Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan


Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki
Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal
10 Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961
perusahaan ini berganti PN PERMINA dan setelah merger dengan PN
PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERMINA.
Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan
menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA
berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO) pada
tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang - undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi.

PERTAMINA (PERSERO) didirikan akta Notaris Lenny Janis Ishak,


SH No. 20 tanggal 17 September 2003 dan disahkan oleh Menteri Hukum &
HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09
oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan -
ketentuan yang terantum dalam Undang - undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas Peraturan No. 12 tahun 1998.

Persatuan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun


2001 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah No. 12 tahun 1998 dan
peralihannya berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 “TENTANG
PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK
DAN GAS BUMI NEGARA (PERTAMINA) MENJADI PERUSAHAAN
PERSEROAN (PERSERO)”.

Sesuai akta pendirinya, maksud dari Perusahaan perseroan adalah


untuk menyeleggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik dalam
negeri maupun luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau

5
menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Adapun
tujuan dari Perusahaan Perseroan adalah untuk :

a. Megusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengolaha Perseroan


secara efektif dan efisien.
b. Memberikan kontribusi dalam meningakatkan kegiatan ekonomi utuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut Perseroan melaksanakan


kegiatan usaha sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil


olahan dan turunannya.
b. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada
pada saat pendiriannya termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi (PLTB) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil
menjadi milik perseroan.
c. Melaksanakan pengusahaan dan Liquifed Narutal Gas (LNG)
pemasaran dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
d. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang
kegiatan usaha sebagaimaa dimaksud dalam nomor 1, 2 dan 3.

Logo PT. PERTAMINA merupakan elemen yang membentuk huruf


“P” yang secara keseluruhan merupakan representasi bentuk panah yang
terdiri dari 3 warna. Semua itu mempuyai arti yaitu :

Gambar 2.1. Logo Pertamina.

6
Panah : PT. PERTAMINA yang bergerak maju dan progresif.

Biru : Berani, handal dan dapat dipercaya serta tanggung jawab.

Hijau : Mencerminkan sumber daya energi berwawasan lingkungan.

Merah : Keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi


tantangan.

PT. Pertamina EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan


kegiatan usaha di sector hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi
eksplorasi dan eksploitasi. Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan
kegiatan usaha penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung
mendukung bidang kegiatan usaha utama. Saat ini tingkat produksi
Pertamina EP adalah sekitar 2800 - 3000 BOPD dan sekitar 7300 – 8200
(MSCFD) (Februari 2017).

Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP seluas 113,613.90 kilometer


persegi merupakan limpahan dari sebagian besar Wilayah Kuasa
Pertambangan Migas PT. PERTAMINA (PERSERO). Pola pengelolaan
usaha WK seluas itu dilakukan dengan cara dioperasikan sendiri (own
operation) dan kerja sama dalam bentuk kemitraan, yakni 4 proyek
pengembangan migas, 7 area unitisasi dan 52 area kontrak kerja sama
kemitraan terdiri dari 27 kontrak Technical Assistant Contract (TAC), 25
kontrak Kerja Sama Operasi (KSO). Jika dilihat dari rentang geografinya,
Pertamina EP beroperasi hampir di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang
sampai Merauke.

WK Pertamina EP terbagi kedalam lima asset. Operasi kelima asset


terbagi kedalam 19 Field, yakni Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi dan
Ramba di Asset 1. Prabumulih, Pendopo, Limau dan Adera di Asset 2.
Subang, Jatibarang dan Tambun di Asset 3. Cepu di Asset 4. Serta Sangatta,
Bunyu, Tanjung, SangaSanga, Tarakan di Asset 5.

Di samping pengelolaan WK tersebut di atas, pola pengusahaan usaha


yang lain adalah dengan model pengelolaan melalui proyek-proyek, antara

7
lain Pondok Makmur Development Project di Jawa Barat, Paku Gajah
Development Project di Sumatera Selatan, Jawa Gas Development Project
di Jawa Tengah dan Matindok Gas Development Project di Sulawesi
Tengah.

2.2. Visi dan Misi PT. Pertamina EP Asset 5 Bunyu Field


a. Visi
Menjadi Perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi
kelas dunia.
b. Misi
Melaksanakan pengusahaan sektor hulu minyak dan gas dengan
penekanan pada aspek komersial dan oprasi yang baik serta tumbuh
dan berkembang bersama lingkungan hidup.

2.3. Sejarah Singkat PT. Pertamina EP Asset 5 Bunyu Field

Upaya untuk mengeksplorasi lapangan bunyu diawali dengan


penemuan sumur minyak oleh perusahaan minyak Belanda, Baataafache
Petroleum Maatchapij (BPM). Survey lapangan minyak di pulau ini
dilakukan tahun 1901 yang 20 tahun kemudian (1922) eksplorasi dan
eksploitasi lapangan ini dilanjutkan oleh Nederlandsche Indische Aardolie
Maatschappij (NIAM), perusahan patungan BPM dengan Pemerintah
Belanda.

Awalnya selama 21 tahun hingga tahun 1921 telah dibor 16 sumur


yang diberi kode B-001 sampai B-016 dan di tahun berikutnya giliran B-017
secara resmi juga mulai beroperasi. Sayangnya dibandingkan dengan
Lapangan Tarakan yang bersebelahan pulau dengan Pulau Bunyu yang sejak
masa Pemerintahan Belanda dikenal sebagai pulau yang kaya minyak,
laporan produksi Lapangan Bunyu tidak terekam dengan baik. Lapangan
Tarakan yang memproduksi 80000 ton minyak perbulannya semasa Perang
Dunia ke II menjadi target utama serbuan tentara Jepang ke Hindia Belanda

8
guna memenuhi kebutuhan minyak bala tentaranya, ini berbalikan dengan
lapangan Bunyu yang produksi minyaknya relatif masih kecil. Selanjutnya
bersamaan dengan mulai berkecamuknya Perang Dunia ke II yang efeknya
sampai ke wilayah Hindia Belanda, antara tahun 1937 – 1952 produksi
minyak di Lapangan Bunyu ditutup untuk sementara.

Pasca Perang Dunia ke II, pada tahun 1952 Lapangan Bunyu kembali
beroperasi. Eksplorasi ini dilakukan oleh NIAM yang dimasa itu sahamnya
sebagian telah dimiliki oleh perusahaan Amerika Serikat. Tahun 1959
NIAM berubah menjadi PT. Pertambangan Minyak Indonesia (Permindo)
yang sahamnya 50% milik pemerintah Indonesia dan 50% lagi milik
pemerintah Belanda. Tak lama kemudian pemerintah Indonesia menarik
sahamnya dari Permindo yang kemudian dilikuidasi dan membentuk
perusahaan minyak milik Negara, PT. Pertamina. Selanjutnya melalui
Peraturan Pemerintah No. 198 Tahun 1961 didirikanlah perusahaan Negara
yang diberi nama PN. Pertambangan Minyak Nasional yang disingkat PN.
Permina.

Dalam perkembangannya seiring dengan penyatuan PN Pertamin dan


PN Permina menjadi PN. Pertamina, pengoperasian field Bunyu kemudian
berpindah ke Pertamina. Selama satu tahun lebih antara 1993 – 1994 field
Bunyu sempat dioperasikan oleh PT. Ustraindo Petrogas bersama dengan
field Prabumulih, Pendopo (Sumatera Selatan) dan Jatibarang (Jawa Barat)
oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral diberikan kuasa untuk
mengelola lapangan – lapangan minyak tersebut. Selanjutnya hingga kini
field Bunyu dioperasikan oleh Pertamina EP Region Kawasan Timur
Indonesia yang berubah menjadi Pertamina EP Asset 5.

Luas Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) PT. Pertamina EP Asset 5


Bunyu Field 187,5 km2. Bunyu Field mempunyai daerah kerja meliputi
Bunyu, Tapa, Sembakung dan Mangkudulis adalah daerah kerja ARCO
yang telah habis masa kontrak pengelolaan pada tahun 1984, yang terletak
didaratan Kalimantan Timur dan hingga sekarang kedua struktur saat ini

9
dikelola oleh TAC PT. MEDCO E&P, selanjutnya PT. MEDCO
menyerahkan kepada UP V (Refinery Unit V) terhitung mulai tanggal 01
April 2010.

Sumur yang telah dibor di Area Operasi Bunyu saat ini berjumlah 251
sumur, antara lain terdiri dari 43 sumur produksi minyak, 6 sumur produksi
gas, 20 sumur injeksi, 17 sumur kendala mekanis, 125 sumur suspended dan
40 sumur abandoned atau ditutup. Dalam usaha untuk meningkatkan
produksi minyak, rencana tahun 2013 di Area Operasi Bunyu akan
dilakukan pemboran sekitar 13 hingga 18 sumur di beberapa titik baru.

2.4. Letak Geografis

Lapangan Bunyu pertama kali dioperasikan oleh Bataafssche


Petroleum Maatchappi (BPM) pada 1901 dan pada tahun 1993 dioperasikan
oleh PT. Ustraindo, kemudian diambil alih kembali oleh Pertamina dan
dioperasikan hingga sekarang dibawah PT. Pertamina EP Asset 5.

Pertamina EP mengelola Wilayah Kerja di Lapangan Bunyu seluas


187.5 km2 yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur untuk dieksplorasi
dan diproduksikan. Keadaan geografis Pulau Bunyu adalah berbukit - bukit
dan sebagian besar tanahnya berupa tanah pasir serta terdapat singkapan
batu bara. Blok Lapangan Bunyu secara geologi termasuk ke dalam Sub -
Cekungan Tarakan yang merupakan bagian dari Cekungan Tarakan dan
mayoritas lapisan penghasil hidrokarbon di Lapangan Bunyu berasal dari
Formasi Tarakan

10
Gambar 2.2. Peta Lokasi Pulau Bunyu.

Pulau Bunyu memiliki luas sekitar 187,5 km2. Formasi stratigrafi di


pulau ini yaitu Meliat, Tabul, Santul, Tarakan dan Bunyu, formasi batu pasir
yang didistribusikan ke 150 lapisan dan disimpan di daerah delta. Untuk
karakteristik pembentukannya yaitu :

 Tebal (h) = 1 - 46 m
 Porositas = 25 %
 Permeabilitas (k) = 7 – 3400 mD.
Sumur minyak di pulau Bunyu ini memliki kedalaman rata – rata
2000 - 3000 meter dan prospek minyak kemungkinan berada pada
kedalaman 800 – 1500 meter, sementara prospek gas berada pada
kedalaman 1500 meter. Field Bunyu mempunyai daerah kerja meliputi
Bunyu, Tapa, Sembakung dan Mangkudulis.

2.5. Keadaan Geologi Regional

Kerangka tektonik Pulau Kalimantan oleh dibagi menjadi 12 unit,


yaitu: Paparan Sunda, Pegunungan Mangkalihat, Paternoster Platform,
Tinggian Kuching, Tinggian Meratus, Tinggian Sampurna, Cekungan
Melawi - Ketengau, Cekungan Tarakan, Cekungan Kalimantan Barat - Laut,
Cekungan Barito, Cekungan Asem - Asem dan Cekungan Kutai.

11
Gambar 2.3. Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Nuay, 1985 op.cit. Oh, 1987).

Salah satu unit kerangka tektonik Pulau Kalimantan menurut (Nuay,


1985 op.cit. Oh, 1987) adalah Cekungan Tarakan, dimana Tinggian
Sampurna merupakan batas pada bagian utara, Tinggian Kuching batas pada
bagian barat, Pegunungan Mangkalihat batas pada bagian selatan dan
membuka kearah timur sampai ke Selat Makasar.

Proses pengendapan Cekungan Tarakan dimulai dari proses


pengangkatan (transgresi) yang dierkirakan terjadi pada kala Eosen sampai
Miosen awal bersamaan dengan terjadinya proses pengangkatan gradual
pada Tinggian Kuching dari barat ke timur.

12
Gambar 2.4. Lokasi Cekungan Tarakan Lapangan.

Pada Kala Miosen Tengah terjadi Penurunan (regresi) pada Cekungan


Tarakan, yang dilanjutkan dengan terjadinya pengendapan progradasi ke
arah timur dan membentuk endapan delta, yang menutupi endapan prodelta
dan batial. Cekungan Tarakan mengalami proses penurunan secara lebih
aktif lagi pada kala Miosen sampai Pliosen. Proses sedimentasi delta yang
tebal relatif bergerak ke arah timur terus berlanjut selaras dengan waktu.

Cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk busur yang terbuka ke


Timur ke arah Selat Makasar / Laut Sulawesi yang meluas ke utara ke Sabah
dan berhenti pada zona subduksi di Tinggian Sempurna dan merupakan
Cekungan paling utara di Kalimantan. Tinggian Kuching dengan inti lapisan
pra - Tersier terletak di sebelah baratnya sedangkan batas selatannya adalah
Punggungan Suikerbood dan Tinggian Mangkalihat. Ditinjau dari fasies dan
lingkungan pengendapannya, Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat sub
cekungan, yaitu Sub Cekungan Tidung, Sub Cekungan Tarakan, Sub
Cekungan Muara dan Sub Cekungan Berau (Gambar 2.3).

Cekungan Tarakan secara geografis terletak sekitar 240 km arah


Utara – Timur Laut dari Balikpapan. Cekungan ini terletak dibagian utara
kota Balikpapan dan masih merupakan bagian dari NE Kalimantan Basin.

13
Gambar 2.5. Peta Geologi Cekungan Tarakan (Pertamina-BEICIP, 1992 dalam Lentini &
Darman, 1996).

Cekungan Tarakan termasuk daerah delta pada cekungan tipe passive


margin dengan kontrol tektonik minor geser lateral. Dari anomali magnetik,
cekungan ini diindikasikan terjadi pemekaran lantai samudera dengan
asosiasi patahan - patahan geser berarah ke barat laut (Lentini dan Darman,
1996).

Gambar 2.6. Peta Struktur di Sub-Cekungan Tarakan.

14
(Hidayati,dkk.,2007), Cekungan Tarakan dapat dibagi menjadi empat
sub-cekungan yaitu Sub - Cekungan Tidung, Tarakan, Berau, dan Muara
(Achmad dan Samuel, 1984).

Berdasarkan hasil analisis struktur dan proses sedimentasi,


subcekungan Tarakan dapat dipilah lagi menjadi lima wilayah geologi yaitu:
Paparan Daino - Sebuku, Graben / sub – Deposenter Sembakung -
Bangkudulis, Punggungan Dasin - Fanny, Lereng Mintut Tibi dan
Deposenter - utama Bunyu - Tarakan.

Gambar 2.7. A) Peta Struktur Regional Cekungan Tarakan, B) Hasil Analisis Struktur,
Sub- Cekungan Tarakan Dapat Dipilah Lagi Menjadi Lima Wilayah Geologi (Biantoro,
dkk., 1996).

Gambar 2.8. Peta Struktur Sub - Cekungan Tarakan.

15
2.6. Kondisi Geologi
Lapangan Bunyu secara geografis terletak di ujung tenggara. Luas
Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) sekitar 187,5 km² dengan memiliki
lima jenis struktur Geologi yaitu : MELIAT, TABUL, SANTUL,
TARAKAN dan BUNYU.
Pada formasi Bunyu mempunyai ketebalan sekitar 300 – 700 meter
dan terletak secara tak selaras di atas formasi Tarakan. Litologinya terdiri
dari batuan pasir tebal berukuran menengah sampai kasar kadang - kadang
konglomerat dan selang seling dengan lignit dan serpih. Pada umumnya
batu pasir lebih tebal, lebih kasar dan lebih kompak dibandingkan dengan
batu pasir dari formasi Tarakan. Tebal batu pasir dan batubara berkisar dari
1 – 30 meter.
Rata-rata kedalaman sumur di Lapangan Bunyu 2000 – 3000 meter
dengan formasi untuk sumur penghasil minyak di kedalaman 800 – 1500
meter dan untuk sumur penghasil gas di kedalaman lebih dari 1500 meter.
Bunyu Field merupakan salah satu lapangan produksi minyak yang
saat ini dikelola oleh PT. Pertamina EP Asset 5 dengan jumlah total sumur
sebanyak 253. Sumur yang produksi sebanyak 48 sumur yaitu Sembur Alam
9 sumur (8 sumur minyak dan 1 sumur gas), Sembur Buatan 39 sumur (7
sumur Electrical Submersible Pump dan 32 sumur Gas lift).
Sumur yang tidak diproduksikan sebanyak 208 sumur yaitu 36 sumur
injeksi air, 132 sumur pengamatan, 32 sumur ditinggalkan. Di Bunyu Field
terdapat 2 SKG (SKG Bunyu dan SKG Nibung), 1 Power Plant, 3 GS
(Gathering Station), 1 EPF (Early Production Facility / GS sewa), 1 MGS
(Main Gathering Station) dan 1 Terminal.

16
2.7. Petroleum System

Gambar 2.9. Petroleum System Cekungan Tarakan.

a Batuan Source Rock

Batuan induk di Cekungan Tarakan sendiri terbentuk pada kala


akhir Miocene, yaitu batuan lempung. Dengan ketebalan minimal 300
m untuk ketebalan serpih, nilai reflektansi vitrinit 0,65 Ro dan
paleogradien geotermal > 3,5°/100 m, wilayah penghasil hidrokarbon
(kitchen area) dijumpai pada kedua wilayah tersebut. Hasil analisis
laboratorium mengindikasikan tipe kerogen utama adalah tipe III
yang menghasilkan gas dan dijumpai beberapa sampel termasuk
kerogen tipe II.

Weight dkk. (1992) menyimpulkan bahwa minyak dan gas yang


hadir pada subcekungan berasal dari source rock dengan lingkungan
pengendapan fluvio - lacustrine. Berdasarkan ketidakhadiran
kematangan pada endapan shale Plio - Pleistosen, Weight
menyimpulkan bahwa endapan yang paling memungkinkan menjadi
source rock adalah endapan Miosen.

17
b Reservoir Rock

Batuan reservoir penghasil minyak dan gas bumi di


subcekungan tarakan adalah batupasir dari Formasi Tarakan yang
berumur Pliosen. Formasi ini pada umumnya terdiri dari suatu urutan
batuan pasir, serpih, lempung dengan lapisan batubara.

Di beberapa tempat ditemukan juga lapisan batu gamping.


Lapisan batupasirnya sangat dominan, tebal dan sangat banyak
mengandung mineral kwarsa dengan ikatan yang lepas
(unconsolidated sand) yang pada umumnya banyak menyebabkan
persoalan kepasiran pada waktu hidrokarbon diproduksikan.

c Migrasi Hidrokarbon

Migrasi hidrokarbon dari batuan induk atau dapur hidrokarbon


ke perangkap diduga melalui bidang patahan berupa vertical
migration. Biantoro dkk (1996) menyebutkan, hidrokarbon terbentuk
semenjak Miosen Akhir. Dengan terisinya formasi Tarakan yang
berumur Pliosen dan pembentukan struktur Plio - Pleistosen maka
waktu migrasi hidrokarbon akan lebih muda lagi.

Gambar 2.10. Model Hydrocarbon Play Cekungan Tarakan.

18
d Batuan Penutup

Umumnya batuan penutup berupa batuan klastik. Yang


terutama adalah batu lempung endapan delta formasi Meliat / Latih,
Formasi Tabul dan Formasi Tarakan. Intra - formational shale dari
Formasi Meliat, Tabul dan Santul membentuk seal untuk akumulasi
hidrokarbon di Cekungan Tarakan. Seal ditemukan berada diatas
lapisan reservoir dan kerap kali terjadi perubahan fasies secara lateral
dari batuan yang poros ke seal.

e Perangkap

Mengingat bahwa di Cekungan Tarakan sedimen yang


diendapkan dilingkungan delta, maka perangkap hidrokarbon yang
sering ditemukan adalah perangkap stratigrafi seperti channel - sand,
lenticular - bar atau perubahan fasies yang berkombinasi dengan fault
dan struktur geologi yang memungkinkan sebagai perangkap bisa di
temukan di daerah Pulau Bunyu. Lapisan batu pasir yang tebal
membuat sukses rasio eksplorasi di daerah ini tinggi. Meskipun
demikian, karena pada Plio - Pleistosen terjadi tektonik, kemungkinan
perangkap struktur dapat juga terjadi, terutama perangkap struktur
antiklin (roll over) yang berasosiasi dengan patahan normal.

Umumnya jebakan hidrokarbon yang terdapat di Formasi


Tarakan terkumpul pada blok yang turun (down thrown), tetapi di
beberapa tempat seperti Juata hidrokarbon ditemukan pada bagian
yang naik. Disamping bentuk struktur, akumulasi hidrokarbon juga
sangat tergantung pada intra formational seal diantara batuan pasir
yang sangat tebal. Akibat kandungan batu pasir yang sangat tinggi
didalam Formasi Tarakan menyebabkan patahan normal yang
memotong Formasi ini menjadi bocor kearah vertical (dip - leak)
sehingga daya tampung maksimum perangkap hanya sampai titik
perpotongan antara kontak hidrokarbon - air dengan bidang patahan.

19

Anda mungkin juga menyukai