ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemeriksaan Sianida invivo
dengan membandingkan metode Asam Pikrat dengan metode Prusian Biru pada lambung hewan
coba.
Metode penelitian: Merupakan penelitian eksperimental. Sampel 40 ekor tikus putih jenis
Wistar berat badan antara 100-200 g. Kemudian 40 ekor tikus tersebut diberi sianida dosis lethal
secara oral dan dibagi 2 kelompok: 1 kelompok akan dilakukan deteksi sianida dengan metode
asam pikrat dan 1 kelompok lainnya menggunakan metode prusian biru. Pada kelompok
tersebut diambil jaringan lambung. Interval waktu pemeriksaan berturut-turut pada hari ke 1 dan
ke 7.
Hasil penelitian: Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat didapatkan pada hari
ke1 jaringan lambung positif sianida 94.7 %, sementara dengan metode Prusian Biru pada
pemeriksaan hari ke 1 positif sianida 85 %. Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam
Pikrat pada hari ke 7 didapatkan bahwa pada jaringan lambung positif sianida 36,8%, sedangkan
dengan metode Prusian Biru 35%. Kedua metode menunjukkan sensitifitas yang tinggi untuk
pemeriksaan sianida dalam lambung posmortem (P<0.05).
Simpulan: Pemeriksaan sianida dalam lambung dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru
sama-sama sensitif dan dapat diaplikasikan untuk deteksi sianida dalam lambung posmortem hari
1 hingga hari ke 7.
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan
tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Sianida dalam
dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau
gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida juga ditemukan
pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung
tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida
banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau
kalsium sianida.
Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu
beberapa menit. Sianida merupakan kontributor utama terhadap morbiditas dan kematian sekitar
5,000-10,000 kematian, akibat menghirup asap sianida di Amerika Serikat tiap tahunnya.
Menurut American Association of Poison Control Center Toxic Exposure Surveillance System, 5
dari 242 kasus pada tahun 2007 dan 3 dari 238 pada tahun 2008 merupakan fatal exposures.
Kanada dan Amerika Serikat melarang penggunaan sianida, karena menimbulkan pencemaran
dan belum dapat mengatasi kebocoran air dan limbah yang mengandung sianida1,2.
mempromosikan sianida. Akibatnya banyak terjadi kasus keracunan, bahkan data lima tahun
terakhir di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito, sianida menempati urutan kedua
menggunakan racun sianida ditemukan sudah membusuk, seperti kasus pembunuhan di goa
Langse Gunung Kidul, kasus bongkar makam di Sleman dan Purwokerto. Pembuktian medis
pada kasus tersebut untuk alat bukti hukum mutlak perlu pemeriksaan toksikologi, sehingga
perlu dicari metode pemeriksaan yang akurat dalam penanganan kasus yang diduga meninggal
pembunuhan perlu diperiksa secara akurat dengan sampel jaringan tubuh. Ada berbagai metode
untuk pemeriksaan sianida namun sebagian besar rumit dan tidak praktis disamping
membutuhkan waktu yang lama. Hanya ada dua metode pembuktian sianida yang sederhana dan
praktis, yaitu metode Asam Pikrat dan metode Prusian Biru. Namun belum ada penelitian terkait
perbandingan kedua metode tersebut, ataupun aplikasinya pada jaringan. Sehingga perlu
dilakukan penelitian perbandingan pemeriksaan sianida invivo antara metode Asam Pikrat
dengan metode Prusian Biru pada jaringan lambung dengan interval waktu pada hari ke 1, dan
hari ke 7.
antara metode Asam Pikrat dengan Prusian Biru pada jaringan lambung dengan interval waktu
Desain penelitian ini adalah eksperimental, subyek penelitian adalah tikus putih jenis
Wistar diperoleh dari pusat penyediaan hewan coba Universitas Gadjah Mada. Sampel 40 ekor
tikus putih jenis Wistar berat badan antara 100-200 g. Kemudian 40 ekor tikus tersebut diberi
sianida dosis lethal secara oral dan dibagi 2 kelompok: 1 kelompok akan dilakukan deteksi
sianida dengan metode asam pikrat dan 1 kelompok lainnya menggunakan metode prusian biru.
Pada kelompok tersebut diambil jaringan lambung. Interval waktu pemeriksaan berturut-turut
Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat didapatkan pada hari ke1 jaringan
lambung positif sianida 94.7 %, sementara dengan metode Prusian Biru pada pemeriksaan hari
ke 1 positif sianida 85 %.
Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat pada hari ke 7 didapatkan bahwa
pada jaringan lambung positif sianida 36,8%, sedangkan dengan metode Prusian Biru 35%.
Tabel 1. Deteksi Sianida dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru pada hari ke 1 posmortem
Metode asam Pikrat Metode Prusian Biru Jumlah
HASIL
n % n % n %
Positif 18 94,7 17 85 35 89,7
Negatif 1 5,3 3 15 4 10,3
Jumlah 19 100 20 100 39 100
Tabel 2. Deteksi Sianida dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru pada hari ke 7 posmortem
Metode asam Pikrat Metode Prusian Biru Jumlah
HASIL
n % n % n %
Positif 7 36,8 7 35 14 35,9
Negatif 12 63,2 13 65 25 64,1
Jumlah 19 100 20 100 39 100
Analisa statistik pemeriksaan sianida pada jaringan lambung dengan metode Asam Pikrat dan
Prusian Biru pada hari ke 1 dan hari ke 7 menunjukkan kedua metode mempunyai sensitifitas
yang sama (P<0.05), data dapat dilihat pada tabel 3, tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
metode dapat diaplikasikan untuk pemeriksaan sianida pada jaringan korban diduga meninggal
KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat didapatkan pada hari ke1 jaringan
lambung positif sianida 94.7 %, sementara dengan metode Prusian Biru pada pemeriksaan hari
ke 1 positif sianida 85 %.
Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat pada hari ke 7 didapatkan bahwa
pada jaringan lambung positif sianida 36,8%, sedangkan dengan metode Prusian Biru 35%.
Kedua metode mempunyai sensitifitas yang sama (P<0.05) dan menunjukkan bahwa
kedua metode dapat diaplikasikan untuk pemeriksaan sianida pada jaringan korban diduga
meninggal akibat keracunan sianida pada kondisi posmortem hari 1 hingga hari ke 7.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall, A., Heijst,
A.N.P.V., Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman, U.,
1993, Antidotes for Poisoning by Cyanide , Cambrige University Press.
2. Bryan Ballantyne, J.E. Bright, P. Williams, 2004: The post-mortem rate of
transformation of cyanide, Ministry of Defence, Section of Toxicology and
Experimental Pathology, Medical Division, Chemical Defence Establishment, Porton
Down, Wiltshire, Great Britain
3. Nirmalasari Nila dan Suhartini, 2011: Review kasus Keracunan di Instalasi
Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-
2010. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM Yogyakarta.
4. Smith, P.L., Jansen, E.C., Hyldegaard, O., 2011: Cyanide intoxication as part of smoke
inhalation a review on diagnosis and treatment from the emergency perspective.
Scandinavian Journal of Trauma, resuscitation and Emergency Medicine, 19:14