Anda di halaman 1dari 39

Kompetensi Guru Abad 21 Sebagai

Tuntutan Pembelajaran Guru


Di abad 21, pekerjaan guru merupakan pekerjaan yang kompleks dan tidak mudah seiring
dengan perubahan besardan cepat pada lingkungan sekolah yang didorong oleh kemajuan
ilmu dan teknologi, perubahan demograsi, globalisasi dan lingkungan. Kompetensi Guru
abad 21, Guru profesional tidak lagi sekedar guru yang mampu mengajar dengan baik
melainkan guru yang mampu menjadi pembelajar dan agen perubahan sekolah, dan juga
mampu menjalin dan mengembangkan hubungan untuk peningkatan mutu pembelajaran di
sekolahnya. Untuk itu, guru membutuhkan pengembangan profesional yang efektif yaitu
pembimbingan.

Pembimbingan merupakan salah satu strategi efektif untuk peningkatan profesionalitas guru
abad 21. Melalui pembimbingan, mungkin terbangun hubungan profesional dan juga
komunitas pembelajar profesional di sekolah yang efektif untuk meningkatkan mutu
pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Pelaksanaan pembimbingan yang efektif perlu
mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi mutu hubungan pembimbingan seperti:
strukturorganisasi pembimbingan, kontrak kerja, mutu pembimbing, aktivitas dalam sesi-sesi
awal hingga akhir pembimbingan. Untuk menguatkan fungsi dan manfaatnya, pembimbingan
perlu diprogramkan. Hal ini membutuhkan perubahan struktur, budaya dan juga dukungan
kepemimpinan dari sekolah dan juga insititusi terkait.

Kompetensi Guru Abad 21


Pada abad 21, manusia mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dalam segala bidang.
Salah satu yang paling menonjol adalah bidang informasi dan komunikasi. Hal ini seolah
membuat dunia semakin sempat karena segala informasi dari penjuru dunia mampu diakses
dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dimanapun. Di sisi lain pada abad 21 ini
permasalahan yang dihadapi manusia semakin kompleks, seperti pemanasan global, krisis
ekonomi global, terorisme, rasisme, drug abuse, human trafficking, rendahnya kesadaran
multikultural, kesenjangan mutu pendidikan, dan lain sebagainya. Era ini juga ditandai
dengan semakin ketatnya persaingan di berbagai bidang antar negara dan antar bangsa.
Keseluruhan hal tersebut mengisyaratkan bahwa pada abad 21 ini dibutuhkan persiapan yang
matang dan mantap baik konsep maupun penerapan untuk membentuk sumber daya manusia
yang unggul. Untuk itu, lembaga pendidikan dan guru sebagai unsur yang paling dominan
memiliki peran yang tidak ringan dalam upaya peningkatan sumber daya manusia pada abad
21.

Guru pada abad 21 ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan informasi
dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi telah meningkatkan fleksibelitas dalam
pemerolehan ilmu pengetahuan bagi setiap individu baik guru maupun siswa.
Konsekuensinya, guru dituntut mampu mengembangkan pendekatan dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Selain itu, tersedia pula
informasi yang melimpah mengenai pendidikan. Kondisi ini meningkatkan alternatif pilihan
pendidikan bagi orang tua dan masyarakat. Hal ini berimbas pada peningkatan tuntutan mutu
pendidikan oleh masyarakat.
Globalisasi yang telah membuat dunia seolah tanpa batas memicu perbandingan internasional
antar sekolah, kurikulum, metode penilaian, dan prestasi siswa. Sekolah didesak untuk
unggul dan kompetitif serta dihadapkan pada isu-isu seperti identitas, perbedaan, aturan,
hukum, keadilan, modal sosial, dan kualitas hidup. Berbagai perubahan atau krisis
lingkungan yang terjadi memunculkan kebutuhan pendidikan lingkungan di sekolah untuk
meningkatkan kepekaan, kesadaran, dan tanggung jawab siswa terhadap lingkungan.

Pada abad 21 sekolah diperlakukan layaknya perusahaan yang menyediakan produk


(pembelajaran) kepada konsumen (siswa dan orang tua). Sekolah harus ‘menjual diri
mereka’, menemukan ‘tempat’ di pasar dan berkompetisi. Sekolah diperlakukan sebagai
perusahaan yang berdiri sendiri, memiliki kewenangan mengelola secara mandiri dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan secara profesional kepada stakeholder. Sekolah
dituntut berkompetisi memperoleh sumber dana terutama dari pemerintah. Sekolah yang
menyediakan ‘produk’ yang laku di pasar dinilai lebih layak untuk berkembang, sedangkan
sekolah yang menyediakan ‘produk’ yang tidak laku akan ditinggalkan. Oleh sebab itu,
sekolah dan guru dituntut selalu memonitor kinerja sekolah untuk mengetahui mutu layanan
pendidikan dan menunjukan nilai tambah yang dicapai siswa-siswanya.

Perubahan lingkungan sekolah dan pendekatan ekonomi pasar dalam persekolahan tersebut
berimplikasi pada berkembangnya tuntutan profesionalitas guru. Kompetensi guru abad 21
merupakan Guru profesional abad 21 harus mampu menjadi pembelajar sepanjang karir
untuk peningkatan efektifitas proses pembelajaran siswa seiring dengan perkembangan
lingkungan. Selain itu, guru abad 21 harus mampu bekerja dengan kolega, belajar dari
kolega, dan mengajar kolega sebagai upaya menghadapi kompleksipitas tantangan sekolah
dan pengajaran. Guru abad 21 mengajar berlandaskan standar profesional mengajar untuk
menjamin mutu pembelajaran dan memiliki komunikasi baik langsung maupun menggunakan
teknologi secara efektif dengan orang tua siswa untuk mendukung pengembangan sekolah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peran guru abad 21 dapat ditinjau dari tiga sudut pandang,
yakni sudut pandang (1) aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, (2) diri pribadi,
serta (3) psikologis. Peran guru ditinjau dari sudut pandang aktivitas pengajaran dan
adimistrasi pendidikan, diantaranya:

1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan.


2. Wakil masyarakat di sekolah.
3. Seorang pakar dalam bidangnya.
4. Penegak disiplin.
5. Pelaksana administrasi pendidikan.
6. Pemimpin bagi generasi muda.
7. Penyampai berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Peran guru ditinjau dari sudut pandang diri pribadi, diantaranya:

1. Pekerja sosial.
2. Pelajar dan ilmuwan.
3. Wakil orang tua siswa.
4. Model keteladanan.
5. Pemberi keselamatan bagi peserta didik.

Peran guru ditinjau dari sudut pandang psikologis, diantaranya:


1. Pakar psikologi pendidikan.
2. Seniman dalam hubungan antar manusia.
3. Pembentuk kelompok.
4. Inovator.
5. Petugas kesehatan mental

Guru profesional abad 21


Di abad 21 telah terjadi transformasi besar pada aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya
(Hargreaves, 1997, 2000) yang didorong oleh empat kekuatan besar yang saling terkait yaitu
kemajuan ilmu dan teknologi, perubahan demograsi, globalisasi dan lingkungan (Mulford,
2008). Sebagai contoh, kemajuan teknologi komunikasi dan biaya transportasi yang semakin
murah telah memicu globalisasi dan menciptakan ekonomi global, komunitas global, dan
juga budaya global. Masyarakat industrial berubah menjadi masyarakat pengetahuan (Beare,
2001). Perubahan lingkungan misalnya pemanasan global telah berdampak pada kebutuhan
peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan. Kekuatan-
kekuatan ini juga berdampak pada dunia pendidikan khususnya persekolahan (Mulford,
2008).

Seiring perubahan demografi, siswa-siswa di sekolah lebih beragam secara budaya, agama/
keyakinan, dan juga bahasanya. Kemajuan teknologi informasi-intemet- telah meningkatkan
fleksibelitas dalam pemerolehan ilmu pengetahuan bagi setiap individu baik guru ataupun
siswa.

Konsekwensinya, guru-guru dituntut mampu mengembangkan pendekatan dan strategi


pembelajaran yang sesui dengan perkembangan lingkungan sebagai kompetensi guru abad
21. Ilmu pengetahuan tidak lagi terbatas milik para ‘ahli’ atau guru. Selain itu, tersedia
informasi yang melimah tentang pendidikan. Kondisi ini meningkatkan altematif pilihan
pendidikan bagi orang tua dan masyarakat dan bersamaan dengan hal ini adalah peningkatan
tuntutan mutu pendidikan oleh masyarakat. Globalisasi yang telah membuat dunia seakan
tanpa batas (a borderless world) memicu perbandingan internasional antar sekolah,
kurikulum, metode penilaian, dan prestasi siswa. Contohnya adalah program perbandingan
internasional pada prestasi akademik siswa seperti TIMMS: Third International Mathematic
and Science Study dan juga Program for International Student Assesment (PISA). Sekolah
didesak untuk unggul dan kompetitif (Beare, 2001) serta dihadapkan pada isu-isu seperti
identitas, perbedaan, aturan-aturan/hukum, keadilan, modal sosial, dan kualitas hidup, dan
sebagainya. Berbagai perubahan atau krisis lingkungan yang terjadi memunculkan kebutuhan
pendidikan lingkungan di sekolah untuk meningkatkan kepekaan, kesadaran dan tanggung
jawab siswa terhadap lingkungan (Mulford, 2008).

Menyoroti pada aspek kebijakan persekolahan, Beare (2001) mengungkapkan bahwa sejak
akhir abad 20 hampir sebagian besar sekolah di seluruh dunia memilih pendekatan ekonomi
pasar. Sekolah diperlakukan layaknya perusahaan yang menyediakan produk (pembelajaran)
kepada konsumennya (siswa dan orang tua). Sekolah diharapkan memberikan kontribusi pada
daya kompetisi ekonomi bangsa. Sekolah harus ‘menjual diri mereka’, menemukan ‘tempat’
di pasar dan berkompetisi. Sekolah dituntut responsif pada komunitas lokal mereka melalui
beragam pendekatan yang memungkinkan konsumen memilih layanan sekolah yang akan
mereka beli. Sekolah diperlakukan sebagai perusahan yang berdiri sendiri-yang oleh
Hargreaves (1997) disebut privatisasi pendidikan. Mereka memiliki kewenangan mengelola
sekolah mereka secara mandiri (self managing) dan mempertanggungjawabkan
pengelolaannya secara profesional kepada stake-holders. Sekolah dituntut berkompetisi untuk
memperoleh sumber dana terutama dari pemerintah. Sekolah yang menyediakan ‘produk’
yang laku di pasar dinilai lebih layak untuk berkembang, dan sebaliknya, sekolah yang
menyediakana ‘produk’ yang buruk – tidak laku- akan ditinggalkan. Oleh karena itu, sekolah
dan guru-guru dituntut selalu memonitor kinerja sekolahnya untuk mengetahui mutu layanan
pendidikan mereka, dan menunjukkan nilai tambah yang dicapai siswa-siswanya.

Perubahan lingkungan sekolah dan juga pendekatan ekonomi pasar dalam persekolahan
tersebut berimplikasi pada berkembangnya tuntutan profesionalitas guru. Guru profesional
abad 21 dengan setandar kompetensi guru abad 21 bukanlah guru yang sekedar mampu
mengajar dengan baik. Guru profesional abad 21 adalah guru yang mampu menjadi
pembelajar sepanjang karir untuk peningkatan keefekfifan proses pembelajaran siswa seiring
dengan perkembangan lingkungan; mampu bekerja dengan, belajar dari, dan mengajar kolega
sebagai upaya menghadapi kompleksitas tantangan sekolah dan pengajaran; mengajar
berlandaskan standar profesional mengajar untuk menjamin mutu pembelajaran; serta
memiliki berkomunikasi baik langsung maupun menggunakan teknologi secara efektif
dengan orang tua murid untuk mendukung pengembangan sekolah (Hargreavas, 1997,2000;
Darling, 2006).

Hal yang sama disyaratkan kepada guru-guru di Indonesia melalui Undang Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permen Nomor 17 Tahun 2007 tentang
kualifikasi dan standar kompetensi guru. Guru profesional dituntut tidak hanya memiliki
kemampuan mengajar sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi pedagogik, namun
guru juga harus mampu mengembangkan profesionalitas secara terus menerus sebagaimana
tertuang dalam kompetensi profesional. Guru juga dituntut mampu menjalin komunikasi yang
efektif dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat
sebagaimana disyaratkan dalam kompetensi sosial serta memiliki kepribadian yang baik
sebagaimana dideskripisikan pada kompetensi pribadi. Disamping itu, guru juga harus
memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan yang memadai dan relevan
dengan bidang ajarnya.

Pengembangan guru abad 21


Menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari era sebelumnya, setiap guru membutuhkan
pengembangan yang efektif. Beberapa tren pengembangan staf abad 21 yaitu menggunakan
pendekatan ‘bottom up’, menekankan kolaborasi yang berorientasi pada memampukan staf
mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi, merupakan program-program yang interaktif
dan saling terkait, yang dilaksanakan secara kontinyu dan direncakana secara sistematik dan
komprehensif (Castetter, 1996). Kompetensi guru abad 21, Menekankan pada keefektifan
pembelajaran, Engstrom & Danielson (2006) mengatakan bahwa bahwa model
pengembangan hendaknya berlandaskan pada konsep kepemimpinan guru dan menggunakan
proses pembelajaran kooperatif yang otentik dan melekat pada pekerjaan guru sehari-hari.
Selain itu, menurut Lieberman (1996) strategi-strategi pengembangan guru yang menekankan
pembelajaran dalam konteks sekolah bermanfaat untuk menghilangkan perasaan terisolasi
pada guru ketika ia belajarsesuatu di luar sekolah dan berusaha membawanya ke dalam
sekolah. Strategi ini juga membantu menguatkan pembelajaran kolektif dengan kompetensi
guru abad 21, yang sangat penting untuk menciptakan pembelajaran profesional sebagai
norma di sekolah.

Lebih lanjut, hasil penelitian menunjukkan bahwa program-program pengembangan guru


berbasis sekolah yang berbasis kasus di kelas, bersifat praktis dan dipraktekkan di tingkat
kelas maupun sekolah akan lebih bermakna dan berguna bagi sekolah, guru, dan staf (Owen,
2003).

Hakekat Pembimbingan Guru


Pembimbingan saat ini dipandang sebagai salah satu strategi pengembangan kompetensi guru
abad 21, guru yang sesuai tuntutan guru profesional dan sekolah abad 21 (Hargreavas, 1997;
Hargreaves & Fullan, 2000). Pembimbingan melekatkan pembelajaran pada praktek
profesional guru di sekolah, juga merupakan bentuk berbagi tanggung jawab dalam upaya
peningkatan mutu sekolah. Lebih dari itu, pembimbingan juga efektif mengembangkan
kepemimpinan guru dan budaya pembelajaran profesional di sekolah (Walkinton, 2005)
dimana kedua hal tersebut merupakan komponen penting kesuksesan sekolah di abad 21
(Hargreaves dan Fullan, 2000; Beare, 2001).

Menurut Reinman & Sprinthall (1998), pembimbingan merupakan bagian dari supervisi.
Walaupun demikian, pembimbingan memiliki karakteristik yang membedakannya dari
supervisi yaitu penekanan pembimbingan pada refleksi dan pembelajaran profesional.
Supervisi lebih dekat dengan peran sosialisasi untuk ‘membentuk’ guru menjadi sosok guru
yang sesuai dengan dengan lingkungan sekolah dimana guru mengajar. Fungsi supervisi ini
meliputi penyambutan (guru baru), enkulturasi, pemodelan, penjelasan, diskusi, dan
pemberian umpan balik. Fungsi ini dilakukan dalam pembimbingan namun dengan tuntutan
komitmen yang lebih holistik dan hubungan yang lebih multi arah. Pembimbing mungkin
menjadi pelatih, motivator, sumberinformasi, dan pasangan belajar, bergantung pada konteks
(Walkington, 2005). Di Inggris, istilah pembimbingan menjadi popular melebihi supervisi di
saat semakin banyak guru sekolah yang melakukan pembimbingan terhadap calon guru di
sekolah mereka (Hawkey, 1998).

Pembimbingan berbasis sekolah berpotensi mengembangkan komunitas pembelajaran di


sekolah. Daresh (2003) mengatakan bahwa secara umum, hubungan pembimbingan- baik
yang terjadi secara alami melalui kontak informal dengan seseorang (misalnya
pembimbingan dari guru favorit) ataupun melalui program formal dan terstruktur (seperti
pembimbingan untuk guru-guru baru di sekolah) merupakan kesempatan besar untuk
pembelajaran. Baik pembimbing dan yang dibimbing akan banyak belajar tentang kehidupan
profesional mereka dan memperoleh akan memperoleh pemahaman yang lebih tentang
kebutuhan personal, visi, dan nilai-nilai melalui setiap pengalaman pembelajaran mereka.

Pembimbingan merupakan bantuan dari seorang individu terhadap individu yang lain.
Pembimbingan biasanya dilakukan oleh atasan atau individu yang dipandang lebih senior
dalam jabatan. Namun, seringkali terjadi, pembimbingan terjadi antar teman sebaya atau
bahkan dari yang lebih junior kepada yang lebih senior dari sisi usia. Dengan demikian
pembimbingan tidaklah selalu terjadi antara atasan dengan bawahan. Pembimbingan
yaitu “off-line help by one person to another in making significant transitions in knowledge,
work or thinking” (Megginson, Clutterbuck, Garvey, Stokes, & Harris, 2006: 5).
Pembimbingan merupakan “the relationship between someone of greater expertise in a given
setting working with someone of lesser expertise (although it is not necessarily just one-on-
one relationship)” (Walkington, 2005: 12).

Dalam pembimbingan, hubungan dibangun secara sadar dan sengaja antara pembimbing dan
yang dibimbing. “Mentoring involves the relationships built around shared purposes and
mu-tual goals among the adults involved’ (Carr, Nancy, & Harries, 2005). Tujuan
pembimbingan yaitu menghasilkan perubahan yang signifikan pada pengetahuan, pekerjaan
atau pemikiran individu yang dibimbing dengan cara membantu individu memahami sesuatu
yang sedang terjadi terkait dengan pekerjaan atau karir individu yang pada awalnya mungkin
dipandang sepele atau tidak penting (Megginson, dkk., 2006)

Pembimbingan dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang reflektif bagi individu


yang dibimbing dalam menghadapi isu-isu yang sedang dihadapi maupun diprediksikan
terjadi, diantaranya: karir, pertumbuhan pribadi, pengelolaan hubungan dan manajemen
situasi (Megginson, dkk., 2006). Dalam praktek, pembimbingan lebih seperti
seperti ‘coaching’atau pendampingan dan kolaborasi. Terjadi proses berbagi antara
pembimbing dan yang dibimbing dengan komitmen untuk pengembangan pelaksanaan
pembelajaran yang efektif bagi siswa (Carr, Nancy, & Harries, 2005). Terlebih, pengajaran di
era 21 sangat lah kompleks and sulit sehingga tak satupun ahli dapat menjawab dengan
mudah permasalahan atau memiliki jawaban paling benar. Dengan kata lain, dalam
pembimbingan, kedua belah pihak saling belajar (Hargreavas & Fullan, 2000) sehingga
manfaat dan hasil pembimbingan tidak hanya bagi individu yang dibimbing, namun juga
pembimbing. “The mentor is highly likely to grow as the partners in the relationships share
and reflect” (Walkington, 2005:12).

Dengan demikian, pembimbingan berbeda dengan evaluasi (Portner, 2003). Pembimbingan


merupakan proses yang berkelanjutan yang berupaya membangun kepercayaan diri guru.
Kerahasiaan data individu yang dibimbing dijaga dan digunakan semata-mata untuk refleksi.
Penilaian manfaat pembimbingan pun dilakukan oleh individu yang dibimbing. Evaluasi
lebih merupakan suatu kunjungan yang diaturoleh suatu kebijakan, berorientasi pada
penilaian kinerja, dan ditujukan untuk pengisian data yang akan diproses untuk penilaian
guru. Semua kegiatan evaluasi dibuat dan merupakan kewenangan supervisor atau pengawas.

Di sekoiah, pembimbingan mungkin diberikan oleh guru, kepala sekoiah, supervisor, dan
atau akademisi perguruan tinggi kepada mahasiswa calon guru, kepala sekoiah, guru dan atau
kepala sekoiah, baik secara individual ataupun kelompok (Walkington, 2005) Praktek
pembimbingan yang sering terjadi di sekoiah yaitu ketika seorang guru belajar pada guru lain
atau di saat seorang guru mendengarkan permasalahan dari guru lain kemudian memberikan
tip-tip praktis dan berbagi rencana pengajaran dan bahan-bahan pelajaran (Reiman &
Sprinthall, 1998). Hal ini biasanya terjadi secara alami tanpa suatu program yang terencana
(Bartell, 2005).

Namun demikian, tidak berarti pembimbingan yang efektif dapat terjadi secara otomatis di
sekolah. Bahkan, menurut Hargreaves & Fullan (2000), walaupun pembimbingan telah
banyak dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan dan juga mengelola stress guru,
dalam prakteknya, kadangkala masih mengecewakan. Oleh karena itu, sekolah dan institusi
terkait perlu menyusun program-program pembimbingan untuk memberikan bantuan dan
praktek yang lebih terstruktur dan efektif pada guru. Di samping itu, pemrograman
pembimbingan di sekolah memberikan pengakuan dan penghargaan kegiatan pembimbingan
sebagai salah satu layanan bantuan profesional guru. Hal ini berimplikasi pada pengakuan
dan penghargaan peran-peran yang dijalankan pembimbing dan yang dibimbing dalam
hubungan pembimbingan sehingga peluang keberhasilan pembimbingan pun akan lebih besar
(Walkington, 2005)

Pembimbingan yang efektif


Pembimbingan yang efektif perlu memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi keefektifan
hubungan pembimbingan, seperti berbagi pemahaman dan harapan pembimbingan sejak awal
antara pembimbing dan individu yang dibimbing, pengetahuan pembimbing tentang strategi
dan kegiatan pembimbingan, ketrampilan memelihara kepercayaan dalam hubungan,
pengetahuan bagaimana mengatasi konflik dan perbedaan yang mungkin (Walkington, 2005).
Oleh karena itu, struktur organisasi pembimbingan yang mencakup penentapan tujuan
program pembimbingan, strategi pembimbingan dan metode yang akan digunakan untuk
mengukur keberhasilan pembimbingan perlu ditetapkan bersama antara pembimbing dan
yang dibimbing sebelum pembimbingan dimulai (Megginson, dkk., 2006).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan struktur organisasi pembimbingan ini
adalah tahap perkembangan guru – tahap-tahap kognitif, ego, dan moral, dan juga tahap karir
mereka (Reiman & Sprinthall, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-guru
menunjukkan sikap kerja yang berbeda-beda di tiap tahap perkembangan yang berarti mereka
memiliki kebutuhan-kebutuhan profesional yang berbeda yang berkaitan erat dengan tahap-
tahap perkembangan mereka. Guru-guru juga menunjukkan sikap lebih reseptif pada
pengembangan profesional yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka (Bartel, 2005).

Keefektifan pembimbingan memerlukan kontrak yang dibuat sebelum pembimbingan dimulai


berdasarkan hasil diskusi dan musyawarah antara pembimbing dan individu yang dibimbing.
Kontrak pembimbingan merupakan kesepakatan etis and praktis dalam pelaksanaan kerja
yang tidak hanya tentang salah atau benar, tepat atau tidak, tapi juga apa yang sebaiknya
diiakukan atau tidak dengan mempertimbangkan konteks (St James ethic center, online:
attachment:/2/attachment2.htm). Kontrak pembimbingan hendaknya terbuka untuk direview
guna mendukung keefektifan pembimbingan yang mensyaratkan fleksibelitas seiring
pertumbuhan dan juga perkembangan pengalaman pembimbing dan individu yang dibimbing
(Walkington, 2005).

Pembahasan kontrak mencakup: kerahasiaan, batas-batas hubungan dan konflik peran, waktu,
tempat, skala waktu, cara pelaksanaan pekerjaan, review, harapan dan keterbatasan (Connor
& Pokora, 2007) yang berfungsi memberikan kejelasan kepada pembimbing dan individu
yang dibimbing tentang batas-batas dan penerapan prinsip-prinsip moral dalam proses
pembimbingan. Terlebih, percakapan dalam pembimbingan kadang-kadang melibatkan emosi
dan masalah-masalah pribadi. Selain itu, pada kenyataannya terdapat isu-isu dalam praktek
pembimbingan yang perlu diperhatikan. Isu-isu tersebut antara lain: 1) pembimbingan lintas
jender. Mungkinkan pembimbingan antara kolega laki-laki dengan wanita (atau sebaliknya)
terlaksana baik? Dalam pembimbingan, pembimbing dan individu yang dibimbing mungkin
harus bekerja bersama selama berjam-jam untuk mendiskusikan suatu masalah. Hal ini
mungkin akan menimbulkan masalah atau dipandang tidak etis. 2) Pembimbingan antar
tingkat organisasi. Misalnya, seorang kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bertindak
sebagai pembimbinga bagi guru yang kadangkala lebih menguasai materi dan kelas
dibandingkan kepala sekolah? Selain itu, dapatkah guru SMA menjadi pembimbing guru
SMP atau SD? 3) Perbedaan di usia. Dapatkan guru yang lebih muda namun lebih
berpengalaman bertindak sebagai pembimbing bagi koleganya yang lebih tua namun
mungkin baru mengawali karirnya mengajar di kelas? Dapatkan orang yang datang dari luar
sekolah dan berpengalaman bertindak sebagai pembimbing bagi guru-guru di sekolahnya
yang baru? (Daresh, 2003). Kontrak pembimbingan akan sangat membantu ketika satu atau
beberapa isu tersebut muncul.

Download Buku Pedoman Pengembangan Bakat Dan


Minat
Dwi Esti Andriani 2010, Mengembangkan Profesionalitas Guru Abad 21
hal. 78-92 Manajemen Pendidikan
Mulford, B. (2008). The leadership challenge: improving learning in
schools. Australian Education Review. Victoria: ACER Press.
Hargreaves, Andy. (1997). The four ages of professionalism and
professional learning. UNICORN, 23(2). 86-114
Hargreaves, A. & Fullan, M. (2000). Mentoring in the new millennium.
ProQuest Education Jour-nals, 39 (1), 50-56.
Darling, Linda., H. (2006). Constructing 21st century teacher education.
Journal of teacher education, 57. 300-314.
Castetter, W.B. (1996). The Personnel Function in Education
Administration Sixth Edition. New York: MacMillan Publishing Co.
Lieberman, A. (1996). Practices that support teacher development. In
Teacher learning: new policies, new practices. USA: Columbia Universtiy.
Engstrom M. E. & Danielson, L. M. (2006). Teachers’ perceptions of an
on-site staff development model. The Clearing House (79). 4. 170-173
Owen, S. (2003). School-based professional development-building
morale, professionalism and productive teacher learning practice. Journal
of Educational Policy, (4). 2.102-107
Bartell, Carol A. (2005). Cultivating high-quality teaching through induction
and mentoring. California: Corwin Press.
Walkington, J., (2005). The why and how of mentoring. EQ Australia,(1),
12-13.
Daresh, J. (2003). Teachers mentoring teachers. A practical approach to
helping new and experienced staff. California: Corwin Press, Inc.

PEMBELAJARAN ABAD 21 DAN KURIKULUM 2013


Pada kurikulum 2013 diharapkan dapat
diimplementasikan pembelajaran abad 21. Hal ini untuk menyikapi
tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad
21 mencerminkan empat hal.
1. Critical Thinking and Problem Solving
2. Creativity and Innovation
3. Communication
4. Collaboration
1. Communication
Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan
menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi
secara lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan
menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu
pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika
menyelesaikan masalah dari pendidiknya.
Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas
wilayah negara dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin
canggih. Internet sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat
ini begitu banyak media sosial yang digunakan sebagai sarana untuk
berkomunikasi. Melalui smartphone yang dimilikinya, dalam hitungan
detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah


pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih
agar pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia
dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu proses dimana seseorang
atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat
menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan
lingkungan dan orang lain”.
Komunikasi tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak.
Komunikasi memerlukan seni, harus tahu dengan siapa berkomunikasi,
kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi, dan bagaimana cara
berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa dilakukan baik secara lisan,
tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi. Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang beragam,
mulai di rumah, sekolah, dan masyarakat. Komunikasi bisa menjadi
sarana untuk semakin merekatkan hubungan antar manusia, tetapi
sebaliknya bisa menjadi sumber masalah ketika terjadi miskomunikasi
atau komunikasi kurang berjalan dengan baik. Penguasaan bahasa
menjadi sangat penting dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan
dengan baik tidak lepas dari adanya penguasaan bahasa yang baik
antara komunikator dan komunikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk
melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik
komunikasi antara siswa dengan guru, maupun komunikasi antarsesama
siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru, bertanya, menjawab
pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah
merupakan sebuah komunikasi.
2. Collaboration
Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam
kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai
peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain,
menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda.
Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas
secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat,
menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri
sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan.
Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk
berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan
kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan
demikian, melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki,
tanggung jawab, dan kepedulian antaranggota.
Sukses bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga
sukses bersama, karena pada dasarnya manusia disamping sebagai
seorang individu, juga makhluk sosial. Saat ini banyak orang yang cerdas
secara intelektual, tetapi kurang mampu bekerja dalam tim, kurang
mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini
tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya, karena
menurut hasil penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang
ditentukan oleh 20% hard skill dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan
gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang matang.
3. Critical Thinking and Problem Solving
Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran
yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit,
memahami interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan
kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga
memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan,
menganalisa, dan menyelesaikan masalah.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui
penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah,
penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.
Guru jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis,
banyak bertanya, dan sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut
sebagai wujud rasa ingin tahunya yang tinggi. Hal yang perlu dilakukan
guru adalah memberikan kesempatan secara bebas dan bertanggung
bertanggung jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan
dan membuat refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level
HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi
kemampuan berpikir kritis siswa.
4. Creativity and Innovation
Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan
baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap
perspektif baru dan berbeda.
Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan
kreativitasnya. Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun
peran atau prestasi siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk
terus meningkatkan prestasinya. Tentu kita ingat dengan Pak Tino Sidin,
yang mengisi acara menggambar atau melukis di TVRI sekian tahun
silam. Beliau selalu berkata “bagus” terhadap apapun kondisi hasil karya
anak-anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa kini
agar siswa merasa dihargai.
Peran guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam
belajar, karena pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki
kecerdasan majemuk. Ada delapan jenis kecerdasan majemuk, yaitu; (1)
kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan
musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan visual-spasial, (6)
kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8)
kecerdasan naturalis.

PEMBELAJARAN ABAD 21

Lalu bagaimana peran sekolah? Peranan sekolah dalam penerapan


pembelajaran Abad 21 antara lain: a) Meningkatkan kebijakan & rencana
sekolah untuk mengembangkan keterampilan baru; b) Mengembangkan
arahan baru kurikulum; c) Melaksanakan strategi pengajaran yang baru
dan relevan, dan d) Membentuk kemitraan sekolah di tingkat regional,
nasional dan internasional
Bagaimana ciri guru Abad 21 ? Menurut Ragwan Alaydrus,
S.Psisetidaknya ada 7 Karakteristik Guru Abad 21
1. Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade
terus pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan
pengajar lain atau bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas
dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru
wajib up to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan
mereka.
2. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan
inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar
untuk menyusun kegiatan di dalam kelas.
3. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad
21 adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka
tradisional dan penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran
abad 21, teknologi bukan sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib.
4. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan
penilaian hasil belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru
yang reflektif mengetahui kapan strategi mengajarnya kurang optimal
untuk membantu siswa mencapai keberhasilan belajar. Ada berapa guru
yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa
pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif
mampu mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa,
bukan malah terus menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap
pembelajaran
5. Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru
dapat berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu
ada mutual respect dan kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih
menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan
orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak.
6. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam
pembelajaran kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif
dalam pembelajaran sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak lagi populer untuk
diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah
antara guru dan siswa.
7. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini,
guru akan mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa.
pengelompokkan siswa di dalam kelas juga berdasarkan minat serta
kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru menerapkan formative
assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan
performanya (tak hanya tes tulis). Tak hanya itu, guru bersama siswa
berusaha untuk mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan
suportif untuk pembelajaran.
Lalu bagaimana kompetensi siswa pada abad 21 ? Setidaknya ada empat
yang harus dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: ways of thingking, ways
of working, tools for working and skills for living in the word. Bagaimana
seorang pendidik harus mendesain pembelajaran yang akan
menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan abad 21. Berikut
kemampuan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik, yaitu:
1. Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang
harus dikuasai peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21.
Kemampuan berfikir tersebut diantaranya: kreatif, berfikir kritis,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pembelajar.
2. Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja. dengan
dunia yang global dan dunia digital. beberapa kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik adalah communication and collaboration. Generasi
abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan baik, dengan
menggunakan berbagai metode dan strategi komunikasi. Juga harus
mampu berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu maupun
komunitas dan jaringan. Jaringan komunikasi dan kerjasama ini
memamfaatkan berbagai cara, metode dan strategi berbasis ICT.
Bagaimana seseorang harus mampu bekerja secara bersama dengan
kemampuan yang berbeda-beda.
3. Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk
bekerja. Penguasaan terhadap Information and communications
technology (ICT) and information literacy merupakan sebuah keharusan.
Tanpa ICT dan sumber informasi yang berbasis segala sumber akan sulit
seseorang mengembangkan pekerjaannya.
4. Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di
abad 21, yaitu: Citizenship, life and career, and personal and social
responsibility. Bagaimana peserta didik harus hidup sebagai warga
negara, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial.
Melalui pembelajaran abad 21, setidanya ada dua keterampilan inti yang
harus dkembangkan oleh para para guru yakni: a) Kemampuan
menggunakan pengetahuan matematika, Bahasa Inggris, Ilmu
Pengetahuan, Kewarganegaraan dan lainnya untuk menjawab tantangan
dunia nyata; dan b) Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah,
komunikasi dan kerjasama, kreatifitas, kemandirian, dan lainnya.
Referensi:
http://dikdasmen.kemdikbud.go.id/index.php/%E2%81%A0%E2%81%A
0%E2%81%A0tiga-agenda-penting-implementasi-kurikulum-2013/
(diunduh hari Jumat, 17 Maret 2017 pkl 14.00)
https://pendidikkreatif.wordpress.com/2017/01/07/7-karakteristik-guru-
abad-21/ (diunduh hari Kamis 16 Maret 2017 pkl 21.00)
https://www.britishcouncil.id/sites/default/files/1400-
cs2_schools_activities_-_barlin_hk-ind.pdf (diunduh hari Senin 13 Maret
2017 pkl 21.00)

KURIKULUM BARU, KETRAMPILAN ABAD 21


DAN IMPLEMENTASINYA

Oleh: Ferry Doringin


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan Kurikulum 2013 Revisi 2017.
Kurikulum ini diharapkan sudah menjawab kritik dan masalah ketika Kurikulum 2013
(Kurtilas) diberlakukan. Yang pasti, Kurikulum 2013 dan juga Revisi 2017 tetap menegaskan
mengenai pentingnya Ketrampilan Abad 21. Tulisan ini membahas mengenai implementasi
Ketrampilan Abad 21 itu.

Ketrampilan Abad 21 yang dianggap bisa memperkuat modal social (social capital) dan modal
intelektual (intellectual capital) ini, biasa disingkat dengan 4C: communication, collaboration,
critical thinking and problem solving, dan creativity and innovation. Secara operasional, 4C ini
dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara berpikir, termasuk berkreasi,
berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar pro-aktif.
Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim. Ketiga, cara
hidup sebagai warga global sekaligus local; dan keempat, alat untuk mengembangkan
ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi, jaringan digital, dan literasi,
Bayangkan bila konsep ini bisa dijalankan di sekolah-sekolah dan para siswa Indonesia
terbekali dengan keutamaan-keutamaan tersebut, yakni komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis
dan pemecahan masalah, serta kreatif dan inovatif.

Masalahnya, konsep yang baik, tidak mudah diimplementasikan dengan baik, apalagi terkait
dengan varian yang ada dalam sekolah-sekolah kita, yang berbeda fasilitas, kualitas guru,
kualitas kepemimpinan, dan juga kualitas informasi dan daya dukung.

Sebut saja, konsep 4C sebenarnya dimiliki juga oleh model pembelajaran yang dinamai active
learning. Bila active learning bisa dijabarkan dengan baik maka siswa akan dilengkapi dengan
ketrampilan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis dan pemecahan masalah, serta berpikir
kreatif dan inovatif. Hal-hal tersebut yang didorong oleh guru ketika mereka melakukan active
learning.
Ditarik lebih jauh lagi, bukankah 4C seharusnya muncul ketika pembelajaran menekankan
student-centered dan bukan teacher-centered. Juga, bukankah pernah ada model yang disebut
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Semuanya itu mendorong terbangunnya ketrampilan 4C
dalam diri para peserta didik.

Penulis menegaskan lagi mengenai pentingnya tahap operasional pelaksanaan 4C ini di


sekolah-sekolah sehingga memungkinkan untuk diterapkan. Juga, sangat penting bagi
Kemdikbud untuk melakukan pendampingan berkelanjutan dan kemudian pengawasan terkait
pelaksanaan pembelajarna siswa aktif yang membekali siswa dengan 4C tersebut. Dengan
langkah-langkah yang jelas tersebut, Ketrampilan abad 21 ini sunguh-sungguh bisa dimiliki
oleh siswa dan tidak akan terbatas dalam konsep yang bagus.

Begitu banyak kebijakan bagus yang sudah dikeluarkan. Namun, operasionalnya menjadi sulit
karena diserahkan kepada sekolah dan kepada guru setempat. Karena kurang pengetahuan atau
kurang waktu, sejumlah guru tidak mampu mengoperasionalkan konsep yang baik itu. Guru-
guru tersebut hanya menggantungkan metode dan strategi pembelajaran mereka pada buku
pegangan atau dokumen-dokumen yang sudah mereka terima.

Sangat penting bahwa pemerintah mengubah strateginya dengan mengeluarkan dokumen yang
lebih operasional terkait pelaksanaan 4C di sekolah, di kelas, dan untuk setiap bidang studi.

Langkah tersebut tidak akan membuat guru-guru kehilangan kreativitasnya. Justru, guru-guru
akan memperoleh inspirasi mengenai implementasi pembekalan Ketrampilan Abad 21 itu.
Mungkin, mulanya mereka hanya akan menggunakan apa yang ada dalam buku atau dokumen
pemerintah itu. Namun, inspirasi dari buku itu, bisa mendorong guru untuk menerapkan
langkah-langkah implementasi lain yang sejenis. Lama kelamaan, mereka akan menjadi biasa
dan membuat varian-varian yang disesuaikan dengan konteks lokal.*

Kompetensi Guru Abad 21 Sebagai Tuntutan


Generasi Z
 21 Mei 2018

 Pengetahuan Umum
Tantangan Guru
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama
bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba canggih
(sophisticated) membuat dunia ini semakin sempit, karena kecanggihan teknologi ICT ini
beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat
oleh siapapun dan dari manapun, komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan
mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Perubahan-perubahan tersebut semakin terasa, termasuk didalamnya pada dunia
pendidikan. Guru saat ini menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari era
sebelumnya. Guru menghadapi klien yang jauh lebih beragam, materi pelajaran yang lebih
kompleks dan sulit, standard proses pembelajaran dan juga tuntutan capaian kemampuan
berfikir siswa yang lebih tinggi, untuk itu dibutuhkan guru yang mampu bersaing bukan lagi
kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak (hard skills- soft skills).
Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :
1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam
budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna
(konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai
kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.
Untuk memecahkan masalah tersebut di atas, guru dituntut mampu untuk membaca setiap
tantangan yang ada pada masa kini. guru harus mampu untuk mencari sendiri pemecahan
masalah yang timbul dari dampak kemajuan zaman karena tidak semua kemajuan zaman
berdampak baik, dampak negatif juga harus diperhitungkan.

Kompetensi Guru
Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang profesional yang
memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-kompetensi antara lain
kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
sosial yang kualifaid.
a. Kompetensi profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :
1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya
2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
b. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:
1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan
belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
c. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:
1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi
peserta didik dan masyarakat
3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
4. Mengevaluasi kinerja sendiri
5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan
d. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:
1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional
dan global
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri
5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik
Orientasi Guru Abad 21
Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan.
Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang
bertumpu dan melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi
Internasional UNESCO untuk Pendidikan, hal ini didasari bahwa Pendidikan merupakan
komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan
belajar pada diri peserta didik (education as organized and sustained communication
designed to bring about Learning). UNESCO merekomendasikan empat pilar dalam bidang
pendidikan, yaitu:
a. Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Learning to know, yaitu proses belajar untuk mengetahui, memahami, dan menghayati
cara-cara pemerolehan pengetahuan dan pendidikan yang memberikan kepada peserta
didik bekal-bekal ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran ini memungkinkan peserta didik
mampu mengetahui, memahami, dan menerapkan, serta mencari informasi dan/atau
menemukan ilmu pengetahuan.
b. Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan)
Learning to do, yaitu proses belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu. Belajar berbuat
dan melakukan (Learning by doing) sesuatu secara aktif ini bermakna pendidikan
seharusnya memberikan bekal-bekal kemampuan atau keterampilan. Peserta didik dalam
proses pembelajarannya mampu menggunakan berbagai konsep, prinsip, atau hukum
untuk memecahkan masalah yang konkrit.
c. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan
untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk sehingga tercipta
kedamaian hidup dan sikap toleransi antar sesama manusia.
d. Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri).
Learning to be, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk
mengembangkan diri. Proses belajar memungkinkan terciptanya peserta didik yang
mandiri, memiliki rasa percaya diri, mampu mengenal dirinya, pemahaman diri, aktualisasi
diri atau pengarahan diri, memiliki kemampuan emosional dan intelektual yang konsisten,
serta mencapai tingkatan kepribadian yang mantap dan mandiri

Uji Kompetensi Guru


a. Standar Kelulusan UKG UKG (Ujian Kompetensi Guru) merupakan sebuah kegiatan
berupa ujian yang berfungsi untuk mengukur kompetensi dasar mengenai bidang studi
atau subject matter dan juga pedagogik dalam domain seorang pengajar, dalam hal ini
guru sekolah.
UKG memiliki tujuan untuk memperkuat peran guru dalam melaksanakan pendidikan.
Sehingga guru mampu memberikan dan juga meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
UKG juga dapat digunakan untuk memetakan kondisi objektif setiap guru sehingga dapat
dijadikan sebagai informasi penting bagi pemerintah ketika akan mengambil sebuah
kebijakan yang terkait dengan materi dan juga strategi dalam memberikan pembinaan
yang dibutuhkan oleh guru.
UKG ( Ujian Kompetensi Guru ) kali pertama dilaksanakan pada tahun 2014 silam, pada
saat itu standar kelulusan untuk UKG hanya sekitar 4.7 saja. Hal ini sangatlah wajar
karena ini adalah kali pertama sistem ini dilaksanakan. Namun, seperti yang sudah
dijelaskan pada tujuan UKG tadi, tentunya setiap tahun standar kelulusan untuk UKG
selalu meningkat.

Hakekat Pembimbingan Guru


Pembimbingan saat ini dipandang sebagai salah satu strategi pengembangan kompetensi
guru abad 21, guru yang sesuai tuntutan guru profesional dan sekolah abad 21
(Hargreavas, 1997; Hargreaves & Fullan, 2000). Pembimbingan melekatkan pembelajaran
pada praktek profesional guru di sekolah, juga merupakan bentuk berbagi tanggung jawab
dalam upaya peningkatan mutu sekolah. Lebih dari itu, pembimbingan juga efektif
mengembangkan kepemimpinan guru dan budaya pembelajaran profesional di sekolah
(Walkinton, 2005) dimana kedua hal tersebut merupakan komponen penting kesuksesan
sekolah di abad 21 (Hargreaves dan Fullan, 2000; Beare, 2001).
Menurut Reinman & Sprinthall (1998), pembimbingan merupakan bagian dari supervisi.
Walaupun demikian, pembimbingan memiliki karakteristik yang membedakannya dari
supervisi yaitu penekanan pembimbingan pada refleksi dan pembelajaran profesional.
Supervisi lebih dekat dengan peran sosialisasi untuk ‘membentuk’ guru menjadi sosok
guru yang sesuai dengan dengan lingkungan sekolah dimana guru mengajar. Fungsi
supervisi ini meliputi penyambutan (guru baru), enkulturasi, pemodelan, penjelasan,
diskusi, dan pemberian umpan balik. Fungsi ini dilakukan dalam pembimbingan namun
dengan tuntutan komitmen yang lebih holistik dan hubungan yang lebih multi arah.
Pembimbing mungkin menjadi pelatih, motivator, sumberinformasi, dan pasangan belajar,
bergantung pada konteks (Walkington, 2005). Di Inggris, istilah pembimbingan menjadi
popular melebihi supervisi di saat semakin banyak guru sekolah yang melakukan
pembimbingan terhadap calon guru di sekolah mereka (Hawkey, 1998).
Pembimbingan berbasis sekolah berpotensi mengembangkan komunitas pembelajaran di
sekolah. Daresh (2003) mengatakan bahwa secara umum, hubungan pembimbingan- baik
yang terjadi secara alami melalui kontak informal dengan seseorang (misalnya
pembimbingan dari guru favorit) ataupun melalui program formal dan terstruktur (seperti
pembimbingan untuk guru-guru baru di sekolah) merupakan kesempatan besar untuk
pembelajaran. Baik pembimbing dan yang dibimbing akan banyak belajar tentang
kehidupan profesional mereka dan memperoleh akan memperoleh pemahaman yang lebih
tentang kebutuhan personal, visi, dan nilai-nilai melalui setiap pengalaman pembelajaran
mereka.
Pembimbingan merupakan bantuan dari seorang individu terhadap individu yang lain.
Pembimbingan biasanya dilakukan oleh atasan atau individu yang dipandang lebih senior
dalam jabatan. Namun, seringkali terjadi, pembimbingan terjadi antar teman sebaya atau
bahkan dari yang lebih junior kepada yang lebih senior dari sisi usia. Dengan demikian
pembimbingan tidaklah selalu terjadi antara atasan dengan bawahan. Pembimbingan
yaitu “off-line help by one person to another in making significant transitions in knowledge, work or
thinking” (Megginson, Clutterbuck, Garvey, Stokes, & Harris, 2006: 5).
Pembimbingan merupakan “the relationship between someone of greater expertise in a given setting
working with someone of lesser expertise (although it is not necessarily just one-on-one
relationship)” (Walkington, 2005: 12).
Dalam pembimbingan, hubungan dibangun secara sadar dan sengaja antara pembimbing
dan yang dibimbing. “Mentoring involves the relationships built around shared purposes and mu-tual
goals among the adults involved’ (Carr, Nancy, & Harries, 2005). Tujuan pembimbingan yaitu
menghasilkan perubahan yang signifikan pada pengetahuan, pekerjaan atau pemikiran
individu yang dibimbing dengan cara membantu individu memahami sesuatu yang sedang
terjadi terkait dengan pekerjaan atau karir individu yang pada awalnya mungkin dipandang
sepele atau tidak penting (Megginson, dkk., 2006)
Pembimbingan dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang reflektif bagi individu
yang dibimbing dalam menghadapi isu-isu yang sedang dihadapi maupun diprediksikan
terjadi, diantaranya: karir, pertumbuhan pribadi, pengelolaan hubungan dan manajemen
situasi (Megginson, dkk., 2006). Dalam praktek, pembimbingan lebih seperti
seperti ‘coaching’atau pendampingan dan kolaborasi. Terjadi proses berbagi antara
pembimbing dan yang dibimbing dengan komitmen untuk pengembangan pelaksanaan
pembelajaran yang efektif bagi siswa (Carr, Nancy, & Harries, 2005). Terlebih, pengajaran
di era 21 sangat lah kompleks and sulit sehingga tak satupun ahli dapat menjawab dengan
mudah permasalahan atau memiliki jawaban paling benar. Dengan kata lain, dalam
pembimbingan, kedua belah pihak saling belajar (Hargreavas & Fullan, 2000) sehingga
manfaat dan hasil pembimbingan tidak hanya bagi individu yang dibimbing, namun juga
pembimbing. “The mentor is highly likely to grow as the partners in the relationships share and
reflect” (Walkington, 2005:12).
Dengan demikian, pembimbingan berbeda dengan evaluasi (Portner, 2003). Pembimbingan
merupakan proses yang berkelanjutan yang berupaya membangun kepercayaan diri guru.
Kerahasiaan data individu yang dibimbing dijaga dan digunakan semata-mata untuk
refleksi. Penilaian manfaat pembimbingan pun dilakukan oleh individu yang dibimbing.
Evaluasi lebih merupakan suatu kunjungan yang diaturoleh suatu kebijakan, berorientasi
pada penilaian kinerja, dan ditujukan untuk pengisian data yang akan diproses untuk
penilaian guru. Semua kegiatan evaluasi dibuat dan merupakan kewenangan supervisor
atau pengawas.
Di sekoiah, pembimbingan mungkin diberikan oleh guru, kepala sekoiah, supervisor, dan
atau akademisi perguruan tinggi kepada mahasiswa calon guru, kepala sekoiah, guru dan
atau kepala sekoiah, baik secara individual ataupun kelompok (Walkington, 2005) Praktek
pembimbingan yang sering terjadi di sekoiah yaitu ketika seorang guru belajar pada guru
lain atau di saat seorang guru mendengarkan permasalahan dari guru lain kemudian
memberikan tip-tip praktis dan berbagi rencana pengajaran dan bahan-bahan pelajaran
(Reiman & Sprinthall, 1998). Hal ini biasanya terjadi secara alami tanpa suatu program
yang terencana (Bartell, 2005).
Namun demikian, tidak berarti pembimbingan yang efektif dapat terjadi secara otomatis di
sekolah. Bahkan, menurut Hargreaves & Fullan (2000), walaupun pembimbingan telah
banyak dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan dan juga mengelola stress
guru, dalam prakteknya, kadangkala masih mengecewakan. Oleh karena itu, sekolah dan
institusi terkait perlu menyusun program-program pembimbingan untuk memberikan
bantuan dan praktek yang lebih terstruktur dan efektif pada guru. Di samping itu,
pemrograman pembimbingan di sekolah memberikan pengakuan dan penghargaan
kegiatan pembimbingan sebagai salah satu layanan bantuan profesional guru. Hal ini
berimplikasi pada pengakuan dan penghargaan peran-peran yang dijalankan pembimbing
dan yang dibimbing dalam hubungan pembimbingan sehingga peluang keberhasilan
pembimbingan pun akan lebih besar (Walkington, 2005)

Pembimbingan yang efektif


Pembimbingan yang efektif perlu memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi keefektifan
hubungan pembimbingan, seperti berbagi pemahaman dan harapan pembimbingan sejak
awal antara pembimbing dan individu yang dibimbing, pengetahuan pembimbing tentang
strategi dan kegiatan pembimbingan, ketrampilan memelihara kepercayaan dalam
hubungan, pengetahuan bagaimana mengatasi konflik dan perbedaan yang mungkin
(Walkington, 2005). Oleh karena itu, struktur organisasi pembimbingan yang mencakup
penentapan tujuan program pembimbingan, strategi pembimbingan dan metode yang akan
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembimbingan perlu ditetapkan bersama antara
pembimbing dan yang dibimbing sebelum pembimbingan dimulai (Megginson, dkk., 2006).
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan struktur organisasi pembimbingan
ini adalah tahap perkembangan guru – tahap-tahap kognitif, ego, dan moral, dan juga
tahap karir mereka (Reiman & Sprinthall, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-
guru menunjukkan sikap kerja yang berbeda-beda di tiap tahap perkembangan yang
berarti mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan profesional yang berbeda yang berkaitan
erat dengan tahap-tahap perkembangan mereka. Guru-guru juga menunjukkan sikap lebih
reseptif pada pengembangan profesional yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka
(Bartel, 2005).
Keefektifan pembimbingan memerlukan kontrak yang dibuat sebelum pembimbingan
dimulai berdasarkan hasil diskusi dan musyawarah antara pembimbing dan individu yang
dibimbing. Kontrak pembimbingan merupakan kesepakatan etis and praktis dalam
pelaksanaan kerja yang tidak hanya tentang salah atau benar, tepat atau tidak, tapi juga
apa yang sebaiknya diiakukan atau tidak dengan mempertimbangkan konteks (St James
ethic center, online: attachment:/2/attachment2.htm). Kontrak pembimbingan hendaknya
terbuka untuk direview guna mendukung keefektifan pembimbingan yang mensyaratkan
fleksibelitas seiring pertumbuhan dan juga perkembangan pengalaman pembimbing dan
individu yang dibimbing (Walkington, 2005).
Pembahasan kontrak mencakup: kerahasiaan, batas-batas hubungan dan konflik peran,
waktu, tempat, skala waktu, cara pelaksanaan pekerjaan, review, harapan dan
keterbatasan (Connor & Pokora, 2007) yang berfungsi memberikan kejelasan kepada
pembimbing dan individu yang dibimbing tentang batas-batas dan penerapan prinsip-
prinsip moral dalam proses pembimbingan. Terlebih, percakapan dalam pembimbingan
kadang-kadang melibatkan emosi dan masalah-masalah pribadi. Selain itu, pada
kenyataannya terdapat isu-isu dalam praktek pembimbingan yang perlu diperhatikan. Isu-
isu tersebut antara lain: 1) pembimbingan lintas jender. Mungkinkan pembimbingan antara
kolega laki-laki dengan wanita (atau sebaliknya) terlaksana baik? Dalam pembimbingan,
pembimbing dan individu yang dibimbing mungkin harus bekerja bersama selama berjam-
jam untuk mendiskusikan suatu masalah. Hal ini mungkin akan menimbulkan masalah
atau dipandang tidak etis. 2) Pembimbingan antar tingkat organisasi. Misalnya, seorang
kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bertindak sebagai pembimbinga bagi guru yang
kadangkala lebih menguasai materi dan kelas dibandingkan kepala sekolah? Selain itu,
dapatkah guru SMA menjadi pembimbing guru SMP atau SD? 3) Perbedaan di usia.
Dapatkan guru yang lebih muda namun lebih berpengalaman bertindak sebagai
pembimbing bagi koleganya yang lebih tua namun mungkin baru mengawali karirnya
mengajar di kelas? Dapatkan orang yang datang dari luar sekolah dan berpengalaman
bertindak sebagai pembimbing bagi guru-guru di sekolahnya yang baru? (Daresh, 2003).
Kontrak pembimbingan akan sangat membantu ketika satu atau beberapa isu tersebut
muncul.
Baca Juga :
 GENERASI Z berdasarkan Teori Generasi
 Karakter Generasi Z Menurut Beberapa Cendekiawan
 Motivasi Belajar Anak Generasi Z

GURU ABAD 21
20 KamisDES 2012
POSTED BY DIDIK CAHYONO IN PENDIDIKAN
≈ TINGGALKAN KOMENTAR
A. PENDAHULUAN
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini,
terutama bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba
sophisticated membuat dunia ini semakin sempit.Karena kecanggihan teknologi ICT ini
beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat
oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan
mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Namun demikian, pada abad ke-21 ini permasalahan yang dihadapi manusia semakin
complicated dan ruwet, misalnya krisis ekonomi global, pemanasan global,
terorisme,rasisme, drug abuse, trafficking, masih rendahnya kesadaran multikultural,
kesenjangan mutu pendidikan antar kawasan dan lain sebagainya. Setiap masalah
tersebut membutuhkan pemecahan yang harus dilakukan masyarakat secara bersama
sama (collaboration). Kompleksitas permasalahan pada abad ini juga terletak pada tidak
berdayanya manusia mencari sumber dan penyebab permasalahannya secara tepat dan
cepat. Di samping itu juga kapan timbulnya permasalahan sering tidak mampu diprediksi
(unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Pada akhirnya banyak permasalahan
masyarakat tidak mampu diselesaikan secara efektif dan efisien.
Era ini juga ditandai semakin ketatnya persaingan diberbagai bidang antar negara, dan
antar bangsa. Terutama yang bisa diamati setiap saat adalah persaingan pemasaran
produk – produk industri .Pasar didesain sedemikian rupa menjadi sebuah sistem
perdagangan yang terbuka (free trade). Perilaku persaingan modern ini benar-benar
merupakan praktek perilaku “survival for the fittest” yang kejam. Siapa kuat dialah yang
akan menjadi pemenang, sebaliknya siapa yang tidak berdaya dialah yang akan kalah
dan termarginalkan.
Negara-negara maju (advanced countries) yang telah memiliki sumberdaya manusia
yang unggul akan semakin jauh meninggalkan negara negara berkembang (developing
countries) dan negara-negara terbelakang (under developing countries). Sebuah artikel
yang ditulis oleh Parag Kahnna di New York Times Magazine (21/1/2008) dengan jelas
mengatakan bahwa dunia pada abad ke-21 akan dikuasai oleh BIG THREE, yaitu
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Sedangkan negara-negara lain yang sering
disebut emerging market disebutnya sebagai second world yang bernasib sebagai
tempat persaingan dan pertarungan BIG THREE tersebut.
Mulai dari kemajuan Information and Communication Technology dan beragam dampak
positif negatifnya, semakin kompleksnya permasalahan manusia, dan kita berada pada
era kompetitif yang semakin ketat pada abad ke-21 ini, dibutuhkanlah persiapan yang
matang dan mantap baik konsep maupun aplikasinya untuk membentuk sumber daya
manusia (human resources) yang unggul. Dan yang paling bertanggung jawab dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang unggul adalah lembaga-lembaga pendidikan di
mana guru sebagai unsur yang berperan paling dominan dan menentukan .Hal inilah
yang membuat guru memikul tanggung jawab yang tidak ringan dalam upaya
peningkatan sumber daya manusia.
Guru merupakan profesi tertua di dunia seumur dengan keberadaan manusia. Apabila
melihat kehidupan masyarakat yang semakin terdiferensial dan ketika semua orang
mempunyai banyak pilihan sebagai ladang kehidupannya, maka citra profesi guru kian
merosot didalam kehidupan sosial. Apalagi masyarakat makin lama makin terarah
kepada kehidupan materialistis, sehingga suatu profesi dinilai sesuai nilai materinya.
Oleh sebab itu tidak heran bila profesi guru termarjinalkan dan menjadi pilihan terakhir.

Fenomena tersingkirnya profesi guru dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu


gejala global. Bukan saja di negara-negara maju citra profesi guru semakin menurun
namun juga terjadi di negara miskin dan berkembang. Namun demikian, tak ada
golongan masyarakat yang tidak membutuhkan profesi guru. Tidak dapat dipungkiri
bahwa masyarakat tanpa profesi guru tidak mungkin tercipta suatu generasi unggul,
kreatif dan cerdas. Ironi yang terjadi, begitu besarnya jasa guru dalam membangun
masyarakat bangsa namun penghargaan yang diberikan rendah. Sehingga tidak
mengherankan bila para pakar berpendapat bahwa profesi guru merupakan “Most
thankless profession in the world ”.
Secara konseptual guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai
persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara
profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih sangat memprihatinkan, baik
secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah
adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global ini.

Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa Pembangunan
Jangka Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat lagi menerima guru yang tidak
profesional. Hal ini sesuai dengan rekomendasi UNESCO, yang ditekankan pada tiga
tuntutan yaitu:

1. Guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan kepada
masyarakat.
2. Guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis
3. Ilmu dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan
berkelanjutan.
Bertitik tolak dari rekomendasi tersebut serta profil guru pada saat ini, seharusnya guru
pada abad 21 benar-benar merupakan guru yang profesional, agar mampu menghadapi
tantangan abad 21. Untuk itu, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial, serta kompetensi pedagogik seorang guru perlu dikembangkan
sehingga mampu mendidik siswa yang mempunyai kemampuan memprediksi dan
menanggulangi.

Di sisi lain, tugas-tugas guru yang bersifat profesional harus ditunjang oleh sistem
penghargaan yang sesuai, sehingga guru mampu memfokuskan diri pada peningkatan
kualitas layanan yang diberikan. Hal ini sejalan dengan kriteria pekerjaan profesional
yang menyebutkan bahwa guru berhak mendapat imbalan yang layak, bukan hanya
dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk penghargaan, hormat, dan rasa segan
masyarakat terhadap guru

B. TANTANGAN GURU ABAD 21


Guru pada abad 21 dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi
terhadap perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan
pengelolaan kelas, pada abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.

Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :

1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam


budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna
(konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai
kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.
Lebih lanjut, Yahya (2010) menambahkan tantangan guru di Abad 21 yaitu:

1. Pendidikan yang berfokus pada character building


2. Pendidikan yang peduli perubahan iklim
3. Enterprenual mindset
4. Membangun learning community
5. Kekuatan bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak
(hard skills- soft skills).
Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang profesional yang
memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-kompetensi antara lain
kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi sosial yang kualifaid.

a. Kompetensi profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :

1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya


2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
b. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:

1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan
belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
c. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:

1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi
peserta didik dan masyarakat
3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
4. Mengevaluasi kinerja sendiri
5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan
d. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:

1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional
dan global
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri
5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik
Guru yang profesional selain memiliki empat kompetensi tersebut di atas,
menurut Prof.Dr.Haris Supratno memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut.
1. Memiliki wawasan global holistik
2. Memiliki daya ramal ke depan
3. Memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi
4. Memiliki kemampuan bermasyarakat
5. Menguasai IPTEK
6. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan
7. Memiliki akhlakul karimah
8. Memiliki keteladanan
9. Bekerja secara efisien dan efektif
10. Menguasai bahasa asing

C. KARAKTERISTIK GURU ABAD 21


Perubahan paradigma pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru karena
berbagai informasi terkini senantiasa mengalir kepada siswa atas kerja keras yang
dilakukannya. Bahwa di luar itu ada media lain yang membantu siswa bukan berarti
peran guru harus ditiadakan.

Harus diakui dalam maraknya arus informasi pada masa kini, guru bukan lagi satu-
satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun
demikian, perannya di dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang
berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik. Oleh
karena itu, pada hakekatnya guru itu dibutuhkan oleh setiap orang dan semua orang
sangat mengharapkan kehadiran citra guru yang ideal di dalam dirinya. Untuk itu, guru
akan lebih tetap berperan sebagai pendidik sekaligus berperan sebagai manager atau
fasilitator pendidikan, sehingga guru harus sanggup merencanakan, melaksanakan dan
mengawasi sumber daya pendidikan agar supaya peserta didik dapat belajar secara
produktif.

Abad 21 menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Sebagai
konsekuensinya, guru yang tidak bisa mengikuti perkembangan alam dan zaman akan
semakin tertinggal sehingga tidak bisa lagi memainkan perannya secara optimal dalam
mengemban tugas dan menjalankan profesinya.

Guru di abad 21 memiliki karakteristik yang spesifik dibanding dengan guru pada abad-
abad sebelumnya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Memiliki semangat juang dan etos kerja yang tinggi disertai kualitas keimanan dan
ketakwaan yang mantap.
2. Mampu memanfaatkan iptek sesuai tuntutan lingkungan sosial dan budaya di
sekitarnya.
3. Berperilaku profesional tinggi dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi.
4. Memiliki wawasan ke depan yang luas dan tidak picik dalam memandang berbagai
permasalahan.
5. Memiliki keteladanan moral serta rasa estetika yang tinggi.
6. Mengembangkan prinsip kerja bersaing dan bersanding.
Masih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundak setiap guru, H.
Muhammad Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan
karakteristik citra guru yang diidealkan. Masing- masing adalah guru yang :

 Memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang
mantap.
 Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan
lingkungan dan perkembangan iptek.
 Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain
 Memiliki etos kerja yang kuat
 Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir
 Berjiwa profesionalitas tinggi
 Memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan nonmaterial
 Memiliki wawasan masa depan
 Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu
Untuk dapat berperilaku profesional dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi
maka terdapat lima faktor yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu :

1. Sikap keinginan untuk mewujudkan kinerja ideal


2. Sikap memelihara citra profesi
3. Sikap selalu ada keinginan untuk mengejar kesempatan-kesempatan
profesionalisme.
4. Sikap mental selalu ingin mengejar kualitas cita-cita profesi
5. Sikap mental yang mempunyai kebanggaan profesi
Kelima faktor sikap mental ini memungkinkan profesionalisme guru menjadi
berkembang.Karakter ideal serta perilaku profesional tersebut tidak mungkin dapat
dicapai apabila di dalam menjalankan profesinya sang guru tidak didasarkan pada
panggilan jiwa.

D. CIRI-CIRI GURU ABAD 21


Menghadapi tantangan abad 21, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Tilaar
(1998) memberikan ciri-ciri agar seorang guru terkelompok ke dalam guru yang
profesional. Masing-masing adalah :

 Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang


 Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik
 Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat
 Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan
 Menguasai subjek (kandungan kurikulum)
 Mahir dan berketrampilan dalam pedagogi (pengajaran & pembelajaran)
 Memahami perkembangan murid-murid dan menyayangi mereka
 Memahami psikologi pembelajaran (cognitive psychology)
 Memiliki kemahiran konseling

E. KECAKAPAN UTAMA GURU ABAD 21


Sesuai dengan Undang-udang, guru dan dosen harus mempunyai berbagai kompetensi,
diantaranya adalah kompetensi pedagogik, kompetensi akademik, kompetensi sosial,
dan kompetensi kepribadian. Disamping empat kompetensi tersebut, dalam membantu
para siswa beradaptasi terhadap perubahan sosial dan teknologi di abad ke 21 ini guru
juga harus mempunyai kecakapan utama yang yang meliputi:

a. Akuntabilitas dan Kemampuan Beradaptasi

Sebagai seseorang yang dapat ditiru, apapun yang dikerjakan dan diucapkan harus
dapat dipercaya oleh orang lain. Dalam menjalankan tanggung jawab pribadi
mempunyai fleksibilitas secara pribadi, pada tempat kerja, maupun dalam hubungan
dengan masyarakat sekitarnya. Disamping itu guru harus mampu menetapkan dalam
mencapai standar dan tujuan yang tinggi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang
lain, dan yang tidak kalah pentingnya guru juga harus mampu memaklumi kerancuan
yang dilakukan oleh anak didiknya.

b. Kecakapan Berkomunikasi

Kecakapan yang kedua ini sangat penting bagi guru. Betapapun pintarnya seorang guru
jika tidak mempunyai kecakapan ini maka tidak akan mampu mentransfer ilmu kepada
anak didiknya. Kecakapan ini meliputi : memahami, mengelola, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi baik secara lisan, tulisan,
maupun menggunakan multimedia.

c. Kreatifitas dan Keingintahuan Intelektual

Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung monoton. Salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya kreatifitas dan keingintahuan intelektual guru. Dia
mengajar hanya bermodalkan teori keguruan yang ia peroleh sekian puluh tahun yang
lalu. Kecakapan kreatifitas dan keingintahuan intelektual tersebut mencakup :
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada
yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

d. Berpikir Kritis dan Berpikir dalam Sistem

Kecakapan berpikir kritis merupakan proses berpikir dan bertindak berdasarkan fakta
yang telah ada, apapun yang akan dilakukan dimulai dari identifikasi terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan tersebut, berusaha
untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan
yang rumit serta selalu memahami dan menjalin interkoneksi antara sistem.

e. Kecakapan Melek Informasi dan Media

Agar proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas menarik dan menantang, maka
di era globalisasi dan tanpa batas seperti sekarang ini guru harus mampu menganalisa,
mengakses, mengelola, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi dalam
berbagai bentuk dan media.

f. Kecakapan Hubungan AntarPribadi dan Kerjasama


Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru juga dituntut
harus mampu menunjukkan kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, mampu
beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, mampu bekerja secara produktif
dengan yang lain, mampu menempatkan empati pada tempatnya, serta mampu
menghormati perspektif yang berbeda dengan pendiriannya.

g. Identifikasi Masalah, Penjabaran, dan Solusi

Dalam menghadapi masalah sekecil apapun guru tidak boleh ceroboh dalam
menanggapinya. Oleh sebab itu guru dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam
menyusun, mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah dengan baik.

h. Pengarahan Pribadi

Sebagai guru tentu setiap harinya menghadapi siswa yang perilakunya bermacam-
macam. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan dalam memonitor
pemahaman diri dan mempelajari kebutuhan yang diperlukan dalam pembelajaran,
menemukan sumber-sumber belajar yang tepat, serta mentransfer pembelajaran dari
satu bidang ke bidang lainnya.

i. Tanggung Jawab Sosial

Orang tua/masyarakat menyekolahkan anaknya di suatu sekolah mempunyai harapan


agar anaknya berubah, baik dari segi prilaku maupun kecakapan kompetensinya. Oleh
sebab itu sebagai seorang yang dituntut mempunyai kompetensi sosial, maka tanggung
jawab dalam bertindak guru harus mengutamakan kepentingan masyarakat yang lebih
besar, menunjukkan perilaku etis secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan
antarmasyarakat.

F. KETRAMPILAN GURU ABAD 21


Menurut International Society for Technology in Education karakteristik keterampilan
guru abad 21 dimana era informasi menjadi ciri utamanya, membagi keterampilan guru
abad 21 kedalam lima kategori, yaitu :

1. Mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar dan kreatifitas siswa, dengan


indikator diantaranya adalah sebagai berikut :
 Mendorong, mendukung dan memodelkan penemuan dan pemikiran kreatif dan
inovatif.
 Melibatkan siswa dalam menggali isu dunia nyata (real world) dan memecahkan
permasalahan otentik menggunakan tool dan sumber-sumber digital.
 Mendorong refleksi siswa menggunakan tool kolaboratif untuk menunjukan dan
mengklarifikasi pemahaman, pemikiran, perencanaan konseptual dan proses kreatif
siswa.
 Memodelkan konstruksi pengetahuan kolaboratif dengan cara melibatkan diri belajar
dengan siswa, kolega, dan orang-orang lain baik melalui aktifitas tatap muka
maupun melalui lingkungan virtual.
2. Merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan asessmen era digital,
dengan indikator sebagai berikut :

 Merancang atau mengadaptasi pengalaman belajar yang tepat yang


mengintegrasikan tools dan sumebr digital untuk mendorong belajar dan kreatifitas
siswa.
 Mengembangkan lingkungan belajar yang kaya akan teknologi yang memungkinkan
semua siswa merasa ingin tahu dan menjadi partisipan aktif dalam menyusun tujuan
belajarnya, mengelola belajarnya sendiri dan mengukur perkembangan belajarnya
sendiri.
 Melakukan kostumisasi dan personalisasi aktifitas belajar yang dapat memenuhi
strategi kerja gaya belajar dan kemampuan menggunakan tools dan sumber-sumber
digital yang beragam.
 Menyediakan alat evaluasi formatif dan sumatif yang bervariasi sesuai dengan
standar teknologi dan konten yang dapat memberikan informasi yang berguna bagi
proses belajar siswa maupun pembelajaran secara umum.
3. Menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital, dengan indikator sebagai
berikut :

 Menunjukkan kemahiran dalam sistem teknologi dan mentransfer pengetahuan ke


teknologi dan situasi yang baru.
 Berkolaborasi dengan siswa, sejawat, dan komunitas menggunakan tool-tool dan
sumber digital untuk mendorong keberhasilan dan inovasi siswa.
 Mengkomunikasikan ide/gagasan secara efektif kepada siswa, orang tua, dan
sejawat menggunakan aneka ragam format media digital.
 Mencontohkan dan memfasilitasi penggunaan secara efektif daripada tool-tool digital
terkini untuk menganalisis, mengevaluasi dan memanfaatkan sumber informasi
tersebut untuk mendukung penelitian dan belajar.
4. Mendorong dan menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital, dengan
indikator diantaranya sebagai berikut :

 Mendorong, mencontohkan, dan mengajar secara sehat, legal dan etis dalam
menggunakan teknologi informasi digital, termasuk menghagrai hak cipta, hak
kekayaan intelektual dan dokumentasi sumber belajar.
 Memenuhi kebutuhan pembelajar yang beragam dengan menggunakan strategi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan memberikan akses yang memadai
terhadap tool-tool digital dan sumber belajar digital lainnya.
 Mendorong dan mencontohkan etika digital tanggung jawab interkasi sosial terkait
dengan penggunaan teknologi informasi.
 Mengembangkan dan mencontohkan pemahaman budaya dan kesadaran global
melalui keterlibatan/partisipasi dengan kolega dan siswa dari budaya lain
menggunakan tool komunikasi dan kolaborasi digital.
5. Berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan profesional, dengan indikator
sebagai berikut :

 Berpartisipasi dalam komunitas lokal dan global untuk menggali penerapan teknologi
kreatif untuk meningkatkan pembelajaran.
 Menunjukkan kepemimpinan dengan mendemonstrasikan visi infusi teknologi,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan bersama dan penggabungan komunitas,
dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan teknologi kepada orang lain.
 Mengevaluasi dan merefleksikan penelitian-penelitian dan praktek profesional terkini
terkait dengan penggunaan efektif daripada tool-tool dan sumber digital untuk
mendorong keberhasilan pembelajaran.
 Berkontribusi terhadap efektifitas, vitalitas, dan pembaharuan diri terkait dengan
profesi guru baik di sekolah maupun dalam komunitas.

G. PERANAN GURU ABAD 21


Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan.
Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang
bertumpu dan melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi
Internasional UNESCO untuk Pendidikan, yaitu :

 learning to know
 learning to do
 learning to be
 learning to live together
Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja
secara tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan
tuntutan tersebut seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih
kreatif.

1. Guru tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama
sebagai proses. Dia harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni
sebagai ways of knowing. Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan
tetapi harus menguasai epistimologi dari disiplin ilmu tersebut.
2. Guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang
sedang dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan sosial
dan emosional, maupun perkembangan moralnya.
3. Guru harus memahami pendidikan sebagai proses pembudayaan sehingga mampu
memilih model belajar dan sistem evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses
sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap, dalam proses memperlajari berbagai
disiplin ilmu.
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas
pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut
pandang psikologis.
 Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan,
guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan.
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya.
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan
disiplin.
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan
dapat berlangsung dengan baik.
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan
perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris
masa depan.
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan
berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
 Di pandang dari segi diri pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang
harussenanhttp://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/Tantangan
Guru Sebagai Tenaga Profesionalhttp://www.sarjanaku.com/2010/11/tantangan-
guru-sebagai-tenaga.htmlhttp://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-
guru-pada-abad-ke-21/http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-
21.html

Pernah mendengar istilah Generasi X, Y, Z, atau baby boomers? Istilah-istilah tersebut


menggambarkan pengelompokan manusia berdasarkan generasi atau tahun kelahiran. Masing-
masing generasi memiliki karakteristik tersendiri, yang dipengaruhi oleh konteks lingkungan
yang dihadapi di masa hidupnya. Termasuk generasi manakah kamu? Yuk belajar
mengidentifikasi generasi berdasarkan tahun lahirnya, termasuk ciri-ciri utama mereka. Kamu
juga bisa mempelajari karakteristik generasi-generasi lain untuk dapat memahami orang-orang
di sekitarmu dengan lebih baik.

Baby Boomers

Baby Boomers adalah mereka yang lahir setelah masa Perang Dunia II, kira-kira tahun 1946 sampai
1964. Pada rentang waktu tersebut, banyak bangsa-bangsa di barat mengalami pertumbuhan kelahiran
secara pesat setelah mulai pulih dari kesulitan-kesulitan masa perang. Seiring pertumbuhan ekonomi,
perkembangan pendidikan, dan bantuan pemerintah, generasi baby boomers juga turut menikmati
kemakmuran di masa hidup mereka. Saat ini, sebagian besar generasi baby boomers telah menikmati
masa pensiun mereka yang cukup terjamin.
Generasi X

Setelah baby boomers, muncullah Generasi X yang terlahir pada tahun 1960-an akhir hingga 1980-an.
Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka yang tergolong Generasi X cenderung lebih
toleran terhadap perbedaan termasuk dalam hal agama, kelas, ras, etnis, dan orientasi seksual. Saat ini,
kebanyakan para Generasi X tengah berada di puncak karir di usia 30-an akhir hingga 50. Di Indonesia,
generasi ini dibesarkan dalam situasi serta event politis yang cukup panas dan bergejolak di era
pemerintahan Orde Baru. Secara internasional, Generasi X juga menyaksikan cukup banyak konflik
atau kejadian politik global seperti Perang Vietnam, jatuhnya Tembok Berlin, serta berakhirnya Perang
Dingin.
Generasi Y atau Millenial

Mereka yang disebut bagian dari Generasi Y atau Millenial adalah yang lahir antara tahun 1980an
hingga 2000. Tumbuh besar seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, para Generasi Y
biasanya sangat fasih menggunakan internet serta perangkat-perangkat canggih, tidak seperti generasi-
generasi sebelumnya. Generasi ini terbiasa terkoneksi selama 24 jam sehari setiap hari,
melalui gadget mereka yang beraneka macam, termasuk smartphone, tablet, atau laptop. Kebanyakan
generasi Y adalah anak-anak dari mereka yang termasuk dalam generasi baby boomers. Karena melihat
orang tua mereka yang bekerja keras siang-malam, banyak dari Generasi Y yang selektif dalam memilih
pekerjaan, inovatif dalam urusan dunia kerja atau bisnis dan kerap mengusahakan keseimbangan dalam
bekerja.
Generasi Z

Lebih lanjut, mereka yang lahir antara tahun 2000-2010 digolongkan sebagai Generasi Z. Saat ini,
mereka masih berusia remaja atau anak-anak. Karena itu, masih belum banyak yang bisa disimpulkan
mengenai karakteristik khusus generasi ini. Satu hal yang pasti, generasi ini tumbuh dengan berbagai
kemudahan teknologi dan ketersediaan akses ke dunia luar yang tak terbatas. Kemungkinan besar,
generasi ini akan menghasilkan orang-orang yang menjadikan teknologi sebagai bagian yang signifikan
dalam gaya hidup mereka.
Generasi Alpha
Setelah tahun 2010, mereka yang baru lahir disebut sebagai bagian dari Generasi Alpha. Seperti
halnya Generasi Z yang lahir sebelumnya, mereka yang lahir setelah tahun 2010 sudah familiar
dengan teknologi sejak usia yang sangat belia. Banyak dari mereka yang sudah
menggenggam smartphone sebelum lancar berjalan atau berbicara. Karena itu, banyak yang
beranggapan bahwa generasi ini merupakan generasi yang paling transformatif, terutama
dalam hal penggunaan dan pengembangan teknologi.
Jadi, termasuk generasi yang manakah kamu? Apakah karakteristik yang disebutkan sesuai
dengan pribadimu? Yuk bagikan komentar atau pendapatmu di sini!

Anda mungkin juga menyukai