Anda di halaman 1dari 6

PERBANDINGAN PEMERIKSAAN SIANIDA IN VIVO DENGAN METODE ASAM

PIKRAT DAN PRUSIAN BIRU

Mardhatillah Marsa, Hendro Widagdo, Suhartini

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran


Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang: Banyak kasus pembunuhan menggunakan racun memerlukan pembuktian


medis sebagai alat bukti hukum, sehingga dibutuhkan metode pemeriksaan yang akurat untuk
kepentingan tersebut. Sianida merupakan racun yang paling sering dipergunakan sebagai modus
pembunuhan. Oleh karena itu metode pembuktian sianida dari sampel yang berasal dari tubuh
korban sangat diperlukan. Pada penelitian ini akan diteliti perbandingan pemeriksaan sianida
invivo dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru pada lambung hewan coba hari pertama
dan hari ketujuh posmortem.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemeriksaan Sianida invivo
dengan membandingkan metode Asam Pikrat dengan metode Prusian Biru pada lambung hewan
coba.

Metode penelitian: Merupakan penelitian eksperimental. Sampel 40 ekor tikus putih jenis
Wistar berat badan antara 100-200 g. Kemudian 40 ekor tikus tersebut diberi sianida dosis lethal
secara oral dan dibagi 2 kelompok: 1 kelompok akan dilakukan deteksi sianida dengan metode
asam pikrat dan 1 kelompok lainnya menggunakan metode prusian biru. Pada kelompok
tersebut diambil jaringan lambung. Interval waktu pemeriksaan berturut-turut pada hari ke 1 dan
ke 7.

Hasil penelitian: Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat didapatkan pada hari
ke1 jaringan lambung positif sianida 94.7 %, sementara dengan metode Prusian Biru pada
pemeriksaan hari ke 1 positif sianida 85 %. Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam
Pikrat pada hari ke 7 didapatkan bahwa pada jaringan lambung positif sianida 36,8%, sedangkan
dengan metode Prusian Biru 35%. Kedua metode menunjukkan sensitifitas yang tinggi untuk
pemeriksaan sianida dalam lambung posmortem (P<0.05).

Simpulan: Pemeriksaan sianida dalam lambung dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru
sama-sama sensitif dan dapat diaplikasikan untuk deteksi sianida dalam lambung posmortem hari
1 hingga hari ke 7.

Kata kunci: sianida, sensitivitas, spesifisitas, invivo, interval waktu


PENDAHULUAN

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan

tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Sianida dalam

dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau

gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida juga ditemukan

pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung

tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida

banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau

kalsium sianida.

Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu

beberapa menit. Sianida merupakan kontributor utama terhadap morbiditas dan kematian sekitar

5,000-10,000 kematian, akibat menghirup asap sianida di Amerika Serikat tiap tahunnya.

Menurut American Association of Poison Control Center Toxic Exposure Surveillance System, 5

dari 242 kasus pada tahun 2007 dan 3 dari 238 pada tahun 2008 merupakan fatal exposures.

Kanada dan Amerika Serikat melarang penggunaan sianida, karena menimbulkan pencemaran

dan belum dapat mengatasi kebocoran air dan limbah yang mengandung sianida1,2.

Di Indonesia perusahaan tambang dan pemerintah justru membohongi publik dengan

mempromosikan sianida. Akibatnya banyak terjadi kasus keracunan, bahkan data lima tahun

terakhir di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito, sianida menempati urutan kedua

sebagai penyebab kematian setelah intoksikasi alkohol3. Banyak kasus pembunuhan

menggunakan racun sianida ditemukan sudah membusuk, seperti kasus pembunuhan di goa

Langse Gunung Kidul, kasus bongkar makam di Sleman dan Purwokerto. Pembuktian medis
pada kasus tersebut untuk alat bukti hukum mutlak perlu pemeriksaan toksikologi, sehingga

perlu dicari metode pemeriksaan yang akurat dalam penanganan kasus yang diduga meninggal

akibat keracunan sianida3,4.

Berdasarkan masalah diatas pembuktian medis penggunaan sianida dalam kasus

pembunuhan perlu diperiksa secara akurat dengan sampel jaringan tubuh. Ada berbagai metode

untuk pemeriksaan sianida namun sebagian besar rumit dan tidak praktis disamping

membutuhkan waktu yang lama. Hanya ada dua metode pembuktian sianida yang sederhana dan

praktis, yaitu metode Asam Pikrat dan metode Prusian Biru. Namun belum ada penelitian terkait

perbandingan kedua metode tersebut, ataupun aplikasinya pada jaringan. Sehingga perlu

dilakukan penelitian perbandingan pemeriksaan sianida invivo antara metode Asam Pikrat

dengan metode Prusian Biru pada jaringan lambung dengan interval waktu pada hari ke 1, dan

hari ke 7.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemeriksaan Sianida Invivo

antara metode Asam Pikrat dengan Prusian Biru pada jaringan lambung dengan interval waktu

berturut-turut pada hari ke 1 dan hari ke 7.

BAHAN DAN METODE

Desain penelitian ini adalah eksperimental, subyek penelitian adalah tikus putih jenis

Wistar diperoleh dari pusat penyediaan hewan coba Universitas Gadjah Mada. Sampel 40 ekor

tikus putih jenis Wistar berat badan antara 100-200 g. Kemudian 40 ekor tikus tersebut diberi

sianida dosis lethal secara oral dan dibagi 2 kelompok: 1 kelompok akan dilakukan deteksi

sianida dengan metode asam pikrat dan 1 kelompok lainnya menggunakan metode prusian biru.

Pada kelompok tersebut diambil jaringan lambung. Interval waktu pemeriksaan berturut-turut

pada hari ke 1 dan ke 7.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat didapatkan pada hari ke1 jaringan

lambung positif sianida 94.7 %, sementara dengan metode Prusian Biru pada pemeriksaan hari

ke 1 positif sianida 85 %.

Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat pada hari ke 7 didapatkan bahwa

pada jaringan lambung positif sianida 36,8%, sedangkan dengan metode Prusian Biru 35%.

Tabel 1. Deteksi Sianida dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru pada hari ke 1 posmortem
Metode asam Pikrat Metode Prusian Biru Jumlah
HASIL
n % n % n %
Positif 18 94,7 17 85 35 89,7
Negatif 1 5,3 3 15 4 10,3
Jumlah 19 100 20 100 39 100

Tabel 2. Deteksi Sianida dengan metode Asam Pikrat dan Prusian Biru pada hari ke 7 posmortem
Metode asam Pikrat Metode Prusian Biru Jumlah
HASIL
n % n % n %
Positif 7 36,8 7 35 14 35,9
Negatif 12 63,2 13 65 25 64,1
Jumlah 19 100 20 100 39 100

Tabel 3. Sensitifitas metode Asam Pikrat pada hari ke 1 dan ke 7 posmortem


POSMORTEM POSITIF NEGATIF JUMLAH
Hari 1 18 1 19
Hari 7 7 12 19
JUMLAH 25 13 38
X2=121, p<0,05
Tabel 4. Sensitifitas metode Prusian Biru pada hari ke 1 dan ke 7 posmortem
POSMORTEM POSITIF NEGATIF JUMLAH
Hari 1 17 3 20
Hari 7 7 13 20
JUMLAH 24 16 40
X2=100, p<0,05

Analisa statistik pemeriksaan sianida pada jaringan lambung dengan metode Asam Pikrat dan

Prusian Biru pada hari ke 1 dan hari ke 7 menunjukkan kedua metode mempunyai sensitifitas

yang sama (P<0.05), data dapat dilihat pada tabel 3, tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa kedua

metode dapat diaplikasikan untuk pemeriksaan sianida pada jaringan korban diduga meninggal

akibat keracunan sianida pada kondisi posmortem hari 1 hingga hari ke 7.

KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat didapatkan pada hari ke1 jaringan

lambung positif sianida 94.7 %, sementara dengan metode Prusian Biru pada pemeriksaan hari

ke 1 positif sianida 85 %.

Hasil pemeriksaan sianida dengan metode Asam Pikrat pada hari ke 7 didapatkan bahwa

pada jaringan lambung positif sianida 36,8%, sedangkan dengan metode Prusian Biru 35%.

Kedua metode mempunyai sensitifitas yang sama (P<0.05) dan menunjukkan bahwa

kedua metode dapat diaplikasikan untuk pemeriksaan sianida pada jaringan korban diduga

meninggal akibat keracunan sianida pada kondisi posmortem hari 1 hingga hari ke 7.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall, A., Heijst,
A.N.P.V., Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman, U.,
1993, Antidotes for Poisoning by Cyanide , Cambrige University Press.
2. Bryan Ballantyne, J.E. Bright, P. Williams, 2004: The post-mortem rate of
transformation of cyanide, Ministry of Defence, Section of Toxicology and
Experimental Pathology, Medical Division, Chemical Defence Establishment, Porton
Down, Wiltshire, Great Britain
3. Nirmalasari Nila dan Suhartini, 2011: Review kasus Keracunan di Instalasi
Kedokteran Forensik RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-
2010. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM Yogyakarta.
4. Smith, P.L., Jansen, E.C., Hyldegaard, O., 2011: Cyanide intoxication as part of smoke
inhalation a review on diagnosis and treatment from the emergency perspective.
Scandinavian Journal of Trauma, resuscitation and Emergency Medicine, 19:14

Anda mungkin juga menyukai