Anda di halaman 1dari 46

GELOMBANG MEKANIK

Gelombang adalah getaran yang merambat melalui medium. Berdasarkan sifat fisisnya gelombang
dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Berdasarkan arah getar, gelombang dibedakan atas:
a. Gelombang transversal
b. Gelombang longitudinal
2. Berdasarkan amplitudo, gelombang dibedakan atas:
a. Gelombang berjalan
b. Gelombang stasioner
3. Berdasarkan medium perambatan, gelombang dibedakan atas:
a. Gelombang mekanik
b. Gelombang elektromagnetik

Gelombang transversal dan gelombang longitudinal


Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus terhadap arah
perambatannya. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang perambatannya searah terhadap arah
perambatannya.
Pada gelombang transversal, yang merambat adalah bentuk bukit atau bentuk lembah.
Perambatan bukit atau lembah hanya terjadi pada zat yang kenyal (elastik). Karena itu, gelombang
transversal hanya dapat terjadi dalam zat padat.
Pada gelombang longitudinal, yang merambat adalah rapatan dan renggangan. Perambatan
rapatan dan renggangan dapat terjadi pada semua zat. Karena itu gelombang longitudinal dapat terjadi
dalam zat padat, cair, atau gas.

Gelombang berjalan dan gelombang stasioner


Gelombang berjalan adalah gelombang yang memiliki amplitudo tetap, sedang gelombang
stasioner adalah gelombang yang amplitudonya berubah-ubah. Gelombang berjalan akan dipelajari
dalam subbab 4.1 dan gelombang stasioner akan kita pelajari dalam subbab 4.2.

Gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik


Bunyi dapat sampai ke telinga kita karena ada udara yang bertindak sebagai medium (zat
perantara). Namun, cahaya matahari dapat sampai ke bumi walaupun antara matahari dan bumi
merupakan ruang hampa (tanpa medium). Gelombang mekanik didefinisikan sebagai gelombang yang
memerlukan medium perambatan, sedang gelombang elektromagnetik didefinisikan sebagai
gelombang yang tidak memerlukan medium perambatan.

1
Besaran-besaran dasar sebuah gelombang
Ada empat besaran yang merupakan besaran dasar sebuah gelombang, yaitu: peroide (T),
frekuensi (f), panjang gelombang (λ), cepat rambat gelombang (v).
Peroide T didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk menempuh satu gelombang. Untuk
gelombang transversal, satu gelombang adalah satu lembah dan satu bukit. Untuk gelombang
longitudinal, satu gelombang adalah satu renggangan dan satu rapatan.
Frekuensi f didefinisikan sebagai banyak gelombang yang ditempuh dalam satu sekon.
Panjang gelombang λ didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh gelombang dalam waktu satu
periode.
Cepat rabat gelombang v didefinisikan sebagai hasil bagi antara panjang gelombang dan periode.
Hubungan keempat besaran dasar gelombang tersebut ditunjukan pada persamaan berikut ini:
1 1
f= 𝑇
atau T = 𝑓
(4-1)
𝜆 𝑣
v= 𝑇
= λ f atau λ = v T = 𝑓
(4-2)

4.1 GELOMBANG BERJALAN


Jika salah satu ujung tali kita ikatkan pada beban yang tergantung pada pegas vertikal, dan pegas
kita gerakkan naik turun, maka getaran pegas akan merambat pada tali, seperti ditunjukan pada
gambar 4.1. gelombang hasil rambatan pegas pada tali ini disebut gelombang berjalan.

Gambar 4.1 gelombang berjalan ke kanan dengan titik Gambar 4.2 gelombang berjalan ke kanan dengan cepat rambat v.
asal getaran adalah O. Lama P telah bergetar sama Grafik utuh menunjukan gelombang pada t = 0, sedang grafik
dengan lama O telah bergetar dikurangi waktu untuk putus-putus menunjukkan gelombang pada saat t kemudian.
merambat dari O ke P Tampak bahwa titik sepanjang tali (misal P) juga bergerak
harmonik naik-turun

4.1.1 Persamaan umum gelombang berjalan


Misalkan titik asal getaran O telah bergetar naik-turun selama t sekon. Persamaan gelombang
untuk titik O sesuai dengan persamaan simpangan getaran harmonik sederhana dengan sudut fase
awal θₒ = 0⁰ adalah
y = A sin ωt atau y = A sin 2πφ (4-3)
𝑡
dengan φ= 𝑇
(4-4)

𝜑 adalah fase gelombang

2
Pada titik asal getaran O telah bergetar selama t sekon, berapa lamakah titik P pada tali yang
berjarak x dari O telah bergetar? Karena gelombang merapat ke kanan, maka tentu saja O bergetar
lebih dahulu dari P. Bila cepat rambat gelombang adalah v, maka waktu yang diperlukan gelombang
untuk merambat dari O ke P adalah jarak OP dibagi v, atau 𝑥 ⁄𝑣. Jadi, jika Fase getaran naik-turun di
P akibat gelombang dari O adalah:
𝑡𝑝 𝑡 − 𝑥 ⁄𝑣 𝑡 𝑥
𝜑𝑝 = = = −
𝑇 𝑇 𝑇 𝑣𝑇
karena vT = λ, maka
𝑡 𝑥 (4-5)
𝜑𝑝 = −
𝑇 𝜆

dengan memasukkan 𝜑p dari persamaan (4-5) kepersamaan (4-3) kita peroleh:


𝑡 𝑥
𝑦 = 𝐴 sin 2𝜋 ( − ) (4-6a)
𝑇 𝜆
2𝜋 2𝜋
𝑦 = 𝐴 sin ( 𝑇 𝑡 − 𝜆
𝑥)

atau
y = A sin (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥) (4-6b)
2𝜋
karena ω = 𝑇
, dan k, disebut bilangan gelombang, mempunyai nilai

2𝜋
k= 𝜆 (4-7)

Persamaan (4-6a) dapat juga kita ubah menjadi


1 𝑥
𝑦 = 𝐴 sin [2𝜋 (𝑡 − )]
𝑇 𝜆⁄𝑇
𝑥
𝑦 = 𝐴 sin 2𝜋𝑓 (𝑡 − 𝑣 ) (4-6c)

1
Karena 𝑇
= f dan 𝜆⁄𝑇 = v

Secara umum, persamaan simpangan getaran disuatu titik pada tali yang berjarak x dari titik asal
getaran (misal titik P) terhadap kedudukan keseimbangannya ( y = 0) dapat dinyatakan oleh:

𝑡 𝑥
𝑦 = ±𝐴 sin 2𝜋 (𝑇 ∓ 𝜆 ) (4-6b)
atau
𝑦 = ±𝐴 sin(𝜔𝑡 ∓ 𝑘𝑥) (4-6b)
atau
𝑥
𝑦 = ± 𝐴 sin 2𝜋𝑓 (𝑡 ∓ 𝑣 )
(4-6c)

3
Dengan
A = amplitudo getaran di titik asal (m),
t = lama titik asal telah bergetar (s),
T = periode getaran (s),
v = cepat rambat gelombang berjalan (m s-1),
ω = 2π/T, kecepatan sudut (rad/s),
k = 2π/λ, bilangan gelombang (m-1),
f = frekuensi getaran (Hz)
y = simpangan getaran dititik yang berjarak x dari titik asal getaran (m),
x = jarak titik pada tali dari titik asal getaran (m).

Catatan:
 Tanda negatif dalam sinus diberikan untuk gelombang berjalan yang merambat ke kanan,
sedangkan tanda positif diberikan untuk gelombang berjalan yang merambat ke kiri.
 Tanda positif pada A diberikan jika titik asal getaran O untuk pertama kalinya bergerak ke
atas, sedang tanda negatif pada A diberikan jika titik asal getaran O untuk pertama kalinya
bergerak ke bawah.
 Untuk titik asal getaran berlaku x = 0
 Persamaan mana yang digunakan bergantung pada bentuk persamaan yang diketahui dalam
soal.

Contoh 4.1 Persamaan umum gelombang


Sebuah gelombang berjalan memenuhi persamaan y = 0,20 sin 0,40π (60𝑡 − 𝑥) dengan x dan y
dalam cm, dan t dalam sekon.
a. Arah perambatan gelombang
b. Amplitudo gelombang
c. Frekuensi gelombang
d. Panjang gelombang
e. Cepat rambat gelombang

Strategi:
Persamaan simpangan yang diketahui y = 0,20 sin 0,40π (60𝑡 − 𝑥) menyerupai bentuk
persamaan umum y = A sin (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥). Dengan menyamakan kedua persamaan ini amplitudo A,
kecepatan sudut ω, dan bilangan gelombang k dapat dihitung.

4
Jawab:
Kita memanipulasi dulu 𝑦 = 0,20 sin 0,40𝜋 (60𝑡 − 𝑥) agar dapat disamakan dengan persamaan
umum 𝑦 = 𝐴 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥).
𝑦 = 0,20 sin 0,40𝜋 (60𝑡 − 𝑥)
= 0,20 sin[(0,40π )(60𝑡) − 0,40π 𝑥]
𝑦 = 0,20 sin(24𝜋𝑡 − 0,40𝜋𝑥) (*)
𝑦 = 𝐴 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥) (**)
Dengan menyamakan persamaan (*) dan (**) maka pertanyaan a sampai dengan e dapat dijawab.
a. Karena tanda dalam sinus adalah negatif, maka arah perambatan gelombang adalah ke kanan.
b. Amplitudo A = 0,20 cm
c. ω = 24π. Karena rumus kecepatan sudut ω = 2π f
maka 2π f = 24π
24𝜋
𝑓= 2𝜋
= 12 Hz

d. k = 0,40π. Dari persamaan (4-7), k = 2π/λ


2𝜋
jadi 𝜆
= 0,40 𝜋
2𝜋 200
𝜆= = = 5 cm
0,40𝜋 40

e. cepat rambat gelombang v dapat dihitung dengan persamaan (4-2)


v=λf
= (5 cm)(12 Hz) = 60 cm/s.

LATIHAN
1. Persamaan gelombang berjalan pada seutas tali dinyatakan oleh 𝑦 = 0,01 sin(20𝜋𝑡 +
0,20 𝜋𝑥) dengan x dan y dalam cm dan t dalam sekon. Tentukan:
a. Arah perambatan gelombang (ke kiri atau ke kanan)
b. Amplitudo gelombang
c. Panjang gelombang
d. Frekuensi gelombang
e. Cepat rambat gelombang
𝑡 𝑥
2. Persamaan untuk gelombang transversal mempunyai bentuk 𝑦 = 2 sin 2𝜋 (0,01 − 30
) dengan

x dan y dalam cm, dan t dalam sekon. Tentukan:


a. Arah perambatan gelombang
b. Frekuensi gelombang
c. Amplitudo
d. Panjang gelombang
e. Cepat rambat gelombang.

5
Contoh 4.2 Simpangan suatu titik pada gelombang berjalan
Sebuah gelombang merambat dari sumber S ke kanan dengan laju 8 𝑚⁄𝑠, frekuensi 16 Hz,
1 1
amplitudo 4 cm. Gelombang itu melalui titik P yang berjarak 9 m dari S. Jika S telah bergetar 1
2 4

sekon, dan arah gerak pertamanya ke atas, tentukan simpangan titik P pada saat itu.

Jawab:
Laju v = 8 𝑚⁄𝑠
Frekuensi f = 16 Hz
Amplitudo A = 4 cm
1 5
Lama titik asal getaran S telah bergetar t = 14 s = 4 s

Soal ini adalah soal gelombang berjalan. Simpangan titik P yang berjarak x dari titik asal getaran
S dapat dihitung dengan persamaan (4-6c)
𝑥
𝑦 = 𝐴 sin 2𝜋𝑓 (𝑡 − )
𝑣
5 19⁄2
𝑦 = (4 cm) sin 2π (16) [4 − 8
]
= (4 𝑐𝑚) sin 2𝜋 [20 − 19]
= (4 𝑐𝑚) sin 2𝜋 = 𝟎

LATIHAN
3. Sebuah gelombang merambat dari sumber S ke kiri dengan laju 5 𝑚⁄𝑠, frekuensi 5 Hz,
1
amplitudo 10 cm. Gelombang itu melalui titik P yang berjarak 2 m dari S. Tentukan
4

simpangan titik P pada saat:


1
a. S telah bergetar 12 sekon, dan arah gerak pertamanya ke atas

b. S telah bergetar 2 sekon, dan arah gerak pertamanya ke bawah

Menghitung cepat rambat gelombang dari persamaan umum gelombang berjalan dengan cara
cepat
Untuk persamaan gelombang umum y = A sin (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥), buktikan bahwa cepat rambat gelombang v
sama dengan hasil bagi koefisien variabel t dengan koefisien variabel x.
Bukti:
Koefisien variabel t adalah ω
Koefisien variabel x adalah k
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑡 𝜔
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥
= 𝑘
2𝜋 𝑓
= 2𝜋⁄𝜆

=λf

6
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑡
=v (4-8)
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥

Karena λ f = v
Sebagai contoh, mari kita hitung ulang cepat rambat gelombang pada contoh 4.1 dengan
menggunakan rumus cepat (4-8)
𝑦 = 0,20 𝑠𝑖𝑛 0,40𝜋 (60𝑡 − 𝑥)
= 0,20 𝑠𝑖𝑛 [(0,40𝜋 )(60𝑡) − 0,40𝜋 𝑥]
Koefisien t adalah 0,40𝜋 × 60
Koefisien x adalah 0,40π

Cepat rambat dari rumus cepat (4-8):


𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑡 0,40𝜋 ×60
𝑣 = 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥
= 0,40𝜋

= 𝟔𝟎 𝒄𝒎/𝒔
Sebagai latihan, hitunglah cepat rambat gelombang pada latihan 1 dan 2 dengan rumus cepat (4-8).

4.1.2 kecepatan dan percepatan getaran gerak harmonik di titik P


Salah satu cara untuk menghasilkan gelombang berjalan sinus pada seutas kawat panjang
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Salah satu ujung kawat diikat pada ujung tangkai. Ketika tangkai
digetarkan harmonik naik-turun, getaran tersebut merambat ke kanan sepanjang kawat, menghasilkan
gelombang berjalan sinus. Gambar 4.3 menunjukan gambar gelombang tiap selang waktu seperempat
1
periode ( 𝑇). Tampak bahwa setiap partikel kawat, misal titik P, juga bergetar naik-turun pada
4

sumbu Y.
Karena partikel sepanjang kawat, misal titik P, juga bergetar harmonik, maka titik P juga
memiliki kecepatan dan percepatan. Kecepatan dan percepatan partikel dapat dihitung dengan cara
turunan (differensial).

Gambar 4.3 Ketika ujung kawat bergerak harmonik bersama dengan tangkai maka setiap partikel kawat, misal P, juga bergetar
harmonik

7
Kecepatan pertikel di titik P adalah turunan pertama simpangan di titik P terhadap waktu
𝑑𝑦 𝑑
vp = 𝑑𝑡
= 𝑑𝑡 [A sin (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥)]

𝑣𝑝 = 𝜔𝐴 𝑐𝑜𝑠 (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥) (4-9)


Percepatan partikel di titik P adalah turunan pertama kecepatan di titik P terhadap waktu.
𝑑𝑣𝑝 𝑑
𝑎𝑝 = = [𝜔𝐴 𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥)]
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑎𝑝 = −𝜔2 𝐴 𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥) = −𝜔2 𝑦𝑝 (4-10)

4.1.3 Sudut fase, fase, dan beda fase gelombang berjalan


Pengertian sudut fase, fase dan beda fase gelombang berjalan sama seperti halnya pada gerak
harmonik sederhana. Untuk gelombang merambat ke kanan persamaan simpangannya adalah:
𝑡 𝑥
𝑦𝑝 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑡 − 𝑘𝑥) = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 2𝜋 (𝑇 − 𝜆 )

Besar sudut dalam fungsi sinus di sebut fungsi fase.

𝑡 𝑥
Jadi, sudut fase adalah: 𝜃𝑝 = 𝜔𝑡 − 𝑘𝑥 = 2𝜋 (𝑇 − 𝜆 ) (4-11)

Persamaan (4-11) dapat kita tulis dalam bentuk:


𝑡 𝑥
𝜃𝑝 = 2𝜋 ( − ) = 2π φp , dengan φp disebut fase gelombang pada titik P.
𝑇 𝜆
𝑡 𝑥
Jadi, fase: 𝜑𝑝 = 𝑇
− 𝜆
(4-12)

Fase titik A yang berjarak x1 dari titik asal


getaran O, pada saat O telah bergetar t sekon
𝑡 𝑥1
menurut persamaan (4-12) adalah 𝜑1 = 𝑇
− 𝜆
.
Pada saat yang sama, titik B yang berjarak x2 dari
𝑡 𝑥2
titik asal getaran O memiliki fase 𝜑2 = − .
𝑇 𝜆
beda fase antara titik A dan B adalah:

∆𝜑 = 𝜑1 − 𝜑2
𝑡 𝑥1 𝑡 𝑥2
=( − )− ( − )
𝑇 𝜆 𝑇 𝜆

𝑥2 −𝑥1 ∆𝑥
∆𝜑 = 𝜆
= 𝜆
(4-13)

Dengan 𝑥2 > 𝑥1

8
Contoh 4.3 Kecepatan, percepatan, sudut fase, fase dan beda fase gelombang berjalan.
Salah satu ujung seutas kawat di getarkan harmonik oleh tangkai sehingga getaran tersebut
merambat ke kanan sepanjang kawat dengan cepat rambat 10 𝑚⁄𝑠, ujung kawat mula-mula
digetarkan naik dengan frekuensi 5 Hz dan amplitudo 0,01 m. Tentukan:
a. Persamaan umum gelombang
b. Kecepatan dan percepatan partikel di titik x = 0,25 m pada saat ujung kawat telah bergetar 0,1
sekon
c. Sudut fase dan fase gelombang di titik x = 0,25 m pada saat ujung kawat telah bergetar 0,1
sekon
d. Beda fase antara titik dengan x = 0,50 m dan x = 0,75 m

Jawab:
Cepat rambat v = 10 𝑚⁄𝑠
Frekuensi f = 5 Hz
Amplitudo A = 0,01 m
a. Titik asal getaran mula-mula bergerak naik dan gelombang merapat ke kanan, sehingga
persamaan umum simpangannya adalah:
𝑥
𝑦 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛 2𝜋 𝑓 (𝑡 − 𝑣 )
𝑥
= 0,01 𝑠𝑖𝑛 2𝜋(5) (𝑡 − )
10
𝑥
𝑦 = 0,01 𝑠𝑖𝑛 2𝜋 (5𝑡 − )
2

b. Kecepatan partikel di P adalah turunan pertama dari simpangan terhadap waktu.


𝑑𝑦 𝑑 𝑥
𝑣𝑝 = = [0,01 sin 2𝜋 (5𝑡 − 2)]
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑥
= 0,01 (10 𝜋) cos 2𝜋 (5𝑡 − 2)
𝑥
𝑣𝑝 = 0,1𝜋 cos 2𝜋 (5𝑡 − 2)

Untuk x = 0,25 m dan t = 0,1 sekon


0,25
𝑣𝑝 = 0,1𝜋 cos 2𝜋 [5(0,1) − 2
]
3
= 0,1𝜋 cos 2𝜋 (0,375) = 0,1𝜋 cos 360° (8) = 0,1𝜋 cos 135°
1
𝑣𝑝 = 0,1𝜋 (− 2 √2) = −0,05𝜋√2 𝑚/𝑠

Percepatan partikel di P adalah turunan pertama dari kecepatan partikel terhadap waktu.
𝑑𝑣𝑝 𝑑 𝑥
𝑎𝑝 = 𝑑𝑡
= 𝑑𝑡
[0,1𝜋 cos 2𝜋 (5𝑡 − 2)]
𝑥
= −0,1𝜋 (10𝜋) sin 2𝜋 (5𝑡 − )
2

9
𝑥
= −𝜋 2 sin 2𝜋 (5𝑡 − 2)

= −𝜋 2 sin 135°
Untuk t = 0,1 s dan x = 0,25 m
1 1
𝑎𝑝 = −𝜋 2 (2 √2) = − 2 𝜋 2 √2 𝑚⁄𝑠 2

𝑥
c. 𝑦 = 0,01 𝑠𝑖𝑛 2𝜋 (5𝑡 − 2)
𝑥
Sudut fase 𝜃𝑝 = 2𝜋 (5𝑡 − 2)

= 2𝜋 (0,375) untuk t = 0,1 s dan x = 0,25 m


𝜃𝑝 = 135°
𝑥 3
Fase 𝜑𝑝 = 5𝑡 − 2
= 0,375 = 8

d. ∆𝑥 = 𝑥2 − 𝑥1
= 0,75 𝑚 − 0,50 𝑚 = 0,25 𝑚
Untuk menghitung beda fase dengan persamaan (4-13) kita harus menghitung λ terlebih dahulu.
𝑣 10 𝑚/𝑠
𝜆= 𝑓
= 5 𝐻𝑧
=2𝑚
∆𝑥 0,25 𝑚 1
Beda fase ∆𝜑 = 𝜆
= 2𝑚
= 8

LATIHAN
4. Salah satu ujung kawat digetarkan harmonik oleh tangkai penggetar dengan frekuensi 5 Hz
dan amplitudo 16 cm, sehingga getaran tersebut merambat ke kanan sepanjang kawat dengan
cepat rambat 20 m/s. Tentukan:
a. Percepatan umum simpangan gelombang berjalan
b. Kecepatan dan percepatan partikel di titik x = 38,5 m ketika ujung kawat telah bergetar
1,5 sekon
c. Kecepatan dan percepatan maksimum dari sembarang partikel sepanjang waktu
d. Sudut fase dan fase gelombang di titik x = 38,5 m ketika ujung kawat telah bergetar 1,5
sekon.
e. Beda fase antara dua partikel yang terpisah pada jarak 1,5 m

4.2 GELOMBANG STASIONER


Gelombang stasioner ini terjadi karena interferensi terus menerus antara gelombang datang dan
gelombang pantul, yang berjalan dengan arah berlawanan, dan memiliki amplitudo serta frekuensi
sama. Nama lain dari gelombang stasioner adalah gelombang berdiri atau gelombang diam atau
gelombang tetap.

10
4.2.1 Gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung terikat
Menurunkan persamaan gelombang stasioner pada ujung terikat
Disini kita bahas mengenai gelombang stasioner yang dihasilkan sepanjang kawat atau tali
yang satu ujungnya di getarkan harmonik naik-turun sedang ujungnya diikat kuat. Ujung kawat yang
terkait tidak dapat bergerak, dan disebut ujung terikat. Gelombang stasioner terjadi karena gelombang
interferensi terus-menerus antara gelombang datang dan gelombang pantul oleh ujung terikat

Gambar 4.5 Gelombang datang 𝑦1 ketika sampai ke ujung terikat akan dipantulkan. Gelombang pantul 𝑦2 (garis putus-putus)
akan berbeda fase 180° terhadap gelombang datang

Misalkan ujung kawat O kita getarkan harmonik naik-turun sehingga gelombang datang menjalar
ke kanan dengan cepat rambat v. Panjang tali OB adalah l, dan jarak titik P dari ujung terikat B
sepanjang x (Gambar 4.5). Bagaimana untuk persamaan gelombang stasionernya sepanjang kawat
(misal titik P)?
Pada saat O telah bergetar selama t sekon, maka untuk gelombang datang, lama P telah bergetar
sama dengan lama O telah bergetar dikurangi waktu untuk merambat dari O ke P.
𝑂𝑃
𝑡𝑃 = 𝑡 − 𝑣
𝑙−𝑥
=𝑡− 𝑣
sebab 𝑂𝑃 = 𝑙 − 𝑥

Fase dari titik P akibat gelombang datang dari O adalah:


𝑙−𝑥
𝑡𝑃 𝑡− 𝑡 𝑙−𝑥 𝑡 𝑙−𝑥
𝑣
𝜑𝑃 = 𝑇
= 𝑇
=𝑇− 𝑣𝑇
=𝑇− 𝜆

Masukkan 𝜑𝑃 ke persamaan (4-3) kita peroleh:


𝑦1 = 𝐴 sin 2𝜋 𝜑𝑃
𝑡 𝑙−𝑥
𝑦1 = 𝐴 sin 2𝜋 (𝑇 − 𝜆
) (4-14)

Pada saat O telah bergetar selama t sekon, maka untuk gelombang pantul, lama P telah bergetar sama
dengan lama O telah bergetar dikurangi waktu untuk merambat dari O dan dipantulkan oleh ujung
terkait B ke P.
𝑂𝐵𝑃
𝑡𝑃 = 𝑡 − 𝑣
𝑙+𝑥
=𝑡− 𝑣
sebab OBP = l + x

Fase titik P akibat gelombang dari O yang dipantulkan oleh B adalah:


𝑙+𝑥
𝑡𝑃 𝑡− 𝑡 𝑙+𝑥
𝑣
𝜑𝑃 = 𝑇
= 𝑇
=𝑇− 𝜆

11
Dengan memasukkan 𝜑𝑃 ke persamaan (4-3), diperoleh persamaan gelombang pantul 𝑦2 bila B adalah
ujung bebas.
𝑡 𝑙+𝑥
𝑦2 = 𝐴 sin 2𝜋 (𝑇 − 𝜆
) (4-15)

Untuk ujung terikat, terjadi pembalikan fase (beda sudut fase 180°), sehingga persamaan gelombang
pantul 𝑦2 untuk B ujung terikat adalah:
𝑡 𝑙+𝑥
𝑦2 = 𝐴 sin [2𝜋 (𝑇 − 𝜆
)+ 180°]

Karena sin (𝛼 + 180°) = − sin 𝛼, kita peroleh:


𝑡 𝑙+𝑥
𝑦2 = −𝐴 sin 2𝜋 (𝑇 − 𝜆
)

Di titik P, bertemu dua buah gelombang, yaitu gelombang datang 𝑦1 dan gelombang pantul 𝑦2 .
Interferensi kedua gelombang ini menghasilkan gelombang stasioner yang persamaannya adalah:
𝑦 = 𝑦1 + 𝑦2
𝑡 𝑙−𝑥 𝑡 𝑙+𝑥
= 𝐴 sin 2𝜋 (𝑇 − 𝜆
)− 𝐴 sin 2𝜋 (𝑇 − 𝜆
)
𝑡 𝑙−𝑥 𝑡 𝑙+𝑥
= 𝐴 [sin 2𝜋 ( − )− sin 2𝜋 ( − )]
𝑇 𝜆 𝑇 𝜆
1 1
Karena sin 𝛼 − sin 𝛽 = 2 sin (𝛼 − 𝛽) cos (𝛼 + 𝛽), maka kita peroleh:
2 2
1 𝑡 𝑙−𝑥 𝑡 𝑙+𝑥 1 𝑡 𝑙−𝑥 𝑡 𝑙+𝑥
𝑦 = 𝐴 × 2 sin 2𝜋 × ( − − + ) cos 2𝜋 × ( − + − )
2 𝑇 𝜆 𝑇 𝜆 2 𝑇 𝜆 𝑇 𝜆
1 2𝑥 1 2𝑡 2𝑙
= 2𝐴 sin 2𝜋 × ( ) cos 2𝜋 × ( − )
2 𝜆 2 𝑇 𝜆
𝑥 𝑡 1
𝑦 = 2𝐴 sin 2𝜋 ( ) cos 2𝜋 ( − ) (4-16)
𝜆 𝑇 𝜆

Dengan:
y = simpangan gelombang stasioner di suatu titik akibat pemantulan ujung terikat
A = amplitudo gelombang datang (m)
x = jarak titik ujung terikat (m)
λ = panjang gelombang (m)
t = lama titik asal telah bergetar (s)
T = periode getaran (s)
l = jarak ujung terikat dari titik asal getaran atau panjang kawat (m)

Letak titik-titik perut dan simpul dari ujung terikat


jika diperhatikan maka persamaan simpangan pada persamaan (4-16) adalah persamaan simpangan
getaran harmonik sederhana dengan amplitudo 𝐴𝑃 yang dinyatakan oleh persamaan:
𝑥 (4-17)
𝐴𝑃 = 2𝐴 sin 2𝜋
𝜆

12
Dengan 𝐴𝑃 adalah amplitudo gelombang stasioner pada titik sepanjang kawat yang berjarak x dari
ujung terikat.
Dari persamaan (4-17) dapat kita tentukan titik-titik perut dan simpul dari ujung terikat. Titik
perut didefinisikan sebagai titik memiliki amplitudo gelombang stasioner paling besar atau
maksimum. Titik simpul didefinisikan sebagai titik yang memiliki amplitudo gelombang stasioner
paling kecil atau minimum.
𝑥
Berdasarkan definisi titik perut, maka letak titik perut ditentukan oleh sin 2π , yang harus
𝜆

mencapai nilai paling besar. Anda telah mengetahui bahwa nilai fungsi sinus yang paling besar adalah
±1. Jadi, letak titik perut ditentukan oleh syarat:
𝑥
sin 2𝜋 = ±1
𝜆
𝜋 3𝜋 5𝜋 𝜋
Sinus mempunyai nilai ±1 pada sudut-sudut fase 2 , 2
, 2
, … , (2𝑛 + 1) 2
, sehingga kita peroleh:
𝑥 𝜋
sin 2𝜋 𝜆
= sin(2𝑛 + 1) 2
dengan n = 0, 1, 2, 3,....
𝑥 𝜋
2𝜋 𝜆
= (2𝑛 + 1) 2
1 (4-18)
𝑥 = (2𝑛 + 1) × 4
𝜆 dengan n = 0, 1, 2, 3,....

Perhatikan, untuk perut ke 1: n = 0, perut ke 2: n = 1, perut ke 3: n = 2, dan seterusnya.


Persamaan (4-18) lebih mudah dihafalkan jika dinyatakan dengan kalimat berikut.
Untuk gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung terikat, letak titik-titik perut dari
ujung terikat merupakan kelipatan ganjil (2n + 1) dari seperempat panjang gelombang.
𝑥
Berdasarkan definisi titik simpul, letak titik simpul ditentukan oleh sin 2𝜋 𝜆
, yang harus mencapai
nilai paling kecil atau nol. Jadi, letak titik simpul ditentukan oleh syarat:
𝑥
sin 2𝜋 = 0
𝜆
Sinus mempunyai nilai nol untuk sudut-sudut fase 0, π, 2π, ... , nπ, sehingga kita peroleh:
𝑥
sin 2𝜋 = sin 𝑛𝜋, dengan n = 0, 1, 2, 3, ...
𝜆
𝑥
2𝜋 𝜆
= 𝑛𝜋
1
𝑥=𝑛 𝜆
2

1
𝑥 = (2𝑛) × 4
𝜆 , dengan n = 0, 1, 2, 3, ... (4-19)

Perhatikan, untuk perut ke 1: n = 0, perut ke 2: n = 1, perut ke 3: n = 2, dan seterusnya.


Untuk gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung terikat, letak titik-titik simpul dari
ujung terikat merupakan kelipatan genap (2n) dari seperempat panjang gelombang.
Letak titik-titik perut (P) dan titik-titik simpul (S) untuk gelombang stasioner ditunjukkan pada
Gambar 4.6

13
Gambar 4.6 Pola-pola gelombang stasioner pada berbagai waktu yang di hasilkan oleh 2 gelombang yang memiliki
amplitudo dan frekuensi yang sama, bergerak dalam arah yang berlawanan. Untuk resultan gelombang y, simpul (S) adalah
titik-titik yang simpangannya nol, dan perut (P) adalah titik-titik yang simpangannya maksimum.

Contoh 4.4 Simpangan, amplitudo, letak perut dan simpul pada gelombang stasioner akibat
pemantulan pada ujung terikat
Seutas tali yang panjangnya 116 cm direntangkan mendatar. Salah satu ujungnya digetarkan
1
naik-turun sedangkan ujung lainnya terikat. Frekuensi Hz dan amplitudo 10 cm. Akibat getaran
6

tersebut, gelombang menjalar pada tali dengan kecepatan 8cm/s. Tentukan:


a. Amplitudo gelombang hasil perpaduan (interferensi) di titik yang berjarak 108 cm dari titik
asal getaran.
b. Simpangan gelombang pada titik tersebut setelah tali digetarkan selama 15 sekon
c. Letak perut ke 3 dan simpul ke 2 dari titik asal getaran

Jawab:
Panjang tali l = 116 cm
1
Frekuensi f = 6 Hz

Cepat rambat v = 8 cm/s


Amplitudo gelombang datang A = 10 cm
Jarak P dari titik asal getaran OP = 108 cm
Pada gambar terlihat OP = 𝑙 − 𝑥 , sehingga
x = l – OP = 116 cm – 108 cm = 8 cm
a. Untuk menentukan amplitudo gelombang stasioner 𝐴𝑃 akibat pemantulan pada ujung terikat
dengan persamaan (4-17) kita harus menentukan dahulu panjang gelombang λ
𝑣 8 𝑐𝑚/𝑠
𝜆= 𝑓
= 1 = 48 𝑐𝑚
𝐻𝑧
6

14
𝑥
𝐴𝑃 = 2𝐴 sin 2𝜋 (𝜆 )
8 𝑐𝑚
= 2 (10 𝑐𝑚) sin 2𝜋 (48 𝑐𝑚)
1 1
= 20 𝑐𝑚 sin 𝜋 = 20 𝑐𝑚 ( √3) = 10√3 𝑐𝑚
3 2

b. Dari hubungan periode dan frekuensi didapat:


1 1
𝑇= = 1
𝑓
6

𝑇 = 6 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛
Periksa dahulu apakah setelah t = 15 sekon, gelombang sudah dipantulakan oleh ujung terikat
atau belum. Jika sudah, kita hanya dapat menggunakan persamaan simpangan untuk
gelombang stasioner dengan ujung terikat. Jika belum, kita hanya dapat menggunakan
persamaan simpangan untuk gelombang datang. Cara mengetahuinya adalah dengan
membandingkan lama getaran tersebut dengan waktu yang diperlukan gelombang untuk
menempuh panjang tali (OB).
𝑙
𝑡𝑂𝐵 = 𝑣
116
= 8
= 14,5 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛

Lama getaran (t = 15 s) lebih besar dari 𝑇𝑂𝐵 sehingga gelombang telah mengalami
pemantulan pada ujung terikat. Oleh karena itu, di titik P terjadi gelombang stasioner yang
simpangannya dapat dihitung dengan persamaan (4-16).
𝑥 𝑡 𝑙
𝑦 = 2𝐴 sin 2𝜋 (𝜆 ) cos 2𝜋 (𝑇 − 𝜆)
𝑡 𝑙
𝑦 = 𝐴𝑃 cos 2𝜋 (𝑇 − 𝜆)
15 116
= (10√3) cos 360° ( 6 − )
48
1
= (10√3) cos 360° (12)

= (10√3) cos 30°


1
= (10√3) (2 √3) = 15 𝑐𝑚

c. Letak titik sampul ditentukan oleh persamaan (4-19), yaitu merupakan kelipatan genap (2n)
dari seperempat panjang gelombang.
1
𝑥 = (2𝑛) × 𝜆, 𝑛 = 0, 1, 2, ….
4

Untuk sampul ke 2 : n = 1
1
Jadi, 𝑥 = 2 (1) × 4
(48 𝑐𝑚) = 24 𝑐𝑚

Letak simpul ke 2 dari titik asal getaran adalah:


𝑙 − 𝑥 = 116 𝑐𝑚 − 24 𝑐𝑚 = 92 𝑐𝑚

15
Letak titik perut ditentukan oleh persamaan (4-18) yaitu merupakan kelipatan ganjil (2n + 1) dari
seperempat panjang gelombang. Untuk perut ke 3, n = 2, sehingga kita peroleh:
1
𝑥 = (2𝑛 + 1) × 4
𝜆
1
= [2(2) + 1] × 4
(48 𝑐𝑚) = 5 × 12 𝑐𝑚 = 60 𝑐𝑚

Letak perut ke 3 dari titik asal getaran adalah:


𝑙 − 𝑥 = 116 𝑐𝑚 − 60 𝑐𝑚 = 56 𝑐𝑚

LATIHAN
5. Seutas kawat yang panjangnya 100 cm direntangkan horizontal. Salah satu ujungnya
1
digetarkan harmonik naik-turun dengan frekuensi 8
Hz dan amplitudo 16 cm, sedang ujung
lainnya terikat. Getaran harmonik tersebut merambat ke kanan sepanjang kawat dengan cepat
rambat 4,5 cm/s. Tentukan:
a. Amplitudo gelombang hasil interferensi di titik yang berjarak 61 cm dari titik asal
getaran.
b. Simpangan gelombang pada titik tersebut setelah kawat digetarkan selama:
2
(i) 16 sekon
9
2
(ii) 30 sekon
9

c. Letak sampul ke 4 dan perut ke 3 dari titik asal getaran


6. Seutas tali horizontal panjangnya 2 m. Salah satu ujungnya digetarkan harmonik naik-turun,
sedangkan ujung lainnya terikat. Jika perut ke 7 berjarak 1,35 m dari titik asal getaran, berapa
panjang gelombang yang merambat pada tali?

4.2.2 Gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung bebas


Menurunkan persamaan gelombang stasioner pada ujung bebas
Pada gambar 4.7, gelombang stasioner dihasilkan sepanjang kawat yang satu ujungnya
digetarkan harmonik naik-turun sedang ujung lainnya dibiarkan bebas bergerak (tidak diikat). Ujung
kawat yang bebas bergerak ini disebut ujung bebas. Gelombang stasioner terjadi karena interferensi
terus-menerus antara gelombang datang dan gelombang pantul oleh ujung bebas.
Persamaan gelombang datang, y1, sama seperti pada persamaan (4-15). Gelombang pantul
oleh ujung bebas tidak mengalami perubahan fase, sehingga persamaan gelombang pantul y2 oleh
ujung bebas adalah seperti pada persamaan (4-15). Interferensi kedua gelombang ini di titik P, yang
berjarak x dari ujung bebas adalah:
y = y1 + y2

16
1 l−x t l+x
y= A [sin 2π (T − λ
)+ sin 2π (T − λ
)]

Gambar 4.7 Gelombang datang 𝑦1 (garis utuh) ketika sampai ke ujung bebas akan di pantulkan. Gelombang 𝑦2 (garis
putus-putus) tidak mengalami perubahan fase

1 1
Karena sin α + sin β = 2 sin 2 (α + β) cos 2 (α − β), maka kita peroleh :
1 t l−x t l+x 1 t l−x t l+x
y = 2A sin 2π × ( − + − ) cos 2π × ( − − + )
2 T λ T λ 2 T λ T λ
1 2t 2l 1 2x
= 2A sin 2π × 2 ( T − λ ) cos 2π × 2 ( π )

𝑥 𝑡 𝑙
𝑦 = 2𝐴 cos 2𝜋 ( ) sin 2π ( − ) (4-20)
𝜆 𝑇 𝜆

Letak titik-titik perut dan simpul dari ujung bebas


Jika diperhatikan, maka persamaan (4-20) pun merupakan persamaan simpangan harmonik sederhana
dengan amplitudo Ap yang dinyatakan oleh persamaan:

𝑥
𝐴𝑝 = 2𝐴 cos 2𝜋 ( ) (4-21)
𝜆

dengan Ap adalah amplitudo gelombang stasioner pada titik sepanjang kawat yang berjarak x dari
ujung bebas.

Dari persamaan (4-21), kita dapat menentukan letak titik-titik perut dan simpul dari ujung
bebas. Letak titik perut ditentukan oleh syarat:
x
cos 2π ( ) = ±1
λ
Kosinus (cos) mempunyai nilai ±1 pada sudut-sudut fase 0,π,2π,…,nπ, sehingga kita peroleh
x
cos 2π (λ) = cos nπ, dengan n= 0,1,2,3…
x
2π ( ) = nπ
λ
1
x = n 2λ
1 (4-22)
𝑥 = (2𝑛) 𝑥 4 𝜆, denga n=0,1,2,3,…

17
Persamaan (4-22) dapat kita nyatakan dengan kalimat sebagai berikut.
Untuk gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung bebas, letak titik-titik perut dari
ujung bebas merupakan kelipatan genap (2n) dari seperempat panjang gelombang.
Letak titik simpul ditentukan oleh syarat :
x
cos 2π ( ) = 0
λ
Kosinus mempunyai nilai nol utuk sudut-sudut fase π⁄2 , 3π⁄2 , 5π⁄2 , … (2n + 1) π⁄2, sehingga
kita peroleh.
x λ
cos 2π (λ) = cos(2n + 1) 2, dengan n= 0,1,2,3,…
x π
2π (λ) = (2n + 1) 2

1 (4-23)
𝑥 = (2𝑛 + 1) × 4 λ dengan n= 0,1,2,3,…

Persamaan (4-23) dapat kita nyatakan dengan kalimat sebagai berikut.


Untuk gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung bebas, letak titik-titik simpul dari
ujung bebas merupakan kelipatan ganjil (2n+1) dari seperempat panjang gelombang.

Contoh 4.5 Letak simpul pada gelombang stasioner akibat pemantulan pada ujung bebas
Salah satu ujung dari seutas tali yang panjangnya 5 m digetarkan harmonik naik-turun, sedang
ujung lainnya dibiarkan bebas bergerak. Berapa panjang gelombang yang merambat pada tali
jika simpul ke-8 berjarak 2 m dari titik asal getaran?

Jawab:

Misal simpul ke-8 adalah titik P, maka OP= 2 m


OP = l − x atau x = l − OP
x= 5 m- 2 m = 3 m
Letak simpul dari ujung bebas dapat dihitung dengan persamaan (4-23) yang menyatakan
bahwa letak simpul dari ujung bebas x merupakan kelipatan ganjil (2n+1) dari seperempat
panjang gelombang.

18
1
x = (2n + 1) × 4 λ

Untuk simpul ke-8, maka n= 7, sehingga kita peroleh :


1
x = [2(7) + 1] × λ
4
15λ 4x
x= atau λ =
4 15
4(3 m)
λ= = 𝟎, 𝟖 𝐦
15

LATIHAN
7. Seutas tali horizontal memiliki panjang 255 cm. Salah satu ujungnya digetarkan harmonik
1
naik-turun dengan frekuensi Hz dan amplitudo 10 cm, sedang ujung lainnya dibiarkan bebas
4

bergerak. Getaran tersebut merambat sepanjang tali dengan cepat rambat 9 cm/s. Tentukan:
a. amplitudo gelombang stasioner di titik yang berjarak 225 cm dari titik asal getaran.
b. simpangan gelombang stasioner pada titik tersebut setelah tali digetarkan selama 30
sekon.
c. letak simpul ke-5 dan perut ke-7 dari titik asal getaran.
8. Salah satu ujung dari seutas tali yang panjangnya 115 cm digetarkan harmonik naik-turun,
sedang ujung lainnya dibiarkan bebas bergerak.
a. Berapa panjang gelombang yang merambat pada tali jika perut ke-3 berjarak 15 cm dari
titik asal getaran?
b. Di mana letak simpul ke-2 diukur dari titik asal getaran?

4.3 CEPAT RAMBAT GELOMBANG TRANSVERSAL DALAM DAWAI


Dalam subbab ini kita akan melakukan percobaan Melde untuk menyelidiki cepat rambat
gelombang transversal dalam dawai. Peralatan yang diperlukan untuk keperluan ini disebut sonometer
(Gambar 4.8).

Gambar 4.8 Peralatan sonometer yang digunakan untuk menyelidiki cepat rambat gelombang

19
Di kedua ujung kawat yang terikat terjadi simpul dan
antara kedua simpul tersebut terjadi perut. Jarak antara dua
simpul yang berdekatan adalah setengah panjang gelombang.
Oleh karena itu kita peroleh hubungan antara panjang gelombang
untuk nada dasar λ0 dan panjang dawai L sebagai:
Gambar 4.9 Bentuk gelombang stasioner
1
pada dawai untuk nada getar L= λ atau λ0 = 2L
2 0

Frekuensi nada dasar dawai f0 ditentukan dengan persamaan:


v
f0 =
λ0
Atau
𝑣
𝑓0 = 2𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑣 = 𝑓0 (2𝐿) (4-24)

Jika panjang dawai L kita tentukan tetap selama percobaan, maka menurut Persamaan (4-24),
cepat rambat gelombang transversal dalam dawai sebanding dengan frekuensi nada dasar v ∝ f0 .
Prosedur inilah yang kita lakukan untuk menyelidiki hubungan cepat rambat gelombang v dengan
gaya tegangan dawai F pada Subbab 4.3.1
Jika frekuensi nada dasar 𝑓0 kita ambil tetap selama percobaan maka menurut Persamaan (4-
24), cepat rambat gelombang transversal dalam dawai adalah sebanding dengan panjang dawai yang
bergetar (v ∝ L). Prosedur inilah yang kita lakukan untuk menyelidiki hubungan cepat rambat
gelombang v dengan massa per satuan panjang, μ, pada subbab 4.3.2.

4.3.1 Hubungan cepat rambat gelombang dengan gaya tegangan dawai


Dalam percobaan ini, panjang dawai yang bergetar (L) pada Gambar 4.8 dijaga tetap. Massa
beban M sehingga diubah-ubah sedemikian rupa sehingga ketika dawai dipetik, dawai menghasilkan
nada yang sama dengan nada garputala yang digetarkan (getaran garputala beresonansi pada dawai).
Pada saat ini catatlah frekuensi garputala dan gaya tegangan
dawai (misal f1 dan F1= M1 g). Ulangi prosedur ini untuk
garputala dengan gaya tegangan dawai (misal f2 dan F2= M2 g),
demikian seterusnya.
Jika kita buat grafik antara frekuensi nada dasar dawai f
terhadap akar kuadrat dari gaya tegangan kawat √F, maka kita

Gambar 4.10 Grafik f terhadap √𝐹 peroleh grafik berbentuk garis lurus melalui titik asal O (0,0),
berbentuk garis lurus melalui titik asal O seperti pada Gambar 4.10.
Ini menunjukkan bahwa frekuensi dawai sebanding dengan akar kuadrat dari gaya tegangan
dawai. Karena panjang dawai tetap, maka cepat rambat gelombang transversal dalam dawai
sebanding dengan akar kuadrat gaya tegangan dawai (v ∝ √F).

20
4.3.2 Hubungan cepat rambat gelombang dengan massa per satuan panjang dawai
Mula-mula massa per satuan panjang dawai ditentukan dengan cara menimbang dawai yang
akan dipasang pada peralatan sonometer. Massa per satuan panjang, (diberi lambang μ) adalah hasil
m
bagi antara massa dawai hasil timbangan dengan panjang dawai seluruhnya (μ = ).
L

Dalam percobaan ini Anda memiliki beberapa jenis dawai yang berbeda massa per satuan
panjangnya. Untuk dawai jenis pertama, aturlah panjang dawai yang bergetar sedemikian rupa
sehingga ketika dawai dipetik, dawai menghasilkan nada yang sama dengan salah satu garputala yang
tersedia. (Panjang L diatur dengan cara menggeser-geser jembatan yang dapat digerakkan). Catat
panjang dawai dan massa per satuan panjang dawai jenis pertama ini (misal L1 dan μ1 ).
Cara ini diulangi dengan menggunakan dawai jenis kedua. Perhatikan, dawai kedua harus
diberi gaya tegangan yang sama seperti dawai pertama,dan panjang dawai kedua yang dapat bergetar
diatur sedemikian rupa sehingga ketika dawai dipetik, dawai akan bergetar dengan frekuensi yang
sama dengsn frekuensi garputala yang digunakan pada dawai pertama. Catat panjang dawai dan massa
per satuan panjang dawai kedua ini (misal L2 dan μ2 ).
Jika kita buat grafik antara panjang dawai yang bergetar terhadap kebalikan akar kuadrat dari
1
massa per satuan panjang dawai , maka kita peroleh
√μ

grafik berbentuk garis lurus melalui titik asal O (0,0),


seperti pada Gambar 4-11. Ini menunjukkan bahwa
panjang dawai yang bergetar berbanding terbalik dengan
akar kuadrat dari massa per satuan panjang dawai. Karena
frekuensi nada dasar f0 tetap, berarti cepat rambat
gelombang transversal dalam dawai berbanding terbalik
dengan akar kuadrat dari massa per satuan panjang dawai
1 1
Gambar 4.11 Grafik L terhadap berbentuk
(v ∝ ). √𝜇
√μ
garis lurus melalui titik asal O

4.3.3 Persamaan cepat rambat gelombang transversal dalam dawai


Dari subbab 4.3.1 dan 4.3.2 dapat kita simpulkan tentang cepat rambat gelombang transversal dalam
dawai sebagai berikut.
Cepat rambat gelombang transversal dalam dawai v adalah:
a) sebanding dengan akar kuadrat dari gaya tegangan dawai (v ∝ √F).
1
b) Berbanding terbalik dengan akar kuadrat dari massa per satuan panjang (v ∝ ).
√μ

Secara matematis, kedua pernyataan diatas dapat dinyatakan oleh persamaan:

𝐹 (4-25)
𝑣 = √𝜇

21
Dengan

𝑚
𝜇= 𝐿 (4-26)

Dengan :
v = cepat rambat gelombang transversal dalam dawai (m/s)
F= gaya tegangan dawai (N)
µ = massa per satuan pajang dawai (kg/m)
m = massa dawai (kg)
L= panjang dawai (m)

Contoh 4.6 Cepat rambat gelombang transversal dalam dawai


Seutas dawai yang panjangnya 1 meter dan massanya 25 gram ditegangkan dengan gaya sebesar
25 N. Salah satu ujungnya digetarkan sehingga menghasilkan gelombang stasioner. Tentukan
cepat rambat gelombang.

Jawab:
Panjang dawai L = 1 M
Massa dawai m =25 g =25 × 10-3 kg
Gaya tegangan F= 25 N
Massa per satuan panjang µ dihitung dengan persamaan (4-26):
m 25 × 10−3 kg 10−3 kg
μ= = = 25 ×
L 1m m
Cepat rambat gelombang v dihitung dengan persamaan (4-25):

F 25 N
v=√ =√ = √102 m/s = 10m/s
μ 25 × 10−3 kg/m

Contoh 4.7 Cepat rambat gelombang transversal dalam dawai


Suatu gelombang sinus merambat pada tali yang panjangnya 80 cm. Untuk bergerak dari
simpangan maksimum ke nol, suatu titik memerlukan waktu 0,05 sekon. Hitunglah:
a. periode gelombang,
b. gaya tegangan tali bila panjang gelombang 0,5 m dan massa tali 640 gram.

22
Jawab:
Waktu dari seimpangan maksimum C ke simpangan
nol D, adalah seperempat periode (lihat Gambar 4.12),
1
tCD = T = 0,05 sekon
4

panjang tali L= 80 cm = 80×10-2 m


panjang gelombang λ = 0,5 m
massa m= 640 g = 640 × 10-3 kg
1
a. 4
T = 0,05 sekon

T = 4 (0,05) sekon = 0,2 sekon


b. Gaya tegangan tali F dapat dihitung dari Persamaan (4-25) :
F F
v = √μ atau v 2 = μ atau F = v 2 μ (*)

λ m
Dengan v = T dan μ = L

Jadi, untuk menghitung F kita harus menghitung v dan µ terlebih dahulu.


λ 0,5 m 5
v= T
= 0,2 s
= 2 m/s
m
μ= L
640 × 10−3 kg
= = 8 × 10-1 kg/m = 0,8 kg/m
80×10−2 m

Jadi, gaya tegangan tali menurut Persamaan (*) adalah:


F = v2μ
5 kg 25
= (2 m/s)2 (0,8 m ) = 4
× 0,8 N = 𝟓 𝐍

LATIHAN
9. Kawat yang panjangnya 2,5 meter mempunyai massa 10 gram. Kawat dibentangkan dengan
gaya tegangan 10 N. Jika kawat digetarkan, tentukan cepat rambat gelombang pada kawat
tersebut.
10. Tali yang panjangnya 5 m ditegangkan dengan gaya 2 N, dirambati gelombang transversal.
Jika cepat rambat gelombang itu 40 m/s, tentukan massa tali tersebut (nyatakan dalam gram).

4.4 SENAR DAN PIPA ORGANA SEBAGAI SUMBER BUNYI


Jika suatu senar yang kedua ujungnya terikat digesek, seperti pada biola (Gambar 4.13), maka
gelombang transversal menjalar pada senar dan dipantulkan oleh ujung senar yang terikat. Perpaduan
(interferensi) antara gelombang datang dan gelombang pantul menghasilkan gelombang stasioner.
Perpindahan energi dari gesekan ke senar mencapai maksimum pada keadaan resonansi. Getaran

23
resonansi menyebabkan terjadinya gelombang
stasioner dalam udara disekitarnya dan diteruskan
ke telinga kita sebagai musik. Kita akan membahas
dua buah sumber bunyi, yaitu:
1) Senar
2) Pipa organa yang dibagi menjadi :
a) Pipa organa terbuka, Gambar 4.13 Gelombang stasioner yang dihasilkan oleh
biola dengan cara menggesek senar. Dalam hal ini senar
b) Pipa organa tertutup.
adalah sumber bunyi

4.4.1 Frekuensi bunyi yang dihasilkan senar


Bila senar yang kedua ujungnya terikat digesek, maka ada beberapa keadaan resonansi yang terjadi,
seperti di tunjukkan pada Gambar 4.14
Frekuensi getaran resonansi yang terendah kita
sebut nada dasar (𝑓0) dan frekuensi lainnya disebut
nada atas. Frekuensi nada dasar disebut juga
harmonik kesatu, sedang frekuensi nada atas pertama
disebut juga harmonik kedua, demikian seterusnya.
Bagaimanakah hubungan antara frekuensi nada dasar
Gambar 4.14 Empat buah keadaan resonansi suatu senar
dengan frekuensi nada-nada atas senar yang kedua
yang kedua ujungnya terikat
ujungnya terikat?
Kedua ujung senar yang terikat tidak bebas bergerak. Oleh karena itu, di ujung senar selalu terjadi
simpul (Gambar 4.14). untuk nada dasar, terjadi 2 simpul dan satu perut (setengah gelombang). Nada
atas kesatu didapat dengan menyisipkan sebuah perut diantara kedua buah ujung yang terikat,
sehingga terdapat 3 simpul dan 2 perut (satu gelombang). Nada atas kedua didapat dengan
menyisipkan dua buah perut diantara kedua ujung yang terikat sehingga terdapat 4 simpul dan 3 perut
(satu setengah gelombang). Dapatlah kita simpulkan bahwa pada senar yang kedua ujungnya terikat,
banyak simpul selalu lebih satu dari banyak perutnya.

Σ simpul = Σ perut + 1 (4-27)

Untuk nada dasar atau harmonik pertama (Gambar 4.14 paling atas) terjadi setengah gelombang,
sehingga panjang senar sama dengan setengah panjang gelombang:
1
𝑙= 2
𝜆𝑜 atau 𝜆𝑜 = 2𝑙
𝑣
Dari hubungan 𝑓 = 𝜆
, kita peroleh frekuensi nada dasar 𝑓𝑜 .
𝑣
𝑓𝑜 =
𝜆𝑜

24
𝑣 1 𝑣
𝑓𝑜 = 2𝑙
= 2 𝑙
(4-28)

Dengan memasukkan cepat rambat gelombang v dari persamaan (4-25) ke persamaan (4-28) kita
peroleh persamaan frekuensi nada dasar senar yang kedua ujungnya terikat sebagai:

1 𝐹
𝑓𝑜 = 2𝑙
√𝜇 (4-29)

Dengan:
F = tegangan senar (N)
𝜇 = massa per satuan panjang (kg/m)
l = panjang senar (m)
𝑓𝑜 = frekuensi nada dasar (Hz)

Massa senar m adalah hasil kali massa jenis senar 𝜌 dengan volumenya V atau ditulis 𝑚 = 𝜌𝑉.
Volume senar V adalah hasil kali panjang senar l dengan luas penampang A atau ditulis V = lA.
Dengan demikian, massa per satuan panjang 𝜇 dapat kita nyatakan sebagai:
𝑚 𝜌𝑉 𝜌(𝑙𝐴)
𝜇= = =
𝑙 𝑙 𝑙

𝜇 = 𝜌𝐴 (4-30)
Jika kita memasukkan 𝜇 dari persamaan (4-30) ke persamaan (4-29), maka kita peroleh persamaan
frekuensi nada dasar senar bentuk lainnya:

1 𝐹
𝑓𝑜 = √𝜌𝐴 (4-31)
2𝑙

Dengan:
𝜌 = massa jenis senar (kg/m3)
A = luas penampang senar (m2)

Persamaan (4-31) pertama kali didapatkan oleh Marsene sehingga persamaan ini dikenal sebagai
hukum marene, yang berbunyi sebagai berikut:
a. Berbanding terbalik dengan panjang senar
b. Berbanding lurus dengan akar kuadrat dari gaya tegangan senar
c. Berbanding terbalik dengan akar kuadrat dari massa jenis bahan senar, dan
d. Berbanding terbalik dengan akar kuadrat dari luas penampang senar.
Untuk nada atas pertama atau harmonik kedua (Gabar 4.14 kedua dari atas), terjadi satu gelombang,
sehingga panjang senar sama dengan satu panjang gelombang:
𝑙 = 𝜆1 atau 𝜆1 = 𝑙

25
Frekuensi nada atas pertama 𝑓1 adalah:
𝑣 𝑣
𝑓1 = 𝜆1
= 𝑙
(4-32)

Untuk nada atas kedua atau harmonik ketiga terjadi satu setengah gelombang (Gambar 4.14 ketiga
dari atas), sehingga panjang senar sama dengan satu setengah panjang gelombang:
3 2
𝑙= 2
𝜆2 atau 𝜆2 = 3 𝑙

Frekuensi nada atas kedua 𝑓2 adalah:


𝑣 𝑣 2 𝑣
𝑓2 = 𝜆 = 2 ↔ 𝑓2 = 3 𝑙
(4-33)
2 𝑙
3

Jika frekuensi nada dasar dan nada-nada atas senar kita bandingkan [persamaan (4-28), (4-32), dan (4-
33)], kita peroleh:
1𝑣 𝑣 3𝑣
𝑓𝑜 ∶ 𝑓1 ∶ 𝑓2 = 2 𝑙 ∶ 𝑙 ∶ 2 𝑙
𝑣
Bila kita bagi ruas kanan dengan 2𝑙, maka kita peroleh:

𝑓𝑜 ∶ 𝑓1 ∶ 𝑓2 : … = 1 ∶ 2 ∶ 3 ∶ … (4-34)

1
Contoh 4.8 frekuensi nada dasar senar berbanding terbalik dengan panjang senar (𝑓𝑜 ∞ )
𝑙

Sepotong dawai menghasilkan nada dasar 60 Hz. Bila dipendekkan 8 cm tanpa mengubah
tegangan, dihasilkan frekuensi 75 Hz. Jika dawai dipendekkan 2 cm lagi, tentukan frekuensi yang
dihasilkan.

Jawab:
Frekuensi nada dasar dawai dinyatakan oleh persamaan (4-29):
1 𝐹
𝑓𝑜 = 2𝑙
√𝜇

Untuk dawai yang sejenis (𝜇 sama) dan tidak ada perubahan gaya tegangan (F tetap), maka 𝑓𝑜
1
sebanding dengan 𝑙 .

Misal, untuk panjang awal 𝑙0,1 = 𝑙, frekuensi 𝑓0,1 = 60 𝐻𝑧. Ketika di pendekkan 8 cm,
frekuensinya 75 Hz, artinya untuk panjang 𝑙0,1 = (𝑙 − 8) cm, 𝑓0,2 = 75 Hz. Jika frekuensi dasar
𝑓0,2 dan 𝑓0,1 kita bandingkan, maka kita peroleh:
1
𝑓0,2 𝑙0,2 𝑙0,1
= 1 =
𝑓0,1 𝑙0,2
𝑙0,1

75 𝐻𝑧 𝑙 5 𝑙
65 𝐻𝑧
= 𝑙−8
atau 4 = 𝑙−8

5(𝑙 − 8) = 4𝑙 ↔ 5𝑙 − 40 = 4𝑙
𝑙 = 40 𝑐𝑚

26
Jika dawai dipendekkan 2 cm lagi, maka panjang dawai adalah
𝑙0,3 = (𝑙 − 10) 𝑐𝑚
= (40 − 10) 𝑐𝑚 = 30 𝑐𝑚
Dengan membandingkan 𝑓0,3 dan 𝑓0,1 , maka 𝑓0,3 dapat kita hitung.
1
𝑓0,3 𝑙0,3 𝑙
𝑓0,1
= 1 = 𝑙0,1
0,3
𝑙0,1

𝑓0,3 40 𝑐𝑚 4
𝑓0,1
= 30 𝑐𝑚 ↔ 𝑓0,3 = 3 × 𝑓0,3
4
𝑓0,3 = 3 × (60 𝐻𝑧) = 80 𝐻𝑧

contoh 4.9 Perbandingan frekuensi nada dasar dan nada atas senar
Seutas senar yang panjangnya 3 m terikat pada kedua ujungnya. Frekuensi rasional nada atas
pertama senar ini ialah 60 getaran/sekon. Bila massa per satuan panjang senar 0,01 g/cm,
berapakah besar gaya tegangan kawat?

Jawab:
Panjang senak l = 3 m
Frekuensi nada atas kesatu f1 = 60 Hz
𝑔 10−3 𝑘𝑔
𝜇 = 0,01 𝑐𝑚
= 0,01 × 10−2 𝑚
= 0,001 𝑘𝑔/𝑚

Perbandingan frekuensi nada dasar dan nada-nada atas senar merupakan bilangan bulat positif
(persamaan 4-34).
𝑓0 : 𝑓1 = 1 ∶ 2 ↔ 𝑓1 = 2𝑓0
Jika frekuensi dasar dari persamaan (4-29) kita masukkan, maka kita peroleh:
1 𝐹
𝑓1 = 2 × √𝜇
2𝑙

1 𝐹
𝑓1 = √𝜇
𝑙

1 𝐹
60 = √𝜇
3

𝐹
√𝜇 = 180

Dengan mengkuadratkan kedua ruas persamaan, maka gaya tegangan kawat F dapat kita hitung.
𝐹
= (180)2
𝜇

𝐹 = (180)2 𝜇
𝐹 = (180)2 (0,001) = 32,4 𝑁

27
LATIHAN
11. Dua utas kawat yang berbeda jenis memiliki diameter dan panjang yang sama. Keduanya
diberi tegangan yang sama. Massa jenis kawat pertama 5 g/cm3 dan massa jenis kawat kedua
7,2 g/cm3. Jika frekuensi nada dasar kawat pertama 300 Hz, berapa frekuensi nada dasar
kawat kedua?
12. Sepotong dawai yang panjangnya 80 cm dan massanya 16 gram dijepit kedua ujungnya dan
terentang tegang dengan tegangan 800 N. Tentukan frekuensi nada atas kesatu yang
dihasilkan.
13. Dawai yang tegang beresonansi dengan frekuensi nada dasar 296 Hz. Panjangnya dijadikan
setengah kali semula, dan tegangannya dikurangi menjadi seperempat kali semula. Berapakah
frekuensi nada dasar dawai ini?

4.4.2 Pipa organa sebagai sumber bunyi


Pipa organa adalah alat yang menggunakan kolom udara sebagai sumber bunyi. Pada pipa
organa (Gambar 4.15), aliran udara diarahkan ke tepi bagian yang terbuka (titik A). Gerakan udara di
dekat tepi A menimbulkan getaran dalam kolom udara,
sehingga dihasilkan gelombang stasioner dalam pipa.
Frekuensi resonansi pipa organa bergantung pada panjang
pipa dan keadaan ujung pipa organa, terbuka atau tertutup.

Frekuensi bunyi yang dihasilkan pipa organa terbuka


Pipa organa yang ujungnya terbuka (berhubungan dengan
udara luar) disebut pipa organa terbuka. Pada tepi yang
terbuka udara bebas bergerak, sehingga pada bagian ini
Gambar 4.15 Pipa organa. Aliran udara di arahkan selalu terjadi perut. Udara juga bebas bergerak pada ujung
ke pipa A, menimbulkan getaran dalam kolom udara pipa yang terbuka, sehingga pada ujung pipa yang
sehingga dihasilkan gelombang stasioner dalam pipa
terbukapun selalu terjadi perut. Empat keadaan resonansi
yang terjadi dalam pipa organa terbuka ditunjukkan pada
Gambar 4.16. Bagaimanakah hubungan antara frekuensi
nada dasar dan nada-nada atas sebuah pipa organa
terbuka?
Untuk nada dasar atau harmonik kesatu, terjadi 2
perut dan 1 simpul (setengah gelombang). Untuk nada
atas kesatu atau harmonik kedua didapat dengan
Gambar 4.16 Empat keadaan resonansi suatu pipa
menyisipkan satu buah perut, sehingga terjadi 3 perut 2
organa terbuka. S menyatakan simpul dan P
menyatakan perut. Perhatikan bahwa kedua ujung simpul (satu gelombang). Nada atas kedua atau harmonik
pipa adalah terbuka

28
ketiga didapat dengan menyisipkan dua buah perut, sehingga terjadi 4 perut 3 simpul (satu setengah
gelombang). Dapatlah kita simpulkan bahwa pada pipa organa terbuka, banyak perut selalu lebih satu
dari banyak simpul.

Ʃ𝑝𝑒𝑟𝑢𝑡 = Ʃ𝑠𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙 + 1 (4-35)

Untuk nada dasar atau harmonik kesatu, terjadi setengah gelombang (Gambar 4.16 paling
kiri), sehingga panjang pipa organa sama dengan setengah panjang gelombang.
1
Ɩ = 2 𝜆0 ↔ 𝜆0 = 2Ɩ
𝑣
Dari hubungan f = 𝜆 , diperoleh frekuensi nada dasar:
𝑣
f0=
𝜆0
𝑣 1𝑣
f 0 = 2Ɩ = 2Ɩ

Untuk nada atas kesatu atau harmonik kedua, terjadi satu gelombang (Gambar 4.16 kedua
dari kiri), sehingga panjang pipa organa sama dengan panjang gelombang.
Ɩ = 𝜆1 ↔ 𝜆1 = Ɩ
Frekuensi nada atas kesatu adalah:
𝑣
f1=𝜆
1
𝑣
f1= Ɩ

Untuk nada atas kedua atau harmonik ketiga, terjadi satu setengah gelombang (Gambar 4.16
ketiga dari kiri), sehingga panjang pipa organa sama dengan satu setengah panjang gelombang.
3 2
Ɩ= 𝜆2 ↔ 𝜆2 = Ɩ
2 3

Frekuensi nada atas kesatu adalah:


𝑣 𝑣
f2=𝜆 = 2
2 Ɩ
3

3𝑣
f2=2 Ɩ

Jika frekuensi nada dasar dan nada-nada atasnya kita bandingkan, maka kita peroleh:
1𝑣 𝑣 3𝑣
𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 = 2Ɩ
∶ Ɩ
∶ 2 Ɩ

𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 = 1 ∶ 2 ∶ 3
Persamaan ini dapat dinyatakan dengan kalimat sebagai berikut.
Perbandingan frekuensi nada dasar dan nada-nada atas sebuah pipa organa terbuka merupakan
bilangan-bilangan bulat positif.

𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 : … . = 1 ∶ 2 ∶ 3 ∶ …. (4-36)

29
Jika persamaan (4-36) dan (4-34) kita bandingkan, maka perbandingan frekuensi nada dasar dan nada-
nada atas pada pipa organa terbuka dan senar adalah sama, yaitu merupakan bilangan-bilangan bulat
positif.

Frekuensi bunyi yang dihasilkan oleh pipa organa tertutup


Bila ujung pipa organa tertutup, maka pipa organa itu disebut pipa organa tertutup. Pada ujung
pipa tertutup, udara tidak bebas bergerak, sehingga pada ujung pipa selalu terjadi simpul. Beberapa
keadaan resonansi di dalam pipa organa tertutup ditunjukkan pada Gambar 4.17. Bagaimanakah
perbandingan frekuensi nada dasar dan nada-nada atasnya?
Untuk nada dasar atau harmonik kesatu, terjadi 1 perut
dan 1 simpul (seperempat gelombang). Nada atas kesatu
didapat dengan menyisipkan satu perut, sehingga terjadi 2
perut 2 simpul (tiga perempat gelombang). Nada atas kedua
didapat dengan menyisipkan buah perut, sehingga terjadi 3 Gambar 4.17 Empat keadaan resonansi dalam
pipa organda tertutup. Perhatikan, ditepi yang
perut 3 simpul (satu seperempat gelombang). Dapatlah kita
terbuka terjadi perut sedang diujung yang
simpulkan bahwa pada pipa organa tertutup, banyak perut tertutup terjadi simpul

selalu sama dengan banyak simpul.

Ʃ𝑝𝑒𝑟𝑢𝑡 = Ʃ𝑠𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙 (4-37)

Untuk nada dasar atau harmonik kesatu, terjadi seperempat gelombang (Gambar 4.17 paling
kiri), sehingga panjang pipa sama dengan seperempat panjang gelombang.
1
Ɩ = 4 𝜆0 ↔ 𝜆0 = 4Ɩ

Frekuensi nada dasarnya adalah:


𝑣
f0=𝜆
0

𝑣 1𝑣
f0= =
4Ɩ 4Ɩ

Untuk nada atas kesatu atau harmonik kedua, terjadi tiga perempat gelombang (Gambar 4.17
kedua dari kiri), sehingga panjang pipa organa sama dengan tiga perempat panjang gelombang.
3
Ɩ = 4 𝜆1 ↔ 𝜆1 = 3Ɩ

Frekuensi nada atas kesatu adalah:


𝑣
f1=𝜆
1

𝑣 3𝑣
𝑓1 = 4 = 4 Ɩ
Ɩ
3

30
Untuk nada atas kedua atau harmonik ketiga, terjadi satu seperempat gelombang (Gambar 4.17
ketiga dari kiri), sehingga panjang pipa organa sama dengan satu seperempat panjang gelombang.
5 4
Ɩ= 𝜆2 ↔ 𝜆2 = Ɩ
4 5

Frekuensi nada atas kesatu adalah:


𝑣
f2=𝜆
2

𝑣 5𝑣
f2=4 = 4 Ɩ
Ɩ
5

Jika frekuensi nada dasar dan nada-nada atasnya kita bandingkan, maka kita peroleh:
1𝑣 3𝑣 5𝑣
𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 = 4Ɩ
∶ 4Ɩ
∶ 4 Ɩ

𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 = 1 ∶ 3 ∶ 5
Persamaan ini dapat dinyatakan dengan kalimat sebagai berikut.
Perbandingan frekuensi nada dasar dan nada-nada atas sebuah pipa organa tertutup merupakan
bilangan-bilangan bulat ganjil.
(4-38)
𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 : … . = 1 ∶ 3 ∶ 5 ∶ ….

Contoh 4.10 Frekuensi nada dasar dan nada-nada atas pipa organa tertutup
Sebuah pipa organa tertutup mempunyai panjang 68 cm. Jika cepat rambat bunyi 340 𝑚⁄𝑠 .
Tentukan frekuensi nada dasar, nada atas pertama, dan nada atas kedua.

Jawab:
Ɩ = 68 cm = 0,68 m
V = 340 m/s
Untuk nada dasar terdapat 1 simpul dan 1 perut sehingga,
1
Ɩ= 𝜆0 ↔ 𝜆0 = 4Ɩ = 4(0,68) = 2,72 m
4

Frekuensi nada dasar adalah:


𝑣
f0=𝜆
0

340
f 0 = 2,72 = 𝟏𝟐𝟓 𝑯𝒛

Frekuensi nada atas pertama f1 dan nada atas kedua f2 dihitung dengan Persamaan (4-38):
𝑓0 : 𝑓1 : 𝑓2 =1∶3∶5
125 ∶ 𝑓1 : 𝑓2 = 1 ∶ 3 ∶ 5
𝑓1 = 3 ∶ (125 𝐻𝑧) = 𝟑𝟕𝟓 𝐇𝐳
𝑓2 = 5 ∶ (125 𝐻𝑧) = 𝟔𝟐𝟓 𝐇𝐳

31
Contoh 4.11 Resonansi pipa organa terbuka dan tertutup
Pada suatu pipa organa terbuka (Ɩ) dengan panjang 30 cm terjadi 3 buah simpul. Nada pipa
organa ini beresonansi dengan pipa organa lain yang tertutup (ƖƖ) serta membentuk 2 buah titik
simpul. Berapa panjang pipa organa yang tertutup?

Jawab:
Resonansi trjadi bila frekuensi benda yang ikut bergetar (fI) sama dengan frekuensi benda
yang bergetar (fII).

Pada pipa organda Pada pipa organa tertutup,


terbuka, terjadi 3 simpul terjadi 2 simpul

Panjang pipa organa terbuka Ɩ𝐼 = 30 𝑐𝑚


Pada pipa organa terbuka terjadi 3 simpul dan 4 perut (satu setengah gelombang), sehingga
3 2 2
Ɩ𝐼 = 2
𝜆𝐼 ↔ 𝜆𝐼 = Ɩ
3 𝐼
= 3
30 𝑐𝑚

𝜆𝐼 = 20 𝑐𝑚
𝑣
fI=𝜆
1

Pada pipa organa tertutup terjadi 2 simpul dan 2 perut (tiga perempat gelombang), sehingga
3 4
Ɩ𝐼𝐼 = 4
𝜆𝐼𝐼 ↔ 𝜆𝐼𝐼 = Ɩ
3 𝐼𝐼
𝑣
f II = 𝜆𝐼𝐼

Dengan menggunakan syarat resonansi, panjang pipa organa tertutup Ɩ𝐼𝐼 dapat dihitung.
𝑓𝐼𝐼 = 𝑓𝐼
𝑣 𝑣
𝜆𝐼𝐼
= 𝜆𝐼

𝜆𝐼𝐼 = 𝜆𝐼
4
Ɩ = 20 𝑐𝑚
3 𝐼𝐼
3 𝑥 20
Ɩ𝐼𝐼 = 𝑐𝑚 = 15 𝑐𝑚
4

LATIHAN
14. Tentukan banyak perut dan simpul dalam pipa organa jika terjadi:
a. Nada atas ketiga pada pipa organa terbuka.

32
b. Nada atas kelima pada pipa organa tertutup.
15. Panjang sebuah pipa organa terbuka adalah 68 cm. Jika cepat rambat bunyi di udara 340 m/s,
tentukan frekuensi: (a) nada dasar, (b) nada atas pertama, dan (c) nada atas kedua.
16. Frekuensi nada atas kedua suatu pipa organa terbuka beresonansi dengan frekuensi nada atas
kedua suatu pipa organa tertutup.
a. Tentukan perbandingan panjang antara pipa organa tertutup dan terbuka.
b. Jika frekuensi nada dasar pipa organa terbuka 256 Hz, berapa panjang pipa masing-
masing? (cepat rambat bunyi di udara = 340 m/s)

4.5 ENERGI GELOMBANG


Gelombang memindahkan energy dari suatu tempat ke tempat lain. Sewaktu gelombang
melalui medium, energy dipindahkan dalam bentuk energi getaran dari partikel satu ke partikel lain
dalam medium. Untuk gelombang sinusoidal dengan frekuensi f, partikel-partikel bergetar harmonil
sederhana sewaktu gelombang melalui partikel-partikel tersebut sehingga setiap partikel memiliki
1
energi 𝐸 = ky2, dengan y adalah amplitude gerak partikel. Dengan menggunakan Persamaan (3-19)
2

kita dapat menyatakan k dalam frekuensi f.

1 𝑘
𝑓= √
2𝜋 𝑚
1 𝑘
𝑓² = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘 = 4𝜋²𝑚𝑓²
4𝜋² 𝑚
Oleh karena itu,
1
𝐸= 𝑘𝑦
2
1
= (4𝜋²𝑚𝑓²)𝑦²
2
𝐸 = 2𝜋²𝑚𝑓²𝑦² (4-39)

Massa m adalah hasil kali massa jenis 𝜌 dengan volum V (m = 𝜌𝑉). Volum V adalah hasil kali
luar penampang A dengan jarak yang ditempuh gelombang (V = AƖ). Jarak yang ditempuh gelombang
dalam waktu t adalah hasil kali cepat rambat gelombang v dengan waktu tempuh t (Ɩ = vt). Karena itu,
massa m dapat kita nyatakan dengan persamaan:
𝑚 = 𝜌𝑉 = 𝜌(𝐴Ɩ) = 𝜌𝐴 (𝑣𝑡)
Jika nilai m kita masukkan ke persamaan (4-39), kita peroleh:
𝐸 = 2𝜋² (𝜌𝐴𝑣𝑡)𝑓²𝑦² (4-40)
Persamaan (4-40) menyatakan bahwa energi yang dipindahkan oleh suatu gelombang sebanding
dengan kuadrat amplitudonya (E ∞ 𝑦²)

33
4.5.1 Intensitas gelombang
Energi yang dipindahkan oleh gelombang biasanya dinyatakan dalam intensitas gelombang.
Intensitas gelombang (diberi lambang I) didefinisikan sebagai daya gelombang yang dipindahkan
melalui bidang seluas satu satuan yang tegak lurus pada arah cepat rambat gelombang. Secara
matematis ditulis:
𝑃
𝐼= 𝐴
(4-41)

Daya P adalah energi E yang dipindahkan per satuan waktu, t.


𝐸 2𝜋² 𝜌𝐴𝑣𝑓²𝑦²
𝑃= =
𝑡 𝑡
𝑃 = 2𝜋² 𝜌𝐴𝑣𝑓²𝑦² (4-42)
𝑚 𝑚
Massa jenis 𝜌 = 𝑣
= 𝐴𝑙
, sehingga
𝑚
𝜌𝐴= = 𝜇
𝑙
𝑚
Karena 𝑙
= 𝜇, adalah massa per satuan panjang.

Persamaan (4-42) dapat kita tulis menjadi:


𝑃 = 2𝜋² (𝜌𝐴)𝑣𝑓²𝑦²
𝑃 = 2𝜋² 𝜇𝑣𝑓²𝑦² (4-43)
Dengan memasukkan P dari persamaan (4-43) ke persamaan (4-41), kita peroleh intensitas gelombang
sebagai:
𝑃 2𝜋² 𝜌𝐴𝑣𝑓²𝑦²
𝐼= =
𝐴 𝐴
𝐼 = 2𝜋² 𝜌𝑣𝑓²𝑦² (4-44)

Jika suatu gelombang memancar dari sumber gelombang ke segala arah, maka gelombangnya
merupakan gelombang tiga dimensi. Contohnya adalah gelombang bunyi yang memancar di udara,
gelombang gempa bumi, dan gelombang cahaya. Jika medium yang dilalui gelombang tiga dimensi
adalah isotropik (sama dalam segala arah), maka muka
gelombang yang dipancarkan berbentuk bola (Gambar 4.18)
Muka gelombang bola yang dipancarkan dari sumber
makin meluas dengan radius r yang makin membesar karena luas
permukaan bola dengan radius r adalah 4𝜋𝑟². Oleh karena energi
kekal, bila luas A bertambah, maka amplitudo y harus berkurang.
Jadi, untuk jarak yang berbeda dari sumber r1 dan r2 (lihat
Gambar 4.18), 𝐴1 𝑦1 ² = 𝐴1 𝑦2 ² dengan 𝑦1 dan 𝑦2 adalah Gambar 4.18 Muka gelombang yang

amplitudo gelombang di r1 dan r2. . Oleh karena 𝐴1 = 4𝜋𝑟1 ² dan memancar dari sumber ke segala arah
berbentuk bola. Dua muka gelombang di
𝐴2 = 4𝜋𝑟2 ² maka kita peroleh: tunjukkan, yaitu yang radiusnya r1 dan r2
(4𝜋𝑟12 )𝑦12 = (4𝜋𝑟22 )𝑦22

34
𝑦12 𝑟1 ² = 𝑦22 𝑟2 ²

𝑦2 𝑟1
= (4-45)
𝑦1 𝑟2

Persamaan (4-45) menyatakan bahwa makin jauh dari sumber, amplitudo gelombang (y) mengecil
1
secara berbanding terbalik dengan jaraknya dari sumber ( ). Sewaktu gelombang berjarak dua kali
𝑟

dari sumber, amplitudo gelombang tinggal setengahnya.


Intensitas gelombang (l) juga makin mengecil dengan bertambahnya jarak dari sumber. Oleh
karena itu, makin jauh Anda dari sumber bunyi, makin kecil suara bunyi yang terdengar. Marilah kita
tinjau secara matematis dengan mempertimbangkan dua titik yang radiusnya r1 dan r2 pada saat yang
sama. Jika daya keluaran dijaga tetap, maka intensitas pada r1 adalah:
𝑃 𝑃
𝐼1 = 𝐴1
= 4𝜋𝑟12

Intensitas pada r2 adalah:


𝑃 𝑃
𝐼2 = 𝐴2
= 4𝜋𝑟22

Dengan demikian
𝑃
𝐼2 4𝜋𝑟2
2
𝐼1
= 𝑃
4𝜋𝑟2
1

𝐼2 𝑟1 ²
= (4-46)
𝐼1 𝑟2 ²

Persamaan (4-46) menyatakan bahwa makin jauh dari sumber, intensitas gelombang (l) mengecil
1
secara berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya dari sumber ( 2 ). Sewaktu gelombang berjarak
𝑟

dua kali dari sumber, intensitas gelombang tinggal seperempatnya.

Contoh 4.12 Intensitas gelombang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber gelombang
Jika intensitas suatu gelombang gempa di P yang jaraknya 100 km dari sumber gempa adalah
8,0 x 106 W/m2 , berapa intensitas gelombang tersebut pada jarak 400 km dari sumber?

Jawab:
Radius r1 = 100 km, intensitas 𝐼1 = 8,0 x 106 W/m2
Radius r2 = 400 km, intensitas 𝐼2 = … ?
Dengan menggunakan persamaan (4-46), kita peroleh
𝐼2 𝑟1 ²
𝐼1
= 𝑟2 ²

𝑟 2
𝐼2 = (𝑟1 ) 𝑙1
2

35
100 𝑘𝑚 2
= (400 𝑘𝑚) (8,0 𝑥 106 𝑊/𝑚2 )
1
= (8,0 𝑥 106 𝑊/𝑚2 )
16

𝐼2 = 5 𝑥 105 𝑊/𝑚2

LATIHAN
17. Jarak P ke sumber gempa dua kali jarak Q ke sumber gempa. Jika intensitas gempa di Q sama
dengan 6 𝑥 105 𝑊/𝑚2 , berapa intensitas gempa yang dirasakan di P?
18. Intensitas gempa di lokasi yang berjarak 200 km dari pusat gempa adalah 4,5 𝑥 105 𝑊/𝑚2 .
Berapa intensitas gempa di titik P yang berjarak 100 km dari pusat gempa?

4.5.2 Taraf intensitas bunyi


Telinga manusia adalah suatu detektor (pengenal) bunyi yang sangat peka, mampu
mendengar bunyi dalam selang intensitas bunyi yang sangat lebar. Telinga manusia dapat mendengar
bunyi mulai dari intensitas 10−12 𝑊/𝑚2 sampai dengan 1 𝑊/𝑚2 atau dalam rentang 1012 𝑊/𝑚2.
Bayangkan, mistar yang panjangnya 1 m dan memiliki skala terkecil 1 mm atau 103 𝑚 hanya
memiliki rentang 1012 . Oleh karena itu, Anda harus menjaga telinga Anda dengan baik dan
menghindarkan untuk mendengarkan bunyi yang intensitasnya tinggi untuk jangka waktu yang lama.
Jika Anda bekerja di tempat seperti itu, gunakanlah pelingdung telinga.
Intensitas bunyi di bawah 10−12 𝑊/𝑚2 tidak terdengar, sedang di atas 1 𝑊/𝑚2akan terasa
sakit di telinga. Intensitas bunyi terkecil yang masih dapat didengar oleh telinga manusia, yaitu
10−12 𝑊/𝑚2 dinamakan intensitas ambang pendengaran. Intensitas bunyi terbesar yang masih dapat
didengar oleh telinga manusia tanpa rasa sakit, yaitu 1 𝑊/𝑚2 dinamakan intensitas ambang
perasaan.
Walaupun telinga kita peka untuk rentang intensitas bunyi yang sangat lebar, kuat bunyi yang
terdengar oleh telinga kita tidak berbanding lurus dengan besar intensitas bunyi. Misalkan kita ambil
𝑊
intensitas awal 10−4 𝑊/𝑚2 . Jika kita naikkan intensitas bunyi menjadi dua kalinya (2 𝑥10−4 𝑚2 ),

ternyata telinga kita tidak mendengar bunyi yang dua kali lebih kuat. Bahkan, telinga merasa
mendengar bunyi yang hampir sama kuatnya. Berdasarkan percobaan, telinga manusia mendengar
bunyi yang empat kali lebih kuat jika intensitas bunyi dijadikan seratus kalinya. Hubungan seperti ini
adalah hubungan logaritmik. Kuat bunyi berbanding lurus dengan intensitas bunyi. Oleh karena itu
adalah lazim untuk mengusahakan suatu skala pengukuran yang juga logaritmik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kuat bunyi yang diukur oleh alat ukur bunyi (detektor
bunyi) tidak dinyatakan dalam satuan 𝑊/𝑚2 tetapi dalam desibel (disingkat dB). Satuan desibel
1
adalah 10
satuan bel (suatu satuan yang dinamakan untuk menghargai penemu telepon, Alexander

36
Graham Bell). Besaran itu dinamakan taraf intensitas bunyi atau intensitas relatif, yang secara
matematis dinyatakan oleh persamaan:

𝐼 (4-47)
𝑇𝐼 = 10 log
𝐼0

Dengan:
I = intensitas bunyi (𝑊/𝑚2 )
𝐼0 = intensitas standar (𝑊/𝑚2 )
TI = taraf intensitas bunyi (dB)

Perhatikan, yang dipakai sebagai standar adalah intensitas ambang pendengaran.

𝐼0 = 10−12 𝑊/𝑚2 (4-48)

Pada gambar 4.19 ditunjukkan berbagai intensitas yang dihasilkan oleh sumber-sumber bunyi yang
Anda kenal.
Contoh 4.13 Definisi intensitas dan taraf intensitas bunyi.
Sebuah sumber bunyi bergetar dengan daya 10𝜋 watt . Tentukan:
a. Intensitas bunyi, dan

Gambar 4.19 Taraf intensitas berbagai sumber bunyi yang dikenal

b. Taraf intensitas bunyi pada jarak 10 cm dari sumber bunyi tersebut, (log 2 = 0,3010).

Jawab:
Daya bunyi P = 10𝜋 watt
Jarak tempat ke sumber bunyi 𝑟 = 10 𝑐𝑚 = 10 𝑥 10−2 𝑚 = 10−1 𝑚
a. Intensitas bunyi I dapat kita hitung dengan persamaan (4-41) dengan luas A = luas
bola = 4𝜋𝑟 2

37
𝑃
𝐼= 4𝜋𝑟 2
10𝜋 𝑤𝑎𝑡𝑡 10 𝑥 102 𝑊 𝑊
= 4𝜋 (10−1 𝑚)2
= 4 𝑚2
= 250 𝑚2

b. Intensitas standar 𝑙0 = 10−12 𝑊/𝑚2


Taraf intensitas bunyi TI dapat kita hitung dengan persamaan (4-47)
𝐼
𝑇𝐼 = 10 log
𝐼0
250 𝑊𝑚−2
= 10 log
10−12 𝑊𝑚−2
= 10 log 250 𝑥 10−12
1000
= 10 (log + 12)
4
= 10 (log 1000 − log 4 + 12)
= 10 (log 103 − log 22 + 12)
= 10(3 − 2 log 2 + 12)
𝑇𝐼 = 10 (3 − 2(0,3010) + 12) = 10 (14,3980) = 𝟏𝟒𝟑, 𝟗𝟗 𝒅𝑩

Contoh 4.14 Pengertian intensitas dan taraf intensitas bunyi.


Taraf intensitas bunyi suatu pesawat jet pada jarak 30 m adalah 140 dB. Berapa taraf intensitas
bunyi pada jarak 300 m?

Jawab:
Intensitas bunyi (I) berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (persamaan 4-46)
𝐼2 𝑟1 ² 𝑟 2 30 𝑚 2 1 2 1
𝐼1
= 𝑟2 ²
= (𝑟1 ) = (300 𝑚) = (10) = 10
2

Dengan menggunakan persamaan (4-47) untuk TI2 dan TI1 kita peroleh:
𝑙
𝑇𝐼2 = 10 log 𝐼2
0

𝑙
𝑇𝐼1 = 10 log 𝐼1
0

𝑙2 𝑙1
𝑇𝐼2 − 𝑇𝐼1 = 10 [log − log ]
𝐼0 𝐼0

𝑙2
𝑙
𝑇𝐼2 − 𝑇𝐼1 = 10 [log 0 ]
𝑙1
𝑙0
𝑙
𝑇𝐼2 = 𝑇𝐼1 + 10 log 𝐼2
1

= 140 + 10 log 10−2

38
= 140 + 10(−2)
𝑇𝐼2 = 120 𝑑𝐵
Jadi, taraf intensitas bunyi pada jarak 300 m adalah 120 dB.

Contoh 4.15 Taraf intensitas beberapa sumber bunyi identik.


Sepuluh buah sirine masing-masing menghasilkan taraf intensitas 70 dB. Tentukan taraf
intensitas sepuluh sirine tersebut jika dibunyikan serentak.

Jawab:
Bila satu sirine memiliki taraf intensitas 70 dB, maka intensitas bunyi tiap sirine adalah:
𝐼
𝑇𝐼 = 10 log
𝐼0

𝐼
70 = 10 log
𝐼0
𝐼
log 𝐼 = 7
0

𝐼
𝐼0
= 107 ↔ I = 107 𝐼0

Intensitas bunyi 10 sirine ialah


𝐼 ′ = 𝐼10 𝑠𝑖𝑟𝑖𝑛𝑒 = 10 𝐼
= 10 (107 𝐼0 )
𝐼 ′ = 108 𝐼0
𝐼′
= 108
𝐼0
Taraf intensitas 10 sirine adalah:
𝐼′
𝑇𝐼 = 10 log = 10 log 108 = 10(8)
𝐼0
𝑇𝐼 = 𝟖𝟎 𝒅𝑩

LATIHAN
19. Sebuah sumber bunyi mengirim bunyi dengan daya keluaran 80𝜋 𝑊. Jika dianggap muka
gelombang bunyi berbentuk bola, tentukan:
a. Intensitas bunyi pada jarak 2 m dari sumber,
a. Taraf intensitas bunyi pada jarak 2 m dari sumber (log 2 = 0,3010)
20. Berapa taraf intensitas untuk bunyi yang:
a. Intensitasnya 10−10 𝑤𝑎𝑡𝑡/𝑚2?
b. Intensitasnya 10−2 𝑤𝑎𝑡𝑡/𝑚2 ?
21. Tentukan intensitas bunyi yang memiliki:
a. Taraf intensitas 10 dB

39
b. Taraf intensitas 30 dB
22. Taraf intensitas bunyi pada jarak 5 meter dari sumber bunyi adalah 60 dB. Berapakah taraf
intensitas bunyi pada tempat yang berjarak 50 meter dari sumber bunyi itu?
23. Taraf intensitas bunyi yang dihasilkan oleh pembicaraan seseorang di dalam suatu ruangan
adalah 40 dB. Berapa taraf intensitas bunyi yang dihasilkan oleh 20 orang yang sedang
berbicara pada saat bersamaan? (log 2 = 0,3010)

4.6 PELAYANGAN GELOMBANG


Bila kita menyembunyikan dua gelombang bunyi yang frekuensinya berbeda sedikit, apakah
yang terjadi? Ternyata kita mendengarkan bunyi yang berubah-ubah kenyaringannya secara periodik.
Peristiwa itu disebut pelayangan gelombang bunyi. Berikut ini, kita menurunkan secara matematis,
berapa besar frekuensi layangan, yaitu jumlah layangan yang terjadi dalam 1 sekon.
Misalkan dua gelombang menjalar dalam suatu medium dengan kecepatan (v) dan amplitudo
(A) serta pada waktu yang sama. Bila gelombang 1 mempunyai frekuensi sudut 𝜔1 , sedangkan
gelombang 2 mempunyai frekuensi sudut 𝜔2 , maka persamaan simpangan gelombang-gelombang itu,
𝑦1 = 𝐴 sin 𝜔1 𝑡 dan 𝑦2 = 𝐴 sin 𝜔2 𝑡
Hasil interferensi kedua gelombang ini adalah:
𝑦 = 𝑦1 + 𝑦2 = 𝐴 sin 𝜔1 𝑡 + 𝐴 sin 𝜔2 𝑡 = 𝐴 (sin 𝜔1 𝑡 + sin 𝜔2 𝑡)
1 1
Dari sin 𝛼 + sin 𝛽 = 2 cos 2 (𝛼 − 𝛽) sin 2 (𝛼 + 𝛽), kita peroleh:
1 1
𝑦 = 𝐴 × 2 cos 2 (𝜔1 𝑡 − 𝜔2 𝑡) sin 2 (𝜔1 𝑡 + 𝜔2 𝑡)
1 1
= 2𝐴 cos 2 (𝜔1 − 𝜔2 )𝑡 sin 2 (𝜔1 + 𝜔2 )𝑡

Jika frekuensi kedua gelombang 𝑦1 dan 𝑦2 hampir sama besarnya maka dapat kita tulis 𝜔1 = 𝜔 +
∆𝜔, 𝜔2 = 𝜔, sehingga 𝜔1 − 𝜔2 = ∆𝜔 dan 𝜔1 + 𝜔2 = 2𝜔 + ∆𝜔 ~ 2𝜔. Jika kita masukkan nilai-
nilai ini ke dalam persamaan di atas, maka kita peroleh:
1 1
𝑦 = 2𝐴 cos 2 ∆𝜔𝑡 sin 2 (2𝜔)𝑡
∆𝜔
𝑦 = 2𝐴 cos 2
𝑡 sin 𝜔𝑡, dengan ∆𝜔 = 𝜔1 − 𝜔2 (4-49)

Persamaan (4-49) menunjukkan bahwa hasil perpaduan getaran disuatu titik juga bergetar harmonik
dengan amplitudo 𝐴𝑝 , sebesar:
∆𝜔 𝜔1 − 𝜔2
𝐴𝑝 = 2𝐴 cos 2
𝑡 = 2𝐴 cos 2
𝑡 (4-50)

Perhatikan, persamaan ini menunjukkan bahwa amplitudo merupakan fungsi waktu sehingga
mempunyai nilai maksimum dan minimum yang berulang secaca periodik dengan frekuensi sudut
sebesar:
𝜔1 − 𝜔2
∆𝜔 = 2

Karena hubungan 𝜔 = 2𝜋𝑓, frekuensinya ialah:

40
2𝜋𝑓1 − 2𝜋𝑓2
2𝜋𝑓 =
2
𝑓1 − 𝑓2
𝑓= 2
1
Karena 𝑇 = 𝑓, dengan T ialah periode, diperoleh:
1 1
𝑇= 𝑓
= 𝑓1 − 𝑓2
2
2
𝑇=
𝑓1 − 𝑓2

Kuat bunyi tergantung pada amplitudo. Karena amplitudo hasil interferensi getaran
mempunyai nilai maksimum dan minimum yang berulang secara periodik, maka terjadi bunyi keras
dan lemah secara periodik pula (gambar 4.20). Peristiwa inilah yang disebut pelayangan bunyi.
Satu layangan didefinisikan sebagai gejala dua bunyi keras atau dua bunyi lemah yang terjadi secara
berurutan.
1 layangan = keras – lemah – keras
Atau
1 layangan = lemah – keras – lemah
Pada gambar 4.20 tampak periode layangan yang terjadi (T’) adalah setengah periode gelombang (T),
sehingga
1 1 2 1
𝑇′ = 𝑇= ( ) atau 𝑇 ′ =
2 2 𝑓1 − 𝑓2 𝑓1 − 𝑓2

Gambar 4.20 Interferensi dua gelombang dengan frekuensi yang sedikit berbeda. Hasil interferensi dilukiskan
pada gambar (b)

Frekuensi layangan ialah banyak layangan yang terjadi dalam satu sekon.
1 1
𝑓= 𝑇′
= 1
𝑓1 − 𝑓2

𝑓 = 𝑓1 − 𝑓2 (4-51)

Dengan:
f = frekuensi layangan (banyak layangan/sekon)
f1 = frekuensi gelombang y1 (Hz)

41
f2 = frekuensi gelombang y2 (Hz)

contoh 4.16 Pelayangan bunyi


Dua buah gelombang dengan frekuensi masing-masing 342 Hz dan 340 Hz dibunyikan pada saat
bersamaan. Berapa banyak layanan yang terjadi dalam 4 sekon.

Jawab:
f1 = 342 Hzf2 = 340 Hz
frekuensi layangan atau banyak layangan per sekon dapat dihitung dengan persamaan (4-51).
𝑓 = 𝑓1 − 𝑓2
= 342 𝐻𝑧 − 340 𝐻𝑧 = 2 𝐻𝑧 atau 2 layangan/sekon
Banyak layangan, N, yang terjadi dalam 4 detik adalah:
N = 4 sekon × 2 layangan/sekon
N = 8 layangan

LATIHAN
24. Dua buah gelombang dengan frekuensi masing-masing 300 Hz dan 𝛼 Hz dibunyikan pada
saat bersamaan. Jika terjadi 10 layangan dalam 2 sekon, berapa nilai 𝛼 (ada dua jawaban)?
25. Garputala X dan Y, bila dibunyikan bersama, menghasilkan 300 layangan per menit.
Garputala X mempunyai frekuensi 300 Hz. Apabila ditempeli setetes lilin garputala Y
menghasilkan 180 layangan per menit dengan garputala X. Berapa frekuensi asli Y?
Penuntun: garputala yang ditempeli lilin akan berkurang frekuensinya.
26. Dua buah dawai baja yang identik memberikan nada dasar dengan frekuensi 400 Hz. Bila
tegangan dalam salah satu dawai ditambah 2%, berapa frekuensi pelayangan yang terjadi?

4.7 EFEK DOPLER


Efek Dopler adalah peristiwa dimana pengamat
mendengar frekuensi yang lebih tinggi jika kedudukan
antara pengamat dan sumber bunyi mendekat, dan
pengamat mendengar frekuensi lebih rendah jika
kedudukan pengamat dan sumber bunyi menjauh. Efek
Dopler pertama kali dikemukakan oleh Cristian Johann
Doppler (1803-1855). Gambar 4.21 Batang vertikal bergetar sedemikian
rupa sehingga ujung yang lain lebih rendah berlaku
Ide dasar efek Dopler ditunjukkan pada gambar 4.21. Di sebagai sumber gelombang air. Oleh karena
sini di tunjukkan suatu sumber gelombang air yang sedang gelombang bergerak ke kanan, maka panjang
gelombang di sebelah kanan sumber lebih pendek
bergerak ke kana. Tampak pusat masing-masing lingkaran
daripada panjang gelombang di sebelah kiri
sumber

42
yang dihasilkan bergerak ke kanan sehingga jarak antara puncak-puncak gelombang yang berdekatan
(disebut panjang gelombang) di sebelah kanan lebih pendek daripada yang di sebelah kiri. Artinya,
sumber gelombang yang bergerak menyebabkan panjang gelombang-gelombang yang berbeda-beda.
Mari kita periksa secara kuantitatif kejadian tersebut paga Gambar 4.22. Tetapkan vs sebagai
kecepatan sumber bunyi, v sebagai cepat rambat bunyi di udara, vP sebagai kecepatan pendengar,
semua relatif terhadap bumi. Tetapkan pula Ts dan fs sebagai periode dan frekuensi gelombang yang
dipancarkan oleh sumber bunyi, sedangkan TP dan fP sebagai periode dan frekuensi gelombang yang
di terima pendengar.

Gambar 4.22 (a) frekuensi bunyi yang didengar seseorang bergantung pada kecepatan sumber bunyi maupun
pendengar. Dari gambar (b), sumber bunyi sedang bergerak ke kanan. Ketika sumber di A, ia mengirim puncak
gelombang A’, ketika di B, ia mengirim puncak gelombang B’ dan seterusnya.

Untuk sumber bunyi yang diam (Gambar 4.22a), jarak antara dua pucuk gelombang yang
berdekatan atau panjang gelombang yang diterima pendengar sama dengan panjang gelombang yang
dipancarkan oleh sumber bunyi, yaitu:
B’A’ = λs = vTs
Untuk sumber bunyi yang bergerak, panjang gelombang yang diterima pendengar tidak sama dengan
panjang gelombang yang dipancarkan oleh sumber bunyi (Gambar 4.22b). dari A ke B, sumber bunyi
yang bergerak dengan kecepatan vs telah menempuh jarak AB = vs Ts . Panjang gelombang yang
diterima pendengar adalah jarak antara puncak gelombang yang berdekatan B’A’ = λP. Dapat kita
turunkan hubungan antara λP dan λs sebagai berikut.
𝐴𝐴′ − 𝐵𝐵′ = 𝜆𝑠 (lihat gambar 4.22a)
′ ′
𝐴𝐴 − 𝐵𝐵 = 𝐴𝐵 + 𝐴′𝐵′ (lihat gambar 4.22b)
Jadi,
𝐴𝐵 + 𝐴′ 𝐵′ = 𝜆𝑠
𝑣𝑠 𝑇𝑠 + 𝜆𝑃 = 𝜆𝑠
𝜆𝑃 = 𝜆𝑠 − 𝑣𝑠 𝑇𝑠
= 𝑣𝑇𝑠 − 𝑣𝑠 𝑇𝑠

43
𝜆𝑃 = (𝑣 − 𝑣𝑠 ) 𝑇𝑠
Untuk menentukan periode yang diterima oleh pendengar TP, kita harus menentukan dahulu selang
waktu yang diperlukan panjang gelombang 𝜆𝑝 untuk tiba di pendengaran. Jika pendengar diam, maka:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
𝑠𝑎𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑘𝑒 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘
= 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖
𝜆𝑝
𝑇𝑝 = 𝑣
(𝑣− 𝑣𝑠 )
𝑇𝑝 = 𝑣

Jika pendengar bergerak ke kanan (menjauhi sumber bunyi) dengan kecepatan 𝑣𝑝 , maka cepat rambat
bunyi relatif terhadap pendengaran adalah 𝑣 − 𝑣𝑝 , sehingga
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑘𝑒 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘
𝑇𝑝 = 𝑣− 𝑣𝑝

(𝑣− 𝑣𝑠 ) 𝑇𝑠
𝑇𝑝 =
𝑣− 𝑣𝑝

1 (𝑣−𝑣𝑠 ) 1
𝑓𝑝
= 𝑣− 𝑣𝑝
× 𝑓

𝑣 − 𝑣𝑝
𝑓𝑝 = 𝑓
𝑣 − 𝑣𝑠 𝑠 (4-52)

Perhatikan, pada persamaan (4-52), cepat rambat bunyi (v) selalu bertanda positif, sedangkan vs dan
vp bertanda positif jika searah dengan arah sumber (S) ke pendengar (P), dan bertanda negatif jika

Gambar 4.23 Tanda positif atau negatif 𝑣𝑠 dan 𝑣𝑝 selalu ditetapkan berdasarkan arah dari S ke P yang
ditetapkan positif

berlawanan arah (lihat Gambar 4.23). untuk sumber diam, vs = 0, dan untuk pendengar diam, vp = 0.

Contoh 4.17 Kasus pendengar mendekati sumber bunyi yang diam


Seorang penerbang yang pesawat terbangnya menuju ke menara bandara mendengar bunyi sirine
menara dengan frekuensi 2000 Hz. Jika sirine memancarkan bunyi dengan frekuensi 1700 Hz,
dan cepat rambat bunyi di udara 340 m/s, tentukan kecepatan pesawat udara itu.

Jawab:

44
Misal kecepatan udara adalah x m/s
Frekuensi yang dipancarkan sumber bunyi fs = 1700 Hz
Frekuensi yang didengar oleh pendengar fp = 2000 Hz
Cepat rambat bunyi di udara v = 340 m/s
Sumber bunyi diam vs = 0
Perhatikan, Arah + untuk vp dan vs adalah dari S ke P. Karena itu, vp = x m/s (arahnya dari p ke s).
Kecepatan pesawat udara x dapat kita hitung dengan menggunakan persamaan (4-52):
𝑣− 𝑣𝑝
𝑓𝑝 = 𝑣− 𝑣𝑠
𝑓𝑠

𝑣− (−𝑥)
𝑓𝑝 = 𝑣−0
𝑓𝑠 ↔ 𝑓𝑝 𝑣 = (𝑣 + 𝑥) 𝑓𝑠
𝑓𝑝 𝑣 𝑓𝑝
𝑣+𝑥 = ↔𝑥= 𝑣−𝑣
𝑓𝑠 𝑓𝑠
2000
𝑥= 1700
(340 𝑚⁄𝑠) − 340 𝑚⁄𝑠

𝑥 = 400 𝑚⁄𝑠 − 340 𝑚⁄𝑠 = 𝟔𝟎 𝒎⁄𝒔

Contoh 4.18 Kasus sumber bunyi dan pendengar keduanya bergerak


Sebuah ambulans bergerak dengan kecepatan 10 m/s sambil membunyikan sirine dengan
frekuensi 400 Hz. Cepat rambat bunyi di udara adalah 340 m/s.
Seorang pengendara motor mula-mula mendekat kemudian berbalik arah menjauh dengan
kecepatan 5 m/s. Berapa frekuensi sirine yang di dengar oleh pengendara ketika ia mendekati
ambulans dan ketika ia menjauhi ambulans?

Jawab:

Cepat rambat bunyi di udara v = 340 m/s


Frekuensi sirine fs = 400 Hz
Kasus (a): pengendara motor mendekati mobil ambulans
𝑣𝑝 = −5 𝑚⁄𝑠 𝑣𝑠 = +10 𝑚⁄𝑠

45
Frekuensi sirine yang didengar oleh pengendara dihitung dengan persamaan (4-52):
𝑣− 𝑣𝑝
𝑓𝑝 = 𝑣− 𝑣𝑠
𝑓𝑠

340 𝑚⁄𝑠− (−5 𝑚⁄𝑠)


= 340 𝑚⁄𝑠− (10 𝑚⁄𝑠)
× 400 𝐻𝑧
345
𝑓𝑝 = 330 × 400 𝐻𝑧 = 𝟒𝟏𝟖 𝑯𝒛

Kasus (b): pengendara motor menjauhi mobil ambulans


𝑣𝑝 = +5 𝑚⁄𝑠 𝑣𝑠 = +10 𝑚⁄𝑠
340 𝑚⁄𝑠− (+5 𝑚⁄𝑠)
𝑓𝑝 = × 400 𝐻𝑧
340 𝑚⁄𝑠− (10 𝑚⁄𝑠)
335
𝑓𝑝 = × 400 𝐻𝑧 = 𝟒𝟎𝟔 𝑯𝒛
330

LATIHAN
27. Si X berdiri di samping sumber bunyi yang frekuensinya 676 Hz. Sebuah sumber bunyi lain
dengan frekuensi 676 Hz mendekati si X dengan kecepatan 2 m/s. Bila kecepatan merambat
bunyi di udara adalah 340 m/s, tentukan frekuensi layangan yang akan di dengar si X.
28. Seseorang mengendarai sepeda motor yang berkecepatan 36 km/jam mendekati mobil yang
membunyikan klakson. Frekuensi klakson mobil 690 Hz terdengar oleh pengendara sepeda
motor 700 Hz. Bila kecepatan bunyi di udara 340 m/s, tentukan besar kecepatan mobil dan
arahnya terhadap sepeda motor.
29. Ketika berdiri di perempatan jalan, Amir mendengar frekuensi 510 Hz dari sirine mobil
ambulans yang mendekatinya. Setelah mobil ambulans melalui Amir,Amir mendengar
frekuensi sirine 450 Hz. Jika cepat rambat bunyi di udara pada saat itu 320 m/s, berapa besar
kecepatan mobil ambulans ?
30. Sebuah sumber bunyi dengan kecepatan 85 m/s menuju kependengaran yang dia. Frekuensi
yang diterima oleh pendengar adalah 64 Hz. Berapa frekuensi yang diterima oleh pendengar
bila sumber bunyi itu diam dan pendengar bergerak dengan kecepatan 85 m/s mendekati
sumber bunyi? Cepat rambat bunyi di udara adalah 340 m/s.

46

Anda mungkin juga menyukai