PSIKIATRI JURNAL Major Depressive Disorder
PSIKIATRI JURNAL Major Depressive Disorder
Pendahuluan
Depresi adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan perubahan suasana hati atau
mood, pikiran, perilaku dan kesehatan fisik. Hal ini umum terjadi, tetapi merupakan penyakit
serius yang dapat menghilangkan kemampuan seseorang untuk menikmati hidup dan
menyebabkan penurunan dalam kapasitas untuk melakukan tugas sehari-hari bahkan yang
sederhana. Selain bersifat kronis, gejala terkait dengan gangguan mental ini sering berulang dan
mengancam kehidupan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) depresi adalah salah satu
penyebab utama kecacatan atau disability- adjusted life year (DALY) dan sekitar 350 orang di
Seperti yang dijelaskan dalam diagnostik dan statistik Manual of Mental Disorders, 5th
edition (DSM - V), ciri dari gangguan depresi mayor (PDK) adalah terjadinya mood depresi
(dysphoria) dan penurunan ketertarikan pada aktivitas yang lebih menyenangkan (anhedonia)
yang terjadi setidaknya selama dua minggu. Gejala-gejala ini harus juga dapat disertai dengan
setidaknya empat manifestasi berikut seperti perubahan nafsu makan, perubahan pola tidur,
perubahan aktivitas psikomotor, perasaan tidak dihargai atau rasa bersalah, sulit konsentrasi atau
sulit membuat keputusan dan pemikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri.
salah satu tantangan berurusan dengan penyakit ini yaitu bahwa jumlah yang signifikan dari
pasien yang menggunakan antidepresan gagal untuk mencapai remisi lengkap. Beberapa pasien
juga gagal untuk berespon terhadap obat-obatan anti depresan yang tersedia atau pendekatan
1
Klasifikasi atau Tipe Depresi
Depresi adalah gangguan heterogen yang sering keliru untuk satu klinis penyakit mental.
Memang terdapat beragam bentuk depresi yang dapat menjadi kondisi ringan atau sangat parah
seperti psikotik depresi di mana pasien menunjukkan gejala seperti halusinasi dan waham.
Diagnosis gangguan ini cukup rumit karena banyak terjadi kondisi mental lainnya seperti
gangguan kecemasan, termasuk sindrom panic agoraphobia, fobia berat, gangguan cemas
menyeluruh, gangguan kecemasan sosial, post-traumatic stress disorder (PTSD) dan obsessive-
compulsive disorder (OCD). Morbiditas sering terlihat pada pasien usia lanjut dan juga terkait
dengan keparahan gejala somatik. Jenis depresi dapat dilihat di bawah ini.
- MDD (Major Depresive Disorder) : Pasien dengan gangguan depresif jenis ini biasanya
menunjukkan mood dysphoric dan anhedonia yang disertai dengan perubahan fisik
seperti kehilangan berat badan, peningkatan atau penurunan nafsu makan, gangguan
dalam pola tidur dan kelelahan yang berkepanjangan. Gangguan pada kognitif dan fungsi
berpikir koheren serta preokupasi mengerikan tentang kematian dan bunuh diri. Sebagian
besar gejala ini biasanya muncul hampir setiap hari dan mengakibatkan penderitaan yang
- Dysthymic disorder: jenis ini juga dikenal sebagai gangguan depresi persisten atau
menetap. Pasien menampilkan mood depresi atau kesedihan yang menetap berlangsung
selama durasi minimal 2 tahun pada dewasa dan 1 tahun pada anak-anak dan remaja.
Sebagian besar pasien tidak memenuhi kriteria penuh untuk MDD karena ada gangguan
secara singkat pada periode remisi. Namun, ada kasus di mana didapatkan pasien dengan
2
- Depresi melankolis: terdapat kurangnya kemampuan untuk merasakan kesenangan.
Retardasi psikomotor dan memburuknya mood pada pagi hari juga terlihat dari pasien.
Tipe depresi ini terlihat lebih umum terjadi pada orang tua, pada pasien dengan bentuk
- Seasonal affective disorder (SAD): merupakan jenis depresi yang digambarkan sebagai
depresi yang kejadiannya berulang setiap tahun selama musim gugur atau awal musim
dingin. Depresi “winter blues” atau SAD dicirikan oleh adanya mood yang menurun, rasa
bersalah dan tidak dihargai dan peningkatan gejala iritabilitas, dan gejala yang
didapatkan pada gangguan depresi lainnya. Selain itu, pasien menunjukkan peningkatan
nafsu makan yang signifikan dan keinginan untuk memakan makanan dengan karbohidrat
- Post-partum depresi (PPD): jenis ini menggambarkan kelompok gangguan depresi yang
heterogen atau berbeda yang terjadi pada ibu-ibu. Gejala-gejala ini mungkin ditemukan
sebelum atau setelah melahirkan. Dengan demikian, gangguan ini disebut secara
dan gejala kecemasan selama kehamilan, disebut sebagai "Baby Blues" yang dapat
- Depresi Psikotik: jenis gangguan depresi yang sangat parah dan disertai dengan gejala
psikotik. Sering dilihat sebagai kombinasi psikosis dan depresi yang tidak dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Gejalanya meliputi gejala psikotik seperti delusi atau halusinasi.
Selain keparahannya, psikotik depresi berat dikaitkan dengan perjalanan penyakit yang
berkepanjangan atau lama, respon terhadap obat-obatan yang buruk, dan angka
3
Epidemiologi depresi
semua masyarakat di seluruh dunia dan sekitar 450 juta orang menderita dari beberapa jenis
gangguan mental atau perilaku. Prevalensi untuk depresi Mayor dilaporkan sebesar 14-17% dan
prevalensi yang dilihat untuk satu tahun adalah 4-8%. Prevalensi MDD pada perempuan sekitar
Hampir 10% dari total beban penyakit di sub-Sahara Afrika adalah disebabkan oleh
2,2%. Studi lain yang dilakukan di Ethiopia menunjukkan prevalensi depresi yang dilihat selama
satu tahun menjadi 4,4% pada wanita. Prevalensi episode depresi dilaporkan menjadi 9,1%.
Faktor risiko utama untuk episode depresi ini adalah umur, status perkawinan, jumlah yang
didiagnosis menderita penyakit kronis yang tidak menular dan konsumsi alkohol. Depresi
menyumbang sekitar 6,5% beban penyakit di Ethiopia yang bahkan lebih tinggi dibandingkan
dengan penyakit menular utama seperti Human Immunodeficiency Virus. Selain itu, depresi dan
gangguan bipolar dikaitkan dengan peningkatan tiga kali lipat risiko untuk terjadinya kematian
lebih awal yang dibandingkan dalam populasi umum. Prevalensi depresi pada anak-anak relatif
rendah (< 1% dalam beberapa penelitian), dan kemudian meningkat jauh prevalensinya selama
menginjak remaja dengan prevalensi selama satu tahun 4 – 5% pada pertengahan sampai akhir
masa remaja. Depresi pada kenyataannya merupakan faktor risiko besar untuk terjadinya bunuh
diri yang diamati pada remaja; hal ini merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
kelompok usia ini. Depresi juga menyebabkan gangguan sosial dan pendidikan yang serius dan
4
Patofisiologi depresi
tetapi masih tetap sulit dipahami. Hal ini merupakan fakta alasan utama terlambatnya
perkembangan obat terhadap penyakit ini. Terdapat beragam teori tentang patogenesis depresi
yang paling didasarkan adalah pada pengukuran langsung marker, visum atau post mortem studi
dan teknik neuroimaging. Selama beberapa dekade, farmakoterapi depresi dan penjelasan yang
dihasilkan untuk mendasari patologi, berfokus pada tingkat neurotransmitter monoamine otak
struktural dan fungsional di daerah otak yang bertanggung jawab untuk mengatur mood,
respon terhadap kesenangan dan fungsi eksekutif. Penelitian tentang neuroimaging dan
penurunan volume grey matter dan kepadatan glial di korteks prefrontal dan
hippocampus, merupakan daerah yang telah menerima banyak perhatian pada penelitian
Sistem mesolimbik dopamin yang terdiri dari nukleus accumbens (NAc) dan
daerah tegmental ventral (VTA) juga diyakini memainkan peran penting dalam
menyenangkan teradap stimulus seperti makanan, seks dan bahkan obat-obatan. Oleh
karena itu, kurangnya kesenangan yang terjadi pada pasien depresi mungkin dapat
dijelaskan sebagai disfungsi dalam sirkuit otak ini. Penelitian lain juga menunjukkan
5
penurunan kepadatan neuron pada Lokus coeruleus (LC) pada beberapa kasus pasien
B. Sirkuit respon stress : stres kronis dan hiperaktifitas dari axis HPA (penyebab
insidens depresi dan bahkan dalam terjadinya kekambuhan setelah remisi lengkap.
Kelainan struktur otak telah didokumentasikan pada pasien dengan peningkatan kadar
kortikosteroid. Salah satu struktur otak yang terkena adalah amigdala, bagian otak yang
terlibat terutama dalam mengatur aktifitas emosi dan untuk beberapa respon stress.
Bagian otak lain yang menunjukkan adanya penurunan ukuran dengan chronic
stres dapat menyebabkan depresi. Namun, stres kronis telah diperlihatkan dapat
oksidase. Selain itu, penelitian pada hewan ditemukan bahwa pengobatan dengan
pada otak hewan, sementara itu juga mengatur penurunan berbagai enzim antioksidan dan
C. Kerentanan genetik dan interaksi lingkungan: Sekarang telah menjadi argumen yang
meyakinkan bahwa terjadinya depresi perlu ada interaksi antara gen dengan lingkungan
yang kompleks yang mengubah respons individu terhadap situasi kehidupan yang penuh
tekanan. Tidak ada satupun gen Polimorfisme yang tampaknya bertanggung jawab untuk
6
menyebabkan depresi, hal tersebut telah disarankan bahwa faktor genetik membuat
transporter (5-HTT). Alel pendek dari 5-HTT memiliki aktivitas rendah dan telah terbukti
dapat menempatkan risiko yang lebih besar untuk berkembang menjadi depresi dalam
menanggapi peristiwa stres dalam kehidupan. Alel ini juga telah terkait dengan adanya
hasil yang rendah setelah diberikan terapi farmakologi antidepresan dan terapi non
farmakologis.
dikodekan oleh dua gen yang berbeda yaitu Tphl dan Tph2 dan telah diusulkan
memainkan peran dalam patogenesis gangguan depresi dan kejadian bunuh diri.
Polimorfisme nukleotida tunggal atau Single nucleotide polymorphisms (SNP) pada gen
Tph2 telah dihubungkan dengan peningkatan insiden Mayor Depresive Disorder dan
usaha bunuh diri. Gen Tph l, yang paling dominan didapatkan dalam kelenjar pineal,
yang diperkirakan berperan dalam mempengaruhi risiko bunuh diri dengan mengganggu
sintesis melatonin yang bertanggung jawab untuk pengaturan hormone ritme sirkadian
Fungsi dari Polimorfisme adalah untuk memproduksi valin yang digunakan untuk
substitusi metionin pada kodon 66 (Val66Met) di regio pro-BDNF, yang mana telah
diidentifikasi dalam gen BDNF, memperlihatkan efek yang merugikan pada peradangan
intraseluler dan bergantung pada aktivitas sekresi dan mempengaruhi fungsi hipokampus,
7
memori dan morfologi otak. Individu yang sehat dengan varian BDNF Met menampilkan
kestabilan emosi yang rendah dan volume hippocampus yang lebih kecil. Penelitian juga
menyarankan ada interaksi yang kompleks antara polimorfisme dalam pengkodean gen
D. Teori biogenic monoamine : hipotesis monoamine tentang depresi muncul setelah adanya
penemuan secara kebetulan obat antidepresan pertama yang dikembangkan untuk kondisi
medis lainnya. Pengamatan atau penemuan klinis ini telah sangat berkontribusi terhadap
presinaps.
distribusi di seluruh sistem saraf pusat. Serotonin terlibat dalam reaksi fisiologis
sensasi rasa sakit, pengaturan nafsu makan, agresi dan mood. Disfungsi pada
sistem serotoninergic telah terlibat dalam gangguan suasana hati (mood) dan
gangguan kecemasan. Dasar bagi hipotesis ini adalah kenyataan bahwa obat
monoamine yang berkurang di otak. Dan kemudian SSRI saja ditemukan cukup
untuk mengobati gejala depresi secara efektif. Fakta ini diperkuat dengan adanya
8
serebrospinal (CSF), yang telah dihubungkan dengan perilaku agresif dan
meningkatnya keinginan untuk bunuh diri dan impulsifitas. Plasma level asam
amino (triptofan) prekursor 5-HT menurun dan gejala depresi dapat diinduksi
pada pasien yang rentan terhadap depresi dengan depleting (penipisan) asam
amino tersebut. Selain itu, menurut positron emission tomography (PET) telah
pasien depresi pada berbagai daerah di otak. Didapatkan juga adanya penurunan
5-HTT di daerah otak tengah dan batang otak. Disfungsi kerja serotoninergic
ii. Hipotesis katekolamin: hipotesis katekolamin tentang depresi muncul pada tahun
1960-an setelah adanya penelitian tentang reserpine; obat anti hipertensi yang
menghabiskan simpanan amina dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi,
pada perubahan kadar NE metabolit dalam CSF pada pasien depresi. Di tahun-
terjadinya depresi untuk supersensitive presinaps α2-R yang juga didukung oleh
psikomotor lebih tepat dijelaskan sebagai gangguan di sistem DA otak. Sistem ini
meliputi substansia nigra- ganglia basal system motorik dan melibatkan sirkuit
NAc dan VTA. Terdapat penurunan aktivitas DA di NAc khususnya yang sesuai
9
dengan ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang merupakan salah
homovanillic asam (HVA) dalam CSF dilaporkan juga lebih rendah pada pasien
dengan depresi.
E. Peradangan dan depresi: telah dinyatakan bahwa depresi merupakan suatu kelainan atau
gangguan peradangan yang telah menjadi perhatian saat ini. Hal ini didukung oleh
adanya fakta bahwa terdapat peningkatan kadar marker pro-inflamasi yang dilaporkan
terjadi pada pasien dengan gangguan depresi. Contoh dari marker tersebut adalah C-
reaktif protein (CRP), interleukin (IL)-6, IL-1 dan faktor nekrosis tumor alpha (TNF-α).
sitokin inflamasi yang kuat, yang juga telah ditunjukkan dapat menghasilkan gejala
Peningkatan oksigen dan nitrogen reaktif, kerusakan oleh oksidatif dan nitrosative
stres (ONS), termasuk lipid peroxidation, kerusakan asam deoksiribonukleat (DNA) dan
plastisitas saraf dan akhirnya terjadi neurodegeneration. Dan juga sitokin pro-
mengurangi neurogenesis sebagai kekebalan terhadap perubahan yang dapat merusak sel-
Hipotesis Neurothrophic: telah ditemukan terjadinya atrofi yang signifikan pada daerah
korteks prefrontal dan hippocampus pada pasien dengan depresi serta penurunan tingkat
10
faktor pertumbuhan saraf (NGF) seperti BDNF telah menjadi hipotesis neurotrophic.
BDNF merupakan regulator molekuler yang paling penting untuk perkembangan dan
pertumbuhan dendrit dan meningkatkan kepadatan tulang belakang dan juga terlibat
dalam pematangan rangsang sinapsis, merupakan hal yang penting dalam proses
pembelajaran dan adaptasi yang tampaknya menjadi berkurang pada gangguan depresi.
Aktivitas BDNF diyakini dapat dihentikan oleh stres kronis dan faktor
pertumbuhan normal. Hal ini didapatkan setelah adanya keberhasilan dalam pengobatan
dengan antidepresan. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa antidepresan memerlukan waktu
setidaknya 2-3 minggu untuk memunculkan efeknya, hal tersebut mungkin menyebabkan
neurogenesis, merupakan fenomena yang baru saja terungkap juga terjadi di bagian
tertentu seperti zona subventricular dan zona subgranular dari gyrus dentate yang
meningkatkan neuron di hipokampus. Proses ini meliputi pembelahan sel, migrasi dan
merupakan NGF lain yang mencetuskan terjadinya proliferasi sel-sel pada beberapa
bagian saraf di otak seperti hippocampus. Hal tersebut dicapai dengan mengaktifkan
keterlmabatan respon terhadap antidepresan yang ada saat ini. Hal ini didapatkan melalui
11
aktivitas inducer transkripsi gen siklik AMP respon element binding protein (CREB)
F. Neuropeptides dan depresi: terdapat banyak bukti yang mengatakan bahwa neuropeptides
terlibat dalam modulasi stres-terkait perilaku dan mood dengan bertindak atau bekerja
pada reseptor tipe-1 neurokinin (NK-1). Substansi P (SP) merupakan salah satu
HT dan neuron NE. Peningkatan konsentrasi CSF SP dilaporkan telah ditemukan pada
pasien depresi dan pasien dengan PTSD setelah terjadi paparan stimulus stress. Selain itu,
pusat administrasi SP telah terbukti menginduksi respon stres. Hal ini didukung oleh
sangat penting untuk pertumbuhan dan pematangan otak, dan telah ditunjukkan
sebagian besar tumpang tindih dengan kadar estrogen yang rendah pada siklus
12
hewan menunjukkan mood yang meningkat berkaitan dengan kinerja estrogen
dengan meningkatkan laju degradasi MAO dan transport intraneuronal 5-HT yang
modulatory pada neurogenesis hipokampus, sinyal BDNF, dan fungsi axis HPA.
iii. Vasopresin dan depresi: arginin vasopresin (AVP) merupakan hormon hipotalamus
yang mempengaruhi beberapa kunci atau hal penting yang terkait dengan gangguan
depresi mayor. Peningkatan jumlahnya telah dilaporkan pada pasien yang menderita
gangguan mental ini. AVP telah dikaitkan memainkan peran penting dalam
pengaturan respon stres, salah satu yang menonjol dari depresi, yang bersinergi
H. Implikasi dari ritme sirkadian dalam depresi: Melatonin, merupakan sebuah hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar pineal pada sirkuit sirkadian, yang mengatur irama berbagai
parameter biologis seperti tubuh suhu, sekresi kortisol dan siklus tidur dengan bekerja
sirkadian pada pasien dengan depresi telah dikaitkan dengan berkurang tingkat sinyal
melatonergic pada otak. Pasien mungkin bermanifestasi dengan tertundanya waktu tidur
(insomnia), kesulitan dalam mempertahankan tidur dan bangun terlalu pagi. Hal tersebut
telah memberikan jalan untuk menemukan agen antidepresan baru, yaitu agomelatin,
13
yang bertindak pada melatonin dan reseptor serotonin di SCN. Gangguan terhadap ritme
sirkadian juga telah diusulkan dapat membuat individu rentan terhadap depresi.
Penatalaksanaan depresi
Sebuah jalur atau pathway untuk pilihan pengobatan telah dikembangkan untuk
psikoterapi dan terapi somatik yang sering digunakan untuk pengobatan depresi.
tidak hanya memulai cara untuk kajian-kajian berikutnya dalam hal untuk
mengembangkan obat antidepresan kelompok pertama, MAO inhibitor dan TCAs, tetapi
juga telah memberikan kontribusi sangat besar untuk pemahaman patofisiologi depresi
monoamine degrading enzim MAO reversibel atau ireversibel. Antidepresan tertentu juga
14
neurotransmission. Ada juga obat antidepresan atipikal yang muncul di pasar. Daftar ini
pengobatan dengan antidepresan. Diyakini bahwa adaptasi saraf yang lama mungkin agak
mendasari efek dari modulasi akut reseptor yang mengubah neurotransmission. Aktivasi
neuron yang berulang oleh obat ini diyakini mengakibatkan perubahan seperti plastisitas
sinapsis, pertumbuhan axonal, neurite ekstensi, dan pencetus keberlangsungan hidup sel
oleh mekanisme transduksi sinyal selular yang kompleks, yang melibatkan neurotrophins
- Terapi somatik : terapi somatik untuk depresi yaitu berdasarkan pada pendekatan yang
terdiri dari memasukkan transient listrik atau magnet listrik ke kulit kepala atau struktur
anatomis dalam otak. Menggunakan pendekatan ini lebih disukai dalam pengelolaan
depresi berulang dengan penggunaan obat-obatan yang tersedia. Hal ini juga memiliki
efek yang menetap untuk pemeliharaan setelah remisi lengkap, serta dapat digunakan
kejang transien yang bertanggung jawab untuk terjadinya efek klinis. Mekanisme kerja
sinaptik melalui pengubahan sasaran saraf di daerah-daerah yang terlibat. Ada juga
keterlibatan faktor pertumbuhan dan induksi jangka panjang proses adaptasi saraf.
terutama terlibat dalam mekanisme kerja obat antidepresan. Perhatian utama yaitu pada
15
Studi electrophysiological menyarankan bahwa dampak penting ECT pada sistem kerja
dalam otak tikus adalah adanya sensitisasi postsynaptic serotonin (5 HT) 1A reseptor dan
antara transmisi kimia dan sinyal listrik yang berada di otak yang menyebabkan
dengan tampilan klinis yang luas bahkan sampai sekarang. Pada dasarnya kejang
diinduksi dengan menerapkan arus listrik dengan lebar pulse lebih dari 0.3 untuk
1 msec, frekuensi dari 20 hingga 120 Hz, durasi stimulus 0,5 -8 sec ke permukaan
5-HT1A.
merupakan terapi somatik jenis lain untuk pengobatan depresi yang resisten. TMS
yang melewati logam Coil yang ditempelkan pada kulit kepala pasien, sehingga
5HT reseptor di korteks frontal. Ada juga laporan tentang subsensitivity dari
16
iii. Stimulasi saraf vagus: stimulasi saraf Vagus (VNS) merupakan prosedur invasif
minimal yang mana perangkat generator impuls tertanam di daerah dada pasien
yang melekat pada saraf vagus kiri dengan kabel utamanya. Efek klinis
pengobatan VNS tidak terlihat segera setelah pengobatan, hal tersebut membuat
pilihan yang kurang menarik untuk penanganan awal pada depresi resisten.
- Obat dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk mengobati depresi: tumbuhan obat di
seluruh dunia telah digunakan untuk mengobati gangguan tubuh dan pikiran sejak jaman
dahulu. Pengobatan herbal telah menjadi alternatif untuk penanganan gangguan mental
dari sumber-sumber herbal tampaknya menjadi pendekatan yang masuk akal karena
memiliki efikasi terapi dan insiden efek samping yang rendah. Hypericum perforatum
yang juga dikenal sebagai St John's wort merupakan satu-satunya antidepresan herbal
yang telah disetujui untuk pengobatan klinis gangguan ringan hingga sedang pada kasus
depresi. Hypericin dan hyperforin merupakan tampilan flavonoid dalam hypericum yang
Tanaman obat yang paling banyak digunakan untuk pengobatan depresi di dunia
tanaman untuk mengobati banyak penyakit di Ethiopia. Terapi berbasis herbal ini sangat
dihargai dan telah diwariskan dari generasi ke generasi melalui lisan. Terapi herbal masih
tetap menjadi pengobatan lini pertama pilihan untuk hampir 80% dari populasi. Tanaman
17
seperti Justicia odora, Whitiana somnifera, Calpurnia aurea dan Asparagus leptocladodius
18