Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

PERANAN BIDANG PROFESI DAN PENGAMANAN


DALAM RANGKA MENEGAKKAN DISIPLIN ANGGOTA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DI KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI SELATAN
(Studi Kasus Tahun 2014-2016)

OLEH
DINA MARDIYAH
B 111 12 602

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERANAN BIDANG PROFESI DAN PENGAMANAN
DALAM RANGKA MENEGAKKAN DISIPLIN ANGGOTA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DI KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI SELATAN
(Studi Kasus Tahun 2014-2016)

SKRIPSI

Diajukan Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana


pada Departemen Hukum Pidana
Program Studi Ilmu Hukum

disusun dan diajukan oleh:


DINA MARDIYAH
B 111 12 602

kepada

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ABSTRAK

Dina mardiyah (B111 12 602) Peranan Bidang Profesi dan Pengamanan


Dalam Rangka Menegakkan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia di Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Studi Kasus 2014-2016),
dibawah bimbingan Bapak Muhadar sebagai pembimbing I dan Ibu Nur Azisa,
sebagai pembimbing II

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Bidang


Profesi dan Pengamanan dalam rangka menegakkan Disiplin anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia serta faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
Bidang Profesi dan Pengamanan dalam rangka menegakkan disiplin anggota
Polri di Polda Sulawesi Selatan.

Penelitian ini di Laksanakan di Kantor Bidang Profesi dan Pengamanan


Polda Sulawesi Selatan. Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan
teknik pengumpulan data berupa penelitian pustaka dan penelitian Lapangan.

Hasil penelitian membuktikan bahwa upaya yang dilakukan Bidang Profesi


dan Pengamanan dalam rangka menegakkan disiplin anggota Polri adalah yaitu :
(1) Upaya Preventif yaitu dengan melaksanakan pembinaan dan penyuluhan
Hukum dan kedisiplinan secara berkala dan terprogram. (2) upaya represif yaitu
berupa penjatuhan sanksi atau hukuman kepada anggota Polri sesuai prosedur
penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2003. Sementara faktor-faktor yang menjadi kendala dalam
rangka menegakkan disiplin anggota Polri adalah, yaitu : (1). Faktor Hukumnya.
(2). Faktor penegak hukum. (3). Faktor sarana dan Fasilitas pendukung. (4).
Faktor masyarakatnya. (5). Faktor budaya

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii

ABSTRAK............................................................................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................5

C. Tujuan Penulisan.............................................................................6

D. Kegunaan Penulisan.......................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7

A. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Pengertian tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia..................................................................................8

2. Sejarah Kepolisian Negera Republik Indonesia....................9

3. Tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.................................................................................13
4. Kewajiban dan larangan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia................................................................16

B. Bidang Profesi dan Pengamanan

1. Pengertian Profesi dan Pengamanan..................................20

2. Sejarah berdirinya Profesi dan Pengamanan......................21

C. Pelanggaran Disiplin

1. Pengertian Pelanggaran Disiplin..........................................24


2. Upaya Bidang Profesi dan Pengamanan Dalam Menegakkan

Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia..27

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia.................................35

4. Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Disiplin Di Lingkungan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.................................38

BAB III Metode Penelitian

A. Lokasi Penelitian...........................................................................42

B. Jenis dan sumber data..................................................................42

C. Teknik pengumpulan data.............................................................43

D. Metode Analisis data.....................................................................44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum tentang Bidang Profesi dan Pengamanan

Polisi daerah Sulawesi Selatan. ..................................................45

B. Bagaimana peranan Bidang Profesi dan Pengamanan dalam

menegakkan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia. ......................................................................................46

C. Faktor-faktor yang menjadi kendala Bidang Profesi dan

Pengamanan dalam rangka menegakkan disiplin anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia. .....................................53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................62

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Sesungguhnya ALLAH SWT senantiasa mengangkat derajat orang-orang

yang berimah dan berilmu.

Tiada kata yang patut diucapkan selain puji syukur ke hadirat ALLAH

SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul Peranan

Bidang Profesi dan Pengamanan Dalam Rangka Menegakkan Disiplin

Anggota Polri di Polda Sulawesi Selatan ( Studi Kasus 2014-2016), guna

memperoleh gelar sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada

suami tercinta APRIANDI. M.AK.S.Sos yang telah membantu dan mendukung

baik moril maupun materil selama penulis melaksanakan kuliah. Ucapan terima

kasih dan penghargaan yang tertinggi kepada kedua orang tua tercinta.

Ayahanda ISTIQLAL R.EPPE S.Sos dan Ibunda ANDI KARTINI yang telah

mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kesabaran, rasa kasih

sayang, perhatian, pengorbanan, keringat dan air mata serta doa yang tidak

pernah putus.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak

Prof.Dr.Muhadar, SH., MS sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Nur

iv
Azisa,SH.,MH sebagai pembimbing II atas bimbingan, transfer ilmu,

tenaga, waktu yang diberikan dalam mengarahkan penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis juga menucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu baik moril maupun materil kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A selaku rektor Universitas

Hasanuddin dan segenap jajarannya.

2. Ibu Prof Dr Farida Patitingi, S.H., M.Hum selaku Dekan beserta seluruh

jajaran Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Prof.Dr Andi Muhammad Sofyan, SH.,MH, Bapak Prof. Dr.H.M. Said

Karim, SH., MH., M.Si dan Ibu Dr Dara Indrawati, SH., MH selaku Tim

Penguji atas segala saran dan masukan yang sangat berharga dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh tenaga pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang

telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis. Semoga ALLAH SWT

membalas jasa bapak dan ibu sekalian.

5. Para staf Akademik, bagian Kemahasiswaan dan Perpustakaan yang telah

banyak membantu penulis.

6. Narasumber yang telah memberikan pendapatnya dalam skripsi ini Kepala

Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulawesi Selatan Bapak Kombes

Pol TRI ATMODJO M, S.I.K yang membantu penulis selama proses

penelitian.

iv
7. Seluruh Mahasiswa Kepolisian Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

yang bersama-sama berproses mulai dari semester awal hingga

menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya penulis sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna

karena kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT. Untuk itu, penulis

memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam skripsi ini masih

banyak terdapat kekurangan. Penulis juga mempersilahkan kepada

pembaca untuk memberikan masukan dan kritikan terhadap skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang membutuhkan. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga ALLAH

SWT senantiasa melimpahkan segala berkatnya bagi kita semua. Terima

Kasih.

Makassar, Oktober 2017

Penulis

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepolisian Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upaya

penegakkan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Tugas Pokok Polri itu

sendiri menurut Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian adalah

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan

memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Tujuan tersebut diatas tidak akan terwujud apabila tidak dilakukan dengan

dedikasi tinggi, disiplin serta profesionalisme dari para anggota Polri itu sendiri

untuk berusaha melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan

baik dan bertanggung jawab. Bertolak dari arti pentingnya kedisiplinan bagi

anggota Polri sebagai penegak hukum, pemerintah telah menerbitkan peraturan

perundang-undangan yang khusus mengatur tentang kedisiplinan anggota Polri

yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Konteks demokrasi, insstitusi Kepolisian merupakan pelayan

masyarakat. Kepolisian sebagai bagian dari perangkat pemerintahan

haruslah tunduk pada mandat yang diberikan rakyat yaitu memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

1
terpeliharanya keamanan dalam negeri, yang dilakukan dengan cara-cara yang

demokratis.

Polri sebagi Sub Sistem dari Pemerintah secara responsif telah berupaya

memberi konstribusi mewujudkan prinsip Good Goverment dan clean Goverment

baik dalam pelaksanaan tugas pokok memelihara Kamtibmas, menegakkan

hukum dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat maupun

dikalangan internal Polri sendiri sebagaimana dicanangkan dalam Grand Strategi

Polri berupa Trust Building (membangun kepercayaan).1

Menurut Sadjijono hal yang mendasar keterikatan Polri dengan Good

Goverment. Pertama melekatnya fungsi Kepolisian sebagai alat Negara yang

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi

dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Kedua, sebagai salah satu

fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan

terhadao masyrarakat yang diperoleh secara atribut melalui Pasal 30 ayat (4)

Undang-Undnag Dasar 1945 dan Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002.

Kedua instrumen hukum tersebut meletakkan Kepolisian sebagai lembaga yang

mengembang tugas untuk menjaga, memelihara dan menciptakan keamanan,

ketentraman dan ketertiban umum bagi warga Negara.2

1 Agusdwiyanto, mewujudkan Good Governance melayani publik, GadjahMada


University, Yogyakarta, 2006, hal. 3
2. Sadjijono, Prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan Kepolisian diindonesia,
Laks Bang Pressindo, Yogyakarta, 2003 , Hal.15
2
Sarre dalam Bryett dan Harrison mengungkapkan “tugas Polisi modern

bersifat berat dan beragam. Polisi diandalkan tidak hanya untuk menegakkan

hukum, yang merupakan sebagian kecil dari proporsi tugasnya, tetapi juga untuk

menjadi konselor, pekerja sosial, psikiatris, menterti atau bahkan dokter”. 3

Beragamnya tugas Polisi di era modern ini memposisikan Polisi sebagai

agen penegak hukum yang memiliki interaksi yang tinggi dengan masyarakat.

Khususnya interaksi Polisi dengan berbagai jenis kejahatan di masyarakat.

Kunarto dan Hadi Kuswaryono mengungkapkan: “interaksi personil Polisi dengan

kejahatan ini menjadikan kegiatan Polisi sebagai kegiatan yang menempatkan

anggotanya dalam begitu banyak kesempatan untuk melakukan

penyimpangan”.4

Dengan adanya reformasi tatanan berkehidupan dan berkebangsaan negara

Republik Indonesia terjadi perubahan yang signifikan terhadap

kelembagaan khususnya Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terpisah

dari ABRI dengan diundangkannya UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia

Dalam Undang-Undang No 2 tahun 2002 telah diatur tentang tugas dan

peran Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban sosial namun dalam tugas

sehari-hari sering terjadi adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan

3 Bryett, Keith & Arch Harrison, An Introduction to Policing Volume 4; Trends and
Procedures In Policing, Butterwords, Australia, 1994, Hal.105
4
Kunarto & Hariadi Kuswaryono, Polisi dan masyarakat, hasil seminar kepala Polisi
asia Pasifik ke VI di Taipe 11-14 Januari 1998, Cipta Manunggal, Jakarta, 1998,
Hal.66.

3
dilakukan oleh aparat Kepolisian. Polisi memang rawan menyalahgunakan

kekuatan Kepolisiannya (Police Power), melanggar kode etik profesinya sampai

pada melanggar hak asasi manusia.5 Bertolak dari arti pentingnya kedisiplinan

bagi anggota Polri sebagai penegak hukum, Pemerintah telah menerbitkan

peraturan Perundang-Undangan yang khusus mengatur tentang kedisiplinan

anggota Polri yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang

Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 6.

Kondisi melemahnya disiplin dan profesionalisme anggota Polri yang terjadi

pada saat ini mulai sering menjadi pembicaraan masyarakat luas. Dengan

sering diberitakannya diberbagai media massa mengenai tindakan indisipliner

yang dilakukan oleh anggota Polri misalnya banyaknya kasus penyalahgunaan

senjata api, adanya anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana, tindakan

sewenang-wenang dan masih banyak kasus lain yang menggambarkan kurang

disiplinnya anggota Polri menjadi keprihatinan sendiri bagi masyarakat terkait

dalam pelaksanaan tugas Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Kompleksitas tantangan tugas Polri pada era reformasi dalam perjalanannya

selain telah memberi manfaat bagi Polri dengan berbagai kemajuan yang

5WikDjatmika, dibawah panji-panji Tribrata, PTIK Press, Cet Kedua, Jakarta,2007, Hal
17.
6 Ali Subur dkk, Pergulatan Profesionalisme Dan Watak Pretorian, Catatan Kontras
terhadap Kepolisian, Kontras, Jakarta, 2007, Hal.4
4
signifikan baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun

operasional. Namun disisi lain diakui secara jujur terdapat akses negatif dari

penyelenggaraan tugas pokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Polri

seperti penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, kualitas penyajian layanan yang

tercela diri sudut moral dan hukum antara lain diskriminasi, permintaan

layanan/penegakkan hukum atas alasan kepentingan pribadi, disikresi

melampaui batas, mempersulit, arogan, lamban, tidak sopan dan perilaku

negatif.

Setiap personil penegak hukum Polri pasti diikat oleh aturan atau Undang-

Undang sebagai acuan dalam bertindak. Aturan-aturan yang mengikat Polri

diantaranya adalah Undang-udang Nomor 2 Tahun 2003 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka penulis

dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Peranan Bidang Profesi dan Pengamanan dalam

rangka menegakkan Disiplin anggota Polri di Polda Sulawesi Selatan.?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala Bidang Profesi dan

Pengamanan dalam rangka mengakkan Disiplin Anggota Polri di Polda

Sulawesi Selatan.?

5
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam tulisan ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Bagaimana peranan Bid Propam dalam rangka

menegakkan Disiplin anggota Polri di Polda Sulawesi Selatan.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala Bid

Propam dalam rangka mengakkan Disiplin Anggota Polri di Polda

Sulawesi Selatan

D. Kegunaan Penulisan

Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

pengembangan ilmu hukum , terutama untuk memahami tentang

pelanggaran disiplin Anggota Polri. Selain itu sebagai wahana informasi

bagi aparat penegak hukum maupun kepada masyarakat untuk memahami

tentang pelanggaran disiplin anggota Polri.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Yuridis

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian tinjauan adalah

mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan,

pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari dan sebagainya).7 Menurut

Kamus Hukum, kaya yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti

menurut hukum atau dari segi hukum.8

Tinjauan Yuridis terdiri dari kata “tinjauan dan “yuridis”. Tinjauan

berasal dari kata “tinjau” yang artinya mempelajari dengan cermat,

memeriksa. Kata tinjau mendapat akhiran-an menjadi tinjauan yang artinya

perbuatan meninjau. Pengertian kata tinjauan dapat diartikan sebagai

kegiatan pengumpulan data, pengolahan dan analisa secara sistematis.

Sedangkan Yuridis diartikan sebagai menurut hukum atau yang ditetapkan

oleh Undang-Undang.

Tinjauan Yuridis dapat diartikan sebagai kegiatan pemeriksaan yang

teliti, pengumpulan data atau penyelidikan yang dilakukan secara sistematis

dan objektif terhadap sesuatu menurut atau berdasarkan hukum oleh

undang-udang.

7 Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus besar bahasa indonesia, pusat


Bahasa (edisi Keempat), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 1470
8
M.Marwan dan Jimmy P., 2009, Kamus hukum, Reality Publisher, Surabaya

7
Adapun pengertian lain dari Tinjauan Yuridisa jika dikaji menurut Hukum

Pidana adalah dapat kita samakan dengan mengkaji Hukum pidana materil

yang artinya kegiatan pemeriksaan yang teliti terhadap semua ketentuan

dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana

adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah

orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan

tersebut dan Pidana yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang

tersebut.9

B. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Pengertian tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Istilah Polisi berasal dari kata Politea yang dalam bahasa Yunani

memiliki arti atau pada mulanya meliputi semua hal mengenai

kenegaraan, semua usaha negara, tidak terkecuali urusan

keagamaan. Pada saat itu negara Yunani terdiri dari kota-kota yang

dinamakan ‘polis’. Jadi pada saman itu arti polisi demikian luasnya

bahkan meliputi seluruh pemerintahan negara Kota, termasuk juga

didalamnya urusan-urusan keagamaan seperti penyembahan terhadap

dewa-dewanya, termasuk dalam urusan pemerintahan.

Isitah Polisi Republik Indonesia berbeda-beda dalam setiap

Negara , untuk memberikan istilah dalam bahasanya sendiri atau

menurut kebiasaan-kebiasaannya sendiri. Misalnya di Inggris dikenal

9 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, (PT.Gramedia Widia Sarana Indonesia,


Jakarta:1994), hal.10

8
dengan Constable,10 di Amerika Serikat dikenal istilah Sherriif yang

sebenarnya berasal dari bangunan sosial Inggris, Polizei di Jerman11,

Polizia di Italia dan Politie di Negeri belanda dan Istilah Polri dalam

bahasa Indonesia merupakan hasil proses Indonesia dari istilah

Belanda.

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat

Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta

memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Anggota Polri adalah pegawai negeri pada Polri dari pangkat terendah

sampai dengan pangkat tertinggi yang berdasarkan undang-undang

memiliki tugas, fungsi dan kewenangan Kepolisian. Profesi Polri

adalah profesi yang berkaitan dengan tugas Polri baik di bidang

operasional maupun di bidang pembinaan.

2. Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian

Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah

Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah

Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara

10 Sir John Molyan, Tn Bahhe Police of Britain, (Majalah Bhayangkara, No 1 Thn


1V,1953),hal.4
11
Momo kelana, Konsep-konsep Hukum Kepolisian Indonesia, (Jakarta:PTIK
Pres,2007),hal.7
9
Republik Indonesia (Kapolri).

Adapun sejarah berdirinya Kepolisian Negara Republik Indonesia

adalah sebagai berikut :

a. Masa Kerajaan

Bibit awal mula terbentuknya kepolisian sudah ada pada zaman

Kerajaan Majapahit. Pada saat itu patih Gajah Mada membentuk

pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang

bertugas melindungi raja dan kerajaan. Maka dari itu hingga saai ini

sosok Gajah Mada merupakan simbol Kepolisian RI dan sebagai

penghormatan, Polri membangun patung Gajah Mada di depan Kantor

Mabes Polri dan nama Bhayangkara dijadikan sebagai nama pasukan

Kepolisian.

b. Masa kolonial Belanda

Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan

diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari

orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang

Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah

warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga

keamanan mereka.

Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu

asisten residen.Rechts politie di pertanggungjawabkan pada

procureur general (Jaksa agung).Pada masa Hindia Belanda terdapat

10
bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi

lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian),

bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.

Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga

diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi.

Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent

(bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk

pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri

polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.

Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-

1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian

Negara Republik Indonesia saat ini.

c. Masa pendudukan Jepang

Pada masa ini Jepang membagi wiliyah kepolisian Indonesia menjadi

Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian

Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia

Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat

di Banjarmasin.

Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang

pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh

pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih

berkuasa dari kepala polisi.

11
d. Awal kemerdekaan Indonesia

Periode 1945-1950

Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu,

pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun,

sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta

memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945. Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang

merdeka.

Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan

Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan

Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang

dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata

terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan

semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan

bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang

panjang. Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan

Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden

Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala

Kepolisian Negara (KKN).

Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian

Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya

12
bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah

operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah

tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang

bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.Tanggal 1 Juli

inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga

saat ini.

3. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tugas Kepolisian Negara Republik Indoensia secara umum

sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-undang No 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan

bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia

bertugas.12

Untuk mendukung tugas pokok tersebut di atas, Polisi juga

memiliki tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 14

12 Ibid, Pasal 1 Butir 5

13
ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia adalah sebagai berikut :13

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin

keamanan, ketertiban dan kelancaran Lalu lintas dijalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga

masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-

undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umumm;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai Negeri Sipil dan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;

h. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

13 Ibid, Pasal 14
14
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;

i. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;

j. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, Kedokteran Kepolisian,

labotatorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas Kepolisian;

k. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instansi lain dan / atau pihak yang

berwenang;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Tugas utama Polisi untuk menegakkan hukum berhubungan

dengan peran Polisi sebagai salah satu bagian dari sistem peradilan

pidana Indonesia. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Polisi

berwenang untuk :14

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat

kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

14 Ibid, Pasal 16 Ayat (1)

15
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam

rangka penyidikan;

d. menyuruh orang untuk berhenti yang dicurigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan perkara yang ditangani;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi

dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau

menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

4. Kewajiban Dan Larangan Anggota Kepolisian.

Setiap organisasi selalu mempunyai aturan intern dalam rangka

meningkatkan kinerja, profesinonalisme, budaya organisasi maupun

kebersamaan, kehormatan dan kredibilitas organisasi tersebut untuk

menjamin terpeliharnya tata tertib dan pelaksanaan tugas sesuai

tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan tanggung jawab instansi

tersebut.

16
Organisasi yang baik bukanlah segerombolan orang yang

berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi harus punya

aturan tata tertib perilaku bekerja, bertindak maupun bergaul

antaranggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bergaul

dengan masyarakat lingkungan organisasi tersebut.

Organisasi yang baik dan kuat adalah organisasi yang punya

aturan tata tertib intern yang baik dan kuat pula. Aturan tersebut dapat

berbentuk peraturan disiplin, kode etik maupun Kode Jabatan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai aturan yang

berlaku secara intern dimana dalam aturan tersebut memuat tentang

larangan dan kewajiban yang dilakukan oleh seorang anggota Polri.

Adapun larangan dan kewajiban seorang anggota Polri adalah sebagai

berikut :

a. Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat,

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:

1). setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-

udang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Negara dan Pemerintah;

2). mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan

pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu

yang dapat merugikan kepentingan negara.

17
3). menjungjung tinggi kehormatan dan martabat negara,

pemerintah dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4). menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan

dengan sebaik-baiknya;

5). hormat menghormati antar pemeluk agama

6). menjunjung tinggi hak asasi manusia;

7). menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik

yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang

berlaku secara umum.

8). melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal

yang dapat membahayakan dan/atau merugikan

megara/pemerintah;

9). bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap

masyarakat

10). berpakaian rapi dan pantas.

b. Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia Wajib :

1). memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;

2). memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya

laporan dan/atau pengaduan masyarakat;

3). menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan

18
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4). Melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh

kesadaran dan rasa tanggung jawab;

5). memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan,

persatuan dan kesatuan Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

6). menaati segala peraturan perundang-undangan dan

peraturan kedinasan yang berlaku;

7). bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan

bijaksana terhadap bawahannya.

8). Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;

9). Memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap

bawahannya.

10). Mendorong semangat bawahannya untuk mengembalikan

karir

d. Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan

bermasyarakat Anggota Polri dilarang :

1). Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan

dan martabat nagera, pemerintah atau Kepolisian RI

2). Melakukan kegiatan politik praktis;

3). Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan

4). Bekerja sama denga orang lain di dalam atau di luar

lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh

19
keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain.

5). Bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi

dan tempat hiburan

6). Menjadi penagih hutang;

7). Menjadi perantara/makelar kasus;

8). Menelantarkan keluarga.

e. Dalam pelaksanaan tugas, Anggota Polri dilarang :

1) membocorkan rahasia operasi Kepolisian;

2). meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;

3). menghindarkan tanggung jawab dinas;

4). mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;

5). memanipulasi perkara;

6). melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan

kewenangannya

7). menyalahgunakan wewenang;

8). melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun.

B. Bidang Profesi dan Pengamanan

1. Pengertian Profesi Dan Pengamanan

PROPAM adalah singkatan dari Profesi dan Pengamanan yang

dipakai oleh organisasi POLRI pada salah satu struktur organisasinya

sejak 27 Oktober 2002 ( Kep KAPOLRI Nomor : Kep/54/X/2002),

sebelumnya dikenal Dinas Provos atau Satuan Provos POLRI yang

20
organisasinya masih bersatu dengan TNI/Militer sebagai ABRI, dimana

Provost POLRI merupakan satuan fungsi pembinaan dari Polisi

Organisasi Militer / POM atau istilah Polisi Militer / PM.

Tugas PROPAM secara umum adalah membina dan

menyelenggarakan fungsi pertanggung jawaban profesi dan

pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban di

lingkungan POLRI dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang

adanya penyimpangan tindakan anggota/PNS POLRI, yang dalam

struktur organisasi dan tata cara kerjanya PROPAM terdiri dari 3 (tiga)

bidang/wadah fungsi dalam bentuk sub organisasi disebut Biro (Biro

Paminal, Biro Wabprof dan Biro Provos) :

a. Fungsi Pengamanan dilingkungan internal organisasi POLRI

dipertanggungjawabkan kepada Biro Paminal

b. Fungsi pertanggung-jawaban profesi

diwadahi/dipertanggungjawabkan kepada Biro Wabprof

c. Fungsi Provos dalam penegakan disiplin dan ketertiban

dilingkungan POLRI dipertanggungjawabkan kepada Biro Provos

2. Sejarah Berdirinya Profesi dan Pengamanan

PROPAM adalah salah satu wadah organisasi POLRI berbentuk Divisi

yang bertanggung-jawab kepada masalah pembinaan profesi dan

pengamanan dilingkungan internal organisasi POLRI disingkat Divisi

21
Propam Polri sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus POLRI

di tingkat Markas Besar yang berada di bawah KAPOLRI

PROPAM dibentuk sejak POLRI dikeluarkan dari status ABRI untuk

dikembalikan sebagai Polisi civil terhitung mulai tanggal 27 Oktober

2002 dengan Keputusan KAPOLRI No.Pol : Kep/53/X/2002 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Polri. Organisasi PROPAM dibentuk dalam

bentuk Divisi yang dipimpin oleh seorang Kepala Divisi yang dikenal

sebutan Kadiv dengan pangkat Inspektur Jenderal Polisi / Irjen Pol

atau Bintang Dua.

DIVISI PROPAM POLRI dalam pelaksanaan tugasnya mempunyai

kewajiban melaksanakan/ menyelenggarakan berbagai kegiatan

sebagai berikut :

a. Pembinaan fungsi PROPAM bagi seluruh jajaran POLRI, meliputi,

Perumusan / pengembangan system dan metode termasuk

petunjuk-petunjuk pelaksanaan fungsi PROPAM.

Pemantauan dan supervisi staf termasuk pemberian arahan guna

menjamin terlaksananya fungsi PROPAM.

Pemberian dukungan (back-up) dalam bentuk baik bimbingan

teknis maupun bantuan kekuatan dalam pelaksanaan fungsi

PROPAM.

Perencanaan kebutuhan personil dan anggaran termasuk

pengajuan saran / pertimbangan penempatan/pembinaan karier

22
personil pengemban fungsi PROPAM.

Pengumpulan, pengolahan dan penyajian serta statistik yang

berkenaan dengan sumber daya maupun hasil pelaksanaan

tugas satuan-satuan organisasi PROPAM.

Penyelenggaraan fungsi pelayanan berkenaan dengan

pengaduan/ laporan masyarakat tentang sikap dan perilaku

anggota/PNS POLRI, termasuk pemusatan data secara nasional

dan pemantauan/pengendalian terhadap penanganan

pengaduan/laporan masyarakat oleh seluruh jajaran POLRI.

b. Pelaksanaan registrasi penelitian terhadap proses penanganan

kasus dan menyiapkan proses/ keputusan rehabilitasi bagi

anggota / PNS POLRI yang tidak terbukti melakukan

pelanggaran, atau pengampunan / pengurangan hukuman

(disiplin / administrasi) serta memantau, membantu proses

pelaksanaan hukuman dan menyiapkan keputusan pengakhiran

hukuman bagi personil yang sedang/telah melaksanakan

hukuman (terpidana).

c. Pembinaan dan penyelenggaraan fungsi pertanggungjawaban

profesi yang meliputi perumusan/pengembangan standar dan

kode etik profesi, penilaian/akreditasi penerapan standar profesi,

serta pembinaan dan penegakan etika profesi termasuk audit

investigasi.

23
d. Pembinaan dan penyelenggaraan fungsi pengamanan internal,

yang meliputi : pengamanan personil, materil, kegiatan dan bahan

keterangan, termasuk penyelidikan terhadap kasus

pelanggaran/dugaan pelanggaran/penyimpangan dalam

pelaksanaan tugas POLRI pada tingkat pusat dalam batas

kewenangan yang ditetapkan.

e. Pembinaan dan penyelenggaraan fungsi provos yang meliputi

pembinaan/pemeliharaan disiplin/tata tertib, serta penegakan

hukum dan penyelesaian perkara pelanggaran disiplin pada

tingkat pusat dalam batas kewenangan yang ditetapkan.

D. Pelanggaran Disiplin Anggota Polri.

1. Pengertian Pelanggaran Disiplin

Pengertian disiplin berasal dari bahasa lain Discripline, yang

berarti instruksi. Menurut peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003,

Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh - sungguh

terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia.15

Disiplin dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati,

menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang

berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggung

menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-

15 Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, PP No 2


Tahun 2003, 1 Januari 2003,LN No 2 Pasal 1 (2)
24
sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan

kepadanya.16 Pendapat lain merumuskan bahwa disiplin adalah

kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan

norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang

yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas

dan tanggung jawabnya., kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku

dan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun yang tidak.17

Disiplin adalah kehormatan sangat erat kaitannya dengan

kredibilitas dan komitmen, disiplin anggota Polri adalah kehormatan

sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

menunjukkan krediblitas dan komitmen sebagai anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia, karena pembuatannya peraturan disiplin

Bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan

bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan

komitmen yang teguh.Dalam hal ini, kredibilitas dan komitmen anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai pejabat Negara

yang diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom dan

pelyayan masyarakat, penegak Hukum dan memelihara keamanan.

16 Sastrohadiwiryo, Siswanto. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Bumi


Aksara : Jakarta 2001, hal, 291.
17 Hasibuan, Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara:
Jakarta,2000. Hal,193
25
Pelanggaran peraturan disiplin adalah ucapan, tulisan atau

perbuatan anggota kepolisian Negara Republik Indonesia yang

melanggar peraturan disiplin (Pasal 1 angka 4 PP 2/2003). Sedangkan

Peraturan disiplin Anggota kepolisian adalah serangkaian norma untuk

membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan

anggota Kepolisian (Pasal 1 angka 3 PP 2/2003). Anggota Kepolisian

yang melakukan pelanggaran peraturan disiplin dijatuhi sanksi berupa

tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin (Pasal 7 PP 2/2003).

Bahwa pada dasarnya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

tunduk pada kekuasaan peradilan umum seperti halnya warga sipil

pada umumnya demikian yang disebut dalam pasal 29 ayat (1)

Undang-udang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia (UU Kepolisian). Hal ini menunjukkan bahwa

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan warga sipil

dan bukan termasuk subjek hukum militer.

Namun karena Profesinya , anggota Polri juga tunduk pada peraturan

Disiplin dan Kode etik Profesi yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota

Polri (PP 2/2003) sedangkan Kode Etik Kepolisian diatur dalam Perkap

Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Perkap 14/2011).

Pada dasarnya Polri harus menjunjung tinggi kehormatan dan

martabat Negara, Pemerintah dan Kepolisan Negara Republik

26
Indonesia (Pasal 3 huruf c PP 2/2003) dan menaati Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan

tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum (Pasal 3 huruf g

PP 2/2003). Dengan melakukan tindak pidana berarti Kepolisian juga

melanggar Peraturan disiplin.

2. Upaya Bidang Profesi Dan Pengamanan dalam Menegakkan

Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Disiplin yang mantap pada hakekatnya akan tumbuh dan

terpancar dari hasil kesadaran manusia. Disiplin yang tidak bersumber

dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan

tidak bertahan lama. Disiplin akan tunbuh dan dapat dibina melalui

latihan, pendidikan dan atau penanaman kebiasaan dengan

keteladanan-keteladanan tertentu, yang harus dimulai sejak ada dalam

lingkungan keluarga, mulai pada masa kanak-kanak dan terus tumbuh

berkembang dan menjadikannya bentuk disiplin yang semakin kuat.

Demikian juga Polri bahwa disiplin harus selalu dipupuk dan dibina

setiap pelaksanaan tugas. Dalam rangka menegakkan disiplin Anggota

Polri khususnya Polda Sulsel, maka Bid Propam Polda Sulsel

melakukan tindakan disiplin dengan dua cara yakni disiplin Preventif

dan disiplin Korektif.

a. Disiplin Preventif.

Yang dimaksud dengan disiplin Preventif adalah tindakan yang

dilakukan untuk mendorong agar setiap anggota mentaati

27
berbagai peraturan atau ketentuan yang berlaku dan memenuhi

standar yang telah ditetapkan atau suatu upaya untuk

menggerakkan setiap anggota untuk mengikuti dan mematuhi

pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan. Artinya

melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan

dan perilaku yang diinginkan, diusahakan pencegahan. Jangan

sampai para anggota berperilaku negatif atau melanggar aturan

ataupun standar yang telah ditetapkan.

Tujuan pokok dari disiplin ini adalah mendorong setiap anggota

agar memiliki disiplin diri. Dengan cara ini, setiap anggota

berusaha menegakkan disiplin diri tanpa harus pimpinan

memaksanya. Untuk itu agar disiplin pribadi tersebut semakin

kokoh, paling tidak ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian

pimpinan terhadap anggota yakni antara lain :

1). Mendorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi

karena secara logika seseorang tidak akan merusak

sesuatu yang merupakan miliknya.

2). Memberi penjelasan tentang berbagi ketentuan yang wajib

ditaati dan standar yang harus dipenuhi.

3). Mendorong untuk menentukan sendiri cara pendisiplinan

diri dalam kerangka ketentuan yang berlaku umum.

Dalam upaya ini, pimpinan berupaya agar setiap anggota

mengetahui dan memahami standar atau semua pedoman serta

28
peraturan yang ada. Pengertian disiplin Preventik merupakan

suatu sistem yang berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk

semua bagian sistem yang ada. Jadi pimpinan perlu bekerja

sama dengan semua bagian sistem untuk mengembangkannya.

Jika sistem organisasi baik, diharapkan akan lebih muda

menegakkan disiplin kerja.

Disiplin Preventif dilakukan dengan berbagai cara yakni :

1). Pembinaan rohani

2). Pembinaan mental

3). Pembinaan tradisi

4). Pengawasan langsung

5). Pengawasan tidak langsung.

b. Disiplin Korektif.

Yang dimaksud dengan disiplin Korektif adalah suatu tindakan

yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan.

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah timbulnya pelanggaran

lebih lanjut sehingga tindakan dimasa yang akan datang sesuai

dengan standar atau dapat dikatakan suatu upaya menggerakkan

anggota untuk menyatuka suatu peraturan dan mengarahkan

agar tetap mematuhi peraturan sesuai pedoman organisasi yang

berlaku.

29
Disiplin Korektif dilakukan dengan dua cara yakni :

1). Tindakan disiplin.

Yang dimaksud dengan tindakan disiplin adalah serangkaian

teguran lisan dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina,

yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota

Kepolisian. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan

seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran

disiplin yang dilakukan oleh setiap anggota Polri (Pasal 14

2/2003). Tindakan disiplin dapat dilakukan secara kumulatif.

Tindakan disiplin dapat berupa teguran lisan dan atau

tindkakan fisik, namun tindakan disiplin tidak dapat

menghapus kewenangan Ankum untuk menjatuhkan

Hukuman disiplin (Pasal 8 ayat (1) PP 2/2003).

2). Hukuman disiplin.

Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh

atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia melalui sidang disiplin (Pasal 1

angka 6 PP 2/2003).

Adapun hukuman disiplin tersebut berupa (Pasal 9 PP

2/2003) :

a. Teguran tertuliis;

b. penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu)

tahun;

30
c. penundaan kenaikan gaji berkala;

d. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1

(satu) tahun;

e. Mutasi yang bersifat demosi;

f. pembebasan dari jabatan;

g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua

puluh satu) hari.

Bahwa Penjatuhan hukuman disiplin tidak

mengapuskan tuntutan pidana. Anggota kepolisan Negara

Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari

3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan

statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak

dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik

Indonesia melalui sidang Komisi Kode etik Profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Yang dimaksud dengan sidang Komisi Kode Etik

Profesi Polri adalah sidang untuk memeriksa dan memutus

anggota Polri yang bertentangan dengan Kode Etik Profesi

Polri. Adapun Kode Etik Profesi Polri yang disingkat KEPP

adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan

kesatuan landasan etik dan filosofis yang berkaitan dengan

perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan,

31
dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri

dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab

jabatan.

Ruang lingkup Komisi Kode Etik Profesi Polri (KEPP)

mencakup antara lain :

a. Etika kenegaraan memuat pedoman berperilaku

anggota polri dalam hubungan :

1. Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pancasila

3. Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia

4. Kebinekatunggalikaan.

b. Etika kelembagaan memuat pedoman berperilaku

Anggota Polri dalam hubungan :

1. Tribrata sebagai pedoman hidup;

2. Catur Ptasetya sebagai pedoman kerja;

3. sumpah/.janji Anggota polri

4. Sumpah/janji jabatan; dan

5. Sepuluh komitmen moral dan perubahan pola pikir

(mindset).

c. Etika Kemasyarakatn memuat pedoman berperilaku

Anggota Polri dalam hubungan :

1. pemeriharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat (kamtibmas);

32
2. penegakkan hukum;

3. pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat;

dan

4. kearifan lokal antara lain gotong royong, toleransi.

d. Etika kepribadian memuat pedoman berperilaku

anggota Polri dalam hubungan :

1. kehidupan beragama;

2. kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum; dan

3. sopan santun dalam kehidupan berkeluarga,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Anggota Polri yang dinyatakan sebagai pelanggar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) Perkap 14

tahun 2011 dikenakan sanksi pelanggaran KEPP berupa :

a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan

tercela.

b. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan

dihadapan sidang KEPP dan / atau secara tertulis

c. kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan:

d. kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan

mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan

pengetahuan profesi sekurang-kurangnya 1 (satu)

minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;

33
e. dipindah tugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat

demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

f. dipindah tugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat

demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

g. dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat

demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

h. PTDH sebagai anggota Polri.

Sanksi Administrasi berupa rekomendasi PTDH diberikan

kepada anggota Polri melalui sidang KKEP terhadap :

a. Anggota Polri/pelanggar yang dengan sengaja

melakukan tindakn pidana dengan ancaman hukuman

pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah

diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap;

b. meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu

lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut;

c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai;

d. dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan

dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebai

anggota Polri.

Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH diputuskan

melalui sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan

pelanggraran pidananya melalui proses peradilan umum

34
sampai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap. Dalam hal apabila terjadi perdamaian (dading)

antara anggota Polri yang melakukan tindak pidana karena

kelalaiannya (delik culpa) dan/atau delik aduang dengan

korban/pelapor/pengadu, yang dikuatkan dengan surat

pernyataan perdamaian, sidang Komisi Kode Etik Profesi

tetap harus diproses guna menjamin kepastian hukum.

Terhadap terduga pelanggar Kode Etik Profesi Polri (KKEP)

yang diancam dengan putusan PTDH diberikan kesempatan

untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas

dasar pertimbangan tertentu dari alasan Ankum sebelum

pelaksanaan sidang KKEP. Pertimbangan tertentu tersebut

antara lain :

a. Memiliki masa dinas paling lama sedikit 20 (dua puluh)

tahun;

b. Memiliki prestasi, kinerja yang baik dan berjasa kepada

Polri sebelum melakukan pelanggaran ; dan

c. Melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kedisiplinan Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengerahui tingkat kedisiplinan

anggota antara lain :

35
a. Tujuan dan kemampuan.

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan

anggota. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara

ideal serta cukup menantang bagi kemampuan anggota. Hal ini berarti

bahwa tujuan yang dibebankan kepada anggota harus sesuai dengan

kemampuan anggota yang bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-

sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

b. Kepemimpinan

Kepemimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan

anggota karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para

bawahannya. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan

bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin.

c. Balas jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan

anggota karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan

anggota terhadap organisasi/pekerjaannya. Jika kecintaan anggota

semakin kbaik terhadap pekerjaa, kedisiplinan mereka akan semakin

baik pula.

d. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan anggota , karena

ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta

diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Dengan keadilan yang

baik akan menciptakan kedisplinan yang baik pula.

36
e. Waskat.

Waskat (pengawasan melekat) adalag tindakan nyata dan paling

penting dalam mewujudkan kedisiplinan anggota Polri. Waskat efektif

merangsang kedisiplinan dan moral kerja anggota. Anggota merasa

mendapat perhatian, bimbingan,petunjuk, pengarahan dan

pengawasan dari atasannya.

e. Ketegasan.

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi

kedisplinan anggota. Pimpinan harus berani dan tegas. Bertindak

untuk menghukum setiap anggota yang indisipliner sesuai dengan

sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Ketegasan pimpinan menegur

dan menghukum setiap anggota yang indisipliner akan mewujudkan

kedisiplinan yang baik pada organisasi Polri tersebut.

f. Sanksi

Sanksi berperan penting dalam memelihara kedisiplinan anggota.

Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, anggota akan semakin

takut melanggar peraturan-peraturan Polri, sikap, perilaku indisipliner

anggota akanberkurang.

g. Motivasi kerja.

Pentingnya kerja karena motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan,

menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja

giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.

37
h. Komunikasi.

Komunikasi merupakan kegiatan untuk saling memberi keterangan

dan ide secara timbal balik, yang diperlukan dalam setiap usaha

kerjasama manusia untuk mencapai tujuan tertentu

i. Lingkungan kerja.

Dengan lingkungan kerja yang baik dan aman maka dapat

meningkatkan produktivitas kerja anggota.

4. Tata Cara pelaksanaan hukuman disiplin dilingkungan Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Tata cara pelaksanaan hukuman disiplin di lingkungan Polri dilakukan

sebagai berikut :

a. Hukuman disiplin berupa teguran tertulis dicantumkan dalam

surat keputusan hukuman disiplin yang aslinya diberikan kepada

terukum dan tembusannya diberikan kepada pejabat personel,provos

dan atasan Ankum.

b. Hukuman disiplin berupa penundaan mengikuti pendidikan

paling lama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan gaji berkala,

penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun,

dicantumkan dalam Surat Keputusan Hukuman disiplin dengan

menyebutkan waktu penundaan yang jelas dan tidak meblebihi masa 1

(satu) tahun, yang aslinya diberikan kepada terhukum dan

tembusannya diberikan kepada pejabat Personel, provos dan atasan

Terhukum.

38
c. Putusan sidang disiplin sebagimana dimaksud dalam huruf a dan

huruf b, harus sudah ditindaklanjuti dengan surat keputusan oleh

pejabat yang berwenang selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga

puluh) hari yang tembusan surat keputusannya disamppaikan kepada

Ankum.

d. Hukuman disiplin berupa mutasi yang bersifat demosi,

pembebasan dari jabatan, divantumkan dalam surat keputusan

hukuman disiplin yang aslinya diberikan kepada terhukum dan

tembusannya diberikan kepada pejabat personel, Provos dan atasan

Ankum.

e. Putusan sidang disiplin berupa penempatan dalam tempat

khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari pelaksanaannya

diserahkan kepada Provos.

Berakhirnya masa hukuman disiplin yang dilaksanakan Terhukum

sesuai masa hukuman yang tercantum dalam surat keputusan

hukuman, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya

masa hukuman untuk hukuman disiplin berupa penundaan mengikuti

pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan gaji

berkala, penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)

tahun, maka anggota yang telah selesai menjalani hukuman tersebut

harus dikembalikan pada keadaan semula.

Waktu pelaksanaan pengawasan terhadap anggota Polri semasa

menjalani hukuman disiplindan selesai menjalani hukuman disiplin,

39
untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dilakukan oleh Ankum yang

pelaksanaan sehari-hari ditugaskan kepada anggota Provos guna

memberikan rekomendasi penilaian dalam rangka pembinaan karir

selanjutnya. Rekomendasi penilaian tersebut diberikan dalam bentuk

surat rekomendasi dari Provos.

Adapun Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan disiplin adalah

sebagai berikut :

a. Atasan langsung yakni anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang karena jabatannya mempunyai wewenang

langsung terhadap bawahan yang dipimpinnya.

b. Atasan tidak langsung yakni setiap anggota kepolisian Negara

Republik Indonesia yang tidak mempunyai wewenang langsung

terhadap bawahan.

c. Anggota Provos yakni satuan fungsi pada Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk

membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib

kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sedangkan pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin

adalah :

a. Ankum adalah atasan yang karena jabatannya diberi

kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan

yang dipimpinnya.

40
b. Atasan Ankum adalah atasan langsung dari Ankum.

Penyelesaian perkara pelanggraran disipli anggota Polri dilaksanakan

melalui tahapan antara lain :

a. Laporan atau pengaduan

b. Pemeriksaan pendahuluan

c. Pemeriksaan di depan sidang disiplin

d. Penjatuhan hukuman disiplin

e. Pelaksanaan hukuman

f. Pencatatan dalam data personel perseorangan

Sidang disiplin dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada satuan

kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Apabila pelanggar disiplin

tidak diketahui keberadaannya setelah melalui prosedur pencarian

menurut ketentuan dinas yang berlaku, maka dapat dilakukan sidang

disiplin tanpa kehadiran pelanggar. Hukuman disiplin ditetapkan

dengan Surat keputusan hukuman disiplin dan dicatat di dalam data

personel perseorangan yang bersangkutan. Anggota Polri yang

dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan namun

apabila dalam tenggan waktu 14 (empat belas) hari terhukum tidak

mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan ankum berlaku

pada hari ke 15 (kelima belas). Dalam hal terhukum tidak hadir dalam

sidang disiplin dan/atau setelah dilakukan pencarian terhadap

terhukum untuk menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin tidak

ditemukan, maka putusan hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari

ke 30 (ketiga puluh) terhitung mulai tanggal keputusan itu diputuskan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Bidang Profesi dan Pengamanan

Polda Sulsel (Bid Propam). Dipilihnya tempat tersebut sebagai lokasi

penelitian atas dasar pertimbangan bahwa Bid Propam Polda Sulsel

merupakan tempat penyelesaian kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan

oleh Anggota Polri khususnya Polda Sulsel.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan data skunder

1. Data Primer

Jenis data primer yang digunakan dengan melakukan wawancara secara

langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan pembahasan

masalah dalam skripsi.

2. Data Skunder

Jenis data skunder yang digunakan yaitu data yang diperoleh melalui

literatur atau studi kepustakaan yang relevan dengan masalah yang

diteliti. Mencakup buku - buku, putusan atau peraturan - peraturan

perundang- undangan , dokumen – dokumen yang terkait dengan

42
permasalahan yang berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung dari

data primer.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data serta bahan-bahan yang ada relevansinya

dengan pembahasan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut :

1). Penelitian Lapangan (Field Reseanrch)

a. Observasi

Observasi yaitu secara langsung turun ke Lapangan untuk

melakukan pengamatan guna mendapatkan data yang dibutuhkan

baik data primer maupun sekunder.

b. Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data dalam bentuk tanya jawab

yang dilakukan secara langsung kepada responden, dalam hal ini

adalah pejabat Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulsel (Bid

Propam)

2). Penelitian Kepustakaan

Pengumpulan data pustaka diperoleh dari berbagai data yang

berhubungan dengan yang diteliti berupa buku-buku, peraturan

perundang-undangan, internet maupun media cetak yang berkaitan

dengan penelitian.

43
D. Metode Analisis Data

Data dari hasil penelitian penulis dianalisi dengan menggunakan teknik

kualitatif yaitu teknik menganalisa permasalahan yang digambarkan

berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dhubungkan dengan fakta lain

serta ditarik sebuah kesimpulan untuk menjelaskan dan menguraikan

informasi yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan normative yaitu

dengan menguraikan masalah sesuai data yang diperoleh dilapangan guna

menghasilkan suatu kesimpulan.

44
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peranan Bidang Propam Dalam Rangka Menegakkan Disiplin Anggota

Polri di Polda Sulawesi Selatan.

Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulsel (Bidang Propam)

adalah salah satu wadah organisasi Polri yang bertanggung jawab kepada

masalah pembinaan Profesi dan Pengamanan dilingkungan internal

organisasi Polri yang disingkap Bidang Propam sebagai salah satu unsur

pelaksana staf khusus Polri di tingkat Polda Sulsel yang berada langsung

di bawah Kapolda. Bidang Propam di Pimpin oleh Kepala Bidang Profesi

dan Pengamanan Polda Sulsel yang disebut Kabid Propam Polda Sulsel

berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol). Dalam pelaksanaan

tugasnya, Kabid Propam dibantu oleh 3 (tiga) Sub Bagian antara lain

sebagai berikut :

a. Kasubbid Paminal yakni Kepala Sub Bidang Pengamanan Internal

Polri dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Dalam

pelaksanaan tugasnya sehari-hari, Kasubbid Paminal dibantu oleh

Perwira dan Bintara dengan jumlah 30 (tiga puluh) orang.

b. Kasubbid Profesi yakni Kepala Sub Bidang Pengamanan Internal

Polri dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Dalam

45
pelaksanaan tugasnya sehari-hari, Kasubbid Paminal dibantu oleh

Perwira dan Bintara dengan jumlah 30 (tiga puluh) orang

c. Kasubbid Provos yakni Kepala Sub Bidang Pengamanan Internal

Polri dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Dalam

pelaksanaan tugasnya sehari-hari, Kasubbid Paminal dibantu oleh

Perwira dan Bintara dengan jumlah 30 (tiga puluh) orang.

Selain 3 (tiga) Sub Bidang tersebut diatas, Kabid Propam Polda

Sulsel dibantu oleh para Kasi Propam jajaran Polres/tabes Polda Sulsel di

tingkat Daerah dengan pangkat perwira menengah.

Tabel 1

Rekapitulasi Data Pelanggaran Disiplin Anggota Polri

Dari Tahun 2014 s/d 2016

TAHUN
NO PANGKAT JUMLAH
2014 2015 2016

1 PATI - - - -

2 PAMEN 54 30 27 111

3 PAMA 108 70 94 272

4 BINTARA 636 587 619 1842

5 TAMTAMA 13 2 2 17

JUMLAH 811 689 742 2242

Sumber Data : Bagian Renmin Sub Bidang Provos Polda Sulsel

46
Tabel 2

Rekapitulasi Data Pelanggaran Tindak PIdana Anggota Polri

Dari Tahun 2014 s/d 2016

TAHUN
NO PANGKAT JUMLAH
2014 2015 2016

1 PATI - - - -

2 PAMEN - - 1 1

3 PAMA 2 - 4 6

4 BINTARA 33 34 63 130

5 TAMTAMA 1 3 - 4

JUMLAH 36 37 68 141

Sumber Data : Bagian Renmin Sub Bidang Provos Polda Sulsel

Berdasarkan data tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa

pengertian dari pelanggaran disiplin adalah ucapan, tulisan atau perbuatan

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan

disiplin dimana yang dimaksud dengan peraturan disiplin adalah

serangkaian norma untuk membina, menegakkan displin dan memelihara

tata tertib kehidupan anggota Kepolisian. Sedangkan pengertian dari

Tindak Pidana adalah “tindak” dari “tindak pidana” merupakan singkatan

dari kata “tindakan” sehingga artinya ada orang yang melakukan suatu

“tindakan”, sedangkan orang yang melakukan dinamakan “petindak”.

47
Antara petindak dengan suatu tindakan ada sebuah hubungan kejiwaan,

hubungan dari penggunaan salah satu bagian tubuh, panca indra dan alat

lainnya sehingga terwujudnya suatu tindakan. Hubungan kejiwaan itu

sedemikian rupa,, dimana petindak dapat menilai tindakannya, dapat

menentukan apa yang akan dilakukannya dan apa yang dihindarinya,

dapat pula tidak dengan sengaja melakukan tindakannya atau setidak-

tidaknya oleh masyarakat memandang bahwa tindakan itu tercela. 18

Adapun data yang tercantum dalam tabel 1 diatas, dapat dilihat

bahwa jumlah kasus pelanggaran disiplin yang terjadi pada anggota yang

berpangkat Pamen, Pama, Bintara dan Tamtama di Polda Sulawesi

Selatan tiap tahun berkurang walaupun tidak signifikan. Pada tahun 2014

untuk pangkat Pamen berjumlah 54 kasus kemudian pada tahun 2015 dan

2016 berkurang menjadi 30 kasus dan 27 kasus. Untuk pangkat Pama

pada tahun 2014 berjumlah 108 Kasus kemudian mengalami penurunan

pada tahun 2015 sebanyak 70 kasus dan pada tahun 2016 sedikit

mengalami kenaikan sebanyak 94 kasus. Untuk pangkat Bintara berjumlah

636 kasus pada tahun 2014 kemudian mengalami penurunan pada tahun

2015 sebanyak 587 kasus dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun

2016. Lalu untuk pangkat Tamtama jumlah kasus pada tahun 2014

sebanyak 13 Kasus sedangkan untuk tahun 2015 dan tahun 2016

sebanyak 2 kasus. Sedangkan untuk kasus tindak pidana dapat dilihat

18 Andi sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Penerbit Pustaka Pena, Makassar, 2016

48
pada tabel 2 diatas. Untuk pangkat Pamen pada tahun 2014 dan 2015

tidak terjadi pelanggaran tindak pidana sedangkan pada tahun 2016 terjadi

1 kasus tindak pidana. Untuk pangkat Pama terjadi 2 kasus tindak pidana

pada tahun 2014, sedangkan tahun 2015 tidak terjadi tindak pidana dan

mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebanyak 6 kasus. Lalu untuk

pangkat Bintara, kasus tindak pidana mengalami kenaikan untuk tiap

tahunnya yakni 2014 sebanya 33 kasus, 2015 sebanyak 34 kasus dan

tahun 2016 sebanyak 63 kasus. Kemudian untuk pangkat Tamtama

mengalami kenaikan dari 1 kasus menjadi 3 kasus pada tahun 2014 dan

2015 sedangkan tahun 2016 tidak terjadi kasus tindak pidana.

Polri sebagai bagian dari penegak hukum di Indonesia, mempunyai

tugas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang –Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu bahwa

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung

tinggi hak asasi manusia. Tujuan tersebut di atas tentunya tidak akan

terwujud apabila tidak dilakukan dengan dedikasi tinggi, disiplin serta

profesionalisme dari para anggota Polri itu sendiri untuk berusaha

melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik dan

49
bertanggung jawab. Bertolak dari arti pentingnya kedisiplinan bagi anggota

Polri sebagai penegak hukum, pemerintah telah menerbitkan peraturan

perundang-undangan yang khusus mengatur tentang kedisiplinan anggota

Polri, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan

Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bahwa Pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan

yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dan

sebagainya) tertentu. Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan

kerja dapat dikategorikan sebagai profesi diperlukan:

1. Pengetahuan;

2. Penerapan keadilan (competence of aPeraturan Pemerintahlication);

3. Tanggung jawab sosial (sosial responsibility);

4. Self control;

5. Pengakuan oleh masyarakat (social sanction).

Mendasarkan pada syarat profesi tersebut di atas, terlihat bahwa

Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memenuhinya sehingga dapat

dikatakan Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan profesi.

Selanjutnya, guna menjamin kemampuan profesi kepolisian dalam

pelaksanaan tugas dan fungsinya, disebutkan dalam Pasal 32 Undang-

50
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia , bahwa pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika

profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya di bidang

teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara

berjenjang dan berlanjut. Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 34 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yaitu bahwa:

(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat

menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian

(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Sebagai tindak lanjut atas ketentuan Pasal 34 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tersebut di atas, telah diterbitkan Peraturan Kapolri

Nomor Pol. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang isinya memberikan pedoman bagi anggota Polri

dalam bertindak dan menjalankan tugasnya. Namun demikian, segala

pengaturan tentang kedisiplinan dan etika tersebut di atas tentunya tidak

akan dapat berjalan dengan efektif tanpa adanya upaya penegakannya.

Upaya penegakan disiplin dan Kode Etik Kepolisian sangat

dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan

51
tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegakan

hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya

(Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan

ketidakprofesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan

hukum atau pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat.

Kondisi melemahnya disiplin dan profesionalisme anggota Polri yang

terjadi pada saat ini mulai sering menjadi pembicaraan masyarakat luas.

Dengan sering diberitakannya di berbagai media massa mengenai

tindakan indisipliner yang dilakukan oleh anggota Polri, misalnya adanya

anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana seperti dibahas dalam

tulisan ini, tindakan sewenang-wenang anggota Polri, dan masih banyak

kasus lain yang menggambarkan kurang disiplinnya anggota Polri,

menjadikan keprihatinan sendiri bagi masyarakat terkait dalam

pelaksanaan tugas pokok Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya

ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dari pengamatan sementara terhadap penegakan disipilin, kode etik

dan penegakan hukum terhadap anggota Polri yang melakukan tindak

pidana yang terjadi selama ini terdapat kerancuan atau ketumpangtindihan

penggunaan dasar hukumnya, yakni antara penerapan Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota

52
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Kapolri

Nomor Pol. 7 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kode Etik

Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam rangka menegakan disiplin anggota, Bidang Propam sesuai

fungsinya bertugas untuk melakukan Pembinaan Kepribadian termasuk

kepemimpinan , disiplin dan tata tertib serta nilai-nilai moral dan etika

profesi baik bagi personil Bidang Propam maupun anggota Polres Jajaran.

Yang dalam pelaksanaan hariannya dilaksanakan oleh Subbid Provos

Bidang Propam Polda Sulsel. Upaya upaya tersebut dilakukan dengan

upaya Preventif maupun represif. Contoh upaya preventif yang dilakukan

oleh Subbid Provos Bidang Propam Polda Sulsel dilakukan dengan cara-

cara antara lain :

a. Membuat rencana Kegiatan Penegakkan, ketertiban dan kedisiplinan

personel Bidang Propam dan Personel Polres jajaran Polda Sulsel;

b. Melaksanakan pemeliharaan ketertiban dan menegakkan Urusan

dalam dilingkungan Bidang Propam;

c. Melaksanakan Pemeriksaan Surat nyata diri, gampol, sikap tampang,

kendaraan dinas dan kendaraan Personel baik Polri maupun PNS

secara berkala,

d. Melaksanakan Pengamanan markas, kesatuan, asrama dilingkungan

Bidang Propam , baik Pengamanan VIP, proyek Vital, gudang Senpi,

dokumen dinas dan barang –barang Inventaris Kantor termasuk

53
pengamanan terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat protokoler,

e. Melaksanakan upaya binluh hukum dan kedisiplinan secara berkala

dan terprogram.

Sedangkan upaya penegakan disiplin secara represif, dilakukan

sesuai prosedur Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam

Peraturan PemerintahNomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin

Polri, apabila benar telah terjadi perkara pelanggaran disiplin. Dalam

mewujudkan Polri yang disiplin dalam melaksanakan tugasnya dalam

mengatur ketertiban masyarakat, perlu adanya strategi dalam mewujudkan

citra Polisi yang baik dalam pemerintahan. Hal itu dapat dilakukan dalam

jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

a. Program Jangka Pendek ( 1 Tahun )

1. Peningkatan kualitas Penyidik Provos Polda,

2. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan anggota Polri terhadap

disiplin.

3. Pengadaan dan pengelolaan sarana pendukung tugas

penegakan Hukum Disiplin.

4. Membangun pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan

penegakkan hukum disiplin anggota Polri sebagai bentuk

transparansi dan akuntabilitas kinerja Polri kepada masyarakat.

b. Program Jangka Sedang ( 3 Tahun ) Dilaksanakan secara paralel

dengan pelaksanaan kegiatan pada program Jangka Pendek, dengan

melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

54
1. Membangun dan memelihara komitmen Pimpinan Polri untuk

tegaknya disiplin, anggota Poiri.

2. Melakukan kerja sama dengan Lembaga Kompolnas dalam

rangka mempersiapkan dan mendukung peran Kompolnas tidak

hanya sebatas pemberi saran kepada Presiden tentang kinerja

Polri, akan tetapi juga sebagai kontrol sekaligus mitra bagi Polri

dengan saling tukar informasi.

3. Memelihara dan meningkatkan hubungan kerja sama dengan

media sehingga dapat berperan sebagai kontrol bagi anggota

Polri, untuk tetap berpartisipasi aktif secara proporsional dengan

penyebaran informasi yang tidak tendensius bahkan mengarah

kepada fitnah dalarn penegakkan hukum disiplin anggota Polri.

4. Memelihara dan meningkatkan motivasi/dedikasi penegak hukum

disiplin Polri.

c. Program Jangka Panjang ( 5 Tahun ) Dilaksanakan secara Paralel

bersamaan dengan Pelaksanaan kegiatan pada program Jangka

Pendek dan Jangka Sedang, dengan melaksanakan kegiatan sebagai

berikut :

1. Perbaikan atau merevisi aturan hukum disiplin.

2. Mengimplementasikan nilai - nilai paradigma baru Polri sebagai

polisi yang berwatak sipil dan nilai-nilai reformasi Polri dalam

proses penegakkan hukum disiplin anggota Polri

3. Membangun dan memelihara hubungan kerja sama dengan pihak

55
kontrol eksternal lainnya seperti DPR, Komnasham maupun BPK

dengan maksud saling bertukar informasi secara proporsional

dalam kaitan peningkatan penegakan hukum disiplin anggota

Polri.

b. Faktor-faktor Yang Menjadi Kendala Bidang Propam dalam rangka

menegakkan Disiplin Anggota Polri di Polda Sulawesi Selatan.

Sebagaimana proses penegakan hukum pada umumnya dalam

proses penegakan hukum disiplin anggota Polri juga tidak terlepas dari

beberapa faktor yang saling terkait dengan eratnya karena merupakan

esensi dari penegakan hukum itu sendiri. Mulai dari faktor hukumnya,

factor penegak hukumnya, masyarakat dalam hal ini anggota Polri sebagai

objek dari penegakan hukum disiplin dan faktor kebudayaan dalam

organisasi Polri maupun dalam masyarakat pada umumnya, dan untuk

mengetahui sejauh mana ke lima aktor tersebut sebagai tolak ukur bagi

efektifitas penegakan hukum disiplin anggota Polri dapat di uraikan sebgai

berikut;

1. Faktor Hukumnya (Undang-Undang / Aturan Hukum).

Dalam PP RI No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin

Anggota Polri dan dalam Kep. Kapolri No. Pol: Kep/43/IX/2004

tanggal 30 September 2004 tentang Tata cara penyelesaian

pelanggaran disiplin Anggota Polri, ketentuan dan rumusan aturan

hukumnya terdapat sejumlah kelemahan antara lain :

56
a. Aturan hukum yang tumpang tindih, contohnya kewenangan

Ankum memerintahkan Provos Polri untuk melakukan

pemeriksaan anggota yang melanggar disiplin (Psl. 19 PP RI

No. 2/2003) sementara itu pada pasal Ps l. 22 PP RI No.

2/2003 Provos polri juga berwenangmelakukan pemanggilan

dan pemeriksaan, persoalan kemudian muncul ketika Provos

Polri melakukan pemanggilan dan pemeriksaan tanpa adanya

perintah dari Ankum akibatnya Ankum keberatan. Contoh

lainnya dalam pasal 20 PP RI No 2003 mengenai kewenangan

Ankum untuk memerintahkan diselenggarakanya sidang

disiplin terhadap anggota Polri yang disiplin, sementara itu

pasal 21 PP RI No 2 2003 satuan fungsi pembinaan hukum

Polri diberi kewenangan memberi pendapat dan saran hukum

untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang

disiplin. Dalam ketentuan tentang tata cara penyelesaian

pelanggaran disiplin anggota Polri pada pasal 28 ayat (1), (2)

dengan pasal 29 ayat (1) juga terjadi hala yang sama.

b. Aturan Hukum Multi Tafsir.

Ketentuan kurang jelas dan tidak tersedia penjelasan yang

memadai bahkan tidak ada penjelasan sama sekali. Dengan

peraturan yang multi tafsir masing-masing pihak akan memiliki

penafsiran berbeda, dapat membuka peluang terjadinya

manipulasi dalam penegakan hukum yang pada akhirnya

57
menimbulkan ketidakpastian hukum.

c. Sanksi hukuman disiplin tidak tegas.

Adanya sanksi hukuman disiplin dalam peraturan disiplin

anggota Polri yang tidak tegas untuk satu perbuatan

pelanggaran disiplin berakibat penjatuhan sanksi hukuman

disiplin oleh Ankum melalui sidang disiplin akan sangat

subyektif.

2. Faktor Penegak Hukum (Provos Polri, Pimpinan / Ankum).

a. Penegak hukum atau aparat seyogyanya merupakan golongan

panutan dan memberi keteladanan yang baik dalam

masyarakat dalam hal ini termasuk anggota Polri sebagai objek

dari hukum disiplin anggota Polri.

b. Akan tetapi yang terjadi dewasa ini dirasakan terdapat

beberapa kelemahan pada Provos Polri, Pimpinan ataupun

Ankum sebagai aparat penegak hukum disiplin anggota Polri,

antara lain:

1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri

dalam peranan pihak lain dengan siapa berinteraksi

(sesama anggota Polri).

2) Tingkat aspirasi yang relatif masih rendah yaitu belum

mampu memahami motif-motif terjadinya pelanggaran

disiplin oleh anggota Polri.

3) Kegairahan untuk memikirkan masa depan yang sangat

58
terbatas dalam artian tidak mampu memahami bahwa

outcome dari tegaknya disiplin anggota Polri adalah

mantapnya citra Polri menjadikan lemahnya komitmen

Pimpinan / Ankum.

4) Kurangnya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu

kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materil

menimbulkan upaya para penegak hukum disiplin

anggota Polri memanipulasi atau merekayasa fakta

hukum.

5) Kurangnya daya inovatif para penegak hukum disiplin

anggota Polri seperti perlunya sosialisasi peraturan

disiplin anggota Polri di kalangan masayarakat dengan

maksud tumbuhnya partisipasi aktif masyarakat dalam

penegakan hukum disiplin anggota Polri.

c. Sebagai gambaran secara kuantitas kekuatan personel Provos

Polri di seluruh jajaran Polri :

Tabel 3

Data Kekuatan Personil Provos Polri Tingkat


Polda dan Kewilayahan
TA. 2017

NO POLRES PAMEN PAMA BA TA PNS KET


1 2 3 4 5 6 7 8
1 POLDA 1 15 32 - 2
2 POLRESTABES MKS 1 7 20 - 2
3 POLRES GOWA - 1 14 - -
4 POLRES MAROS - 1 12 - -
5 POLRES PANGKEP - 1 12 - -
6 POLRES BARRU - 1 9 - -
59
1 2 3 4 5 6 7 8
7 POLRES PAREPARE - 1 13 - -
8 POLRES SIDRAP - 1 10 - -
9 POLRES PINRANG - 1 8 - -
10 POLRES ENREKANG - 1 9 - -
11 POLRES TATOR - 1 10 - -
12 POLRES LUWU - 1 11 - -
13 POLRES PALOPO - 1 12 - -
14 POLRES LUTRA - 1 13 - -
15 POLRES LUTIM - 1 13 - -
16 POLRES SOPPENG - 1 9 - -
17 POLRES WAJO - 1 10 - -
18 POLRES BONE - 1 15 - -
19 POLRES SINJAI - 1 7 - -
20 POLRES BULUKUMBA - 1 9 - -
21 POLRES SELAYAR - 1 14 - -
22 POLRES BANTAENG - 1 6 - -
23 POLRES JENEPONTO - 1 8 - -
24 POLRES TAKALAR - 1 9 - -
25 SAT BRIMOBDA - 1 13 - -
26 DIT POL AIR - 1 9 - -
27 SPN BATUA 1 10 - -

Sumber data : Subbag Renmin Subbid Provos Polda Sulsel

Data tersebut diatas menunjukan bahwa secara kuantitas

petugas penegak hukum disiplin anggota Polri dalam hal ini penyidik

yaitu Provos Jajaran Polda Sulsel berjumlah 368 anggota,

Terkait dengan kualitas kemapuan dalam pemahaman hukum,

ketrampilan teknis yuridis, profesionalisme, obyektifitas, integritas

moral dan komitmen pada kebenaran dan keadilan serta berani dan

disiplin, juga masih relative rendah.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas Pendukung.

Sarana dan Fasilitas pendukung dalam penegakan hukum disiplin

anggota Polri tidak jauh berbeda dengan penegakan hukum pada

60
umumnya dirasakan masih serba terbatas antara lain :

a. Alat tulis kantor (komputer beserta printer dan tintanya).

b. Alat komunikasi elektronika dan sarana dan transportasi.

c. Dukungan anggaran operasional penyelidikan dan penyidikan

serta pelaksanaan sidang disiplin.

d. Sarana pustaka hukum sebagai bahan refrensi bagi para

penyidik Provos.

4. Faktor Masyarakat (anggota Polri)

Faktor kesadaran dan ketaatan anggota Polri terhadap hukum

baik hukum yang berlaku umum maupun hukum yang berlaku

khusus bagi anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam peraturan

disiplin anggota Polri menjadi gambaran tingkat disiplin anggota Polri

baik di dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan

bernegara dan bermasyarakat relatif masih rendah, hal tersebut

terlihat dengan masih seringnya terjadi aksi-aksi main hakim sendiri,

pemaksaan kehendak, arogansi, sikap permisif pada kejahatan

disekitarnya, aksi razia secara sepihak, sikap tolernasi terhadap

orang lain dan sebagainya merupakan sedikit contoh betapa

lemahnya partisipasi anggota Polri dalam mendorong dan

mendukung pemantapan citra Polri. Sebagai gambaran factual

tentang jumlah pelanggaran tata tertib dan disiplin serta tindak

pidana umum yang dilakukan oleh anggota Polri dari tahun 2005

sampai dengan tahun 2007, sebagai berikut :

61
5. Faktor Budaya.

Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor

masyarakat tapi sengaja dibedakan karena kebudayaan (sistem)

hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai mendasari hukum yang

berlaku. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak

mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti), dan apa yang

dianggap buruk (sehingga dihindari). Sejauh ini rumusan budaya

dalam organisasi Polri seperti yang terkandung dalam Tribrata

ternyata belum terlalu efektif secara oprasional dalam kehidupan

Polisi sehari-hari, karena kalimat pendek dan padat menjadi sekedar

rumus matematis yang abstrak, tanpa pengembangan budaya

secara terarah dan mengakar kepada kejidupan organsasi. Maka

manusia seperti Polisi tidaka dapat diharapkan bersikap dan

berprilaku yang konsisiten dengan visi, misi, kode etik yang dibangun

oleh Polri. Terlihat masih adanya sebagian individu- individu Polri

yang bergaya feodal, munafik, tidak bertanggung jawab dan

sebagainya.

62
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Upaya yang dilakukan oleh Polri dalam hal ini Bidang Profesi dan

Pengamanan Polda Sulsel adalah dengan upaya penegakan disiplin

secara preventif yang bertujuan untuk mencegah adanya

pelanggaran disiplin anggota Polri dan juga upaya penegakan

disiplin secara represif yang dilakukan sesuai prosedur penjatuhan

hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri, apabila benar

telah terjadi perkara pelanggaran disiplin.

2. Faktor-faktor yang menjadi kendala Bid Propam dalam rangka

menegakkan Disiplin Anggota Polri di Polda Sulawesi Selatan

adalah :

a. Faktor Hukumnya (Undang-Undang / Aturan Hukum).

1). Aturan hukum yang tumpang tindih.

2). Aturan Hukum Multi Tafsir.

3). Sanksi hukuman disiplin tidak tegas.

63
b. Faktor Penegak Hukum (Provos Polri, Pimpinan / Ankum).

1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri

dalam peranan pihak lain dengan siapa berinteraksi

(sesama anggota Polri).

2) Tingkat aspirasi yang relatif masih rendah

3) Kegairahan untuk memikirkan masa depan yang sangat

terbatas.

4) Kurangnya kemampuan untuk menunda pemuasan

suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materil.

5) Kurangnya daya inovatif para penegak hukum disiplin

anggota Polri

c. Faktor Sarana dan Fasilitas Pendukung.

Sarana dan Fasilitas pendukung dalam penegakan

hukum disiplin anggota Polri tidak jauh berbeda dengan

penegakan hukum pada umumnya dirasakan masih serba

terbatas antara lain :

a. Alat tulis kantor (komputer beserta printer dan tintanya).

b. Alat komunikasi elektronika dan sarana dan transportasi.

c. Dukungan anggaran operasional penyelidikan dan

penyidikan serta pelaksanaan sidang disiplin.

d. Sarana pustaka hukum sebagai bahan refrensi bagi para

penyidik Provos.

64
4. Faktor Masyarakat (anggota Polri)

Faktor kesadaran dan ketaatan anggota Polri terhadap

hukum baik hukum yang berlaku umum maupun hukum yang

berlaku khusus bagi anggota Polri sebagaimana yang diatur

dalam peraturan disiplin anggota Polri menjadi gambaran

tingkat disiplin anggota Polri baik di dalam pelaksanaan tugas

maupun dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat

relatif masih rendah, hal tersebut terlihat dengan masih

seringnya terjadi aksi-aksi main hakim sendiri, pemaksaan

kehendak, arogansi, sikap permisif pada kejahatan

disekitarnya, aksi razia secara sepi hak, sikap tolernasi

terhadap orang lain dan sebagainya merupakan sedikit contoh

betapa lemahnya partisipasi anggota Polri dalam mendorong

dan mendukung pemantapan citra Polri.

5. Faktor Budaya.

Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan

faktor masyarakat tapi sengaja dibedakan karena kebudayaan

(sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai mendasari

hukum yang berlaku. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-

konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga

dianuti), dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).

Sejauh ini rumusan budaya dalam organisasi Polri seperti

yang terkandung dalam Tribrata ternyata belum terlalu efektif

65
secara oprasional dalam kehidupan Polisi sehari-hari, karena

kalimat pendek dan padat menjadi sekedar rumus matematis

yang abstrak, tanpa pengembangan budaya secara terarah

dan mengakar kepada kejidupan organsasi. Maka manusia

seperti Polisi tidak dapat diharapkan bersikap dan berprilaku

yang konsisiten dengan visi, misi, kode etik yang dibangun

oleh Polri. Terlihat masih adanya sebagian individu- individu

Polri yang bergaya feodal, munafik, tidak bertanggung jawab

dan sebagainya.

B. SARAN

Mengacu beberapa hal yang telah diuraikan sebelumnya, Penulis


memberikan saran bahwa disiplin anggota Polri dapat terwujud apabila :

1) Perlu dilakukan upaya untuk menciptakan sistem kelembagaan dan

pengelolaan organisasi Polri yang bersih, efisien, efektif, transparan,

profesional dan akuntabel.

2) Perlu dilakukan upaya untuk menghapus praktek pelaksanaan tugas Polri

yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara kelompok atau

golongan masyarakat.

3) Perlu dilakukan upaya pembuatan komitmen kepada seluruh anggota

Polri untuk memberikan pelayanan kepada pelanggannya dalam hal ini

masyarakat.

4) Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

66
pelaksanaan tugas Polri sebagai indikator keberhasilan Polri dalam

kemitraannya dengan masyarakat.

5) Dalam penjatuhan sanksi terhadap anggota Kepolisian Republik

Indonesia, hendaknya disamping memperhatikan Peraturan Perundang-

Undangan yang tertulis, seharusnya juga memperhatikan Asas-Asas

Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).

67
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melayani Publik, Gadjah Mada

University, Yogyakarta, 2006.

Ali Subur dkk, Pergulatan Profesionalisme Dan Watak Pretorian, Catatan

Kontras terhadap Kepolisian, Kontras, Jakarta, 2007

Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Penerbit Pustaka Pena, Makassar,

2016

Breyett, Keith & Arch Harrison, An Introduction to Policing Volume 4 : Trends and

Procedures in Policing, Butterworths, Australia, 1994.

Departemen Pendidikan Nasional, , Kamus besar bahasa indonesia, pusat

Bahasa (edisi Keempat), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

2012

Hasibuan, Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara:

Jakarta,2000

Kunarto & Hariadi Kurwaryono, Polisi dan Masyarakat, Hasil seminar Kepala

Polisi Asia Pasifik ke VI di Taipe 11-14 Januari 1998, Cipta

Manunggal, Jakarta, 1998

Wik Djatmika, Dibawah Panji-Panji Tribarata , PTIK Press, Cet Kedua, Jakarta,

2007.
M.Marwan dan Jimmy P., Kamus hukum, Reality Publisher, Surabaya. 2009

Momo Kelana,- Hukum Kepolisian (PT Gramedia Widia Sarana Indonesoa,

Jakarta, 1994

- Konsep-konsep Hukum Kepolisian Indonesia, (Jakarta:PTIK

Pres,2007),

Sadjijono, Prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan Kepolisian di

Indoenesia, Laks Bang Pressindo, Yogyakarta, 2005.

. Sastrohadiwiryo, Siswanto. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Bumi Aksara :

Jakarta 2001,

Sir John Molyan, Tn Bahhe Police of Britain, (Majalah Bhayangkara, No 1 Thn

1V,1953),

. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, PP No 2 Tahun

2003.

Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode etik Profesi Polri
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH SULAWESI SELATAN
BIDANG PROFESI DAN PENGAMANAN

NOTA DINAS
Nomor : B/ND- / I / 2016 /Bidpropam

Kepada : Yth. Karo SDM Polda Sulsel

Dari : Kabidpropam Polda Sulsel

Perihal : Pengiriman hasil pemeriksaan AIPTU


SUBAEDAH Nrp 69080151 Brigadir Dit
Lantas Polda Sulsel terhadap suaminya
AIPTU ABD RAHMAN Nrp 66120141 Ps
Panit 2 Reskrim Polsek Turikale Polres
Maros.

1. Rujukan :

a. Perkap No 9 tahun 2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Tata Cara


Pengajuan Perkawinan, perceraian dan rujuk bagi Pegawai Negeri
pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b. Nota Dinas Karo SDM Polda Sulsel Nomor : B/ND-1829/XII/2015/Ro


SDM, tanggal 18 Desember 2015 perihal bantuan pemeriksaan
terhadap permohonan cerai AIPTU SUBAEDAH Nrp 69080151
Brigadir Dit Lantas Polda Sulsel terhadap suaminya AIPTU ABD
RAHMAN Nrp 66120141 Ps Panit 2 Reskrim Polsek Turikale Polres
Maros.

c. Surat Perintah Kapolda Sulsel Nomor : Sprin/2113/XII/2015, tanggal


22 desember 2015 untuk melakukan pemeriksaan.
2. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap AIPTU SUBAEDAH Nrp 69080151
Brigadir Dit Lantas Polda Sulsel dan AIPTU ABD RAHMAN Nrp 66120141
Ps Panit 2 Reskrim Polsek Turikale Polres Maros., dapat disimpulkan
sebagai berikut :

a. Bahwa AIPTU SUBAEDAH menikah dengan AIPTU ABD RAHMAN


pada tanggal 4 Desember 1991 di Kab Pangkep, pernikahan tersebut
atas restu orang tua kedua belah pihak serta sudah melalui Agama
dan Dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dan dari hasil
pernikahan tersebut telah dikaruniai 4 (empat) orang anak. Yang
pertama a.n. ARNOLD ARMANDA umur 23 tahun, yang kedua
ANDREW ARMANDA umur 19 tahun, yang ketiga MUH FAUZI
ARMANDA dan keempat FAUZAN ARMANDA umur 14 tahun.

b. Menurut keterangan AIPTU SUBAEDAH bahwa awalnya rumah


tangga mereka masih berjalan harmonis namun sejak anak pertama
mereka lahir, rumah tangga mereka mulai bermasalah dimana
penyebabnya karena AIPTU ABD RAHMAN telah melakukan
perselingkuhan dengan wanita lain dan itu dilakukan hingga berulang-
ulang dan tidak berubah sampai saat ini. Selain itu, AIPTU ABD
RAHMAN sering minum minuman keras dan pulang kerumah dalam
keadaan teller.

c. Menurut…..

Anda mungkin juga menyukai