Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MEKANIKA TANAH

“Stabilitas Lereng”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mekanika Tanah

Dosen Pengampu :
Ayu Roesdiningtyas, S.T, M.T

Disusun oleh :
Andy Luqman Hakim (1794094007)
Achmad Dhiya’urrahman (1794094015)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
JOMBANG
2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik, rahmat,
serta ridhonya kepada kita semua sehingga makalah Mekanika Tanah kami dapat terselesaikan
dengan judul : “Stabilitas Lereng”. Makalah ini di tunjukan untuk pembaca agar lebih memahami
tentang mata kuliah mekanika tanah.
Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu Ayu Roesdiningtyas, S.T,M.T.
Selaku dosen pengampu Mekanika Tanah yang telah membimbing kami. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini menjelaskan tentang Mekanika Tanah. Makalah ini juga di tujukan
untuk memenuhi tugas kelompok. Kami hanya manusia biasa tempat dimana ada kesalahan, maka
kami mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kekurangan dalam makalah yang kami buat ini.
Semoga makalah kami ini dapat menambah pengetahuan kita semua. Untuk tercapainya
kesempurnaan makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari teman-teman yang membacanya.

Jombang, 21 Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................


DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN ...........................................................................................................
2.1 Pengertian Stabilitas Lereng/Longsor ......................................................................
2.2 Jenis-Jenis Lereng/Longsor ......................................................................................
2.3 Pencegahan Terjadinya Lereng/Longsor ..................................................................
BAB III
PENUTUP ....................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stabilitas Lereng/longsor
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena
menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran
produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan,
misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada
penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah
buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang
terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana
penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan
mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian
yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun
terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan
umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau
misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan,
penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan
berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses
degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-
gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam
keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan
tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan
lereng.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membatasi dengan hanya mengkaji masalah - masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Stabilitas lereng/longsor?
2. Jenis- jenis lereng/longsor?
3. Apa saja pencegahan terjadinya lereng/longsor?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat tujuan masalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan apa itu Stabilitas lereng/longsor
2. Menjelaskan beberapa jenis- jenis lereng/longsor
3. Menjelaskan pencegahan terjadinya lereng/longsor
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN STABILITAS LERENG/LONGSOR

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan
bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi ataukarena dibuat
oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukitdan tebing sungai,
sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunanuntuk membuat jalan raya
dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal sertatambang terbuka.Suatu longsoran
adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuahlereng sehingga terjadi pergerakan
massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapatterjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-
lahan atau mendadak serta denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah gempa bumi,
longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan kerugian materi maupun
kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatulongsoran antara lain yaitu rusaknya lahan
pertanian, rumah, bangunan, jalurtransportsi serta sarana komunikasi.Analisis kestabilan lereng
harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air
tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model geologi yang
memadai, analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga
kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode Taylor, metode janbu, metode
Fenellius, metode Bishop, dll
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety
factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-
gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak

Dimana untuk keadaan :


• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk
mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemantapan lereng, antara lain :
• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena
kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan
jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :
kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari
lempung atau campurannya.
• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis
adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin
dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan
karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan
air yang mempercepat proses pelapukan.
• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut.
Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat
menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan
maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses
pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses
pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya
sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan
menurun.
• Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng
yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak
baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut
menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree
s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan
tegangan geser adalah :

• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang
menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan
penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan
dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan
erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya
material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air,
penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.

Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :

• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur,
struktur dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi
lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung,
pelarutan material penyemen batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.

2.2 JENIS-JENIS LERENG/LONGSOR


dalam bidang teknik sipil ada dua jenis lereng, yaitu :

1. Lereng Alam (Natural Slopes)


Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bilamana tahanan
geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang
longsor. Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat saja mengalami longsor
akibat hal-hal berikut :

1) Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.


2) Gempa.
3) Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang
berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem drainase
dan lain-lain.
4) Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang yang
berpotensi longsor.
5) Proses pelapukan.

Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari adalah kondisi geologi dan topografi,
kemiringan lereng, jenis lapisan tanah, kuat geser, aliran air bawah tanah dan kecepatan pelapukan.
2. Lereng Buatan (Man Made Slopes)
Lereng buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

 Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)


Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan
jalan atau saliran air untuk irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat
teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.

 Lereng Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan (Embankment)


Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan, badan jalan kereta api. Sifat
teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah.

Klasifikasi Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling umum adalah longsornya suatu galian atau
timbunan. Apabila terjadi suatu longsoran dalam tanah lempung, seringkali didapat merupakan
sepanjang suatu busur lingkaran. Busur lingkaran ini dapat memotong permukaan lereng, melalui
titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar lereng (deep seated) dan menyebabkan
peningkatan pada dasar. (Lihat gambar 2.1).

Sharpe (1938) telah mengklasifikasikan longsor berdasar material dan kecepatan pergerakan tanah
dengan siklus geomorfologi serta faktor cuaca.

Sedangkan Savarenski dari Soviet (1939) membagi kelongsoran kedalam 3 kelompok sebagai
berikut :
 Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan bidang longsornya hampir
mendekati lingkaran.

 Longsor Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang lapis atau sesar (joint).

 Longsor Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara transversal terhadap lapisan dan umumnya
memiliki ukuran yang luas serta bidang runtuhnya panjang menembus kedalam tanah.

Nemcok, Pasek, dan Rybar dari Cekoslowakia (1972) telah mengusulkan untuk memperbaiki
klasifikasi dan terminologi longsor berdasarkan mekanisme dan kecepatan
pergerakan. Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar yaitu:

A. Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan yang lambat dari rangkak talud sampai
pergerakan lereng gunung akibat gravitasi dalam jangka waktu yang panjang atau lama.

B. Aliran (flowing)

Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka perilaku longsor seperti
aliran. Contoh aliran tanah (earthflow) atau aliran lumpur (mudflow).

C. Gelincir (Sliding)

Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang longsor yang tertentu dikelompokkan
kedalam kategori ini.

D. Tanggal (Fall)
Pergerakan batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya tanggal bebas (free
fall).
Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir tegak lurus dan sejajar dengan muka
tanah yang bersifat bergerak dalam suatu jurusan.
Analisa Terjadinya Longsor

Untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng terhadap bahaya longsor,
perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor kelongsoran. Dari pengamanan, maka perlu
diketahui lebih rinci penyebab terjadinya suatu longsor, antara lain :

i. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau secara disengaja
akan mengganggu stabilitas yang ada, karena secara logis dapat dikatakan semakin terjal suatu
lereng akan semakin besar kemungkinan untuk longsor.
ii. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau disengaja juga akan
merubah stabilitas suatu lereng. Semakin tinggi lereng akan semakin besar longsornya.
iii. Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan tegangan dalam tanah termasuk
meningkatnya tegangan air pori. Hal ini akan menurunkan stabilitas lereng dan sering terjadi
karena adanya pembangunan didaerah tebing seperti : jalan, gedung dan lain-lain.
iv. Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun resapan air tempat lain dalam tanah. Ini
akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan kekuatan geser dalam lapisan tanah.
v. Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air bekerja sebagai
pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah karena air dapat menurunkan tingkat kelekatan
butir.
vi. Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat mengganggu kekuatan geser
dalam tanah.
vii. Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan perubahan kandungan air tanah
dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah. Faktor air sangat berpengaruh terhadap
keseimbangan dalam tanah. Disamping itu, kestabilan lapisan permukaan tanah juga tergantung
adanya penggundulan.
viii. Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat kekuatan tanah dan batuan
hingga mengganggu stabilitas lereng.Kekuatan Geser Tanah dan Hubungannya Dengan
Kemantapan Lereng Jika tanah dibebani, maka akan mengakibatkan tegangan geser. Apabila
tegangan geser akan mencapai harga batas, maka massa tanah akan mengalami deformasi dan
cenderung akan runtuh. Keruntuhan tersebut mungkin akan mengakibatkan longsoran timbunan
tanah. Keruntuhan geser dalam tanah adalah akibat gerak relatif antara butir-butir massa
tanah. Jadi kekuatan geser tanah ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah menahan
tekanan tanpa terjadi keruntuhan.Cara-cara Menstabilkan LerengPada prinsipnya, cara yang
dipakai untuk menjadikan lereng supaya lebih aman (lebih mantap) dapat dibagi dalam
dua golongan, yaitu :Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak

Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara merobah bentuk lereng yang
bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
(a) Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan.

(b) Memperkecil ketinggian lereng.


Memperbesar gaya melawan atau momen melawan
Gaya melawan atau momen melawan dapat ditambah dengan beberapa cara; yang paling sering
dipakai ialah sebagai berikut :

(a) Dengan memakai “counterweight”, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.

(b) Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.

(c) Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau dengan membuat dinding
penahan.
(d) Dengan cara injeksi.

2.3 PENCEGAHAN TERJADINYA LERENG/LONGSOR


Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional
atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal.
Yang paling sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada
minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit, diantaranya adalah dengan
pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng. Cara-cara ini mampu meng-
counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi lereng, yang kebanyakan dibuat lebih
curam maupun lebih tinggi. Namun, penggunaan cara ini belum mampu mengantisipasi adanya
longsoran-longsoran kecil, karena cara-cara di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir
tenah secara baik. Yang dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan, sedangkan
lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.
Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang belakangan banyak
dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk mengikat butir-butir tanah dengan
memberikan lapisan selimut lolos air (permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah.
Pada daerah dengan lereng curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras
menggunakan angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses
yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya mungkin ditumbuhi
oleh rerumputan.

Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya, metode geosintetik
tentu saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk melindungi lereng secara
keseluruhan. Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat ditutup dengan lapisan tanah, namun
pasti tingkat produktifitasnya tidak sebaik tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat merusak
lapisan geosintetik. Metode ini hanya cocok diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang
memang memerlukan kestabilan lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian,
karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta
kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis
pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk
konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian
tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan
(tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai
akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi
penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan
produksi.
Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bilamana tahanan
geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor.
Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope), Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan
memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk
irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air
akibat rembesan, dan cara pemotongan.
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional atau
sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal. Yang
paling sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada
minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Dakung, S, 1987, Stabilitas lereng/longsor, Mekanika Tanah, Daerah IstimewaYogyakarta,


Depdikbud,.
Sardjono, Agung B, 1996, Mekanika Tanah, Tesis Program Pascasardjana UGM, Yogyakarta.
Tjahjono, Gunawan, 1989, Mekanika Tanah, Semarang

Anda mungkin juga menyukai