Anda di halaman 1dari 33

BAB 7

KROMATOGRAFI

A. Pendahuluan
Kromatografi berasal dari kata chroma (warna) dan graphein (penulisan), merupakan
suatu teknik pemisahan fisika yang memanfaatkan perbedaan yang kecil dari sifat-sifat fisika
komponen yang akan dipisahkan. Istilah kromatografi (penulisan warna) mula-mula
dikenalkan oleh seorang botani Rusia Mikhail Semenovie Tsweett pada tahun 1908 untuk
memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter
dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Dalam perkembangannya istilah
penulisan warna tidak lagi relevan sehingga pengertiannya pun berkembang pula.
Sejarah perkembangan kromatografi diringkas dalam Tabel 7.1. Saat ini kromatografi
merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang
kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif,
kuantitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya.
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary
piwse) dan fase gerak (mobile phase).
Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan
mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik
maupun komponen anorganik. Kromatografi adalah teknik pemisahan fisika suatu campuran
zat-zat kimia berdasarkan pada perbedaan perpindahan masing-masing komponen campuran
yang terpisah pada fase diam yang dipengaruhi pergerakan fase yang bergerak. Beberapa sifat
fisika umum dari molekul yang dipakai sebagai azas teknik pemisahan kromatografi adalah:
1. Kecendrungan molekul untuk teradsorpsi oleh partikel-partikel padatan yang halus.
2. Kecendrungan molekul untuk melarut pada fase cair.
3. Kecendrungan molekul untuk teratsirikan.
Ada beberapa aspek kegunaan kromatografi yang menguntungkan dalam jajaran analisa
instrumen, antara lain:
1. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan dengan proses berlipat ganda. Artinya
selama proses kontak berlangsung kejadiannya berulanng kali kontak adsorpsi atau partisi
dari komponen-komponen yang dipisahkan.
2. Kromatografi dapat ditujukan preparatif (kromatografi produksi) dan tujuan analisa. Jadi
rentang kadar teknik kromatografi sangat halus.
3. Kromatografi untuk tujuan analisa memberikan ketelitian dan ketepatan yang sangat
memadai.
140
4. Metode-metode kromatografi kesemuanya dapat dilaksanakan dengan mudah dan cepat.
Untuk ini setiap kromatografawan harus memiliki dasar pengetahuan teori yang memadai
disamping mempunyai pengalaman dan keterampilan yang baik.
5. Biaya pelaksanaannya relatif murah dengan bahan yang mudah diperoleh.

B. Klasifikasi Kromatografi
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam terganutng pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan
menjadi: (a) kromatografi adsorbs; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion;
(d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi eksklusi ukuran; dan (f) kromatografi afinitas.
Tabel 7.1 Perkembangan Kromatografi (Sumber: Adamovics, 1997)
Tahun Ilmuwan Sumbangan
1903 Tsweett, M Memisahkan pigmen dari hijau daun menggunakan
CaCO3 dan menamakan proses ini kromatografi (tulisan
berwarna)
1938 Izmailov, N.A. dan Memperkenalkan kromatografi lapis tipis (TLC)
Sharaiber, M.S.
1940 Tsielius, A. Mengembangkan analisis penjerapan (adsorpsi) dan
elektroforesis. Memperoleh Nobel pada tahun 1948.

1941 Martin, A.J.P dan Pertama kali memperesentasekan suatu model yang
Synge, R.L.M dapat menggambarkan efisiensi kolom,
mengembangkan kromatografi cair-cair. Memperoleh
hadiah Nobel pada tahun 1951.
1944 Consden, R., Mengembangkan kromatografi kertas
Gordon, A.H. dan
Martin, A. J.P
1951 Cremer, E Memperkenalkan kromatografi gas-padat
1952 Martin, A.J.P dan Memperkenalkan kromatografi gas-cair
James, A.T
1957 Golay, M Mengembangkan kolom tubular terbuka
1958 Stahl, E Mengembangkan lagi kromatografi lapis tipis
1965 Giddings, J.C. Mengembangkan teori kromatografi
1967 Huber, J.F.K dan Memperkenalkan kromatografi cair kinerja tinggi
Hulsman, J.A.R.J (HPLC)

141
Gambar 7.1. Klasifikasi Kromotografi
Keterangan
SFC : Supercritical Fluid Chromatography
IEC : Ion Exchange Chromatography
GSC : Gas Solid Chromatography
EC : Exclusion Chromatography
GLC : Gas Liquid Chromatography
GPC : Gel Permiation Chromatography
LSC : Liquid Solid Chromatography
GFC : Gel Filtration Chromatography
LLC : Liquid-liquid Chromatography
TLC : Thin Layer Chromatography
BPC : Bonded Phase Chromatography
PC : Paper Chromatography
Dari sekian banyak metode yang tergabung dalam suatu teknik kromatografi ada dua
yang paling banyak dipakai di laboratorium analisa yaitu gas kromatografi (GC) dan
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).
Berdasarkan pada alt yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)
kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis yang keduanya sering disebut dengan
kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan (d) kromatografi gas
(GC). Berbagai macam teknik kromatografi dapat dilihat pada Tabel 7.2. Bentuk kromatografi
yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam
jumlah yang besar.
Tabel 7.2. Klasifikasi Teknik Kromatografi Utama
Teknik Fase diam Fase gerak Bentuk Mekanisme sorpsi
yang utama
Kromatografi kertas Kertas (selulosa) Cair Planar Partisi (adsorpsi,
pertukaran ion,
ekslusi)
Kromatografi lapis Silica, selulosa, resin penukar Cair Planar Partisi (adsorpsi,
tipis (KLT) ion, padatan yang porosnya pertukaran ion,
dikendalikan ekslusi)

142
Tabel 7.2. (Lanjutan)
Teknik Fase diam Fase gerak Bentuk Mekanisme sorpsi
yang utama
Kromatografi gas. Cair Gas Kolom Partisi (adsorpsi,
Kromatografi gas pertukaran ion,
cair (KGC) ekslusi)
Kromatografi gas Padat Gas Kolom Partisi
padat (KGP)
Kromatografi cair. Padatan atau fase terikat Cair Kolom Partisi yang
Kromatografi cair dimodifikasi
kinerja tinggi
(KCKT)
Kromatografi cair. Padatan dengan porositas yang Cair Kolom Eksklusi
Kromatografi dikendalikan
eksklusi ukuran
Kromatografi cair. Resin penukar ion atau fase Cair Kolom Pertukaran ion
Kromatografi terikat
penukar ion
Kromatografi cair. Pemilih kiral padat Cair Kolom Adsorpsi secara
Kromatografi kiral selektif
(sumber: kealey and Haines, 2002)

Kromatografi gas (GC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) merupakan teknik
kromatografi yang komplamenter karena kromatografi gas dapat digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen yang mudan menguap,
Sementara HPLC dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak
mudah menguap. Alat kedua kromatografi ini dapat digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen yang tidak mudah menguap. Alat kedua kromatografi ini dapat dikendalikan
dengan komputer dengan software yang canggih dan berkemampuan untuk memisahkan
sampai 100 komponen dalam campuran yang kompleks.
KCKT mempunyai berbagai bentuk yang sesuai untuk berbagai jenis solut yang
berbeda. Sebagai contoh, kromatografi pertukaran ion (ion exchange chromatography = IEC)
mampu memisahkan absolut anionik atau kationik dalam campuran. Kromatografi ukuran
eksklusi (exclusion size chromatography) dan kromatografi kiral merupakan jenis
kromatografi lain yang masing-masing mampu memisahkan solut dengan berat molekul
relatif tinggi dan enansiomer.

C. Dasar Kromatografi
Pemisahan secara kromatografi berhasil mengkombinasikan daya pisah kromatografi,
beban sampel (cuplikan) dan waktu analisa atau kecepatannya dapay digambarkan seperti
gambar di bawah ini.

143
Daya pisah

kecepatan kapasitas

Gambar 7.2. Hubungan Antara Daya Pisah, Kecepatan dan Kapasitas.


Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam batas tertentu, kita dapat mengubah
kondisi peisahan untuk memperbaiki salah satu dari ketiga hal itu dengan menghilangkan dua
hal yang lain. Pemisahan secara kromatografi bertujuan untuk memisahkan komponen sampel
dalam waktu yang tepat menjadi pita atau puncak ketika sampel itu melalui kolom.
Dasar kromatografi adalah upaya mengubah sistem keseimbangan distribusi dua fasa
dama keadaan statis menjadi sistem keseimbangan distribusi dua fasa yang dinamis.
Pemisahan komponen-komponen dalam sampel disebabkan oleh perbedaan afinitasnya
terdapat kedua fasa pada sistem kesetimbangan yang dinamis.

D. Migrasi dan Retensi Solut


Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya
(D) dan besarnya D ditentukan oleh aifinitas relatif solut pada kedua fase (fase diam dan fase
gerak) dalam konteks kromatografi, nilai D didefenisikan sebagai perbandingan konsentrasi
solut dalam fase diam (Cs) dan dalam fase gerak (Cm).
𝐶𝑠
D=𝐶𝑚 ........................................................................................ 7.1

Jadi semakin besar nilai D, maka migrasi solut semakin lambat; dan semakin kecil
nilai D maka migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut perbandingan
distribusinya jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-
campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan.

E. Pemisahan Pada Kolom (Kromatografi Cair dan Gas)


Pada pemisahan campuran-campuran dalam kolom, solut-solut dicirikan dengan
waktu (tR) dan faktor retensi (k’) yang berbanding lurus dengan nilai D. Waktu retensi
merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan solut untuk melewati kolom. Waktu retensi (t R)
dan faktor retensi (k’) dihubungkan oleh persamaan berikut:
tR = tM ( 1 + k’ ) ........................................................................ 7.2

144
tM (kadang-kadang ditulis dengan tQ dan dikenal sebagai waktu mati)
merupakan waktu yang dibutuhkan oleh solut yang tidak tertahan untuk melewati kolom.
Solut yang tidak tertahan untuk melewati kolom. Solut yang tidak tertahan akan termigrasi
dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak, karenanya perbandingan distribusi (D) dan
faktor retensinya adalah 0. Jadi t R = tM. Solut-solut yang mempunyai nilai D dan k’ > 0 akan
bertahan secara proporsional dan akan mempunyai waktu retensi yang lebih besar daripada t M,
misal:

jika k’= 1 tM = 2tM


jika k’ = 2 tR = 3tM, dan seterusnya.
Kondisi kromatografi umumnya diatur sedemikian rupa sehingga nilai k’ < 20 untuk
menghindari waktu retensi yang terlalu panjang. Nilai k’ dapat dihitung dengan menyusun
ulang persamaan di atas:
( 𝑡𝑅−𝑡𝑀 )
tR = tM ( 1 + k’ ) = ............................................................ 7.3
𝑡𝑀

dalam kromatografi ukuran eksklusi, solut dikarakterisasi dengan volume retensi (V R)


yang merupakan volume fase gerak yang dibutuhkan untuk mengelusi solut dari kolom.
Waktu retensi berbanding langsung dengan volume retensi pada kecepatan alir yang konstan
sehingga persamaan (7.3) di atas dapat ditulis kembali:
VR = VM ( 1 + k’ )........................................................................... 7.4
Sementara nilai k’dapat diganti dengan:
𝑉𝑠
k’ = D 𝑉𝑚 ........................................................................................ 7.5

Dengan menggabungkan kedua persamaan ini maka akan diperoleh:


V2R = V2M (1 + D) Vs / V2M........................................................ 7.6
Atau VR = VM + DVs...................................................................... 7.7
Vs dan Vm masing-masing merupakan volume fase diam dan volmue fase gerak dalam
kolom. Dalam persamaan (7.7) merupakan persamaan fundamental pada kromatografi kolom
karena berhubungan dengan volume retensi solut terhadap perbandingan distribusinya.

F. Pemisahan Kromatografi Planar (Kromatografi Kertas dan Kromatografi Lapis


Tipis)
Pemisahan kromatografi planar ini pada umumnya dihentikan sebelum semua fase
gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini

145
dikarakterisasikan dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Faktor
reardasi solu (Rr) didefenisikan sebagai:
1
Rf = ......................................................................................... 7.8
1+𝑘 ′

Gambaran untuk menghitung nilai Rf terdapat dalam Gambar 7.3 berikut

Nilai Rf dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana dalam persamaan (6.9):


𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑
Rf = .................................. 7.9
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

Nilai maksimum R, adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi
(D) dan faktor retensi (k’) = 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama
dengan fase gerak. Nilai minimum R adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi
titik awal di permukaan fase diam.

G. Proses Sorpsi
Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu
sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan desorpsi. Kedua
proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama pemisahan kromatografi
karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan
terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk
menjaga keadaan kesetimbangan ini.

Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat
dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran ion
dan eksklusi ukuran.
1. Adsopsi
Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan sekali-sekali
dikacaukan dengan proses absorbs yang berarti penyerapan keseluruhan. Adsorpsi pada

146
permukaan melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan
dipol-dipol dan penarikan yang diinduksikan oleh dipol. Solut akan bersaing dengan fase
gerak untuk berkaitan dengan sisi-sisi polar pada permukaan adsorben.
Silica gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunanya paling luas.
Permukaan silica gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol
bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen
dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.
Adanya air dalam atmosfer yang diserap oleh permukaan silica gel mampu
mendeaktifkan permukan silica gel karena air akan menutup sisi aktif silica gel. Hal seperti
ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 105 0C, meskipun demikian
reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembaban benar-benar dijaga
secara hati-hati. Beberapa adsorben yang sering digunakan diringkas dalam Tabel 7.3.
Tabel 7.3. Adsorben-Adsorben Pada Pemisahan Kromatografi (Diurutkan dari yang
relatif polar ke yang relatif paling non polar)
Alumina (Paling polar)
Karbon aktif (charcoal)
Silica gel
Magnesium silikat
Selulosa
Resin-resin polimerik (stiren/difenibenzen) (Paling non polar)

Semakin polar solut maka semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silica gel ini.
Solut-solut non polar (seperti hidrokarbon-hidrokarbon jenuh) tidak mempunyai afinitas
atau mempunyai sedikit afinitas terhadap adsorben polar, sementara solut-solut yang
terpolarisasi (seperti hidrokarbon-hidrokarbon tidak jenuh) mempunyai afinitas yang kecil
terhadap adsorben polar disebabkan adanya interaksi dipol atau interaksi-interaksi yang
diinduksi oleh dipol. Solut-solut polar, terutama yang mampu membentuk ikatan hidrogen,
akan terikat kuat pada adsorben karenanya butuh fase gerak yang cukup polar untuk
mengelusinya. Berikut adalah urutan polaritas solu-solut organik: < tiol < amin amida <
alkohol < fenol < asam-asam organik.
Adsorpsi solut oleh fase diam atau oleh adsorben sangat tergantung pada: (a) struktur
kimia solut atau adanya gugus aktif tertentu yang berinteraksi dengan adorben; (b) ukuran-
ukuran partikel adorben. Semakin kecil ukuran partikel adsorben, maka luas permukaannya
semakin luas sehingga interaksinya dengan solut juga semakin luas; (c) kelarutan solut
dalam fase gerak. Solut yang makin mudah larut dalam fase gerak akan semakin mudah
lepas dari fase diam. Sebagai contoh kekuatan adsorpsi dapat digambarkan dengan benzen

147
dan asetofenon. Benzen tidak mampu membentuk ikatan hidrogen dengan silanol,
sementara asetofenon mampu berikatan hidrogen dengan silanol sehingga benzen akan
terelusi lebih dahulu baru kemudian asetofenon.
Kedudukan gugus fungsional tertentu dalam suatu senyawa juga menentukan
interaksinya. Sebagai contoh adalah pemisahan antara o-dihidroksi benzen, m-dihidroksi
benzen dan p-dihidroksi benzen. Urutan kemampuan berinteraksi dengan adsorben silica
gel karena membentuk ikatan hidrogen adalah: posisi o- > posisi m- > posisi p-.
Sorpsi adsorpsi ini umumnya terjadi pada kromatografi padat cair sebagaimana dalam
kromatografi lapis tipis dan pada kromatografi gas-padat. Kromatografi yang berdasarkan
pada adsorpsi bermanfaat untuk memisahkan isomer-isomer posisi seprti senyawa-senyawa
aromatis disubstitusi 1,2-, 1,3- dan 1,4 dengan substitusi gugu-gugus polar, sementara itu
sekelompok senyawa homolog dengan polaritas yang hampir sama tidak dapat dipisahkan
sama sekali dengan kromatografi ini. Kromatografi kiral, salah satu jenis KCKT,
tergantung pada perbedaan adsorpsi dua atau lebih senyawa enansiomer dengan fase diam
kiral. Kromatografi gas padat merupakan kromatografi gas yang berdasarkan pada
mekanisme adsorpsi ini.
2. Partisi
Partisi merupakan proses sorpsi yang analog dengan ekstraksi pelarut. Fase diam cair
diikatkan padatan lapis tipis yang lemban (inerti). Karena fase diam cair diikatkan pada
padatan pendukung maka masih diperdebatkan apakah proses sorpsinya merupakan partisi
murni atau partisi yang dimodifikasi (modified partition) karena adsorpsi juga mungkin
terjadi. Dalam partisi yang sebenarnya (true partition) solut akan terdistribusi diantar dase
gerak dam fase diam sesuai dengan kelarutan relatif diantara keduanya. Mekanisme partisi
murni mungkin hanya terjadi dalam kromatografi gas-cair.
3. Pertukaran ion
Pertukaran ion merupakan proses yang mana solut-solut ion dalam fase gerak dapat
bertukar dengan ion-ionnnya yang bermuatan sama yang terikat secra kimiawi pada fase
diam. Fase diam dapat berupa padatan polimer yang permeable seperti resin organik yang
tidak larut atau silika yang dimodifikasi secara kimiawi. Fase diam ini mengandung gugus-
gugus dengan muatan yang tetap dan ion ion direfresentasikan dengan persamaan berikut;
Pertukaran anion : X” + R+ ~ - Y” + R+X”
Pertukaran kation: X+ + R+Y ~ - R+ + YX+
R merefresentasikan resin atau silika polimerik; X” dan X+ masing-masing merupakan
solut kation dan anion.
148
Seperti ditunjukkan reaksi di atas, pada kromatografi penukar anion, ion cuplikan X”
akan bersaing dengan ion fase gerak Y” terhadap bagian ionik pada penukar ion R.
Sementara itu dalam kromatografi penukar kation, maka kation cuplikan X + akan bersaing
dengan kation fase gerak Y+. Pemisahan pertukaran ion sederhana didasarkan pada
perbedaan kekuatan interaksi ion terlarut akan keluar lebih dahulu. Sebaliknya, jika ion
terlarut berinteraksi secara kuat dengan resin daripada ion pada fase gerak maka ion
terlarut akan keluar belakangan.

4. Ekslusi

Eksklusi berbeda dari mekanisme sorpsi yang lain, yakni dalam eksklusi tidak ada
interaksi spesifik antara solut dengan fase diam. Teknik ini unik karena dalam
pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat pengepak (fase diam).
Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat kecil (porous)
yang inert. Sebagai fase gerak digunakan cairan. Kromatografi jenis ini sangat dipengaruhi
oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran molekul.

H. Profil Puncak dan Pelebaran Puncak


Selama pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk profit konsentrasi
yang simetri atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak.
ProfilAikenal juga dengan puncak atau pita, secara perlahan-lahan akan melebar dan
sering juga membentuk profit yang asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya
ke fase diam. Prinsip yang mendasari alasan-alasan bentuk puncak dan pelebaran puncak
dapat diringkas sebagai berikut:
1. Sorpsi dan desorpsi solut yang terus-menerus antara fase diam dan fase gerak, secara
inheren akan menghasilkan profil konsentrasi Gaussian yang akan melebar karena solut
bermigrasi lebih lanjut.
2. Perjalanan solut melalui partikel fase diam sedikit berbeda, sehingga
menyebabkan profit konsentrasinya melebar secara simetris. Keadaan seperti ini disebut
dengan pengaruh lintasan Banda (multiple-path effect).
3. Spesies solut menyebar ke segala arah dengan difusi ketika berada di dalam fase
gerak. Difusi terjadi dengan arah yang sama dan berlawanan dengan aliran fase gerak
(longitudinal or axial diffusion) karenanya akan berkontribusi terjadinya

149
pelebaran pita secara simetris.
4. Sorpsi dan desorpsi, atau transfer massa antara fase diam dan fase gerak, bukanlah
suatu proses yang instan dan terkadang proses tersebut terjadi secara lambat secara
kinetika. Karena fase gerak berjalan secara terus menerus, maka distribusi
kesetimbangan solut yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Profit konsentrasi dalam fase
diam tertinggal sedikit disbanding profil konsentrasi dalam fase gerak yang akan
mengakibatkan adanya pelebaran puncak lebih lanjut. Desorpsi yang lambat dapat juga
menghasilkan puncak yang asimetris atau condong.
5. Adanya variasi rasio distribusi solut dengan total konsentrasi-nya juga berperan terjadinya
puncak yang asimetris atau condong.

Gambar 7.4. Keadaaan Simetris Dan Pelebaran Puncak Kromatogram

Gambar 7.5. Ilustrasi 3 Prinsip Utama Yang Menggambarkan Puncak; (A) Pengaruh Lintasan
Ganda (Multiple Patheffect); (B). Pengaruh Difusi Longitudinal; (C) Pengaruh
Transfer Massa (Sumber: Kealey And Haines, 2002)

150
Gambar 7.4. Menggambarkan keadaan simetris puncak kromatografi dan
pelebaran simetris, sementara gambar 7.5. menggambarkan pengaruh lintasan ganda
(multiple-path effect), difusi longitudinal, dan transfer massa.
1. Puncak Asimetri
Profil konsentrasi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio distribusi solut (D) konstan
selama di kisaran konsentrasi keseluruh-an puncak, sebagaimana ditunjukkan oleh isoterm
sorpsi yang linier yang merupakan plot konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) ter-
hadap konsentrasi solut dalam fase gerak (Cm) (gambar 7.5(a). Meskipun demikian,
kurva isoterm akan berubah menjadi 2 jenis puncak asimetris yakni membentuk
puncak yang berekor (tailing) dan adanya puncak pendahulu (fronting) jika ada
perubahan rasio distribusi solut ke arah yang lebih besar.

(a) Linier (b) Konveks (a) Konkaf

Cs Cs Cs

CM CM CM

Gaussian Tailing Fronting

t- t- t-
Gambar 7.6 Isoterm sorpsi serta profil-profil puncak yang dihasilkan. (a). Isoterm limier
(b). Puncak tailing dan (c). Puncakfronting. (Sumber: Keeley and Haines, 2002)
Baik tailing maupun fronting tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan
pemisahan kurang baik dan data retensi kurang reprodusibel. Jika keduanya terjadi, make
pengurangan jumlah solut yang akan dilakukan kromatografi akan memperbaiki bentuk puncak
akan tetapi adanya desorpsi yang lambat masih dapat menyebabkan tailing.
Adanya puncak, yang asimetri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase gerak tidak
mampu membawa solut dengan sempurna karenanya akan terjadi pengekoran atau
tailing,
2. Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar
151
terelusi sehingga dapat menyebabkan terbuntuknya puncak yang mengekor.
3. Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu
sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting).
Untuk menentukan tingkat asimetri puncak dilakukan dengan menghitung faktor asimetris atau
disebut jugs dengan tailing factor (IF) yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi
puncak. Gambar 7.7 di bawah ini menunjukkan bagaimana menghitung TF.
Kromatogram yang memberikan harga TF =1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut
bersifat setangkup atau simetris. Harga TF > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami
pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien.
Dengan demildan harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi.

Gambar 7.7. Nilai Tf Pada Kromotogram

J. Efisiensi
Tujuan umum pada kromatografi adalah pemisahan yang cukup dari suatu campuran yang akan
dipisahkan. Ada 2 parameter yang digunakan untuk menilai kualitas pemisahan kromato
grafi yakni ukuran banyaknya pelebaran puncak dari masing-masing puncak solut
(efisiensi) dan tingkat pemisahan puncak-puncak yang berdekatan (resolusi). Untuk kolom
kromatografi, jumlah lempeng atau plate number (N) yang didasarkan pada konsep lempeng
teoritis pada distilasi kolom digunakan sebagai ukuran efisiensi. Selain dengan N, efisiensi kolom
dalam kromatografi secara umum berkaitan dengan waktu retensi, yakni lamanya waktu
komponen atau molekul yang akan dianalisis dalam kolom.
Dengan menganggap profit puncak kromatogram adalah sesuai kurva Gaussian, maka N
didefinisikan:
𝑡𝑅 2
𝑁 = ( 1) ......................................................... 7.10
𝜎𝑡

152
tR : waktu retensi solut
at : standar deviasi lebar puncak
Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mengukur baik lebar puncak (Wb) atau lebar
setengah puncak (W b ) dan 2 persamaan berikut (persamaan 6.11 dan 6.12) diturunkan dari
persamaan (6.10) di atas:
𝑡𝑅 2
𝑁 = 16 ( 1) ......................................................... 7.11
𝑊𝜎
𝑡𝑅 2
𝑁 = 5,52 ( 1) ......................................................... 7.12
𝑊𝜎⁄2

Gambar 7.8. Pengukuran efisiensi kromatografl dad puncak Gaussian. (Sumber:


Kealeyand Haines,2002)

Catatan:
N merupakan nilai yang tidal( punya dimensi. Oleh karena itu untuk menjamin bahwa
perhitungan kita besar, maka unit-unit tR, W dan WW2 harus mempunyai satuan yang sama.
Beberapa laboratorium lebih suka menggunakan persamaan (7.11), akan tetapi beberapa
laboratorium memilih menggunakan persamaan (6.12) yang mendasarkan pada tinggi setengah
puncak karena tinggi setengah puncak lebih dapat diukur secara akurat daripada lebar puncak.
Untuk memberikan perbandingan yang valid maka sebaiknya kedua persamaan di atas
digunakan.
Suatu ukuran altematif (yang tergantung pada panjang kolom kromatografi) adalah
tinggi lempeng (H) atau juga biasa disebut dengan tinggi setara pelat teori (HETP = Height
Equivalent Theoritical Plate).
Tinggi setara pelat atau HETP dalam kromatografi yang menggunakan kolom KCKT dan KG)
merupakan panjang kolom kromatografi (dalam mm) yang diperlukan sampai terjadinya satu kali
keseimbangan molekul dalam fase gerak dan fase diam. Gambar 13.7. berikut merupakan ilustrasi

153
yang memudahkan untuk memahami HETP dalam dunia kromatografi.

Gambar 7.9. Eustrasi tentang HETP dalam kolom. (Somber: Mulya dan Suherman, 1995)
Hubungan antara HETP dan jumlah lempeng (N) serta panjang kolom (L) dirumuskan
dengan:
𝐿
𝐻 = ....................................................................... 7.13
𝑁
Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP yang kecil akan
mampu memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran yang lebih baik yang
berarti bahwa efisiensi kolom adalah besar. Persamaan (6-13) dapat diubah menjadi
persamaan berikut:
1 𝑁
= ....................................................................... 7.14
𝐻 𝐿
N/ L merupakan bilangan yang menunjukkan jumlah lempeng teori efektif per satuan
panjang kolom, misalnya 3000 pelat/meter untuk harga H = 0,33 mm. Makin besar harga
N/L atau makin kecil H maka kolom yang dipakai untuk pemisahan semakin efisien.

K. Resolusi Kromatogram
Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2 puncak yang saling
berdekatan ( A tR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar puncak ( W 1 + W 2 ) / 2
sebagaimana dalam Gambar 7.13.
2 Δ t𝑅
Rs = ....................................................................... 6.15
(𝑊2 + W2 )
Dari persamaan (6-15) ini dapat diketahui bahwa yang sangat berpengaruh terhadap
pemisahan suatu komponen adalah: waktu retensi masing-masing solut (tR2 dan tRI) serta
lebar puncak masingmasing komponen yang dipisahkan (W1 dan W2). Nilai Rs harus
mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (base line
resolution).

154
Gambar 7.10. Pengukuran Resolusi Dua Puncak yang Berdekatan (Sumber : Kealey
and Haines 2002).
Persamaan 6.15 hanya menggunakan parameter yang tertera dalam kromatogram yang
terjadi, sehingga masalah kesempumaan pemisahan secara keseluruhan yang tergantung
pada berbagai faktor belum dimanfaatkan. Langkah untuk menaikkan selisih t R dan
memperkecil W belum terlihat. Oleh karena itu persamaan berikut yang menggambarkan
faktor-faktor yang belum dimanfaatkan dapat dilihat pada persamaan 6.16 dan 6.17 berikut:

Karena N = L/H maka persamaan 13.16 dapat diubah menjadi persamaan berikut:

Dimana :
Rs : Resolusi
N : bilangan lempeng
a : selektivitas
k' : faktor retensi
se1ektivitas a untuk pemisahan 2 komponen A dan B thrum' uskan dengan

Dari persamaan 6.16 dan 6.17 nampak jelas bahwa ada faktor-faktor yang menentukan
resolusi ini yaitu : selektivitas a, jumlah lempeng N dan faktor retensi k'.

155
t0

Awal

K
Diubah

N
Naik

σ Naik

t0

Gambar 7.11 Pengaruh Nilai a, k' dan N Terhadap Resolusi (Sumber : Surdjadi, 1988).
Selektivitas dapat diubah dengan mengubah susunan fase diam dan fase gerak. Menaikkan
selektivitas akan menghasilkan pergeseran satu puncak relative terhadap lainnya. Efisiensi suatu
pemisahan ditunjukkan dengan faktor N yang akan berubah dengan mengubah panjang kolom (L)
atau kecepatan alir fase gerak. Menaikkan faktor N suatu kolom akan menyebabkan penyemitan 2
puncak sehingga W menjadi kecil dan resolusinya menjadi lebih besar. Faktor k' berubah
dengan mengubah kekuatan face gerak. Misalkan, suatu pemisahan awal memberikan harga k' pada
daerah 0,5-2. Penurunan nilai k' akan menghasilkan pemisahan yang jelas dan waktu retensi
yang pendek, sementara itu kenaikan k' akan memberikan resolusi yang lebih baik. Meskipun
demikian jika n lai k' ini dinaikkan maka akan menyebabkan tinggi puncak kromatogram akan
turun dan waktu pemisahan menjadi naik.
Gambar 7.11 merupakan penjelasan bagaimana pengaruh kenaikan nilai
selektivitas a, faktor retensi k' dan jumlah lempeng N terhadap resolusi (pemisahan)
suatu kromatogram. Berikut adlah contoh perhitungan efisiensi dan resolusi dengan menggunakan
rumus di atas.
Contoh soal :
Suatu metode kromatografi gas untuk pemisahan campuran sikloheksana, t-butanol dan
benzene menggunakan kolom kapiler memberikan data sebaaai berikut.

Hitunglah
a. Bilangan lempeng N baik dengan menggunakan rumus lebar puncak atau dengan

156
rumus setengah tinggi puncak.
b. Tinggi setara lempeng teoritis H.
c. Resolusi antara 2 pasang solute yang berdekatan.
Jawab :
2
A Bilangan Lempeng 𝑡𝑅 2 𝑡𝑅
𝑁 = 16 ( ) 𝑁 = 5,54 ( )
𝑊𝑏 𝑊ℎ⁄
2
= 10.000
= 10.473
Sikloheksana 200 2 200 2
𝑁 = 16 ( ) 𝑁 = 5,54 ( )
8 4,6
= 10.000 = 10.473
t-Butanol 210 2 210 2
𝑁 = 16 ( ) 𝑁 = 5,54 ( )
9 5,1
= 8.711 9.393
Benzena 225 2 225 2
𝑁 = 16 ( ) 𝑁 = 5,54 ( )
11 6,2
= 6.694 = 7.296
b Tinggi Lempeng 10.000 2
𝑁 = ( )
𝑁
Sikloheksana H = 1,0 mm H = 0,95 mm

t-Butanol H = 1,15 mm H = 1,06 mm

Benzena H = 1,49 mm H = 1,37 mm

Resolusi 2Δ𝑡𝑅
𝑅𝑠 =
(𝑊1 + W2 )
Sikloheksana/t- 2Δ𝑡𝑅 20
𝑅𝑠 = = = 1,2
Butanol (𝑊1 + W2 ) 7

t-Butanol/Benzena 2Δ𝑡𝑅 30
𝑅𝑠 = = = 1,5
(𝑊1 + W2 ) 20

L. Analis Kualitatif dan Kuantitatif


Kromatografi dapat digunakan untuk tujuan analisis, baik analisis
kualitatif maupun analisis kuantitatif.
1. Analisis Kualitatif
Ada 3 pendekatan untuk analisis kualitatif yakni:

157
a. Perbandingan antara data retensi solut yang tidak diketahui dengan data
retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama.
Untuk kromatografi planar (kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis), faktor
retardasi (nilai Rt.) baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cam
kromatografi secara bersama-sama untuk menghilangkan adanya variasi kondisi
bahan yang digunakan dan laboratorium. Untuk kromatografi yang menggunakan
kolom (seperti KCKT dan KG), waktu retensi (tR) atau volume retensi (VR)
senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara
kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu
pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin.
b. Dengan cara spiking.
Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan
menambah sampel yang mengandung senyawa ter-tentu yang akan diselidiki
dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan
dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di-
spiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan
proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung
senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak
setelah di-spiking dibandingkan dengan tinggi puncak/luas puncak yang tidak
dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung
senyawa yang kita selidiki.
c. Menggabungkan Alat Kromatografi Dengan Spektrometer Massa.
Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan
memeberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi
tertentu. Spektra solut yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan
spektra yang ada di database komputer atau diinterpretasi sendiri. Cara ini
dapat dilakukan untuk solut yang belum ada baku murninya. Identifikasi
dengan hanya menggunakan data retensi pada satu kondisi kromatografi
tidak selalu menghasilkan data yang reliabel . Oleh karena itu,
perbandingan data dengan mengg unakan kondisi kromatografi yang
bebeda (seperti fase diam atau fase gerak yang digunakan berbeda) akan
mengurangi kemungkinan identifikasi yang tidak benar.
2. Analisis Kuantitatif
Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil
158
dan reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, berikut
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif:
a. Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen
lain dalam kromatogram.
b. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia.
c. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan.
Untuk kromatografi planar, luas bercak (spot) atau kerapatan bercak dapat diukur
secara in situ atau dapat juga dilakukan dengan cara: bercak dikerok, dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai dan ditentukan konsentrasinya dengan menggunakan teknik yang lain
seperti yang lain seperti dengan spektrofotometri UV, HPLC dan sebagainya.
Sementara untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuan-tifikasi dapat
dilakukan dengan: luas puncak atau dengan tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas
puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika
dilakukan pada kisaran detektor yang linier.
a. Metode tinggi puncak
Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan
tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak
maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada Gambar 7.10. Penyimpangan garis dasar
diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak. Kurva
baku dibuat dengan mengalurkan (mem-plotkan) konsentrasi analit dengan tinggi
puncak.

Gambar 7.12 Pengukuran Tinggi Puncak (Sumber Sudjadi, 1988)


Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan
konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada puncak yang
mengalami penyim-pangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan.
b. Metode luas puncak
Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk
159
mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas sebagai hasil kali tinggi puncak
dan lebar pada setengah tinggi (W 1/2).
Teknik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang
mempunyai bentuk serupa. Saat ini integrator elektronik telah banyak digunakan
untuk mengukur luas puncak pada kromatografi cair kinerja tinggi dan pada
kromatografi gas. Integrator digital mengukur luas puncak dan mengubahnya dalam
bentuk angka.

M. Metode Kuantifikasi
Metode kuantifikasi untuk analisis kuantitatif dengan kromatografi ini dapat dilakukan
dengan menggunakan metode baku eksternal, metode baku internal dan metode normalisasi
internal.
1. Metode Baku Eksternal
Metode yang paling umum untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang tidak
diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan plot kalibrasi
menggunakan baku ekstemal. Larutan-larutan baku ini dirujuk sebagai baku eksternal
karena larutan-larutan baku ini disiapkan dan dianalisis secara terpisah dari
kromatogram senyawa tertentu yang ada dalam sampel. Sampel yang mengandung
senyawa tertentu yang akan ditetapkan konsentrasinya dan telah disiapkan, selanjutnya
diinjek-sikan dan dianalsis dengan cara yang sama. Konsentrasi senyawa tersebut
ditentukan dengan metode grafik dari plot kalibrasi atau secara numerik.

Gambar 7.13. Kurva Baku Untuk Menghitung Sampel Dengan Menggunakan Baku Eksternal

160
Larutan baku (kadang-kadang disebut dengan kalibrator) disiapkan dengan konsentrasi
tertentu yang sudah diketahui (misal: 1,0; 2,0; 3,0; dan 4,0 mg/L). Sejumlah tertentu
volume larutan ini diinjeksikan dan dianalisis, lalu respon detector (luas puncak) diplotkan
terhadap konsentrasi sebagaimana gambar 7.13.
2. Metode Baku Internal
Baku Internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun demikian
senyawa ini harus terpisah dengan baik selama proses pemisahan. Baku internal dapat
menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan – perubahan pada ukuran sampel atau
konsentrasi karena variasi instrument.
Salah satu alasan utama digunakannya baku internal adalah jika suatu sampel
memerlukan perlakuan sampel yang signifikan. Seringkali perlakuan sampel memerlukan
tahapan-tahapan yang meliputi : derivatisasi, ekstraksi, filtrasi, dan lain sebagainya yang
dapat mengakibatkan berkurangnya sampel. Jika baku internal ditambahkan pada sampel,
maka baku internal dapat mengoreksi hilangnya sampel – sampel ini.
Syarat – syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal adalah:
a. Terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau puncak – puncak yang lain.
b. Mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan analit.
c. Tidak terdapat dalam sampel.
d. Mempunyai kemiripan sifat – sifat dalam tahapan-tahapan penyiapan sampel.
e. Tidak mempunyai kemiripan secara kimia dengan analit.
f. Tersedia dalam perdagangan dengan kemurnian yang tinggi.
g. Stabil dan tidak reaktif dengan sampel atau fase gerak.
h. Mempunyai respon detector yang hampir sama dengan analit pada konsentrasi yang
digunakan.

Metode baku internal menghasilkan kurva baku yang dengan mempersiapkan


beberapa larutan baku dengan konsentrasi yang berbeda dari konsentrasi yang dituju
dengan ditambah sejumlah konsentrasi tertentu yang tetap dari baku internal.

161
Contoh: Penetapan kadar paracetamol dengan menggunakan baku internal fanasetin.

Fanasetin
(a) (b)
Gambar 7.14. (a) Kromatogram Paracetamol dan Fanasetin (b) Struktur Kimia
Paracetamol dan Fanasetin
Berikut adalah contoh perhitungan dengan metode baku internal :
Kadar Luas Puncak Luas Puncak Luas puncak
Paracetamol Paracetamol Fanasetin Paracetamol/Luas
(ppm) (x) Puncak Fanasetin
(y)
6,534 11672 8901 1,31131334
9,801 16868 9213 1,83089113
13,068 25930 9418 2,75323848
19,068 36877 8714 4,23192564
26,136 54384 9019 6,0299368

Dengan membuat hubungan antara luas puncak paracetamol/ luas puncak fanasetin (y)
dengan kadar paracetamol (x) maka diperoleh persamaan baku : y = 0,2457 x – 0,4346 ; r =
0,9984. Persamaan linier ini selanjutnya digunakan untuk menghitung konsentrasi
paracetamol dalam sampel.
3. Normalisasi Internal
Untuk tujuan analisis tertentu hanya jumlah relatif analit dalam suatu multikomponen
yang dibutuhkan. Hal ini dinormalisasi ke 100 atau 1 dengan mengekspresikan jumlah
relatif masing-masing analit dalam suatu multikomponen sebagai persentase total (jika
digunakan nornalisasi 100) atau fraksi (jika digunakan normalisasi 1). Normalisasi internal
merupakan nilai tertentu dalam kromatografi untuk tujuan kuantitatif yang mana beberapa
sampel dapat ditentukan bersama-sama dan konsentrasi absolut tidak dibutuhkan. Untuk
analisis kuantitatif diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak sebanding dengan
konsentrasi atau konsentrasi zat yang menghasilkan puncak. Dalam metode paling

162
sederhaa dilakukan pengukuran lebar atau tinggi puncak, yang kemudian dinormalisasi
(setiap lebar dan atau tinggi puncak diekspresikan sebagai suatu persentase dari total).
Hasil normalisasi memberikan komposisinya dari campuran yang dianalisis.
Komponen relatif dihitung dari respon alat, dan untuk kasus kromatografi digunakan
luas puncak masing-masing komponen dalam suatu campuran menggunakan rumus :
𝐴𝑥
%𝑥𝑖 = 𝑖=𝑛
∑𝑖=1 𝐴1
Dimana : xi = Salah satu komponen dari sebanyak n komponen
A = Luas puncak atau respon yang terukur
Contoh soal :
Gambar 7.15 merupakan suatu kromatogram pemisahan 5 komponen dalam suatu
campuran. Luas puncak yang terukur (menggunakan integrasi elektronik dengan suatu
integrator dalam software computer) dan banyaknya persentase normalisasi internal yang
berarti totalnya harus 100 % seperti yang terdapat dalam tabel 5.4. (misal : untuk
komponen 1, persen relatif = (167,8/466,94) x 100 % = 35,9 %.
Tabel 7.4. Luas Puncak dan Persentase Komposisi dengan Normalisasi Internal untuk
Campuran 5 Senyawa
Komponen Luas Puncak Terukur Persen Relatif
1 167,8 35,9
2 31,63 6,8
3 108,3 23,2
4 80,63 17,3
5 78,38 16,8
Total 466,94 100

Ada dua hal yang harus diperhatikan jika menggunakan pendekatan ini untuk tujuan analisis
yaitu :
1) Kita harus yakin bahwa kita telah menghitung semua komponen, yang tiap-tiap
komponen muncul sebagai suatu puncak yang terpisah pada kromatogram. Hal ini
disebabkan komponen-komponen dalam suatu campuran dapat berkoelusi, ditahan
didalam kolom, atau terpisah secara sempurna tanpa terdeteksi.

163
2) Kita harus mengasusmsikan bahwa kita memperoleh respon detector yang sama untuk
setiap komponen. Untuk mengatasi kesulitan ini, maka diperlukan kalibrasi detektor.

Latihan Soal
1. Suatu obat A dan obat B mempunyai waktu retensi 16,4 dan 17,63 menit pada kolom
30 cm. Lebar puncak dasar masing-masing obat A dan obat B sebesar 1,11 dan 1,21
menit. Hitunglah Resolusi H-nya !
2. Untuk pengujian betametason 17-valerat harus terpisah secara sempurna dengan
betametason 21-valerat sedemikian rupa sehingga nilai Rs-nya > 1,0. Mana diantara
kolom ODS berikut yang memenuhi spesifikasi?

Kolom tR betametason tR betametason Lebar dasar tR Lebar dasar tR


ODS 17-valerat 21-valerat betametason 17- betametason 21-
(menit ) (menit) valerat (menit) valerat (menit)
1 9,5 8,5 0,4 0,5
2 9,3 8,6 0,4 0,4

3. Suatu prosedur operasional baku menyatakan bahwa suatu kolom harus mempunyai
efisiensi > 30.000 lempeng/m. Manakah kolom dengan panjang 15 cm berikut yang
memenuhi spesifikasi?

Kolom tR analit (menit ) Wi/2 (menit)


1 6,4 0,2
2 5,6 0,2
3 10,6 0,6

N. HPLC (High Performance Liquid Chromatography)


1. Pendahuluan
High Performace Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode pemisahan
yang dikembangkan dari asas proses pemisahan adsorbsi dan partisi ke arah yang lebih
luas aitu proses pemisahan yang berdasarkan afinitas, filtrasi gel, dan ion yang
berpasangan yang prosesnya tetap dilaksanakan didalam kolom yang disertai
pemakaian pelarut dengan tekanan tinggi. HPLC dikembangkan dari teknik
kromatografi kolom yang memiliki beberapa keuntungan diantaranya ukuran fasa
diamnya lebih kecil, kolom lebih pendek sehingga waktu elusi atau waktu retensi (tR)

164
lebih pendek dan analisisnya berlangsug cepat, pelarut dan kolom dapat dipakai
berulang kali serta ketepatan dan ketelitiannya yang relatif tinggi. Apabila
dibandingkan dengan kromatografi gas maka HPLC tidak dipengaruhi oleh volatilitas
dan stabilitas bahan. Proses kromatografi dapat didefinisikan sebagai teknik
pemisahan yang meliputi perpindahan massa antara fasa stasioner (diam) dan fasa
mobile (gerak). HPLC menggunakan fasa mobile untuk memisahkan komponen
tertentu dalam campuran.
Dasar pemisahan HPLC adalah perbedaan kecepatan migrasi dari komponen-
komponen sampel yang terjadi karena adanya perbedaan kesetimbangan distribusi
dalam fasa diam dan fasa gerak untuk senyawa-senyawa yang bebeda. HPLC sangat
ideal untuk memisahkan molekul-molekul dari sampel organik dalam sampel biologis,
bahan-bahan alam yang mudah mengalami perubahan, senyawa yang kurang stabil,
dan senyawa dengan berat molekul tinggi.
Proses pemisahan diawali dengan melarutnya komponen dalam suatu pelarut yang
digunakan dan dipaksa mengalir dalam kolom dibawah tekanan yang tinggi. Didalam
kolom campuran berubah menjadi koponen. Pemecahan komponen yang terjadi akan
bergabung pada luas bidang kontak antara komponen terlarut dengan fasa stasioner.
Fasa stasioner didefinisikan sebagai kumpulan material yang tidak bergerak
(immobile) dalam kolom. Interaksi zat terlarut dengan fasa mobile dan fasa stasioner
dapat dimanipulasi dengan memilih salah satu dari kedua pelarut dan fasa stasioner.
Hasil data yang diperoleh HPLC adalah suatu hasil yang sangat valid dan tidak
ditemukan dalam sistem kromatografi yang lain. Kemampuan untuk memisahkan
komponen dengan mudah dan luas untuk berbagai campuran kimia.
HPLC digunakan untuk :
1. Pemisahan komponen dari campuran.
2. Analisa kualitatif dan kuantitatif.
3. Persiapan memperhasikan komponen.
2. Prinsip Kerja
Pemisahan campuran analit dilakukan dengan cara mengalirkan fasa gerak cair
bertekanan tinggi untuk mendorong analit melalui kolom yang berisi fasa diam. Analit
terpisah akibat perbedaan afinitasnya terhadap fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan
dapat didasarkan pada perbedaan adsorbsi, ukuran dan muatannya. Fasa gerak
biasanya dipompa pada tekanan 3000 psi (200 bar) dengan laju 1-5 cm3/menit melalui
packed colomn 10-25 cm dengan ukuran diameter partikel bias mencapai 3 µm.
165
3. Instrumentasi
a. Pompa
Fasa gerak dalam HPLC merupakan zat cair yang dilewatkan melalui kolom
dengan suatu peralatan gerak/transfer fluida berupa pompa. Pompa yang digunakan
ada dua jenis yaitu ;
1) Pompa aliran tetap.
2) Pompa pneumatik tetap
Pompa pneumatik tetap dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a) Syringe pump
Pompa syringe menghasilkan aliran yang tidak berdenyut tetapi kolomnya
terbatas.
b) Reciprocating pump
Pompa reciprocating menghasilkan aliran yang berdenyut, sehingga digunakan
peredam denyut agar detektor tidak terganggu. Kelebihannya adalah kolomnya
tidak terbatas.
b. Injektor
Sampel harus dimasukkan kedalam pangkal dan diusahakan agar gangguan yang
terjadi pada kemasan kolom seminimal mungkin. Ada tiga jenis dasar injektor yaitu :
1. Aliran Henti
Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer, sistem ditutup
dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya sistem aliran utama tetap berada pada
tekanan kerja). Aliran henti dipakai karena difusi didalam zat cair kecil dan
umumnya tidak memengaruhi daya pisah.
2. Septum
Injektor langsung pada aliran dipakai pada gas kromatografi. Injektor septum
dapat dipakai pada tekanan sampai sekitar 60 – 70 atm.
3. Katub Jalan Putar
Injektor katup jalan putar biasanya dipakai untuk menyuntikkan volum yang lebih
besar dari 10µl dan dipakai dalam sistem otomatis (volum yang lebih kecil dapat
disuntikkan secara manual adaptor khusus). Pada kedudukan mengisi, jalan kitar
sampel diisi pada tekanan atmosfer. Jika katup dijalankan (dibuka), sampel
didalam jalan kitar teralirkan kedalam kolom.

166
c. Kolom
Kolom merupakan bagian terpenting dalam kromatografi. Keberhasilan atau
kegagalan analisa tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.
Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kolom analitik, garis tengah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada
kemasan pellicular particle yang biasanya 50-100 cm untuk kemasan
mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.
2. Kolom preparatif, umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan
panjangnya 25-100 cm.

Bahan baku kolom hampir semua terbuat dari baja antikarat. Kolom dipakai pada
fungsi kamar tetapi suhu yang lebih tinggi dapat dipakai terutama dalam
kromatografi pertukaran ion dan kromatografi eksklusif.
d. Detektor
Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen sampel dalam efluen
kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yan sangat baik/peka adalah tidak
berderau, rentang tanggapannya linier dan menanggapi semua jenis senyawa.
e. Fasa Gerak
Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu
peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut digunakan
dalam semua jenis HPLC tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan berlaku
umum. Fase gerak haruslah :
a. Murni tanpa kontaminasi
b. Tidak bereaksi dengan kemasan
c. Sesuai dengan detector
d. Dapat melarutkan sampel
e. Mempunyai viskositas rendah
f. Harganya terjangkau
g. Kemungkinan memperoleh kembali sampel dengan mudah jika diperlukan
f. Elusi landaian
Elusi landaian adlah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisa
kromatografi. Hasil elusi landaian adalah pendekatan waktu rambat senyawa yang
ditahan dengan kuat dalam kolom.

167
4. Metode Pemisahan dalam HPLC
Beberapa mode pemisahan dalam HPLC adalah sebagai berikut :
Normal Phase Chromatography (NP)
Reserved Phase Chromatography (RP)
Size Exclusion Chromatography (SEC)
Ion Exchange Chromatography (IEC)
Affinity Chromatography
Mode Stationary Mobile Phase Interaction Feature
Phase
Normal Phase Silica gel Organik Adsorption Fat-soluble
Chromatography solvent (n-
Hexana/IPE)
Reserved Phase Silica-ODS MeOH/Water Hydropobic Most widely
Chromatography (silica C-18) used
Size Exclusion Porous Organik Gel Molecular
Chromatography Polymer Solvent (THF) Permeation weight
Non Aqueous Aqueous Buffer Gel distribution
(GPC) Aqueous Porous solution Permeation Protein
(GFC) Polymer separation
Ion Exchange Ion exchange Buffer Ion Exchange Separation of
Chromatography gel solution ionic
substances
Affinity Packing with Buffer Affinity Purification of
chromatography ligand solution enzymes and
proteins
GPC : Gel Permeation Chromatography
GFC : Gel Filtration Chromatography

5. Metode Elusi Gradien


Untuk memperoleh hasil landaian kita dapat mengoptimalkan hasil penganalisaan
dengan langkah dasar sebagai berikut :
a. Lakukan program linier untuk mengetahui tempat semua komponen terelusi dan
pastikan semuanya terelusi.

168
b. Perkiraan susunan pelarut awal dengan menggunakan kaidah 50 %. Akan tetapi,
jika persentase lebih kecil dari 5 % kita harus mulai dengan pelarut jelek yang
murni.
c. Laju yang besar dapat mengehemat waktu tetapi mengurangi daya pisah.
d. Selaraskan kromatogram menurut keperluan untuk menghasilkan daya pisah yang
diinginkan.

6. Identifikasi HPLC
a. Analisa Kualitatif
1. Metode Retention Time

2. Metode Addisi Standar

Retention time of standart sample is different from unknown sampel

Analisa dengan metode ini dapat dilakukan dengna melakukan:


1. Menentukan retention time
2. Menganalisa sampel detektor UV dan emisi spektrum

169
3. Hasil deteksi detektor multi chanel
4. Menganalisa sampel dengan instrument yang berbeda
b. Analisa Kuantitatif
Untuk mengetahui konsentrasi dari sampel dapat dilakukan dengan membandingkan
dan menhitung ketinggian puncak peaks dengan puncak yang ada pada kromatogram
larutan standar.

Metode kuantitatif hasil pengembangan dapat dibagi dalam lima langkah yang saling
bergantung dengan kualitas dari langkah yang palig lemah.
Kelima langkah tersebut adalah:
1. Pencuplikan
2. Pemisahan kromatografi
3. Pengukuran fisika
4. Pengubahan sinyal menjadi susunan
5. Analisa statistik

170
Two point calibration Integrator

171
Soal
1. Suatu obat A dan obat B mempunyai waktu retensi 16,4 dan 17,63 menit pada kolom
30 cm. Lebar puncak dasar masing-masing obat A dan obat B sebesar 1,11 dan 1,21
menit. Hitunglah Resolusi H-nya !
2. Untuk pengujian betametason 17-valerat harus terpisah secara sempurna dengan
betametason 21-valerat sedemikian rupa sehingga nilai Rs-nya > 1,0. Mana diantara
kolom ODS berikut yang memenuhi spesifikasi?

Kolom tR betametason tR betametason Lebar dasar tR Lebar dasar tR


ODS 17-valerat 21-valerat betametason 17- betametason 21-
(menit ) (menit) valerat (menit) valerat (menit)
1 9,5 8,5 0,4 0,5
2 9,3 8,6 0,4 0,4

3. Suatu prosedur operasional baku menyatakan bahwa suatu kolom harus mempunyai
efisiensi > 30.000 lempeng/m. Manakah kolom dengan panjang 15 cm berikut yang
memenuhi spesifikasi?

Kolom tR analit (menit ) Wi/2 (menit)


1 6,4 0,2
2 5,6 0,2
3 10,6 0,6

4. Gambarkan flow pengukuran dengan menggunakan kromatografi Gas dan HPLC!


5. Tuliskan komponen utama dan fungsinya pada HPLC dan GC!
6. Tuliskan aplikasi HPLC dan GC!

172

Anda mungkin juga menyukai