Pembimbingan merupakan salah satu strategi efektif untuk peningkatan profesionalitas guru
abad 21. Melalui pembimbingan, mungkin terbangun hubungan profesional dan juga
komunitas pembelajar profesional di sekolah yang efektif untuk meningkatkan mutu
pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Pelaksanaan pembimbingan yang efektif perlu
mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi mutu hubungan pembimbingan seperti:
strukturorganisasi pembimbingan, kontrak kerja, mutu pembimbing, aktivitas dalam sesi-sesi
awal hingga akhir pembimbingan. Untuk menguatkan fungsi dan manfaatnya, pembimbingan
perlu diprogramkan. Hal ini membutuhkan perubahan struktur, budaya dan juga dukungan
kepemimpinan dari sekolah dan juga insititusi terkait.
Guru pada abad 21 ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan informasi
dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi telah meningkatkan fleksibelitas dalam
pemerolehan ilmu pengetahuan bagi setiap individu baik guru maupun siswa.
Konsekuensinya, guru dituntut mampu mengembangkan pendekatan dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Selain itu, tersedia pula
informasi yang melimpah mengenai pendidikan. Kondisi ini meningkatkan alternatif pilihan
pendidikan bagi orang tua dan masyarakat. Hal ini berimbas pada peningkatan tuntutan mutu
pendidikan oleh masyarakat.
Globalisasi yang telah membuat dunia seolah tanpa batas memicu perbandingan internasional
antar sekolah, kurikulum, metode penilaian, dan prestasi siswa. Sekolah didesak untuk
unggul dan kompetitif serta dihadapkan pada isu-isu seperti identitas, perbedaan, aturan,
hukum, keadilan, modal sosial, dan kualitas hidup. Berbagai perubahan atau krisis
lingkungan yang terjadi memunculkan kebutuhan pendidikan lingkungan di sekolah untuk
meningkatkan kepekaan, kesadaran, dan tanggung jawab siswa terhadap lingkungan.
Perubahan lingkungan sekolah dan pendekatan ekonomi pasar dalam persekolahan tersebut
berimplikasi pada berkembangnya tuntutan profesionalitas guru. Kompetensi guru abad 21
merupakan Guru profesional abad 21 harus mampu menjadi pembelajar sepanjang karir
untuk peningkatan efektifitas proses pembelajaran siswa seiring dengan perkembangan
lingkungan. Selain itu, guru abad 21 harus mampu bekerja dengan kolega, belajar dari
kolega, dan mengajar kolega sebagai upaya menghadapi kompleksipitas tantangan sekolah
dan pengajaran. Guru abad 21 mengajar berlandaskan standar profesional mengajar untuk
menjamin mutu pembelajaran dan memiliki komunikasi baik langsung maupun menggunakan
teknologi secara efektif dengan orang tua siswa untuk mendukung pengembangan sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peran guru abad 21 dapat ditinjau dari tiga sudut pandang,
yakni sudut pandang (1) aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, (2) diri pribadi,
serta (3) psikologis. Peran guru ditinjau dari sudut pandang aktivitas pengajaran dan
adimistrasi pendidikan, diantaranya:
1. Pekerja sosial.
2. Pelajar dan ilmuwan.
3. Wakil orang tua siswa.
4. Model keteladanan.
5. Pemberi keselamatan bagi peserta didik.
Seiring perubahan demografi, siswa-siswa di sekolah lebih beragam secara budaya, agama/
keyakinan, dan juga bahasanya. Kemajuan teknologi informasi-intemet- telah meningkatkan
fleksibelitas dalam pemerolehan ilmu pengetahuan bagi setiap individu baik guru ataupun
siswa.
Menyoroti pada aspek kebijakan persekolahan, Beare (2001) mengungkapkan bahwa sejak
akhir abad 20 hampir sebagian besar sekolah di seluruh dunia memilih pendekatan ekonomi
pasar. Sekolah diperlakukan layaknya perusahaan yang menyediakan produk (pembelajaran)
kepada konsumennya (siswa dan orang tua). Sekolah diharapkan memberikan kontribusi pada
daya kompetisi ekonomi bangsa. Sekolah harus ‘menjual diri mereka’, menemukan ‘tempat’
di pasar dan berkompetisi. Sekolah dituntut responsif pada komunitas lokal mereka melalui
beragam pendekatan yang memungkinkan konsumen memilih layanan sekolah yang akan
mereka beli. Sekolah diperlakukan sebagai perusahan yang berdiri sendiri-yang oleh
Hargreaves (1997) disebut privatisasi pendidikan. Mereka memiliki kewenangan mengelola
sekolah mereka secara mandiri (self managing) dan mempertanggungjawabkan
pengelolaannya secara profesional kepada stake-holders. Sekolah dituntut berkompetisi untuk
memperoleh sumber dana terutama dari pemerintah. Sekolah yang menyediakan ‘produk’
yang laku di pasar dinilai lebih layak untuk berkembang, dan sebaliknya, sekolah yang
menyediakana ‘produk’ yang buruk – tidak laku- akan ditinggalkan. Oleh karena itu, sekolah
dan guru-guru dituntut selalu memonitor kinerja sekolahnya untuk mengetahui mutu layanan
pendidikan mereka, dan menunjukkan nilai tambah yang dicapai siswa-siswanya.
Perubahan lingkungan sekolah dan juga pendekatan ekonomi pasar dalam persekolahan
tersebut berimplikasi pada berkembangnya tuntutan profesionalitas guru. Guru profesional
abad 21 dengan setandar kompetensi guru abad 21 bukanlah guru yang sekedar mampu
mengajar dengan baik. Guru profesional abad 21 adalah guru yang mampu menjadi
pembelajar sepanjang karir untuk peningkatan keefekfifan proses pembelajaran siswa seiring
dengan perkembangan lingkungan; mampu bekerja dengan, belajar dari, dan mengajar kolega
sebagai upaya menghadapi kompleksitas tantangan sekolah dan pengajaran; mengajar
berlandaskan standar profesional mengajar untuk menjamin mutu pembelajaran; serta
memiliki berkomunikasi baik langsung maupun menggunakan teknologi secara efektif
dengan orang tua murid untuk mendukung pengembangan sekolah (Hargreavas, 1997,2000;
Darling, 2006).
Hal yang sama disyaratkan kepada guru-guru di Indonesia melalui Undang Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permen Nomor 17 Tahun 2007 tentang
kualifikasi dan standar kompetensi guru. Guru profesional dituntut tidak hanya memiliki
kemampuan mengajar sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi pedagogik, namun
guru juga harus mampu mengembangkan profesionalitas secara terus menerus sebagaimana
tertuang dalam kompetensi profesional. Guru juga dituntut mampu menjalin komunikasi yang
efektif dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat
sebagaimana disyaratkan dalam kompetensi sosial serta memiliki kepribadian yang baik
sebagaimana dideskripisikan pada kompetensi pribadi. Disamping itu, guru juga harus
memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan yang memadai dan relevan
dengan bidang ajarnya.
Menurut Reinman & Sprinthall (1998), pembimbingan merupakan bagian dari supervisi.
Walaupun demikian, pembimbingan memiliki karakteristik yang membedakannya dari
supervisi yaitu penekanan pembimbingan pada refleksi dan pembelajaran profesional.
Supervisi lebih dekat dengan peran sosialisasi untuk ‘membentuk’ guru menjadi sosok guru
yang sesuai dengan dengan lingkungan sekolah dimana guru mengajar. Fungsi supervisi ini
meliputi penyambutan (guru baru), enkulturasi, pemodelan, penjelasan, diskusi, dan
pemberian umpan balik. Fungsi ini dilakukan dalam pembimbingan namun dengan tuntutan
komitmen yang lebih holistik dan hubungan yang lebih multi arah. Pembimbing mungkin
menjadi pelatih, motivator, sumberinformasi, dan pasangan belajar, bergantung pada konteks
(Walkington, 2005). Di Inggris, istilah pembimbingan menjadi popular melebihi supervisi di
saat semakin banyak guru sekolah yang melakukan pembimbingan terhadap calon guru di
sekolah mereka (Hawkey, 1998).
Pembimbingan merupakan bantuan dari seorang individu terhadap individu yang lain.
Pembimbingan biasanya dilakukan oleh atasan atau individu yang dipandang lebih senior
dalam jabatan. Namun, seringkali terjadi, pembimbingan terjadi antar teman sebaya atau
bahkan dari yang lebih junior kepada yang lebih senior dari sisi usia. Dengan demikian
pembimbingan tidaklah selalu terjadi antara atasan dengan bawahan. Pembimbingan
yaitu “off-line help by one person to another in making significant transitions in knowledge,
work or thinking” (Megginson, Clutterbuck, Garvey, Stokes, & Harris, 2006: 5).
Pembimbingan merupakan “the relationship between someone of greater expertise in a given
setting working with someone of lesser expertise (although it is not necessarily just one-on-
one relationship)” (Walkington, 2005: 12).
Dalam pembimbingan, hubungan dibangun secara sadar dan sengaja antara pembimbing dan
yang dibimbing. “Mentoring involves the relationships built around shared purposes and
mu-tual goals among the adults involved’ (Carr, Nancy, & Harries, 2005). Tujuan
pembimbingan yaitu menghasilkan perubahan yang signifikan pada pengetahuan, pekerjaan
atau pemikiran individu yang dibimbing dengan cara membantu individu memahami sesuatu
yang sedang terjadi terkait dengan pekerjaan atau karir individu yang pada awalnya mungkin
dipandang sepele atau tidak penting (Megginson, dkk., 2006)
Di sekoiah, pembimbingan mungkin diberikan oleh guru, kepala sekoiah, supervisor, dan
atau akademisi perguruan tinggi kepada mahasiswa calon guru, kepala sekoiah, guru dan atau
kepala sekoiah, baik secara individual ataupun kelompok (Walkington, 2005) Praktek
pembimbingan yang sering terjadi di sekoiah yaitu ketika seorang guru belajar pada guru lain
atau di saat seorang guru mendengarkan permasalahan dari guru lain kemudian memberikan
tip-tip praktis dan berbagi rencana pengajaran dan bahan-bahan pelajaran (Reiman &
Sprinthall, 1998). Hal ini biasanya terjadi secara alami tanpa suatu program yang terencana
(Bartell, 2005).
Namun demikian, tidak berarti pembimbingan yang efektif dapat terjadi secara otomatis di
sekolah. Bahkan, menurut Hargreaves & Fullan (2000), walaupun pembimbingan telah
banyak dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan dan juga mengelola stress guru,
dalam prakteknya, kadangkala masih mengecewakan. Oleh karena itu, sekolah dan institusi
terkait perlu menyusun program-program pembimbingan untuk memberikan bantuan dan
praktek yang lebih terstruktur dan efektif pada guru. Di samping itu, pemrograman
pembimbingan di sekolah memberikan pengakuan dan penghargaan kegiatan pembimbingan
sebagai salah satu layanan bantuan profesional guru. Hal ini berimplikasi pada pengakuan
dan penghargaan peran-peran yang dijalankan pembimbing dan yang dibimbing dalam
hubungan pembimbingan sehingga peluang keberhasilan pembimbingan pun akan lebih besar
(Walkington, 2005)
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan struktur organisasi pembimbingan ini
adalah tahap perkembangan guru – tahap-tahap kognitif, ego, dan moral, dan juga tahap karir
mereka (Reiman & Sprinthall, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-guru
menunjukkan sikap kerja yang berbeda-beda di tiap tahap perkembangan yang berarti mereka
memiliki kebutuhan-kebutuhan profesional yang berbeda yang berkaitan erat dengan tahap-
tahap perkembangan mereka. Guru-guru juga menunjukkan sikap lebih reseptif pada
pengembangan profesional yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka (Bartel, 2005).
Pembahasan kontrak mencakup: kerahasiaan, batas-batas hubungan dan konflik peran, waktu,
tempat, skala waktu, cara pelaksanaan pekerjaan, review, harapan dan keterbatasan (Connor
& Pokora, 2007) yang berfungsi memberikan kejelasan kepada pembimbing dan individu
yang dibimbing tentang batas-batas dan penerapan prinsip-prinsip moral dalam proses
pembimbingan. Terlebih, percakapan dalam pembimbingan kadang-kadang melibatkan emosi
dan masalah-masalah pribadi. Selain itu, pada kenyataannya terdapat isu-isu dalam praktek
pembimbingan yang perlu diperhatikan. Isu-isu tersebut antara lain: 1) pembimbingan lintas
jender. Mungkinkan pembimbingan antara kolega laki-laki dengan wanita (atau sebaliknya)
terlaksana baik? Dalam pembimbingan, pembimbing dan individu yang dibimbing mungkin
harus bekerja bersama selama berjam-jam untuk mendiskusikan suatu masalah. Hal ini
mungkin akan menimbulkan masalah atau dipandang tidak etis. 2) Pembimbingan antar
tingkat organisasi. Misalnya, seorang kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bertindak
sebagai pembimbinga bagi guru yang kadangkala lebih menguasai materi dan kelas
dibandingkan kepala sekolah? Selain itu, dapatkah guru SMA menjadi pembimbing guru
SMP atau SD? 3) Perbedaan di usia. Dapatkan guru yang lebih muda namun lebih
berpengalaman bertindak sebagai pembimbing bagi koleganya yang lebih tua namun
mungkin baru mengawali karirnya mengajar di kelas? Dapatkan orang yang datang dari luar
sekolah dan berpengalaman bertindak sebagai pembimbing bagi guru-guru di sekolahnya
yang baru? (Daresh, 2003). Kontrak pembimbingan akan sangat membantu ketika satu atau
beberapa isu tersebut muncul.
PEMBELAJARAN ABAD 21
Ketrampilan Abad 21 yang dianggap bisa memperkuat modal social (social capital) dan modal
intelektual (intellectual capital) ini, biasa disingkat dengan 4C: communication, collaboration,
critical thinking and problem solving, dan creativity and innovation. Secara operasional, 4C ini
dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara berpikir, termasuk berkreasi,
berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar pro-aktif.
Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim. Ketiga, cara
hidup sebagai warga global sekaligus local; dan keempat, alat untuk mengembangkan
ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi, jaringan digital, dan literasi,
Bayangkan bila konsep ini bisa dijalankan di sekolah-sekolah dan para siswa Indonesia
terbekali dengan keutamaan-keutamaan tersebut, yakni komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis
dan pemecahan masalah, serta kreatif dan inovatif.
Masalahnya, konsep yang baik, tidak mudah diimplementasikan dengan baik, apalagi terkait
dengan varian yang ada dalam sekolah-sekolah kita, yang berbeda fasilitas, kualitas guru,
kualitas kepemimpinan, dan juga kualitas informasi dan daya dukung.
Sebut saja, konsep 4C sebenarnya dimiliki juga oleh model pembelajaran yang dinamai active
learning. Bila active learning bisa dijabarkan dengan baik maka siswa akan dilengkapi dengan
ketrampilan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis dan pemecahan masalah, serta berpikir
kreatif dan inovatif. Hal-hal tersebut yang didorong oleh guru ketika mereka melakukan active
learning.
Ditarik lebih jauh lagi, bukankah 4C seharusnya muncul ketika pembelajaran menekankan
student-centered dan bukan teacher-centered. Juga, bukankah pernah ada model yang disebut
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Semuanya itu mendorong terbangunnya ketrampilan 4C
dalam diri para peserta didik.
Begitu banyak kebijakan bagus yang sudah dikeluarkan. Namun, operasionalnya menjadi sulit
karena diserahkan kepada sekolah dan kepada guru setempat. Karena kurang pengetahuan atau
kurang waktu, sejumlah guru tidak mampu mengoperasionalkan konsep yang baik itu. Guru-
guru tersebut hanya menggantungkan metode dan strategi pembelajaran mereka pada buku
pegangan atau dokumen-dokumen yang sudah mereka terima.
Sangat penting bahwa pemerintah mengubah strateginya dengan mengeluarkan dokumen yang
lebih operasional terkait pelaksanaan 4C di sekolah, di kelas, dan untuk setiap bidang studi.
Langkah tersebut tidak akan membuat guru-guru kehilangan kreativitasnya. Justru, guru-guru
akan memperoleh inspirasi mengenai implementasi pembekalan Ketrampilan Abad 21 itu.
Mungkin, mulanya mereka hanya akan menggunakan apa yang ada dalam buku atau dokumen
pemerintah itu. Namun, inspirasi dari buku itu, bisa mendorong guru untuk menerapkan
langkah-langkah implementasi lain yang sejenis. Lama kelamaan, mereka akan menjadi biasa
dan membuat varian-varian yang disesuaikan dengan konteks lokal.*
Pengetahuan Umum
Tantangan Guru
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama
bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba canggih
(sophisticated) membuat dunia ini semakin sempit, karena kecanggihan teknologi ICT ini
beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat
oleh siapapun dan dari manapun, komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan
mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Perubahan-perubahan tersebut semakin terasa, termasuk didalamnya pada dunia
pendidikan. Guru saat ini menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari era
sebelumnya. Guru menghadapi klien yang jauh lebih beragam, materi pelajaran yang lebih
kompleks dan sulit, standard proses pembelajaran dan juga tuntutan capaian kemampuan
berfikir siswa yang lebih tinggi, untuk itu dibutuhkan guru yang mampu bersaing bukan lagi
kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak (hard skills- soft skills).
Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :
1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam
budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna
(konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai
kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.
Untuk memecahkan masalah tersebut di atas, guru dituntut mampu untuk membaca setiap
tantangan yang ada pada masa kini. guru harus mampu untuk mencari sendiri pemecahan
masalah yang timbul dari dampak kemajuan zaman karena tidak semua kemajuan zaman
berdampak baik, dampak negatif juga harus diperhitungkan.
Kompetensi Guru
Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang profesional yang
memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-kompetensi antara lain
kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
sosial yang kualifaid.
a. Kompetensi profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :
1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya
2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
b. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:
1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan
belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
c. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:
1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi
peserta didik dan masyarakat
3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
4. Mengevaluasi kinerja sendiri
5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan
d. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:
1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional
dan global
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri
5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik
Orientasi Guru Abad 21
Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan.
Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang
bertumpu dan melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi
Internasional UNESCO untuk Pendidikan, hal ini didasari bahwa Pendidikan merupakan
komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan
belajar pada diri peserta didik (education as organized and sustained communication
designed to bring about Learning). UNESCO merekomendasikan empat pilar dalam bidang
pendidikan, yaitu:
a. Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Learning to know, yaitu proses belajar untuk mengetahui, memahami, dan menghayati
cara-cara pemerolehan pengetahuan dan pendidikan yang memberikan kepada peserta
didik bekal-bekal ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran ini memungkinkan peserta didik
mampu mengetahui, memahami, dan menerapkan, serta mencari informasi dan/atau
menemukan ilmu pengetahuan.
b. Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan)
Learning to do, yaitu proses belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu. Belajar berbuat
dan melakukan (Learning by doing) sesuatu secara aktif ini bermakna pendidikan
seharusnya memberikan bekal-bekal kemampuan atau keterampilan. Peserta didik dalam
proses pembelajarannya mampu menggunakan berbagai konsep, prinsip, atau hukum
untuk memecahkan masalah yang konkrit.
c. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan
untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk sehingga tercipta
kedamaian hidup dan sikap toleransi antar sesama manusia.
d. Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri).
Learning to be, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk
mengembangkan diri. Proses belajar memungkinkan terciptanya peserta didik yang
mandiri, memiliki rasa percaya diri, mampu mengenal dirinya, pemahaman diri, aktualisasi
diri atau pengarahan diri, memiliki kemampuan emosional dan intelektual yang konsisten,
serta mencapai tingkatan kepribadian yang mantap dan mandiri
GURU ABAD 21
20 KamisDES 2012
POSTED BY DIDIK CAHYONO IN PENDIDIKAN
≈ TINGGALKAN KOMENTAR
A. PENDAHULUAN
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini,
terutama bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba
sophisticated membuat dunia ini semakin sempit.Karena kecanggihan teknologi ICT ini
beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat
oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan
mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Namun demikian, pada abad ke-21 ini permasalahan yang dihadapi manusia semakin
complicated dan ruwet, misalnya krisis ekonomi global, pemanasan global,
terorisme,rasisme, drug abuse, trafficking, masih rendahnya kesadaran multikultural,
kesenjangan mutu pendidikan antar kawasan dan lain sebagainya. Setiap masalah
tersebut membutuhkan pemecahan yang harus dilakukan masyarakat secara bersama
sama (collaboration). Kompleksitas permasalahan pada abad ini juga terletak pada tidak
berdayanya manusia mencari sumber dan penyebab permasalahannya secara tepat dan
cepat. Di samping itu juga kapan timbulnya permasalahan sering tidak mampu diprediksi
(unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Pada akhirnya banyak permasalahan
masyarakat tidak mampu diselesaikan secara efektif dan efisien.
Era ini juga ditandai semakin ketatnya persaingan diberbagai bidang antar negara, dan
antar bangsa. Terutama yang bisa diamati setiap saat adalah persaingan pemasaran
produk – produk industri .Pasar didesain sedemikian rupa menjadi sebuah sistem
perdagangan yang terbuka (free trade). Perilaku persaingan modern ini benar-benar
merupakan praktek perilaku “survival for the fittest” yang kejam. Siapa kuat dialah yang
akan menjadi pemenang, sebaliknya siapa yang tidak berdaya dialah yang akan kalah
dan termarginalkan.
Negara-negara maju (advanced countries) yang telah memiliki sumberdaya manusia
yang unggul akan semakin jauh meninggalkan negara negara berkembang (developing
countries) dan negara-negara terbelakang (under developing countries). Sebuah artikel
yang ditulis oleh Parag Kahnna di New York Times Magazine (21/1/2008) dengan jelas
mengatakan bahwa dunia pada abad ke-21 akan dikuasai oleh BIG THREE, yaitu
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Sedangkan negara-negara lain yang sering
disebut emerging market disebutnya sebagai second world yang bernasib sebagai
tempat persaingan dan pertarungan BIG THREE tersebut.
Mulai dari kemajuan Information and Communication Technology dan beragam dampak
positif negatifnya, semakin kompleksnya permasalahan manusia, dan kita berada pada
era kompetitif yang semakin ketat pada abad ke-21 ini, dibutuhkanlah persiapan yang
matang dan mantap baik konsep maupun aplikasinya untuk membentuk sumber daya
manusia (human resources) yang unggul. Dan yang paling bertanggung jawab dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang unggul adalah lembaga-lembaga pendidikan di
mana guru sebagai unsur yang berperan paling dominan dan menentukan .Hal inilah
yang membuat guru memikul tanggung jawab yang tidak ringan dalam upaya
peningkatan sumber daya manusia.
Guru merupakan profesi tertua di dunia seumur dengan keberadaan manusia. Apabila
melihat kehidupan masyarakat yang semakin terdiferensial dan ketika semua orang
mempunyai banyak pilihan sebagai ladang kehidupannya, maka citra profesi guru kian
merosot didalam kehidupan sosial. Apalagi masyarakat makin lama makin terarah
kepada kehidupan materialistis, sehingga suatu profesi dinilai sesuai nilai materinya.
Oleh sebab itu tidak heran bila profesi guru termarjinalkan dan menjadi pilihan terakhir.
Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa Pembangunan
Jangka Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat lagi menerima guru yang tidak
profesional. Hal ini sesuai dengan rekomendasi UNESCO, yang ditekankan pada tiga
tuntutan yaitu:
1. Guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan kepada
masyarakat.
2. Guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis
3. Ilmu dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan
berkelanjutan.
Bertitik tolak dari rekomendasi tersebut serta profil guru pada saat ini, seharusnya guru
pada abad 21 benar-benar merupakan guru yang profesional, agar mampu menghadapi
tantangan abad 21. Untuk itu, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial, serta kompetensi pedagogik seorang guru perlu dikembangkan
sehingga mampu mendidik siswa yang mempunyai kemampuan memprediksi dan
menanggulangi.
Di sisi lain, tugas-tugas guru yang bersifat profesional harus ditunjang oleh sistem
penghargaan yang sesuai, sehingga guru mampu memfokuskan diri pada peningkatan
kualitas layanan yang diberikan. Hal ini sejalan dengan kriteria pekerjaan profesional
yang menyebutkan bahwa guru berhak mendapat imbalan yang layak, bukan hanya
dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk penghargaan, hormat, dan rasa segan
masyarakat terhadap guru
a. Kompetensi profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :
1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan
belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
c. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:
1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi
peserta didik dan masyarakat
3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
4. Mengevaluasi kinerja sendiri
5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan
d. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:
1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional
dan global
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri
5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik
Guru yang profesional selain memiliki empat kompetensi tersebut di atas,
menurut Prof.Dr.Haris Supratno memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut.
1. Memiliki wawasan global holistik
2. Memiliki daya ramal ke depan
3. Memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi
4. Memiliki kemampuan bermasyarakat
5. Menguasai IPTEK
6. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan
7. Memiliki akhlakul karimah
8. Memiliki keteladanan
9. Bekerja secara efisien dan efektif
10. Menguasai bahasa asing
Harus diakui dalam maraknya arus informasi pada masa kini, guru bukan lagi satu-
satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun
demikian, perannya di dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang
berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik. Oleh
karena itu, pada hakekatnya guru itu dibutuhkan oleh setiap orang dan semua orang
sangat mengharapkan kehadiran citra guru yang ideal di dalam dirinya. Untuk itu, guru
akan lebih tetap berperan sebagai pendidik sekaligus berperan sebagai manager atau
fasilitator pendidikan, sehingga guru harus sanggup merencanakan, melaksanakan dan
mengawasi sumber daya pendidikan agar supaya peserta didik dapat belajar secara
produktif.
Abad 21 menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Sebagai
konsekuensinya, guru yang tidak bisa mengikuti perkembangan alam dan zaman akan
semakin tertinggal sehingga tidak bisa lagi memainkan perannya secara optimal dalam
mengemban tugas dan menjalankan profesinya.
Guru di abad 21 memiliki karakteristik yang spesifik dibanding dengan guru pada abad-
abad sebelumnya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Memiliki semangat juang dan etos kerja yang tinggi disertai kualitas keimanan dan
ketakwaan yang mantap.
2. Mampu memanfaatkan iptek sesuai tuntutan lingkungan sosial dan budaya di
sekitarnya.
3. Berperilaku profesional tinggi dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi.
4. Memiliki wawasan ke depan yang luas dan tidak picik dalam memandang berbagai
permasalahan.
5. Memiliki keteladanan moral serta rasa estetika yang tinggi.
6. Mengembangkan prinsip kerja bersaing dan bersanding.
Masih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundak setiap guru, H.
Muhammad Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan
karakteristik citra guru yang diidealkan. Masing- masing adalah guru yang :
Memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang
mantap.
Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan
lingkungan dan perkembangan iptek.
Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain
Memiliki etos kerja yang kuat
Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir
Berjiwa profesionalitas tinggi
Memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan nonmaterial
Memiliki wawasan masa depan
Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu
Untuk dapat berperilaku profesional dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi
maka terdapat lima faktor yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu :
Sebagai seseorang yang dapat ditiru, apapun yang dikerjakan dan diucapkan harus
dapat dipercaya oleh orang lain. Dalam menjalankan tanggung jawab pribadi
mempunyai fleksibilitas secara pribadi, pada tempat kerja, maupun dalam hubungan
dengan masyarakat sekitarnya. Disamping itu guru harus mampu menetapkan dalam
mencapai standar dan tujuan yang tinggi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang
lain, dan yang tidak kalah pentingnya guru juga harus mampu memaklumi kerancuan
yang dilakukan oleh anak didiknya.
b. Kecakapan Berkomunikasi
Kecakapan yang kedua ini sangat penting bagi guru. Betapapun pintarnya seorang guru
jika tidak mempunyai kecakapan ini maka tidak akan mampu mentransfer ilmu kepada
anak didiknya. Kecakapan ini meliputi : memahami, mengelola, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi baik secara lisan, tulisan,
maupun menggunakan multimedia.
Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung monoton. Salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya kreatifitas dan keingintahuan intelektual guru. Dia
mengajar hanya bermodalkan teori keguruan yang ia peroleh sekian puluh tahun yang
lalu. Kecakapan kreatifitas dan keingintahuan intelektual tersebut mencakup :
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada
yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Kecakapan berpikir kritis merupakan proses berpikir dan bertindak berdasarkan fakta
yang telah ada, apapun yang akan dilakukan dimulai dari identifikasi terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan tersebut, berusaha
untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan
yang rumit serta selalu memahami dan menjalin interkoneksi antara sistem.
Agar proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas menarik dan menantang, maka
di era globalisasi dan tanpa batas seperti sekarang ini guru harus mampu menganalisa,
mengakses, mengelola, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi dalam
berbagai bentuk dan media.
Dalam menghadapi masalah sekecil apapun guru tidak boleh ceroboh dalam
menanggapinya. Oleh sebab itu guru dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam
menyusun, mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah dengan baik.
h. Pengarahan Pribadi
Sebagai guru tentu setiap harinya menghadapi siswa yang perilakunya bermacam-
macam. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan dalam memonitor
pemahaman diri dan mempelajari kebutuhan yang diperlukan dalam pembelajaran,
menemukan sumber-sumber belajar yang tepat, serta mentransfer pembelajaran dari
satu bidang ke bidang lainnya.
Mendorong, mencontohkan, dan mengajar secara sehat, legal dan etis dalam
menggunakan teknologi informasi digital, termasuk menghagrai hak cipta, hak
kekayaan intelektual dan dokumentasi sumber belajar.
Memenuhi kebutuhan pembelajar yang beragam dengan menggunakan strategi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan memberikan akses yang memadai
terhadap tool-tool digital dan sumber belajar digital lainnya.
Mendorong dan mencontohkan etika digital tanggung jawab interkasi sosial terkait
dengan penggunaan teknologi informasi.
Mengembangkan dan mencontohkan pemahaman budaya dan kesadaran global
melalui keterlibatan/partisipasi dengan kolega dan siswa dari budaya lain
menggunakan tool komunikasi dan kolaborasi digital.
5. Berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan profesional, dengan indikator
sebagai berikut :
Berpartisipasi dalam komunitas lokal dan global untuk menggali penerapan teknologi
kreatif untuk meningkatkan pembelajaran.
Menunjukkan kepemimpinan dengan mendemonstrasikan visi infusi teknologi,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan bersama dan penggabungan komunitas,
dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan teknologi kepada orang lain.
Mengevaluasi dan merefleksikan penelitian-penelitian dan praktek profesional terkini
terkait dengan penggunaan efektif daripada tool-tool dan sumber digital untuk
mendorong keberhasilan pembelajaran.
Berkontribusi terhadap efektifitas, vitalitas, dan pembaharuan diri terkait dengan
profesi guru baik di sekolah maupun dalam komunitas.
learning to know
learning to do
learning to be
learning to live together
Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja
secara tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan
tuntutan tersebut seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih
kreatif.
1. Guru tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama
sebagai proses. Dia harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni
sebagai ways of knowing. Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan
tetapi harus menguasai epistimologi dari disiplin ilmu tersebut.
2. Guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang
sedang dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan sosial
dan emosional, maupun perkembangan moralnya.
3. Guru harus memahami pendidikan sebagai proses pembudayaan sehingga mampu
memilih model belajar dan sistem evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses
sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap, dalam proses memperlajari berbagai
disiplin ilmu.
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas
pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut
pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan,
guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan.
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya.
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan
disiplin.
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan
dapat berlangsung dengan baik.
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan
perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris
masa depan.
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan
berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang
harussenanhttp://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/guru-abad-21/Tantangan
Guru Sebagai Tenaga Profesionalhttp://www.sarjanaku.com/2010/11/tantangan-
guru-sebagai-tenaga.htmlhttp://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-
guru-pada-abad-ke-21/http://yoeyhanfebryani.blogspot.com/2012/11/guru-abad-
21.html
Baby Boomers
Baby Boomers adalah mereka yang lahir setelah masa Perang Dunia II, kira-kira tahun 1946 sampai
1964. Pada rentang waktu tersebut, banyak bangsa-bangsa di barat mengalami pertumbuhan kelahiran
secara pesat setelah mulai pulih dari kesulitan-kesulitan masa perang. Seiring pertumbuhan ekonomi,
perkembangan pendidikan, dan bantuan pemerintah, generasi baby boomers juga turut menikmati
kemakmuran di masa hidup mereka. Saat ini, sebagian besar generasi baby boomers telah menikmati
masa pensiun mereka yang cukup terjamin.
Generasi X
Setelah baby boomers, muncullah Generasi X yang terlahir pada tahun 1960-an akhir hingga 1980-an.
Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka yang tergolong Generasi X cenderung lebih
toleran terhadap perbedaan termasuk dalam hal agama, kelas, ras, etnis, dan orientasi seksual. Saat ini,
kebanyakan para Generasi X tengah berada di puncak karir di usia 30-an akhir hingga 50. Di Indonesia,
generasi ini dibesarkan dalam situasi serta event politis yang cukup panas dan bergejolak di era
pemerintahan Orde Baru. Secara internasional, Generasi X juga menyaksikan cukup banyak konflik
atau kejadian politik global seperti Perang Vietnam, jatuhnya Tembok Berlin, serta berakhirnya Perang
Dingin.
Generasi Y atau Millenial
Mereka yang disebut bagian dari Generasi Y atau Millenial adalah yang lahir antara tahun 1980an
hingga 2000. Tumbuh besar seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, para Generasi Y
biasanya sangat fasih menggunakan internet serta perangkat-perangkat canggih, tidak seperti generasi-
generasi sebelumnya. Generasi ini terbiasa terkoneksi selama 24 jam sehari setiap hari,
melalui gadget mereka yang beraneka macam, termasuk smartphone, tablet, atau laptop. Kebanyakan
generasi Y adalah anak-anak dari mereka yang termasuk dalam generasi baby boomers. Karena melihat
orang tua mereka yang bekerja keras siang-malam, banyak dari Generasi Y yang selektif dalam memilih
pekerjaan, inovatif dalam urusan dunia kerja atau bisnis dan kerap mengusahakan keseimbangan dalam
bekerja.
Generasi Z
Lebih lanjut, mereka yang lahir antara tahun 2000-2010 digolongkan sebagai Generasi Z. Saat ini,
mereka masih berusia remaja atau anak-anak. Karena itu, masih belum banyak yang bisa disimpulkan
mengenai karakteristik khusus generasi ini. Satu hal yang pasti, generasi ini tumbuh dengan berbagai
kemudahan teknologi dan ketersediaan akses ke dunia luar yang tak terbatas. Kemungkinan besar,
generasi ini akan menghasilkan orang-orang yang menjadikan teknologi sebagai bagian yang signifikan
dalam gaya hidup mereka.
Generasi Alpha
Setelah tahun 2010, mereka yang baru lahir disebut sebagai bagian dari Generasi Alpha. Seperti
halnya Generasi Z yang lahir sebelumnya, mereka yang lahir setelah tahun 2010 sudah familiar
dengan teknologi sejak usia yang sangat belia. Banyak dari mereka yang sudah
menggenggam smartphone sebelum lancar berjalan atau berbicara. Karena itu, banyak yang
beranggapan bahwa generasi ini merupakan generasi yang paling transformatif, terutama
dalam hal penggunaan dan pengembangan teknologi.
Jadi, termasuk generasi yang manakah kamu? Apakah karakteristik yang disebutkan sesuai
dengan pribadimu? Yuk bagikan komentar atau pendapatmu di sini!