Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FORENSIK DAN APLIKASI PCR

SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISMS

Disusun Oleh:
Kelompok 12 ATLM 2A

1. Aisyah Salsabillah Syafei P27903117002


2. Ervina Clara Anjani P27903117014
3. Mely Cahyani P27903117032
4. Nela Fitria Rahmawati P27903117035

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN ANALIS KESEHATAN TANGERANG
Jalan dr Sitanala Kecamatan Neglasari Kota Tangerang
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Forensik dan Aplikasi PCR dengan bahan kajian yang berjudul “Single
Nucleotide Polymorphisms”. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing yang telah membimbing kami. Dan kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalan ini berlangsung
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Tangerang, 1 Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
2.1. Struktur dan Kemunculan SNP .......................................................... 2
2.2. Tipe-Tipe SNP .................................................................................... 4
2.3. Penyebab SNP .................................................................................... 5
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya SNP .......................... 5
2.5. Deteksi SNP........................................................................................ 6
2.6. Perbandingan Sifat SNP dan STR ......................................................15
BAB III PENUTUP .................................................................................................19
3.1. Kesimpulan .........................................................................................19
3.2. Kritik dan Saran ..................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

SNP adalah posisi pasangan basa tunggal dalam DNA genom di mana
urutannya berbeda alternatif (alel) ada pada individu normal dalam beberapa
populasi, dimana alel paling sering memiliki kelimpahan 1% atau lebih besar.
SNP ditemukan dalam genom manusia sekitar sekali dalam setiap 1000 bp.
Diberikan bahwa genom manusia panjangnya 3,2 miliar bp, kita bisa
perkirakan akan ada sekitar 1 juta perbedaan antara dua genom yang
disebabkan oleh SNP : ini mewakili sekitar 85% variasi genetik manusia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan SNP (Single Nucleotide Polymorphism)?
2. Bagaimana cara mendeteksi SNP(Single Nucleotide Polymorphism)?
3. Apa saja perbedaan antara SNP dan STR?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari SNP (Single Nucleotide Polymorphism)
2. Untuk mengetahui cara mendeteksi SNP(Single Nucleotide Polymorphism)
3. Untuk mengetahui perbedaan antara SNP dan STR

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Struktur dan Kemunculan SNP


Single Nucleotide Polymorphisms atau Folimorfisme Basa Tunggal
adalah variasi urutan DNA yang terjadi ketika satu nukleotida (A, T, C, atau
G) dalam urutan genom berubah. SNP adalah posisi pasangan basa tunggal
dalam DNA genom di mana urutannya berbeda alternatif (alel) ada pada
individu normal dalam beberapa populasi, dimana alel paling sering memiliki
kelimpahan 1% atau lebih besar. Hal ini disebut juga mutasi. Mutasi titik
merupakan perubahan pada basa Nitrogen dari DNA atau RNA. Mutasi titik
relatif sering terjadi namun efeknya dapat dikurangi oleh mekanisme pemulihan
gen. Mutasi titik dapat berakibat berubahnya urutan asam amino pada protein,
dan dapat mengakibatkan berkurangnya, berubahnya atau hilangnya fungsi
enzim. Teknologi saat ini menggunakan mutasi titik sebagai marker (disebut
SNP) untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada gen dan dikaitkan dengan
perubahan fenotipe yang terjadi.
Mutasi titik dan SNP hampir sama, yaitu pada perbedaan nukleotida
tunggal dalam urutan DNA, tetapi SNP tidak boleh disalahartikan dengan
mutasi penyebab penyakit.:
1. Untuk diklasifikasikan sebagai SNP, perubahan harus ada setidaknya satu
persen dari populasi umum. Tidak ada mutasi penyebab penyakit yang
diketahui umum terjadi.
2. Sebagian besar mutasi penyebab penyakit terjadi dalam kode gen atau
daerah regulasi dan mempengaruhi fungsi protein yang dikodekan oleh
gen. Tidak seperti mutasi, SNP tidak selalu terletak di dalam gen, dan
mereka tidak selalu mempengaruhi cara fungsi protein.

2
Struktur SNP adalah sangat sederhana, contohnya ditunjukkan pada
gambar dibawah ini :

Gambar 1. Stuktur SNP

SNP ditemukan dalam genom manusia sekitar sekali dalam setiap 1000
bp. Diberikan bahwa genom manusia panjangnya 3,2 miliar bp, kita bisa
perkirakan akan ada sekitar 1 juta perbedaan antara dua genom yang
disebabkan oleh SNP : ini mewakili sekitar 85% variasi genetik manusia.
SNP muncul secara normal di seluruh DNA seseorang. Mereka muncul
hampir sekali dalam setiap 1.000 nukleotida rata-rata, yang berarti ada sekitar
4 hingga 5 juta SNP dalam genom seseorang. Variasi ini mungkin unik atau
terjadi pada banyak individu; para ilmuwan telah menemukan lebih dari 100
juta SNP dalam populasi di seluruh dunia. Paling umum, variasi-variasi ini
ditemukan dalam DNA antar gen. Mereka dapat bertindak sebagai penanda
biologis, membantu para ilmuwan menemukan gen yang berhubungan
dengan penyakit. Ketika SNP terjadi di dalam gen atau di wilayah pengatur
dekat gen, mereka mungkin memainkan peran yang lebih langsung dalam
penyakit dengan memengaruhi fungsi gen
Sebagian besar SNP tidak berpengaruh pada kesehatan atau
perkembangan. Beberapa perbedaan genetik ini, bagaimanapun, telah terbukti
sangat penting dalam studi kesehatan manusia. Para peneliti telah
menemukan SNP yang dapat membantu memprediksi respons seseorang
terhadap obat-obatan tertentu, kerentanan terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti racun, dan risiko mengembangkan penyakit tertentu. SNP juga dapat

3
digunakan untuk melacak warisan gen penyakit dalam keluarga. Penelitian
selanjutnya akan mengidentifikasi SNP yang terkait dengan penyakit
kompleks seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Keadaan biallelic dari sebagian besar polimorfisme secara intrinsik
membatasi informasi yang dapat diperoleh dari analisis SNP yang diberikan,
dan ini telah menjadi faktor utama yang membatasi aplikasi mereka untuk
analisis forensik: antara 50 dan 80 SNP adalah diperlukan untuk mencapai
tingkat diskriminasi yang sama dengan metode berbasis STR saat ini. Namun,
jumlah besar SNP dalam genom (saat ini lebih dari 10 juta SNP telah
ditempatkan di basis data publik dapat mengkompensasi keterbatasan
informasi yang dibawa oleh setiap SNP individu, dan menjadikannya
polimorfisme yang menggoda untuk mengeksploitasi. Teknologi yang
digunakan untuk deteksi SNP berkembang dan SNP analisis menjadi
mungkin di banyak laboratorium forensik.

2.2. Tipe-tipe SNP


a. Linked SNPs (juga disebut SNP indikatif)
Tidak berada di dalam gen dan tidak memengaruhi fungsi protein. Namun
demikian, mereka berhubungan dengan respons obat tertentu atau risik
b. Causative SNPs
SNPs kausatif memengaruhi cara fungsi protein, berkorelasi dengan
penyakit, atau memengaruhi respons seseorang terhadap pengobatan. SNP
sebab-akibat datang dalam dua bentuk:o mendapatkan penyakit tertentu.
1. Coding SNPs, SNP dalam suatu urutan pengkodean tidak serta merta
mengubah urutan asam amino dari protein yang diproduksi, karena
degenerasi kode genetik.
a) Synonymous polymorphism
Tidak ada perubahan asam amino. Sebelumnya disebut “diam” tetapi
dapat mengubah stabilitas mRNA
b) Non-Synonymous polymorphism
Dapat mengubah asam amino
1) Misesence : Menggangu urutan kodon (jarang)

4
2) Non sense : penyisipan kodon stop
2. Non-coding SNPs,yang terletak di dalam sekuens pengaturan gen,
mengubah waktu, lokasi, atau tingkat ekspresi gen, intron, pseudogene,
5’ UTR, 3’ UTR, intergenic regions

2.3. Penyebab SNP


a. Crossing-over selama proses meiosis
Hal ini dapat terjadi pada beberapa area dari genom yang sering disebut
sebagai hot pots di mana sekuens mengalami pengulangan berkali-kali.
Sebagai contoh, sekuens pengulangan trinukleotida pada saat replikasi
DNA karena polymerase dapat mengalami “slip” disassosiasi dan
reassosiasi dengan untai DNA
b. Adanya insersi atau terhapusnya satu basa (frameshift mutations)
Di mana keseluruhan protein akan berubah sebagai akibat terjadi
penghapusan atau insersi. Hal ini terjadi karena nukleotida dibaca oleh
ribosom dalam bentuk grup tiga basa yang disebut kodon. Jadi, jika basa
terhapus atau diinsersi dari gen yang tidak terdiri dari tiga basa, maka
reading frame yang tersisa dari protein tersebut akan dibuang.

2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Terjadinya SNP


a. Terpapar ultraviolet (UV) dari cahaya matahari
Salah satu akibat terpapar UV adalah hidrolisis basa sitosin menjadi
bentuk hidrat yang menyebabkan basa tersebut salah berpasangan dengan
adenin dan pada replikasi berikutnya posisinya diganti oleh timin
b. Terpapar bahan kimia seperti Oxidizing agents yang umum disebut
sebagai radikal bebas
Di mana bahan ini dapat memodifikasi nukleotida sehingga merubah
pasangan basa.
c. Terjadi secara spontan
Misalnya depurinasi di mana basa purin hilang dari nukleotida melalui
proses hidrolisis. Deaminasi atau hilangnya grup amin dari basa juga
dapat terjadi.

5
d. Pengaruh obat-obatan
SNP mendasari perbedaan dalam kerentanan terhadap berbagai macam
penyakit (misalnya anemia sel sabit, β-thalassemia, dan fibrosis kistik
akibat SNP). Tingkat keparahan penyakit dan cara tubuh merespons
terhadap perawatan juga merupakan manifestasi dari variasi genetik.
Misalnya, mutasi basa tunggal pada gen APOE (apolipoprotein E)
dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah untuk penyakit Alzheimer.

2.5. Deteksi SNP


Ada banyak teknik yang tersedia untuk resolusi SNP. Pada 1970-an
ditetapkan bahwa enzim tertentu yang diproduksi oleh bakteri dapat
digunakan untuk memotong molekul DNA dengan mengenali urutan spesifik.
Digesti restriksi dapat digunakan untuk genotipe SNP ketika SNP
menciptakan atau menghancurkan sekuens pengenalan enzim restriksi
tertentu urutan pengenalan [9, 10] tetapi metode ini terbatas untuk kerja kasus
forensik karena membutuhkan sejumlah besar DNA dan merupakan proses
yang panjang dan melelahkan.

Gambar 1. SNP dibuat ketika enzim replikasi DNA membuat kesalahan


saat mereka menyalinnya DNA sel selama meiosis. Enzim ini
menggabungkan nukleotida yang salah kira-kira sekali setiap kali 9 hingga 10
juta base. Dalam sebagian besar kasus, SNP bersifat paralel dan hanya
memiliki dua yang berbeda alel. Dalam alel yang ditunjukkan di atas,
nukleotida timin telah digantikan oleh sitosin

6
a. Sanger sequencing
Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan
menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick
Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau
penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens
tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Sanger sequencing, juga dikenal sebagai sequencing pemutusan rantai,
dikembangkan pada akhir 1970-an dan merupakan tonggak penting dalam
pengembangan biologi molekuler. Pengurutan mengambil keuntungan dari
biokimia replikasi DNA.
Tahap pertama dari analisis adalah untuk memperkuat wilayah target
menggunakan PCR; produk yang diperkuat kemudian digunakan sebagai
templat dalam reaksi sekuensing. Reaksi DNA setelahnya mirip dengan
amplifikasi PCR dan campuran reaksi yang sangat mirip, mengandung
DNA polimerase Taq termofilik dan deoksinukleotida trifosfat (dNTPs).
Ini berbeda dari PCR karena hanya ada satu primer yang digunakan dan,
selain dNTP, ada empat dideoksiribonukleotida berlabel
berfluoreskribonukleotida (ddNTPs); setiap ddNTP diberi label dengan
pewarna berwarna yang berbeda. ddNTP tidak mengandung gugus
hidroksil pada 3’ karbon, yang mencegah ekstensi molekul DNA.

Gambar 2. Primer anil ke untai template. Ini diperpanjang oleh Taq polimerase
sampai sebuah ddNTP dimasukkan. DdNTP dimasukkan secara acak, yang
mengarah ke koleksi molekul ekstensi yang berbeda satu sama lain oleh satu
nukleotida (ditunjukkan di atas berlabel 1 hingga 8). Keempat ddNTP ditandai

7
dengan pewarna fluoresen berbeda yang terdeteksi selama kapiler elektroforesis
(lihat bagian pelat untuk versi penuh warna dari gambar ini)

Konsentrasi dNTP lebih tinggi dari ddNTP dan oleh karena itu dalam
banyak kasus dNTP ditambahkan. DdNTP digabungkan secara acak di
sepanjang molekul. Ini menghasilkan berbagai molekul dengan ukuran
berbeda. Produk-produk dari reaksi sekuensing dianalisis menggunakan
sistem elektroforesis gel kapiler, seperti ABI PRISM 310 Genetic
Analyzer, yang memisahkan DNA ke resolusi pasangan basa tunggal dan
secara bersamaan dapat mendeteksi empat label fluoresen yang berbeda.
Sequencing bukan pilihan praktis untuk analisis SNP dalam konteks
forensik. Sebagian besar SNP tersebar luas di sekitar genom dan reaksi
terpisah diperlukan untuk setiap SNP. Pengecualian adalah genom
mitokondria, di mana sejumlah SNP terkonsentrasi ke area kecil dan dapat
dianalisis dalam sejumlah kecil reaksi. Sequencing juga merupakan
metode yang ampuh untuk mengetik SNP di dalam wilayah DNA yang
berkembang cepat dalam virus HIV.
b. Metode Sanger asli
Pada metode yang asli, urutan nukleotida DNA tertentu dapat
disimpulkan dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan
rantai menggunakan salah satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada
masing-masing reaksi. Fragmen-fragmen DNA yang kemudian terbentuk
dideteksi dengan menandai (labelling) primer yang digunakan dengan
fosfor radioaktif sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat hasil
reaksi tersebut kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling
bersebelahan pada gel poliakrilamida.
Hasil pengembangan metode ini menggunakan empat macam primer
yang ditandai dengan pewarna berpendar (fluorescent dye). Hal ini
memiliki kelebihan karena tidak menggunakan bahan radioaktif; selain
menambah keamanan dan kecepatan, keempat hasil reaksi dapat dicampur
dan dielektroforesis pada satu lajur pada gel. Metode ini dikenal sebagai
metode dye primer sequencing.

8
c. Sekuensing Dye Terminator

Gambar .Contoh hasil bacaan suatu sekuensing metode dye terminator.


Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya,
lazim disebut metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini
adalah bahwa seluruh proses sekuensing dapat dilakukan dalam satu
reaksi, dibandingkan dengan empat reaksi terpisah yang diperlukan pada
penggunaan primer berlabel. Pada cara tersebut, masing-masing
dideoksinukleotida pemutus rantai ditandai dengan pewarna fluoresens,
yang berpendar pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Cara ini
lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan penggunaan primer berwarna,
namun dapat menimbulkan ketidaksamaan tinggi kurva atau puncak (peak)
yang disebabkan oleh ketidaksamaan penggabungan pemutus rantai
berwarna berukuran besar pada pertumbuhan DNA (ketidaksamaan
tersebut bergantung pada DNA cetakan). Masalah tersebut telah dapat
dikurangi secara nyata dengan penggunaan macam-macam enzim dan
pewarna baru yang meminimalkan perbedaan dalam penggabungan.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi
sekuensing karena lebih sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang
digunakan tidak perlu dilabel secara terpisah (yang bisa jadi cukup mahal
untuk primer yang dibuat untuk sekali pakai), walaupun hal tersebut tidak
terlalu bermasalah dalam penggunaan universal primer.

Deteksi SNP untuk aplikasi forensik


Analisis restriksi dan urutan restriksi bukanlah metode yang layak
digunakan untuk sebagian besar kasus forensik yang mungkin memerlukan
analisis 50 hingga 80 SNP yang tersebar di sekitar genom. Sejumlah
metode telah berevolusi yang dapat diterapkan pada deteksi beberapa SNP.
Metode yang didasarkan pada konsep ekstensi primer atau hibridisasi
primer adalah yang paling banyak digunakan beberapa SNP. Metode yang

9
didasarkan pada konsep ekstensi primer atau hibridisasi primer adalah
yang paling banyak digunakan.

Gambar 3. Urutan daerah genom mitokondria. Perangkat lunak sequencing


mengartikan urutan data dan 'panggilan' pangkalan. Informasi ini disediakan
beberapa SNP. Metode yang didasarkan di sekitar konsep ekstensi primer atau
hibridisasi primer adalah yang paling banyak digunakan.

a. Ekstensi primer
Ekstensi primer adalah metode yang kuat untuk membedakan alel
yang berbeda dan beberapa metodologi telah dikembangkan. Salah satu
metode yang umum digunakan adalah reaksi sekuensing mini. Basis
reaksi sangat mirip dengan sekuensing Sanger. Bagian pertama dari
prosedur ini adalah untuk memperkuat wilayah target menggunakan
PCR. Primer internal kemudian anil ke produk PCR terdenaturasi; 3
ujung primer berdekatan dengan situs polimorfik. Primer kemudian
diperpanjang oleh Taq polimerase tetapi hanya ddNTP yang diberi label
dengan pewarna fluorescent yang disediakan; primernya saja
diperpanjang oleh satu nukleotida. Perpanjangan primer dapat dianalisis
menggunakan elektroforesis gel kapiler dan warna puncak yang
terdeteksi memungkinkan SNP untuk dikarakterisasi Kit komersial
yang banyak digunakan disebut SNaPshotTM (Applied Biosystems)
didasarkan pada metodologi ini.

10
Gambar 4. Uji ekstensi primer. (a) Urutan target diperkuat
menggunakan PCR dan produk digunakan sebagai templat dalam uji
ekstensi; (B) primer internal hibridisasi ke target yang berdekatan
dengan SNP dan satu ddNTP berlabel fluoresensi ditambahkan oleh
Taq polimerase; (c) reaksi dianalisis dengan elektroforesis kapiler (lihat
bagian pelat untuk versi penuh warna) angka ini)

Dengan menggunakan primer ukuran yang berbeda dan tag


fluoresens yang berbeda untuk masing-masing dari empat pangkalan,
sejumlah besar SNP dapat secara bersamaan terdeteksi. Variasi pada
teknik ekstensi primer meliputi pyrosequencing; microarrays, di mana
primer ekstensi melekat pada chip silikon; dan ekstensi spesifik alel,
ketika primer hanya diperpanjang jika 100% komplementer dengan
urutan target.

b. Hibridisasi spesifik alel


Di bawah kondisi yang ketat, bahkan satu ketidakcocokan
nukleotida antara templat dan primer dapat membedakan antara dua
alel.

11
Gambar 5 Hibridisasi spesifik alel. Probe spesifik oligonukleotida (ASO) yang
meliputi probe SNP digabungkan dengan DNA target. (a) Dalam kondisi sangat
ketat hanya dengan sempurna urutan yang cocok akan membentuk interaksi yang
stabil; (B) dengan satu ketidakcocokan secara berurutan ASO akan tidak
berhibridisasi

Genotip hibridisasi alel spesifik spesifik (DASH) mengambil


keuntungan dari perbedaan suhu leleh dalam DNA yang dihasilkan dari
ketidakstabilan pasangan basa yang tidak cocok. Prosesnya bisa sangat
otomatis dan mencakup beberapa prinsip sederhana.
Pada langkah pertama, segmen genom diamplifikasi dan dilekatkan
pada manik melalui reaksi PCR dengan primer yang terbiotinilasi. Pada
langkah kedua, produk yang diamplifikasi dilekatkan pada kolom
streptavidin dan dicuci dengan NaOH untuk menghilangkan untai yang
tidak terbiotinilasi. Oligonukleotida spesifik alel kemudian
ditambahkan dengan adanya molekul yang berfluoresensi ketika terikat
pada DNA beruntai ganda. Intensitas kemudian diukur ketika suhu
dinaikkan sampai suhu leleh (Tm) dapat ditentukan. SNP akan
menghasilkan Tm yang lebih rendah dari yang diharapkan.
Karena DASH genotyping mengukur perubahan kuantitatif dalam
Tm, ia mampu mengukur semua jenis mutasi, bukan hanya SNP.
Manfaat lain dari DASH termasuk kemampuannya untuk bekerja
dengan label bebas label dan desain serta kondisi kinerjanya yang
sederhana.
Ada sejumlah besar metode yang mengeksploitasi hibridisasi
probe, termasuk reverse dot blots; Uji Taqman R; Uji LightCycler R;
suar molekuler; dan GeneChips R(lihat Bacaan Lebih Lanjut untuk
detailnya).

12
a. Aplikasi forensik dari SNP
Sejumlah besar data tersedia pada SNP yang berbeda dalam genom
manusia dan salah satu tugas terbesar ketika menerapkan SNPs untuk aplikasi
forensik adalah memilih SNP yang paling tepat dari jumlah luar biasa yang
tersedia. Pilihan SNP sangat tergantung pada aplikasi.
a. Identifikasi forensik
Sebagian besar analisis DNA forensik melibatkan karakterisasi bahan
biologis yang dipulihkan dari TKP. Beberapa panel SNP telah
dikembangkan yang dirancang untuk memberikan kekuatan diskriminasi
maksimum untuk identifikasi forensik. Ini mengandung SNP yang
polimorfik di semua kelompok populasi utama. Panel, yang berisi 52 SNP
dikembangkan oleh SNPforID Consortium. Menggunakan panel SNP ini
menghasilkan probabilitas kecocokan yang berkisar antara 5,0 × 10-19
dalam populasi Asia hingga 5,0 × 10/21 pada populasi Eropa. Ketika
diterapkan untuk pengujian paternitas, indeks paternitas rata-rata antara
336.000 pada populasi Asia dan 550.000 pada populasi Eropa, tercapai.
Namun, bahkan dengan kekuatan diskriminasi yang tinggi, upaya
yang terlibat dalam menganalisis 50 SNP lebih besar daripada ketika
melakukan analisis STR standar. Daya tarik utama menggunakan SNP
dengan teknologi saat ini adalah bahwa analisis SNP dapat memberikan
hasil dari DNA yang sangat terdegradasi ketika profiling STR
konvensional gagal.
b. Prediksi nenek moyang geografis
Dalam banyak kasus, identifikasi kelompok populasi tempat sampel
TKP dapat menjadi intelijen yang berharga bagi agen investigasi: apakah
orang yang meninggalkan materi di TKP Kaukasia, Asia, Afrika,
keturunan campuran? Panel yang terdiri dari mtDNA SNPs dan Y SNPs
telah ditemukan bermanfaat untuk tujuan ini tetapi secara intrinsik dibatasi
oleh fakta bahwa mereka hanya dapat memberikan informasi tentang
nenek moyang ibu atau ayah. SNP autosom yang memiliki frekuensi
berbeda pada kelompok populasi besar yang berbeda dapat memberikan
informasi berharga tentang keturunan geografis. Banyak SNP yang dipilih

13
untuk tujuan ini dikaitkan dengan wilayah pengkodean yang telah
mengalami tekanan seleksi. Ini termasuk gen pigmentasi dan gen yang
terlibat dengan metabolisme xenobiotik. Gen pigmentasi, selain
memberikan informasi tentang keturunan geografis, juga dapat
memberikan informasi tentang fenotipe orang yang menyimpan bahan
biologis di tempat kejadian kejahatan, termasuk kulit, rambut, dan warna
mata.
c. SNP dibandingkan dengan lokus STR
Kit multipleks berbasis STR saat ini seperti AMPFISTR Identifiler R
dan PowerPlex R 16 dapat memperkuat 15 lokus STR dan lokus
amelogenin. Dengan menggunakan teknologi saat ini, sulit untuk
memperkuat dan mendeteksi lokus STR lagi. Juga ukuran amplikon untuk
setiap STR cukup besar. Keuntungan besar yang dimiliki STR
dibandingkan SNP adalah kekuatan diskriminasi mereka karena
banyaknya alel yang mereka miliki dibandingkan dengan SNP bialelik.
Berbeda dengan STR, sekitar empat kali lebih banyak SNP diperlukan
untuk mencapai kekuatan diskriminasi yang setara dengan lokus STR.
Kerugian utama lainnya untuk digunakan SNP adalah bahwa campuran
dari dua orang atau lebih mungkin bermasalah atau tidak mungkin untuk
ditafsirkan karena SNP adalah penanda biallelic. Juga basis data DNA saat
ini terdiri dari profil yang terdiri dari lokus STR dan oleh karena itu SNP
tidak dapat digunakan dalam konteks itu. Pada saat yang sama
dimungkinkan untuk menganalisis ratusan lokus SNP dan, karena
strukturnya, ukuran amplikon bisa jauh lebih kecil, biasanya kurang dari
100 bp. Ini memungkinkan deteksi templat DNA yang sangat terdegradasi
dan dapat menghasilkan data saat pengetikan STR standar gagal
menghasilkan hasil. Perbandingan antara marka STR dan SNP ditunjukkan
pada Tabel 12.1.
Di masa mendatang, STRs akan menjadi polimorfisme genetik yang
paling umum dianalisis. Mereka diadili dan diuji di sebagian besar sistem
peradilan dan juga membentuk dasar dari sebagian besar database DNA
forensik. Meski begitu, penggunaan SNPs dalam genetika forensik

14
cenderung meningkat di tahun-tahun mendatang dan mungkin di beberapa
titik di masa depan menggantikan analisis polimorfisme STR. Penerapan
SNP untuk aplikasi khusus, misalnya, pengelompokan darah berbasis SNP
[31, 39] dan otopsi molekuler (mencari mutasi yang dapat menjelaskan
kematian mendadak [40, 41]), kemungkinan akan menjadi lebih luas.

2.6. Perbandingan sifat SNP dan STR


STR SNP
Frekuensi kejadian Sekali setiap 15 Kb Setiap 1 Kb
Laju mutasi tipikal 10−3 10−8
Jumlah alel yang umum antara 5 dan 20 2
Potensi ke multipleks Saat ini maksimum 15 Sulit untuk
Lokus STR diperiksa menguatkan lebih dari
pada satu 50 SNP dalam satu
waktu reaksi
Jumlah lokus yang 10 ∼60
diperlukan untuk
memiliki PM 1 dalam 1
miliar
Metode deteksi Elektroforesis gel CGE, microarrays,
kapiler massa
(CGE) spektroskopi

Potensi otomatisasi Sedang Tinggi

Artefak Amplifikasi STRs bisa Tidak ada artefak


menghasilkan artefak yang gagap
seperti terkait dengan
gagap dan perpecahan amplifikasi SNP
puncak.

15
Jumlah DNA yang ∼0,5 hingga 1 ng ∼100 pg
dibutuhkan
Ukuran amplikon Ukuran amplicon Ukuran amplicon bisa
biasanya antara 100 lebih kecil
dan 400 bp dari 100 bp
Campuran Interpretasi campuran Campuran lokus SNP
lokus STR bisa sangat
dimungkinkan bermasalah untuk
ditafsirkan
Memprediksi geografis Identifikasi etnis Beberapa SNP dapat
asal terbatas dari STR loci dikaitkan dengan
kelompok etnis
tertentu

Informasi fenotipik Tidak ada Mungkin untuk


kemungkinan untuk memprediksi beberapa
menyimpulkan rambut
fenotipe warna, warna mata,
kulit
warna.

16
JURNAL
Judul : Hubungan Polimorfisme SNP8NRG433E1006 Gen Neuregulin 1 (NRG1)
dengan Skizofrenia pada Etnik Jawa
Penulis : Cinta Cynthia Rudianto, Gara Samara Brajadenta, Alifiati Fitrikasari,
Tri Indah Winarni
Pendahuuan :
Peningkatan risiko 5–10 kali lebih tinggi untuk menderita skizofrenia dibanding
dengan populasi umum.3,4 Penelitian yang dilakukan oleh Thomson dkk.5
berhasil mengidentifikasi neuregulein 1 (NRG1) sebagai salah satu gen yang
bertanggung jawab untuk kelainan skizofrenia pada populasi Skotlandia.
Hubungan studi dengan keterpautan pada populasi etnik yang berbeda dinyatakan
bahwa NRG1 itu yang terletak pada kromosom 8p12 sebagai kandidat gen yang
berpengaruh pada skizofrenia.5–8 Inti haplotipe yang berisiko atau HAPice pada
5’ upstream gen yang terdiri atas 5 single nucleotide polymorphisme (SNP)
(SNP8NRG221132, SNP8NRG221533, SNP8NR G241930, SNP8NRG243177,
SNP8NRG433E1006), dan dua mikrosatelit (478B14848, 420M91 395)
ditemukan yang berperan pada kejadian skizofrenia populasi Skotlandia dan
Swedia.5,8 Penelitian yang dilakukan pada suku Batak di Indonesia, polimorfisme
SNP8NRG433E1006 ditemukan pada 4/45 (8,9%) pasien skizofrenia dan
menunjukkan hubungan yang signifikan (p=0,001).9 Mekanisme peranan atau
kontribusi NRG1 terhadap kelainan skizofrenia masih belum diketahui.6
Neuregulin 1 adalah salah satu dari empat protein dalam keluarga neuregulin yang
bekerja pada keluarga epidermal growth factor receptor (EGFR) yang dikode oleh
gen NRG1 pada manusia.
Metode : Case Control
Cara Kerja :
1. Dari DNA yang telah diisolasi itu kemudian dilakukan amplifikasi polymerase
chain reaction (PCR) dasar (tahap 1) dan dilanjutkan dengan nested PCR
(tahap 2). Nested PCR dilakukan agar mendapatkan regio spesifik secara
akurat guna mendeteksi polimorfisme SNP8NRG433E1006 gen NRG1.
Primer PCR dasar yang digunakan tersebut adalah sebagai berikut.
2. Primer forward 1:

17
5’-CCTACCCCTGCACCCCCAATAAATAAA-3’
3. Primer reverse 1:
3’-AGCAGGGGGCACTCGACAGGA-5’
4. Kedua primer PCR tersebut mengapit regio spesifik polimorfisme
SNP8NRG433E1006 pada gen NRG1 pada posisi 79-528 (450 bp). Reaksi
amplifikasi PCR dilakukan pada volume total 25
Hasil :

100 bp I II III 1V V VI

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Single Nucleotide Polymorphisms atau Folimorfisme Basa Tunggal
adalah variasi urutan DNA yang terjadi ketika satu nukleotida (A, T, C, atau
G) dalam urutan genom berubah. Untuk mendeteksi SNP, bisa dilakukan
dengan metode Sanger Sequencing, metode Sanger asli, metode Sequencing
Dye Terminator. Faktor-faktor yang mempengaruhi SNP yaitu terpapar sinar
UV dari cahaya matahari, terpapar radikal bebas, terjadi secara spontan, dll.

3.2. Kritik dan Saran


Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah ini dengan sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Goodwin, W., Linacre, A., Hadi, S. 2017. An Introduction to Forensic Genetics.


UK: John Wiley&Sons
Kwok, P.Y. (2001) Methods for Genotyping Single Nucleotide Polymorphisms.
Annual Review of Genomics and Human Genetics 2, 235–258.
Https://ghr.nlm.nih.gov/primer/genomicresearch/snp

20

Anda mungkin juga menyukai