Mukosa olfaktorius, suatu bercak mukosa 3 cm2 di atap rongga hidung, mengandung 3 jenis sel:
sel reseptor olfaktoirus, sel penunjang, dan sel basal. Sel penunjang mengeluarkan mucus, yang
melapisi saluran hidung. Sel basal adalah precursor untuk sel resptor olfaktorius baru, yang
diganti setiap dua bulan. Indra penghiduan bergantung pada sel reseptor olfaktorius yang
mendeteksi bau, atau aroma. Sel reseptor olfaktorius adalah neuron aferen yang bagian
reseptornya terletak di mukosa olfaktorius di hidung dan yang akson aferennya berjalan ke dalam
otak. Akson sel-sel reseptor olfaktorius secara kolektif membentuk saraf olfaktorius.
Bagian reseptor sel reseptor olfaktoirus terdiri dari sebuah tonjolan yang membesar dan
mengandung beberapa silia panjang yang berjalan seperti hiasan rumbai-rumbai ke permukaan
mukosa. Silia ini mengandung tempat untuk mengikat odoran, molekul yang dapat dihidu.
Selama bernapas tenang, odoran biasanya mencapai reseptor sensitive hanya dengan difusi
karena mukosa olfaktorius berada diatas jalur normal aliran udara. Tindakan mengendus
meningkatkan proses ini dengan menarik arus udara kea rah atas di dalam rongga hidung
sehingga lebih banyak molekul odoriferosa di udara yang berkontak dengan mukosa olfaktorius.
Odoran juga mencapai mukosa olfaktorius sewaktu makan dengan naik ke hidung dari mulut
melalui faring.
Agar dapat dihidu, suatu bahan harus :
1. Cukup mudah menguap sehingga sebagian molekulnya dapat masuk ke hidung melalui
udara inspirasi.
2. Cukup larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mucus yang menutupi mukosa
olfaktorius.
Berbagai bagian suatu bau dideteksi oleh reseptor olfaktorius yang berbeda dan disortir ke
dalam “arsip bau”
Hidung manusia mengandung 5 juta reseptor olfaktorius, dengan 1000 tipe berbeda. Selama
deteksi bau, bau “diuraikan” menjadi berbagai komponen. Setiap reseptor berespons hanya
terhadap satu komponen suatu baud an bukan terhadap molekul odoran keseluruhan. Karena itu,
tiap-tiap bagian suatu bau dideteksi oleh satu dari ribuan reseptor berbeda, dan sebuah reseptor
dapat berespon terhadap komponen bau tertentu yang terdapat di berbagai aroma.
Peningkatan sinyal bau tertentu dengan reseptor olfaktorius mengaktifkan protein G, memicu
kaskade reaksi intrasel dependen-cAMP. Masuknya Na+ neto menyebabkan potensial reseptor
pendepolarisasi yang menghasilkan potensial aksi di serat aferen. Frekuensi potensial aksi
bergantung pada konsentrasi molekul kimiawi perangsang.
Serat-serat aferen yang berasal dari ujung reseptor hidung berjalan melalui lubang-lubang halus
di lempeng tulang gepeng yang memisahkan mukosa olfaktorius dari jaringan otak diatasnya.
Serat-serat ini segera bersinaps di bulbis olfaktorius, suatu struktur saraf kompleks yang
mengandung beberapa lapisan sel yang secara fungsional mirip dengan lapisan retina mata.
Bulbus olfaktorius yang kembar, satu di masing-masing sisi, berukuran sebesar anggur kecil.
Tiap-tiap bulbus olfaktorius dilapisi oleh taut-taut saraf kecil mirip bola yang dikenal sebagai
glomerulus. Didalam setiap glomerulus, ujung-ujung sel reseptor yang membawa informasi
tentang komponen bau tertentu, glomerulus berfungsi sebagai “arsip bau”. Komponen-komponen
suatu bau disortir kedalam glomerulus yang berbeda-beda, satu komponen perarsip. Karena itu,
glomerulus, yang merupakan stasiun pemancar pertama untuk pemrosesan informasi bau,
berperan kunci dalam pegorganisasian persepsi bau.
Sel mitral tempat berakhirnya reseptor olfaktorius di glomerulus menyempurnakan sinya baud an
memancarkannya ke otak untuk pemrosesan lebih lanjut. Serat-serat yang meninggalkan bulbus
olfaktorius berjalan dalam dua rute :
1. Sebuah rute subkorteks terutama menuju ke daerah-daerah system limbic, khususnya sisi
medial bawah lobus temporalis. Rute ini, yang mencangkup hipotalamus, memungkinkan
koordinasi erat antara baud an reaksi perilaku yang berkaitan dengan makan, kawin dan
orientasi arah.
2. Sebuah rute melalui thalamus ke korteks. Seperti indra lain, rute korteks penting untuk
persepsi sadar dan diskriminasi halus bau.