PENDAHULUAN
Pada tahun 1873, J.C Maxwell secara teori menjabarkan adanya gelombang
elektromagnetik di alam yang menjalar dengan kecepatan sebesar kecepatan cahaya.
Kemudian secara umum eksperimen Heinrich Hertz pada tahun 1898 dengan memakai osilasi
dipol listrik berhasil memperoleh gelombang elektromagneti yaitu gelombang mikro yang
ternyata dapat dipantulkan, dibiaskan, difokuskan dengan lensa dan seterusnya sebagaimana
lazimnya.
Sejak itu cahata diyakini sebagai gelombang elektromagnetik transversal yang
dimaksud dengan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dapat
dipantulkan dan ditransmisikan dari pemantulan dapat terpolarisasi bidang apabila bidang
getar magnetnya tertentu. Pada umumnya gelombang terdiri dari sinar – sinar dari berbagai
kemungkinan bidang getar bagi medan listrik dan medan magnetnya, bidang getar itu
dinamakan bidang polarisasi. Dengan kata lain, polarisasi adalah peristiwa terjadinya
perubahan arah medan listriknya menjadi searah dengan mengabaikan arah dari medan
magnet.
Dengan prinsip polarisasi tersebut dilakukan pada percobaan polarisasi (hukum
Malus) dengan menggunakan laser He-Ne sebagai sumber cahaya yang termasuk dalam
gelombang elektromagnetik, dimana pada percobaan itu dilakukan dua kali dengan
menggunakan laser tanpa retarder (bidang penunda). Prinsip tersebut telah memberikan
manfaat untuk mempelajari fotoelastisitas dan efek Kerr.
BAB II
PEMBAHASAN
Polarisasi cahaya atau pengkutuban adalah peristiwa perubahan arah getara gelombang cahaya yang
acak menjadi satu arah getaran. Poarisasi hanya terjadi pada gelombang transvesal, yang berarti
bahwa cahaya merambat tegak lurus terhadap arah osilasinya. Syaratnya adalah bahwa gelombang
tersebut mempunyai arah osilasi tegak lurus terhadap bidang rambatnya.(Soetrisno, 1979)
B. Jenis Polarisasi Cahaya 1. Polarisasi Linier Cahaya terpolarisasi linier(terpolarisasi bidang) jika
medan listriknya bergetar pada suatu garis lurus rambatan gelombang medan listrik bersamaan
dengan gelombang medan magnet. Bila gelombang hanya mempunyai pergeseran Y, maka
gelombang tersebut terpolarisasi linier dan bergetar merambat dalam arah Y. Polarisasi linier di
tunjukkan pada gambar 1.
Warna merah menunjukkan medan magnet B, warna biru menunjukkan perputaran medan listrik,
warna hijau menunjukkan medan listrik E, dan warna ungu menunjukkan jenis polarisasi linier. 2.
Polarisasi Melingkar Jika vektor medan listriknya berputar pada lingkaran, maka cahaya dikatakan
terpolarisasi melingkar. Polarisasi cahaya melingkar terdiri dari dua gelombang
Sumber cahaya terpolarisasi yang paling banyak dijumpai berupa proses refteksi dari
medium dielektrik. Cahaya terpolarisasi sebagian dapat diperoleh dari cahaya yang terefleksi
oleh permukaan kaca jendela, lembar kertas, permukaan gagang telepon, sampul buku, dan
dari genangan air di jalan setelah turun hujan. Cahaya terpolarisasi yang terjadi karena proses
refleksi, dapat ditinjau dari persamaan Fresnel tentang koefisien amplitudo refleksi, yaitu
Dengan menggunakan sudut datang 0,, sehingga (0,+ 0) T/2 radian, maka
Bila tidak terdapat amplitudo medan listrik yang sejajar bidang datang, maka cahaya yang
dipantulkan hanya berupa gelombang dengan arah getar medan listrik yang tegak lurus
bidang datang. Pada kondisi ini sudut datang disebut dengan sudut polarisasi atau sudut
Brewster. Dengan memanfaatkan hukum Snell
dan menggunakan sudut datang sama dengan sudut polarisasi e, ep,ep 0, 2 sehingga e, /2- 8p,
maka
Dari besaran reflektansi cahaya (besaran yang diperoleh dari kuadrat koefisien
amplitudo refleksi) yang dinyatakan sebagai fungsi sudut datang khususaya untuk cahaya
yang mempunyai arah getar medan listrik sejajar bidang datang, didapatkan satu sudut yang
mempunyai reflekstansi sebesar nol, yakni sudut polarisasi, seperti ditunjukkan Gambar
3.11.a). Artinya, dalam proses pemantulan hanya cahaya yang arah getar medan listrik tegak
lurus bidang datang saja yang direfleksikan. Sehingga bila berkas cahaya datang pada bidang
batas dua medium dengan indeks bias yang berbeda, dengan sudut datang sama dengan sudut
polarisasi/ Brewster, maka cahaya yang terefleksi dikatakan sebagai cahaya terpolarisasi.
Fenomena ini terjadi baik cahaya merambat dari medium yang lebih rapat ke medium yang
kurang rapat (medium yang mempunyai indeks bias yang lebih besar ke medium yang indeks
biasnya lebih kecil, n, > n), atau sebaliknya, seperti ditunjukkan Gambar 3.11.b)
Polarisator berdasar fenomena refleksi dapat dikembangkan menjadi polarisator interferensi
dengan permukaan pemantul berupa bahan dielektrik. Polarisator interferensi ideal dibuat
dengan pelapisan dielektrik lapis jamak.
Pada bagian ini dibahas polarisator interferensi dari bahan dielektrik lapis tunggal, seperti
ditunjukkan Gambar 3.12.
Besarnya reflektansi dari lapisan dielektrik tunggal seperti Gambar 3.13, dapat dihitung
dengab menggubakan persamaan
Besamya reflektansi komponen polarisasi arah normal permukaan lapisan dielektrik adalah
Bila cahaya tak terpolarisasi datang pada bidang batas dua medium berindeks bias berbeda,
maka cahaya ini dapat diuraikan menjadi 2 cahaya terpolarisasi linier saling tegak lurus
dengan amplitudo yang sama, -12. Dengan reflekstansi medan sejajar dan tegak lurus R, dan
R i, maka didapatkan Ill Ri, R i
Dari Gambar 3.11.a) tampak bahwa dengan n 1 dan n, 1,5 dan sudut datang sama dengan
sudut polarisasi, maka 7,5 cahaya yang datang yang direfleksikan. Cahaya yang direfleksikan
termasuk jenis cahaya terpolarisasi lengkap dengan derajat polarisasi 1. Sedangkan cahaya
yang ditransmisikan dikategorikan sebagai cahaya terpolarisasi sebagian.
Persamaan (3.18) dapat diperoleh dengan analogi pemanfaatan polarisator linier. Seberkas
cahaya yang dilewatkan pada polarisator linier pada posisi sumbu polarisator tertentu
sedemikian hingga cahaya yang diteruskan berintensitas maksimum. Dengan memutar
polarisator linier sehingga posisi sumbu polarisator tegak lurus terhadap keadaan semula akan
didapatkan intensitas minimum. Derajat polarisasi seperti dinumuskan dalam bentuk
Persamaan (3.18) sering dikenal dengan istilah visibilitas frinji dalam bahasan tentang
interferometri, yakni nilai kekontrassan frinji hasil interferensi. Tentang visibilitas akan
dibahas pada bab 5.