Kebanyakan individu memiliki periode waktu yang luas terhadap berbagai macam mood
yang mereka miliki (jam sampai minggu). Namun pada individu yang memiliki gangguan mood
seperti depresi akan selalu merasa sedih dan beberapa gejala lain berupa keterbatasan berfikir,
selalu pesimis dan berfikiran negatif serta memiliki pilihan yang buruk dan sulit berkonsentrasi.
Depresi bisa disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor biologi, fisiologi dan sosial.
Mereka bisa bermanifestasi dalam berbagai macam presentasi klinis. Sehingga diagnosis banding
medical illness harus disingkirkan sebelum mendiagnosis depresi. Depresi dapat di klasifikasikan
dalam bentuk minor, akut dan kronik. Tatalaksana farmakologi dan psikoterapi merupakan
tatalaksana yang cukup efektif untuk sebagian besar pasien. Prevalensi gangguan depresi yang
underdiagnosis dan undertreatment juga sering ditemukan.
Dua kategori gangguan mood yaitu gangguan depresi dan gangguan bipolar (bipolar
affective disorder & manic-depresive disorder). Gangguan mood tersebut juga biasa disebut
gangguan afektif. Pasien yang mengalami satu atau beberapa gejala episode depresi bisa disebut
gangguan depresi major (depresi unipolar). Pasien yang mengalami dua atau lebih episode
depresi disebut gangguan depresi rekuren. Depresi biasanya disertai komplikasi seperti
ansietas dan gejala psikosomatis. Pasien yang memiliki depresi berat biasanya juga datang
dengan gangguan psikosomatis. Pasien yang memiliki riwayat peningkatan mood (mania) dan
diikuti dengan episode depresi disebut gangguan bipolar.
Gangguan depresi lain adalah distimia, gangguan penyesuaian dan kehilangan. Distimia
merupakan gangguan depresi kronis yang paling ringan yang biasa terjadi pada kehidupan
orangtua. Pasien yang merasa sangat stres dengan gejala ansietas ringan dan depresi dalam waktu
kurang dari enam bulan disebut gangguan penyesuaian. Kehilangan secara spesifik merupakan
respon psikologi atas kehilangan seseorang penting yang sangat dicintai oleh pasien,
manifestasinya seperti gangguan penyesuaian namun dalam waktu yang lebih singkat. Gambar
5.1 yang memperlihatkan perbandingan durasi dan keparahan gangguan penyesuaian, distimia
dan depresi mayor.
Gangguan penyesuaian adalah sindrom “time-limited” dari tekanan psikologis yang mengikuti pemicu
utama kehidupan. Gangguan penyesuaian muncul dengan gejala yang lebih ringan dari depresi mayor
dan berlangsung kurang dari enam bulan. Distimia lebih ringan namun merupakan gangguan depresi
yang bersifat kronik dan biasanya lebih sering terjadi pada orangtua. Oleh karena itu, gangguan distimia
kronis sering kali memiliki efek mendalam pada tingkat fungsi dan identitas pasien. Kurang dari setengah
pasien yang mengalami depresi berat hanya memiliki satu episode. Lebih dari setengahnya memiliki
episode berulang. Dalam sebagian besar kasus, pasien kembali ke fungsi dasar antara episode tersebut.
DEPRESI MAYOR
1. INSIDEN
Depresi mayor telah banyak dipelajari pada beberapa populasi besar, dimana biasanya
sangat sering terjadi gangguan depresi. prevalensi tahunan tercatat terdapata 10% gangguan
depresi. Prevalensi seumur hidup – dapat sesuai dengan individu masing-masing yang
memiliki gangguan depresi mayor – 25% untuk wanita dan 15% untuk pria.
Insiden dari depresi paling tinggi terjadi pada primary care setting. Sebagian besar
peningkatan mortalitas dan morbiditas pasien depresi berasal dari penyakit lain yang
dimiliki oleh pasien itu sendiri, biasanya gejala fisik muncul dari stress emosional pasien itu
sendiri. Depresi terdeteksi pada 12-36 % rawat jalan klinik umum dan lebih dari 40% pada
klinik yang sama bersama pelayanan kesehatan umum lain. Sebagian besar pasien depresi
datang berobat pada dokter umum biasa, bukan ke psikiatri atau psikolog karena merasa
malu dan merasa bersalah. Sayangnya, primary care (dan gangguan psikiatri lain)
didapatkan setengah dari seluruh kasus psikiatri.
Sebagian besar pasien mendapatkan pengobatan yang kurang layak, dan mendapatkan
edukasi yang kurang adekuat tentang pengobatan antidepresan. Hanya 5-10% pasien depresi
yang memiliki pengobatan dan edukasi antidepresan yang adekuat. Dari beberapa kasus
yang terjadi, depresi terjadi pada individu yang tidak memiliki pasangan hidup, bercerai atau
patah hati terhadap seseorang. Dimana status sosioekonomi tidak berhubungan dengan
depresi. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan depresi cukup tinggi. Depresi bisa
menyebabkan gangguan disabilitas yang lebih parah seperti gangguan pernafasan dan
diabetes.
Biaya untuk pengobatan depresi terhitung $12 juta per tahun. Biaya tambahan $23 juta
dari kehilangan, kematian premature akibat pembunuhan atau kondisi medis lain
diperkirakan hingg $8 juta per tahun. Biaya finansial tidak seharusnya tidak menaungi biaya
emosional dari pasien maupun keluarga. Karena stress psikologi alami berbeda dengan
stress psikologi karena suatu penyakit klinis, nyeri yang dialami pasien sering tidak bisa
digambarkan oleh keluarga, teman maupun dokter itu sendiri.
2. ETIOLOGI
`Penyebab depresi biasanya diklasifikasikan atas stressor eksternal dan faktor endogen
yang memang murni kelainan biologis. Klasifikasi tersebut disepakati karena sering terjadi
kerancuan pada beberapa pasien (episode stressful yang kadang diremehkan atau bahkan
dibesar-besarkan), juga agar dapat dimengerti karena faktor biologi, psikologi, dan sosial
juga berkontribusi atas onset, keparahan dan kepulihan episode depresi.
2.1. Faktor Biologi
a. Amin Biogenik
Gangguan mood biasanya terjadi disertai dengan disregulasi heterogen dari amin
biogenic. Penurunan level dari dua neurotransmitter (norepinefrin dan serotonin)
paling sering menyertai patofisiologi dari gangguan mood.
b. Regulasi Neuroendokrin
Abnormalitas dari aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal juga sering terjadi pada
pasien depresi. Hipotiroid kadang menyertai pasien depresi.Beberapa penelitian
menyebutkan sering terjadi hiperkortisolisme pada pasien depresi. Dilaporkan
juga sebagian pasien gagal untuk merespon supresi kortisol normal dari
dexamethasone dosis tunggal. Tapi hal tersebut tidak valid karena memiliki hasil
positif palsu dan kerancuan yang tinggi.
c. Abnormalitas Neuorofisiologi
Lobus frontal dan prefrontal pada pasien depresi menjadi lebih hipoaktif dari
kontrol normalnya. Aktivitas abnormal tersebut berkorelasi dengan keparahan
episode depresi. terjadi penurunan volume secara abnormal lobus temporal dan
prefrontal, serta pengecilan abnormal white matter terutama pada pasien tua.
d. Gangguan Tidur
Kurang tidur atau gangguan tidur dan perubahan irama sirkadian biasanya terjadi
pada kerja ber-shift atau jetlag, yang mempengaruhi mood dan gejala depresi
lain. Depresi biasanya disertai insomnia dan hypersomnia (tidur yang inadekuat
dan tidak berkualitas) dan dengan penurunan fase tidur REM.
Pasien yang memiliki gejala insomnia lebih dari dua minggu bisa tanpa
disertai gejala depresi yang lain yang meningkatkan gelaja depresi mayor. Studi
tentang pergantian musim yang mempengaruhi pola tidur dan menyebabkan
gangguan depresi tidak dapat dibuktikan dengan valid.
e. Cahaya Matahari
Beberapa pasien yang memiliki gangguan mood seperti depresi dan bipolar
meningkat saat musim dingin dimana terjadi penurunan paparan sinar matahari.
Ny. G mengeluh kelelahan dan rasa sakit yang tidak jelas di punggung,
persendian dan perut. Nafsu makannya menurun dan berat badannya sudah menurun
20 kg. Catatan diagnosis dokter sebelumnya, dalam pemeriksaan fisik tidak
ditemukan gangguan fisik dari gejalanya dan dokter sebelumnya memberi
keterangan “pasien ansietas, terlihat hysterical dan hypocondriacal” namun pasien
tidak mendapat konsultasi psikiatri maupun surat rujukan. Pasien mendapatkan resep
diazepam (golongan benzodiazepine yang digunakan untuk menurunkan ansietas)
satu bulan yang lalu, dimana Ny. G mengatakan “Bantu aku menghilangkan
kekhawatiran ini, tapi aku masih punya semua masalah ini yang membuatku sangat
khawatir”. Kemudian dokter baru Ny. G menanyakan apa yang mwmbuatnya sangat
khawatir. Namun Ny. G bertanya kembali pada dokter barunya “Apakah kamu
berfikir aku memiliki kanker?” ucapnya sambal menangis dan menjelaskan bahwa
ibu dan suaminya meninggal karena kanker satu tahun silam. Pikiran tentang mati
dan kematian semakin sering dan semakin menakutkannnya.
Ny. G juga cukup kesal atas penurunan jabatan dirinya beberapa waktu lalu
dikantornya “Aku selalu bangga atas kinerjaku, tapi aku tak dapat berfikir dengan
jelas lagi seperti dulu”. Dokter barunya pun kemudian menemukan beberapa gejala
depresi dan memahami bahwa Ny.G juga memiliki gejala anhedonia, insomnia dan
penurunan rasa percaya diri namun tidak ada keinginan untuk melukai diri atau
melukai oranglain. Kakak dan ibunya juga memiliki riwayat depresi.
Beberapa hasil pemeriksaan penunjang termasuk gangguan tiroid maupun
gangguan lain negatif, hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan dan
gangguan medis. Dokter barunya menjelaskan gejalanya berasal dari depresi yang
merupakan gangguan psikis dan meresepkan obat antidepresan serta menghentikan
penggunaan diazepam. Dokter barunya juga menghabiskan waktu 15 menit untuk
melakukan konsultasi kepada Ny. G dan menyarankan Ny. G untuk bertemu pekerja
sosial di klinik depresi ataupun sanatorium. Awalnya Ny. G merasa tersinggung,
namun tetap mengikuti saran dokter barunya.
Setelah enam minggu follow up, Ny. G nampak sangat energik, berat badan
meningkat dan masalah psikisnya pun teratasi dengan baik.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 7
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
Diskusi. Gangguan depresi adalah masalah psikis yang banyak dijumpai pada
layanan primer namun sering kali diagnosis tersebut terlupakan. Kasus Ny.G
merupakan kasus yang baik. Tapi intervensi yang tepat lebih awal akan
menyelamatkan Ny.G dalam tekanan emosi berbulan-bulan dan mungkin akan
mencegah pemecatan ditempat kerjanya. 15 menit edukasi yang dilakukan dokter
baru Ny.G tentang penanganan depresi yang dialami Ny.G juga akan menghemat
intensitas kunjungan ke dokter serta tidak perlu melakukan pemeriksaan penunjang
yang tidak perlu kedepannya.
PERJALANAN DEPRESI
Riwayat alami episode depresi utama sudah diketahui dari riwayat pasien yang tercatat
sebelum munculnya pengobatan yang efektif pada tahun 1950, dan riwayat pasien yang menunda
pengobatan selama bertahun-tahun. Dalam kebanyakan kasus, depresi mayor bersifat episodik,
dengan resolusi gejala dan suasana hati normal atau mendekati normal serta berfungsi di antara
setiap episode. Batas episode depresi antara 7-14 bulan, namun bisa persisten sampai dua tahun
pada 20% pasien depresi.
secara luas, pasien depresi mengikuti salah satu dari tiga "lintasan" yang mungkin. dalam
hampir setengah dari semua kasus, episode depresi mayor terjadi hanya sekali dalam seumur
hidup pasien. setidaknya setengah dari pasien yang memiliki episode depresi mayor mengalami
episode depresi tambahan. Antara 15 - 20% dari semua pasien depresi memiliki depresi kronis
dan bukan episodik. artinya, depresi tidak terjadi selama lebih dari periode singkat tanpa
pengobatan.
Banyak penelitian telah mendokumentasikan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi
di antara pasien yang mengalami depresi. depresi sangat terkait dengan upaya bunuh diri dan
bunuh diri total. Sekitar 80% dari korban bunuh diri memiliki riwayat yang konsisten dengan
depresi. Dari pasien depresi sedang hingga berat, 15% bunuh diri dan banyak lagi yang
melakukan upaya. tingkat keparahan episode depresi berkorelasi dengan peningkatan bunuh diri,
yang mencapai 60% dalam satu studi pada pasien dengan depresi berat.
PENILAIAN DIAGNOSIS
1. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang sering menyertai pasien depresi :
Mood Depresi (Perasaan sedih yang mendalam) atau rasa kesedihan yang meluas
sehingga oranglain dapat melihatnya (seperti menangis mengeluarkan airmata).
Anhedonia (Kehilangan kesenangan dan minat pada aktivitas yang sebelumnya
dinikmati pasien)
Insomnia atau Hipersomnia
Penurunan atau peningkatan berat badan
Penurunan energy (Anergia), terlihan sangat lelah dan letargi
Gangguan kognitif, konsentrasi dan short-term memory ringan
Social withdrawl
Penurunan libido
Perasaan selalu sedih, pesimis dan menarik diri
Percobaan melukai diri dan orang lain, bahkan bunuh diri.
DSM-1V mengklasifikasikan secara spesifik diagnosis depresi bila ditemukan lima atau lebih
gejala muncul dalam kurang lebih dua minggu. Mood depresi atau anhedonia harus menyertai
salah satu dari lima gejala tersebut.
Gejala ansietas seperti gelisah dan mudah marah terjadi pada dua dari tiga pasien depresi.
Depresi mayor dengan gejala psikosis bisa memperlihatkan gejala psikosis mulai dari gejala
yang halus sampai yang nyata. Adanya peningkatan gejala ansietas dan gejala psikosis yang
bersamaan akan meningkatkan perasaan ingin bunuh diri pada pasien depresi.
thoughts”. Pasien yang depresi sering merenungkan suatu peristiwa, orang, atau masalah
spesifik serta tidak dapat mengalihkan pikiran mereka ke topik lain.
e. Thought Content
Pasien depresi biasanya memiliki pendapat yang rendah tentang diri mereka sendiri. Pikiran
dan ide-ide mereka sering buruk dan selalu merasa bersalah. Preokupasi lain seperti
kematian, khayalan atau gejala medis terjadi dalam tingkat khayalan mereka. Dalam kasus
depresi yang berat, biasanya pasien disertai gejala psikosis. Tanda awal psikosis biasanya
pasien mendengar namanya dipanggil dan saat menoleh ke sumber suara tidak ada orang
disana. Halusinasi auditorik paling sering menyertai gejala psikosis pada pasien depresi.
Pasien merasa mendengar orang-orang berkomentar tentang mereka dan merendahkan
mereka. Paranoid dapat berkembang dengan pemikiran delusi yang sering berpusat disekitar
rasa bersalah yang dibayangkan pasien. Grandiositas dan distorsi sensorik jarang terjadi
pada pasien depresi. Pikiran bunuh diri sering terjadi pada pasien depresi dan harus di
eksplorasi dan diawasi sepenuhnya.
f. Judgement dan Insight
Pasien depresi sering menunjukkan gangguan judgement sebagai akibat dari pemikiran yang
menyimpang. Insight dapat bervariasi dari buruk hingga baik. Beberapa pasien menyadari
bahwa pikiran mereka dipengaruhi oleh depresi, namun seiring dengan waktu dan keparahan
insight pasien depresi bisa menurun.
g. Pemeriksaan Kognitif
Pasien depresi memiliki orientasi orang, tempat serta waktu yang baik. Namun karena sering
diliputi dengan emosi, mereka sulit berkonsentrasi. Akibatnya, beberapa fungsi kognitif
sering terganggu dan short-term memory umumnya terganggu. Pasien depresi dengan
kecerdasan normal biasanya memberikan respon peribahasa abstrak.
DIAGNOSIS BANDING
Jika seseorang pasien menunjukkan gejala depresi, dokter harus terlebih dahulu menyingkirkan
penyebab medis, depresi akibat obat, dan gangguan kejiwaan lainnya sebelum membuat
diagnosis gangguan depresi mayor.
Dokter harus melakukan pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan lab yang komplit untuk
memastikan diagnosis, seperti :
Pemeriksaan Darah Rutin (DPL, elektrolit serum, kalsium, bilirubin, amylase, fungsi hati,
albumin, protein total)
Pemeriksaan fungsi tiroid (TSH, T3, T4)
c. Gangguan Distimia
Gangguan distimia merupakan gangguan depresi kronik level rendah yang berlangsung
kurang dari dua tahun. Pasien dengan gangguan distimia cenderung superimposed pada
episode depresi mayor.
d. Gangguan Bipolar
Setengah dari pasien dengan gangguan bipolar biasanya memiliki gejala psikiatri lain,
biasanya depresi mayor dan skizofrenia. Pasien dengan gangguan depresi yang
kemudian mempunyai gejala mania bisa didiagnosis gangguan bipolar. Pasien dengan
ganggua bipolar tipe II memiliki gejala peningkatan mood yang lebih ringan selama
episode hipomanik, dan beberapa bukti menjelaskan gangguan tersebut sering tidak
terdiagnosis dan mendapatkan tatalaksana yang tidak tepat selama beberapa tahun.
Antidepresan dapat membantu mendiagnosis mania lebih awal pada kehidupan seorang
individu dibanding yang terjadi secara alami. Bagaimanapun, antidepresan tidak
menyebabkan mania pada pasien yang tidak memiliki gangguan bipolar. Bila episode
mania muncul saat dilakukan terapi antidepresan, diagnosis gangguan bipolar dapat
ditegakkan.
e. Skizofrenia
Diagnosis biasanya sulit dibedakan dengan skizofrenia jika depresi mayor disertai
dengan gangguan psikotik. Gejala depresi pada skizofrenia biasanya didahului dengan
gejala psikosis, dimana biasanya gejala depresi mucul sebelum gejala psikosis pada
depresi mayor.
f. Gangguan Skizoafektif
Diagnosis ini ditegakkan bila terdapat riwayat gangguan mood dan skizofrenia.
g. Gangguan Kepribadian
Individu dengan gangguan kepribadian biasanya memiliki hubungan sosial yang buruk,
depresi sangat terlihat pada pasien dengan gangguan kepribadian pada umumnya. Pasien
dengan OCD, Historinik, dan gangguan kepribadian dependen merupakan faktor
predisposisi terjadinya gangguan depresi mayor.
h. Gangguan Ansietas
Sebagian besar pasien dengan gangguan depresi memiliki gejala ansietas yang parah.
Namun pasien dengan ansietas alami seperti gangguan panik, ODC, dan PTSD. Dimana
gangguan ansietas sulit dibedakan dengan gangguan depresi, dilihat dari riwayat
keluarga pasien yang sangat membantu dalam kronologis terbentuknya gejala.
i. Demensia
Depresi bisa menyebabkan gangguan kognitif ringan seperti pada demensia. Dan
biasanya depresi merupakan gejala awal demensia. Kadang ini tidak mungkin dibedakan
antara depresi dan demensia. Pasien harus ditatalaksana awal terapi empiric untuk gejala
demensianya. Jika terjadi recovery sempurna, diagnosis demensia dapat ditegakkan.
1. PSIKOTERAPI
Untuk episode depresi ringan, beberapa bentuk psikoterapi bekerja dengan baik sendiri.
Terapi mungkin bersifat suportif, misalnya, membantu pasien untuk mengidentifikasi
kembali kekuatan dan meningkatkan kepercayaan diri. Atau terapi mungkin juga tidak
berorientasi pada wawasan, dengan tujuan agar pasien belajar lebih banyak tentang
kerentanannya terhadap perasaan putus asa dan depresi. Psikoterapi interpersonal dan
psikoterapi perilaku-kognitif sangat efektif.
Psikoterapi interpersonal menggunakan hubungan antara terapis dan pasien sebagai agen
kuratif. Cognitive-behavioral therapy (CBT) berfokus pada pengendalian pemikiran
pesimistis sehingga pasien dapat memutus siklus pikiran, harapan, dan tindakan negatif.
Psikoterapi psikodinamik berfokus pada peristiwa masa lalu dan konflik internal yang dapat
mengganggu kemampuan pasien untuk mencapai potensi penuhnya di masa kini. Terapis
mungkin kurang interaktif dalam model ini. Psikoterapi kelompok memungkinkan pasien
untuk menerima dukungan dari orang lain yang dapat memahaminya, dan untuk membantu
pasien mencapai hubungan yang lebih efektif dengan teman, orang lain yang signifikan, dan
di tempat kerja. Psikoterapi kelompok hemat biaya dan sangat efektif, dan dapat semakin
digunakan dalam era peningkatan penekanan pada pengendalian biaya dan perawatan
terkelola.
2. FARMAKOTERAPI
Dalam kasus depresi sedang hingga berat, terutama yang melibatkan ide bunuh diri,
adanya gejala psikotik, atau distrofiia, pengobatan yang optimal mengintegrasikan
psikoterapi dan obat-obatan. Antidepresan tidak membuat ketagihan; Namun, pasien yang
diobati dengan antidepresan saja cenderung kambuh ketika pengobatan dihentikan.
Psikoterapi tampaknya membantu mengatasi akar penyebab depresi dan mengurangi
kemungkinan kambuh. Dalam memilih antidepresan, dokter harus mempertimbangkan
riwayat respons pasien sebelumnya terhadap suatu agen, respons keluarga terhadap obat-
obatan, gejala target, profil efek samping, biaya, dan risiko bunuh diri pasien. Tabel 5-1
merangkum berbagai jenis antidepresan, termasuk mekanisme kerja dan efek sampingnya.
membantu pasien mempertahankan harapan untuk pemulihan dari depresi sambil menunggu
obat dan terapi antidepresan bekerja. Kepatuhan terkait dengan tingkat pendidikan pasien
dan berbanding terbalik dengan efek samping. Sementara dokter meyakini bahwa 80-90%
pasiennya menggunakan antidepresan sesuai resep, hanya 40-50% pasien yang benar-benar
patuh. Dokter harus memutuskan kapan kondisi pasien mewakili sebagian atau tidak
responsif terhadap antidepresan dan kapan mengganti antidepresan atau menambah atau
menggabungkan agen lain seperti litium atau hormon tiroid untuk mencapai respons
terapeutik yang optimal.
Setelah pengobatan dimulai, respons harus jelas bagi pasien dan dokter dalam waktu 2-4
minggu dengan sebagian besar antidepresan. Banyak pasien yang percaya bahwa
antidepresan tidak efektif belum menggunakan obat untuk periode waktu minimum ini
dengan dosis yang dapat ditoleransi secara maksimal yang diperlukan untuk membenarkan
kesimpulan ini. Pasien yang mengalami depresi berat harus mengonsumsi antidepresan
selama 9-12 bulan setelah mencapai remisi lengkap dari depresi mereka. Meskipun
antidepresan tidak membuat ketagihan, menghentikan pengobatan lebih cepat seringkali
menyebabkan kekambuhan.
Obat-obatan harus dikurangi secara bertahap karena beberapa alasan. Pertama, mungkin
diperlukan beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan pada tingkat dosis baru untuk
mencapai kondisi tunak, untuk reseptor otak untuk menyesuaikan, dan untuk depresi muncul
kembali. Kedua, menghentikan obat secara tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom
penghentian, dengan gejala seperti flu yang tidak menyenangkan. Ini terutama berlaku untuk
SSRI dengan waktu paruh pendek seperti paroxetine dan fluvoxamine; sindrom ini jarang
ditemui dengan fluoxetine dengan waktu paruh yang panjang. Akhirnya, dampak emosional
dari gejala depresi yang muncul kembali mungkin mengecewakan dan membuat frustrasi
bagi pasien.
Dokter harus ingat bahwa depresi kronis hingga 20% dari pasien yang mungkin perlu
mengambil antidepresan tanpa batas waktu setelah episode depresi pertama mereka dan
mungkin perlu peningkatan dosis ketika stres. Tidak ada tes sederhana yang tersedia untuk
menentukan kapan seseorang siap untuk berhenti minum antidepresan, sehingga dosis
secara bertahap ditemukan secara empiris jika pasien siap untuk dosis yang lebih kecil atau
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 20
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
tidak sama sekali. Belum ada laporan tentang efek samping dari pengobatan jangka panjang
dengan antidepresan apa pun, meskipun lebih sedikit data yang tersedia untuk antidepresan
yang lebih baru.
Saat ini tidak ada cara yang dapat diandalkan untuk memprediksi antidepresan mana yang
akan bekerja di mana dosis untuk setiap pasien. Respons pribadi atau anggota keluarga
sebelumnya terhadap antidepresan dapat diprediksi responsnya. Kalau tidak, dokter harus
mengambil pilihan terbaik berdasarkan gejala pasien dan mekanisme kerja serta efek
samping dari setiap obat. Tabel 5-3 mengidentifikasi beberapa pedoman umum untuk
penggunaan antidepresan.
Jenis antidepresan. Antidepresan tertua adalah inhibitor monoamine oksidase
(MAOI). Mereka efektif dalam mengobati episode depresi dan menghasilkan respons
superior dibandingkan dengan antidepresan trisiklik dalam pengobatan depresi dengan fitur
atipikal dan fobia sosial. Pasien yang menggunakan Maoist harus benar-benar mematuhi
diet khusus yang bebas dari makanan yang mengandung tyramine dan harus menghindari
obat simpatomimetik tertentu dan antidepresan lainnya. Jika tidak, krisis hipertensi dapat
terjadi, mungkin menyebabkan serangan jantung atau stroke. Agen-agen ini jarang
ditentukan sekarang karena agen-agen baru tersedia.
Antidepresan trisiklik (TCA) memiliki keuntungan dari keamanan yang diketahui,
terbukti selama beberapa dekade penggunaan. TCA lebih efektif daripada antidepresan lain
dalam pengobatan sindrom nyeri kronis, dengan atau tanpa depresi terkait. Mereka juga
murah dan mungkin sama efektifnya dengan antidepresan baru untuk gangguan depresi,
kecuali depresi atipikal.
Namun mereka memiliki efek samping yang berasal dari efek antikolinergik mereka
seperti mulut kering, penglihatan kabur, sembelit, retensi urin. Efek samping ini dapat
mengurangi kepatuhan dan membutuhkan lebih banyak kunjungan rawat jalan dan lebih
banyak rawat inap, sehingga meningkatkan keseluruhan biaya TCA. Mereka juga memiliki
rasio dosis efektif terhadap toksik yang rendah; LD 50 (dosis mematikan rata-rata) serendah
750 mg, atau persediaan seminggu.
Pada lansia dan pasien dengan kehilangan saraf (mis., Akibat trauma kepala atau
demensia HIV), TCA dapat menyebabkan delirium antikolinergik. Dalam dosis terapi, TCA
memiliki aksi anti aritmia yang mirip dengan quinidine. EKG pretreatment
direkomendasikan pada pasien yang lebih tua. Pada dosis yang lebih tinggi TCA
menyebabkan keterlambatan konduksi jantung dengan peningkatan interval PR, QRS, dan
QT, blok bundel cabang, takikardia ventrikel, atau blok jantung derajat pertama, kedua, atau
ketiga. Oleh karena itu sebagian besar pasien yang mencoba bunuh diri dengan overdosis
TCA dimasukkan ke unit perawatan intensif untuk memantau status jantung mereka.
Trazodone (Desyrel) berada dalam kelas agen yang unik yang tidak memiliki aksi
antikolinergik. Ini sangat menenangkan dan juga dapat menyebabkan tekanan darah rendah,
yang dapat menyebabkan jatuh (terutama pada pasien usia lanjut) dan kesulitan
mentoleransi dosis besar. Priapism (ereksi penis yang tidak terselesaikan) adalah efek
samping yang jarang, tetapi dianggap sebagai darurat medis. Dalam meta-analisis baru-baru
ini, trazodone tampaknya kurang menguntungkan pasien dibandingkan agen lain (efektif
hanya pada 50% pasien). Namun trazodone berguna dalam dosis rendah (25-100 mg)
sebagai bantuan tidur yang tidak membuat ketagihan bagi pasien yang menderita insomnia
primer atau insomnia sebagai efek samping dari antidepresan lain.
Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) menjadi terkenal selama 1980-an dengan
diperkenalkannya fluoxetine (Prozac) dan sekarang merupakan antidepresan yang paling
sering diresepkan di Amerika Serikat. SSRI memblokir pengambilan kembali sistem
transportasi kimia 5HT. SSRI kurang toksik daripada TCA dan karenanya jauh lebih kecil
kemungkinannya menyebabkan kematian selama overdosis.
Efek samping awal termasuk mual, sakit kepala, peningkatan insomnia atau agitasi, dan
disfungsi seksual (penurunan dorongan seksual anorgasmia). SSRI mahal (sekitar $ 2 per
pil, dengan satu atau dua pil per hari sebagai dosis standar), tetapi mereka dikaitkan dengan
peningkatan kepatuhan dan lebih sedikit kunjungan rawat jalan dan rawat inap, yang dapat
menempatkan keseluruhan efektivitas biaya mereka setara dengan TCA. hingga sepertiga
pasien SSRI akan mengalami disfungsi seksual selama mereka menggunakan antidepresan
ini. Efek samping seksual yang biasa termasuk penurunan dorongan seksual, kesulitan atau
ketidakmampuan untuk mencapai ereksi pada pria atau orgasme pada wanita. Pasien-pasien
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 22
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
ini mungkin perlu mengganti obat atau meminum obat lain pada saat yang sama untuk
mengatasi efek samping ini. Obat yang berguna untuk tujuan ini termasuk buproprion
antidepresan (Wellbutrin), buspirone ansiolitik (BuSpar), atau antihistamin cyproheptadine
(Periactin).
Berbeda dengan TCA, SSRI sering menghasilkan respons kuat pada dosis rendah tetapi
membutuhkan titrasi ke atas untuk mempertahankan respons, hingga dosis terapeutik
tercapai. Jadi pasien yang menggunakan SSRI dosis terlalu rendah akan sering mengeluh
bahwa pengobatan mereka telah berhenti bekerja. Pasien harus dididik tentang kemungkinan
ini dan diyakinkan bahwa peningkatan dosis berkelanjutan tidak akan diperlukan.
Fluoxetine memiliki waktu paruh yang panjang dan menguntungkan bagi pasien yang sering
lupa minum pil. Sertraline (Zoloft) dan fluoxetine disebut "mengaktifkan" karena mereka
meningkatkan energi pasien dan tidur lebih dari biasanya (walaupun tidak ada penelitian
yang mendukung hal ini). Karena mengaktifkan antidepresan juga dapat menghasilkan
insomnia dan peningkatan kecemasan pada pasien yang rentan, mereka harus digunakan
dengan hati-hati atau dihindari pada pasien yang memiliki kecemasan, insomnia, atau
riwayat gangguan panik atau sensitivitas terhadap kafein.
Paroxetine (Paxil) lebih menenangkan pada beberapa pasien dan karena itu berguna
dalam merawat pasien yang depresinya berhubungan dengan insomnia dan kecemasan.
Fluvoxamine (Luvox) telah dipasarkan dan disetujui secara selektif untuk pengobatan OCD
tetapi kemungkinan besar efektif untuk antidepresan.
SSRI tampaknya memiliki keuntungan pada pasien yang mengalami pemikiran atau
agresi ruminatif (yang mungkin terkait dengan kadar serotonin rendah) dengan depresi
mereka. Obat-obatan ini juga berguna untuk mengobati OCD (yang berhubungan dengan
rendahnya kadar serotonin di area-area utama otak) atau dysthymia. Toksisitasnya yang
rendah membuat mereka lebih aman pada pasien yang berisiko tinggi untuk efek samping
atau upaya bunuh diri.
Obat-obatan yang lebih baru termasuk buproprion (Wellbutrin), venlafaxine (Effexor),
nefazodone (Serzone), dan mirtazapine (Remeron). Buproprion tidak menghasilkan insiden
efek samping seksual yang lebih besar daripada plasebo. Ini aktif dan karenanya
dikontraindikasikan pada pasien depresi yang mengalami kecemasan berat atau serangan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 23
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
panik tetapi efektif untuk depresi. Ini agak efektif sebagai alternatif non-adiktif untuk
psikostimulan dalam pengobatan gangguan defisit perhatian pada orang dewasa. Perawatan
harus diambil tidak melebihi 300 mg per hari karena kejadian kejang naik ke parutan dari 1
dalam 250, masalah dihindari dengan persiapan SR (berkelanjutan-rilis) baru. Venlafaxine
memiliki aktivitas noradrenergik dan serotonergik dan karenanya memiliki profil efek
samping yang tinggi, konsisten dengan TCA dan SSRI. Namun, ini mungkin berguna pada
pasien yang tidak menanggapi uji coba awal dari agen lini pertama lainnya. Nefazodone
secara kimiawi terkait dengan trazodone tetapi memiliki efek samping lebih sedikit dan
membantu dalam merawat pasien yang menunjukkan depresi dengan kecemasan atau
insomnia yang menonjol. Ini juga memiliki insiden efek samping seksual yang sangat
rendah.
Sekitar 60-70% pasien yang mengalami depresi akan merespons dengan baik terhadap
obat antidepresan pertama atau kedua yang mereka coba. Jika seorang pasien tidak
merespons, dokter harus menentukan apakah faktor-faktor lain mengganggu respons pasien,
seperti kepatuhan yang buruk, penggunaan obat yang tidak terdiagnosis, gangguan medis
yang tidak terdiagnosis seperti hipotiroidisme atau sleep apnea, atau gangguan kejiwaan
penyerta (paling sering kepribadian, kecemasan) , atau gangguan bipolar). Jika tidak ada
faktor-faktor ini hadir, pasien diklasifikasikan sebagai "resisten terhadap pengobatan," atau
"non-responder."
Pasien-pasien ini perlu mencoba strategi lain seperti mengganti antidepresan, augmentasi
dengan obat lain sendiri atau dalam kombinasi (lihat Tabel 5-3), atau terapi
electroconvulsive (ECT).
3. TERAPI ELEKTROKONVULSIF
Beberapa uji coba antidepresan biasanya diselesaikan sebelum mempertimbangkan ECT;
Namun, ECT diindikasikan untuk depresi yang resisten terhadap pengobatan dan untuk
pasien yang tidak dapat mentolerir efek samping obat karena berbagai alasan, termasuk
penyakit medis atau usia lanjut. ECT juga diindikasikan untuk beberapa kasus depresi
delusional atau katatonik.
Alternatif telah dicari untuk ECT karena efek samping pada memori jangka pendek dan
stigma sosialnya. Stimulasi magnetik transkortikal mungkin merupakan kemajuan
selanjutnya dalam perawatan pasien yang mengalami depresi berat. Prosedur ini melibatkan
pembangkitan medan elektromagnetik yang kuat pada kulit kepala pasien, yang
menginduksi stimulasi listrik pada korteks. Hasil dalam tes pendahuluan menunjukkan
kemanjuran tinggi dengan efek samping lebih sedikit daripada ECT.
Depresi dengan ciri-ciri atipikal ditandai dengan pembalikan temuan biasa pada depresi
berat. Misalnya, pasien makan lebih banyak, cenderung menambah berat badan, lebih banyak
tidur, dan mudah merasa ditolak oleh orang lain. Kecemasan juga menonjol, bahkan lebih dari
pada pasien yang mengalami depresi berat. SSRI dan MAOI lebih efektif daripada TCA dalam
mengobati depresi atipikal.
Episode depresi mayor dan gangguan bipolar dapat mengikuti pola musiman dan dapat
diprediksi selama bertahun-tahun. Paling umum, gejala depresi terjadi di musim dingin, dan
mania muncul di musim semi atau musim panas. Pola terbalik (mis., Depresi di musim panas)
dapat terjadi tetapi tidak khas. Peningkatan tidur dan nafsu makan serta perlambatan
psikomotorik sering terjadi. Pola musiman ini harus agak konsisten dan bukan karena faktor
lingkungan seperti pengangguran reguler.
Ini juga menggarisbawahi mekanisme biologis yang diduga diyakini bertanggung jawab atas
timbulnya gangguan ini. Depresi musiman diyakini terkait dengan penurunan produksi melatonin
oleh kelenjar pineal selama bulan-bulan musim dingin.
Beberapa dokter telah menyebut gangguan ini sebagai gangguan afektif musiman (SAD,
sebuah akronim yang sesuai). Beberapa derajat perubahan suasana musiman terlihat pada
populasi umum, dan SAD berada pada ujung yang lebih jelas dari spektrum klinis. Dalam sebuah
studi baru-baru ini yang didasarkan pada meta-analisis kembar, depresi musiman terlihat
memiliki hubungan genetik di hampir sepertiga dari pasien.
Terapi antidepresan atau cahaya (yang melibatkan paparan cahaya dengan panjang
gelombang dan kekuatan tertentu) efektif untuk mengobati SAD. Perawatan tahunan atau
perawatan yang mengikuti kursus musiman penyakit sering diperlukan karena sifat SAD yang
berulang. Pasien mungkin merasa terbantu untuk mempelajari tanda-tanda awal depresi dan
untuk mengantisipasi perlunya melanjutkan atau meningkatkan pengobatan.
Jika episode depresi mayor tidak diobati, mungkin menjadi sangat parah sehingga timbul
gejala psikotik. Halusinasi dan delusi biasanya bersifat mood-congruent. Sebagai contoh, pasien
mungkin menjadi yakin bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang salah atau akan dihukum,
atau delusi somatik dapat berkembang melibatkan keyakinan bahwa tubuh pasien rusak atau
membusuk dari dalam ke luar. Riwayat pasien dan riwayat keluarga harus digunakan untuk
menyingkirkan gangguan kejiwaan lainnya seperti skizofrenia atau gangguan skizoafektif.
Mina M, seorang wanita berusia 48 tahun, dirujuk ke psikiater oleh seorang teman setelah
berbulan-bulan depresi dan keprihatinan somatik. Ms M telah menjadi semakin kesal selama 4
bulan sebelumnya dan melihat masalah dengan memori dan konsentrasi.
Dia memiliki sedikit energi, kurang tidur, dan sangat cemas dan ruminatif. Namun,
keluhannya terutama berfokus pada masalah fisik: sakit di punggung dan ekstremitas, sakit
kepala, sakit tajam di perutnya, dan keluhan gastrointestinal (GI) lainnya. Dia melihat banyak
internis, dokter umum, dan ahli gastroenterologi dan menjalani beberapa tes laboratorium, seri
GI, dan CT scan perut, yang menunjukkan tidak ada yang abnormal.
Dia tetap yakin bahwa dia memiliki masalah fisik tetapi setuju untuk bertemu dengan
psikiater, yang mencatat bahwa M sedih dan menangis tetapi tidak menggambarkan dirinya
sebagai tertekan.
Dia menyebutkan perasaan takut pada saat itu, dan terkait mendengar namanya dipanggil,
serta gambar diam-diam "melihat pria dari sudut mata saya." Pada beberapa kesempatan saat
sendirian dia mendengar suara rendah membuat komentar menghina tentang dirinya.
Layar kognitif normal, menghilangkan demensia. D mengambil beberapa obat bebas dan
menyangkal penyalahgunaan zat. Ms. D adalah pensiunan guru sekolah yang suaminya telah
meninggal 15 tahun sebelumnya. Dia hidup sendiri dan bangga akan sifatnya yang cerewet,
serta semangat bertualang yang membuatnya melakukan perjalanan secara luas. Dia sangat
dekat dengan seorang saudari lajang yang masih hidup yang tinggal di Pantai Timur. Empat
bulan sebelumnya, saudari itu telah menulis surat kepada Ms. D, mulai bahwa dia
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 30
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
Alexithymia
Salah satu pertanyaan standar yang digunakan untuk mengevaluasi diagnosis depresi
bertanya tentang suasana hati pasien. Tetapi beberapa pasien tampaknya tidak menyadari
suasana hati mereka sama sekali. Istilah alexithymia berasal dari kata-kata Yunani untuk
"tidak ada kata-kata untuk perasaan." Alexithymia bukan diagnosis tetapi menggambarkan
gaya dimana pasien gagal mengenali keadaan emosional internal mereka dan oleh karena itu
tidak dapat menjawab pertanyaan tentang suasana hati mereka. Pasien-pasien ini cenderung
mengekspresikan tekanan emosional dengan gejala somatik dan mungkin mengalami
depresi berat, tetapi pengamat yang objektif mungkin hanya menyimpulkan ini dari banyak
keluhan fisik.
Pasien yang memiliki alexithymia cenderung hadir di tempat perawatan kesehatan
dengan keluhan somatik yang tidak memiliki penyebab fisik yang jelas. Karena pasien yang
memiliki alexithymia tidak dapat menjelaskan keadaan mood subyektif mereka, evaluasi
dan pengobatan harus dipusatkan pada gejala depresi lainnya, seperti gangguan tidur atau
kelelahan. Psikoterapi dapat membantu pasien ini mengidentifikasi dan berbicara tentang
emosi mereka.
PENCEGAHAN DEPRESI
Psikoterapi, manajemen stres, dan restrukturisasi kognitif dapat membantu mencegah
episode depresi berulang. Pengenalan dini dan pengobatan trauma, pelecehan anak, atau
kehilangan pada masa kanak-kanak dapat mengurangi kejadian depresi bertahun-tahun
kemudian. Konseling genetik mungkin suatu hari nanti menjadi tepat.
GANGGUAN DYSTHYMIC
Gangguan distimik atau distimia ditandai oleh gejala kronis depresi tingkat rendah. Seperti
halnya depresi, distrofiia sering terjadi tetapi sering tidak terdiagnosis dan diobati. Tidak seperti
kebanyakan kasus depresi berat, distrofiia adalah gangguan seumur hidup dan bukan episodik
yang berawal pada masa remaja atau awal masa dewasa.
a INSIDENSI
Insiden tahunan dysthymia di Amerika Serikat adalah 3% dari populasi. Prevalensi
seumur hidup dysthymia untuk setiap individu adalah 6%. Rasio 2: 1 perempuan terhadap
laki-laki juga terlihat pada depresi berarti bahwa 13% perempuan akan memenuhi syarat
untuk diagnosis seumur hidup.
b ETIOLOGI
Etiologi dysthymia mirip dengan depresi, dengan pertemuan penyebab biologis,
psikologis, dan social.
c KURSUS DYSTHYMIA
Pasien yang menderita distystia sering melaporkan bahwa mereka tidak pernah berhenti
merasa tertekan. Meskipun mereka mungkin bisa berfungsi, mereka terus-menerus sedih,
terganggu oleh keraguan diri dan sesekali keputusasaan. Pasien sering mengalami timbulnya
penyakit pada usia remaja atau awal dua puluhan. Depresi mereka harus mencakup tiga
kriteria gangguan depresi yang disebutkan sebelumnya dan telah berlangsung setidaknya 2
tahun agar mereka memenuhi syarat untuk diagnosis. Pasien yang memiliki dysthymia
cenderung memiliki gangguan nafsu makan lebih jarang daripada pasien depresi (5%
berbanding 53%). Anhedonia dan kesulitan berkonsentrasi juga jauh lebih jarang pada
dysthymia daripada pada depresi mayor kronis.
Tidak diobati, riwayat alami dysthymia tidak henti-hentinya dan menghasilkan perasaan
kronis harga diri rendah dan kepercayaan diri berkurang. Biaya dysthymia dapat dengan
mudah dihargai oleh pengamat luar. Seperti yang dijelaskan seorang pasien:
Pikirkan kembali saat terakhir Anda mengalami hari yang buruk, ketika segala sesuatu
tampak lebih suram dari biasanya, ketika pikiran Anda lebih negatif. Anda pesimis
tentang segalanya, dan sukacita dalam hidup tidak ada di sana. Anda mengalami kesulitan
menyelesaikan apa pun, karena semuanya adalah upaya. Pada akhirnya Anda meragukan
tekad Anda untuk membuat segalanya berbeda, dan lebih buruk lagi Anda mulai
meragukan diri Anda sendiri. Hari berikutnya kamu merasa lebih baik.
Tetapi bayangkan bahwa hampir setiap hari dalam kehidupan dewasa Anda seperti itu.
Anda kehilangan perspektif Anda. Anda tidak berpikir, Oh, ini depresi, itu penyakit.
Anda mulai berpikir, Ini saya, saya malas, bodoh, dan segalanya tidak akan pernah lebih
baik dari ini. Anda dapat melihat betapa sulitnya hidup ini. Pasien yang menderita
distystia sering merasa bahwa bahkan jika mereka mencapai sebanyak rekan-rekan
mereka, mereka mengerahkan lebih banyak usaha, seolah-olah mereka bergerak melalui
kehidupan dengan jangkar menyeret di belakang mereka.
j. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan status mental pasien dysthymic mirip dengan yang terlihat pada
pasien yang mengalami depresi ringan hingga sedang. Perhatikan bahwa pasien yang
memiliki distrofiia tidak menunjukkan gejala psikotik kecuali mereka memiliki episode
depresi berat, penggunaan narkoba, atau gangguan kepribadian.
k. PERBEDAAN DIAGNOSA
Seperti dalam kasus gangguan depresi lainnya, distrofiia harus dibedakan dari
penyebab medis, episode depresi kronis dan berulang, gangguan bipolar, dan
penggunaan zat. Pasien yang memiliki distrofiia juga harus diskrining untuk kecemasan,
kepribadian, dan gangguan makan, yang semuanya merupakan gangguan komorbiditas
yang umum.
l. PENGOBATAN DYSTHYMIA
Psikoterapi saja hanya efektif untuk mengobati dysthymia; antidepresan yang
dikombinasikan dengan psikoterapi menawarkan kemungkinan keberhasilan yang jauh
lebih besar. SSRI memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada TCA, tetapi
keduanya sama-sama efektif dalam mengobati distrofiia. Kebanyakan dokter setuju
bahwa dysthymia membutuhkan periode perawatan yang lebih lama dengan
antidepresan daripada episode depresi mayor, mungkin lebih dari 1 tahun. Studi sedang
berlangsung untuk menentukan tingkat kekambuhan dysthymia setelah perawatan dan
apakah perawatan kronis diperlukan.
Kadang-kadang dysthymia meninggalkan pasien dengan identitas yang sangat
terkait dengan pandangan hidup yang depresi. Apa yang mungkin merupakan kelainan
reversibel nyata pada usia 25 tahun mungkin jauh lebih sulit untuk diubah 20 tahun
kemudian.
Betram M, berusia 46, merasa bahwa hidupnya “tidak pergi ke mana pun”
Meskipun ia telah berhasil dengan baik di perguruan tinggi dan telah lulus dengan gelar
sarjana teknik, ia telah memegang pekerjaan upah minimum, memiliki depresi tingkat
rendah kronis dengan diri miskin - harga dan motivasi yang akhirnya membuat istrinya
memutuskan untuk meninggalkannya. Pemisahan ini memicu episode depresi berat. Dia
merespon sangat baik terhadap terapi fluoxetine dan kelompok. Anggota kelompok
memuji dia karena energi dan antusiasmenya meningkat. Dia mulai berkencan dan
berpartisipasi dalam acara sosial 4 kali seminggu atau lebih. Dia menjadi tidak ambisius
di tempat kerja.
Setelah 2 bulan dia tampak lebih tertekan dan mengatakan kepada anggota
kelompok bahwa dia telah menghentikan antidepresan, menjelaskan, "itu bukan aku."
Terlepas dari perbaikan objektif, dia telah menghabiskan seluruh masa dewasanya
dengan dysthymia dan menganggap keadaannya yang tidak tertekan sebagai asing. Dia
meninggalkan grup dan jarang menelepon psikiater, masih mengeluh merasa "macet"
tetapi tidak mau memulai kembali antidepresan atau terapi.
Diagnosa. Gangguan distimik (Axis I).
Masing-masing teori ini mungkin berlaku di himpunan bagian dari semua pasien yang
mengalami depresi. Tantangan dokter dalam mengobati depresi dalam menghadapi
penggunaan narkoba adalah untuk mengetahui kapan diperlukan perawatan terpisah untuk
depresi.
Di salah satu ujung spektrum adalah peneliti dan dokter yang menganjurkan mengobati
gejala depresi secara agresif segera setelah pasien berhenti menggunakan obat-obatan atau
menunjukkan kesediaan mereka untuk tetap berpantang. Dasar pemikiran ini didasarkan
pada keinginan untuk mengurangi penderitaan dan untuk menghilangkan depresi sebagai
faktor risiko untuk kambuh penggunaan narkoba.
Dokter lain percaya bahwa pasien harus abstain minum obat setidaknya selama 6 bulan
sebelum menentukan bahwa gejala depresi tidak akan hilang dengan sendirinya. Dokter ini
khawatir tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh pasien secara bersamaan
menggunakan obat antidepresan dan obat-obatan, atau mengganti satu "kruk" psikologis
dengan yang lain. Studi ada yang mendukung kedua pandangan. Keputusan apakah dan
kapan memulai antidepresan karena itu tetap menjadi masalah penilaian klinis. Sebagian
besar dokter menunggu selama beberapa minggu atau bulan sampai ketenangan terjamin
sebelum resep obat.
Frank J, seorang salesman berusia 48 tahun, dirujuk untuk evaluasi psikiatris setelah
gagal menanggapi dua uji coba antidepresan. Riwayat medisnya terkenal karena hipertensi
dan kadang-kadang terjadi kenaikan yang tidak dapat dijelaskan dalam tes fungsi hatinya.
Mr J menjadi sangat depresi dalam 6 bulan terakhir, mengeluh masalah tidur, penurunan
berat badan, dan kecemasan yang menonjol. Dia juga mengungkapkan pikiran untuk bunuh
diri, yang mengejutkan praktisi keluarganya yang merujuk. Psikiater mencatat bahwa Mr. J
memiliki banyak faktor risiko untuk penyalahgunaan zat, termasuk riwayat keluarga yang
positif alkoholisme dan dua kecelakaan kendaraan bermotor dalam 20 bulan sebelumnya.
Ketika dihadapkan dengan kemungkinan ini, Tn. J awalnya menolak penggunaan narkoba
tetapi akhirnya mengakui, "Saya minum lebih banyak daripada yang saya kira." Dia
menyatakan kekhawatirannya bahwa dia "tidak bisa menangani pekerjaan saya tanpa
alkohol. Sangat menegangkan, dan pelanggan saya menganggap itu menghina untuk
menolak minum asam setelah kita bertemu. "Dia juga khawatir bahwa dia tidak akan bisa
tidur tanpa" beberapa minuman keras. "
Perawatan terdiri dari rujukan ke pusat perawatan alkohol, yang dengan enggan diterima
oleh pasien. Tn. J berpartisipasi dalam terapi kelompok dan melalui konseling individu
memperoleh wawasan tentang tingkat ketergantungannya pada alkohol. Meningkatnya
Ketenangan pertama Mr. J ditandai dengan dua slip ketika ia mengalami peningkatan
kecemasan. Pada 6 minggu ia tetap depresi, dan antidepresan SSRI diresepkan. Mr J baik-
baik saja pada follow-up 1 tahun dengan kepatuhan yang baik terhadap pengobatan dan
terapi, suasana hati yang membaik, dan hanya satu episode minum di sebuah pesta untuk
merayakan promosinya di tempat kerja.
GANGGUAN PENYESUAIAN
Kebanyakan orang mengalami gejala ringan tekanan psikologis setelah transisi atau peristiwa
yang sulit. Peristiwa stres yang umum termasuk perceraian atau akhir hubungan dekat,
kehilangan pekerjaan, pindah perguruan tinggi (atau sekolah kedokteran), dan penyakit medis.
Upaya para peneliti untuk mengukur dampak peristiwa-peristiwa yang menimbulkan stres ini
telah menghasilkan skala seratus poin yang banyak digunakan
a. INSIDENSI
Setiap orang diyakini mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan pada
suatu waktu selama hidup mereka. Prevalensi seumur hidup gangguan penyesuaian
karena itu diyakini berada di atau dekat 100%.
b. ETIOLOGI
Dampak psikologis dari peristiwa kehidupan yang penuh stres tergantung pada
variabel eksternal seperti peristiwa itu sendiri dan keadaan dalam kehidupan pasien.
Variabel internal penting termasuk psikopatologi yang sudah ada dan gaya dan strategi
koping. Seorang pasien yang memiliki gangguan kepribadian ambang dan riwayat
beberapa episode depresi dan yang cenderung bereaksi dengan labilitas emosional yang
ekstrem dan pemikiran bencana (yaitu, "Saya tidak akan pernah berhasil melewati ini!")
Berada pada risiko yang jauh lebih besar untuk mengembangkan penyesuaian gangguan
setelah putusnya hubungan daripada seseorang tanpa riwayat psikiatrik sebelumnya
BEREAVEMENT
Dukacita mengacu pada sindrom tekanan emosional yang terlihat pada kebanyakan orang setelah
kematian seorang teman dekat, anggota keluarga, atau hewan peliharaan. Dukacita serupa dalam
etiologi, gejala, dan tentu saja untuk gangguan penyesuaian. Dukacita dapat mengintensifkan dan
menjadi episode depresi besar, yang juga dapat mengikuti kematian seorang teman atau anggota
keluarga. Namun berkabung jarang dikaitkan dengan penurunan harga diri atau bunuh diri.
Hingga 50% janda mengalami gejala depresi pada tahun pertama setelah kematian pasangannya,
dan 15% masih mengalami depresi 2 tahun kemudian. Dukacita dapat bermanifestasi dengan
gejala depresi dengan halusinasi pendengaran atau melihat orang yang meninggal. Dokter harus
mempertimbangkan depresi berat dengan gambaran psikotik tetapi juga harus menyadari bahwa
fenomena ini umum dan non patologis pada beberapa kelompok budaya. PTSD dan somatisasi
juga terlihat berkabung.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 40
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
a. PENGOBATAN BEREAVENSI
Perawatan berkabung sama dengan pengobatan untuk kelainan penyesuaian.
Kelompok pendukung dukacita dapat membantu banyak pasien. Kelompok duka sering
dikoordinasikan oleh personel rumah sakit, terutama di klinik dan bangsal yang
memiliki angka kematian tinggi, seperti klinik onkologi dan AIDS, atau disponsori oleh
organisasi masyarakat. Anggota keluarga lain juga dapat mengambil manfaat dari
kelompok pendukung.
Karl B, seorang insinyur berusia 50 tahun, datang ke klinik medis sangat sering, kadang-
kadang sekali atau dua kali seminggu, dengan keluhan samar energi rendah, insomnia, dan rasa
sakit di perut, dada, sendi, dan ekstremitas. Dia diberhentikan dari pekerjaan baru-baru ini.
Pertanyaan tentang suasana hatinya tidak terjawab; Pak B memberikan tanggapan yang tidak
jelas dan gagal menggambarkan emosinya. Karena pengangkatannya sering "add-on" ke klinik
drop-in, ia hanya menghabiskan 5-10 menit dengan dokter.
Suatu hari, B terlihat oleh seorang mahasiswa kedokteran yang sekali lagi tidak menemukan
dasar fisik untuk keluhannya. Meskipun siswa itu dalam suasana hati yang baik di awal hari, dia
mendapati dirinya marah dengan Mr B dan mengalami depresi setelahnya. Seorang mahasiswa
kedokteran lain melewatinya di aula dan bertanya mengapa ia tampak sangat muram. Tiba-tiba
dia memiliki kilasan wawasan. Semuanya berawal ketika dia mewawancarai Mr. B.
Bagaimana jika pikiran dan emosinya menjadi selaras dengannya selama interaksi singkat
mereka? Jika ini hanya sebagian dari apa yang dia alami, Tuan B mungkin sangat tertekan. Dia
meminta residennya untuk mendukung keputusannya untuk merujuk B ke klinik psikiatri rawat
jalan untuk evaluasi lebih lanjut.
Dua bulan kemudian, siswa melewati B di lorong. Dia tampak seperti orang yang berbeda,
dengan energi dan antusiasme yang jauh lebih besar daripada ketika dia melihatnya di klinik. dia
sudah mulai minum antidepresan dan sedang menghadiri kelompok pendukung. Dia berterima
kasih padanya untuk rujukan ke klinik psikiatri. “Saya berada di ruang yang buruk beberapa
bulan yang lalu, tetapi saya merasa jauh lebih baik sekarang. Saya mencoba mencari pekerjaan.
Dan semua rasa sakit dan nyeri hilang juga. "
Misalnya, seorang pasien yang dirawat di rumah sakit atas kehendaknya berhak untuk
sidang dalam beberapa hari untuk mengajukan permohonan pembebasan. Seorang pengacara
yang ditunjuk oleh pengadilan memberikan kesaksian atas nama pasien, dan beban pembuktian
ada pada dokter yang merawat untuk menunjukkan bahwa pasien benar-benar tidak mampu
merawat dirinya sendiri. Di beberapa negara, hak-hak pasien dilindungi lebih lanjut dengan
menjadikan pemberian pengobatan sebagai pertimbangan terpisah. DI negara-negara ini seorang
pasien yang menolak pengobatan tidak dapat diberikan antidepresan atau ECT terhadap
kehendaknya tanpa persetujuan keluarga atau proses hukum di mana pasien harus terbukti tidak
memiliki kemampuan untuk memberikan persetujuan.
Kekhawatiran ekonomi dan akses ke perawatan menghadirkan tantangan etika baru dalam
merawat pasien yang mengalami depresi. Sebagian besar perusahaan perawatan dan asuransi
yang dikelola telah membatasi jumlah sesi psikoterapi yang mungkin dimiliki pasien. Yang lain
berusaha membatasi cakupan yang tersedia untuk pasien yang memiliki kondisi yang sudah ada
sebelumnya, suatu pembatasan yang mengkhawatirkan mengingat sifat depresi yang berulang.
Pembatasan juga dapat berlaku untuk jenis obat yang dapat dipilih dokter untuk mengobati
pasien depresi. Beberapa rencana kesehatan memerlukan uji coba beberapa TCA sebelum SSRI
dapat diresepkan. Dalam beberapa kasus, pasien yang telah stabil dengan antidepresan harus
beralih ke obat lain ketika rencana kesehatan mereka menegosiasikan kontrak untuk harga
diskon, atau dipaksa untuk membayar sendiri.
Mungkin tidak bertahun-tahun sebelum obat tersedia yang memberikan peningkatan suasana
hati bagi individu sehat yang tidak memiliki gangguan mood. Konsekuensi etis dari penemuan
seperti itu tidak diragukan lagi akan menjadi subjek dari banyak perdebatan.
KESIMPULAN
Gangguan depresi sering ditemui dan sering salah didiagnosis oleh dokter. Terlepas dari
munculnya pengobatan yang efektif dan meningkatnya tanggung jawab bagi penyedia perawatan
primer untuk mendeteksi dan mengobati depresi. Keakraban dengan gejala dan klasifikasi
gangguan depresi, dan prinsip-prinsip dasar perawatan, adalah keterampilan penting bagi
sebagian besar dokter. Biaya psikologis dan ekonomi dari depresi dan dampak buruk pada
kesehatan fisik dan kesejahteraan emosional keluarga menciptakan keharusan untuk diagnosis
yang lebih baik dan perawatan yang cepat.
Gambaran Klinis
tahun, dimana angka prevalensi mencapai 15-20% dari total gangguan bipolar per
tahun. Gangguan siklotimik merupakan bentuk ringan dari bipolar, sama seperti
distima yang merupakan bentuk lebih ringan dari unipolar depresi, dimana pasien
mengalami pergantian siklus antara hipomanik dan depresi ringan. Alhasil
perbedaan antara semua variasi mood dapat dilihat dari tingkat keparahan dan
kekambuhannya.
Insiden
Prevalensi bipolar pada pria dan wanita adalah sama, tidak seperti gangguan
depresi yang sering terjadi pada wanita yaitu 2:1. Semua ganggaun mood
kelihatannya dapat terjadi sama pada etnis yang berbeda. Gangguan bipolar
mempengaruhi hamper 1% dari populasi dimana sedikit lebih sering ditemukan
pada orang dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Angka kejadian ini mungkin
mencermikan diagnosis yang lebih akurat terjadi pada kelompok tersebut daripada
perbedaan yang terjadi sebenarnya dari total insiden.
Dampak ekonomi dari gangguan bipolar cukup tinggi meskipun the ilness
hanya terjadi pada proporsi populasi yang lebih kecil (1%) dari pada ganggaun
depresi. Gangguan bipolar membuat lebih dari 150 juta hari menjadi tidak
produktiv in any given year
Etiologi
Kesalahan spesifik genetik mungkin dapat menyebabkan gangguan
bipolar(masih dalam penelitian). Sementara itu beberapa penelitian telah
melaporkan adanya keterlibatan dari segi neuroendokrin dan neurokemikal pada
pasien manik. Penelitan-penelitain ini menunjukan kurangnya respon pada TRH
dan TSH, dapat meningkatkan aktiviatas dopamin, dan second messanger system
seperti cAMP pada pasien manik.
Studi Brain-imaging kurang konsisten, dengan pengecualian pada beberapa
pasien yang mengalami unipolar berat atau bipolar dengan onset lanjut, frequent
hospitalization, low IQ, dan pembesaran dari latreral ventricles pada MRI. The
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 46
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
DIAGNOSIS
Pada pasien yang mengalami fully manik, mood mereka mungkin bisa
mencapai level euforia, dimana pasien mungkin memperlihatkan pemikiran yang
grandiose; kadang-kadang mereka juga menunjukan gejala paranoid atau iritabel.
Campuran fase depresi dan manik juga mungkin dapat terjadi. Grandiosity sering
disertai dengan delusi. pasien-pasien ini seringkali hiperaktif dan mungkin lebih
melanggar peraturan orang-orang di sekitar mereka. bahkan dalam kasus mania
moderat, penilaian dan wawasan dikompromikan, dan kontrol impuls berkurang
secara nyata. pasien yang bertindak berdasarkan rencana atau ide yang dipengaruhi
oleh keadaan euforia mereka dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada
hubungan, pekerjaan, atau status keuangan mereka. Biaya telepon dan kartu kredit
biasanya meningkat.
Elisa H berusia 35, meskipun biasanya pemalu dan pendiam, diketahui oleh teman
dan rekan kerjanya telah mengalami perubahan kepribadian yang tiba-tiba. selama
2 minggu, Ms. H menjadi lebih terbuka dan ekstrovert. dia menghabiskan ribuan
dolar untuk membeli pakaian berwarna-warni yang sepertinya cocok dengan
kepercayaan diri dan ketegasannya yang baru. Dia memberikan nasehat pada rekan
kerjanya dan mulai sering membawakan hadiah untuk merrka. dia join di gym dan
mulai work out hampir setiap malam, dan menghabiskan weekend seharian untuk
belajar bahasa spanyol. Dia menunjukan semangat yang tinggi ketika bekerja, tetap
bekerja sampai tengah malam untuk menyelesaikan beberapa proyek. dia
melangkahi beberapa lapisan administrasi untuk mempromosikan proyek-proyek
ini kepada wakil presiden perusahaan. Sebelumnya dia pemalu dan merasa tidak
nyaman berada dalam grup besar yang banyak orang. Dia berkomentar, “Aku
belum pernah merasa begitu baik dan akhirnya aku merasa hidupku pergi ke suatu
tempat.
Pada akhir minggu kedua perilaku H telah memburuk. Sikapnya yang ceria
sekarang ditandai oleh sifat cepet marah, sarkasme, dan rasa paranoid dan
kebesaran yang semakin berkembang, "Semua orang mengejar ideku!" dia
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 48
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
mengeluh. Dia memiliki beberapa obrolan yang marah dengan temannya, yang
sekarang mengkhawatirkannya. Dengan keadaan marah ia keluar dari pekerjaannya
dengan mengatakan bahwa ada orang yang akan membayar jutaan untuk ide-ideku.
"Dia mulai mendengar suara pria yang mengatakan hal-hal seperti," Pergi
untukmu. Kamu yang terbaik. Jangan biarkan mereka menghentikan kamu.
Ms. H menjadi semakin religius dan mulai mencari melalui Alkitab untuk pesan
kepadanya dari Tuhan. Dia pikir dia bisa mengerti apa yang kucingnya katakan dan
bisa berkomunikasi dengan mereka. Dia menjadi yakin bahwa pembawa acara TV
nasional jatuh cinta padanya. Ketika dia mencoba membeli lima tv di sebuah toko
elektronik, dia diberitahu telah melebihi limit kreditnya. Dia marah ke manajer
ketika dia (menejernya) mencoba untuk menyita kartu kreditnya. Dia ditangkap
dan dibawa ke ruang gawat darurat. Ms. H gelisah, dan suasana hatinya labil
(berganti-ganti antara kebahagiaan dan tangisan). Pikirannya ceria, paranoid, dan
tidak teratur. Dia mencoba untuk mengisap rokok dari pasien lain dan harus ditarik
dari telepon setelah menelpon ke kantor walikota dengan mengeluh bahwa dia
diculik. Akhirnya dia ditempatkan di tahan dan dibius.
Beberapa pertanyaan standar harus ditanyakan pada pasien yang diduga memiliki
gangguan bipolar. Selain pertanyaan rutin tentang depresi unipolar, pertanyaan-
pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan berikut harus ditanyakan: Pernahkah
kamu memperhatikan perubahan suasana hati kamu? Apakah Kamu pernah merasa
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 49
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
hebat, diatas segalanya, siap untuk menghadapi apa pun? Apakah tingkat energi
kamu pernah meningkat? Adakah saat-saat ketika Kamu tampaknya membutuhkan
sedikit tidur dan masih terbangun dengan perasaan baik? Apakah Kamu pernah
memulai proyek, atau menghabiskan sejumlah besar uang, dan baru kemudian
menyadari bahwa kamu sdh bertindak secara impulsif dengan pengadilan.
Pernahkah kamu terlibat dalam masalah legat? Apakah orang-orang pernah
mengatakan kepada kamu bahwa Kamu tampak "ingin ceoqt atau mereka tidak
dapat mengikuti jalan pikiran kamu? Apakah pikiran kamu pernah tampaknya
berlomba, atau apakah kamu kadang-kadang berpikir kalau orang-orang
tampaknya berpikir terlalu lambat untuk kamu? dalam keluarga kamu memiliki
riwayat penyakit psikiatris, terutama gangguan suasana hati? Apakah Kamu
memiliki maslah kesehatan?, Pengobatan apa yang sedang kamu gunakan?
Dalam kasus di mana mania dicampur dengan depresi dan kegelisahan (campuran mania),
pasien mungkin berulang kali meminta bantuan atau dia menjadi sangat mudah
tersinggung sehingga dia dapat mencoba untuk memprovokasi mempermalukan
pewawancara dengan komentar sarkastik. Pasien mungkin juga memberikan informasi
yang tidak akurat, berbohong kepada dokter demi hiburan semata or to exert power in the
relationship, karena pasien manik berpotensi menyerang, dokter perlu menghindari
pertentangan
pasien manik biasanya berpakain terang, warna warni dan menunjukan keadaan
emosional yang meningkat. Jika pasien memasuki keadaan mania dengan gejala psikosis,
pasian akan menyerupai pasien skizofrenia, terlihat lusuh , berantakan,dan kebingungan.
Pasien manik biasanya menunjukan agitasi psikomotor, terlihat bahagia, resah atau
gelisah. Pasien akan semangat dalam berbicara kepada perawat atau pasien lain, atau
pasien akan terlihat melakukan banyak panggilan telepon. Interaksi pasien sering diikuti
dengan perkataan yang dramatis dan mannerism, konteks seksual yang tidak wajar dan
sering mengganggu orang lain. Pasien manik mungkin dapat terpengarui pikirannya
sendiri ataupun orang lain.
B. Bahasa
Perkataan dan bahasa pada pasien yang terganggu ditandai dengan kerasnya suara dan
tekanan bicara agar pasien dapat mengimbangi pikiran pasien. pasien juga dapat
menunjukkan penggunaan rima kreatif, asosiasi, atau aliterasi, menerapkan semangat
main-main pada kata-kata dan penggunaannya. Pasien kadang menggunakan kata-kata
baru (neologisms) untuk menggabungkan ide.
C. Emosi
Pasien mania mungkin menunjukan emosi dari sedikit senang ke euphoria. Mudah marah
, depresi dan cemas mungkin timbul pada keadaan campuran. Labilitas afek merupakan
hal biasa dan respon emosi yang tidak tepat mungkin terlihat.
D. Proses piker
Proses pikir pasien manik bergantung keparahan episode maniknya. Pada hypomania,
pasien merasa proses piker mereka lebih cepat, tetapi mengalir dengan logis dengan
kadang terputus-putus. Pada mania pikiran pasien seperti sedang balapan sehingga
perkataan pasien tidak dapat mengimbangi kecepatan berpikirnya. Klinisi mungkin
mendapatkan keadaaan flight of ideas.
Pengamat mungkin dapat mengerti proses piker pasian manik bila dapat diperlambat dan
diulang. Pada mania dengan gejala psikosis proses piker pasien sama seperti pada pasien
skizofren. Contoh, asosiasi longgar, neologism, dan clang association.
E. Isi pikir
Proses piker pasien manik menjadi kebesaran, paranoid,dan waham yang meningkat
secara bertahap menuju keadaan psikosis. Halusinasi sesuai mood mungkin ada.pasien
mungkin mendengar suara Tuhan atau suara yang berkata “kamu adalah yang terhebat,
kamu pasti bias” waham rujuk mungkin terjadi. Beberapa pasien bipolar mungkin
mengembangkan fiksasi terhadap artis dan pemimpin dunia.perhatikan bahwa orang yang
mengancam pejabat pemerintahan lebih mungkin memeiliki gangguan bipolar daripada
gangguan psikiatri yang lain.
F. Penilaian , daya tilik dan control impuls
Penilaian , daya tilik dan control impuls dapat bervariasi dari baik pada kasus ringan
hypomania menuju sangat buruk pada kasus episode manik dengan gejala psikosis.
G. Pemeriksaan intelektual
Pemeriksaan intelektual biasanya gagal menunjukan masalah pada memori jangka
pendek atau konsentrasi, walaupun pada pasian manik mungkin dapat mudah terdistraksi.
DIAGNOSIS BANDING
Keadaan manik dapat terlihat pada penyakit dan kelainan psikiatri lain. Riwayat nyakit, keluarga
dan kelaina psikiatri yang lampau dapat membantu dalam membedakan diagnosis
B. Gangguan kepribadian
Pasien yang memiliki gangguan kepribadian memiliki mood yang tidak stabil. Terbukti
pada gangguan kepribadian “Cluster B”, termasuk subtipe histrionic, borderline,narsistik
dan anti social. Perubahan mood ini mungkin bersangkutan dengan siklotimia tetaoi lebih
sering bersangkutan dengan factor lingkungan. Contoh, hubungan yang berakhir atau
stress pekerjaan mungkin dapat menimbulkan episode depresi minor atau mayor, dimana
hipomania mungkin didapatkan dari pengalaman pasien yang menyenangnkan. Pasien
dengan gangguan kepribadian mungkin dapat terdiagnosis salah dengan gangguan
bipolar, tetapi mood stabilizer dapat menangani pasien in
Leon J, pengacara berumur 50 tahun, di rawat inap 3 kali dalam kurun waktu 8
bulan untuk pengobatan depresi dengan pikiran membunuh diri. Tuan J didiagnosis
gangguan bipolar selama beberapa tahun. Beliau jarang meminum litium seperti yang
dianjurkan atau jarang follow up, walaupun beliau selalu meminta diresepkan litium
selama 3x saat dirawat inap.
Walaupun memiliki ide bunuh diri, tuan J tidak pernah terlihat lebih dari depresi
ringan atau cemas, dan setelah tiap perawatan beliau selalu menjadi lebih baik. Pasien
memiliki hubungan yang buruk dengan pasien dan staff di bagian psikiatrik. Contoh, dia
memonopoli ruang telepon dengan alas an dia memiliki keperluan penting dan dia selalu
menghina pasien dan staff kecuali dia butuh sesuatu dari orang itu pada hari itu.
Depresi Mr. J dapat menghilang beberapa jam setelah masuk RS. Terkadang dia
terlihat hypomania. Pada perawatan terakhir, tuan J mengaku bahwa berpikiran bunuh
diri untuk menghindari panggilan pengadilan. muncul bahwa ia secara rutin akan
meninggalkan klien dari siapa ia mengambil sejumlah besar uang sebagai rentenir. Dia
kemudian akan gagal membela kliennya dan mengabaikan panggilan pengadilan untuk
muncul di pengadilan, membuat dia dianggap tidak bertanggung jawab oleh pengacara
dan jaksa. Tuan J tampak sedikit menyesal atas perbuatannya.
c. Skizofrenia
Pasien dengan gangguan bipolar kadang didiagnosis memiliki skizofrenia mungkin pada
saat pasien memiliki gejala psikotik di mania dan pada usia awal onset yang menyerupai
skizofrenia. Kesalahan diagnosis tersebut dapat mungkin lebih terjadi apabila terdapat
perbedaan etnis antara pasien dengan dokter.
Perjalanan penyakit
Gangguan bipolar timbul seiring berjalannya waktu. Onset terjadinya gangguan
bipolar adalah masa anak-anak sampai umur 50 tahun, rata-rata pada usia 30 tahun. Rata-
rata pasien yang memiliki gangguan bipolar diawali dengan episode depresi mayor lalu
diikuti episode manik. Episode pertama biasanya depresi ada wanita dan manik pada pria.
Pada wanita onset bisa lebih lama. Gangguan bipolar dapat terjadi pada masa anak-anaka
atau dewasa muda, tetapi terjadi salah diagnosis menjadi gangguan atensi atau gangguan
hiperaktif. Pada usia berapapun pasien dapat terjadi salah diagnosis lalu baru dapat di
tegakan setelah q tahun kemudian.
Episode manik terjadi rata-rata 3 bulan bila tidak ditangani, kemudian terjadi
penurunan interval antara episode. Intervalnya akan stabil setelah 5 episode pada waktu
6-9 bulan. Perubahan mood dapat terjadi lebih cepat pada gangguan bipolar jenis cepat,
dengan interval rata-rata kurang dari 3 bulan diantara perubahan mood.
Rata-rata episode manik terjadi 9 kali selama kehidupan walaupun pada siklus
cepat terdapat 30 kali episode. Kurang dari 10%pasien terdapat hanya 1 episode manik
tanpa adanya perubahan mood. Beberapa pasien memiliki siklus mood yang regular
selama setahun, seperti pola musiman pada beberapa pasien depresi.
Prognosis pasien gangguan bipolar bervariasi tergantung dari beberapa kondisi,
termasuk perjalanan penyakit; kerusakan intelektual, pengambilan keputusan, dan control
impuls; dan terdapatnya dukungan psikososial. Pasien yang menolak didiagnosis
gangguan bipolar atau yang tidak rutin mengonsumsi obat atau penyalahgunaan obat dan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 56
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
alcohol lebih sering memiliki perjalanan yang kacau dengan episode manik dan depresi
yang lebih banyak. Factor yang berhubungan dengan respon yang buruk terhadap mood
stabilizer termasuk terdapatnya gangguan bipolar siklus cepat; dysforik atau mania
campuran; urutan episode mood depresi , mania, dan normal; gejala interepisode; dan
bersamaan dengan gangguan kepribadian. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
keparahan episode manik mempengaruhi kesembuhan.
Gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan depresi
mayor. Pada follow-up dengan pasien gangguan bipolar terdapat, 15% sembuh total, 45%
yang sembuh tetapi dapat relaps, 30% terdapat gejala sisa,dan 10% menjadi kronik tanpa
perbaikan. Kira-kira terdapat sepertiga pasien dengan gejala kronik memiliki gangguan
hubungan social.
Gangguan bipolar juga dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan dan alcohol,
beberapa pasien mencoba menggunakan zat ini untuk mencapai keadaan hipomania.
Penelitian memperkirakana sektar 40% pasien dengan gangguan bipolar tipe II dan 60%
dengan gangguan bipolar tipe I memiliki hubgungan dengan penggunaan obat-obatan dan
alcohol. Perkiraan ini lebih besar dari yang didapatkan pada populasi umum. Pasien
dengan gangguan bipolar dan penyalahgunaan alcohol kemungkinan memiliki gangguan
bipolar campuran atau siklus cepat dengan perognosis yang lebih buruk dan respons
terhadap lithium yang buruk.
Seperti pada depresi unipolar resiko bunuh diri yang signifikan juga dikaitkan
dengan gangguan bipolar. Sebelum penggunaan litium, 1 dari 5 pasien gangguan bipolar
melakukan bunuh diri. Resiko bunuh diri menurun dengan obat mood stabilizer dosis
maintenance tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.
PENGOBATAN
Pengobatan untuk pasien manik memiliki tantangan. Pasien mungkin menunjukan euphoria,
iritabilitas, kebesaran,ata gejala psikotik, seperti halusinasi auditorik ata visual, paranoid.
Beberapa pasian sangat agitasi dan berpotensi menyerang ke pasien dan staff. Pasien dengan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 57
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
depresi atau campuran dapat bunuh diri. Pasien ini sering diisolasi. Mereka diobati dengan
kombinasi beberapa pengobatan dan terapi perilaku untuk menubah perilaku mereka.
Beberapa pasien yang sangat agitasi atau dapat menyerang diperlukan pengekangan atau obat
sedasi.statistik pengobatan gangguan bipolar tetap serius. Tetapi banyak pasien tidak
menyadari dia sedang sakit; beberapa menolak diobati. 10 tahun setelah episode manik
pertama pasien tetap tidak mencari pengobatan. Dalam penelitian didapatkan hanya sepertiga
dari 2,5 juta orang di amerika serikat yang mendapatkan pengobatan untuk gangguan bipolar.
Sepertiga pasien tidak mampu mendapatkan pengobatan yang adekuat.
1. Obat-obatan
Litium efektif untuk stabilisasi mood pada gangguan bipolar tetapi membutuhkan minggu
ke bulan untuk bekerja dan obat ini bukan pilihan untuk episode mania akut.
Neuroleptic(antipsikotik) mungkin berguna khususnya untuk mania dengan gejala
psikotik. Efek sedasinya timbul dalam hitungan jam tetapi butuh 3-7 hari untuk
antipsiotiknya bekerja. Benzodiazepine bekerja dalam menit ke jam tergantung cara
konsumsi. Clonazepam sebuah benzodiazepine jangka panjang dengan tambahan
antikonvulsi mungkin sangat efektif untuk penatalaksanaan agitasi akut. Benzodiazepin
dan neuroleptik dapat kemudian dihentikan secara berurutan dari harian ke mingguan
ketika penstabil suasana hati mulai bekerja. Berbagai obat yang digunakan sebagai
pengobatan manik adalah lithium, carbamazepine, asam valproate, gabapentine,
lamotrigine dan verapamil.
Lithium telah disetujui oleh FDA tahun 1970 untuk pengobatan kronik kelainan
bipolar dan dapat diterima dengan cepat oleh klinisi sebagai gold standard dari
pengobatan. Tihium sangat efektif dalam mencegah episode manik dan depresi.
Sayangnya, lithium juga berhubungan dengan tingginya angka kejadian efek samping
termasuk tremor, kelesuan mental, rambut rontok, mual dan gangguan pencernaan lain,
peningkatan berat badan, gagal ginjal dan SIADH. Ini tidak bekerja pada semua pasien
yang memiliki gangguan bipolar, jadi para peneliti mencari agen alternative untuk
penstabil suasana hati. Antikonvulsi carbamazepine (tegretol) muncul sebagai
pengobatan lini kedua yang efektive sekitan tahun 1980an tetapi diganti dengan
antikonvulsi lain yaitu asam valproate (depakote), yang mana mempunyai lebih sedikit
efek samping. Karena kemanjuran dan insiden efek samping yang sedikit, asam valproate
dipertimbangkan oleh beberapa psikiater sebagai kemungkinan pilihan utama dalam
pengobatan gangguan bipolar. Asam valroate menawarkan kontrol yang lebih baik untuk
perubahan suasana hati pada pasien yang memiliki perubahan suasana hati yang cepat,
campuran tingkatan manik dan gangguan bipolar yang rumit dengan ketergantungan
alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang.
2. Terapi pemeliharaan
Mungkin mengurangi tingkat keparahan dari perubahan suasana hati tetapi tetapi juga
rentan untuk terjadinya depresi ringan atau hipomanik. Menentukan dosis yang tepat dari
pengobatan penting untuk menekan perubahan suasana hati dengan gejala yang minimal
merupakan proses dinamika yang berkelanjutan antara dokter dan pasien. Antidepresan
dapat digunakan juga sebagai terapi episode depresi tetapi selalu bersamaan dengan
penstabil suasana hati pada dosis terapi untuk mencegah timbulnya manik.
Diskusi. Kebanyakan orang yang meiliki gangguan bipolar akan menghentikan
terapi mereka untuk melihat apakah mereka masih mebutuhkannya atau karena yakin
mereka tidak mebutuhkan pengobatan lagi. Jika tidak mereka mungkin mendapat manik
yang tinggi.
Ketika digabungkan dengan suasana hati yang gembira dan insight yang kurang,
ini akan menjadi kearah pepatuhan yang sangat buruk dan membuat kesulitan yang
berkelanjutan. Hasil dari kebiasaan selama episode manik juga mengarahkan kepada
konsekuensi bahwa mereka depresi, hilang pekerjaan, hubungan yang membahayakan,
beban finansial atau tunawisma.
3. Psikoterapi
Pasien yang meiliki gangguan bipolar mungkin memiliki keuntungan dari
psikoterapi untuk membantu mereka mencari tau pengaruh dan arti dari penyakit yang
mereka hadapi. Kegunaan dari dukungan kelompok pada pasien yang meiliki gangguan
bipolar sangat efektif. Kelompok dipimpin oleh kesehatan mental yang profesional atau
oleh individual yang memiliki gangguan bipolar dengan insight yang bagus dan
mempunyai pengalaman lebih dari penyakit mereka. Terapi kelompok, menyediakan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 59
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
pasien yang baru terdiagnosa dengan edukasi tentang penyakit mereka dan kesempatan
mengutarakan perhatian mereka dan memperhatikan orang lain untuk menyesuaikan
diagnosa, akan menjadi bagian penting dalam setiap rencana pengobatan. Keluarga juga
terpengaruh dengan pasien gangguan bipolar dan mendapat keuntungan dari terapi
keluarga atau dukungan dan edukasi dari kelompok NAMI (National Alliance for the
Mentally III).
Hubungan antara gangguan suasana hati dan kreatifitas sudah diduga lama. Kebanyakan
penyair terkemuka, seniman, musisi diduga memiliki gangguan suasana hati, termasuk Edgar
Allen Poe, William Blake, Vincent van Gogh, Gregoria O’Keefe, Charles Mingus, Tennesse
Williams, dan Gustav Mahler. Beberapa (contoh, William Styron) sudah menuliskan tentang
pengalamannya dengan gangguan suasana hati. Penelitian terbaru menggunakan wawancara
terstruktur, kontrol kelompok yang cocok, dan kriteria diagnosa yang tepat untuk
menggambarkan hubungan yang kuat antara gangguan suasana hati dan kreatifitas.
Penelitian pada tahun 1970 dari 30 penulis kreatif ditemukan bahwa 80% mempunyai
pengalaman minimal satu kali episode dari depresi mayor, kebanyakan dikabarkan hipomanik
atau manik. Sepertiga dari penulis inggris yang berhasil dan termasuk seniman sudah diteliti
dengan pengobatan gangguan suasana hati, sebagian dari penyair membutuhkan perawatan
psikiater yang ketat. Dalam penelitian lain, tingkat bunuh diri, depresi dan gangguan bipolar
pada artis 18 kali lebih sering dibandingkan populasi umum.
gangguan suasana hati yang memiliki kontrol perubahan suasana hati yang baik mungkin
melewatkan wawasan kreatifitas yang diberikan pada episode manik. Sayangnya, asosiasi
gangguan suasana hati dengan penyalahgunaan zat dan bunuh diri serta kecenderungan untuk
melebih-lebihkan produktivitas yang dihasilkan oleh episode singkat mania dan dampak dari
episode depresi yang konsekuen mewakili beberapa aspek negatif dari hubungan antara
gangguan mood dan kreativitas. Ini dilema untuk digarisbawahi perlunya terapis dan pasien
untuk memeriksa efek penyakit dan pengobatan pada kreativitas secara berkelanjutan dan
dinamis.
Pasien manik terkenal karena kemampuan mereka untuk menimbulkan emosi yang kuat
pada orang lain. Diantara pekerja kesehatan profesional, peserta pelatihan memiliki kesulitan
tersendiri ketika berhadapan dengan pasien manik. Pasien ini, terutama hipomanik, bisa menjadi
mempesona, menarik dan lucu serta mempengaruhi perasaan humor yang bagus bagi orang yang
berinteraksi dengannya. Bagaimanapun, pasien manik yang paling baik dapat melampaui batas,
menyebabkan gangguan dan frustrasi. Pasien yang memiliki bentuk manik yang lbih parah,
terutama pada tingkat campuran dimana diperlihatkan sifat pemarah, bisa menjadi sarkatik,
mendominasi dan manipulatif. Mereka dapat meninggalkan aggota staff merasa frustasi, marah,
ketakutan, inkompeten dan lepas kendali. Pada kebanyakan kasus manik yang parah dengan
tampilan psikotik, reaksi staf perawatan mungkin menyerupai yang terlihat dalam bekerja dengan
pasien yang memiliki skisofrenia. Staf kemudian dapat merasa kebingungan atau sangat
ketakutan.
Peneliti telah mendemonstrasikan pasien yang memilki gangguan suasana hati dengan tampilan
psikotik mungkin bisa terjadi kesalahan diagnosa skizofrenia dari klinisi dengan latar belakang
budaya yang berbeda. Kelasahan diagnosis ini berakibat juga pada kesalahan pengobatan dengan
antipsikotik dosis tinggi dallam jangka waktu yang lama. Paparan pada antipsikotik
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 61
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
menempatkan pasien yang memiliki gangguan suasana hati pada peningkatan dan resiko yang
tidak perlu dari perkembangan tardive diskinesia, pada saat yang sama kehilangan kesempatan
untuk memulai pengobatan penstabil suasana hati. Pasien tersebut cenderung mengalami gejala
lanjutan dan kemunduran psikososial lebih lanjut.
Pada kasus pasien manik yang menimbulkan resiko serangan, pasien dapat dirawat di
rumah sakit dan ditahan sampai pengobatan memberikan efek. Jika pasien mengancam orang
yang spesifik, dokter juga wajib menghubungi korban dan polisi. Jika pasien manik terlibat
dalam perilaku seksual beririko tinggi mungkin juga merasa perlu untuk memperingatkan
pasangan pasien atau orang penting lainnya, jika pasien tidak setuju dokter mungkin dilarang
melanggar kerahasiaan. situasi ini mungkin sangat bermasalah jika pasien manik dan terinfeksi
virus HIV.
KESIMPULAN
Gangguan bipolar memengaruhi sebagian kecil orang di seluruh dunia namun tetap merupakan
gangguan kejiwaan yang menarik dan penting. Tampilan klinis dari hipomanik, termasuk
peningkatan energi dan kepercayaan diri, motivasi dan kreatifitas, mewakili tingkatan yang ideal
untuk banyak orang. Gambaran hubungan dari gangguan suasana hati dan kreatifitas
menggarisbawahi sifat unik dari tingkat manik. Pengobatan efektif sekarang tersedia untuk
kebanyakan pasien gangguan bipolar, tetapi kendala utama dalam hidup dengan gangguan
kejiwaan ini adalah seringnya keengganan pasien untuk menerima keadaan mereka dan
kebutuhan untuk perawatan seumur hidup. Tantangan dokter adalah untuk menjalin aliansi yang
bekerjasama dengan pasien ini, untuk mengelola kontra-transferensi mereka sendiri, dan untuk
membantu pasien menerima manfaat dan implikasi dari hidup dengan gangguannya.
Skizofrenia
Skizofrenia terjadi pada sekitar 1% dari populasi dan menyebabkan gejala dahsyat yang
berlangsung selama seumur hidup pasien yang terkena, sering mengakibatkan berkurangnya
tingkat fungsi. Penyebab skizofrenia tidak sepenuhnya diketahui, tetapi penelitian terbaru
menunjukkan kombinasi genetik, faktor lingkungan dan asal perkembangan saraf. Pemeriksaan
status mental pasien yang memiliki skizofrenia sering ditandai oleh kelainan dalam banyak
kategori, termasuk afek, persepsi, dan berpikir. Dalam mendiagnosis gangguan, dokter terlebih
dahulu harus mengesampingkan penyakit medis dan kejiwaan yang dapat menyebabkan gejala
psikotik. Obat antipsikotik memperbaiki gejala dan dapat meningkatkan perjalanan penyakit
tetapi tidak memberikan penyembuhan. Pasien psikotik mampu memicu reaksi emosi yang
sangat kuat pada penyedia layanan kesehatan, dan perawatan mereka dapat menimbulkan
tantangan etika dan hukum yang kompleks.
GEJALA KLINIS
Skema klasifikasi lima jenis berasal dari deskripsi awal gangguan serta sindrom yang
dijelaskan oleh beberapa psikiater abad ke-19. Secara historis, tidak ada perbedaan yang dibuat
antara berbagai gangguan mental, dan orang-orang yang dinilai menderita kegilaan sering
ditampung dan diperlakukan dengan buruk di rumah sakit jiwa. Psikiater abad kesembilan belas
Emil Kraeplin mengamati bahwa beberapa pasien memiliki episode gangguan fungsi tetapi
kemudian kembali normal. Pasien-pasien ini mungkin menderita gangguan mood. Kroneplin
berfokus pada pasien yang memiliki episode psikosis tetapi tidak kembali ke tingkat fungsi
premorbid mereka; pasien ini memiliki demensia praecox, kemudian disebut skizofrenia, oleh
Eugene Bleuler. Menurut skema klasifikasi Crow yang lebih modern, skizofrenia Tipe I ditandai
terutama oleh fungsi premorbid yang baik. sebagian besar gejala positif, dan respons terhadap
obat antipsikotik. tipe 2 ditandai oleh fungsi premorbid yang buruk, sebagian besar gejala
negatif, bukti patologi otak struktural (seperti pembesaran ventrikel), dan respons yang buruk
terhadap antipsikotik.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 64
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
Upaya lain untuk mengkategorikan skizofrenia menjadi jenis yang berbeda telah
difokuskan pada dominasi gejala negatif pada beberapa pasien yang memiliki skizofrenia. Tidak
ada tipologi tunggal yang telah diterima secara luas di antara dokter atau peneliti, namun
sebagian besar dokter di lapangan setuju bahwa skizofrenia adalah klinis dan mungkin sindrom
heterogen biologis.
INSIDENS
Skizofrenia cenderung timbul pada dekade kedua atau ketiga dan umumnya merupakan
kondisi seumur hidup. Insiden skizofrenia di Amerika Serikat adalah 0,3-0,6 per 1000 individu.
Prevalensi seumur hidup sekitar 1,5%. Angka insidensi di seluruh dunia dapat dibandingkan jika
disesuaikan untuk perbedaan dalam kriteria diagnostik.
Karena biaya perawatan kesehatan secara langsung dan biaya yang lebih secara tidak
langsung kepada masyarakat dengan hilangnya produktivitas sepanjang masa hidup individu,
skizofrenia diperkirakan menelan biaya 2% dari Produk Nasional Bruto negara-negara bersatu
setiap tahunnya. di luar langkah-langkah ekonomi, korbannya sangat besar dalam hal penderitaan
manusia untuk pasien, keluarga mereka, dan teman-teman.
ETIOLOGI
Skizofrenia dapat berupa penyakit tunggal atau sekelompok negara penyakit yang
heterogen, yang disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, genetik, psikologis, lingkungan, dan
perkembangan. Model stres-diatesis mengusulkan bahwa tekanan biologis, psikologis, atau
lingkungan pada hasil individu yang sudah rentan dalam gambaran klinis yang kita kenal sebagai
skizofrenia.
Faktor Biologis
Walaupun mereka memperbaiki gejala positif pada 60% pasien, neuroleptik memiliki
sedikit efek pada gejala negatif dan defisit kognitif skizofrenia. Formulasi yang lebih baru dari
hipotesis dopamin mengusulkan bahwa peningkatan dopamin terjadi di daerah subkortikal dan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 65
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
limbik otak dan mendasari gejala positif, sementara penurunan fungsi dopamin terjadi di korteks
dan mungkin terkait dengan gejala negatif dan disfungsi kognitif.
Saluran dopaminergik mesokortik dan mesolimbik di SSP adalah fokus penelitian intensif
tentang penyebab skizofrenia. Beberapa peneliti sedang mempelajari saluran nigrostriatal dan
basal ganglia, dengan konsentrasi reseptor D2 yang tinggi, sementara yang lain telah melibatkan
norepinefrin, asam butirat amino gamma (GABA), NMDA dan fungsi glutamat dalam korteks
dalam perkembangan skizofrenia. Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging
(MRI) studi pasien yang memiliki skizofrenia menunjukkan pembesaran ventrikel lateral dan
ketiga pada 10-50% pasien, dan atrofi kortikal pada 10-35% dari pasien. Studi MRI
menunjukkan bahwa hilangnya materi abu-abu sangat lazim di lobus temporal. Studi yang lebih
baru menggunakan positron emission tomography (PET) dan pencitraan MRI fungsional telah
menunjukkan gangguan pada fungsi lobus frontal dan temporal.
Perubahan anatomi pada otak pasien yang memiliki skizofrenia hadir pada atau tentang
timbulnya penyakit, menunjukkan bahwa skizofrenia adalah gangguan perkembangan bukan
hanya penyakit degeneratif dari korteks serebral. Peneliti belum tahu apakah skizofrenia
mencerminkan gangguan perkembangan otak dalam rahim dan / atau apakah itu berkembang
selama reorganisasi otak yang luas yang terjadi pada remaja awal. Mereka juga belum
menunjukkan tekanan pada janin yang mungkin bertanggung jawab atas masalah dalam
perkembangan otak 2 dekade kemudian. Studi menunjukkan bahwa di belahan bumi utara,
sebagian besar pasien yang memiliki skizofrenia lahir antara Januari dan April pola terbalik
ditemukan di belahan bumi Selatan, dengan kejadian skizofrenia memuncak pada bulan-bulan
kelahiran Juli hingga Oktober. Para peneliti ini dan yang lain menyarankan kemungkinan
etiologi virus untuk skizofrenia. Trauma perinatal yang spesifik, malnutrisi, dan ketidakcocokan
faktor Rhesus juga dikaitkan dengan peningkatan risiko skizofrenia.
Genetika
Faktor Psikologis
Teori psikodinamik menyatakan bahwa cacat krusial pada pasien yang menderita
skizofrenia adalah gangguan fungsi ego, yang memengaruhi interpretasi realitas dan kontrol
dorongan batin. Ciri umum skizofrenia paranoid adalah mekanisme pertahanan proyeksi;
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 66
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
perpindahan secara tak sadar perasaan dan pikiran yang tidak dapat diterima ke orang lain. Maka
"aku marah" menjadi, "teman sekamarku marah padaku dan mungkin menyakitiku". Banyak
delusi paranoid juga memiliki fitur muluk. misalnya, pasien yang percaya bahwa CIA memata-
matai dia juga percaya bahwa dia cukup penting untuk menjamin pengawasan pemerintah.
Temuan penting dalam pemeriksaan status mental pasien yang menderita skizofrenia
adalah sebagai berikut:
A. Penampilan & Perilaku. Pasien yang menderita skizofrenia dapat terlihat kusut, tidak
terawat, gelisah, atau kaku. Mereka mungkin tidak kooperatif, tampak curiga atau bingung, atau
terganggu oleh halusinasi pendengaran atau visual yang tak terlihat. Mereka mungkin
menunjukkan kontak mata yang buruk. Perilaku mereka secara keseluruhan mungkin aneh, dan
mereka biasanya menunjukkan penurunan ekspresi wajah.
B. Bahasa. Laju bicara, ritme, dan nada mungkin normal; Namun, pasien yang menderita
skizofrenia dapat menggunakan kata-kata tidak biasa yang hanya mereka pahami (disebut
neologisme). Atau mereka dapat menghasilkan ucapan yang tidak masuk akal, di mana fragmen
kata tetap utuh; ini dikenal sebagai "salad kata," dari analogi untuk mengambil kata-kata dalam
kalimat dan melemparkannya tentang secara acak. Dokter mungkin merasa sulit untuk
memahami pasien yang berada dalam keadaan psikotik parah.
umum lainnya: "nada" emosional yang konsisten, di mana pasien tampak bingung tentang apa
yang mereka katakan atau pahami. Pengaruh yang tidak sesuai juga sering terjadi.
E. Konten Pikiran. Banyak kelainan isi pemikiran dapat dilihat pada pasien yang
menderita skizofrenia. Khayalan adalah keyakinan yang pasti dan salah yang tidak didukung
secara budaya. Delusi penganiayaan (misalnya, "CIA memata-matai saya"); ide-ide referensi
(mis., bahwa "pesan" khusus untuk pasien saja terkandung dalam acara TV atau buku); dan
penyiaran pemikiran, penyisipan, atau kontrol adalah umum. Mungkin juga ada delusi agung
atau agama (misalnya, "Saya adalah Mesias berikutnya dan akan terpilih sebagai presiden tahun
depan"). Delusi somatik juga dapat terjadi, dan beberapa pasien menjadi terobsesi untuk
menerima validasi medis dari keluhan fisik mereka, seringkali meminta pemeriksaan dan tes
berulang. Delusi lain mungkin lebih aneh, seperti dalam kasus seorang pasien yang berulang kali
datang ke klinik bedah dengan marah meminta CT scan kepala untuk menemukan pemancar
yang dia pikir telah ditanamkan di otaknya. Delusi pasien harus diteliti jika ada pertanyaan
tentang dasar parsial pada kenyataannya.
Max C, yang berusia 25 tahun, dirawat di rumah sakit untuk perawatan patah kaki. Dia
mengklaim sedang dikejar oleh geng yang sebelumnya dia dambakan. Tn C takut meminta
perlindungan polisi dan identitas baru untuk membantunya bersembunyi dari geng. Karena C
merasa gelisah dan memiliki riwayat episode psikotik yang disebabkan oleh penggunaan
amfetamin, tim medis mengaitkan keyakinan penganiayaannya dengan penyakit kejiwaannya
dan terkejut pada hari kedua di rumah sakit dengan penampilan petugas polisi yang mampu
menguatkan. Tn. C mengklaim bahwa dia telah bersaksi sebagai saksi pembunuhan terkait geng.
Tn. C memang telah melarikan diri dari anggota geng, beberapa di antaranya kemudian muncul
di bangsal medis meminta namanya. Dia dipindahkan ke bangsal yang berbeda dengan alias dan
di bawah perlindungan polisi.
mengejek dan kadang-kadang akan memerintahkan pasien untuk mencoba bunuh diri atau untuk
menyakiti orang lain (yang disebut halusinasi perintah).
G. Penghakiman & Wawasan. Penilaian dan wawasan sering terganggu pada pasien
yang menderita skizofrenia. Pasien dapat bertindak berdasarkan ide-ide aneh dan memiliki
kesadaran terbatas bahwa gangguan emosional bertanggung jawab atas pikiran dan perasaan
mereka.
H. Pemeriksaan Kognitif. Tes kognitif informal atau bed-side umum dilakukan pada
banyak pasien. Namun, tes neuropsikologis khusus hampir selalu mengungkapkan kelainan pada
perhatian, kemampuan motorik eksekutif, dan / atau memori. Karena pasien sering terganggu
atau kacau, konsentrasi dan perhatian mereka dapat terganggu. Kemampuan mereka untuk
berpikir secara abstrak mungkin terganggu. Misalnya, ketika diminta untuk menafsirkan pepatah
"Orang-orang di rumah kaca tidak boleh melempar batu." seorang pasien mungkin menjawab,
"Tentu saja tidak, mereka akan memecahkan kaca. Ini disebut sebagai konkrit berpikir. Memori
juga mungkin tampak terganggu ketika pasien aktif psikotik.
Leona S, seorang wanita lajang berusia 19 tahun, dikirim ke ruang gawat darurat sebuah
rumah sakit pendidikan yang besar atas desakan teman-teman sekamarnya. "Sepertinya dia
terlalu banyak menggunakan narkoba," kata teman yang menemaninya. Keluhan utama Ms. S
adalah dia mengalami "suara" dan ESP. "Dia mengaitkan timbulnya halusinasi pendengaran
secara bertahap (selama 7 atau 8 bulan terakhir), terutama terdiri dari komentar cabul tentang
orang-orang yang dia temui. Halusinasi ini menyebabkan kesusahan yang luar biasa, dan dia
takut dia benar-benar akan mengulangi apa yang dikatakan oleh suara-suara itu kepadanya, atau
akan mengatakan atau melakukan hal-hal (seksual) yang diperintahkan oleh suara-suara itu untuk
dilakukan.
Ms. S juga melaporkan bahwa dia telah berkomunikasi dengan pacarnya dan orang
lain secara telematika, komunikasi telepati ini dimulai dengan serangkaian kebetulan di
mana orang akan mengatakan hal-hal yang telah dipikirkannya. Sekarang dia merasa bahwa
orang lain terus-menerus berperilaku sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa mereka
tahu apa yang dia pikirkan. Misalnya, ketika menonton televisi dua malam sebelumnya,
pacarnya berkata kepadanya, "Betapa luar biasa," tepat setelah dia merasa bahwa televisi
mengacu pada keluarganya. Dia juga mencondongkan tubuh ke depan dan
menyembunyikan layar pada beberapa kesempatan, menunjukkan padanya bahwa ada pesan di
acara itu bahwa dia berusaha menyembunyikannya atau mungkin melindunginya.
Ms. S telah merokok ganja dan minum bir pada akhir pekan sejak ia berusia 14
tahun, dan selama tahun lalu ia telah menggunakan LSD, jamur ajaib, dan kokain
intranasal pada banyak kesempatan. Dia berhenti menggunakan zat-zat ini beberapa
bulan sebelumnya ketika dia mulai mendengar suara-suara dan merasa bahwa dia
memiliki ESP.
selama beberapa, sementara gejalanya menetap atau memburuk dalam periode waktu
yang sama.
Gejala-gejala suasana hati yang menonjol (depresi atau mania) bukanlah gejala
penyakitnya. Pengaruhnya pada presentasi bisa digambarkan sebagai tidak pantas. Oleh
karena itu gangguan mood dengan fitur psikotik tidak mungkin. Riwayat Ms. S dan
temuan-temuan pada pemeriksaan sangat menyarankan skizofrenia. Penyakitnya dimulai
dengan periode awal pendeteksian sosial dan kognitif, diikuti oleh perkembangan
halusinasi, delusi, dan gangguan pikiran, yang semuanya merupakan gejala positif
psikosis. Tes laboratorium mengesampingkan lesi otak, kelainan metabolik seperti
penyakit Wilson (cacat dalam metabolisme tembaga), dan penyebab infeksi psikosis dan
penurunan kognitif seperti penyakit HIV. Kehadiran penyakit mental yang serius pada ibu
Ms. S juga konsisten dengan peran genetika yang terdokumentasi dengan baik dalam
etiologi dari skizofrenia.
DIAGNOSIS BANDING
Meskipun dokter yang handal pun tidak dapat membedakan gangguan skizofrenia dan
gangguan psikosis karena kondisi medis tanpa melihat pemeriksaan fisik pasien dan hasil
dari pemeriksaan lab . Utk menyingkirkan kelainan organik ini dokter harus melakukan
pemeriksaan medis menyeluruh kepada orang dengan gangguan psikosis akut dengan onset
yang baru.
Jesse P usia 46 tahun datang ke tempat praktik. Dia menyangkal mengalami halusinasi,
tapi mengaku terkadang mencium bau karet terbakar. Tn P memiliki riwayat 2 tahun gejala
psikotik. Istrinya melaporkan bahwa ia sering berbicara sendiri. Ia juga melihat bahwa
suaminya menghabiskan banyak waktu utk menulis idenya di notebook dan bercerita tentang
kepercayaan religiusnya kepada teman dan orang asing. Dia akan marah apabila istrinya
menegurnya. Dia sudah tidak bekerja dalam beberapa tahun terakhir. Istri Tn P juga merasa
suaminya semakin hari sudah tidak memiliki gairah seksual. Tidak ada gejala depresi, mania
atau penggunaan obat.
Mr P menyetujui untuk rawat jalan psikiatri. Dia menghabiskan banyak waktunya untuk
menulis di notebook dan mencoba mengenalkan dirinya ke pasien lain sebagai “anak Tuhan”
dan mengajak orang-orang untuk memilihnya pada pemilihan berikutnya. Pemeriksaan lab
tidak ada yang signifikan. Mr P mulai diberi obat antipsikotik haloperidol (Haldol). Dua hari
kemudian ia menjadi lebih paranoid dan agitasi. Dosis Haloperidol kemudian dinaikan.
Beberapa jam sebelumnya Mr P mulai berlari ke koridor bawah, berteriak dan mengatakan
bahwa ia melihat magnet di tembok menarik dirinya. Ia kemudian di ikat.
Pada CT scan kepala didapatkan jejas parenkimal yang sudah lama pada polus anterior
dari lobus temporal kanan. Pada EEG dengan nasofaringeal lead menunjukan terdapat
aktifitas kejang (spiked) pada area yang sama. Pada rekam medis Tn P menunjukan bahwa
pekerjaan akhirnya sebagai kontraktor . Akibat kecelakaan kerja, kepalanya terhantam oleh
alat berat dan menyebabkan fraktur pada tulang pipi dan bibir. Kemungkinan terjadi kontusio
pada lobus temporal yang menyebabkan terjadi fokus epileptic pada lobus temporal. Gejala
Mr P menurun drastic setelah menjalani pengobatan dengan obat antiepilepsi carbamazepin
(Tegretol)
Diskusi. MR P mengalami trias gejala TLE termasuk hiperreligious (yang juga timbul pada
pasien skizofrenia), hipergraphia (sering menulis) dan penurunan gairah seksual. TLE dapat
menyebabkan gangguan emosi atau perilaku selama kejang. Pasien dapat mengalami aura
halusinasi penciuman saat kejang berlangsung.Terkadang pasien dengan TLE akan
mengalami perubahan perilaku. Tida spt kejang umum general. Kejang pada lobus temporal
tidak disertai dengan gejala kejang pada umumnya. TLE juga dapat memberikan gejala
psikosis bahkan disaat periode kejang. Gangguan psikotik kronik akan terlihat mirip dengan
gejala skizofrenia. Antikonvulsan spt carbamazepin (tegetrol), As val (depakote) atau
phenithoin (Dilantin) akan sering digunakan untuk mengobati TLE
berhubungan dengan mafia yang akan membunuhnya. Ia melaporkan bahwa orang2 telah
memantau dia, berbicara kepadanya dan menghina dia. Suara dari seorang lelaku telah
memanggil-manggil namanya, mengutuk ia dan berkata “lakukan”. Berdasarkan keterangan
Mr F suara itu menyuruh untuk bunuh diri. Ia mengira bahwa suara itu adalah suara Iblis dan
ia harus bunuh diri sebelum dibunuh oleh musuh. Di stasiun bis dengan bersenjatakan pistol,
ia berusaha menolak suara tersebut.
Mr F pernah di rawat di rumah sakit jiwa 2 tahun sebelumnya. Pada waktu itu ia menjadi
“paranoid” setelah penggunaan berat methamphetamine dan ia dirawat di rumah sakit selama
3 hari dengan penggunaan haloperidol. Pada sesi Tanya jawab, ia mengatakan bahwa hampir
setiap hari ia menggunakan “crystal meth” dan meminum sekotak bir dan hampir sebulan
terakhir ia menggunakan methamphetamine intravena. Ia mengaku menjadi lebih curiga,
mendengar suara meanggil nama dirinya, dan mengira bahwa ia berada dibawah
pengawasan.
Selain riwayat tersebut, Mr F tidak memiliki riwayat psikiatri lainnya. Ia memiliki
beberapa riwayat panjang dengan sistem peradilan pada saat sekolah dasar. Ia sering di skors
dari sekolah karena berkelahi, menggunakan obat di kampus, kekerasan seksual, dan
membawa senjata. Ia menghabiskan 3 tahun di Juvenil Hall dan telah dipenjara selama 3 kali
dan dengan total 2 tahun dipenjara dengan tuduhan pencurian, terror, dan perdagangan obat.
Keluarganya memiliki riwayat depresi dan ketergantungan alcohol.
Diagnosis. Kelainan psikotik akibat stimulant (methamphetamine) (axis 1),
kecenderungan gangguan kepribadian antisocial (Axis 2).
Diskusi. Dengan segala hormat, Gejala halusinasi auditorik yang menonjol dan waham
pada Mr F merupakan skizofrenia. Namun adanya penggunaan obat, methamphetamine
sebagai faktor pencetus dan bebrapa faktor lain yang tidak mendukung ke diagnose
skizofrenia pada kasus ini dan diduga merupakan gangguan psikotik akibat penggunaan obat.
A. Gangguan Mood. Pasien dengan full blown manik atau depresi berat dapat berkembang
menjadi keadaan psikosis. Adanya mood yang terdepresi atau euphoria pada pasien dapat
membantu klinisi untuk membuat diagnosis ini. Tetapi riwayat mania atau depresi dan
dengan riwayat yang jelas dari gejala mania atau depresi segera setelah gejala psikotik
sangat membantu dalam pembuatan diagnosis ini. Riwayat keluarga dengan gangguan
suasana hati merupakan petunjuk yang sangat berarti. Pada penelitian, diduga bahwa
ketika etnis dari pasien dan klinisi berbeda pasien gangguan suasana hati dengan gejala
psikotik lebih mungkin salah diagnose sebagal skizofrenia
B. Gangguan skizofreniaafektif. Pasien degan gangguan psikoafektif tampak memiliki
gejala skizofrenia dan gangguan bipolar. Mereka sering memiliki episode psikosis,
beberapa timbul setelah episode manic dan depresi dan beberapa tidak didahului oleh
perubahan mood. Tatalaksana pada gangguan skizofreniaafektif berupa mood stabilizer
dan obat antipsikotik. Jika pasien salah terdiagnosa sebagai skizofrenia, dan mood
stabilizer tidak diberikan, mood swing pasien akan berlanjut dan sering mengalami
episode psikotik. Dengan adanya 2 pertimbangan berat yang diambil, tidak mengejutkan
bagwa pasien dengan gangguan psikoafektive memiliki prognosis yang sangat buruk,
yang diperparah dengan penurunan fungsi psikososial, penggunaan obat dan bunuh diri.
C. Gangguan skizofreniafreniform. Kelainan ini melibatkan gejala dari skizofrenia tetapi
onset waktu yang kurang dari 6 bulan. Diagnosis ini sering dibuat setelah pasien
melewati episode psikotik. Banyak pasien dengan gangguan skizofreniafreniform akan
mengalami episode psikotik dan lebih jauh akan jatuh kedalam skizofrenia
D. Gangguan waham. Gangguan waham dicirikan dengan adanya keyakinan palsu tanpa
adanya gejala positif dan gejala negative yang ditemukan pada skizofrenia. Seperti
halusinasi, inkoherensi isi pikir ataupun kemiskinan isi pikir. Gangguan waham
cenderung terjadi pada pasien berumur 40 tahun dan insidennya hanya 0.02%, jauh lebih
sedikit dari skizofrenia. Pasien datang dengan 1 dari 3 waham. Waham paling sering
adalah waham persekutori. Pasien terlalu waspada terrhadadp bahaya yang mengancam
dan percaya bahwa mreka telah diganggu oleh satu atau bebrapa orang. Pada waham tipe
somatisasi, pasien percaya bahwa mreka memiliki anggota tubuh yang cacat. Pada
waham erotomania pasien merasa dicintai oleh orang yang hebat. Obat antipsikotik tidak
efektif untuk gangguan waham, terutama gangguan waham yang sudah berlangsung,
tetapi terapi supportive yang terfokus pada masalah yang berbasis kenyataan seringkali
bermanfaat, juga pengobatan depresi dan kecemasan yang menyertai. Skrining kegawatan
daruratan psikiatri seperti ide bunuh diri merupakan suatu hal yang penting.
E. Gangguan psikotik terinduksi. Atau lebih dikenal dengan folie a deux, kelainan
psikotik terinduksi ketika orang dengan gangguan waham atau gangguan psikotik
berhubungan dengan orang lain, biasanya pasangan atau kerabat atau keluarga. Orang
tersebut akan terbawa dalam waham pada orang dengan gangguan waham pada orang
pertama. Seperti contohnya, istri dari seorang pasien dengan skizzofrenia dapat secara
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 75
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
tiba tiba dia percaya dengan apa yang dikatakan suaminya. Tatalaksana harus melibatkan
konseling beroasangan atau konseling individual dari dua orang yang terkena gangguan
psikotik terinduksi. Informasi dari teman atau kerabat membantu klinisi untuk membuat
diagnosis ini.
F. Gangguan psikosis sesaat. Gangguan episode psikotik dapat terjadi pada pasien dengan
stress yang berat, atau bisa juga terjadi tanpa sebab yang jelas. Pasien yang hapir jatuh
kedalam gangguan kepribadian, yang secara umum memiliku RTA yang bagus, bisa jatuh
kedalam gangguan psikotik singkat akibat respon emosional atau penggunaan obat.
Karena pasien yang nyaris jatuh kedalam gangguan kepribadian memiliki ambang batas
yang rendah terhadap stress emosional, stressor yang ringan pun dapat berefek sama
dengan orang pada umumnya. Sebagai contoh pasien yang berada di ambang gangguan
kepribadian, yang sangat peka dengan masalah perceraian, dapat berkembang menjadi
gangguan psikosis selama sesaat setelah berpisah dengan pasanganya. Petunjuk untuk
diagnosis ini adalah riwayat mood yang mudah berubah ubah, yang sering didapat dari
teman dan keluarga, hubungan yang kurang harmonis terhadap teman dan keluarga dan
beberapa upaya untuk bunuh diri.
G. Psikosis onset akhir. Pasien lanjut usia, terutama yang semasa hidupnya memiliki
gangguan kepribadian, dapat berkembang menjadi gangguan waham dan gangguan
psikotik pada usia 60 tahun, 70 tahun atau 80 tahun. Gejala ini dapat berhubungan dengan
demensia awal dan / atau kelainan sistem saraf pusat yang tampak di CT scan atau MRI
otak. Dan obat antipsikotik dosis rendah dapat membantu meringankan gejala tersebut.
PERJALANAN PENYAKIT
1. Sindroma prodromal
Sindroma prodromal merujuk pada periode dari gejala minor yang mendahului onset dari
gangguan yang berkembang sepenuhnya. Meskipun skizofrenia dapat terjadi pada kepribadian
semua jenis, tetapi lebih mungkin terjadi di hadapan beberapa sifat kepribadian daripada yang
lain. Temuan paling umum adalah gangguan emosi dan gangguan social, ini merupakan orang
dengan tipikal pemalu, sensitive dan menarik diri dari social. Mereka menghindari pertikaian dan
cenderung menyendiri, sering berkhayal dan mundur ke dalam fantasinya. Tetapi banyak remaja
yang tidak menderita skizofrenia cocok dengan deskripsi sebelumnya. Hubungan antara
karakteristik kepribadian dan skizofrenia sangat kecil sehingga tidak dapat diprediksi apakah
individu tersebut akan berkembang menjadi skizofrenia.
2. Onset
Gejala akut seringkali sangat berbahaya sehingga tidak dapat diketahui awal mulanya. Pada
beberapa kasus, anggota keluarga akan menyadari terjadi penurunan nilai dan motivasi di
sekolah. Pasien akan menghabskan banyak waktunya di ruangannya, berpikir tentang filosofi
atau ide ide religious dan penurunan sosialisasi dengan teman, lebih menyendiri. Nantinya,
gejala psikotik akan Nampak sangat jelas. Sebagai contoh pasien akan mengeluh mendengar
suara atau memiliki keyakinan bahwa agen pemerintah telah mengintai lewat radio.
Perkembangan gejala psikotik akut sejalan dengan stres psikososial, seperti putusnya suatu
hubungan, atau berpindahnya dari rumah ke kuliah atai wajib militer. Pasien dapat saja
mengakhiri hidupnya sendiri dan sering dibawa ke ruah sakit sebagai “first psychotic break”
3. Perjalanan penyakit
Sekitar 10% pasien dengan skizofrenia onset baru akan membaik dan fungsi intelektual dan
kognitifnya akan semakin membaik. Sekitar 40 sampai 50% pasien memiliki periode remisi,
tetapi masih mengalami kesulitan dalam bekerja dan bersosialisasi. Sekitar 20 sampai 30% dari
seluruh pasien dengan skizofrenia akan memiliki gejala yang lebih parah dan menetap seumur
hidupnya, dengan fungsi kognitif dan intelektual yang sangat rendah. Tabel 4-1 merupakan
rangkuman indicator prognosis dari skizofrenia. Meskipun prevalensi skizofrenia hampir sama
pada laki laki atau perempuan, jenis kelamin merupakan indicator yang penting dari perjalanan
penyakit. Rata-rata usia pada wanita satu decade lebih tua dari pria. Secara fungsional wanita
tampak lebih baik daripada pria. Dosis obat anti psikotik juga lebih rendah pada wanita. Pada
pasien wanita dengan skizofrenia merupakan skizofrenia onset lambat (usia lebih dari 40 tahun)
dan lebih banyak menderita gejala mood (terutama depresi) sebagai symptom residual yang
menonjol.
PENGOBATAN SKIZOFRENIA
Obat antipsikotik merupakan obat wajib dari pengobatan skizofrenia. Terapi psoterapi individual
supportive, terapi kelompok, dan rehabilitasi vokasional merupakan modalitas pengobatan yang
penting. Pasien dengan disorganisasi pikiran dan skizofrenia paranoid yang membahayakan diri
sendiri dan orang lain atau mereka yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri, diperlukan
perawatan rawat inap. Apabila pasien tidak mau dirawat inap, maka terapi didasarkan pada
guideline yang berbeda beda pada tiap Negara. Pasien yang gagal pada terapi rawat inap,
mungkin perlu konservasi psikiatri dan rawat inap dalam jangka waktu 6 bulan atau lebih.
Para klinisi harus memperhatikan adanya perkembangan ke arah episode depresi atau gangguan
obsesi kompulsi pada pasien dengan skiozfrenia. Karena pasien sering memiliki afek yang datar
dan pikiran yang kacau, klinisi sering melewatkan episode depresi mayor, yang terjadi sekitar
60% dari pasien. Gejala obsesi kompulsi cukup sering timbul pada pasien dengan skizofrenia dan
dapat diperburuk dengan obat antipsikotik clozapine.
1. PENGOBATAN
Antipsikotik atau biasa dikenal sebagai neuroleptik atau major tranquilizer, dapat mengontrol
gejala skizofrenia. Meskipun mreka tidak menjanjikan kesembuhan, pengobatan ini dapat
menginduksi fase remisi dari gejala psikotik dalam 7 sampai 21 hari pada skizofrenia akut dan
dapat membantu mencegah rekurensi dari gejala tersebut. Obat ini bekerja dengan
mengantagonis reseptor dopain, khususnya tipe D2 pada sistem mesolimbic
Efek samping
Obat antipsikotik terdahulu memiliki beberapa efek samping berdasarkan mekanisme
kerja pada reseptor di basal ganglia dan hypothalamus. Gejala extrapiramidal (EPS), seperti
kontraksi otot wajah, leher, dan extermitas, sering terjadi pada pengobatan baru atau peningkatan
dosis obat antipsikotik. Efek ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan obat antikolinergik,
seperti benzotropine mesylate (Cogentin) atau diphenhydramine (Benadryl). Efek samping
Parkinson yang mirip dengan penyakit Parkinson juga dapat terjadi pada terapi dengan obat
antipsikotik. Pasien dapat terlihat dari abnormalitas cara berjalan , wajah yang kaku dan
kesulitan dalam memulai pergerakan.
Akathisia merupakan perasaan subjektif yang membuat pasien merasa gelisah yang
sering disalah artikan sebagai gejala dari kecemasan, akathisia dapat terjadi saat awal mula terapi
antipsikotik dan dapat diobati dengan mudah seperti pada EPS. Pada kebanyakan pasien beta
bloker seperti propanolol (inderal) lebih bermanfaat daripada antipsikotik untuk gejala ini.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU JIWA 78
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
[GANGGUAN MOOD : DEPRESI]
Gynecomastia (perbesaran payudara) dapat terjadi akibat efek jangka panjang dari neuroleptik.
Ginekomastia terjadi akibat bokade dopamine pada jalur tubular infundibulum yang
meningkatkan sekresi prolaktin. Ginekomastia, galaktorhea (produksi asi), amenorrhea, dan
penurunan gairah seksual merupakan efek samping yang cukup sering selain peningkatan berat
badan dan fotodermatitis.
Neurolepticmalignant syndrome (NMS) merupakan reaksi yang cukup jarang dari obat
neuroleptik tetapi merupakan kegawatdaruratan medis yang menyebaban kematian pada 30%
pasien apabila tidak ditangani. NMS biasanya terjadi ketika pengobatan awal atau peningkatan
dosis obat antipsikotik. Gejalanya ialah demam dengan disregulasi sistem saraf autonom,
mutisme, dan kekakuan otot. Peningkatan serum kreatinin (CPK) dapat membantu diagnosis
NMS. Terapi dapat berupa penghentian sementara obat antipsikotik, pemberian resusitasi cairan
dan pemberian terapi suportif.
Efek samping lainnya yaitu tardive dyskinesia (TD) terjadi setelah kumulasi paparan
obat, sering terjadi setelah pengobatan selama 10- 20 tahun. Tidak seperti efek samping lainnya,
TD merupakan efek samping irreversible, walaupun dengan penurunan dosis terapi. TD dapat
kambuh apabila dosis neuroleptik dinaikan. Keialinan paling sering adalah dyskinesia pada
mullut dan wajah. Wanita (khususnya wanita menopause), beberapa etnik, dan pasien lanjut usia
merupakan risiko tinggi untuk terjadinya TD, bahkan dalam jangka waktu yang cukup psingkat
(6 bulan). Pengobatan terbaik dari TDadalah mencegahnya. Karena dosis kumulatif dapat
menyebabkan TD, maka pasien yang menerima pengobatan dengan obat antipsikotik harus
diberikan dosis seminimal mungkin dan harus mempertimbangkan efektivitas pengobatannya.
Banyak pasien yang menerima obat antipsikotik merupakan pasien rawat inap dan panti
kesehatan jiwa yang kurang tepat, dan pasien ini merupakan pasien dengan risiko tinggi untuk
efek samping ini. Tidak hanya obat antipsikotik yang dapat menimbulkan efek samping ini,
beberapa obat anti emetic memiliki kandungan kimia yang mirip dengan obat antipsikotik.
Pasien yang menerima terapi dengan obat ini harus rutin dipatau gejala akathisia, NMS dan
sindome parkinsonian.
Gwen T, wanita 36 tahun dengan gagal ginjal, diujuk ke rumah sakit dengan dehidrasi
dan imbalans elektrolit. Pada perawatan hari ke 3 di rumah sakit Ia merasa sangat gelisah. Ia
kemudian diberikan 2 dosis diazepam (Valium) pada siang hari dan tetap gelisah seperti
sebelumny. Ny T kemudian berjalan mondar mandir di aulandan merasa kakinya tidak dapat
diistirahatkan. Ketika konsultasi ke psikiater menyadari bahwa pasien telah mengkonsumsi 2
dosis obat anti emetic selama 3 hari di rumah sakit. Gejalanya berkaitan dengan akathisia. Pasien
kemudian diberi difenhidramin dan dilaporkan terjadi penurunan gejala yang signifikan.
1. Meresepkan anti-psikotik untuk individu yang telah mendapatkan manfaat dari obat jenis
tersebut sebelumnya. Bila tidak diketahui, respon anggota keluarga terhadap anti-psikotik
sebelumnya dapat membantu memprediksi efektifitas obat
2. Pilihlah anti-psikotik dengan efek yang diinginkan dan efek samping yang dapat diterima.
Sebagai contoh, pasien muda skizofrenia yang agitasi mungkin mendapat manfaat dari
sedasi tinggi terkait dengan obat yang potensi lebih rendah seperti thioridazine atau
klorpromazine dimana obat yang sama dapat meningkatkan risiko jatuh pada orang tua
sebagai akibat sedasi tinggi dan penurunan tekanan darah
3. Edukasi pasien dan keluarga mengenai efek samping obat, bagaimana cara
mengidentifikasinya dari awal dan apa yang dilakukan apabila terjadi. Ini akan sangat
meningkatkan kepatuhan pasien
4. Memberi dosis yang adekuat selama 3-6 minggu sebelum memulai perubahan dosis
5. Pengunaan dua atau lebih obat anti-psikotik dari kelas yang sama tidak disarankan
6. Selalu diusahakan untuk menurunkan dosis setelah fase akut penyakit telah lewat karena
risiko tardive dyskinesia berhubungan dengan jumlah kumulatif dosis anti-psikosis.
Sehingga dosis maintenance yang lebih rendah direkomendasikan setelah fase akut
penyakit telah lewat. Pengunaan dosis tinggi anti-psikosis tidak disarankan karena studi
tidak dapat menunjukan keuntungan terapetik yang bermanfaat, sedangkan risiko efek
samping jangka pendek dan lama akan meningkat.
Agen Atipikal
Clozapine adalah anti-psikotik baru yang bekerja dengan memblokir reseptor D2, D3, D4 dan
S2. Karena efek samping yang jarang namun fatal, yaitu agranulositosis, diperlukan pemeriksaan
darah tiap minggu. Clozapine tidak berhubungan dengan risiko tardive dyskinesia dan terkadang
kambuh pada pasien psikotik yang resisten pengobatan. Risperidone, olanzapine dan quietapin
adalah antipsikotik terbaru yang mendapatkan persetujuan FDA. 3 Antipsikotik terbaru ini sama
efektifitasnya dengan obat sebelumnya dan mempunyai efek samping yang lebih sedikit.
2. PSIKOTERAPI
Anggota keluarga dapat menjadi stress oleh peran mereka dalam menjaga pasien
skizofrenia. Terkadang, anggota keluarga mempunyai ide yang tidak realistis mengenai
prognosis pasien, mereka yakin bahwa pasien dengan prognosis buruk dapat sembuh total suatu
hari. Pasien dan keluarganya dapat dibantu dalam mengatasi kenyataan penyakit kronis.
Penelitian menunjukan bahwa mengikutsertakan anggota keluarga dalam pengobbatan pasien
dengan skizofrenia mengurangi stress dan mempunyai efek positif dalam perjalanan penyakit
pasien. Manajemen kasus, psikoterapi suportif, rehabilitasi psikososial dan pekerjaan, perawatan
keluarga dan lingkungan yang sesuai adalah aspek yang penting dalam pengobatan skizofrenia
jangka panjang.
Rachel C., umur 33, mengalami kejadian psikotik pertama saat berumur 18 tahun.
Orang tuanya, keduanya adalah pengacara, menekankan pendidikan dan prestasi di
keluarga. Ketiga saudaranya semua professional atau sedang mengikuti program
paskasarjana. Nyonya C adalah anak paling muda dan sedang dalam tahun pertama di
universitas ternama ketika harus dirawat inap karena gejala skizofrenia, termasuk waham,
halusinasi dan pikiran bunuh diri.
inggu, kondisinya meningkat. Dia dapat berkonsenrtasi, pikirannya menjadi teratur dan
tidak mengalami halusinasi atau waham lagi.
Orang tuanya sangat gembira ketika ia dapat pindah ke apartemen sendiri 2 bulan
kemudian. Mereka sering menelfon dan mengunjunginya, juga memeluk dan
menciumnya karena merasa lega bahwa anaknya telah kembali. Mereka juga berasumsi
dia akan merasa semangat untuk melanjutkan studinya dan mendaftarnya di kelas musim
panas terdekat. Mereka focus terhadap bagiamana ia dapat menebus waktu yang hilang
dengan mengambil program kuliah akselerasi selama 3 tahun tanpa istirahat. Protes
Nyonya C ditenggelamkan oleh antusiasme orang tuanya.
Dua minggu setelah mulai kuliah, Nyonya C menjadi agitasi dan mempunyai
waham, yakin bahwa keluarganya memasang alat untuk menguping di otaknya dan di
tubuhnya untuk melihat pikiran dan gerakannya. Ia dirawatinap kembali dan team
psikiatrinya melakukan beberapa pendekatan untuk menyesuaikan pengobatannya dan
menawarkan psikoterapi untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Mereka juga
mengadakan beberapa sesi keluarga dan memperbolehkan orang tuanya untuk
menunjukan perasaan sedih, bersalah dan kemarahan mengenai penyakit anaknya, dan
memberitahu mereka bagaimana caranya berkomunikasi dengan anaknya secara suportif
dan tidak menganggu. Nyona C mengalami perbaikan yang cepat dan dapat hidup sendiri
lagi setelah satu bulan perawatan. Satu tahun kemudian, ia telah mengikuti kelas di
kuliahnya dan dapat menyelesaikan kuliahnya dengan laju yang lebih pelan.
Pasien skizofrenia terkadang bergantung pada nikotin dan berisiko bergantung pada
alkohol atau obat-obatan sehingga menyulitkan pengobatan. Sebagai contoh, dokter harus sadar
akan kemungkinan interaksi obat dengan alkohol dan pasien yang bergantung pada zat-zat, kecil
kemungkinanannya untuk meminum obat yang diresepkan dan lebih besar kemungkinannya
untuk melewati janji temu dokter untuk follow up.
Laju morbiditas dan mortalitas pasien dengan skizofrenia lebih besar dibanding populasi
umum. Insiden kejadian depresi, pengunaan obat dan masahal medis yang tidak diobati tinggi
pada pasien skizofrenia. Lebih dari 30% pasien mencoba membunuh diri pada suatu saat selama
penyakitnya, biasa saat periode depresi yang terkait dengan pengetahuan tentang kecacatan dan
kehilang yang berhubungan dengan penyakitnya. Insiden bunuh diri pada skizofrenia adalah 10-
15%. Pasien skizofrenia sering kali mengalami penurunan secara sosial ekonomi, juga memiliki
akses terbatas untuk sumber daya medis dan sosial sehingga memperburuk prognosis.
Pola perawatan pasien dengan skizofrenia telah berubah drastic dalam 3 dekade terakhir.
Penemuan obat anti-psikotik pertama, klorpromazine, mengubah peraturan yang ada,
mengeluarkan pasien skizofrenia yang sebelumnya menjadi tahanan di rumah sakit jiwa. Namun
karena adanya penurunan anggaran untuk pelayanan kesehatan masyarakyat dan tingginya
insiden ketidak-patuhan pasien dengan obat dan follow-up, banyak pasien tidak mendapatkan
pengobatan teratur. Di suatu titik waktu, 40% pasien skizofrenia tidak mendapatkan pengobatan
dan 15% pasien tidak pernah mendapatkan pengobatan seumur hidup.
Insiden pasien skizofrenia yang masuk rawat inap rumah sakit jiwa meningkat dan
kemungkinan untuk dirawat inap kembali dalam 2 tahun sebesar 50%. Pasien skizofrenia
menempatkan 25% dari semua ranjang rumah sakit di Amerika tiap tahunnya dan setengah dari
semua ranjang rumah sakit jiwa. Diantara 15-30% tahanan penjara dan lebih dari sepertiga
tunawisma mempunyai skizofrenia. Berkelompok di daerah perkotaan dan di tingkat social
ekonomik yang lebih rendah, pasien dengan skizofrenia mempunyai insiden tinggi pengunaan
obat-obatan, bunuh diri, pengasingan dari keluarga dan masyarakyat.
Pasien skizofrenia biasanya mendapatkan reaksi emosional yang kuat dari orang sekitarnya.
Dokter mungkin dapat menemukan diri mereka bingung, secara emosional jauh atau marah
ketika berinteraksi dengan pasien, dan memberi jarak dari pasien skizofrenia. Pasien dengan
gangguan psikotik sering menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan diantara petugas
kesehatan oleh karena gejalanya seperti delusi dan halusinasi. Kejadian ini lebih sering ditemui
pada kasus depresi, mania atau keadaan anxietas, dimana pasien terlihat memiliki lebih banyak
kesamaan dengan dokter dan dapat merasakan empati dan pengertian.
Aspek Budaya
Faktor budaya mempengaruhi expresi gejala dan repon komunitas dalam semua
gangguan psikiatri. Pasien yang berasal dari budaya Asia, Amerika latin dan Afrika memiliki
insiden halusinasi visual yang lebih tinggi. Orang Latin dikabarkan mengalami halusinasi dan
waham berhubungan dengan agama lebih tinggi, serta halusinasi tentang Tuhan dan santo-santo
juga sering ditemukan. Konten delusi juga dipengaruhi faktor budaya, sehingga pasien
skizofrenia percaya bahwa mereka sedang dikejar oleh CIA di Amerika atau penyihir dan roh-
roh di negara berkembang seperti Afrika atau Asia.
Salah diagnosis juga dapat diakibatkan oleh salahnya interpretasi gejala atau penilaian
status mental. Latar belakang budaya pasien harus selalu dipertimbangkan. Pasien Afrika-
Amerika dan Latino yang berasal dari tingkat sosio-ekonomi rendah, yang depresi atau mania
disertai gejala psikotik dapat disalah diagnose menjadi skizofrenia. Pasien ini serignkali diberi
anti-psikotik terlalu banyak dan tidak mendapat anti-depresi atau mood stabilizers yang cukup.
Pasien Afrika-Amerika skizofrenia yang diberi dosis tinggi anti-psikotik yang tidak sesuai dapat
berakibat efek samping yang lebih banyak dan meningkatkan risiko jangka panjang gangguan
perilaku ireversibel. Pasien dengan budaya kepercayaan dalam ilmu sihir dan supernatural dapat
menjadi risiko salah didiagnosis sebagai skizofrenia.
Pasien psikotik dapat terlihat sangat berantakan, menunjukan perilaku yang menganggu atau
mempunyai kecenderungan bunuh diri atau membahayakan. Di banyak keadaan, pasien dapat
ditahan untuk evaluasi psikiatri selama beberapa hari secara diskret. Keadaan tersebut dapat
dilakukan untuk pasien yang memabahayakn dirinya atau orang lain atau pasien yang tidak
mampu untuk menyediakan makanan, pakaian atau tempta tinggal untuk dirinya sendiri.
Pengobatan Involunter
Beberapa membedakan antara perawatan inap involunter dengan yang berkompetensi untuk
menolak pengobatan. Pasien yang dapat menjelaskan keuntungan dan kerugian medapatkan
pengobatan anti-psikotik dan tidak mendapatkan tidak bisa dipaksa untuk menerima pengobatan
secara legal. Pengecualian diberikan untuk pasien yang sangat agitasi, kecenderungan bunuh diri
atau pasien yang agresif. Terdapat opini lain dimana pasien dapat diikat tangannya bilang tidap
bisa diberikan pengobatan yang dapat menekan gejala halusinasi, paranoid dan alur pikir yang
tidak teratur.
Pengembangan dan percobaan obat-obatan baru untuk skizofrenia dapat menimbulkan masalah
etik. Dalam satu kasus, terdapat percobaan anti-psikotik baru di tempat penelitian universitas dan
anggota keluarga menemani anakya dalam memutuskan untuk mengikuti percobaan. Beberapa
bulan kemudian, keluarga pasien protes bahwa tidak dia atau anaknya yang dengan skizofrenia,
mengetahui bahwa suatu fase perawatan melibatkan mengganti obat pasien dengan plasebo.
Selama fase pertama percobaan, obat baru tersebut sangat menurunkan delusi pasien namun ia
mengalami kambuh kembali dengan cepat saat obatnya dihentikan. Perlindungan apa yang perlu
dilakukan dalam penelitian melibatkan pasien skizofrenia? Apakah ada potensi masalah ketika
anggota keluarga diminta untuk memberikan persetujuan pengobatan ketika penilaian pasien
terganggu oleh psikosisnya? Bagaimana obat-obatan baru diuji secara efektif bila uji coba obat
tersebut tidak dilakukan dalam kondisi ‘double blind’?
Pasien skizofrenia mungkin menderita hilangnya hubungan dengan realitas, melalui waham,
ambivaensi dan pemikiran tidak teratur yang dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk
membuat pilihan terkait medis. Adanya waham atau halusinasi tidak berarti pasien tidak dapat
memutuskan pilihan secara rasional mengenai perawatan medis, walau itu dapat membuat situasi
lebih rumit. Perawatan inap psikiatri secara involunter juga tidak menghilangkan hak pasien
untuk menolak perawatan. Seperti kasus selanjutnya:
termasuk penampilan publik di beberapa pertunjukan karya seni. Stres yang disebabkan
kesuksesannya menyebabkan satu episode psikosis dimana suara-suara menyuruh pasien
untuk memotong tangannya yang digunakan untuk melukis. Dalam kondisi psikotik, ia
telah mengembangkan keyakinan bahwa tangannya jahat. Pasien sampai di ruang
emergensi rumah sakit terdekat, terlihat agitasi, berdarah dan dalam keadaan syok,
memegang kantong kertas berisi tangan yang terputus. Sebelum disedasi, pasien teriak
untuk tidak menyambungkan tangannya kembali.
Dokter bedah dan ahli anestesi berpikir bahwa pemasangan kembali tangan pasien
dikontraindikasikan mengingat penolakannya untuk memberi informed consent dan
keinginannya yang menyatakan sebaliknya. Mereka juga khawatir akan ada gugatan
karena melawan keinginan pasien. Namun psikiater konsultasinya berdebat bahwa dalam
keadaan psikotik, pasien dapat menjadi sangan ambivalensi tentang keinginannya.
Sebagai bukti, pada kenyataannya pasien membawa tangan terputusnya ke ruang
emergensi.
Tangan pasien akhirnya disambungkan dan fungsi kembali secara normal. Setelah
pengobatan dengan anti-psikotik, pasien mengungkapkan rasa terima kasihnya ke dokter
karena telah melanjutkan operasinya.
Masalah ini menimbulkan kekhawatiran tentang otonomi dan kebaikan dokter. Apakah mungkin
untuk membedakan keinginan pasien yang dalam keadaan psikotik dan apa yang mereka
inginkan ketika berpikir jernih? Jika menghormati otonomi pasien, bagaimana bisa menghadapi
keinginan yang berlawanan pada pasien yang ambivalensi tentang apa yang ia inginkan? Pada
titik apa kebutuhan khusus pasien psikiatri menjadi terlalu banyak untuk sistem? Dan kapan
seorang dokter menjadi pendukung sistem pelayanan kesehatan, dibandingkan untuk pasien?
KESIMPULAN
Skizofrenia merupakan suatu kondisi seumur hidup. Gejala umum berupa halusinasi, paranoid,
waham, menarik diri dan perubahan personalitas. Penyebab mesid selalu harus disingkirkan
ketika pasien datang dengan gejala psikotik. Obat-obatan dan psikoterapi dapat membantu untuk
meredakan gejala tapi belum ditemukan pengobatan kuratif. Dokter yang merawat pasien
skizofrenia harus sadar akan reaksi emosi yang kuat dan masalah hukum dan etis yang dapat
merumitkan perawatan pasien. Pencarian penyebab definitive dan pengobatannya masih menjadi
salah satu tantangan dan tujuan dari psikiatri modern.