Anda di halaman 1dari 31

GEOMETRIK JALAN RAYA

TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan laporan tugas perencanaan lengkung horizontal dan lengkung
vertikal jalan raya tepat pada waktunya.
Laporan yang berjudul Tugas Perencanaan Lengkung Horizontal dan
Vertikal Jalan Raya ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah geometrik
jalan raya dan rel sebagai nilai Evaluasi Akhir Semester (EAS) mata kuliah
tersebut. Pada kesempatan yang baik ini, penyusun meminta izin untuk
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu penyusun dalam menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih
terutama kepada:
1. Bapak Cahya Buana, ST., MT. selaku dosen pengajar mata kuliah geometrik
jalan raya dan rel yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penyusun
menuntut ilmu di kelas, saran, bimbingan, serta petunjuk yang diberikan kepada
penyusun selama pengerjaan laporan ini.
2. Bapak Wahyu Herijanto, Ir., MT. selaku dosen transportasi yang telah bersedia
memberikan asistensi kepada penyusun.
3. Bapak Catur Arif Prastyanto, ST. M.Eng. selaku dosen transportasi yang telah
bersedia memberikan asistensi kepada penyusun.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan
bantuan, motivasi, doa, dan semangat hingga terselesaikannya tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari
bentuk, isi, maupun teknik penyajiannya. Oleh sebab itu kritikan yang bersifat
membangun dari berbagai pihak akan penyusun terima dengan senang hati demi
kemajuan penyusun sendiri. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak yang
terlibat, penyusun sampaikan terimakasih.

Surabaya, Juni 2017


Penyusun,

Kelompok 7

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 1


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1


BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
BAB II .................................................................................................................... 4
KAJIAN TEORI ................................................................................................... 4
2.1. Jalan ............................................................................................................. 4
2.2. Elemen Perencanaan .................................................................................. 5
2.3. Bagian-Bagian Jalan ................................................................................... 6
2.4. Jarak Pandang ............................................................................................ 8
2.5. Nilai Kemiringan Melintang Jalan (Super Elevasi, E) ............................ 8
2.6. Alinemen Horizontal................................................................................. 10
2.7. Alinemen Vertikal ..................................................................................... 18
BAB III ................................................................................................................. 23
PERHITUNGAN LENGKUNG HORIZONTAL ............................................ 23
3.1. Koordinat dan  ........................................................................................ 23
3.2. Vd dan Vr .................................................................................................. 24
3.3. Lengkung Peralihan (Ls) ......................................................................... 24
3.4. Lc (Full Circle) .......................................................................................... 25
3.5. Lc dan Ls (Spiral – Circle - Spiral) .......................................................... 26
3.6. Ls (Spiral - Spiral) ..................................................................................... 27
BAB IV ................................................................................................................. 29
PERHITUNGAN LENGKUNG VERTIKAL .................................................. 29
4.1. Koordinat dan Kelandaian ...................................................................... 29
4.2. Kecepatan Rencana (Vd) dan Jarak Pandang (S) ................................. 29
4.3. Lengkung Cembung ................................................................................. 30
4.4. Lengkung Cekung ..................................................................................... 30
4.5. Persyaratan Lengkung Vertikal .............................................................. 30
4.6. Stationing ................................................................................................... 31
LAMPIRAN ......................................................................................................... 31

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 2


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

BAB I
PENDAHULUAN

Publikasi Data Sosial Ekonomi 2016 oleh Badan Pusat Statistik menyebutkan
lebih dari sepuluh ribu desa di Indonesia masih memiliki infrastruktur jalan yang
buruk. Bahkan menurut kondisinya, terdapat lebih dari lima ribu desa/kelurahan
dengan kondisi jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat
sepanjang tahun.
Melihat kondisi tersebut, penyusun, yang selanjutnya disebut sebagai
perencana, berencana untuk membangun sebuah infrastruktur jalan yang baik
sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap Indonesia. Harapannya, infrastruktur
di Indonesia semakin baik dan dapat meningkatkan sektor perekonomian negara.
Dalam mewujudkan proyek infrastruktur jalan tersebut, pertama-tama
perencana perlu menentukan lokasi proyek terlebih dahulu. Kemudian
menentukan sistem jaringan jalan, fungsi jalan, dan tipe jalan yang akan dibangun.
Setelah semua hal di atas ditentukan, barulah perencana dapat melakukan
perhitungan perencanaan geometrik jalan berupa lengkung horizontal dan vertikal
sesuai dengan standar Bina Marga.
Lokasi proyek berada di daerah pantai selatan, tepatnya di Kabupaten Blitar.
Proyek jalan sekitar lima kilometer ini bertujuan untuk menghubungkan dua
pantai di daerah Bululawang, Blitar. Sebab sangat disayangkan, pemandangan
pantai yang sungguh indah di kawasan tersebut belum terjamah dikarenakan
adanya kendala akses kendaraan. Harapannya, dengan adanya jalan yang
menghubungkan, kedua pantai tersebut dapat menjadi destinasi wisata baru dan
nantinya perekonomian di daerah Bululawang, Blitar dapat meningkat. Dengan
meninjau lokasi dan tujuan pembangunan proyek, didapatkan beberapa data awal
proyek sebagai berikut:
Lokasi Proyek : Kecamatan Bululawang, Kabupaten Blitar.
Tipe Jalan : 2/2UD
Sistem Jaringan dan Fungsi Jalan : Arteri Primer
Status Jalan : Jalan Nasional
Kelas Jalan : Jalan Raya

*gambar proyek terlampir

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 3


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Jalan
Beberapa hal yang perlu ditentukan terlebih dahulu, mengenai
pengelompokan jalan yang akan direncanakan dalam perencanaan geometri
jalan raya sesuai dengan UU no 38/2004, PP No 15/2005 dan RPP Jalan
adalah sebagai berikut:
1. Sistem jaringan jalan
2. Fungsi jalan
3. Status jalan
4. Kelas jalan

2.1.1. Sistem Jaringan Jalan


Penentuan sistem jaringan jalan disusun mengikuti perencanaan
tata ruang dan memperhatikan keterhubungan antarkawasan. Dalam
hal ini, perencana mengambil kawasan pantai selatan lebih tepatnya di
Kabupaten Blitar dengan tujuan menghubungkan dua pantai, guna
meningkatkan perekonomian melalui bidang kepariwisataan di daerah
tersebut. Dengan tujuan tersebut, didapatkan sistem jaringan jalan
berupa jalan primer.

2.1.2. Fungsi Jalan


Karena jalan yang direncanakan menghubungkan antara pusat
kegiatan nasional dan pusat kegiatan wilayah, maka dapat diketahui
bahwa fungsi jalan dari perencanaan tersebut adalah termasuk jalan
arteri.

2.1.3. Status Jalan


Status jalan dapat diketahui dari sistem jaringan dan fungsi jalan.
Status jalan dari perencanaan jalan ini adalah jalan nasional, yaitu
jalan yang pengelolaan dan dan wewenangnya berada di tingkat
nasional.

2.1.4. Kelas Jalan


Kelas Jalan dari perencanaan ini adalah jalan raya dengan lebar
jalan 11 meter dan tipe jalan 2/2 UD.

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 4


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

2.2. Elemen Perencanaan


Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi desain alinemen horizontal,
antara lain kendaraan, overhang, radius putar, dan radius putar overhang.
2.2.1. Kendaraan Rencana
Jenis kendaraan rencana beserta komponen-komponen desainnya
ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.

Tabel 2.1. Kendaraan Rencana


Radius Putar Radius
Kategori Dimensi Kend. (cm) Tonjolan (cm)
(cm) Tonjolan
Kendaraan
Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks (cm)
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370

Gambar 2.1. Kendaraan Rencana

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 5


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

2.2.2. Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam
kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang dan pengaruh
samping jalan yang tidak berarti. Besarnya kecepatan rencana
tergantung pada kelas jalan dan kondisi medan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kecepatan Rencana


Kecepatan Rencana, Vd (km/jam)
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30
Dengan fungsi jalan arteri dan medan yang berbukit (dapat dilihat di
peta perencanaan), didapat kecepatan rencana, Vd yakni 60 km/jam.

2.3. Bagian-Bagian Jalan


Dalam UU jalan No 38/2004, cross section jalan meliputi 3 (tiga) bagian
yang tak terpisahkan, yaitu:
1. RUMAJA (Ruang Manfaat Jalan)
2. RUMIJA (Ruang Milik Jalan)
3. RUWASJA (Ruang Pengawasan Jalan)

2.3.1. Ruang Manfaat Jalan


Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang
dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan
oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri yang terdiri dari; badan jalan, saluran
tepi, dan ambang pengamannya. Ruang manfaat jalan hanya
diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu
jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan
dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan
pelengkap lainnya. Lebih jelas mengenai ruang manfaat jalan dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

2.3.2. Ruang Milik Jalan


Beberapa hal yang dapat menjelaskan definisi tentang ruang milik
jalan adalah sebagai berikut:

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 6


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

 Ruang milik jalan terdiri dari RUMAJA dan sejalur tanah tertentu
di luar ruang manfaat jalan.
 Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi
oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
 Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan dan
pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian
hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
 Sejalur tanah tertentu dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka
hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan.

Syarat dimensi ruang milik jalan minimal adalah sebagai berikut:


 Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter.
 Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter.
 Jalan sedang 15 (lima belas) meter.
 Jalan kecil 11 (sebelas) meter.
Lebih jelas mengenai ruang milik jalan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

2.3.3. Ruang Pengawasan Jalan


Beberapa hal yang dapat menjelaskan definisi tentang ruang
pengawasan jalan adalah sebagai berikut:
 Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang
milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan
penyelenggara jalan.
 Ruang pengawasan jalan diperuntukan bagi pandangan bebas
pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan
fungsi jalan.
 Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan diluar
ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.

Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan
jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling rendah sebagai berikut:
 Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter.
 Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter.
 Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.
 Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.
 Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.
 Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter.
 Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.
 Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
 Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 7


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

Lebih jelas mengenai ruang pengawasan jalan dapat dilihat pada


Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Bagian-Bagian Jalan

2.4. Jarak Pandang


Ada dua macam jarak pandang, yakni jarak pandang henti (JPH) dan jarak
pandang menyiap (JPM). Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh
pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat
adanya rintangan pada lajur yang dilaluinya. Sedangkan jarak jandang
menyiap (JPM) adalah jarak minimum di depan kendaraan yang direncanakan
harus dapat dilihat pengemudi agar proses menyiap (mendahului) kendaraan
di depannya dapat dilakukan tanpa terjadi tabrakan dengan kendaraan dari
arah yang berlawanan. Penentuan penggunaan jarak pandang berdasarkan tipe
jalan. Untuk jalan selain 2/2 UD menggunakan jarak pandang henti (JPH)
dalam perhitungan alinemen horizontal maupun vertikal. Sedangkan untuk
jalan dengan tipe 2/2 UD harus menggunakan jarak pandang menyiap (JPM)
untuk perhitungan alinemen horizontal maupun vertikal.

2.5. Nilai Kemiringan Melintang Jalan (Super Elevasi, E)


Dalam perancangan alinemen horisontal, ketajaman lengkung horisontal
dapat dinyatakan dengan jari-jari lengkung atau dengan derajat kelengkungan.
Derajat lengkung (D) adalah besarnya sudut lengkung yang menghasilkan
panjang busur lingkaran sebesar 25 m (100 ft) atau seperti yang terlihat pada
Gambar 5.1.

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 8


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7
25 m

R R

o
D

Gambar 5.1. Hubungan antara jari-jari (R) dengan derajat lengkung (D)

25
D  360 0
2 R
1432 .39
D (5.1)
R
dimana:
D = derajat lengkung, o
R = jari-jari lengkung, m
Pada Persamaan 5.1 terlihat bahwa besarnya jari-jari dan derajat lengkung
adalah berbanding terbalik.

Berdasarkan Persamaan 5.2, R minimum akan terjadi pada kondisi e


maksimum dan f maksimum. Sedangkan pada Persamaan 5.1 terlihat bahwa
besarnya jari-jari dan derajat lengkung adalah berbanding terbalik. Sehingga
rumusan matematisnya adalah sebagai berikut:
V2
e f  V2
127 R  R
127 e  f 
V2
Rmin  (5.2)
127 emaks  f maks 
1432 .39
karena D maka :
R
181913 ,53 emaks  f maks 
Dmaks  2
(5.3)
VD
e  e  f   f D  (5.4)

e  f   emaks  f maks  
D
 emaks= 8% (kota) dan 10% (luar kota)
Dmaks
(5.5)
f maks  0.00065  VD  0.192  untuk VD < 80 km/jam (5.6)
f maks  0.00125  VD  0.24  untuk VD > 80 km/jam (5.7)

TUGAS PERENCANAAN LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA 9


KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

2
 D 
f1  M o     D  tg  1  D < Dp (5.8)
 Dp 
2
 D D 
f 2  M o   maks   h  D  D p   tg  2  D > Dp (5.9)
D 
 maks  D p
tg  2  tg  1
M o  Dp  Dm aks  Dp   (5.10)
2 Dm aks
181913 .53  emaks
Dp  2
VR
V R  80 % s/d 90 %   V D
h
tg  1  (5.11)
Dp
f maks  h
tg  2  (5.12)
Dmaks  D p
2
VD
h  emaks  2
 emaks (5.13)
VR

2.6. Alinemen Horizontal


Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang
kertas (peta). Trase jalan terdiri dari garis (tangen) dan garis lengkung.
Tangen dibedakan menurut arah angka (azimuth), dan antara dua tangen yang
berpotongan dihubungkan oleh garis lengkung yang berupa busur lingkaran
uang berfungsi sebagai busur peralihan antara azimuth satu dengan yang lain.

2.6.1. Perhitungan Panjang Lengkung Peralihan, Ls (Length Of Spiral)


Lengkung peralihan atau sering disebut lengkung spiral merupakan
lengkung spiral clothoid. Radius pada spiral clothoid diawali dari
radius yang terhingga sampai dengan radius yang merupakan radius
lingkaran.
Sesuai dengan nama peralihan, fungsi dari lengkung spiral adalah
untuk mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari betuk lurus
dengan R tak terhingga sampai pada bentuk lengkung dengan R tetap
atau untuk menuntun kendaraan dari posisi kemiringan normal (jalan
lurus) ke kemiringan alinemen horisontal (tikungan) sebagaimana
fenomena keimbangan gaya yang diakibatkan adanya gaya sentrifugal.
Perhitungan lengkung peralihan, Ls adalah sebagai berikut:

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 10

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

1. Berdasarkan Waktu Tempuh di Lengkung Peralihan


Vd  t
Ls 
3.6
dimana:
Vd = kecepatan rencana, km/jam
t = waktu tempuh di lengkung peralihan, detik (= 3 detik)

2. Berdasarkan Landai Relatif


Ls  e  en   B  mmaks
dimana:
Ls = panjang lengkung peralihan, m
e = superelevasi, %
en = kemiringan melintang normal, %
B = lebar jalur per arah, m
mmaks = landai relatif maksimum
AASHTO 1990 Bina Marga (Luar Kota)
Kec. Kelandaian Kec. Kelandaian
Rencana relatif maks, Rencana relatif maks,
(km/jam) mmaks (km/jam) mmaks
32 33 20 50
48 150 30 75
64 175 40 100
80 200 50 115
88 123 60 125
96 222 80 150
104 244 100
112 250

3. Berdasarkan Rumus Modifikasi Shortt


V3 Ve
Ls  0.022  2.727
RC C
dimana:
Ls = panjang lengkung peralihan, m
V = kecepatan rencana, km/jam
R = jari-jari tikungan, m
C = perubahan percepatan, m/dt3 (0.3 – 0.9 m/dt3)
e = superelevasi, %

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 11

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

4. Berdasarkan Tingkat Pencapaian Perubahan Kelandaian


e  en  Vd
Ls  m aks
3.6  re
dimana:
Ls = panjang lengkung peralihan, m
Emaks = superelevasi maksimum, %
en = kemiringan melintang normal, %
Vd = kecepatan rencana, km/jam
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan,
= 0.035 m/m/detik untuk Vd ≤ 70 km/jam
= 0.025 m/m/detik untuk Vd ≥ 80 km/jam

Dari ke-empat persamaan tersebut, panjang lengkung peralihan, Ls


yang digunakan untuk perencanaan adalah Ls dengan nilai yang
terbesar.
Panjang lengkung peralihan Ls tersebut adalah untuk jalan 2 lajur 2
arah, sedangkan panjang Ls untuk jalan yang lebih dari 2 lajur 2 arah
adalah:
 Jalan 4 lajur 2 arah  Ls (4 lajur) = 1.5 x Ls (2 lajur)
 Jalan 6 lajur 2 arah  Ls (6 lajur) = 2.0 x Ls (2 lajur)

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 12

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

2.6.2. Perhitungan Alinemen Horizontal


Ada 3 bentuk alinemen horisontal, antara lain:
1. Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (full circle)
2. Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan (spiral –
circle – spiral)
3. Lengkung Peralihan (spiral – spiral)

2.6.2.1. Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (full circle)


Lengkung full circle pada umumnya hanya dapat
digunakan jika jari-jari tikungan R yang direncanakan besar
dan nilai superelevasi e lebih kecil dari 3%. Bentuk lengkung
dapat dilihat pada Gambar 5.2.

TC PI
E
TC Lc CT

 
R R

Gambar 5.2. Bentuk lengkung full circle

Parameter lengkung full circle :


1 
Tc  R  tg    (5.5)
2 
R
E R (5.6)
1 
cos   
2 
 
Lc   R (5.7)
 180 
dimana:
Tc = Panjang tangen dari PI (Point of Intersection), m
= titik awal peralihan dari posisi lurus ke lengkung
R = jari-jari alinemen horisontal, m
 = sudut alinemen horisontal, o

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 13

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

E = jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat lingkaran, m


Lc = panjang busur lingkaran, m

Berdasarkan rumusan di atas, tidak dijumpai adanya


panjang lengkung peralihan. Padahal lengkung tersebut
sangat penting pada alinemen horisontal. Karena bentul
lengkungnya adalah full circle, maka pencapaian superelevasi
dilakukan pada bagian lurus dan lengkung. Sehingga
lengkung peralihan pada lengkung full circle sering disebut
panjang lengkung peralihan fiktif. Bina Marga menetapkan
3/4 Ls berada pada bagian lurus sisinya pada bagian lengkung.
Sedangkan AASHTO menetapkan 2/3 Ls pada bagian lurus
sisinya pada bagian lengkung. Bentuk diagram superelevasi
full circle dengan as jalan sebagai sumbu putar dapat dilihat
pada Gambar 5.3.

BINA MARGA

en = 2% en = 2%
e

TC TC
SC CS
3/4 Ls 1/4 Ls 1/4 Ls 3/4 Ls
Lc

a. Bina Marga
AASHTO

en = 2% en = 2%
e

TC TC
SC CS
2/3 Ls 1/3 Ls 1/3 Ls 2/3 Ls
Lc

b. AASHTO
Gambar 5.3. Diagram Superelevasi Lengkung Full Circle

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 14

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

2.6.2.2. Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan


(spiral – circle – spiral)
Lengkung spiral – circle – spiral pada umumnya
digunakan jika nilai superelevasi e ≥ 3% dan panjang Lc > 25
meter. Bentuk lengkung dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Ts

E
Xs Ys
p SC CS
Lc
k
s s
Ls R R Ls

ST
Ts

Gambar 5.3. Bentuk Lengkung Spiral – Circle – Spiral

Parameter lengkung spiral – circle – spiral:


90 Ls
s  (5.8)
 R

Lc 
  2 s    R
(5.9)
180
Ls 2
p  R 1  cos s  (5.10)
6R
Ls 3
k  Ls   R  sin s (5.11)
40 R 2
1 
Ts  R  p   tg     k (5.12)
2 

E
R  p   R
(5.13)
1 
cos  
2 
 Ls 2 

Xs  Ls 1   (5.14)
 40  R
2

Ls 2
Ys  (5.15)
6R

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 15

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

dimana:
s = sudut spiral pada titik SC
Ls = panjang lengkung spiral
R = jari-jari alinemen horisontal, m
 = sudut alinemen horisontal, o
Lc = panjang busur lingkaran, m
Ts = jarak titik Ts dari PI, m
= titik awal mulai masuk ke daerah lengkung
E = jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat lingkaran, m
Xs, Ys = koodinat titik peralihan dari spiral ke circle (SC), m
Bentuk diagram super-elevasi dapat dilihat pada Gambar 5.5.

BINA MARGA

2% 2%
e

TS SC CS ST

Ls Lc Ls
a. Bina Marga
AASHTO

2% 2%
e

TS SC CS ST

Ls Lc Ls

b. AASHTO
Gambar 5.5. Diagram Superelevasi Lengkung Spiral – Circle –
Spiral

2.6.2.3. Lengkung Peralihan (spiral – spiral)


Lengkung spiral – spiral pada umumnya digunakan jika
nilai superelevasi e ≥ 3% dan panjang Lc ≤ 25 meter. Bentuk
lengkung dapat dilihat pada Gambar 5.6.

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 16

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

Ts

E
p SC=CS
k
s s
Ls R R Ls

ST
TS

Gambar 5.6. Bentuk Lengkung Spiral – Spiral

Parameter lengkung spiral – spiral:


1
s   (5.16)
2
Ls 2
p  R 1  cos s  (5.17)
6R
Ls 3
k  Ls   R  sin s (5.18)
40 R 2
Ts  R  p   tg s   k (5.19)

E
R  p   R (5.20)
cos s

Besarnya Ls pada tipe lengkung ini adalah didasarkan


pada landai relatif minimum yang disyaratkan (cara 2).
Bentuk matematisnya seperti pada persamaan 3.2 adalah:
Lsmin imum  e  en   B  mmaks
dimana:
s = sudut spiral pada titik SC=CS
Ls = panjang lengkung spiral
R = jari-jari alinemen horisontal, m
 = sudut alinemen horisontal, o
Ts = jarak titik Ts dari PI, m
= titik awal mulai masuk ke daerah lengkung
E = jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat lingkaran, m

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 17

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

Bentuk diagram super-elevasi dapat dilihat pada Gambar 5.7.


BINA MARGA

e%

en = 2% en = 2%
e%

TS SC=CS ST

Ls Ls
a. Bina Marga
AASHTO

e%

en = 2% en = 2%
e%

TS SC=CS ST

Ls Ls
b. AASHTO
Gambar 5.7. Diagram Superelevasi Lengkung Spiral – Spiral

2.7. Alinemen Vertikal


Alinemen vertikal atau biasa juga disebut penampang melintang jalan
didefinisikan sebagai perpotongan antara potongan bidang vertikal dengan
badan jalan arah memanjang (Sukirman, 1994). Formula lengkung vertikal
diturunkan dengan asumsi sebagai berikut:
a. Panjang lengkung vertikal bukan merupakan panjang busur, tapi panjang
proyeksi busur terhadap bidang datar.
2
b. Perubahan garis singgung adalah konstan sebesar d Y  r (konstan)
2
dx
A = g1 - g2
A = perbedaan aljabar kelandaian
Ev = jarak vertikal titik PPV ke bagian lengkung di bawah/di atasnya.
Jika dilihat dari bentuknya, lengkung vertikal dibagi menjadi 2 macam,
yaitu:
1. Lengkung Vertikal Cembung
2. Lengkung Vertikal Cekung

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 18

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

Untuk memudahkan mengingatnya, lengkung vertikal cekung adalah


lengkung yang menghasilkan Ev = (-) atau kurva lengkung berada di atas titik
potong.

2.7.1. Lengkung Vertikal Cembung


Perencanaan lengkung vertikal cembung didasarkan pada dua
kondisi, yaitu:
1. Jarak Pandangan Berada di Dalam Daerah Lengkung (S<L)
PPV
g2
g1 E h2

h1
PLV
d1 d2

AS2
L

100 2h1  2h 2 2
Menurut Bina Marga, untuk desain berdasarkan jarak pandang
henti, besarnya nilai h1 diambil dari tinggi mata pengemudi yang
terendah (terkritis) yaitu sebesar 120 cm dan besarnya nilai h2
diambil dari tinggi obyek penghalang yaitu sebesar 10 cm.
Sedangkan jika desain berdasarkan jarak pandang menyiap,
besarnya h2 diambil sebesar 120 cm. Nilai ini sebenarnya bisa lebih
besar lagi karena sebenarnya pengemudi masih bisa melihat tinggi
atap kendaraan yang akan didahului. Namun untuk keamanan
ditetapkan h2 sebesar 120 cm.

2. Lengkung Berada di Dalam Jarak Pandangan (S>L)

PPV
g1 g2

h1 PLV L/2 PTV h2


L

S
100h1/g1 L/2 100h2/g2

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 19

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

L  2S 

200 h1  h 2 2
A
Dimensi panjang lengkung vertikal akan memepengaruhi proses
pengaliran air (drainase) di tepi jalan tersebut. Untuk itu, selain
adanya perhitungan dimensi panjang di atas, juga perlu diberikan
batasan-batasan yang cukup untuk mengakomodasi keperluan
drainase jalan. Sebagai syarat drainase panjang lengkung vertikal
diharapkan tidak melebihi nilai 50A (L<50A).
Selain syarat drainase, syarat lain yang harus diperhatikan dalam
mendisain panjang lengkung vertikal adalah syarat kenyamanan
yang besarnya tergantung pada kecepatan rencana. Lengkung
vertikal cembung harus memenuhi syarat kenyamanan sebesar
minimal dapat ditempuh dalam 3 detik perjalanan dengan
menggunakan kecepatan rencana.

2.7.2. Lengkung Vertikal Cekung


Secara umum, lengkung vertikal cekung dibagi menjadi dua
macam, yaitu;
1. Berdasarkan Penyinaran Lampu Kendaraan
a. Lengkung Vertikal Berdasarkan Jarak Penyinaran Lampu (S<L)
AS2
L
120  3.50S

S B

1o B'
1o

60cm A/100
O V D D
L

b. Lengkung Vertikal Berdasarkan Jarak Penyinaran Lampu (S>L)


120  3.5S
L  2S 
A
S

B'
1o
B

1o
60cm A/100

O V D D
L/2 S-L/2

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 20

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

2. Berdasarkan Jarak Pandangan Bebas di Bawah Jembatan


a. Lengkung Vertikal Berdasarkan Jarak Pandangan Bebas di bawah
Jembatan (S<L)
Asumsi: titik PPV berada tepat berada di bawah jembatan.

AS2
L
3480

b. Lengkung Vertikal Berdasarkan Jarak Pandangan Bebas di bawah


Jembatan (S>L)
Asumsi: titik PPV berada tepat berada di bawah jembatan.

3480
L  2S 
A

Selain berdasarkan pada pertimbangan jarak pandang dan jarak


penyinaran lampu, persyaratan panjang lengkung vertikal cekung juga
harus memenuhi bebrapa persyaratan lain, yaitu:
1. Bentuk Visual
Untuk mengurangi ketidaknyamanan pengemudi akibat adanya
gaya sentrifugal dan gravitasi, maka panjang lengkung vertikal
cekung tidak boleh kurang dari nilai L berikut:

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 21

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

AV 2
L dimana:
380
V = kecepatan rencana, km/jam
A = perbedaan aljabar landai
L = panjang lengkung vertikal cekung

2. Kenyamanan Mengemudi
Untuk menghindari terlalu pendeknya panjang lengkung vertikal
akibat perbedaan kelandaian yang terlalu kecil, maka panjang
lengkung vertikal cekung disyaratkan minimal dapat ditempuh
dalam 3 detik dengan menggunakan kecepatan rencana (>3 detik
perjalanan).

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 22

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

BAB III
PERHITUNGAN LENGKUNG HORIZONTAL

3.1. Koordinat dan 


Koordinat yang digunakan merupakan titik-titik yang diperoleh dari
perpotongan rencana jalan dengan garis kontur yang digunakan. Koordinat
yang digunakan mengandung absis, dan axis.

Koordinat (UTM)
No. Titik
x y
1 Awal 625540,4 9081969,12
2 A 625495,56 9081692,81
3 B 625429,16 9081582,43
4 C 625417,38 9081317,08
5 D 625406,18 9081250,77
6 E 625150,96 9080588,05
7 F 624941,39 9080478,08
8 G 624953,42 9080831,88
9 H 625017,85 9080256,71
10 I 624984,49 9080146,23
11 J 624940,35 9080113,18
12 K 624874,23 9080102,31
13 L 624807,97 9080036,16
14 M 624807,87 9080002,99
 merupakan sudut yang dibentuk antara titik A, B, dan C (sudut pada B).
Bisa diperoleh dengan bantuan garis azimuth.

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 23

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

3.2. Vd dan Vr
Vd adalah kecepatan rencana yang direncanakan sesuai dengan kelas fungsi
jalan. Sedangkan Vr merupakan kecepatan rencana yang sudah dikali dengan
koofisien keselamatan (safety factor).
Pada desain jalan digunakan Vd untuk menghitung sedangkan Vr digunakan
sebagai batas maksimum kecepatan berkendara di lapangan. Dalam desain ini
direncanakan Vd sekitar 40-60 km/jam tergantung kemiringan jalannya.
Sedangkan Vr dapat diperoleh dari rumus: Vr = 0.85 Vd

3.3. Lengkung Peralihan (Ls)


Dalam menghitung lengkung peralihan (Ls), terdapat parameter e. Super
elevasi atau e, merupakan kemiringan melintang jalan. Menurut Bina Marga,
harga emaks adalah 10%. Dalam menghitung harga e ada beberapa parameter
yang harus diperoleh terlebih dahulu. Yang pertama yaitu fmaks yang dihitung
dengan rumus:
f maks  0.00065VD  0.192
Harga fmaks ada di kisaran 0.153 - 0.166. Kemudian menghitung Dmaks yang
diperoleh dengan rumus:
181913 .53 e maks  f maks 
D maks  2
VD
Harga Dmaks ada di kisaran 12.785 - 30.243. Kemudian menghitung Dp yang
diperoleh dengan rumus:
181913 .53  em aks
Dp  2
VR
Harga Dp ada di kisaran 6.994 - 15.736. Kemudian menghitung D yang
diperoleh dengan rumus:
1432.39
D
R
Harga D ada di kisaran 12.176. Kemudian menghitung (e+f) yang diperoleh
dengan rumus:
e  f   emaks  f maks   D
Dmaks
Harga (e+f) ada di kisaran 0.241 - 0.253. Kemudian menghitung h yang
diperoleh dengan rumus:
2
VD
h  emaks  2
 emaks
VR
Harga h keseluruhan yaitu 0.038. Kemudian menghitung tan 1 yang
diperoleh dengan rumus:

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 24

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

h
tg  1 
Dp
Harga tg 1 ada di kisaran 0.001 - 0.003. Kemudian menghitung tg 2 yang
diperoleh dengan rumus:
f h
tg  2  maks
Dmaks  D p
Harga tg 2 ada di kisaran 0.009 – 0.02. Kemudian menghitung Mo yang
diperoleh dengan rumus:
tg  2  tg  1
M o  Dp  Dm aks  Dp  
2 Dm aks
Harga Mo ada di kisaran 0.026 - 0.028. Kemudian menghitung e yang
diperoleh dengan rumus:
e  e  f   f D 

Dari rumus tersebut diperoleh harga e keseluruhan sebesar 0,1. Setelah


menghitung e, barulah dapat menghitung Ls. Terdapat 4 cara dalam
menghitung Ls, tetapi harga Ls yang digunakan adalah harga Ls yang paling
besar di antara 4 hasil perhitungan tersebut.
Cara 1 (Berdasarkan Waktu Tempuh di Lengkung Peralihan):
Vd  t
Ls 
3.6
Cara 2 (Berdasarkan Landai Relatif):
Ls  e  en   B  mmaks
Cara 3 (Berdasarkan Rumus Modifikasi Shortt):
V3 Ve
Ls  0.022  2.727
RC C
Cara 4 (Berdasarkan Tingkat Pencapaian Perubahan Kelandaian):
e  e  Vd
Ls  m aks n
3.6  re
B adalah lebar jalur per arah. Pada rumus di cara 3, terdapat C yaitu
perubahan kecepatan. Pada perhitungan ini digunakan harga C sebesar 0.4
m/dt3. Dari perhitungan tersebut diperoleh Ls di kisaran 47.889 - 60.167.

3.4. Lc (Full Circle)


Full circle adalah lengkung yang berbentuk lingkaran saja. Lc pada full
circle adalah panjang mulai hingga beraknirnya lengkung lingkaran. Full circle
hanya dapat digunakan jika jari-jari tikungan R yang direncanakan besar dan

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 25

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

nilai superelevasi e lebih kecil dari 3%. Berikut adalah beberapa parameter
yang harus dihitung untuk merencanakan lengkung full circle.

1 
Tc  R  tg   
2 
R
E R
1 
cos   
2 

 
Lc   R
 180 
Pada perencanaan jalan ini, tidak ada lengkung yang menggunakan jenis full
circle.

3.5. Lc dan Ls (Spiral – Circle - Spiral)


SCS adalah gabungan lengkung bentuk spiral dan circle. Lc adalah panjang
lengkung lingkaran, sedangkan Ls adalah panjang lengkung spiral. Lengkung
spiral – circle – spiral pada umumnya digunakan jika nilai superelevasi e ≥ 3%
dan panjang Lc > 25 meter. Sedangkan Ls menggunakan rumus yang sudah
dibahas di poin 5 pada bab kajian teori.
Sebagai contoh perhitungan untuk titik Awal-A-B digunakan lengkung jenis
SCS. Lc yang dipakai 308,261 m, Ls yang dipakai 60.197 m. Dalam
merencanakan lengkung SCS ada beberapa parameter yang harus diketahui Hal
pertama yang harus dihitung yaitu θs dengan menggunakan rumus:
90 Ls
s 
 R
Didapatkan hasil 14.666. Kemudian menghitung Lc dengan menggunakan
rumus:
Lc 
  2 s    R
180
Nilai Lc didapatkan -58.145. Karena jarak merupakan positif maka harga Lc
sebesar 58.145. Kemudiang menghitung Xs dengan menggunakan rumus:
 Ls 2 
Xs  Ls 1  
2 
 40  R 
Nilai Xs didapatkan 59.803. Kemudian menghitung Ys dengan menggunakan
rumus:
Ls 2
Ys 
6R

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 26

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

Nilai Ys didapatkan 5.134. Kemudian menghitung p dengan menggunakan


rumus:
Ls 2
p  R 1  cos s 
6R
Nilai p didapatkan 1.297. Kemudian menghitung k dengan menggunakan
rumus:
Ls 3
k  Ls   R  sin s
40 R 2
Nilai k didapatkan 30.005. Kemudian menghitung Ts dengan menggunakan
rumus:
1 
Ts  R  p   tg     k
2 
Nilai Ts didapatkan 31.044. Kemudian menghitung E dengan menggunakan
rumus:

E
R  p   R
1 
cos  
2 
Nilai E didapatkan 1.302.

3.6. Ls (Spiral - Spiral)


SS adalah lengkung berbentuk dua spiral. Ls adalah panjang lengkung
spiral. Lengkung spiral – spiral pada umumnya digunakan jika nilai
superelevasi e ≥ 3% dan panjang Lc ≤ 25 meter. Perhitungan Ls menggunakan
rumus yang sudah dibahas pada kajian teori.
Sebagai contoh untuk titik D-E-F digunakan lengkung jenis SS. Ls yang
dipakai 55.069 m. Dalam merencanakan lengkung SS ada beberapa parameter
yang harus diketahui. Hal pertama yang harus dihitung yaitu θs dengan
menggunakan rumus:
1
s  
2
Nilai didapatkan 20.617. Kemudian menghitung p dengan menggunakan
rumus:
Ls 2
p  R 1  cos s 
6R
Nilai p didapatkan 1.625. Kemudian menghitung k dengan menggunakan
rumus:
Ls 3
k  Ls   R  sin s
40 R 2

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 27

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

Nilai k didapatkan 27.398. Kemudian menghitung Ts dengan menggunakan


rumus:
Ts  R  p   tg s   k
Nilai Ts didapatkan 57.988. Kemudian menghitung E dengan menggunakan
rumus:
E
R  p   R
cos s
Nilai E didapatkan 7.191. Kemudian menghitung Lsmin dengan menggunakan
rumus:
Lsmin imum  e  en   B  mmaks
Nilai Lsmin didapatkan 55.069.

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 28

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

BAB IV
PERHITUNGAN LENGKUNG VERTIKAL

4.1. Koordinat dan Kelandaian


Koordinat yang digunakan merupakan titik-titik yang diperoleh dari
perpotongan rencana jalan dengan garis kontur yang digunakan. Koordinat
yang digunakan mengandung absis, axis, dan elevasi.

Koordinat (UTM)
No. Titik
x y z
1 Awal 625406.18 9081250.77 20
2 A 625339.55 9081062.98 19
3 B 625317.37 9081007.76 19
4 C 625295.18 9080952.53 20
5 D 625261.92 9080875.23 19
6 E 625239.70 9080808.95 18
7 F 625195.33 9080698.50 17

Kemudian dari koordinat tersebut dapat diketahui kemiringan atau gradien


jalannya menggunakan rumus berikut:
y
g(%)  100
x

Dari perubahan gradien yang berurutan dapat diperoleh kelandaian jalan


berupa lengkung cembung atau lengkung cekung;
Ev = g1 - g2
Apabila Ev berinilai positif maka terkategori sebagai lengkung cembung,
sebaliknya apabila Ev bernilai negatif maka merupakan lengkung cekung.

4.2. Kecepatan Rencana (Vd) dan Jarak Pandang (S)


Kelandaian maksimal standar yang digunakan adalah 5% dan kelandaian
maksimal mutlak 9%. Kecepatan rencana yang dipilih adalah 60 km/jam dan
tergolong jalan luar kota. Sehingga kelandaian maksimal standar jarak
pandangan menyiap untuk minimum desain yaitu 250 m untuk kecepatan
rencana 60 km/jam. Jarak pandang yang digunakan yakni jarak pandang
menyiap karena jalan merupakan 2/2 UD.

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 29

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

4.3. Lengkung Cembung


Dalam perhitungan lengkung horizontal, titik A, D, dan E merupakan titik
lengkung cembung. Sehingga dalam menghitung panjang lengkung L nya
menggunakan rumus lengkung cembung untuk jarak pandang menyiap (JPM).
AS2
Setelah dihitung menggunakan rumus S<L yaitu L  dan rumus S>L
960
960
yaitu L  2S  , kemudian dibandingkan dengan nilai S (250 m), dapat
A
dilihat nilai L yang memenuhi syarat dari rumusnya. L yang memenuhi
tersebut ditetapkan sebagai L, walau selanjutnya harus dicek dengan
persyaratan berikutnya. (Tabel terlampir)

4.4. Lengkung Cekung


Dalam perhitungan lengkung horizontal, titik B, C, dan F merupakan titik
lengkung cekung. Sehingga dalam menghitung panjang lengkung L nya
menggunakan rumus lengkung cekung untuk jarak pandang berdasarkan
penyinaran lampu kendaraan. Setelah dihitung menggunakan rumus S<L yaitu
AS2 120  3.5S
L dan rumus S>L yaitu L  2S  , kemudian
120  3.50S A
dibandingkan dengan nilai S, dapat dilihat nilai L yang memenuhi syarat dari
rumusnya. L yang memenuhi tersebut ditetapkan sebagai L, walau selanjutnya
harus dicek dengan persyaratan berikutnya. (Tabel terlampir).

4.5. Persyaratan Lengkung Vertikal


Untuk jenis lengkung cekung memiliki dua syarat L minimum berdasarkan
AV 2
bentuk visual dengan rumus L
dan berdasarkan kenyamanan
380
mengemudi dengan rumus L = 0.833Vd. Sedangkan untuk lengkung cembung
hanya terdapat satu syarat L minimum berdasarkan kenyaman mengemudi
dengan rumus L= 0.833Vd. Namun, panjang lengkung cembung dibatasi syarat
drainase yaitu L<50A. L maksimum hanya berlaku untuk perhitungan
lengkung cembung.
Dalam perhitungan lengkung cembung, L yang digunakan adalah Lmax,
kecuali titik D yang menggunakan L lebih kecil dari Lmax yaitu 84 m, karena
mempertimbangkan kepentingan akomodasi drainase jalan.

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 30

KELOMPOK 7
GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS PERENCANAAN
LENGKUNG HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN RAYA
KELOMPOK 7

4.6. Stationing
Stationing PLV, PPV, dan PTV harus dicari terlebih dahulu dengan
menggunakan rumus:
Sta PPV = jarak antar koordinat
Sta PLV = PPV - 0.5L
Sta PTV = PPV + 0.5L
dengan L merupakan L pakai yang sudah memenuhi syarat-syarat tersebut di
atas. Setelah menghitung titik-titik PLV, PPV, PTV, kemudian menghitung
nilai elevasi baru di titik-titik tersebut.

El. PPV = elevasi awal (z)


PPV - PLV
El. PLV  Z
PPV
0.5Z n 1
El. PTVn   El.PPVn
PPVn  PPVn 1
Langkah selanjutnya yaitu menentukan titik-titik stationing dengan interval
sebesar 10 m. Pada umumnya di lapangan digunakan interval sebesar 100 m,
tetapi karena lengkung vertikal yang ditinjau dalam perhitungan ini panjangnya
hanya 650 m, maka digunakan stasioning dengan interval sebesar 10 m
sehingga dapat terlihat garis muka tanah yang lebih teliti.
Setelah menentukan titik-titik stationing barulah dicari elevasi awal di tiap titik
stationing tersebut.

g(Sta. PLV - Titik Sta.)


El. Sta  El. PLV -
100
Kemudian menghitung Y, yaitu selisih antara muka tanah asli dengan muka
tanah rencana setelah ditimbun atau digali, dengan rumus:
A
Y X2
200L
dengan X adalah jarak antara titik statioing yang ditinjau dengan Sta. PLV
sebelumnya. Dalam perhitungan ini terdapat nilai Y = 0, hal ini disebabkan di
titik stationing yang ditinjau tidak mempunyai PLV di sebelum titik tersebut.
Setelah menghitung Y, elevasi jalan pada titik stationer didapat dari:
El  El. Sta  Y
Apabila jenis lengkung adalah cembung, maka digunakan rumus –Y, sebab
dilakukan penggalian dari tanah asli. Sebaliknya jika jenis lengkung adalah
cekung, maka rumus yang digunakan adalah +Y karena dilakukan penimbunan
tanah.

T U G A S P E R E N C A N A A N L E N G K U N G H O R I Z O N T A L D A N V E R T I K A L J A L A N R A Y A 31

KELOMPOK 7

Anda mungkin juga menyukai