PHARMACEUTICAL CALCULATIONS
Kelompok 7
Naufalia Faza 90718016
Ghinanda Dhiva 90718023
Fadhila Syifa P.S 90718025
Elva Markolina 90718053
Yuda Prasetya N 90718058
Zainab Zahira 90718061
Annisa Rahmawati 90718065
Elizabeth Novianti 90718077
Helin Yovina 90718080
Tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan informasi umum untuk membantu apoteker dan
mendukung personel dalam melakukan perhitungan yang dibutuhkan untuk peracikan dan penyiapan
obat.
Sebelum melanjutkan perhitungan, maka apoteker harus melakukan hal berikut : (a) membaca seluruh
resep dan formula secara hati-hati; (b) menentukan bahan-bahan yang dibutuhkan; (c) memilih
metode penyiapan yang tepat dan juga perhitungan yang tepat.
Seorang apoteker haus memeriksa ulang setiap perhitungan atau meminta orang lain untuk
memeriksa ulang, jika apoteker lain tidak ada, sebelum melanjutkan pada tahap peracikan.
Dalam melakukan perhitungan bobot teoritis pada suatu bahan dalam proses pencampuran, secara
umum dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐴𝐵
𝑊=
𝐶𝐷
Keterangan :
W = jumlah bobot sebenarnya
A= bobot ZA yang akan ditambahkan sesuai yang diresepkan/yang ditentukan oleh
apoteker
B= Bobot molekul bahan termasuk angka hidrasinya
C= Bobot molekul bagian aktif dari obat atau zat tambahan yang ditimbang
D=Fraksi bobot kering saat persentase kadar kelembapan yang teradsorpsi diketahui pada prosedur
pengeringan
2.1 Zat Aktif
2.1.1 Perhitungan Zat aktif dalam Bentuk Garam dan Hidrat
Berikut adalah contoh dari perhitungan obat dalam bentuk garam dan hidrat. Contoh perhitungannya
yaitu:
1. Perhitungan obat dalam bentuk garam dan hidrat
Triturasi morfin sulfat dan laktosa, untuk mendapatkan 10 g dimana terdapat 30
Diketahui:
1
• W = bobot morfin sulfat (g)
• A= bobot morfin sulfat pentahidrat pada resep (1,5 g)
• B = bobot molekul morfin sulfat pentahidrat (759 g/mol)
• C= bobot molekul morfin sulfat pentahidrat (759 g/mol)
• D=1
Perhitungan:
W = (1,5 g x 759 g/mol) / (759 g/mol x1) = 1,5 g morfin sulfat pentahidrat
Diketahui:
• W= bobot aminofilin dihidrat (mg)
• A= bobot teofilin anhidrat (250 mg)
• B= bobot molekul aminofilin dihidrat (456 g/mol)
• C= bobot molekul teofilin anhidrat (360 g/mol)
• D= 0,996
(1 mol aminofilin mengandung 2 mol teofilin; bobot molekul teofilin 180)
Perhitungan:
W = (250 mg x 456 g/mol)/(360 g/mol x 0,996) = 318 mg aminofilin dhidrat
Pada umunya, untuk stabilitas atau alasan lain seperti rasa dan kelarutan, bentuk dasar obat dapat
dijadikan sebagai bentuk garam atau esternya. Hal ini membuat bobot molekul dari obat menjadi
berubah sehingga dapat berguna untuk menentukan jumlah bobot yang dibutuhkan setelah diubah
bentuknya. Berikut adalah contoh perhitungannya.
1. Hidrat
Jika akan dibuat 100 g gel mengandung lidokain HCl 2%, menggunakan lidokain anhidrat 2 g maka
berapa bobot yang setara jika digunakan lidokain HCl monohidrat?
Diketahui:
• W = bobot lidokain HCl monohidrat (g)
• A = bobot lidokain HCl anhidrat pada resep (2 g)
• B = bobot molekul lidokain HCl monohidrat (288,81 g/mol)
2
• C = bobot molekul lidokain HCl anhidrat (270,8 g/mol)
• D = 1.0
Perhitungan :
W = (2 g 288.81 g/mol)/(270.80 g/mol 1) = 2.133 g lidokain HCl monohidrat
2. Garam
Dibuat 10 mL gel fentanyl topikal dengan konsentrasi 50 mg fentanyl/0,1 mL dari fentanyl cit-
rate.Berapa jumlah fentanyl sitrat yang dibutuhkan ?
Diketahui:
• Jumlah fentanyl yang dibutuhkan : (50 mg fentanyl/0,1 mL) x 10 mL = 5000 mg fentanyl
• W = bobot fentanyl citrate dalam resep in the prescription (mg)
• A = bobot fentanyl pada resep (5000 mg)
• B = BM fentanyl citrate ( 528.59 g/mol)
• C = BM of fentanyl (336.47 g/mol)
• D = 1.0
Perhitungan:
W = (5000 mg 528.59 g/mol)/(336.47 g/mol 1) = 7855 mg fentanyl sitrat
3. Ester
Berapa jumlah cefuroxime axetil yang terkandung dalam sebuah tablet 250 mg?
Diketahui:
• W=bobot cefuroxime axetil dalam tablet (mg)
• A = bobot cefuroxime di resep (250 mg)
• B = BM cefuroxime axetil (510.47 mg/mmol)
• C = MW of cefuroxime, 424.39 mg/mmol
• D = 1.0
Perhitungan:
W = (250 mg 510.47 g/mol)/(424.39 g/mol 1) = 300 mg cefuroxime axetil
3. Perhitungan Dosis
3.1 Dosis Berdasarkan Berat Badan
Dosis dinyatakan sebagai mg obat per kg berat badan per interval pemberian dosis.
3
berat badan (lb) × kg/2,2 lb = Berat badan (kg)
b. Tentukan dosis harian dengan mengalikan berat badan (kg) dengan dosis rata-rata:
berat badan ( kg) × dosis rata-rata (mg/kg/day)= dosis harian (mg/day)
c. Tentukan dosis total:
dosis harian/ frekuensi pemberian = dosis total (mg/dosis)
d. Hitung volum masing-masing dosis menggunakan rasio dan proporsi
dosis total (mg/dosis) / dosis yang tersedia dipasaran = volum( mL/dosis)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑖𝑛)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡(𝑙𝑏)
BSA (m2)=√
3131
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑐𝑚)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡(𝑘𝑔)
BSA (m2)= √
3600
Dikarenakan beberapa senyawa tidak dapat dikarakterisasi dengan metode kimia dan fisika, maka
perlu dilakukan penentuan aktivitas biologi yang ditunjukkan dengan nilai potensi.
4
4.1. Menghitung dengan Menggunakan Satuan Potensi
Contoh konversi satuan potensi ke miligram:
1. Dosis penicillin G benzathine untuk infeksi streptococcal adalah 1,2 juta satuan potensi yang
diadministrasikan secara intramuskular. Jika suatu produk mengandung 1180 satuan potensi/mg,
maka jumlah penicillin G benzathine adalah sebagai berikut.
1200000 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
= 1017 mg penicilline G benzathine
1180 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛/𝑚𝑔
2. Sebanyak 60 g salep mengandung 150000 satuan potensi nistatin per gram. Untuk menghitung
jumlah nistatin dengan potensi 4400 satuan/mg, yang harus ditimbang adalah sebagai berikut.
60 g × 150000 satuan nistatin/g = 9000000 satuan
9000000 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
= 2045 mg nistatin
4400 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛/𝑚𝑔
Berat ditambahkan pada kebanyakan campuran liquid, semisolid, dan solid. Volum dalam campuran
larutan bercampur dan liquid murni bisa ditambahkan atau tidak ditambahkan, hal ini berdasarkan
pada efek proporsi volum dan ikatan hidrogen intermolekular. Contoh, campuran yang mengandung
volume air dan etanol yang setara atau hampir setara (dan mono-hidroksi alkohol lain yang bercampur)
akan eksotermis dan hasil menghasilkan konsentrasi volume sebesar <5%, contoh 50 mL air + 50 mL
etanol menghasilkan 97-98 mL pada 20-25°C. Konsentrasi volum yang sangat kecil terjadi antara air
dan polihidroksi atau polihidrat alkohol (contoh gliserin dan propilen glikol). Volum ditambahkan
biasanya dengan error sangat kecil dalam campuran aqueous yang mengandung <10% monohidroksi
alkohol, yaitu <0,5% konsentrasi volum.
5
6.1 Menghitung Densitas dan Spesific Gravity
2,3 gram serbuk arang aktif memiliki volum bulk sebesar 5,2 mL pada 20°C dan 1 atm. Densitas arang
aktif dapat dihitung sebagai berikut.
Densitas : 2,3 g/5,2 mL = 0,44 g/mL
6.2 Perhitungan SG
125 gliserin memiliki volum 99 mL pada 25°C (densitas air pada 25°C adalah 0,997 g.mL]. SG gliserin
dapat dihitung sebagai berikut.
SG = (125 g/99 mL)/(0,997 g/mL) = 1,266
HCl dengan konsentrasi 37% w/w larutan HCl dalam air. Hitung jumlah HCl dalam gram yang
terkandung dalam 75 mL HCl (SG HCl adalah 1,18)
37% w/w x 1,18 = 43,7% w/v
(43,7 g/100 mL) x 75 mL = 32,8 g HCl
Menggambarkan karakteristik elektrikal ion paling baik sehingga digunakan sebagai kuantitas elektrolit
yang diadministrasikan pada pasien. Ekuivalen (Eq) adalah berat senyawa yang memberikan 1 unit
muatan.
1. Hitung mEq magnesium sulfat dalam dosis 2-ml injeksi Magnesium sulfat 50% (Diketahui BM
MgSO4.7H2O 246,47 dan valensi tertinggi adalah Mg 2= dan SO4 2-)
50 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑙
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑀𝑔𝑆𝑂4 = ×2 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
100 𝑚𝑙 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
1 𝑔𝑟𝑎𝑚 2 𝐸𝑞 1000 𝑚𝐸𝑞
𝑚𝐸𝑞 𝑀𝑔𝑆𝑂4 = × × = 0,1753 𝑚𝐸𝑞/𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 246,47 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐸𝑞
6
2. Vial NaCl mengandung 3 mEq/ml NaCl. Hitung kekuatan injeksi dalam % w/v (BM NaCl 58,44)
Milimol (mmol)
Satu mol sama dengan berat satu gram-atomik atau berat gram-molekular suatu senyawa
Contoh :
1. Hitung mmol penicillin V potassium dalam 250-mg Penicillin V Potassium Tablet (BM Penicillin V
potassium 388,48)
250 𝑚𝑔 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑚𝑜𝑙 = × = 0,644 𝑚𝑚𝑜𝑙/𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 388,48 𝑚𝑔
8. Ekspresi Konsentrasi
Ekspresi konsentrasi yang dimaksud disini menunjukkan campuran homogen zat dibawah pada
temperature 20-30o pada tekanan 1 atm : gas dalam gas, gas dalam cairan, cairan dalam semisolid,
solid dalam likuid, solid dalam semisolid, dan solid dalam solid. Ekspresi konsentrasi yang biasa
digunakan dalam farmasi.
7
X:Y X bagian dari satu bahan per Y bagian dari bahan lain
dalam campuran bahan
R, X, dan Y merupakan bilangan bulat
Contoh : hitung serbuk natrium bikarbonat yang dibutuhkan untuk membuat 50 ml larutan natrium
bikarbonat 0,07N. natrium bikarbonat memiliki valensi tertinggi 1, maka 1 Eq terkandung dalam tiap
mol natrium bikarbonat (BM 84,01)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
(%𝑤/𝑤) = × 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
c. Persentasi berat dalam volume (%w/v)
Gram terlarut dalam 100 ml larutan atau suspense
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
(%𝑤/𝑤) = × 100
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
8. 3 Konversi Konsentrasi
Perhitungan yang digunakan untuk mengubah konversi bobot/volume (% w/v) menjadi konsentrasi
lainnya menggunakan massa jenis (ρ) dan bobot molekul. Berikut adalah contoh perhitungannya :
8
a. Konversikan 10% w/v kalsium klorida (CaCl2 · 2H2O) menjadi bentuk molal (m)!
Diketahui:
• BM:147.01 g
• Larutan 10% w/v memiliki densitas of 1.087 g/mL
• 10% w/v = 10 g kalsium/100 mL larutan
Perhitungan:
𝑔
100 𝑚𝐿 𝑥 1.087 = 108,7 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑚𝐿
108,7 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 − 10 𝑔 𝐶𝑎𝐶𝑙2 = 98,7 𝑔 𝑎𝑖𝑟 = 0,0987 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
10 𝑔 𝐶𝑎𝐶𝑙2
= 0,068 𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑎𝐶𝑙2
147,01 𝑔 𝐶𝑎𝐶𝑙2
𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑎𝐶𝑙2
b. Konversikan 50% w/v magnesium sulfat (MgSO4. 7H2O) menjadi molaritas (M).
MgSO4 memiliki bobot molekul 246,47 g.
Perhitungan:
50 𝑔 𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
𝑥 𝑥 = 2,029 𝑀
100 𝑚𝐿 246,47 𝑔 1𝐿
c. Konversikan 10% w/v kalsium klorida (CaCl2. 2H2O) menjadi normalitas (N).
Perhitungan:
10 𝑔 1 𝑚𝑜𝑙 2 𝐸𝑞 1000 𝑚𝐿
𝑥 𝑥 𝑥 = 1,36 𝑁
100 𝑚𝐿 147,01 𝑔 1 𝑚𝑜𝑙 1𝐿
*2 Eq/mol didapatkan dari angka valensi kalsium +2
f. Konversikan 33% w/v kalium klorida (KCl) menjadi 1:R rasio kekuatan.
9
Perhitungan:
1 33 𝑔
( )=( )
𝑅 100 𝑚𝐿
𝑅 = 3,03
1∶𝑅=1∶3
Perhitungan yang digunakan untuk mengonversi persen bobot dalam bobot (%w/w) dan volume dalam
volume (%v/v) menjadi konsentrasi lainnya menggunakan massa jenis (ρ) dan bobot molekul. Berikut
adalah contoh perhitungannya :
a. Konversikan 50% w/w gliserin menjadi % w/v (ρ gliserin : 1,13 g/mL)
Perhitungan:
50 𝑔 𝑔
𝑥 1,13 = 0,565 𝑔/𝑚𝐿
100 𝑔 𝑚𝐿
56,5 𝑔
= 56,5% 𝑤/𝑣
100 𝑚𝐿
b. Konversikan 70% v/v isopropil alkohol menjadi % w/w (ρ isopropil alkohol = 0,79
g/mL, ρ 70% v/v isopropil alkohol = 0,85 g/mol)
Perhitungan:
g
70 mL isopropil alkohol x (0,79 ) = 55,3 𝑔 isopropil alkohol
mL
𝑔
100 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑥 0,85 = 85 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑚𝐿
Perhitungan:
50 𝑔 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
= 0,543 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛
92,1 𝑔/𝑚𝑜𝑙
10
100 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 − 50 𝑔 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛 = 50 𝑔 𝑎𝑖𝑟 = 0,05 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
e. Konversikan 70% v/v isopropil alkohol menjadi molal. Massa jenisnya adalah 0,79
g/mL dan bobot molekulnya 60,1; 70% v/v isopropil alkohol memiliki berat jenis 0,85 g/mL.
Perhitungan:
𝑔
70 𝑚𝐿 𝑖𝑠𝑜𝑝𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 0,79 = 55,3 𝑔 𝑖𝑠𝑜𝑝𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙 𝑎𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙
𝑚𝐿
𝑔
100 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑥 0,85 = 85 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑚𝐿
(85 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 − 55,3 𝑖𝑠𝑜𝑝𝑟𝑜𝑝𝑖𝑙 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙) = 29,7 𝑔 𝑎𝑖𝑟 = 0,0297 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
f. Konversikan 50% w/w gliserin menjadi molaritas (M). Bobot molekul gliserin
adalah 92,1.
Perhitungan:
Dari contoh nomor 1, 50% w/w gliserin = 56,5 % w/v gliserin
56,5 𝑔 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝐿
𝑥 𝑥 1000 = 6,13 𝑀
100 𝑚𝐿 92,1 𝑔 𝐿
g. Konversikan 50% w/w gliserin menjadi 5 v/v ( berat jenis gliserin adalah 1,13
g/mL; 100% glisering memiliki berat jenis 1,26 g/mL).
Perhitungan:
50 𝑔 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛
= 39,7 𝑚𝐿 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛
1,26 𝑔/𝑚𝐿
11
100 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
= 88,5 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
1,13 𝑔/𝑚𝐿
39,7 𝑚𝐿 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛
𝑥 100% = 44,8% 𝑣/𝑣
88,5 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
h. Konversikan 50% w/w gliserin menjadi 1 dalam R rasio kekuatan.
Perhitungan:
1 50 𝑔 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛
=
𝑅 100 𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑅=2
𝑅 = 67
1: 𝑅 = 1 ∶ 67
c. Konversikan 1% w/w tolnaftate pada serbuk talk menjadi rasio kekuatan X:Y
100 𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 − 1 𝑔 𝑡𝑜𝑙𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑡𝑒 = 99 𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑘
𝑋: 𝑌 = 1 𝑔 𝑡𝑜𝑙𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑡𝑒 ∶ 99 𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑘
Larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat dapat diencerkan hingga konsentrasi yang lebih rendah
untuk mencapai kekuatan sediaan yang tepat dan presisi. Persamaan yang digunakan untuk
12
pengenceran adalah Q1 x C1 = Q2 x C2, dimana Q1 dan Q2 adalah jumlah dari larutan 1 dan 2 dan C1
dan C2 adalah konsentrasi untuk larutan 1 dan 2.
Kesimpulan:
a. Ketika dalam peresepan dituliskan “alcohol 10 ml” atau “dilarutkan dalam 5 ml alcohol”, maka
peracik harus menggunakan Alkohol USP (95% alcohol (C2H5OH)).
b. Ketika alcohol ditulis adalam persen, contoh “alcohol 20%”, ini berarti 20% v/v dari alcohol
(C2H5OH) . Jika label terdapat dalam produk komersial, ini berarti dalam produk mengandung
20% v/v alcohol (C2H5OH). Jika ini merupakan bagian dalam formula penyiapan, ini berarti
peracik harus menambahkan sejumlah ekivalen dengan 20% v/v alcohol yang mungkin
memerlukan perhitungan kalkulasi khusus.
c. Label dari produk dan sediaan racik perlu disertakan kandungan alcohol (C2H5OH) dalam % v/v.
Untuk penyiapan , angka ini wajib dikalkulasi berdasarkan volume bahan yang mengandung
alcohol yang ditambahkan.
Dalam kalkulasi ketika menyiapkan sediaan yang mengandung alcohol, langkah pertama adalah
menentukkan jumlah (dalam ml) alcohol yang dibutuhkan, lalu langkah kedua adalah
menentukkan %v/v alcohol (C2H5OH) untuk persiapan akhir sebelum pelabelan.
Contoh:
1. Tentukan jumlah alcohol yang diperlukan dalam resep
Clindamycin 1%
Alkohol 15 %
Propilen glikol 5%
Purified water q.s. 60 ml
a. Pada resep, alcohol 15 % berarti dalam sediaan mengandung 15% v/v alkohol (C2H5OH).
b. Untuk menyiapkan 60 ml,hitung jumlah alcohol yang diperlukan:
15% v/v x 60 ml = 9 ml alcohol
c. Karena alcohol yang digunakan bersumber dari alcohol USP, maka perhitungan dalam
volume (ml):
9 ml alcohol/95% v/v Alkohol USP = 9.5 ml alcohol USP
Oleh karena itu, ditambahkan 9.5 ml alcohol USP.
14
d. Tentukan % v/v alcohol dalam label
Karena dalam label ditulis % v/v alcohol, maka ditulis alcohol 15%.
2. Tentukan kandungan alcohol dalam % v/v untuk resep berikut:
Castrol oil 40 ml
Acacia Sesuai kebutuhan
Alkohol 15 ml
Cherry sirup 20 ml
Purified water q.s. 100 ml
Karena dalam monografi USP untuk alcohol biasa digunakan ketika alkohol diperlukan dalam
formula, maka yang dihitung 15ml alkohol USP.
95 % alcohol USP X 15 ml = 14.25 ml alcohol
14.25 ml alcohol/100 ml sediaan = 14.25% alcohol
Aligasi adalah metode untuk menentukan perbandingan zat dengan kekuatan yang berbeda untuk
memperoleh kekuatan atau konsentrasi sediaan yang diinginkan. Ketika perbandingan telah
ditentukan, perhitungan dapat dilakukan untuk mencari jumlah zat yang dibutuhkan. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut.
Hasil pada bagian kanan menunjukkan berapa banyak bagian/ persentase zat yang harus dicampurkan
untuk memperoleh persentase kekuatan campuran zat yang diinginkan. Jumlah yang diperoleh
sebanding dengan berat atau volume akhir sediaan.
Contoh perhitungan:
1. Tentukan jumlah salep A yang mengandung 12% obat dan salep B yang mengandung 16%
obat, yang dibutuhkan untuk membuat 1 kg sediaan yang mengandung 12,5% obat.
15
Pada total 4 bagian dari sediaan dengan kekuatan 12,5%, terdiri 3,5 bagian salep 12% dan 0,5
bagian salep 16%.
4 bagian = 1000 g
1 bagian = 250 g
3,5 bagian= 3,5 × 250 g = 875 g salep 12%
0,5 × 250 g = 125 g salep 16%
Dimana C adalah konsentrasi atau kekuatan, Q adalah jumlah, dan subscript s menunjukkan kekuatan
terkuat, subscript w menunjukkan kekuatan terlemah, subscript f menunjukkan campuran akhir
dengan kekuatan kurang dari s dan lebih besar dari w.
(Qs × Qw) = Qf
Qs = (Qf - Qw)
Qw= (Qf – Qs)
Contoh perhitungan:
Tentukan jumlah salep (g) 16% w/w dan salep 12% w/w yang dibutuhkan untuk menyiapkan 1 kg w/w
obat salep.
16
11. Perhitungan Aliquot
Ketika jumlah obat yang diinginkan membutuhkan tingkat ketepatan dalam pengukuran yang berada
di luar kemampuan alat, apoteker dapat menggunakan metode pengukuran alikuot. Ini berlaku untuk
obat poten atau ketika jumlah total obat dalam dosis tunggal atau dosis individual kurang dari minimal
kuantitas akurat yang bisa ditimbang (MAWQ). Aliquot berarti “mengandung jumlah eksak beberapa
kali dari sesuatu yang lain ”, alikuot harus proporsional dengan jumlah total. Oleh karena itu, 5 adalah
bagian alikuot dari 15, karena 5 terkandung tepat 3 kali dalam 15. Jika larutan atau serbuk triturat
mengandung konsentrasi tinggi dan terjadi kesalahan kecil dalam mengukur alikuot, kesalahan besar
dapat terjadi pada jumlah total obat pada formulasi akhir.
Aliquot terdiri dari, padat-padat, ketika zat aktif dan pengencer adalah zat padat; padat-cair, ketika zat
aktif padat dan harus dimasukkan ke dalam sediaan cair, seperti larutan, emulsi, atau suspensi; dan
cair-cair, ketika zat aktif adalah cairan dan pengencer adalah cairan. Bisa cairan murni atau larutan
pekat dari suatu obat.
Aliquot Metode 1:
(a) Jumlah MAWQ obat diukur.
(B) Obat diencerkan dengan sejumlah pengencer
(c) Jumlah pengenceran yang akan memberikan jumlah obat yang diinginkan dihitung, dan jumlahnya
diukur.
Aliquot Metode 2:
(a) Kuantitas obat yang akan diukur ditentukan dengan mengalikan jumlah obat yang dibutuhkan
dengan faktor yang tepat, disebut faktor pengenceran. Faktor pengenceran harus bilangan bulat lebih
dari atau sama dengan MAWQ dibagi dengan jumlah obat yang dibutuhkan.
(B) Sejumlah pengencer diukur dan ditambahkan. Jumlah pengencer yang digunakan dapat ditentukan
dengan metode yang berbeda, asalkan jumlah pengencer yang dipilih akan memberikan aliquot lebih
besar atau sama dengan MAWQ.
17
(c) Jumlah aliquot yang dibutuhkan ditentukan dengan mengalikan berat atau volume pengenceran
dengan kebalikan dari faktor pengenceran.
Perhitungan umum dapat ditunjukkan sebagai: A / B = C / D
A = jumlah obat yang diinginkan
B = jumlah obat yang diukur
C = jumlah obat dalam aliquot
D = aliquot jumlah total
11.1 Perhitungan Aliquots
Contoh — Aliquots
1. Pengenceran padat- cair (Aliquot Metode 1)
Siapkan 100 mL larutan yang mengandung 0,2 mg/mL clonidine menggunakan air sebagai pengencer.
Untuk menyiapkan larutan ini, 20 mg klonidin dibutuhkan
(a) Pilih berat obat yang diinginkan (A) untuk menjadi sama dengan atau lebih besar dari MAWQ. Dalam
kasus ini, MAWQ adalah 120 mg.
(b) Pilih volume aliquot (D) di mana jumlah obat yang diinginkan (C) akan terkandung. Kelarutan
klonidin adalah 1 g/13 mL, jadi jika 5 mL dipilih sebagai volume alikuot, maka konsentrasi dalam larutan
itu akan 20 mg/5 mL. Oleh karena itu, kelarutan tidak akan menjadi masalah.
(c) Dengan menggunakan rumus sebelumnya, hitung volume larutan (B) yang harus disiapkan.
120 mg clonidine / B = 20 mg clonidine / 5 mL aliquot
B = 30 mL
(d) Persiapkan larutan yang mengandung 120 mg clonidine dalam 30 mL Air. Pindahkan alikuot 5 mL
dari larutan ini ke wadah akhir, dan tambahkan Air hingga 100 mL.
c. Hitung total volume dari suspensi yang pada konsentrasi yang diminta (500 mg/5 ml)
500 𝑚𝑔
7500 mg/ = 75 ml
5 𝑚𝑙
d. Hitung volume dari purified water yang diperlukan untuk rekonsitusi serbuk dengan
mengurangkan volume serbuk yang telah dihitung di poin a:
75 ml – 39 ml = 36 ml purified water
[Catatan - Beberapa formulasi dapat menjadi terlalu kental untuk mengalir]
2. Volume serbuk untuk injeksi
Jika volume serbuk dari 250 mg ceftriaxone untuk injeksi adalah 0.1 ml, hitung jumlah pelarut
yang harus ditambahkan kedalam 500 mg ceftriaxone untuk membuat suspensi dengan
konsentrasi 250 mg/ml.
a. Hitung total volume injeksi
250 𝑚𝑔
500 mg/ = 2 ml
𝑚𝑙
250 𝑚𝑔
500 mg/ = 0.2 ml
0.1 𝑚𝑙
19
13. Kecepatan Aliran Intravena atau Infus
Larutan dan emulsi IV dapat diadministrasikan mengikuti aliran gravitasi atau pompa syringe. Gravity-
flow IV set diatur oleh penjepit yang terdapat pada tube, dan perkiraan laju aliran ditentukan melalui
perhitungan tetesan infus per 10-15 detik, kemudian ditentukan dalam aliran per menit. Umumnya
sediaan IV yang ada di produksi dikalibrasi untuk penghantaran 15-60 tetes per mL, bergantung pada
set tertentu.
Contoh Soal 1
Suatu infus intravena dekstrosa 5% dalam air dengan KCL 20 mEq akan diberikan kepada pasien anak
berumur 6 tahun dengan kecepatan 12 mL/jam. Sediaan yang tersedia adalah untuk pemberian 60
tetes/mL. Hitung kecepatan aliran dalam tetes / menit.
Contoh Soal 2
Pasien dengan berat badan 63,6 kg dibawa ke UGD dan membutuhkan dopamin hidroklorida infus
untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Obat tersebut dibutuhkan dengan laju awal 2
𝜇𝑔/ kg/ menit. Tersedia injeksi dopamin 400 mg / 250 mL. Hitung kecepatan aliran dalam ml / jam
untuk diadministrasikan melalu pompai infus.
Sel tubuh, seperti eritrosit, tidak akan lisis atau krenasi ketika ditempatkan dalam larutan yang isotonis
dengan tubuh. Pengukuran 0,9% b/v larutan injeksi NaCl, dengan titik beku – 0,520C, adalah isotonis
dan isoosmotik dengan cairan tubuh. Beberapa larutan yang isoosmotik dengan cairan tubuh tidak
isotonis, karena larutan tersebut mengandung zat terlarut yang selnya freely permeable daripada
semipermeabel. Contohnya adalah larutan urea dan asam borat. Banyak produk farmasi yang
menggunakan data titik betuk atau data kesetaraan NaCl zat aktif untuk penyiapan larutan yang
isoosmotik dengan cairan tubuh.
20
14.2 Perhitungan Tonisitas
Contoh soal
Tentukan jumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat 60 mL larutan isoosmotik injeksi atropin sulfat
0,5% dengan menggunakan data kesetaraan NaCl (E) dan penurunan titik beku pada tabel berikut.
Tabel 1. Tabel Kesetaraan NaCl (E) dan Penurunan Titik Beku untuk 1% Larutan Zat Aktif atau Eksipien.
15.1 Perhitungan pH
Suatu senyawa asam (HA) akan terionisasi dalam air (H2O) menurut persamaan berikut.
HA + H2 O ⇌ A− + H3 O+
dimana (A–) adalah bentuk ionik atau basa konjugasi dari HA dan H3O+ adalah ion hidronium.
21
pH dan pKa dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut.
pH = −log[H3 O+ ]
[H3 O+ ][A− ]
pKa = −log
[HA]
dimana [H3O+] adalah konsentrasi ion hidronium dalam larutan, [A–] adalah konsentrasi bentuk ionik
dari HA, dan Ka adalah konstanta ionisasi dari asam monoprotik atau proton tertentu dari suatu asam
poliprotik dalam larutan. [H+] merupakan antilogaritma dari (−pH) atau 10−pH dan Ka merupakan
antilogaritma dari (–pKa) atau 10−pKa.
pH dari larutan yang mengandung asam lemah dapat dihitung dengan persamaan Henderson–
Hasselbach:
[basa konjugasi]
pH = pKa + log
[asam]
Simbol pada persamaan dapar (↔) menunjukkan kesetimbangan antara pasangan basa konjugasi dan
bentuk asam dari molekul yang sama. Persamaan tersebut disebut sebagai persamaan dapar karena
perubahan kecil pada rasio konsentrasi antara bentuk konjugasi tersebut menghasilkan perubahan pH
yang kecil secara logaritmik. Bentuk garam dapat berupa asam atau basa bergantung pada struktur
senyawa tersebut sehingga bentuk konjugasinya adalah asam atau basanya masing-masing.
Contoh 1:
B dan BH+ menunjukkan pasangan bentuk tidak terionisasi atau basa “bebas” (free base) dan asam
kationik, BH+ ↔ B + H+
Contoh 2:
HA dan A− menunjukkan pasangan bentuk tidak terionisasi atau asam “bebas” (free acid) dan basa
anionik, HA ↔ A− + H+
Contoh 3:
HnA− dan Hn−1A2−, seperti H2PO4− dan HPO42−, menunjukkan asam anionik dan basa anionik relatif
terhadap satu sama lain. pKa = 7.2 untuk bentuk tidak terionisasi atau asam “bebas” (free acid) dan
pasangan basa anionik, H2PO4− ↔ HPO42−+ H+.
15.1.1 Menghitung pH
Contoh—pH
Suatu larutan mengandung 0.020 mol/L natrium asetat dan 0,010 mol/L asam asetat dengan nilai pKa
= 4.76. pH dan H+ dari larutan tersebut dihitung sebagai berikut.
22
pH = 4.75 + log(0.020/0.010) = 5.06
15.2.1 Definisi
Larutan dapar adalah suatu larutan yang mampu menahan perubahan pH ketika sejumlah kecil asam
atau basa ditambahkan ke dalam larutan tersebut, diencerkan dengan pelarut, atau pada perubahan
suhu. Hampir semua larutan dapar adalah campuran dari asam atau basa lemah dengan salah satu
garamnya. Air dan larutan dari suatu garam netra seperti natrium klorida hanya memiliki kemampuan
yang rendah untuk menahan perubahan pH dan tidak mampu bekerja sebagai sistem dapat yang
efektif.
Larutan dapar untuk Uji Farmakope harus disiapkan menggunakan air yang didihkan dan didinginkan
secara segar (lihat bagian Reagen, Indikator, dan Larutan). Larutan dapar harus disimpan dalam wadah
seperti botol gelas Tipe I untuk penggunaan dalam 3 bulan setelah disiapkan.
Dapar yang digunakan pada sistem fisiologis harus dipilih dengan cermat sehingga tidak
mempengaruhi aktivitas farmakologi dari obat atau fungsi normal dari organisme. Dapar yang
umumnya digunakan pada produk parenteral adalah pasangan bentuk tidak terionisasi dan garam basa
dari asam asetat dan natrium asetat, asam sirat dan natrium sitrat, asam glutamat dan natrium
glutamat, monokalium atau monosodium fosfat dan dikalium atau dinatrium fosfat, dan pasangan
garam asam dan basa tidak terionisasi dari tris(hidroksimetil)aminometana hidroklorida dan
tris(hidroksimetil)aminimetana. Larutan dapar harus dibuat segar.
Kapasitas dapar dari suatu larutan adalah ukuran kemampuan larutan tersebut untuk menahan
perubahan pH pada penambahan sejumlah kecil asam atau basa kuat. Suatu larutan memiliki kapasitas
dapar sama dengan 1 ketika 1 L dari larutan dapar memerlukan 1 g ekivalen dari asam atau basa untuk
mengubah 1 unit pH. Oleh karena itu, semakin kecil perubahan pH pada penambahan sejumlah asam
23
atau basa, semakin tinggi kapasitas dapar dari larutan dapar. Biasanya, pada analisis, volume dapar
yang digunakan jauh lebih kecil untuk menentukan kapasitas dapar. Persamaan pendekatan untuk
menghitung kapasitas dapar adalah gram ekivalen dari asam atau basa kuat per L larutan dapar per
unit pH, yaitu:
(g ekivalen/L)/perubahan pH
Contoh—Kapasitas dapar
Penambahan 0.01 g ekivalen dari sodium hidroksida pada 0.25 L larutan dapar menghasilkan
perubahan pH sebanyak 0.50. Kapasitas dapar dari larutan dapar tersebut dihitung sebagai berikut.
16. Temperatur
Suhu dalam derajat Celcius (°C) dan derajat Fahrenheit (°F) memiliki hubungan sebagai berikut:
°C = (°F − 32) × (5/9)
°F = (°C × 1,8) + 32
17.Endotoksin
Endotoksin adalah lipopolisakarida dari suatu sumber, dimana spesies dan strain number dapat
diindikasikan. Berikut adalah contoh perhitungan endoktoksin:
a. Seorang pasien dengan berat badan 71,8 kg akan menerima infus intratekal
morfin sulfat pada kecepatan 0,3 mg/jam. Larutan akan dipersiapkan dengan melarutkan injeksi morfin
sulfat bebas pengawet yang mengandung 10 mg/mL morfin sulfat, dengan injeksi 0,9 % NaCl untuk
infus 24 jam.
Perhitungan:
2 𝑚𝐿 𝑖𝑛𝑓𝑢𝑠
𝑥 24 𝑗𝑎𝑚 = 48 𝑚𝐿 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑗𝑎𝑚
24
48 𝑚𝐿 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 − 0,72 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑟𝑓𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑗𝑒𝑘𝑠 = 47,28 𝑚𝐿 0,9% 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑖𝑛𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖
Perhitungan:
𝐸𝑈
7,2 𝑚𝑔 𝑚𝑜𝑟𝑓𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 14,29 𝑚𝑜𝑟𝑓𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = 102,89 𝐸𝑈 𝑚𝑜𝑟𝑓𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡
𝑚𝑔
𝐸𝑈
27,28 𝑚𝐿 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑖𝑛𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 0,5 = 23,64 𝐸𝑈 𝑑𝑎𝑟𝑖 0,9% 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑖𝑛𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖
𝑚𝐿
𝐸𝑛𝑑𝑜𝑡𝑜𝑘𝑠𝑖𝑛 𝑙𝑜𝑎𝑑 = 102,89 𝐸𝑈 + 23,64 𝐸𝑈
126,53 𝐸𝑈
= 5,27 𝐸𝑈/𝑗𝑎𝑚
24 𝑗𝑎𝑚
c. Tentukan apakah jumlah endotoksin pada soal melebihi batas USP yang diizinkan untuk pasien.
Maksimum jumlah endotoksin pada rute intratekal adalah 0,2 EU/kg/jam.
Perhitungan:
𝐸𝑈
0,2
𝑘𝑔
𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑒𝑛𝑑𝑜𝑡𝑜𝑘𝑠𝑖𝑛 𝑙𝑜𝑎𝑑 = ( ) 𝑥71,8 𝑘𝑔 = 14,36 𝐸𝑈/𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚
Jumlah endotoksin 5,27 EU/jam tidak melebihi yang diizinkan yaitu 14,36 EU/jam.
Perhitungan persentasi minimum awal dari kekuatan obat awal atau parameter kualitas lainnya,
didasarkan pada penentuan kadar tertentu dan pengujian tervalidasi lainnya.
Tanggal kadaluarsa atau waktu yang dibutuhkan sampai batas minimum yang dapat diterima tercapai
berbeda untuk tiap formulasi, kemasan, kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya).
Kecepatan degradasi atau kinetika kebanyakan zat aktif dapat secara akurat mengikuti model orde nol
(kosntan) atau orde satu (mono exponential).
Perhitungan orde nol secara umum digunakan untuk bentuk sediaan solid, semisolid, suspensi dimana
sebagian besar kekuatan obat terdapat pada partikel padat, dan terdapat auto-oksidasi dalam larutan.
Perhitungan orde satu secara umum digunakan untuk hidrolisis obat dalam larutan.
25
18.2 Perhitungan Laju Orde Nol
C = C0 – kt
Contoh dibawah ini menggambarkan perhitungan dari persamaan laju orde nol dari data pengujian
kadar dan waktu yang asli, dan tanggal kadaluwarsa menggunakan persamaan tsb.
1. Perhitungan laju orde nol dari hasil pengujian kadar suspensi obat pada 25 oC :
C (mg/ml) t (hari)
49 3
47.5 8
44.8 17
42.3 26
Regresi : C = 49.84 – 0.292t ; r = 0.9996
2. Hitung waktu pada saat C = 0.9 x C0 (tanggal kadaluwarsa dimana konsentrasi akan sebesar 90%
dari konsentrasi awal, t90 ) :
C = 49.84 – 0.292t
0.9 x 49.84 = 49.84 – 0.292(t90)
t90 = (44.86-49.84)/-0292 = 17.05 hari
3. Gunakan persamaan regresi linier sebelumnya, hitung C dari suspensi obat pada 25oC ketika t =
12 hari :
C = 49.84 – (0.292 x 12) = 46.34 mg/ml
26
t = (45-49.84)/-0.292 = 16.6 hari
2. Hitung waktu kadaluwarsa (t80) dari formulasi krim obat pada contoh 1, dengan C0 = 0.1 :
0.8 x 0.1 = 0.1 – 0.0003(t80)
t80 = 66.7 bulan
Contoh soal :
1) Hitung persamaan kecepetan orde satu linear berdasarkan hasil uji untuk larutan obat pada 27 0
(lihat tabel berikut)
C (mg/mL) t (jam)
12,3 2
11,9 6
11,5 14
27
10,6 24
Langkah pengerjaan adalah mencari persamaan regresi dari data konsentrasi terhadap waktu sehingga
didapatkan nilai ln Co dan k. Dari persamaan tersebut didapatkan nilai t untuk konsentrasi akhir.
Regresi linier ln (C) terhadap t menghasilkan persamaan ln (C) = 2,522 – 0,0065 t dengan koefisien
korelasi 0,992.
2) Dari persamaan regresi linier, hitung waktu ketika 95% konsentrasi awal dicapai, t 95 , ketika C =
0,95 Co, yang merupakan tanggal kadaluwarsa yang ditentukan :
Berikut merupakan contoh dari tanggal kadaluwarsa, konsentrasi, dan waktu yang dihitung untuk
larutan obat yang sama dengan persamaan ln(c) = 4,382- 0,076 t , dimana C (𝜇𝑔/mL) dan t (hari).
Ketika proses degradasi mengikuti kinetika orde 1, konstanta laju (k) dapat ditentukan dari 2
konsentrasi pada waktu (t) masing-masing. Persamaan linier orde 1, ln(C) = ln(Co) – kt , berubah atau
terintegrasi menjadi ln (C2) = ln (C1) – k(t2-t1). Contoh dibawah berikut mengaplikasi persamaan untuk
menghitung tanggal kadaluwarsa, konsentrasi, dan waktu.
Contoh soal :
1) Pada 250 , konsentrasi antibiotik dalam larutan 89 mg/mL setelah 3 jam dan 74 mg/mL setelah 8
jam. hitung konsentrasi awal pada t=0.
Dua nilai tn orde pertama yang paling umum adalah t50 (faktor parameter primer dalam farmakokinetik
klinis) dan t90 (umur simpan stabilitas atau tanggal kadaluwarsa). Nilai dari setiap tn, dimana 0 < n <
100 dapat diperoleh dari persamaan kinetik linier orde 1, ln (c) = ln (Co) – kt.
Teori arhenius menyatakan laju reaksi berubah secara eksponensial terhadap perubahan suhu.
–(Ea/RT)
Persamaan Arhenius yaitu k = A e , dengan bentuk linear ln (k) = ln(A)- (Ea/RT), dan bentuk
integrasi, ln(k2/k1) = Ea (T2-T1)/ [R(T2 x T1), dimana k, k1, dan k2 adalah konstanta kecepatan
isothermal, A adalah faktor termodinamik, Ea adalah energy aktivasi dari reaksi degradasi, R adalah
(1,98 x 10-3 kcal mmol-1K-1 atau 8,314 X 10-3 J K-1 mol-1), dan T,T1,T2 yaitu suhu dalam Kelvin.
Hasil regresi linear menunjukkan persamaan, ln(k) = 33,977 – (12,689/T) dengan koefisien korelasi
0,99997.
1. Hitung t85 pada suhu 4°C (277 K) dengan Ea = 15 kcal/mol dan k= 0,0045 jam-1 pada 23°C (296 K):
t85 pada suhu 4°C = 208,3 jam (t85 pada 23°C adalah 36,2 jam)
Koefisien temperature Q10 merepresentasikan berbagai faktor perubahan reaksi kimia yang setara
dengan perubahan 10°C. Untuk molekul obat, nilai dari Q10 berada dalam rentang 2-5 yang berkisar Ea
yaitu 10-25 kcal/mmol atau 42-105 kj/mol.
Contoh:
1. Hitung perkiraan t90 untuk suspensi antibiotic yang disimpan pada suhu 57°C (automobile) dan
8°C di kulkas selama 14 hari.
T90 pada suhu 57°C =[14 hari x 24 jam/hari]/ {3[(57-80/10]} = 336 jam/217,7 = 1,54 jam
31