Anda di halaman 1dari 3

Polarisasi Cahaya

Sebagai gelombang transversal, cahaya dapat mengalami polarisasi. Polarisasi cahaya dapat disebabkan oleh empat cara, yaitu refleksi (pemantulan), absorbsi (penyerapan), pembiasan (refraksi) ganda dan hamburan. 1. Polarisasi karena refleksi Saat cahaya datang di pantulkan pada dua medium yang berbeda yaitu antara dua medium yang transparan seperti kaca ke udara atau udara ke kaca, maka cahaya yang terpolarisasi sebagaian. Lalu tingkat polarisasi tergantung pada sudut datang serta indeks bias medium dan ketika terbentuk sudut sedemikian tersebut lalu antara sinar-sinar yang dihasilkan oleh pemantulan dan pembiasan saling tegak lurus, maka saat itulah cahaya terpolarisasi sempurna. Sir David Brewster (1812) menemukan bahwa sudut datang tertentu yang mana cahaya direfleksikan pada medium yang permukaannya dielektrik sehingga cahaya terpolarisasi linier total. Cahaya pantul yang terpolarisasi sempurna jika medan listrik cahaya yang datang dapat dipecah menjadi komponen-komponen yang sejajar tegak lurus dengan bidang datang atau yang mengakibatkan sinar bias dengan sinar pantul saling tegak lurus. Maka sudut datang inilah yang di sebut sudut Brewster atau sudut polarisasi (ip). Dengan menggunakan hukum snelius yaitu n1 adalah medium pertama sedangkan n2 adalah medium kedua. Jadi, tan adalah berbanding terbalik antara n1 dan n2 . Lalu jumlah sudut pantul (ip) dan sudut bias (r) adalah 90o karena kondisi terjadinya polarisasi total pada cahaya yang dipantulkan 90o.

Gambar 1. Polarisasi karena refleksi

Pemantulan akan menghasilkan cahaya terpolarisasi jika sinar pantul dan sinar biasnya membentuk sudut 90o. Arah getar sinar pantul yang terpolarisasi akan sejajar dengan bidang pantul. Oleh karena itu sinar pantul tegak lurus sinar bias, berlaku ip + r = 90 atau r = 90 ip . Dengan demikian, berlaku pula

Jadi, diperoleh persamaan

Dengan n2 adalah indeks bias medium tempat cahaya datang n1 adalah medium tempat cahaya terbiaskan, sedangkan ip adalah sudut pantul yang merupakan sudut terpolarisasi. Persamaan di atas merupakan bentuk matematis dari Hukum Brewster. 2. Polarisasi karena absorbsi selektif

Gambar 2. Skema polarisasi selektif menggunakan filter polaroid. Hanya cahaya dengan orientasi sejajar sumbu polarisasi polaroid yang diteruskan.

Polarisasi jenis ini dapat terjadi dengan bantuan kristal polaroid. Bahan polaroid bersifat meneruskan cahaya dengan arah getar tertentu dan menyerap cahaya dengan arah getar yang lain. Cahaya yang diteruskan adalah cahaya yang arah getarnya sejajar dengan sumbu transmisi.

Gambar 3. Dua buah polaroid, polaroid pertama disebut polarisator dan polaroid kedua disebut analisator dengan sumbu transmisi membentuk sudut

Seberkas cahaya alami menuju ke polarisator. Di sini cahaya dipolarisasi secara vertikal yaitu hanya komponen medan listrik E yang sejajar sumbu transmisi. Selanjutnya cahaya terpolarisasi menuju analisator. Di analisator, semua komponen E yang tegak lurus sumbu transmisi analisator

diserap, hanya komponen E yang sejajar sumbu analisator diteruskan. Sehingga kuat medan listrik yang diteruskan analisator menjadi: E2 = E cos Jika cahaya alami tidak terpolarisasi yang jatuh pada polaroid pertama (polarisator) memiliki intensitas Io, maka cahaya terpolarisasi yang melewati polarisator adalah: I1 = Io Cahaya dengan intensitas I1 ini kemudian menuju analisator dan akan keluar dengan intensitas menjadi: I2 = I1 cos2 I2 = Io cos2 Jika polarisator dan analisator disilangkan, yaitu jika sumbu-sumbu tansmisi mereka saling tegak lurus, tidak aka nada cahaya yang keluar melaluinya. Persamaan di atas dikenal sebagai Hukum Mallus, menurut nama penemunya yaitu E. L. Mallus ( 1775-1812 ). Hukum tersebut dapat diterapkan pada dua elemen polarisasi yang sumbu-sumbu transmisinya membentuk sudut antara satu dengan yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai