Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MINGGU KE III

MONITORING FARMASI KLINIS DI BANGSAL MAWAR


RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
(SIROSIS HEPATIK, ENSEFALOPATI HEPATIKUM, ASITES,
DISPEPSIA, TINEA KRURIS ET FAECALIS)

Disusun Oleh :

Esti Dewi Lukitasari (1061811040)

STIFAR SEMARANG

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PERIODE 01 FEBRUARI – 30 MARET 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Monitoring terapi obat yang dikonsumsi pasien merupakan salah satu
tanggung jawab apoteker dengan mengidentifikasi, mengatasi, dan mencegah
terjadinya DRP (Drugs Related Problem). Kasus yang banyak terjadi pada pasien
di rumah sakit yaitu mereka mendapatkan berbagai macam obat yang sehubungan
dengan penyakit yang dideritanya, berpotensi menyebabkan interaksi obat yang
kemungkinan terjadi toksisitas dan efek samping (Yulianti dkk. 2015). Saat ini
telah dilakukan monitoring pada pasien di bangsal Mawar Rumah Sakit Prof. Dr.
Margono Soekarjo yang diantaranya terdapat pasien dengan diagnosis sirosis
hepatik, ensefalopati hepatikum, asites, dispepsia dan tinea kruris et faecalis.
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis
tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan
imunologi. Hati dapat mempertahankan fungsinya sampai batas tertentu bila
terjadi gangguan ringan. Penyebab penyakit hati diantaranya disebabkan oleh
virus yang menular secara fekal-oral, parenteral, seksual, perinatal, efek toksik
dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur dan lain-lain (Depkes, 2007).
Pasien penderita gangguan fungsi hati mudah sekali untuk dikenali, yaitu
dengan melihat perubahan warna daerah sekitar bola mata dan kulit yang biasanya
berwarna kekuningan atau yang sering disebut dengan jaundice (Wahyudo, 2014).
Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang kemudian
menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur
hepar dan pembentukan nodules regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati
(Nurdjanah, 2006). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intra hepatic dan
pada kasus lebih lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis hepatis adalah ikterus, edema perifer,
kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angiomaspidernevi, ensefalopatik
hepatik, spelenomegali, variseses esofagus dan lambung, serta manifestasi
sirkulasi kolateral lainnya (Price & Wilson, 2005).

1
Asites adalah akumulasi cairan yang bersifat patologis di dalam rongga
peritoneum. Asites merupakan salah satu komplikasi utama dari sirosis hepatis,
komplikasi lainnya adalah ensefalopati hepatic dan perdarahan varises (Runyon,
2009). Selain itu edema juga sering terjadi pada pasien sirosis hepatis karena
penurunan volume darah ke sel hati, yang menurunkan inaktivasi aldosteron dan
ADH sehingga terjadi peningkatan aldosteron dan ADH yang dapat meningkatkan
retensi natrium dan air (Smeltzer & Bare, 2002).

B. Tujuan
1. Mengetahui dan dapat mengaplikasikan cara rekonsiliasi obat serta
pemantauan terapi obat pada pasien.
2. Mencegah kejadian medication error dalam meningkatkan patien safety.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Struktur Hati


Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat sekitar 1,3-1,5 kg
pada orang dewasa normal. Hepar menyumbang sekitar 2 % dari berat badan pada
orang dewasa, dan 5% dari berat badan anak-anak. Organ ini terletak di sebelah
kanan atas rongga perut dan langsung di bawah diafragma serta dilindungi oleh
tulang rusuk (Dancygier, 2010). Warna permukaan hepar adalah coklat kemerahan
dan konsistensinya padat kenyal. Hepar memiliki fungsi yang komplek
(Sofwanhadi, 2012), yaitu :
1. Fungsi sekresi
Hati memproduksi empedu di dalam sistem retikulo endotelium yang
berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak, menghasilkan enzim
glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen.
2. Fungsi metabolisme
a. Karbohidrat misalnya glukoneogenesis, mengubah galaktosa dan fruktosa
menjadi glukosa.
b. Protein, misalnya deaminasi asam amino, pembentukan ureum dari
amonia dan dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin, pembentukan
protein plasma seperti albumin.
c. Lemak, misalnya pembentukan sebagian besar lipoprotein, kolesterol,
dan fosfolipid, pembentukan empedu.
3. Fungsi pembekuan darah, yaitu sebagai sumber dari protrombin, fibrinogen,
dan mengabsorbsi vitamin K dengan garam empedu.
4. Fungsi detoksifikasi
a. Mengeksresikan zat-zat alamiah dan benda asing ke dalam bilier.
b. Detoksifikasi produk-produk metabolik, obat dan toksin sebelum
dieksresikan ke urin.
c. Fungsi pertahanan tubuh, sel-sel Kupffer berperan dalam aktivitas system
retikulo endotelial dan fagosit bakteri serta debris dalam darah.

3
2.2 Sirosis Hepatik
Setelah terjadi peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki dengan
membentuk bekas luka atau parut kecil, disebut "fibrosis" yang membuat hati sulit
melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut
terbentuk dan mulai menyatu, disebut "sirosis". Pada sirosis, area hati yang rusak
dapat menjadi permanen dan menjadi sikatriks. Darah tidak dapat mengalir
dengan baik dan hati mulai menciut, serta menjadi keras. Sirosis menyebabkan
resistensi pada aliran darah yang menyebabkan hipertensi portal dan berkembang
menjadi varises dan ascites. Kehilangan sel hepatosit dan perubahan aliran darah
intra hepatic mengurangi metabolik dan fungsi sintesis, yang mengarah pada
ensefalopati dan koagulopati (Dipiro et al, 2015).
Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan,
alkohol, perlemakan hati atau penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran
empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati
komplikasi yang terjadi seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning
serta koma hepatikum. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya
sirosis hati adalah pemeriksaan enzim SGOT-SGPT, waktu protrombin dan
protein (Albumin–Globulin), Elektroforesis (rasio Albumin-Globulin terbalik).

2.2.1 Patogenesis
Penyakit hati dikatakan akut apabila kelainan-kelainan yang terjadi
berlangsung sampai dengan 6 bulan, sedangkan penyakit hati kronis berarti lebih
dari 6 bulan. Beberapa penyebab penyakit hati antara lain:

4
1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan
seksual atau darah (parenteral).
2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.
4. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun
5. Kanker, seperti Hepatocellular Carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa
karsinogenik, virus, Hepatitis B dan C maupun sirosis hati.
2.2.2 Tanda-Tanda dan Gejala Klinis
1. Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus).
2. Badan terasa lelah atau lemah.
3. Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada seluruh
tubuh.
4. mehilangan nafsu makan, atau tidak dapat makan atau minum, Mual
dan muntah.
5. Gangguan daya pengecapan dan penghidungan.
6. Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdarahan usus.
7. Tungkai dan abdomen membengkak.
8. Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah kecil,
merah dan membentuk formasi laba-laba (spider naevy), telapak tangan
memerah (palmar erythema), terdapat flapping tremor, dan kulit mudah
memar. Tanda-tanda tersebut adalah tanda mungkin adanya sirosis hati.
9. Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-melena).
10. Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut (encephalopathy
hepatic).
11. Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun. Ketiga
gejala ini mungkin menandakan adanya abses hati.
2.2.3 Komplikasi
1. Hipertensi Portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta lebih
dari 5 mmHg dan apabila lebih dari 12 mmHg terjadi komplikasi seperti varises

5
dan asites. Hipertensi portal terjadi karena kenaikan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.
2. Perdarahan varises esophagus
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esofagus bagian bawah. Aliran darah melalui saluran ini ke vena
kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Perdarahan
yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan
melena (warna feces/kotoran yang hitam) (Price & Wilson, 2005).
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering
terjadi akibat hipertensi portal. Risiko kematian akibat perdarahan varises
esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati dilihat dari ukuran
varises, adanya tanda bahaya dari varises dan keparahan penyakit hati. Penyebab
lain perdarahan pada penderita sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak
duodeni.
3. Ensefalopati hepatikum (koma hepatikum)
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Timbulnya koma
hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Koma hepatikum primer
Disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna.
b. Koma hepatikum sekunder
Koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap
asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen (Depkes, 2007)
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja
bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat
penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah
satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak (Price &
Wilson, 2005).

6
4. Peritonitis bakterialis spontan
SBP yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen (Depkes, 2007). Cairan yang mengandung air dan garam yang
tertahan di dalam rongga abdomen yang disebut dengan asites, merupakan tempat
sempurna untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal,
rongga abdomen juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk
melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis,
rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal, maka
timbullah infeksi dari cairan asites (Sudoyo, 2007).
5. Sindroma hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi
gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa
adanya kelainan organik ginjal (Sudoyo, 2007).
6. Karsinoma hepatoseluler
Sirosis hati merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma
hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat
badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di
kuadran kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna
seperti teh dan melena (Wijayakusuma, 2008).
7. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem pengaturan
volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi retensi air dan
natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan
jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Depkes, 2007).
2.3 Tata Laksana Terapi
2.3.1 Terapi Non Farmakologi
Terapi tanpa obat bagi penderita penyakit hati adalah dengan diet seimbang,
jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan

7
aktivitas. Pada keadaan tertentu, diperlukan diet rendah protein, banyak makan
sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk mencegah
sembelit, menjalankan pola hidup yang teratur. Tujuan terapi mencegah
komplikasi asites, varises esofagus dan ensefalopati hepatik yang berlanjut ke
komplikasi hepatik hebat.
2.3.2 Terapi Farmakologi
1. Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu mengatasi edema
yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan elektrolit atau gangguan
ginjal berat karena menyebabkan ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain adalah
Furosemide yang efektif untuk pasien yang gagal memberikan tanggapan terhadap
Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat bermanfaat
pada keadaan tertentu. Dosis spironolakton adalah 100 mg dan furosemid adalah
40 mg diberikan selama 3-5 hari atau kombinasi keduanya dengan rasio 100 : 40
mg, dosis maksimum sehari spironolakton adalah 400 mg dan furosemid 160 mg.
2. Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.
Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang lebih
berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Kolagogum misalnya calcium pantothenate,
L-ornithine-L-aspartate, lactulose, metadoxine, phosphatidyl choline, silymarin
dan ursodeoxycholic acid dapat digunakan pada kelainan yang disebabkan karena
kongesti atau insufisiensi empedu, misalnya konstipasi biliari yang keras, ikterus
dan hepatitis ringan, dengan menstimulasi aliran empedu dari hati.
3. Terapi Sirosis Dengan Komplikasi Hipertensi Portal dan Varises
a. Mencegah Episode Perdarahan Awal (Profilaksis Awal)
Obat yang digunkan adalah beta bloker non selektif : propranolol 20
mg 2x1 atau nadolol 20-40 mg/hari (Dipiro dkk., 2015). Penggunaan obat
ini seumur hidup kecuali bila tidak dapat diterima.

8
b. Terapi Perdarahan Varises Akut
Prinsip pengobatan ini dengan cara menurunkan tekanan portal. Obat
yang digunakan adalah okreotid, somatostatin, vasopressin, dan
terlipresin.
c. Mencegah Perdarahan Ulang
Terapi obat yang digunakan adalah isosorbid dinitrat. Terapi yang
lebih dianjurkan adalah endoscopic injection sclerotheraphy (EIS) atau
endoscopic band ligation (EBL) atau bila tidak berhasil terapi yang
dianjurkan adalah TIPS.
4. Terapi Sirosis dengan Komplikasi Asites dan Peritonitis Bakteri
Spontan
Terapi yang direkomendasikan adalah kombinasi diuretic spironolakton
dan furosemid untuk asites. Sedangkan terapi untuk peritonitis bakteri
spontan adalah antibakteri yang dapat mengatasi 3 bakteri yang paling
umum ditemui yaitu Escherchia coli, Klebsiella pneumonia, dan
Streptococcus pneumonia. Obat pilihan adalah sefatoksim atau sefalosporin
generasi ketiga lainnya dan ofloksasin. Ofloksasin oral lebih efektif
disbanding sefotaksim tetapi pemberian sefotaksim IV lebih dianjurkan
untuk pasien kondisi yang parah.
5. Terapi Sirosis Dengan Komplikasi Hepatik Enselopati
Terapi yang umum adalah dengan menurunkan konsentrasi ammonia
darah, termasuk terapi diet, laktulosa, antibiotic tunggal atau kombinasi
dengan laktulosa. Terapi suportif lainnya adalah penggantian Zn. Asupan
protein dibatasi hingga 20 g/hari sampai perbaikan klinik dicapai. Laktulosa
dimulai pada hepatik enselopati akut. Sedangkan terapi dengan antibiotik
metronidazol atau neomisin dicadangkan untuk pasien yang tidak
memberikan respons terhadap terapi laktulosa dan diet. Pemberian Zn pada
dosis 600 mg/hari diberikan pada pasien yang kekurangan Zn.

9
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Rekonsiliasi Obat
PEMERINTAH PROVINSI JAWA IDENTITAS PASIEN
TENGAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NAMA : Tn. M
(RSUD)
TGL LAHIR/ UMUR :31-12-64/54 RM
Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO th 10.5
Jl. Gumbreg No. 01 Telp. (0281) 632798 NO RM : 02-02-21-98
Fax. 631015 (Harap diisi atau menempelkan label/stiker
PURWOKERTO 53146 bila ada)
RUANG : KELAS : I/ II/ L JAMINAN : BPJS PBI/ NONPBI/ JAMKESDA/
III/Utama/VIP/VVIP
Mawar 4.1 UMUM
/………………………….*)
REKONSILIASI OBAT
SAAT ADMISI (Penggunaan obat resep/ non resep sebelum Admisi  Ya  Tidak **) dengan Alergi : -
rincian sebagai berikut :
Dari : Rumah (Poli Penyakit Dalam)
No. Nama obat Jumlah Aturan pakai/ Tindak Lanjut Keterangan
yang terakhir perubahan
dibawa pemberian
1. Kurkumex 14 2 x 1 tab p.c. Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
2. Spironolakton 25 mg 29 1 x 1 tab p.c. Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
3. Propranolol 10 mg 40 2 x 1 tab a.c. Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
Petugas Rekonsiliasi :

SAAT TRANSFER (Dari ruang : IGD ……………….) (Ke : Mawar…) Tgl : 18/2/19
No. Nama obat Aturan pakai/ terakhir Tindak Lanjut Keterangan
pemberian perubahan
1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
2. Injeksi Ranitidine 50 mg 2 x 50 mg Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
3. PCT 500 mg 3 – 4 x 500 mg jika demam Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop *)
Petugas Rekonsiliasi :

SAAT DISCHARGE (Dengan rincian sebagai Ruang :


Tanggal :
berikut)
(Ke : Mawar)
No. Nama obat Jumlah Aturan pakai/ Tindak Lanjut Keterangan
terakhir pemberian perubahan
Lanjut / Ada perubahan/ Stop/Obat Baru *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop/Obat Baru *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop/Obat Baru *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop/Obat Baru *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop/Obat Baru *)
Lanjut / Ada perubahan/ Stop/Obat Baru *)

Petugas Rekonsiliasi :

10
3.2 Pemantauan Terapi Obat

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO RM


INSTALASI FARMASI

Nama : TN. M Nomor RM : 0 2 0 2 2 1 9 8


Tgl lahir/Umur : 31-12-1964/54 th BB : 65 kg; TB : 165 cm; Kamar : Mawar 4.1
RPM : perut terasa panas, perut kembung RPD : Hepatitis B, Sirosis Hepatik
DPJP : Diagnosis : Sirosis Hepatikum, Ensefalopati Hepatikum, Dispepsia, Asites, Tinea
Kruris et Faecalis
Merokok : - batang/hr; Kopi : - gelas/hr; Lainnya : -
Alergi : -

PEMANTAUAN TERAPI OBAT (1)


Diisi oleh Apoteker yang merawat :
Parameter Penyakit / Nilai IGD MAWAR
Tanda Vital

Tanggal Normal 17/2/19 18/2/19 19/2/19 20/2/19 21/2/19 22/2/19 23/2/19 24/2/19
Tekanan Darah (mm Hg) 120/80 103/60 110/70 110/80 120/80 120/70 140/70 110/70 140/90
Nadi (kali per menit) 60 – 100 85 80 80 75 80 80 97 105
Suhu Badan (oC) 36,5 – 37,2 37,30 37,00 37,00 36,50 36,60 36,80 37,00 37,30
Respirasi (kali per menit) 16 – 20 22 21 20 20 20 21 21 20
Demam + + + + - - - -
Mual + + + - - - - -
Muntah - - - - - - - -
KELUHAN

Perut terasa panas + + + + + + + +


Nyeri perut +++++++ ++++++ ++++ ++++ +++ ++++ ++++ +
Asites + + + + + + + +
BAB susah + + + + + - - +
Gatal-gatal pada dahi - - - - + + + +
Batuk - - - - - - + +

11
Laboratorium Rutin /
Nilai Normal 17/2/19 18/2/19 19/2/19 20/2/19 21/2/19 22/2/19 23/3/19 24/2/19
Tanggal
Darah Lengkap
Basofil 0–1% 0,2
Batang 3–5% 0,8
Eosinofil 2–4% 4,6
Eritrosit 4,4 – 5,9 10^6/UL 2,5
Hematokrit 40 - 52 % 26
Hemoglobin 13,2 – 17,3 g/dL 8,9
Leukosit 3800 – 10600 u/L 5030
Limfosit 25 – 40 % 24,3
MCH 26 – 34 pg/cell 35,5
32 – 36 %
Laboratorium Rutin

MCHC 34,4
MCV 80 – 100 fL 103,2
Monosit 2–8% 10,1
MPV 9,4 – 12,3 fL 10,1
Neutrofil 50,0 – 70,0 % 60,8
RDW 11,5 – 14,5 % 15,0
Segmen 50 – 70 % 60,0
Trombosit 150.000 – 62.000
440.000/UL
Glukosa sewaktu ≤ 200 mg/dL 99
Kalium 3,4 – 4,5 mEq/L 3,7 3,6
Klorida 96 – 108 mEq/L 107 101
Kreatinin Darah 0,70 – 1,30 mg/dL 1,16 1,95
Natrium 134 – 146 mEq/L 134 128
SGOT 15 – 37 U/L 95
SGPT 14 – 59 U/L 70
Ureum darah 14,98 – 38,52 21,05 39,30
mg/dL
Albumin 3,50 – 5,00 g/dL 1,45 1,78

12
KIMIA KLINIK

URINE LENGKAP
Fisis
Warna Kng Muda – Kng Kuning
tua Tua
Kekeruhan Jernih Keruh
Bau Khas Khas
Kimia
Urobilinogen 0,1 – 1 mg/dL 2,0
Glukosa Negatif 100
Bilirubin Negatif +3
Keton Negatif 5
Berat jenis 1,001 – 1,035 1,020
Eritrosit Negatif Negatif
TH 5,0 – 9,0 6,0
Protein Negatif 300
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen
Eritrosit Negatif/LPB 0–2
Leukosit Negatif/LPB 0–2
Epitel Negatif/LPK 4–6
Silinder Hialin Negatif/LPB Negatif
Silinder Lilin Negatif/LPB Negatif
Silinder eritrosit Negatif/LPB Negatif
Silinder leukosit Negatif/LPB Negatif
Granuler halus Negatif/LPB Negatif
Granuler kasar Negatif/LPB Negatif
Kristal Negatif/LPK ++
+
Kristal bilirubun
Bakteri Negatif/LPB >30
Trichomonas Negatif/LPB Negatif
Jamur Negatif/LPB Negatif

13
Terapi (Nama Obat,
Aturan Pakai 17/2/19 18/2/19 19/2/19 20/2/19 21/2/19 22/2/19 23/2/19 24/2/19

RUTE PARENTERAL
Kekuataan)
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg √ √ 1 x 50 mg √ √ √ √ √
Inj. Vitamin K 1 amp/8 jam - - √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 2–1–0 - - - - √ √ √ √
Inj. Ceftriaxon 2x1 - - - - - - √ √

Parasetamol 500 mg 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √


Urdahex 2x1 - - √ √ √ √ √ √
VIP Albumin 3x1 - - √ √ √ √ √ √
RUTE ORAL

Laksadin 2 x 2 cth - - - - - √ √ √
Ambroxol 3x1 - - - - - - √ √
Flukonazol 1x - - - - - √ √ √
150mg/minggu
selama 4 siklus
Cetirizin 1x1 - - - - - √ √ √

Infus NaCl 0,9% 20 tpm √ √ - - - - - -


Aminofusin hepar 12 tpm - - √ √ √ √ - -
I.V.F.D

D5% + Drip LOLA 20 tpm - - - - - - √ √


Transfusi albumin 20% - - - - - - √ √

Fleet enema ekstra - - - - - √ √ √


Racikan salep : 2 x 1 dioleskan - - - - - √ √ √
OBAT LUAR

Miconazol cream 4
As. Salisilat 3%
LCD 5%
Soft U Derm 2
m.f. mix da in pot
S. 2.d.d.u.e
BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu

14
3.3 SOAP

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO RM


INSTALASI FARMASI

Nama : TN. M Nomor RM : 0 2 0 2 2 1 9 8


Tgl lahir/Umur : 31-12-1964/54 th BB : 65kg; TB : 165 cm; Kamar : Mawar 4.1

PEMANTAUAN TERAPI OBAT (2)


Diisi oleh Apoteker yang merawat :
Tanggal Asuhan Kefarmasian
& Jam Subyektif Obyektif Assesment (DRP) Planning
18/2/19 - Demam - Diagnosa dokter : Febris, 1. Indikasi asites 1. Rekomendasi terapi asites
- Mual sirosis hepatis belum teratasi dengan pemberian diuretik
- Perut terasa - TTV : 2. Indikasi furosemid inj 20-40 mg/hari
panas TD : 110/70 mmHg konstipasi belum (Medscape)
- Nyeri perut HR : 80 x/menit teratasi 2. Rekomendasi terapi
- Asites Suhu : 37,00 oC 3. Potensi efek konstipasi dengan
- BAB susah RR : 21 x/menit samping obat pemberian Laktulosa 30 –
- Riwayat BAB - Skala nyeri : 6 Parasetamol : 45 mL/8 jam (Medscape)
Hitam - Data Lab (17/2/19) : hepatotoksik 3. Monitoring fungsi hati
Hb : 8,9 g/dL (L) 4. Rekomendasi penambahan
Leukosit : 5030 (N) obat propranolol 20 mg 2 x
Trombosit : 62000/uL (L) 1 untuk mencegah hipertensi
SGOT : 95 u/L(H) portal
SGPT : 70 u/L (H) 5. Monitoring efektivitas
Natrium : 134 mEq/L (N) penggunaan injeksi vitamin
Kalium : 3,7 mEq/L (N) K
- Terapi : 6. Monitoring TTV, SGPT,
1. Injeksi Ranitidin 2 x 50 SGOT, Hb, Albumin,
mg Trombosit, Leukosit
2. PCT 3 x 500 mg
3. Infus NaCl 0,9% 20
tpm
19/2/19 - Demam - Diagnosa dokter : Febris, 1. Indikasi asites 1. Rekomendasi terapi asites
- Mual sirosis hepatik, asites belum teratasi dengan pemberian diuretik
- Perut terasa - TTV : 2. Indikasi furosemid inj 20-40 mg/hari
panas TD : 110/80 mmHg konstipasi belum (Medscape)
- Nyeri perut HR : 80 x/menit teratasi 2. Rekomendasi terapi
- Asites Suhu : 37,00 oC 3. Potensi efek konstipasi dengan
- BAB susah RR : 20 x/menit samping obat pemberian Laktulosa 30 –
- Riwayat BAB - Skala nyeri : 4 Parasetamol : 45 mL/8 jam (Medscape)
hitam - Data Lab (17/2/19) : hepatotoksik 3. Monitoring fungsi hati
Hb : 8,9 g/dL (L) Sistenol 3 x 1 (Parasetamol
Leukosit : 5030 (N) 500 mg & N-acetylsistein
Trombosit : 62000/uL (L) 200 mg)
SGOT : 95 u/L(H) 4. Rekomendasi penambahan
SGPT : 70 u/L (H) obat propranolol 20 mg 2 x
Natrium : 134 mEq/L (N) 1 untuk mencegah
Kalium : 3,7 mEq/L (N) hipertensi portal
- Terapi : 5. Monitoring TTV, SGPT,
1. Injeksi Ranitidin 1 x SGOT, Hb, Albumin,
50 mg Trombosit, Leukosit
2. Injeksi Vitamin K 1 6. Monitoring efektivitas

15
amp/8 jam penggunaan injeksi vitamin
3. PCT 3 x 500 mg K
4. Urdahex 3 x 1 7. Monitoring efektivitas
5. VIP Albumin 3 x 1 Urdahex ⟶ bilirubin
6. Aminofusin hepar 12
tpm
20/2/20 - Demam - Diagnosa dokter : Febris, 1. Indikasi asites 1. Rekomendasi terapi asites
19 - Perut terasa sirosis hepatik, asites belum teratasi dengan pemberian diuretik
panas - TTV : 2. Indikasi furosemid inj 20-40 mg/hari
- Nyeri perut TD : 120/80 mmHg konstipasi belum (Medscape)
- Asites HR : 80 x/menit teratasi 2. Rekomendasi terapi
- BAB susah Suhu : 36,50 oC 3. Indikasi efek konstipasi dengan
- Riwayat BAB RR : 20 x/menit samping obat pemberian Laktulosa 30 –
Hitam - Skala nyeri : 4 Parasetamol 500 45 mL/8 jam (Medscape)
- Data Lab (17/2/19) : mg : 3. Monitoring fungsi hati
Hb : 8,9 g/dL (L) hepatotoksik 4. Rekomendasi penambahan
Leukosit : 5030 (N) obat propranolol 20 mg 2 x
Trombosit : 62000/uL (L) 1 untuk mencegah
SGOT : 95 u/L(H) hipertensi portal
SGPT : 70 u/L (H) 5. Monitoring efektivitas
Natrium : 134 mEq/L (N) penggunaan injeksi vitamin
Kalium : 3,7 mEq/L (N) K dan Urdahex
- Terapi : 6. Monitoring TTV, SGPT,
1. Injeksi Ranitidin 1 x 50 SGOT, Hb, Albumin,
mg Trombosit, Leukosit
2. Injeksi Vitamin K 1 8. Monitoring efektivitas
amp/8 jam penggunaan injeksi vitamin
3. PCT 3 x 500 mg K
4. Urdahex 3 x 1 7. Monitoring efektivitas
5. VIP Albumin 3 x 1 Urdahex ⟶ bilirubin
6. Aminofusin hepar 12
tpm
21/2/19 - Perut terasa - Diagnosa dokter : sirosis 1. Indikasi ada 1. Rekomendasi penghentian
panas hepatik, asites obat tidak ada terapi parasetamol
- Nyeri perut - TTV : penyakit : 2. Rekomendasi terapi
- Asites TD : 120/70 mmHg parasetamol konstipasi dengan
- BAB susah HR : 75 x/menit 500 mg pemberian Laktulosa 30 –
- Gatal-gatal pada Suhu : 36,60 oC 2. Indikasi 45 mL/8 jam (Medscape)
dahi RR : 20 x/menit konstipasi 3. Rekomendasi pemberian
- Riwayat BAB - Skala nyeri : 3 belum teratasi salep ketokonazol 2%
Hitam - Data Lab : 3. Indikasi gatal- 4. Rekomendasi pemberian
Albumin 1,45 (L) gatal pada dahi transfusi albumin 20%
- Terapi : belum teratasi Kebutuhan albumin dengan
1. Injeksi Ranitidin 1 x 50 4. Indikasi transfuse albumin 20%/100
mg hipoalbumin ml = 54,6 g
2. Injeksi Vitamin K 1 belum teratasi 5. Rekomendasi penambahan
amp/8 jam obat propranolol 20 mg 2 x
3. Injeksi Furosemid 2-1-0 1 untuk mencegah
4. PCT 3 x 500 mg hipertensi portal
5. Urdahex 3 x 1 6. Monitoring efektivitas
6. VIP Albumin 3 x 1 penggunaan injeksi vitamin
7. Aminofusin hepar 12 K dan Urdahex
tpm 7. Monitoring TTV, SGPT,
SGOT, kadar elektrolit
kalium, Hb, Albumin,
Trombosit, Leukosit
9. Monitoring efektivitas
penggunaan injeksi vitamin

16
K
8. Monitoring efektivitas
Urdahex ⟶ bilirubin
22/2/19 - Perut terasa - Diagnosa dokter : sirosis 1. Indikasi ada obat 1. Rekomendasi penghentian
panas hepatik, asites, dispepsia, tidak ada terapi parasetamol
- Nyeri perut tinea kruris et faecalis penyakit : 2. Rekomendasi penggantian
- Asites - TTV : parasetamol 500 terapi konstipasi dengan
- BAB susah TD : 140/70 mmHg mg pemberian Laktulosa 30 –
- Gatal-gatal pada HR : 80 x/menit 2. Indikasi 45 mL/8 jam (Medscape)
dahi Suhu : 36,80 oC penggunaan 3. Rekomendasi penambahan
- Riwayat BAB RR : 21 x/menit laksadin kurang obat propranolol 20 mg 2 x
Hitam - Skala nyeri : 4 tepat 1 untuk mencegah
- Data Lab : - 3. Penggunaan hipertensi portal
- Terapi : ranitidin > 5 hari 4. Rekomendasi pemberian
1. Injeksi Ranitidin 1 x 50 pada pasien transfusi albumin 20%
mg penyakit hati Kebutuhan albumin dengan
2. Injeksi Vitamin K 1 4. Indikasi transfuse albumin 20%/100
amp/8 jam hipoalbumin ml = 54,6 g
3. Injeksi Furosemid 2-1-0 belum teratasi 5. Monitoring TTV, SGPT,
4. PCT 3 x 500 mg SGOT, kadar elektrolit
5. Urdahex 3 x 1 kalium, Hb, Albumin,
6. VIP Albumin 3 x 1 Trombosit, Leukosit, GDS
7. Fleet enema ekstra 6. Monitoring efektivitas
8. Laksadin 2 x 2 cth penggunaan injeksi vitamin
9. Flukonazol 1x1 K
50mg/minggu selama 4 7. Monitoring efektivitas
siklus Urdahex ⟶ bilirubin
10. Cetirizin 1x1
11. Salep racikan
12. Infus D5%
13. Aminofusin hepar 12
tpm
23/2/19 - Perut terasa - Diagnosa dokter : sirosis 1. Indikasi ada obat 1. Rekomendasi penghentian
panas hepatik, ensefalopati tidak ada terapi parasetamol
- Nyeri perut hepatikum, asites, penyakit : 2. Rekomendasi penggantian
- Asites dispepsia, tinea kruris et parasetamol 500 terapi konstipasi dengan
- Gatal-gatal pada faecalis mg pemberian Laktulosa 30 –
dahi - TTV : 2. Indikasi 45 mL/8 jam (Medscape)
- Batuk TD : 110/70 mmHg penggunaan 3. Rekomendasi penambahan
- Riwayat BAB HR : 97 x/menit laksadin kurang obat propranolol 20 mg 2 x
hitam Suhu : 37,00 oC tepat 1 untuk mencegah
RR : 21 x/menit 3. Penggunaan hipertensi portal
- Skala nyeri : 4 ranitidin > 5 hari 4. Monitoring TTV, SGPT,
- Data Lab : pada pasien SGOT, kadar elektrolit
Kreatinin darah : 1,95 (H) penyakit hati kalium, Hb, Albumin,
Kalium 3,6 (N) Trombosit, Leukosit, GDS
Ureum darah : 39,30 (H) 5. Monitoring efektivitas
URINE LENGKAP penggunaan injeksi vitamin
Kekeruhan : keruh K
- Terapi : 6. Monitoring efektivitas
1. Injeksi Ranitidin 1 x 50 Urdahex ⟶ bilirubin
mg
2. Injeksi Vitamin K 1
amp/8 jam
3. Injeksi Furosemid 2-1-0
4. Injeksi ceftriaxon 2x1
5. PCT 3 x 500 mg
6. Urdahex 3 x 1

17
7. VIP Albumin 3 x 1
8. Ambroxol
9. Fleet enema ekstra
10. Laksadin 2 x 2 cth
11. Flukonazol 1x1
50mg/minggu selama 4
siklus
12. Cetirizin 1x1
13. Salep racikan
14. D5% + Drip LOLA 20
tpm
15. Transfusi albumin 20%
24/2/19 - Perut terasa - Diagnosa dokter : sirosis 1. Indikasi ada obat 1. Rekomendasi penghentian
panas hepatik, ensefalopati tidak ada terapi parasetamol
- Nyeri perut hepatikum, asites, penyakit : 2. Rekomendasi penggantian
- Asites dispepsia, tinea kruris et parasetamol 500 terapi konstipasi dengan
- BAB susah faecalis mg pemberian Laktulosa 30 –
- Gatal-gatal pada - TTV : 2. Indikasi 45 mL/8 jam (Medscape)
dahi TD : 140/90 mmHg penggunaan 3. Rekomendasi penambahan
- Batuk HR : 105 x/menit laksadin kurang obat propranolol 20 mg 2 x
- Riwayat BAB Suhu : 37,30 oC tepat 1 untuk mencegah
hitam RR : 20 x/menit 3. Penggunaan hipertensi portal
- Skala nyeri : 1 ranitidin > 5 hari 4. Monitoring TTV, SGPT,
- Data Lab : pada pasien SGOT, kadar elektrolit
Albumin : 1,78 (L) penyakit hati kalium, Hb, Albumin,
- Terapi : Trombosit, Leukosit, GDS
1. Injeksi Ranitidin 1 x 50 5. Monitoring efektivitas
mg penggunaan injeksi vitamin
2. Injeksi Vitamin K 1 K
amp/8 jam 6. Monitoring efektivitas
3. Injeksi Furosemid 2-1-0 Urdahex ⟶ bilirubin
4. Injeksi ceftriaxon 2x1
5. PCT 3 x 500 mg
6. Urdahex 3 x 1
7. VIP Albumin 3 x 1
8. Ambroxol
9. Fleet enema ekstra
10. Laksadin 2 x 2 cth
11. Flukonazol 1x1
50mg/minggu selama 4
siklus
12. Cetirizin 1x1
13. Salep racikan
14. D5% + Drip LOLA 20
tpm
15. Transfusi albumin 20%

18
3.4 Pembahasan
Tn.M (umur 54 tahun, BB 65 kg, TB 165 cm) datang ke IGD RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo dengan keluhan perut terasa panas dan kembung. Pasien
memiliki riwayat penyakit hepatitis B dan sirosis hati serta BAB berwarna hitam.
Diagnosa awal dari dokter adalah febris, sirosis hepatis dan asites, dengan kondisi
tanda-tanda vital saat masuk IGD RSMS adalah tekanan darah 103/60 mmHg,
nadi 85 x/menit, suhu 37,30 °C, RR 22 x/menit. Saat awal masuk IGD pasien
mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 20 tpm, injeksi ranitidin 2 x 50 mg dan
parasetamol 3 x 500 mg jika demam. Data laboratorium pasien adalah Hb 8,9
g/dL (L), Leukosit 5030 (N), Trombosit 62000/uL (L), SGOT 95 u/L (H), SGPT
70 u/L (H), Natrium 134 mEq/L (N) dan Kalium 3,7 mEq/L (N).
Pemantauan terapi obat sejak dari tanggal 18 - 24 Februari 2019 pasien
dirawat inap mendapatkan pengobatan, diantaranya:
 Injeksi Ranitidin
Pasien diberi injeksi ranitidine 2 x 50 mg bertujuan untuk mengobati stress
ulser yang ditunjukkan nyeri pada perut, mual dan muntah. Dimana mekanisme
kerjanya menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel parietal
lambung, yang menghambat sekresi asam lambung, volume lambung dan
konsentrasi ion hidrogen berkurang. Ranitidin tidak mempengaruhi sekresi pepsin,
sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin.
Penggunaan ranitidine 2 x 50 mg pada pasien Tn.M dimulai pada tanggal 17
Februari 2019 dan diturunkan dosisnya menjadi 1 x 50 mg pada tanggal 19
Februari sampai 24 Februari 2019 dan telah berlangsung lebih dari 5 hari dimana
penggunaan ranitidin injeksi lebih dari 100 mg atau lebih dari 5 hari dapat
meningkatkan SGPT, sehingga disarankan untuk monitor fungsi hati (Medscape).
 Injeksi vitamin K
Tn.M memiliki riwayat BAB berwarna hitam. Perdarahan varises seringnya
berupa muntah yang berisi darah (hematemesis) dan dapat berupa feses yang
bercampur darah hitam seperti kopi (melena), perubahan warna ini terjadi karena
darah yang berasal dari saluran cerna bagian atas masuk ke dalam lambung dan
berinteraksi dengan asam lambung (gastric) sehingga menyebabkan perubahan
warna dari merah menjadi hitam hal ini pula yang menjadi penanda bila terjadi

19
pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada sirosis, dapat terjadi gangguan
koagulasi kompleks berupa penurunan faktor koagulasi, fibrinolisis berlebihan,
trombositopenia dan disfungsi trombosit. Kekurangan vitamin K akan
meningkatkan perdarahan. Untuk mencegah pendarahan, pasien diterapi dengan
injeksi vitamin K 1 ampul tiap 8 jam. Vitamin K merupakan hemostatik sistemik
yang diindikasikan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat defisiensi
vitamin K. Namun, pada pasien tidak terjadi tanda-tanda perdarahan (melena)
sehingga disarankan monitoring efektivitas penggunaan injeksi vitamin K dan
setelah 2-3 hari penggunaan sebaiknya dihentikan karena dapat berpotensi
menimbulkan koagulasi (penggumpalan darah).
 Injeksi Furosemide
Furosemide merupakan obat golongan loop diuretic, umumnya
diindikasikan untuk pasien dengan retensi cairan yang berat (edema, ascites),
edema paru akut, edema pada sindrom nefrotik, insufisiensi renal kronik, sirosis
hepatis. Furosemid merupakan diuretik kuat untuk terapi asites pada sirosis hati.
Pasien Tn.M memiliki keluhan asites sehingga penggunaan injeksi furosemide
sudah tepat. Furosemid sebagai diuretik kuat memiliki efek samping hipokalemia,
sehingga diperlukan monitoring terhadap kadar kalium pasien.
 Laksadin syrup dan Fleet Enema Ekstra
Tn.M mengaku susah BAB dan mendapat terapi laksadin serta fleet enema.
Obat-obatan ini digunakan untuk memperlancar BAB serta mencegah terjadinya
ensefalopati hepatik pada pasien. Ensefalopati hepatik (EH) merupakan
komplikasi yang sering ditemukan pada pasien sirosis hepar. EH tidak hanya
menyebabkan penurunan kualitas hidup, namun dapat memberikan prognosis
buruk pada pasien dengan sirosis hepar. Pada pasien dengan enselopati hepatik,
konstipasi/obstipasi dapat memicu peningkatan produksi dan absorpsi amonia di
usus akibat kontak yang lama antara bakteri usus dan substrat protein (Duseja et
al., 2003). Pada pasien enselopati hepatik salah satu target terapi adalah
menurunkan produksi dan absorpsi ammonia karena ammonia dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, dan pada kasus yang parah dapat
memicu terjadinya koma hingga kematian.

20
Namun, pasien diberi laksadin (fenolftalein, parafin cair, gliserin) yang
kurang efektif diberikan untuk pencegahan ensefalopati hepatik dan
direkomendasikan penggantian terapi dengan Laktulosa 30 – 45 mL/8 jam.
Laktulosa diindikasikan sebagai kolagogum (untuk melindungi hati dari
kerusakan) pada pasien ensefalopati hati, dan menstimulasi aliran empedu dari
hati. Laktulosa akan dihidrolisa oleh bakteri usus menjadi asam laktat dan asetat,
dimana lingkungan asam ini akan mengionisasi amonia menjadi ion amonium,
sehingga tidak berdifusi melalui membran colon dan akan diekskresikan bersama
feses. Laktulosa juga menghambat pembentukan amonia oleh bakteri usus.
Kelebihan laktulosa lainnya adalah sifat katarsis yang dimilikinya. Laktulosa akan
menarik cairan sehingga melunakkan faeses dan merangsang peristaltik usus.
Peningkatan peristaltik usus akan memendekkan transit time faeses dalam colon,
sehingga amonia yang terserap semakin sedikit (Li dkk.,2004). Penggunaan
stimulan seperti enema sodium fosfat biasanya dipakai untuk menambah efek
laktulosa.

 Parasetamol tablet
Tn. M mendapatkan terapi parasetamol 3 x 500 mg sejak masuk IGD
sampai tanggal 24 Februari 2019 dengan keluhan demam sejak masuk IGD
sampai tanggal 20 Februari 2019. Parasetamol merupakan antipiretik yang
memiliki efek samping hepatotoksik dan pada penggunaan untuk pasien sirosis
dosis maksimal adalah 2 gram sehingga penggunaan parasetamol pada kasus
belum tepat dan disarankan monitoring fungsi hati terutama SGPT dan SGOT.
Atau disarankan penggantian parasetamol dengan sistenol yang berisi kombinasi
n-asetilsistein 200 mg dan parasetamol 500 mg.

21
Kerusakan hati akibat parasetamol terjadi akibat metabolitnya yaitu NAPQI
(N-acetyl-p-benzoquinoeimine) yang sangat reaktif. Pada keadaan normal, produk
reaktif ini dengan cepat berikatan dengan kadar gluthation di hati, sehingga
menjadi bahan yang tidak toksik. Tetapi pada pemakaian berlebih terutama pada
pasien yang sudah menderita kerusakan hati, produksi NAPQI akan terus
bertambah dan produksi gluthatione tidak sebanding selanjutnya akan
memperparah kerusakan hati (Sayoeti dan Moriska, 2015).
N-asetylsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation yang
efektif mencegah proses oksidasi pada tubuh. NAC merupakan suatu prodrug dan
prekrusor GSH golongan mukolitik yang dapat meningkatkan hemodinamik dan
transport oksigen pada kerusakan hati akut. NAC merupakan antidotum efektif
untuk kerusaan hati akibat pemberian parasetamol.
 Urdahex (Asam Ursodeoksikolik)
Ursodiol (juga dikenal sebagai asam ursodeoxycholic) adalah salah satu
asam empedu sekunder, yang merupakan produk sampingan metabolik dari
bakteri di usus. Asam empedu primer diproduksi oleh hati dan disimpan di
kantong empedu. Ketika disekresikan ke usus besar, asam empedu primer dapat
dimetabolisme menjadi asam empedu sekunder oleh bakteri usus. Asam empedu
primer dan sekunder membantu tubuh mencerna lemak. Ursodeoxycholic acid
membantu mengatur kolesterol dengan mengurangi tingkat di mana usus
menyerap molekul kolesterol saat memecah misel yang mengandung kolesterol.
Karena sifat ini, asam ursodeoxycholic digunakan untuk mengobati batu empedu
tanpa pembedahan. Mekanisme kerja ursodeoxycholic acid meningkatkan kadar
enzim hati dengan memfasilitasi aliran empedu melalui hati dan melindungi sel
hati. Namun, pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin sehingga
disarankan monitor efektivitas penggunaan urdahex berupa kadar bilirubin atau
melakukan penghentian terapi dikarenakan tidak ada tanda-tanda penyumbatan
pada empedu.
 Flukonazole, Cetirizin, dan racikan salep (Miconazol)
Penggunaan ketiga obat tersebut untuk mengatasi keluhan gatal-gatal pada
dahi yang dikeluhkan pasien sejak tanggal 21 Februari 2019. Cetirizin merupakan
obat yang digunakan untuk tinea kruris pada pasien. Cetirizine merupakan

22
antagonis reseptor histamin H1 yang dapat digunakan sebagai pengobatan
urtikaria dengan dosis 5 – 10 mg per hari. Mikonazol merupakan antijamur yang
efektif digunakan pada infeksi Tinea kruris dengan dosis 2% dan dapat digunakan
2x sehari (Medscape, 2019). Flukonazole merupakan obat golongan triazol yaitu
suatu inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergostreol, bekerja dengan
menghambat enzim sitokrom P-450 14-α-demethylase dan bersifat fungistatik.
Flukonazol tersedia dalam bentuk tablet dan parenteral. Flukonazol secara cepat
dan sempurna diabsorbsi melalui gastrointestinal dengan biavailabilitas melebihi
90% dan absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh kadar asam lambung (pH)
sehingga pengobatan oral menjadi prioritas utama (Lubis, 2018). Disamping itu,
pasien masih sadar dan masih mampu diberikan pengobatan melalui mulut
sehingga pemilihan flokonazol tablet sudah tepat. Namun, dikarenakan pasien
mempunyai sakit hati, dilakukan monitoring fungsi hati dan sebaiknya pengobatan
yang diberikan dari luar yaitu salep untuk membantu meringankan kerja hati.
 Ceftriaxon
Ceftriaxone bekerja sebagai antimikroba dengan menghambat sintesa
dinding sel mikroba, yang dihambat ialah enzim transpeptidase tahap ketiga dalam
rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Pasien terindikasi mengalami SBP
dikarenakan terdapat keluhan dan tanda asites. SBP merupakan infeksi cairan
asites yang disebabkan enterobacteriaceae, seperti E. Colli yang memerlukan
terapi antibiotika. Berdasarkan literatur antibiotika yang digunakan adalah
Sefalosporin generasi III seperti Ceftriaxone.
 Aminofusin hepar
Aminofusin hepar mengandung berbagai senyawa seperti asam amino
BCAA yang dapat memberikan efek hepatoprotektor untuk regenerasi sel-sel hati.
Selain itu adapula yang disebut LOLA (L-ornitin dan L-Aspartat) sebagai substrat
antara untuk produksi glutamat dalam otot yang akan mengurangi amonia yang
beredar dan akan mengurangi edema dalam otak pada ensefalopati hati.

Selain itu, pasien sirosis hati biasanya memiliki penyakit hipertensi portal
dan pada Tn.M diperkuat dengan riwayat penggunaan obat untuk hipertensi portal
yaitu Popanolol. Maka dari itu, direkomendasikan untuk pemberian propranolol
10 mg 2 x 1. Propranolol (antihipertensi non selektif) diindikasikan untuk

23
hipertensi portal. Peningkatan resistensi terhadap aliran darah yang disebabkan
oleh jaringan parut yang luas dari sirosis hati. Hipertensi portal adalah
peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang menetap,
sedangkan tekanan dalam keadaan normal sekitar 5 –10 mmHg. Hipertensi portal
paling sering disebabkan oleh sirosis hati. Sirosis merupakan fase akhir dari
penyakit hati kronis yang paling sering menimbulkan hipertensi portal. Tekanan
vena porta merupakan hasil dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah
pada portal bed. Pada sirosis, tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta
keduanya sama-sama meningkat Bila ada obstruksi aliran darah vena porta,
apapun penyebabnya, akan mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan
vena porta yang tinggi merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral
portosistemik yang dibentuk oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang
menghubungkan sistem vena porta dan vena kava superior dan inferior.
Hipertensi portal sering menyebabkan pembesaran limpa karena tekanan
mengganggu aliran darah ke limpa pada pembuluh darah portal. Tekanan portal di
dalam pembuluh darah dapat menyebabkan protein dan cairan pada permukaan
hati dan usus dan kemudian masuk ke rongga perut. Kondisi ini disebut asites.
Kondisi lain yang disebabkan oleh hipertensi portal adalah varises esofagus.
Apabila varises pecah maka dapat menimbulkan adanya muntah darah/
hematemesis maupun melena karena darah dari esophagus masuk ke dalam
saluran cerna. Untuk terapi hipertensi portal berdasarkan Dipiro (2015)
direkomendasikan penggunaan nonselective β -adrenergic blocking seperti
propranolol atau nadolol.

24
Hasil lab kadar albumin pasien pada tanggal 21 Februari 2019 di bawah
normal sebesar 1,45 mg/dL nilai normal 3,5-4,5 mg/dL sehingga pasien perlu
diberikan infus albumin 20%, perlu dilakukan koreksi albumin serta monitoring
kadar albumin pasien. Koreksi albumin dilakukan dengan cara sebagai berikut :

0,8 x BB x (albumin yang dikehendaki – nilai albumin sekarang)


= 0,8 x 65 x (2,5 – 1,45)
= 54,6 gram
Sediaan albumin = 20 % / 100 ml
Albumin yang diberikan = 54,6 / 20 x 100 = 273 ml

Memburuknya fungsi hepatoseluler yang progresif pada sirosis dapat


menurunkan konsentrasi albumin dan protein lainnya yang disintesis oleh hepar.
Konsentrasi protein plasma yang menurun menyebabkan tekanan osmotik plasma
juga menurun sehingga keseimbangan dari kekuatan hemodinamik terganggu
menyebabkan berkembangnya edema perifer dan asutes.

25
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan perut terasa nyeri dan bengkak,
pasien memiliki riwayat hepatitis B dan Sirosis Hati. Diagnosa dokter
terakhir adalah sirosis hepatik, ensefalopati hepatikum, asites, dispepsia,
tinea kruris et faecalis.
2. Rekomendasi penghentian terapi parasetamol
3. Rekomendasi penggantian terapi konstipasi dengan pemberian Laktulosa 30
– 45 mL/8 jam (Medscape)
4. Rekomendasi penambahan obat propranolol 20 mg 2 x 1 untuk mencegah
hipertensi portal
5. Monitoring TTV, SGPT, SGOT, kadar elektrolit kalium, Hb, Albumin,
Trombosit, Leukosit, GDS.

26
DAFTAR PUSTAKA

Charles, F., et al. 2009. Drug Information Handbook ed 17. Lexi-comp : Amerika.
Dipiro, J., Talbert R. 2008. A Pathophysiologic Approach ed 7. Pharmacotherapy.
Mc.Graw-Hill companies : New York.
Hayes C. Peter, Mackay, Thomas W., 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi,
cetakan I. Jakarta : EGC.
Lubis, R.D. 2018. Pengobatan Dermatomikosis. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Medscape https://reference.medscape.com/
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Buku 2, Alih bahasa oleh Lorraine M.Wilson. Jakarta : EGC.
Tim Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology and Drug Notes. Makassar :
MMN Publishing.
Walker Roger, Edwards Clive. 2003. Clinical Pharmacy Therapetics, Third
Edition, Churchill Livingstone
Wells, Barbara G., Dipiro Joseph T., Schwinghammer Terry L., Hamilton Cynthia
W., 2003. Pharmacotherapy Hand Book, Fifth Edition. USA : McGraw-
Hill Companies
White, Heather M. 1995. Penyakit-Penyakit Hati. Dalam : Woodley, Michele &
Alison Whelan (eds). Pedoman Pengobatan. Edisi ke-27. Terj. dari :
Manual of Medical Therapeutica. Essentia Medika.
Widoyono, D.A. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan
dan Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

27

Anda mungkin juga menyukai