Disusun Oleh :
Maulana Ahmad Sirojuddin
Mu’Ammar Amirul Hakim
Muhammad Luthfi Adhim
Ngesti Raharjo
Noviyani
Yuniar Fajriyati
YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….……….1
DAFTAR ISI.....………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….…3
A. Latar Belakang…………………………………………………………………...3
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..5
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………5
D. Manfaat Penulisan………………………………………………………………..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………..6
A. Jalan Majapahit (Ring Road Timur)…………………………………………...6
B. Pengertian Jalan………………………………………………………………….6
C. Klasifikasi Jalan………………………………………………………………….7
D. Bagian-Bagian Jalan……………………………………………………………14
E. Penampang Melintang Jalan…………………………………………………...16
BAB III METODOLOGI…………………………………………………………………..19
A. Waktu dan Tempat……………………………………………………………..19
B. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………..19
C. Jenis Penelitian………………………………………………………………….19
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………………...20
1. Klasifikasi Jalan Majapahit…………………………………………………....20
2. Hambatan-Hambatan di Jalan Majapahit……………………………………22
3. Pelanggaran Terhadap Peraturan Jalan……………………………………...24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………….25
A. Kesimpulan……………………………………………………………………...25
B. Saran……………………………………………………………………………..25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….26
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum adanya pembangunan jalan raya , seperti yang telah disebutkan dalam
undang-undang no.13 tahun 1980, haruslah adanya tata cara perencanaan geometrik jalan.
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan dari suatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada atau
tersedia dari hasil survey lapangan dan telah dianalisis dengan suatu standar perencanaan.
5
Tujuan perencanaan geometrik jalan adalah untuk menghasilkan kondisi geometrik jalan
yang mampu memberikan pelayanan lalu lintas secara optimum. Disamping itu fungsi dari
perencanaan ini adalah berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan dalam berlalu lintas
bagi pemakai Jalan.
Sebelum adanya perhitungan geometrik jalan, dalam tahapannya yang perlu
direncanakan adalah unsur-unsur jalan seperti, kelas jalan, klasifikasi jalan, hambatan jalan,
bagian prasarana jalan meliputi Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA), Daerah Milik
Jalan(DAMIJA), Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA).
Permasalahan yang muncul saat ini adalah suatu permasalahan adanya ketidak
sesuaian perencanaan geometrik jalan. Maksud dari adanya ketidaksesuain ini adalah,
sebagaimana kita tahu bahwa perencanaan geometrik jalan dimaksudkan untuk menghasilkan
kondisi geometrik jalan yang mampu memberikan pelayanan lalu lintas secara optimum.
Disamping itu fungsi dari perencanaan ini adalah berkaitan dengan keamanan dan
kenyamanan dalam berlalu lintas bagi pemakai jalan. Namun pada saat ini banyak sekali
Jalan yang tidak memenuhi kondisi Jalan yang mampu memberikan pelayanan lalu lintas
secara optimum serta keamanan dan kenyamanan dalam berlalu lintas bagi pemakai Jalan hal
ini dimungkinkan karena tidak adanya lagi kesesuain perencanaan geoetrik jalan.
Salah satu jalan yang telah tidak sesuai dengan perencanaan geometrik, yang
diindikasikan tidak lagi memenuhi kriteria perencanaan awal geometrik yaitu mampu
memberikan pelayanan lalu lintas secara optimum serta keamanan dan kenyamanan dalam
berlalu lintas bagi pemakai jalan adalah Jalan Majapahit (Ring Road Timur). Pada saat ini
Jalan Majapahit sudah jauh dari fungsi perencanaan geometrik, yaitu adanya kemacetan yang
cukup parah disepanjang Jalan Majapahit ini. . Kemacetan adalah masalah lama yang sampai
saat ini belum dapat ditemukan solusi yang tepat. Untuk itu perlu adanya kerja sama yang
baik antara semua pihak baik dari pemerintah juga pihak lainnya agar masalah ini cepat
terselesaikan dengan sebuah solusi terbaik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah klasifikasi Jalan majapahit?
2. Apasajakah bagian-bagian Jalan Majapahit ?
3. Pelanggaran apasajakah yang tejadi di Jalan Majapahit ?
C. Tujuan Penulisan
1. Bagaimanakah klasifikasi Jalan Majapahit.
2. Apasajakah hambatan yang terjadi di Jalan Majapahit.
3. Apasajakah bagian-bagian Jalan Majapahit.
4. Pelanggaran apasajakah yang tejadi di Jalan Majapahit.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Menambah wawasan mengenai perencanaan geometrik.
b. Menambah wawasan mengenai tata cara perencanaan geoetrik.
c. Menambah pengetahuan tentang macam-macam pelanggaran lalu lintas.
2. Bagi Pemerintah
a. Dapat mengkaji ulang atau memperbaiki Jalan Majapahit.
b. Membantu mencari solusi dalam hal permasalan lalu lintas Majapahit.
c. Menginformasikan apasajakah pelanggran yang banyak terjadi di Jalan Majapahit.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jalan Majapahit (Ring Road Timur)
Tahun 2017, Jalan Ring Road Timur berubah nama menjadi Jalan Majapahit. Pergantian
nama ini melalui Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
166/KEP/2017 tentang Penamaan Jalan Arteri (Ring Road) Yogyakarta.
Dari surat keputusan yang ditandatangi pada 24 Agustus 2017 ini, berisikan pemberian nama
ruas jalan ring road Yogyakarta. Jalan Majapahit dimulai dari Simpang Tiga Janti hingga
Simpang Empat Jalan Wonosari, Ketandan, Banguntapan, Bantul dengan panjang jalan
3,2km.
Perubahan nama jalan arteri atau Ring Road Yogyakarta dijadwalkan diresmikan Selasa
(3/10/2017). Peresmian ini akan dilakukan di Perempatan Jombor, Sleman. Terkait dengan
pemilihan nama kerajaan, menurut Sekda semangat yang dinginkan adalah menghidupkan
lagi nama nama yang dulu pernah mempersatukan nusantara.
B. Pengertian Jalan
Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan mendefinisikan jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali Jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan berdasarkan
UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang diundangkan setelah
UU No 38 mendefinisikan Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu lintas umum, yang berada pada
permukaan tanah, diatas permukaan tanah, di bawah permukaaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
Sedangkan dalam pengertiannya jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas
permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis
konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan
kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan
cepat (Clarkson H.Oglesby,1999).
8
Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan adalah ruang lalu lintas, terminal dan
perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat
pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan serta
fasilitas pendukung.
C. Klasifikasi Jalan
Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam
puluh) kilometer per jam (km/h);
Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter;
Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung
minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di
atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;
Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka
jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan
lambat lainnya;
9
Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi
dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);
Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka
pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur
khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).
Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat
puluh) km per jam.
Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter
Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan
masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintas nya.
Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam
sibuk.
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka
jalan, lampu lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.
Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan
lambat lainnya.
10
Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh)
km per jam.
Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter
Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer
Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga
puluh) km per jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.
11
Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui
jalan ini.
Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintasnya.
Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.
Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
dizinkan pada jam sibuk.
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur
lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder
yang lain.
Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan
lambat lainnya.
Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas
jalan yang lebih rendah.
Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken kecepatan rencana paling rendah 20 (dua
puluh) km per jam.
Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
12
Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah
pemukiman.
Lokasi parkir pada badan jalan-dibatasi.
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan
arteri sekunder.
Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh)
km per jam.
Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 7,5 (tujuh koma lima) meter.
Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di
daerah pemukiman.
Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan dengan
fungsi jalan yang lain.
13
1. Jalan Nasional
Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
2. Jalan provinsi
Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan Jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten
Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan Jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota
Jalan Kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang menghubungkan
antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antara persil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota.
5. Jalan desa
Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
1. Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
14
3. Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah Jalan masuk tidak dibatasi.
D. Bagian-bagian Jalan
Damaja berfungsi sebagai median jalan, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,
saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong,
kelengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
1.) Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja
yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut:
2.) Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak
bebas.
17
Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus sumbu jalan. Pada
potongan melintang jalan dapat terlihat bagian-bagian jalan. Bagian-bagian jalan yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Jalur Lalu-Lintas
Jalur lalu-lintas (travelled way/carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan
yang diperuntukkan untuk lalu-lintas kendaraan. Jalur lalu-lintas terdiri dari beberapa lajur (lane)
kendaraan. Lajur kendaraan adalah bagian dari jalur lalu-lintas yang khusus diperuntukkan untuk
dilewati oleh satu rangkaian kendaraan baik itu beroda empat atau lebih dalam satu arah.
Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara
kendaraan yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.
Makin tinggi kecepatan rencana suatu Jalan maka makin lebar juga lajur lalu lintas yang
dibutuhkan. Untuk Jalan tol daerah perkotaan ditetapkan lebar lajur minimal 3,50 meter,
sedangkan untuk Jalan tol untuk daerah luar kota sekurang-kurangnya 3,60 meter.
Pada jalur lalu-lintas diperlukan suatu kemiringan melintang terutama untuk kebutuhan
drainase Jalan. Kemiringan melintang pada jalan biasanya berkisar antara 2% - 4%. Untuk daerah
tikungan dibutuhkan kemiringan melintang yang berbeda dengan daerah yang alinyemennya
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang bekerja.
18
2. Bahu Jalan
Bahu jalan terletak berdampingan dengan jalur lalu-lintas. Fungsi utama bahu jalan adalah
untuk melindungi bagian utama jalan. Selain itu juga sebagai tempat berhenti sementara bagi
kendaraan-kendaraan yang mogok sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan sebagai
ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan..
Lebar bahu jalan harus ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat dan kemampuan
pembiayaan pembangunan. Bahu jalan harus berada pada ketinggian yang sama dengan tepi
perkerasan jalur lalu-lintas dengan kemiringan melintang 4%. Bahu jalan ada yang diperkeras dan
ada juga yang tidak diperkeras, tergantung dengan kebutuhan.
3. Median
Fungsi utama median adalah untuk memisahkan dua jurusan arus lalu-lintas demi keamanan
dan keselamatan lalu-lintas. Menurut Ketentuan Teknik Tata Cara Pembangunan dan
Pemeliharaan Jalan Tol, Kepmen Kimpraswil Nomor : 353/KPTS/M/2001 tanggal 22 Juni 2001,
median Jalan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Lebar median harus didesain sekurang-kurangnya 5,50 meter untuk daerah luar kota dan
3,00 meter untuk daerah perkotaan, diukur dari garis tepi dalam lajur lalu lintas.
2. Dalam hal dilaksanakan konstruksi bertahap, median harus didesain untuk dapat
menampung penambahan lajur dengan lebar median sekurang-kurangnya 13 meter untuk
daerah luar kota dan 10 meter untuk daerah perkotaan.
3. Untuk median dengan lebar minimum tresebut harus menggunakan pengaman lalu-lintas.
4. Saluran Samping
5. Talud/Kemiringan Lereng
Talud Jalan umumnya dibuat 2H : 1V, tetapi untuk tanah-tanah yang mudah longsor talud jalan
harus dibuat sesuai dengan besarnya landai aman, yang besarnya diperoleh dari perhitungan
kestabilan lereng.
Berdasarkan keadaan tanah pada lokasi Jalan tersebut, talud bisa berupa bronjong, dinding
penahan tanah, lereng bertingkat (berm) ataupun hanya ditutupi dengan rumput saja.
6. Pengaman Tepi
Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan
dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya digunakan di sepanjang jalan yang
menyusuri jurang, pada tanah timbunan dengan tikungan tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi
timbunan lebih besar dari 2,5 meter dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi. Pengaman tepi
bisa berupa guard rail, beton parapet ataupun dari batu kali.
20
BAB III
METODOLOGI
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah peneltian observasi , yang dilakukan pengamatan secara
langsung, untuk keperluan data perencanaan geometrik maupun mengenai pelanggaran yang
terjadi di sepanjang Jalan Majapahit (Ring Road Timur), dengan tahapan :
BAB IV
PEMBAHASAN
Arteri I > 10
II 10
II A 8
Kolektor III A 8
8
III B
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3 – 25
3. Pegunungan G > 25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan Hasil Observasi dan Studi Literatur, Didapatkan bahwa Jalan Majapahit
atau Majapahit masuk kedalam kategori menurut sistem Jalan Arteri Primer,
Menurut status, Jalan Majapahit Majapahit masuk dalam kategori Jalan Nasional.
Menurut fungsinya, Jalan Majapahit masuk kedalam kategori Jalan Arteri. Menurut
Kelas Jalan Majapahit termasuk dalam Jalan Arteri Kelas I dengan jumlah Muatan
Sumbu Terberat (MST) sebesar >10 ton. Menurut Medan Jalan Majapahit masuk
kategori D (Datar).
2. Berdasarkan Pengamatan bahwa bagin-bagian Jalan Majapahit Daerah Manfaat Jalan
(DAMAJA) telah tidak sesuai dengan perencanaan dengan banyaknya ditemukannya
parkir sembarangan pada daerah ini., Daerah Milik Jalan (DAMIJA akan sulit untuk
penyediaan pelebaran jalan, karena banyak dibangun gedung-gedung pertokoan.
3. Pelanggaran yang terjadi di daerah Majapahit ialah, pelanggaran parkir sembarangan ,
dan adanya penempatan rambu yang tidak sesuai dengan fungsinya, serta banyaknya
penghalang Jalan seperti rambu-rambu.
B. Saran
1. Pemerintah dapat lebih ketat untuk izin membangun bangunan disekitar daerah
Majapahit, serta adanya sanksi bagi pelanggar parkir sembarangan.
27
DAFTAR PUSTAKA
[1] Departemen Pekerjaan Umum (1987). ―Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI- 2.3.26.1987‖. Jakarta :
Yayasan Badan Penerbit PU
[2] Direktorat Jendral Bina Marga (1990). ― Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
No. 008/T/BNKT/1990‖. Jakarta
[3] Direktorat JendrSSal Bina Marga (1990). “Petunjuk Perencanaan Marka Jalan
No.012/S/BNKT/1990”. Jakarta
[4] Direktorat Jendral Bina Marga (1992). ―Tata Cara Perencanaan Persimpangan
Sebidang Jalan Perkotaan No. 01/T/BNKT/1992‖. Jakarta
[5] Sukirman, Silvia (1994). ―Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan”. Bandung :
Nova
[6] http://jogja.tribunnews.com/tag/jalan-majapahit
[7] http://jogja.tribunnews.com/2017/10/02/ring-road-yogyakarta-ganti-nama-ternyata-ini-
alasannya
[8] https://id.wikibooks.org/wiki/Penerapan_Geometrik_Jalan_Raya/Kelas_Jalan
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/Pengelompokan_jalan