswett, kromatografi pertukaran ion, dan
kromatografi filtrasi gel.
b. Kromatografi Partisi
Kromatografi ini berdasarkan pada penyebaran diferensial komponen cuplikan
antara dua fase. Kromatografi partisi berbeda dari kromatografi adsorpsi dalam
hal dua fase cair yang digunakannya sedangkan komponen cuplikan memiliki
berbagai derajat kelarutan.
Contoh: Kromatografi kertas dan kromatografi lapisan tipis.
c. Kromatografi pertukaran ion
Proses pertukaran ion terjadi karena fase diam dapat ditukar ion-nya dengan
komponen (suatu ion juga).
Contoh: Demineralisasi air, dimana ion H+ (kation) dalam air dapat menukar H+
dari resin.
d. Elektroforesis
Pemisahan terjadi karena perbedaan migrasi komponen. Komponen yang
bermuatan listrik ditarik oleh kutub positif (+) dan kutub negatif (-).
Contoh: Pemisahan asam amino, dengan mengatur pH muatan asam amino
dapat diatur (+) atau (-) sehingga arah dan kecepatan migrasi dapat
diubah-ubah.
B. Berdasarkan konfigurasi secara fisik
Pada klasifikasi ini kromatografi digolongkan menjadi dua yaitu kromatografi
planar dan kromatografi kolom. Pembagian jenis ini sering disebut dengan
kromatografi konvensional yang merupakan perkembangan awal dari kromatografi.
a. Kromatografi planar
Pengertian planar disisni adalah bahwa fasa diamnya disangga oleh suatu bahan
yang berbentuk segi empat/bentuk lain yang datar.
Contoh: Kromatografi kertas dan kromatografi lapisan tipis.
b. Kromatografi kolom
Pengertian kolom pada pembagian ini, fase diam disangga oleh suatu bahan
yang berbentuk kolom.
Contoh: Kromatografi kolom Tswett (kolom gelas) dan HPLC, GC dan GLC
(kolom baja).
C. Berdasarkan wujud fase diam dan fase gerak
Fase diam dapat berupa cairan dan padatan sedangkan fase geraknya dapat berupa
cairan atau gas. Dengan demikian kromatografi dapat digolongkan menjadi empat
jenis, seperti yang terlihat pada Tabel 1,yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi kromatografi bedasarkan wujud dari fase diam dan fase gerak
Jenis kromatografi Fase diam Fase gerak Contoh
Cair-Cair Cair Cair Kromatografi kertas dan KLT
Cair- Padat Padat Cair Kromatografi kolom Tswett
Gas-Cair Cair Gas Krmatografi gas-cairan (GLC)
Gas-Padat Padat Gas Kromatografi gas padatan (GSC)
Jenis kromatografi cair-cair dan cair padat disebut juga kromatografi cair.
Kromatografi cair dapat dilakukan dalam sistem planar sedangkan kromatografi gas
hanya dapat digunakan dengan teknik kolom.

Parameter Dalam kromatografi kertas atau kromatografi lapisan tipis


1. Rf (Retardation factor)
Rf menyatakan perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh suatu komponen
dalam suatu sampel dengan jarak yang ditempuh pelarut/eluen.
Rf = Jarak komponen dari garis start
Jarak eluen dari garis start

Untuk lebih jelasnya perhitungan Rf dapat mengacu pada Gambar 2. Nilai Rf khas
untuk suatu zat dalam suatu sistem kromatografi tertentu. Bila Rf zar = Rf standar,
maka zat yang diidentifikasi sama dengan standar

Eluen Garis finish

Komponen

Standar

Garis start
Gambar 3. Perbandingan jarak komponen, standar, dan eluen
2. Rst
Rst menyatakan mbolitas relatif komponen terhadap sandar dalam satu sistem
pelarut yang sama. Dirumuskan dengan:
Rs = Jarak komponen dari garis start
Jarak standar dari garis start
Kromatografi Kertas
Prinsip PC
Prinsip pemisahan dalam kromatografi kertas adalah kromatografi partisi.
Sampel dipisahkan berdasarkan interaksinya diantara dua pelarut yang tidak saling
bercampur berdasarkan kelarutan relatifnya. Dalam kromatografi kertas, lembaran
kertas digunakan sebagai fase inert. Kertas yang digunakan biasanya mengandung
selulosa murni dan tidak mengandung lignin, tembaga, atau pengotor lainnya.
Fase diam : Air yang terikat pada struktur selulosa dan mengisi ruang dalam kertas.
Fase gerak : Pelarut pengembang, Pemilihan pelarut ini tergantung pada sifat dari
komponen yang dipisahkan. Sering diperlukan campuran 2 atau 3
pelarut.
Komponen yang kelarutan dengan airnya tinggi atau memiliki kapasitas ikatan
hidrogen yang paling besar bergerak lebih lambat sepanjang kertas sementara yang
kurang polar akan berjalan lebih cepat seperti laju pelarutnya. Besaran yang
digunakan untuk mencirikan posisi komponen-komponen sampel (aspek kualitatif)
adalah nilai faktor hambatan (retardation factor) atau lebih dikenal dengan nilai Rf,
yang didefinisikan sebagai:
Rf = Jarak migrasi komponen (DA)
Jarak migrasi pelarut (DS)

Pemisahan yang baik dihasilkan ketika Rf yang diperoleh berkisar antara 0,4-0,8.
Dalam industri makanan, kromatografi kertas biasanya digunakan untuk
memisahkan komponen yang kepolarannya tinggi seperti gula, asam amino, dan
pigmen alam.

Teknik Kromatografi Kertas


Teknik kromatografi terbagi menjadi teknik menaik, teknik menurun, teknik dua
dimensi dan teknik fase terbalik.

Teknik Menaik (Ascending Development)


Dalam teknik menaik, kertas dicelupkan secara vertical dalam bejana
pengembang dan totolan sample terbawa kearah atas sejalan dengan naiknya pelarut
yang disebabkan oleh aksi kapiler.
Kekuranagan cara menaik ini adalah panjang kertas terbatas hanya 20-25 cm
sehingga pemisahannya juga terbatas karena adanya gaya gravitasi. Sedangkan
keuntungannya memerlukan peralatan yang sederhana.
Teknik Menurun (Descending Development)
Pada teknik menurun, kertas dicelupkan secara vertical tetapi pelarut merambat
dari atas ke bawah. Sampel ditotolkan di bagian atas kertas dan pelarut bergerak dari
atas ke bawah melewati sample. Gerakan pelarut disebabkan oleh gaya gravitasi.
Teknik ini memungkinkan terjadinya pemisahan dengan jarak yang lebih
panjang dan resolusi pemisahan semakin bertambah.

Teknik Dua Dimensi (Two-Dimensional Development)


Dalam teknik dua dimensi, sample ditotolkan pada salah satu sudut kertas. Suatu
system pelarut digunakan untuk memisahkan sample secara satu arah. Setelah kertas
dikeringkan kemudian diputar 90o dan dielusi dengan sistem pelarut yang kedua.
Keuntungan dari teknik ini adalah derajat pemisahan yang tinggi.
Visualisasi Komponen
Setelah proses elusi selesai, batas akhir dari gerak pelarut pengelusi diberi tanda.
Komponen-komponen yang telah melewati proses pemisahan dapat dideteksi dengan
berbagai cara seperti penyemprotan dengan pereaksi pembentuk warna, dengan uap
iodium, penyinaran dengan radiasi sinar ultra violet dan sebagainya.

Prinsip Dasar Kromatografi Lapisan Tipis

Prinsip TLC
KLT merupakan penerapan dari kromatografi adsorpsi. Fase diamnya adalah
lapisan pelarut/ pengembang yang teradsorpsi pada permukaan adsorben sedangkan
fase geraknya adalah bagian dari pelarut/ pengembang yang berfungsi menggerakan
komponen. Adsorben dilapiskan sebagai lapisan tipis pada pelat datar berupa gelas,
plastik, atau logam. Sejumlah kecil campuran yang akan dianalisis ditotolkan pada
bagian bawah pelat KLT. Pelat KLT kemudian ditempatkan pada bejana pengembang
(chamber) yang telah jenuh dengan eluen pengembang. Eluen bergerak ke atas
karena aktivitas kapiler.
KLT merupakan metode pemisahan yang sederhana, cepat, dan murah. KLT
dapat memberikan informasi mengenai berapa banyak komponen yang terdapat
dalam suatu campuran dan juga dapat digunakan untuk tujuan identifikasi dengan
cara membandingkan nilai Rf komponen yang terpisah dengan Rf komponen yang
diketahui (Rf standar) dalam sistem KLT yang sama.

Adsorben TLC
Empat macam adsorben yang umum digunakan untuk KLT ialah silika gel,

alumina (aluminium oxyde), kieselguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari

keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika gel.

1. Silika gel
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu:
a. Silika gel G
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13% kalsium sulfat sebagai zat
perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi.
Kandungan ion besi ini dapat dihilangkan dengan mengembangkan pelat KLT silika
gel G dengan sistem pelarut metanol:asam HCl pekat 9:1. Ion besi akan bergerak
bersama zat pelarut sampai ke ujung pelat. Untuk selanjutnya pelat tersebut
dikeringkan dan diaktifkan kembali.
b. Silika gel H
Perbedaan silika gel G dengan silika gel H ialah bahwa silika gel H tidak

mengandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang

bersifat spesifik, terutama lipida netral. Dengan menggunakan silika gel ini dapat

dipisahkan berbagai digliserida seperti 1,2 digliserida dari 1,3 digliserida. Begitu

juga fosfatidil gliserol dari poligliserida fosfat.

c. Silika gel PF
Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa

sehingga senyawa-senyawa organik yang terikat pada pelat ini dapat mengadakan

fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan

pelat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultraviolet
yang bergelombang pendek. Dalam menggunakan silika gel sebagai adsorben KLT

untuk senyawa-senyawa yang netral, pelat KLTnya perlu mengalami aktivasi terlebih

dahulu. Senyawa organik yang bersifat basa dipisahkan dengan pelarut yang

mengandung ammonium hidroksida atau dietilamin. Sebaliknya untuk senyawa-

senyawa yang asam digunakan zat pelarut yang mengandung asam cuka. Bila sistem

pelarut untuk pengembangan mengandung air, maka pelat KLTnya tidak perlu

mengalami aktivasi.

2. Alumina
Penggunaan alumina dalam KLT tidak sesering silika gel. Alumina netral
mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyaw seperti
terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisiklik, alifatik, serta aromatik.
Sebagai adsorben alumina tidak mengandung zat perekat, mempunyai sifat sedikit
alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.
3. Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina,
oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. Nama lain
kieselguhr adalah diatomaceous earth. Kieselguhr dibuat dari alga yang sangat kecil
yang disebut dengan diatom.
4. Selulosa
Selulosa adalah sebuah polimer rantai panjang dari sakarida yang dihubungkan
oleh ikatan -1-4. Gugus OH dalam struktur selulosa dapat bereaksi dengan gugus
lain seperti asetil dan karboksimetil untuk menghasilkan selulosa termodifikasi
dengan aktivitas yang berbeda-beda. Tabel 1 di bawah ini secara ringkas
menunjukkan sifat-sifat dari ketiga adsorben yang disebutkan di atas.

Pemilihan Pelarut
Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka yang sudah ada berdasrkan
pengalaman para peneliti terdahulu atau dicari sendiri dengan cara memadukan
beberapa pelarut sampai diperoleh komposisi eluen yang dapat memisahkan sampel
paling baik. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like
dissolves like. Pemilihan system pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk
memisahkan sample yang bersifat non polar digunakan system pelarut yang bersifat
non polar juga. Sebagai contoh misalnya pemisahan berbagai kelas lipida dapat
dilaksanakan dengan menggunakan system pelarut heksana: eter: asam cuka =
80:20:1. Penggunaan system pelarut yang lebih polar akan membawa semua lipida
netral ke ujung zat pelarut

Interaksi Komponen dengan Adsorben

Kuatnya ikatan antara adsorben dengan komponen (organik) yang dipisahakan


tergantung pada kekuatan dari jenis interaksi yang terjadi antara adsorben
dengan komponen. Ada 5 jenis interaksi antar adsorben dengan komponen
yaitu: ion-dipol, dipol-dipol, ikatan hidrogen, dipol induksi dipol, dan gaya van
der Waals. Pada silika gel interaksi yang dominan adalah dipol-dipol. Molekul
dengan kepolaran yang lebih tinggi akan berinteraksi kuat dengan gugus polar
dari Si-O dari adsorben dan akan cenderung menempel/ teradsorbsi pada
adsorben, sementara komponen yang kurang polar akan bergerak melewati
adsorben dengan cepat dibanding komponen yang polar.

Nilai Rf
Nilai Rf menunjukkan seberapa jauh komponen bergerak dalam pelat
dibandingkan dengan perherakan pelarut.
Rf = Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh eluen
Sebagai contoh, jika komponen bergerak sejauh 2.1 cm dari garis start dan eluen
bergerak sejauh 2.8 cm, maka nilai Rf nya adalah 0.75:

Nilai Rf dari suatu komponen adalah konstan selama kondisi kromatografi berikut
dijaga konstan:

 sistem pelarut
 adsorben
 ketebalan adsorben
 jumlah sampel yang ditotolkan
 suhu
Jika kondisi kromatografi sulit untuk dijaga konstan maka kita bisa menggunakan
nilai Rf relatif (Rs), artinya nilai Rf komponen dilaporkan sebagai nilai relatif
terhadap standar pada pelat dan waktu analisis yang sama. Nilai Rf yang besar
artinya jarak yang ditempuh oleh komponen dalam pelat KLT jauh. Jika kita
membandingkan dua komponen yang berbeda dalam suatu kondisi kromatografi
yang sama maka komponen dengan Rf yang besar lebih bersifat kurang polar karena
interaksinya dengan adsorben polar kurang kuat. Dengan demikian komponen
dengan polaritas yang rendah akan memiliki nilai Rf yang besar dibandingkan
komponen polar dalam suatu pelat yang sama.

Visualisasi
Visualisasi dimaksudkan untuk melihat komponen penyusun yang sudah terpisah
setelah proses pengembangan. Jika komponen yang terpisah berwarna maka bisa
langsung ditandai dengan pensil, tetapi jika tidak berwarna diperlukan perlakuan
fisika atau kimia untuk memperlihatkan keberadaan komponen tersebut pada
kromatogram.

Prinsip Dasar kromatografi Kolom (CC)

PRINSIP KROMATOGRAFI KOLOM


Kromatografi kolom umumnya digunakan sebagai teknik pemurnian untuk
mengisolasi komponen yang diinginkan dari suatu campuran. Dalam kromatografi
kolom, fase diam (adsorben padat) ditempatkan secara vertical dalam kolom gelas
dan fase gerak (cairan) ditempatkan pada bagian atas kolom dan bergerak ke bawah
melewati kolom (karena gravitasi atau tekanan eksternal). Sampel yang akan
dianalisis dimasukkan ke bagian atas kolom. Eluen ditambahkan ke dalam kolom dan
bergerak ke bawah melewati kolom. Keseimbangan terjadi antara komponen yang
teradsorpsi pada adsorben dengan pelarut yang terelusi mengalir melewati kolom.
KLASIFIKASI KROMATOGRAFI KOLOM
1. Berdasarkan interaksi komponen dengan adsorben
Ada 4 jenis kromatografi yang termasuk ke dalam kelompok ini yaitu:
kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pertukaran ion, dan
kromatografi filtrasi gel. Secara umum dapat digambarkan bahwa kromatografi
tersebut dilaksanakan dalam suatu kolom ynag diisi dengan fase diam yang porous.
Cairan dipakai sebagai fase gerak untuk mengelusi komponen sampai ke luar dari
kolom.
a. Kromatografi adsorbsi
Dalam kromatografi adsorbsi, komponen yang dipisahkan secara selektif
teradsobsi pada permukaan adsorben yang dipakai untuk bahan isian kolom.
b. Kromatografi partisi
Dalam kromatografi partisi, komponen yang dipisahkan secara selektif
mengalami partisi antara lapisan cairan tipis pada penyangga padat yang
bertindak sebagai fase diam dan eluen yang bertindak sebagai fase gerak.
c. Kromatografi pertukaran ion
Kromatografi pertukaran ion memisahkan komponen yang berbentuk ion.
Komponen-komponen tersebutyang terikat pada penukar ion sebagai fase
diam secara selektif akan terlepas/ terelusi oleh fase gerak.
d. Kromatografi filtrasi gel
Dalam kromatografi filtrasi gel, kolom diisi dengan gel yang permeabel
sebagai fase diam. Pemisahan berlangsung seperti proses pengayakan yang
didasarkan atas ukuran molekul dari komponen yang dipisahkan.

2. Berdasarkan gaya yang bekerja pada kolom


Kromatografi kolom kategori ini tergantung pada bagaimana eluen bergerak
melewati kolom, terdiri dari kromatografi kolom gravitasi (gravity column
chromatography) dan kromatografi kolom tekanan (flash chromatography)
a. Kromatografi kolom gravitasi
Dalam kromatografi kolom gravitasi, eluen bergerak berdasarkan gaya
gravitasi atau perkolasi.
b. Kromatografi kolom tekanan
Dalam kromatografi kolom tekanan, eluen bergerak karena adanya pemberian
tekanan pada kolom. Tekanan yang diberikan tidak terlalu rendah dan tidak
terlalu tinggi.

Adsorben
Silika gel (SiO2) dan alumina (Al2O3) adalah 2 adsorben yang paling umum
digunakan untuk kromatografi kolom (Gambar 1). Adsorben tersebut banyak dijual
dengan ukuran (mesh) yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan oleh nomor pada
label botolnya. Misalnya “silica gel 60” atau “ silica gel 240-400”. Nomor 60, 230,
dan 400 menunjukkan ukuran mesh dari serbuk silica yang telah lolos dari pengayak
(Test Sieve). Jika ukuran mesh lebih besar, berarti ukuran silica tersebut lebih kecil.
Ukuran partikel dari adsorben sangat berpengaruh pada bagaimana eluen bergerak
melewati kolom. Partikel yang lebih kecil (mesh lebih besar) digunakan untuk
kromatografi kolom tekanan sedangkan adsorben dengan ukuran pertikel lebih besar
digunakan untuk kromatografi kolom tekanan. Sebagai contoh, silica gel dengan
ukuran mesh 70-230 digunakan untuk kolom gravitasi dan silica gel dengan ukuran
230-400 mesh untuk kolom tekanan.
Alumina lebih sering digunakan dalam kromatografi kolom disbanding
kromatografi lapisan tipis. Daya adsorbsi alumina dapat diatur dengan mengatur
jumlah air yang dikandung. Caranya ialah dengan mengeringkan alumina pada suhu
360oC selama 5 jam, kemudian membiarkan alumina kering tersebut menyerap air
sampai jumlah tertentu. Aktivitasnya tergantung dari kadar airny adan dinyatakan
dalam skala Brockman.

Tabel 1. Hubungan skala Brockmann dan kadar air alumina

Skala Brockmann Kadar air (%)


I 1
II 3
III 6
IV 10
V 15

Alumina ada dalam 3 bentuk sediaan: asam, netral, dan basa. Bentuk netral dengan
skala Brockmann II dan III dengan ukuran 150 mesh paling umum digunakan.
Pelarut
Pelarut mempunyai peranan yang penting dalam mengelusi sampel yang dapat
menentukan keberhasilan pemisahan secara kromatografi kolom. Pelarut yang
mampu menjalankan elusi terlalu cepat tidak akan mampu mengadakan pemisahan
ynag sempurna. Sebaliknya elusi yang terlalu lambat akan menyebabkan waktu
retensi yang terlalu lama.
Sistem pelarut dengan kepolaran yang bertingkat sering juga digunakan untuk
mengelusi kolom. Dalam hal ini pelarut ynag pertama kali digunakan adalah pelarut
non polar untuk mengelusi komponen yang kurang polar. Pelarut yang lebih polar
ditambahkan untuk mengelusi komponen yang lebih polar

Anda mungkin juga menyukai