Anda di halaman 1dari 3

SENI TRADISI GEMBYUNG

1. Sejarah & Latar Belakang


Kesenian gembyung adalah salah satu kesenian tradisional di wilayah
Kabupaten Majalengka yang belakangan nyaris tidak pernah ada yang
menabuh. Karena mungkin kesenian tersebut tidak banyak disukai remaja masa
kini.
Kalaupun ada yang menabuh gembyung hanya pada acara-acara tertentu
terutama acara ritual keagamaan, seperti pada maulud nabi untuk mengiringi
lagu-lagu barjanji. Menurut keterangan salah seorang budayawan di Majalengka
Rais Purwacarita, gembyung adalah tabuhan tradisi jawa, gembyung lahir sejak
Pangeran Cakrabuana mengembangkan metoda belajar islam lewat seni.
Di daerah Majalengka dipelopori oleh Ki Sindur untuk memperagakan jenis
musik islami yang memadukan antara musik timur tengah dengan kesenian
Jawa. Termasuk di dalamnya kehadiran tamborin (genjring).
Pada awalnya ketiga jenis kesenian ini berbeda, dimana genjring lebih dikenal
dengan musik terbang yang kemudian dimasukkan musik genjring dan irama
khas timur tengah kemudian namanya menyatu menjadi kesenian gembyung.
Di Majalengka kesenian gembyung dikembangkan lagi oleh seniman-seniman
Majalengka menjadi kesenian gembyung khas Majalengka.
Untuk saat ini kesenian gembyung di wilayah Majalengka tinggal di beberapa
tempat lagi seperti di Gunungmanik, Kecamatan Banjaran, Cijati Kecamatan
Majalengka, Maja ataupun Bantarwaru, Kecamatan Ligung.
Namun kelompok seni Konser Kampung Jatitujuh yang dipimpin oleh Memet
berupaya memodifikasi gembyung ini dengan memberikan sentuhan-sentuhan
tradisional memunculkan irama yang lebih kreatif dan inovatif yang mungkin
bisa jadi lebih memenuhi tuntutan selera generasi muda masa kini.
Berkembangnya pemahaman islam pada remaja, menarik minat masyarakat
Majalengka untuk masuk ke lebih jauh utuk menemukan irama khasidah yang
lebih menyentuh nuansa penemuan batinnya.
Ilyas Bakri salah seorang pemilik grup kesenian gembyung di desa
Bantarwaru, Kecamatan Ligung menyebutkan, kesenian gemyung lebih ramai
ditabuh pada momen-momen tertentu terutama pada saat meperingati kelahiran
Nabi Muhammad SAW.
Saat ini saja ada beberapa kelompok pengajian, sejumlah mushola yang
memanfaatkan jasa seniman gembyung dan genjring untuk mengiringi syair-
syair yang dibacakan dari kitab al-barzanji pada saat memperingati Maulid Nabi
Pada tahun 1980-an menurut Ilyas masih banyak kelompok pengajian atau
mereka yang hajatan baik khitanan atau acara pernikahan yang meminatinya
untuk menabuh.
Semakin kesini kesenian gembyung semakin jarang saja. Bahkan, pada bulan
maulid pun undangan untuk menabuh bisa dihitung, hanya di beberapa tempat
saja. Berbeda dengan saat tahun 1980-an, masih banyak yang ngundang.

Seni tradisional Gembyung berasal dari nama salah satu gamelan Sunda yang
disebit Goong, dilengkapi alat musik lainnya oleh pemain yang berjumlah
lengkapnya 25 orang. Mereka terdiri atas : pemain kenting satu dan dua; pemain
kemong satu dan dua; pemain kendang katipluk; pemain kolenter; pemain
gembyung satu dan dua pemain suling; dan pemain rebab; sertapemain kemong
satu dan dua.

Biasanya kesenian Gembyung darn Kabupaten Majalangka ini.ditampilkan


dalam acara-acara yang bernuansa religius, misalnya dalam acara pernikahan,
mauludan, peresmian mesjid atau haulan seperti pernah dilaksanakan di
Pesantren Benda Cirebon, dan di salah satu pesantren di Kabupaten Subang (di
Pamanukan). Selain itu, pernah pula dipentaskan untuk mewakili seni
tradisional Majalengka yang dilaksanakan di Taman Mini Indonesia Indah pada
tahun 1984 dan 1986 lalu.

Penampilan seni Gembyung diawali dengan pembacaan tawasul dan hadhoroh


kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarganya dan para sahabatnya serta
kepada para pengikutnya yang taat kepada-Nya. Kemudian tampil lagu-lagu
yang materinya adalah shalawat yang bersumber dari Kitab barjanji (yaitu kitab
yang ditulis Imam Barjajnji) atau yang disebut Deba, diiringi oleh musik
gembyung tersebut. Pertama kali muncul seni budaya tradisional Gembyung di
Kabupaten Majalengka diperkirakan sejak sebelum tahun 1930an. Pada sekitar
tahun 1970-an pernah mengalami kemandegan, tetapi atas upaya yang sungguh-
sungguh dari para tokoh seni itu seperti yang dilakukan oleh H.E. Zaenal
Muttagin, Dudung dan ustadz Sadeli dari Gunung Manik Kec. Talaga, termasuk
pula dari dukungan Bupati Majalengka pada masa H.E. Jaelani, SH juga Bupati
sekarang Hj. Tutty Hayati Anwar SH., M.Si. untuk mengeksiskan kembali seni
Gembyung dengan kemasan menarik, Walaupun termasuk kelompk seni yang
mempunyai akar budaya buhun (kuno), tetapi dalam perkembangannya
cenderung dikemas secara dinamis oleh para seniman yang ahli di bidangnya
yaitu dengan mengikuti perkembangan zaman.

Beberapa kelompok kesenian gembyung antara lain

1. Group Laila, pimpinan Bapak Oyo, di Buninagara Bantarujeg;


2. Panji Wulung, pimpinan Kyai Bahrudin, di Gunungmanik;
3. Mekar Budaya Putra, pimpinan Yaya Suhaya, di Gunung Manik; ditambah dua
group lainnya di Ganeas dan Salado;
4. Miftahul Jannah, pimpinan Noyadi, di Darmalarang, Banjaran;
5. Panca Darma, pimpinan (ping Jaenudin, di Burujuiwetan JatiwangI.

2. Konsep Musikal
Kesenian gembyung biasa digunakan pada qasidahan. Biasanya seni
gembyung ini juga menggunakan lagu bernuansa islam.

Anda mungkin juga menyukai