Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

FISIOLOGI TEKNOLOGI

DAGING DAN IKAN

Disusun Oleh :
Alvia Nur Cahyani 171710101085

Asisten : 1. Lilik Krisna Mukti

2. Ika Wahyuni

3. Seno Pratama Putra

4. Afina Desi Wulandari

5. Livia Wahyuni

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging dan ikan merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat indonesia.daging dan ikan mudah ditemui pada pasar, supermarket, dll.
pada daging dan ikan terdapatprotein dan mengandung lemak dan asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang sertabeberapa jenis mineral dan vitamin. Maka
dari itu daging dan ikan perlu dikonsumsi untukmemenuhi kebutuhan gizi. Pada ikan
memiliki jaringan ikat yang lebih sedikit sehingga padaikan ini mudah dicerna
sedangkan pada daging memiliki jaringan ikat yang banyak sehinggapada daging sulit
dicerna.
Daging merupakan bagian dari hewan potong yang digunakan manusia
sebagai bahan makanan,selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga
merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. pada daging memiliki daya
cerna yang sulit hal ini dikarenakan pada daging memiliki jaringan yaitu jaringan
otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat. Pada daging terdapat komponen kimia seperti
air, protein, lipida, karbohidrat, mineral, vitamin, pigmen daging (mioglobin). Daging
yang baik memiliki ciri-ciri berwarna merah segar, berbau aromatis,memiliki
konsistensi yang kenyal dan bila ditekan tidak banyak mengeluarkan cairan.Ikan
merupakan salah satu komoditi pangan yang berasal dari perairan. Pada ikan
mengandung komposisi kimiawi seperti protein, lemak, karbohidrat, garam-garam
mineral, vitamin, zat-zatwarna, enzim, air dan cita rasa. Ikan yang baik memiliki ciri-
ciri kenampakan segar dan cerah,elastis, daging pada ikan kenyal, warna insang
sudah coklat gelap, belum ada tanda-tanda baubusuk bau asam/ bau-bau yang lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas daging adalah Faktor sebelum
pemotongan yangdapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik,
dan mineral), serta keadaan stres. Faktorsetelah pemotongan yang mempengaruhi
kualitas daging adalah metode pelayuan, metodepemasakan, tingkat keasaman (pH)
daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempukdaging), lemak intramuskular
(marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam ototdaging, serta lokasi
otot (Astrawan 2008). Pada daging dengan susut masak (cooking loss) yangrelatif
rendah lebih baik daripada daging dengan susur masak yang relatif rendah
begitu jugapada drip loss.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Mengamati perbedaan daging/ikan ayam segar dan yang kurang segar.
2. Mengetahui kualitas daging/ikan berdasarkan ikatan penyebaran lemak
intramuscular (marbling).
3. Mengetahui ciri-ciri daging dari berbagai jenis spesies.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Komposisi Bahan

2.1.1 Daging Sapi

Daging sapi merupakan daging yang diperoleh dari.sapi yang biasa dan umum
digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Daging sapi memiliki warna merah
terang, mengkilap, dan tidak pucat. Sapi pedaging dapat dibedakan dari jenis kelamin
dan umur, dimana dengan perbedaan tersebut akan membedakan mutu dari daging
sapi. Pada saat hewan dipotong akan diperoleh karkas dan non karkas. Dari seekor
sapi yang beratnya 500 kg, akan diperoleh 350 kg karkas dan 270 kg daging
(Susilawati, 2001).
Daging sapi yang sudah ditrimming atau dihilangkan lemaknya mengandung
banyak zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dan merupakan sumber protein yang
sangat baik, sumber omega-3 rantai panjang (DHA, EPA and DPA), lemak tak jenuh,
vitamin B12, niasin, vitamin B6, vitamin B5, vitamin D, riboflavin, zat besi, seng,
fosforus, selenium, mengandung kadar lemak yang relatif rendah, dan memiliki kadar
komposisi kolesterol yang sesuai untuk tubuh. Selain zat gizi tersebuat daging tanpa
lemak kaya akan sumber antioksidandan senyawa bioaktif seperti taurin, karnitin,
CLA (conjugated linoleic acid), carnosin, glutathione, kreatin, dan kolin. Komposisi
daging menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan
(2004), dalam 100 gram daging dapat dilihat pada Tabel 2,1
Tabel 2.1. Komposisi daging sapi tiap 100 gram bahan

Komponen Jumlah
Kalori (kal) 207,00
Protein (g) 18,80
Lemak (g) 14,00
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 170,00
Besi (mg) 2,80
Vitamin A (SI) 30,00
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 66,00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)

2.1.2 Daging Ayam

Daging ayam sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Tekstur


dagingnya yang lembut membuatnya banyak disukai oleh berbagai kalangan baik
dewasa dan anak-anak. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani
yang baik terutama untuk anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan.
Dianalisa dari nilai gizinya yaitu daging ayam mengandung komposisi air,
protein, zat kalsium, zat fosfor dan zat besi. Daging ayam juga mengandung vitamin
A, C, E dan asam lemak tak jenuh. Daging ayam tidak boleh berada dalam suhu
ruang (25°) lebih dari 3 jam karena daging ayam mengandung kadar air dan protein
yang sangat tinggi sehingga dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri. Daging yang segar dapat disimpan dalam kulkas
2.1.3 Daging Kambing

Daging kambing merupakan hasil dari pemisahan karkas hewan kambing.


Daging kambing memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan daging sapi. Namun,
daging kambing memiliki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta
aroma daging kambing yang khas goaty (Usmiati, 2010). Daging kambing memiliki
cirri yang khas, yaitu hampir tidak memiliki lemak dibawah kulit, kelebihan
lemaknya ditimbun sebagai lemak yang tersebar diantara serat daging dan memiliki
ciri bau yang khas (Tiven, dkk., 2007). Komposisi daging kambing per 100 gram
bahan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2.2. Komposisi daging kambing per 100 gram bahan
Komponen Jumlah
Kalori (kal) 154,00
Protein (g) 16,60
Lemak (g) 9,20
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 124,00
Besi (mg) 1,00
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 70,30
Sumber : Cahyono (1988) dalam Tiven, dkk. (2007)
2.1.4 Daging Babi

Babi adalah sejenis hewan ungulata dan merupakan hewan yang aslinya
berasal dari Eurasia. Dalam ilmu biologi, babi termasuk kingdom Animalia, Filum:
Chordata, kelas Mamalia, Ordo Artiodactyla, Familia Suidae, dan Genus Sus. Babi
memiliki banyak spesies, di antaranya adalah sebagai berikut : Sus barbatus, Sus
bucculentus, Sus cebifrons, Sus celebensis, Sus domesticus, Sus heureni, Sus
philippensis, Sus Salvanius, Susscrofa, Sus timoriensis, dan Sus verrucosus. Dalam
mata rantai makanan, babi termasuk omnivora, yang berarti mengkonsumsi baik
daging maupun tumbuh-tumbuhan.
Pemotongan babi adalah kegiatan untuk menghasilkan daging babi yang
terdiri dari pemeriksaan ante mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan
dan pemeriksaan post mortem. Pemeriksaan ante mortem adalah pemeriksaan
kesehatan babi sebelum disembelih. Penyelesaian penyembelihan adalah kegiatan
menguliti dan mengerjakan lebih lanjut babi yang telah disembelih guna
memungkinkan pemeriksaan dagingnya. Pemeriksaan post mortem adalah
pemeriksaan daging babi dan hasil ikutan pemotongan babi sebelum dikeluarkan dari
rumah pemotongan babi. Daging babi adalah bagian-bagian babi yang disembelih dan
lazim dimakan manusia termasuk isi rongga perut dan dada.
Komposisi kimia daging bervariasi di antara spesies, bangsa, atau individu
ternak, dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta nutrisinya. Nilai nutrisi
daging berhubungan dengan kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan
vitamin yang terdapat dalam daging tersebut. Kontribusi kalori dapat berasal dari
protein, lemak, dan karbohidrat dalam jumlah yang terbatas, sedangkan kontribusi
kalori sebagai bahan pangan yang lebih vital berasal dari protein, mineral tertentu,
dan vitamin B (Suardana dan Swacita, 2008). Protein adalah komponen bahan kering
yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging
mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest et al,
1975 ; Frankel, 1983). Selain protein, daging mengandung air, lemak, karbohidrat dan
komponen anorganik. Daging mengandung sekitar 75 persen air dengan kisaran 68-
80 persen, protein sekitar 19 persen (16-22 persen) ; substansi-substansi non protein
yang larut 3,5 persen serta lemak sekitar 2,5 persen (1,5-13,0 persen) dan sangat
bervariasi (Forrest et al., 1975 ; Lawrie, 1979).

2.1.5 Ikan Laut

Ikan adalah hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah dingin
dimana hidupnya dilingkungan air, pergerakan dan keseimbangan dengan
menggunakan sirip serta pada umumnya bernafas dengan insang (Rahardjo, 1980).
Secara teori para ahli memperkirakan ada sekitar dua puluh ribu sampai dengan
empat puluh ribu spesies yang mendiami permukaan bumi ini, dan empat ribu
diantaranya menghuni perairan Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar. Dalam
perairan Indonesia yang sangat luas ini mengandung ± 6000 jenis ikan yang belum
teridentifikasi dan ini merupakan sumberdaya hayati perikanan yang potensial bila
dikelola secara maksimal

Daging ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah didapat karena harganya yang
terjangkau. Banyak jenis ikan yang dikembangkan di Indonesia meliputi perikanan air
tawar, air asin (laut), dan air payau atau tambak (Mareta, 2011). Perhatian terhadap
ikan berharga murah dan pemprosesannya menjadi bahan makanan yang berharga
lebih mahal merupakan hal yang diperlukan oleh negara-negara yang mempunyai
sumber perikanan yang besar. Ikan merupakan makanan manusia yang paling utama
sejak awal abad dari sejarah manusia. Daging ikan banyak mengandung protein dan
lemak, seperti juga pada daging-daging hewan ternak. Daging ikan mudah dicerna
dibandingkan tumbuh-tumbuhan. Ikan banyak mengandung unsur organik dan
anorganik, yang berguna bagi manusia. Ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap
dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Namun ikan juga cepat
mengalami proses pembusukan setelah ditangkap dan mati. Hal itu disebabkan ikan
memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga dengan cepat mengalami
pembusukan.Adapun komposisi kandungan ikan dapat di lihat pada Tabel 2.3 sebagai
berikut:
Tabel 2.3. Komposisi Ikan
Kandungan Besaran (%)
Protein 16-24
Lemak 0,2-2,2
Air 80
Mineral (Ca, Na, K, J, Mn)
Vitamin (A, B, C)
Sumber: Susanto, 2006.

2.2 Karakteristik Fisik dan Kimia Bahan

2.2.1 Daging Sapi

Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang
masih terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma, daging sapi sangat
khas (gurih) (Usmiati, 2010). Sifat-sifat juga meliputi nilap pH daging, daya ikat air
(DMA), susut masak, dan keempukan. Selanjutnya, dari nilai sifat-sifat fisik ini dapat
dilihat kualitas daging tersebut.

a. Ph Daging
Pengaruh stres sesaat sebelum pemotongan terhadap bermacam-macam otot
sapi sangat bervariasi. Misalnya, sejumlah otot mengalami peningkatan cairan
daging, sementara otot lain dapat menjadi kering. Stres sebelum pemotongan, seperti
iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan
akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9)
Setelah pH menurun pasca pemotongan, kemudian pH akan mencapai konstan
pada beberapa waktu dan waktu ini bertambah meskipun daging dalam keadaan
dingin dan akan naik lagi pH-nya pada kontaminasi dan kondisi membusuk. Bila pH
mencapai 6,7 atau lebih, secara objektif pembusukan telah terjadi dan akan terbentuk
perubahan bau, warna, dan susunan komposisinya.
Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan
dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini akan terbatas bila glikogen
terdeplesi karena lelah, kelaparan, atau takut pada hewan sebelum dipotong.
Berhubung pH adalah faktor penentu pertumbuhan bakteri yang penting, maka jelas
bahwa pH akhir daging memang penting untuk ketahannya terhadap pembusukan.
Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan
tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal
ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu
sendiri.

b. Daya Mengikat Air


Nilai daya mengikat air oleh protein daging ditentukan dengan metode
pengepresan menurut Hamm (Swatland, 1984). Penurunan nilai daya ikat air oleh
protein daging, dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi
kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau
keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Proses
pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat
air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya
ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan
yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan
yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging
tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998). Penurunan nilai daya mengikat air juga
dapat meningkatkan nilai susut masak.
c. Susust Masak
Susut masak merupakan persentase berat daging yang hilang akibat
pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu pemasakan. Daging dengan
susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging
dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi selama
proses pemasakan akan lebih sedikit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi(P<0,05) antara jenis
ternak dan lama postmortemnterhadap susut masak daging. Rataan susut masak
daging sapi pada 4 jam postmortemnyata lebih tinggi. Menurut Lawrie (2003), nilai
susut masak daging cukup bervariasi yaitu antara 1,5% sampai 54,5% dengan
kisaran 15% sampai 40%. Hal ini menunjukkan bahwa susut masak yang
diperoleh pada berbagai jenis ternak dengan lama postmortem yang berbeda adalah
bervariasi. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan
dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot.
Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik
daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, karena kehilangan nutrisi
selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Menurut Shanks et al. (2002), besarnya
susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air
yang keluar dari daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat
air.
Susut masak daging sapi dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air.
Semakin tinggi daya ikat air, semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini diikuti
oleh turunnya persentase susut masak daging sapi. Rataan susut masak daging sapi
yang didapatkan dari penelitian ini menurun sebanding dengan penurunan kadar air.
Daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik
karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah.
Nilai susut masak daging sapi yang disimpan beku selama 0 sampai 6 bulan
pada temperatur -180 C menunjukkan peningkatan secara nyata sampai dengan lama
penyimpanan 2 bulan dan tidak berbeda nyata pada penyimpanan beku selama 3
sampai 6 bulan). Hal ini dikarenakan selama penyimpanan beku terjadi perubahan-
perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein
otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging akibat dari
pembekuan dan penyimapan beku daging .

d. Keempukan
Nilai keempukan daging ditentukan dengan metode shear press menurut
Warner-Blatzer (Bouton et al., 1971). Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat
keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi
keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu
berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut
daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong. Faktor yang
mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem (sebelum
pemotongan) seperti genetik (termasuk bangsa, spesies, dan status fisiologi), umur,
manajemen, jenis kelamin, serta stres, dan faktor postmortem (setelah pemotongan)
yang meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan/pemasakan (aging), pembekuan
(termasuk lama dan temperatur penyimpanan), dan metode pengolahan (termasuk
metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk). Keempukan daging dapat
diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya,
semakin empuk daging tersebut.
Secara kimia karakteristik daging sapi meliputi kadar air, kadar lemak, nilai
pH dan kadar protein. Menurut Nugroho (2008), bahwa nilai kadar air sapi adalah
77,5±0,4% untuk bangsa sapi Bos Indicus, sedangkan untuk sapi bangsa Bos Taurus
adalah berkisar antara 72,4 74,8% (Boles and Shand, 2008). Nilai pH akhir yang
tinggi (diatas 5,9) dapat mengakibatkan tingginya (diatas 75%) kadar air karena air
terikat secara kuat oleh protein.
Kandungan lemak sapi berkisar antara (0,5 13,0%), yang terdiri dari lemak
dan lemak netral meliputi; fosfolipid, serebrosid dan kolesterol berkisar antara (0,5
1,5%) (Buckle et al., 2007). Kadar lemak tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
diantara pasar Dinoyo, Blimbing, dan Besar. Namun dari hasil diperoleh, kadar lemak
untuk Pasar Besar cenderung paling tinggi (15,43%) daripada pasar Dinoyo dan
Blimbing.
Buckle et al. (2007), menyatakan bahwa protein daging sapi berkisar antara
16 22%. Penelitian Wistuba Kegley, and Apple (2006), memperoleh hasil rata-rata
kadar protein daging dari sapi Angus Crossbred kastrasi sekitar 15,2%. Bila
dibandingkan dengan penelitian ini, penelitian Witsuba et al. (2006), mendapatkan
kadar protein daging lebih rendah.
2.2.2 Daging Ayam
Secara Fisik daging ayam segar memiliki ciri-ciri warnanya merah, bau darah
segar serta teksturnya kenyal. Warna daging merah bisa dipertahankan dalam
pengolahan dengan memberikan asam sendawa atau garamnya/natrium nitrit (Tim
Penulis IPB, 2007). Selain itu, ciri-ciri daging yang segar dapat diketahui melalui uji
fisik untuk mengetahui tingkat kelezatan pada daging. Daging yang baik mempunyai
ciri-ciri yaitu bila ditekan dengan jari dapat kembali dengan cepat, daging kukuh atau
sulit koyak, dan daging lembut (Purba dkk., 2005).
Dalam sifat atau karakteristik kimia daging ayam mempinyai kandungan air
55,9 g; zat besi 1,5 mg; fosfor 200 mg; kalori 302 kal; kalsium 14 mg; lemak 25,0
gram; protein 18,2 g dan vitamin B1 0,08 mg (Sumber: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1996).
2.2.3 Daging Kambing
Secara Fisik daging kambing tergolong ke dalam daging merah, memiliki
kadar lemak total dan kalori yang rendah (USDA 2001), sehingga ia dianggap sebagai
daging sehat (Anaeto et al. 2010). Daging kambing telah digunakan sebagai makanan
terapi pada pasien hiperlipemik di rumah sakit Staten Island Medical Center (Addrizo
2000). Adapun nilai rata-rata standard dari dahing sapi, dapat dilihat dari tabel 2.4
Tabel 2.4. Nilai rataan (± standard deviasi) komponen karkas kambing antan pada
dua kelompok umur

Komponen < 1,5 tahun (n=5) > 1,5 tahun (n=4)


Bobot potong (kg) 16,40±2,51 18,25±4,5
Bobot karkas (kg) 7,20±1,40 7,15±2,03
Persentase karkas (%) 43,83±4,97 38,88±4,12
Bobot paha belakang (kg) 2,51±0,55 2,34±0,62
Bobot daging paha 1,30±0,36 1,14±0,41
belakang (kg) 51,19±4,76 48,47±9,10
Persentase daging paha 17,81±1,86 15,95±3,14
belakang (%)
Persentase daging paha
belakang terhadap karkas
(%)

Dhanda et al. (2003) menjelaskan bahwa pada bobot potong yang sama tidak
menyebabkan perbedaan profil karkas pada kambing yang berbeda jenis.
Kecenderungan serupa dijumpai pada penelitian ini, kedua kelompok umur ternak
memiliki profil karkas yang tidak berbeda karena memiliki kisaran bobot potong
yang cenderung sama.
Menurut Ginting & Mahmilia (2008), bobot potong kambing Kacang jantan
pada umur 9-18 bulan berkisar antara 14-24 kg dan pada umur > 18 bulan berkisar
22-30 kg. Dibandingkan dengan penelitian ini, bobot potong ternak kelompok umur <
1,5 tahun sama dengan literatur, sedangkan bobot potong ternak kelompok > 1,5
tahun cenderung lebih rendah. Hal ini disebabkan bobot potong maksimum pada
kelompok > 1,5 tahun adalah 24 kg, menunjukkan bahwa kambing yang digunakan
memiliki performans lebih kecil.
Hasil penelitian Sunarlim & Setiyanto (2005) menunjukkan bahwa kambing
jantan umur 1 tahun dengan perlakuan penggemukan selama 4-5 bulan memiliki
bobot karkas 10 kg, persentase karkas 43,8% dan persentase daging paha tanpa lemak
20,5%. Hasil serupa juga dijelaskan oleh Musahidin (2006), persentase karkas
kambing Kacang berkisar 44%.

Secara Kimia daging kambing sehat ditinjau dari kadar lemak yang rendah
(0,35-0,45 g/100 g) dari kadar lemak daging merah pada umumnya (1,5-4,7 g/100 g),
komposisi asam amino fungsional, kandungan asam lemak yang dibutuhkan
(desirable fatty acid) dalam jumlah yang cukup tinggi (70%) serta memiliki rasio
omega 6 : omega 3 yang sesuai (1,83-1,24) dengan angka yang direkomendasikan
oleh American Heart Association 2008 yakni < 4(mirdhayanti dkk, 2014)

2.2.4 Daging Babi

Warna daging babi adalah putih dan banyak ditemui serabut putih. Jumlah
mioglobin pada daging babi sekitar 0,038%. Karkas babi rata-rata berwarna pucat
karena selain banyak mengandung serabut putih anaerobik juga kandungan
glikogennya tinggi. Flavor dan aroma pada daging babi tidak jauh berbeda dengan
spesies lain. Pork yang disimpan lama sebelum pemasakan dapat mempunyai flavor
seperti keju, karena ransiditas lemak (Soeparno, 2005).
Prekursor flavor daging spesies babi adalah substansi nonprotein yang larut
dapam air. Prekursor flavor daging babi terdiri dari dua subfraksi, yaitu fraksi yang
mengandung asam amino dan fraksi yang mengandung gula pereduksi. Pemanasan
masing-masing subfraksi tidak menghasilkan flavor yang spesifik daging, tetapi
pemanasan kombinasi kedua subfraksi dapat menghasilkan aroma daging. Daging
babi mempunyai aroma yang identik dengan daging sapi dan domba. Fraksi volatil
daging dari spesies babi adalah sagat serupa dengan fraksi volatil pada sapi dan
domba. Sementara penyimpangan aroma atau bau spesifik daging babi jantan yang
disebut bau boar, terutama disebabkan oleh senyawa yang terdapat didalam lemak
yang tidak tersabun yang telah diidentifikasi sebagai 5α-androst-16 ene-3-one
(Soeparno, 2005). Menurut Lawrie (1995), bahwa angka Iodium pada babi jauh lebih
tinggi dari ruminan dan terdapat perbedaan lain yang terlihat besar, yaitu kadar asam
linoleat dalam lemak babi lebih tinggi.
2.2.5 Ikan Laut
Secara Fisika betuk dan berat ikan berbeda beda, tergantung jenis ikannya.
Tektur ikan rata-rata lunak tidak keras. Warna daging ikan dominan putih. Secara
kimia kandungan Ikan kaya akan manfaat karena merupakan sumber protein bagi
tubuh. Selain itu ternyata ikan juga mengandung berbagai zat yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan. Kandungan zat gizi yang terdapat pada ikan segar seperti Omega 3,
Vitamin A, Vitamin D, Vitamin B6, Vitamin B12, Yodium, Fluor,
2.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Bahan
Pertumbuhan mikroba pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan
setiap mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu
jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap
pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang
optimum untuk masingmasing mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan kapang atau khamir. Faktor – faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikrobia yaitu :
a. Activity of water (aw)
Aktivitas air menunjukkan jumlah air di dalam pangan yang dapat digunakan oleh
mikrobia untuk pertumbuhannya. Mikrobia mempunyai kebutuhan aw untuk
pertumbuhannya, dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau
berkembang biak.
b. Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing – masing dan memiliki pH
optimum yang berbeda – beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada
kisaran pH 8,0 – 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat
merusak.
c. Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplay nutrisi sebagai
sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah :
karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil
logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber – sumber nutrini ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah
kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga
mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu,
prinsip dari pada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk
mengelominir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar
pertumbuhannya terkendali.
d. Suhu/ Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan
pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua
cara yang berlawanan Pertama yaitu apabila suhu naik maka kecepatan
metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun,
maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan diperlambat.
Kedua apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan
terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi
mati. Berdasarkan hal diatas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan
mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka
pertumbuhan terhenti.
2. Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan
optimum. (disebut juga suhu inkubasi)
3. Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnnya maka
pertumbuhan tidak terjadi.
e. Kelembaban
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab akan mudah menyerap air
sehingga nilai aktivitas air (aw) meningkat. Kenaikan aw akan mengakibatkan
mikrobia mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan.
f. Konsentrasi
Konsentasi adalah istilah umum untuk menyatakan banyaknya bagian zat terlarut
dan pelarut yang terdapat dalam larutan. Konsentrasi dapat dinyatakan secara
kuantitatif maupun secara kualitatif. Untuk ukuran secara kualitatif, konsentrasi
larutan dinyatakan dengan istilah larutan pekat (concentrated) dan encer (dilute).
Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pangan yaitu :
a. Kadar air yang tinggi : kandungan air yang tinggi akan memicu proses
biologis yang dapat menyebabkan kerusakan.
b. Suhu : suhu yang ekstrim akan dapat menyebabkan penurunan mutu produk
pangan, sesuai dengan hukum Vant Hoff, bahwa kenaikan suhu 10oC akan
menyebabkan reaksi berlipat dua kecepatannya.
c. Tempat penyimpanan : tempat penyimpanan yang salah akan menyebabkan
kerusakan pada pangan, kerusakan tersebut antara lain karena :
d. . Kerusakan karena fisik atau mekanis seperti terhimpit, terjatuh ataupun
terbantingnya bahan pangan.
e. Umur simpan : waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi
penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu
tertentu.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Baskom
2. Pisau
3. Telenan
4. Gelas ukur
5. Beaker glass
6. Neraca analitik
7. Lepean
8. Label
9. Plastik
10. pH meter
11. Rheotex
12. Waterbath

3.1.2 Bahan

1. Daging sapi
2. Dahing ayam
3. Daging kambing
4. Daging babi
5. Ikan laut
6. Aquades
3.2 Skema Kerja

3.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar

a Prosedur daging segar dan kurang segar

Bahan

Pengamatan sampel secara langsung

Pengambilan foto

Pengambilan foto

Pengamatan sampel

Pembandingan sampel berdasarkan


(warna, tekstur (kekenyalan), aroma)
b. Prosedur ikan Segar dan kurang segar

Bahan

Pengamatan sampel secara langsung

Pengambilan foto

Pengambilan foto

Pengamatan sampel

Pembandingan sampel berdasarkan


( bentuk, mata, insang, kulit, sisik, warna, tekstur (kekenyalan), aroma)

3.2.2 Pengamatan Marbeling pada Daging

Bahan

Pengamatan marbeling pada irisan daging

Pengambilan foto

Perbandingan dengan standard marbing

Penentuan tingkat marbling daging


3.2.3 Pengamatan Warna

Bahan

Pengamatan warna dan penfotoan serta pendeskripsian pengamatan

Pengirisan daging (dua iris :satu iris daging untuk analisis cooking loss
dan satu iris untuknpengamatan daging curing) tunggu beberapa saat
lalu dilakukan pengamatan warna

Perebusan pada Irisan 1 (sampel cooking loss) selama 10 menit pada


suhu 80oC, pengamatan perubahan warna

Perendamann pada Irisan 2 (sampel curing) selama 2 jam, pengamatan


perubahan warna

3.2.4 Pengamatan pH

Bahan

Penyincangan daging sebanyak 5 gram

Pencampuran dengan aquades dengan perbandingan 1:1 dalam beaker glass

Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter


3.2.5 Pengukuran Tekstur

Bahan

Penyalaan power pada rheotex dan pemasangan jarum di atas tempat test

Menekan tombol distance dengan besaran 0,5 mm dan menekan tombol hold

Peletakan daging yang telah ditiriskan tepat di bawah jarum rheotex,


kemudian menempatkan ujung jarum sampai meyentuh bahan

Penekanan tombol stard beberapa kali sampai terdengar bunyi tanda seleksi

Membaca angka yang ditunjukkan oleh jarum rheotex dengan satuan (g)
3.2.6 Pengukuran Cooking Loss

Bahan Irisan 1, dari pengamatan warna

Penimbangan (10 gram) dan memasukkan kedalam plastik

Penjepitan dan pemasukan kedalam waterbath suhu 80oC selama 10 menit

Pengeluaran sampel dari waterbath dan dilewtkan pada air yang mengalir
(sampel tetap dalam plastik) pada suhu kamar sampai dingin

Pengeluaran sampel pada plastik dan pengeringan sampel dengan


menggunakan tisu pada permukaan tanpa memeras atau menekan

Penimbangan sampel

Perhitungan cooking loss


3.2.7 Pengukuran Drip Loss

Bahan

Penimbangan 10 gram

Pemasukan kedalam kantong plastik dan pemberian kode kemudian


pemasukan kedalam freezer selama 3 hari

Thawing daging beku dengan 3 cara ( chilling selama 24 jam,


penaruhan suhu kamar, dipada kran/air mengalir sampai es mencair

Penirisan daging kemudian penimbangan

Perhitungan drip loss

3.2.8 Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak

Bahan

Pengamatan sampel dang pengambilan foto

Membandingkan sampel berdasarkan parameternya (warna, bentuk


serat, tekstur (keknyalan), aroma, warna lemak, keberadaan lemak
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1.Pengamatan Daging Dan Ikan Segar

1. Perbedaan ikan segar dan kurang segar

Ikan
Jenis
Ikan segar gambar kurang gambar
pengamatan
segar
Bentuk
Bentuk utuh
tidak utuh
tidak ada
bagian perut
bentuk bagian tubuh
sudah tidak
ikan yang
ada
hilang
(terbuka)
Mata
Mata berwarna
berwarna
mata putih
gelap
kekuningan
(hitam)
Insang ikan
berwarna
Insang hitam
merah
insang Tidak ada
kecoklatan dan
darah
masih ada
darah

Tidak ada
lendir berlendir
lendir

Kulit lebih
Kulit ikan
kulit kasar dari
agak kasar
ikan segar

sisik Agak keras Keras


Warna ikan Tidak
warna
mengkilap mengkilap

aroma Amis segar Amis busuk

Tekstur ikan Tekstur


lunak ikan kaku,
Jika ditekan jika ditekan
tekstur
kembali waktu untuk
kebentuk kembali
semula lebih lama

2. Daging segar

Jenis
warna tekstur aroma gambar
daging

Khas ayam
Putih
ayam kenyal Tidak
kecoklatan
amis/busuk

Merah Tidak begitu


Babi Kenyal
kecoklatan berbau

Khas sapi
Merah
Sapi Kenyal Tidak
terang
amis/busuk
Khas kambing
Merah agak
kambing Kenyal Tidak
pucat
amis/busuk

3. Daging kurang segar

Jenis
warna tekstur aroma gambar
daging

Merah Lembek
Sapi gelap agak busuk
kecoklatan keras

4.1.1 Pengamatan Marbling Pada Daging

Sampel Gambar No. BMS Grade

Daging sapi 2 2

Daging
2 2
kambing
Daging babi 6 4

Daging ayam 1 1

4.1.3 Pengamatan Warna

Perlakuan Deskripsi warna Intensitas Gambar


Sampel
Segar Warna putih kemerahan +++++
sedikit keabuan
menunjukkan bahwa
ikan segar

Rebus Daging matang +


berwarna putih
kecoklatan tanpa ada
Ikan laut bintik darah. Sisik
terkelupas beberapa
curing Warna kemerahan +++
sedikit pudar (titik
darah ditengah). Masih
ada sisik bening

Segar Merah pucat ++

Rebus Coklat pucat +

Daging sapi
ekstrak +
perendaman
nanas 5%

Curing Sedikit merah cerah +++

Segar Cerah,segar ++++

Daging Rebus Sangat pucat,putih +


ayam +
perendaman
ekstrak
nanas 5%
Curing Merah ++++
kekuningan,cerah,segar

Segar Merah, terdapat bercak +++++


darah

Rebus Putih pucat +++

Daging
ayam

Curing Putih kekuningan ++++

Segar

Merah segar dan cerah ++++


serta tidak pucat

Rebus

Daging sapi Coklat pucat +


Curing Merah terang, namun +
sedikit pudar

Segar Warnanya cerah ++++

Daging Rebus Warnanya putih pucat +++++


ikan laut +
perendaman
ekstrak
nanas 5%

Curing Warnanya cerah +++++


4.1.4. Penentuan Ph

Perlakuan Daging
Sampel
Segar Rebus Curing
Ikan laut 6.2 6.3 6.1
Daging sapi ekstrak +
perendaman nanas 5% 5,4 5,7 5,2

Daging ayam + perendaman 5,5 5,6 5,4


ekstrak nanas 5%

6 5,9 5,4
Daging ayam
6.5 5.7 5.6
Daging sapi
Daging ikan laut +
6,4 6,0 6,0
perendaman ekstrak nanas 5%

4.1.5. Pengukuran Tekstur

Pengukuran Tekstur
Perlakuan
Sampel Atas Bawah Samping
Segar
4 5 4
(g/0,5mm)
Ikan Laut Rebus
23 33 15
(g/0,5mm)
Curing
7 13 6
(g/0,5mm)
Segar
5 5 4
(g/0,5mm)
Daging
Rebus
sapi+perendaman 38 24 18
(g/0,5mm)
ekstrak nanas 5%
Curing
5 5 5
(g/0,5mm)
Segar
5 5 4
(g/0,5mm)
Daging ayam Rebus
11 14 17
(g/0,5mm)
Curing
6 6 6,5
(g/0,5mm)
Segar
5 5 6
(g/0,5mm)
Daging
Rebus
ayam+perendaman 14 7 14
(g/0,5mm)
ekstrak nanas 5%
Curing
5 4 4
(g/0,5mm)
Segar
5 4 4
(g/0,5mm)
Daging sapi Rebus
60 11 42
(g/0,5mm)
Curing
4 5 7
(g/0,5mm)
Segar
38 5 5
(g/0,5mm)
Ikan
Rebus
laut+perendaman 7 6 6
(g/0,5mm)
ekstrak nanas 5%
Curing
5 4 5
(g/0,5mm)

4.1.6. Pengukuran Cooking Loss

Berat (g)
Sampel Perlakuan Sebelum Setelah
dimasak dimasak
Segar 10 9
Ikan Laut Rebus 6 6
Curing 2 2
Segar 1,9294 1,0090
Daging
sapi+perendaman Rebus 1,4155 1,2734
ekstrak nanas 5%
Curing 1,5977 0,9714
Segar 1,4895 1,1971
Daging ayam Rebus 1,0167 0,9359
Curing 1,0527 0,8454
Segar 3 1,3966
Daging
ayam+perendaman Rebus 2 1,5810
ekstrak nanas 5%
Curing 2 1,4407
Segar 2 2
Daging sapi Rebus 2 1,9139
Curing 2 3,4319
Segar 1,4588 1,1224
Ikan
laut+perendaman Rebus 1,3865 0,9827
ekstrak nanas 5%
Curing 1,4326 1,0981

4.1.7. Pengukuran Drip Loss

Sampel Berat (gr)


Perlakuan
Sebelum Setelah
Air
1,09 0,5892
mengalir
Suhu
Segar
ruang 1,43 0,816
Chilling 1,42 0,9460
Air
mengalir 0,81 0,7476
Ikan Laut Suhu
Rebus
ruang 1,60 0,9813
Chilling 1,40 0,9220
Air
mengalir 2,04 1,3370
Suhu
Curing
ruang 1,22 0,6329
Chilling 1,13 0,6342
Air
mengalir 1,1310 0,7421
Suhu
Segar
ruang 0,8125 1,7202
Chilling 1,1099 1,1080
Air
mengalir 0,5756 0,5232
Daging
Suhu
ayam+ekstrak Rebus
ruang
nanas 5% 0,6167 1,2555
Chilling 0,6133 0,5669
Air
mengalir 0,6100 0,7833
Suhu
Curing
ruang 0,9219 1,5039
Chilling 0,9120 0,5964
Air
mengalir 0,5286 0,5058
Suhu
Segar
ruang 0,4493 0,4367
Chilling 0,3016 0,2940
Air
mengalir 0,5210 0,5049
Daging ayam Suhu
Rebus
ruang 0,3369 0,3049
Chilling 0,4377 0,4334
Air
mengalir 0,3398 0,3305
Suhu
Curing
ruang 0,3370 0,3317
Chilling 0,3192 0,3137
Air
mengalir 0,8980 0,8059
Suhu
Segar
ruang 0,6036 0,5576
Chilling 1,7642 1,6681
Air
mengalir 0,4190 0,3303
Daging sapi Suhu
Rebus
ruang 0,8946 0,8450
Chilling 0,7281 0,6746
Air
mengalir 1,1132 1,0167
Suhu
Curing
ruang 1,5500 1,4531
Chilling 1,0442 1,0091
Air
mengalir 0,6277 0,5733
Suhu
Segar
ruang 0,6541 0,5846
Chilling 0,6243 0,5859
Air
mengalir 0,5002 0,4877
Daging
Suhu
sapi+ekstrak Rebus
ruang
nanas 5% 0,3563 0,3338
Chilling 0,4441 0,4160
Air
mengalir 0,7985 0,7792
Suhu
Curing
ruang 0,8999 0,8527
Chilling 0,7144 0,5859
Air 2,6175 0,6785
mengalir
Suhu
Segar
ruang 1,3672 0,6533
1,2651 0,5672
Chilling
Air 0,7881 0,3965
mengalir
Ikan
Suhu
laut+ekstrak Rebus 0,3987
ruang
nanas 5% 0,7520
0,8001 0,5621
Chilling
Air 0,6632 0,1493
mengalir
Suhu
Curing
ruang 0,3672 0,0986
Chilling 0,5642 0,1165

4.1.8 Pengamatan Jenis Daging

Jenis Daging Daging Daging Daging


pengamatan sapi kambing ayam babi

Merah Merah agak Putih Merah


Warna
terang pucat kecoklatan kecoklatan

Bentuk serat teratur Tidak teratur teratur teratur

Tekstur kenyal kenyal kenyal kenyal

Khas
Khas sapi Khas ayam Tidak begitu
Aroma kambing
Tidak amis tidak amis berbau
Tidak amis
Warna Putih
Putih tulang Putih kekuningan bening
lemak kekuningan
Lemak
Lemak Keberadaan lemak
kebanyakan
Keberadaan kebanyakan Lemak berada lebih banyak dari
berada
lemak berada didalam daging daging yang lain
didalam
dipermukaan dan menyebar
daging

Gambar
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Tekstur
Perlakuan Daging
Jenis Sampel
Segar Rebus Curing
4,33 g / 0,5 37,67 g / 0,5 5,33 g / 0,5
Daging Sapi
mm mm mm
4,67 g / 0,5 6,17 g / 0,5
Daging Ayam 14 g / 0,5 mm
mm mm
4,33 g / 0,5 23,67 g / 0,5 8,67 g / 0,5
Ikan Laut
mm mm mm
Daging Sapi + Ekstrak 4,67 g / 0,5 26,67 g / 0,5
5 g / 0,5 mm
Nanas 5% mm mm
Daging Ayam + Ekstrak 5,33 g / 0,5 11,67 g / 0,5 4,33 g / 0,5
Nanas 5% mm mm mm
Ikan Laut + Ekstrak Nanas 6,33 g / 0,5 4,67 g / 0,5
16 g / 0,5 mm
55% mm mm

4.2.2 Perhitungan Cooking Loss


Perlakuan Daging
Jenis Sampel
Segar Rebus Curing
Daging Sapi 0% 4,31 % 41,72 %
Daging Ayam 19,63 % 7,95 % 19,69 %
Ikan Laut 10 % 0% 0%
Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% 47,7 % 10,03 % 39,2 %
Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% 53,45 % 20,95 % 27,97 %
Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5% 23,06 % 29,12 % 23,35 %
4.2.3 Perhitungan Drip Loss
Perlakuan Daging
Jenis
Segar Rebus Curing
Sampel
1 2 3 1 2 3 1 2 3
5,45 7,62 10,3 7,35 5,54 21,2 3,36 6,25 8,67
Daging Sapi
% % % % % % % % %
Daging 2,52 2,80 4,31 0,98 9,65 3,09 1,72 1,57 2,74
Ayam % % % % % % % % %
33,4 42,9 7,70 34,1 38,7 34,5 43,9 48,1 34,4
Ikan Laut
% % % % % % % % %
Daging Sapi
6,15 10,6 8,67 6,33 6,32 2,49 2,14 5,24 2,42
+ Ekstrak
% % % % % % % % %
Nanas 5%
Daging
- -
Ayam + 0,1 34,4 7,6 9,1 34,6 63,1 28,4
111, 103,
Ekstrak % % % % % % %
7% 6%
Nanas 5%
Ikan Laut +
55,2 52,2 74,1 29,7 46,9 49,7 79,4 78,1 77,5
Ekstrak
% % % % % % % % %
Nanas 5%

Keterangan
1 = Chilling
2 = Suhu Kamar
3 = Air Mengalir
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Fungsi Perlakuan

5.1.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar

1. Prosedur daging segar dan yang kurang segar

Dalam pengamtan daging segar dan yang kurang segar langkah pertama yaitu
menyiapkan kedua bahannya. Pengamatan pada masing masing daging, pada daging
segar dan tidak segar. Pengamatan dikalakukan dalam pentung pengamatan secara
langsung menggunakan indra. Pada masing masing daging di foto, fungsi dari
memfoto ini untuk mempermudah dalam pengamatan dan perbandingan. Pengamata
yang yang dilakukan pada masing masing ikan yaitu warna, tekstur (kekenyalan) dan
aroma. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan atau fungsi untuk mengetahui perbedaan
daging segar dan daging yang tidak segar serta mempermudah dalam
membangdingkan daging yang segar dan kurang segar.

2. Prosedur ikan segar dan yang kurang segar

Dalam pengamtan ikan segar dan yang kurang segar langkah pertama yaitu
menyiapkan kedua bahannya. Pengamatan pada masing masing ikan, pada ikan segar
dan tidak segar. Pengamatan dikalakukan dalam pentung pengamatan secara langsung
menggunakan indra. Pada masing masing ikan di foto, fungsi dari memfoto ini untuk
mempermudah dalam pengamatan dan perbandingan. Pengamata yang yang
dilakukan pada masing masing ikan yaitu bentuk mata, insang, kulit, sisik, lendir,
warna, tekstur (kekenyalan) dan aroma. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan atau
fungsi untuk mengetahui perbedaan ikan segar dan ikan yang tidak segar serta
mempermudah dalam membangdingkan ikan yang segar dan kurang segar.
5.1.2 Pengamatan Marbling Daging

Untuk mengetahui kualitas daging berdasarkan penyebaran lemak, maka


dilakukan proses pengamatan sengan cara marbling. Langkah langdilakukan yaitu
pengamatan pada irisan daging dengan kontak mata secara langsung, lalu dilakukan
pengambilan foto. Fungsi dari dilakukan pengambilan foto ini yaitu untuk
memperbudah kita dalam membandingkan kualitas daging. Selanjutnya
membangdingkan kualitas daging dengan standart marbling, prosedur ini dilakukan
dengan fungsing yaitu mempermudah kita untuk mengetahui tingkat marbling pada
daging.

5.1.3 Pengamatan Warna

Amati langsing perbedaan warna pada masing masing sampel dan menambil
foto sampel. Pengambilan foto ini dilakukan dengan fungsi mempermudah dalam
mendeskripsikan warna pasa masing-masing sampel. Selanjutnya mengiris daging
menjadi dua irisan, yaitu satu irisan untuk analisa cooking loos dan satu irisan lagi
untuk pengamatan daging curing. Prosesur ini dilakukan sebagai bahan perbandingan
antar daging yang di lakukan cooking los dengan daging yang telah dilakukan curing.
Irisan satu direbuh diatas air dengan suhu 80oC selama 10 menit dan irisan dua
direnda pada larutan curing selama 2 jam dan foto masing masing sampel lalu amiti
warnanya. Setiap sebelumperlakuan atau setelah perlakuan sampel di lakukan proses
pengambilan foto, hal ini dilakukan dengan fungsi agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengamatan warna.

5.1.4 Pengamatan pH

Dalam percobaan pada proses pengamatan pH, langkah pertaman yang di


lakukan yaitu menyincang daging sampai halus sebanyak 5 gram, proses
penyingcangan ini dilakuan untuk mempermudah dalam proses pencampuran dan
agar pada saat proses pengukuran pH, pH yang terdapat dalam larutan menjadi rata.
Pencampuran daging yang sudah di cincang dengan aquades dengan perbandingan
1:1, hal ini dilakuakn karena bentuk daging yang umunnya padat dan setelah di
cintang berukuran kecil maka di campur dengan aquadest agar sesnsor pH meter
mudah membaca nilai pH. Selajutnya, di lakukan proses pengukuran ph dengan
menggunakan pH meter, fungsi dari alat pH meter ini yaitu memperoleh nilai pH
yang akurat dan fungsi pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat
keasamaan suatu bahan.

5.1.5 Pengamatan Tekstur

Daging yang dilakukan dengaan tiga perlakukan yang berbeda di ukur


teksturnya agar memperoleh hasil perbandingan pada tiap-tiap perlakuan.
Pengamatan tektur ini dilakukan dengan menggunakan reothex, fungsi dari
pengukuran testur dengan menggunakan reothex ini agar memperoleh hadil yang
akurat. Cara mengukur tekstur denganmenggunakan rheotex yaitu, yang pertama
menyalakan power untuk menghidupkan rheotex lalu memasang jarum penekan
diatas tempat test, selanjutnya menekan tombol distance dengan bedaran 0.05 mm
dan menkanjuga tombol hold. Letakkan daging tepat dibawah jarum penekankemudia
menempatkan jarus sampai menyentuk permukaan daging. Tekan tombol stard
sampai terdengan bunyi, bunyi tersebut menunjukkan sanda selesai, lalu baca angka
yang ditunjukkan oleh jarum rheotex dengan satuan gram.

5.1.6 Pengamatan Cooking Loss

Sampel cooking loss di dapatkan dari irisan satu setelah di amati warnanya.
Di lakukan petimbangan berat sampel, penimbangan berat sampel ini dilakukan untuk
mengetahui berat awal pada sampel sebelum dilakukan perlakuan dan untuk
mengetahui nilai berat denga hasil yang akurat. Setelah ditimbang bahan di msukkan
kedalam kantong plastik dengan tujuan agar bahan tidak terkena kontaminasi air saat
di rebus. Bahan di masukkan kedalam waterbath dengan suhu 80oC selama 10 menit
dan di jepit, penjepitan ini di lakukan agar bahan tidak bergarak saat di dalam
waterbath. Fungsi dari penggunaan waterbath ini yaitu untuk menciptakan suhu yang
konstan. Sampel dikeluarkan dari waterbath dan langsung dialiri dengan air tanpa
membuka platik sampai suhu kamar, pengaliran air dengan tanpa membuka plastik ini
dilakukan dengan fungsi mempercepat proses pendinginan tanpa merusan sampel.
Sampel dikeluarka dari plastik dan di keringkan dengan tisu tanpa menekan atau
memeras permukaan sampel, hal ini di lakukan agar kadar air yang ada dalam bahan
tidak hilang, pengeringan dengan tisu dilakukan hanya untuk mengeringkan bagian
luar sampel. Sampel kemudia ditimbang kembali, proses penimbangan keduai ini di
lakukan untuk mengetahu berat setelah dilakukan perlakuan an sebelum dilakukan
perlakuan serta untuk memperoleh hasildari perhitungan cooking loss.

5.1.7 Pengukuran Drip Loss

Dalam perlakuan drip loss langkah pertama yaitu menimbang berat sempel
untuk mengetahui berat sebelum di lakuakn perlakuan. Sampel di masukkan kedalam
kantong plastik dan diberi kode, pemasukan kedalam kantong plasstik ini dilakukan
agar sampel tidak rusak pada saat disimpan dalam suhu rendah dan pemberian sampel
dilakukan agar tidak terjadi kelashan atau sampel yang tertukar. Lalu thawing daging
beku dengan tiga cara yaitu chilling selama 24 jam, ditaruh di suhu kamar, dipada kra
atau air mengalir, prosedur pentawingan dengan tiga cara yang berbeda ini dilakukan
yaitu sebagai perbandingan dalam proses pengamatan. Tiskan daging kemudia
timbang, penimbangan kedua dilakukan untuk mengetahui berat smapel setalah
perlakuan dan memperudah dalam proses perhitungan.

5.1.8 Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak

Dalam pengamtan daging dari beberapa spesies ternak langkah pertama yaitu
menyiapkan sampel daging dari beberapa spesies ternak. Pengamatan pada masing
masing sampel daging spesies ternak. Pada masing masing ikan di foto, fungsi dari
memfoto ini untuk mempermudah dalam pengamatan dan perbandingan. Pengamatan
dikalakukan dalam pentung pengamatan secara langsung menggunakan indra.
Pengamata yang yang dilakukan pada masing-masing sampel yaitu warna, tekstur
(kekenyalan) dan aroma, bentuk serat, warna lemak dan keberadaan lemak. Prosedur
ini dilakukan dengan tujuan atau fungsi untuk mengetahui perbedaan tektur, warna,
bentuk serat, aroma, warna lemak, keberadaan lemak pada masing- masing hewan
ternak, dan mempermudah kita untuk membendakan daging pada beberapa hewan
ternak.

5.2 Analisis Data

5.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar

1. Perbedaan daging segar dan kurang segar

Dilihat secara fisik daging segar dan daging meliliki perbedaan yang
cukup jauh. Dilihat dari warnanya daging segar memiki warna yang baik, tidak layu,
tidak pucat dan sesui sandart. Dari data diatas diperoleh warna daging ayam memiliki
warna daging putih kecoklatan, daging babi berwarna merah kecoklatan, daging sapi
merah terang, daging kambing merah agak pucat dan pada daging yang sudah tidak
segar di peroleh warna merah kecoklatan yang sudah terlihat layu dan tidak segar.
Dapat dibedaka bahwa tektuk pada daging segar memiliki tekstur yang yang kenyal,
sedangkan pada daging yang sudah tidak segar memiliki tekstur yang lembek. Dilihat
dari aromanya daging segar masih memiliki bau yang khas dada heawan man
memiliki mau amis, sedangkan oada daging yang tidak segar sudah timbul aroma
busuk. Perubahaan tersebut disebabkan oleh kontaminasi migropa pada daging.
Daging yang masih segar masih memiliki ciri bau, tekstur, warna yang masih khas
pada hewan, karena belum terjadi kontaminasi mikroba. Dan pada daging hewan
tidak segar memiliki timbul yang tidah nyaman, hal ini terjadi karena kontaminasi
mikroba pada daging yang mampu merubah kompunen pada daging (soerparno,
1998)
2. Perbedaan ikan segar dan kurang segar

Dari pengamatan ini kita dapat mengetahui perbedaan ikan yang masih segar
dan sudah busuk. Dilihat dari struktur bentuk tubuh ikan ikan yang masih segar
memiliki bentuk yang teratur tetapi pada ikan yang tidak segar memiliki bentuk yang
tidak beraturan, banyak bagian yang hilang, perut ikan bembukan. Mata ikan yang
masih segar berwarna putih kekuningan sedangkan pada ikan yang sudah tidak segar
memiliki warna mata yang gelap, pudar dan sedikit kehitaman. Pada bagian dalam
insang ikan segar berwarna merah kecoklatan masih terdapat darah pada bagian
dalam insang, sedangkan pada ikan yang sudah tidak segar memiliki warna yang
pucat pada bagian dalam serta tidak ada darah didalamnya. Ikan yang masih segar
tidak ada lendir pada tubuhnya sedangkan ikan yang sudah tidak segar berlendir.
Kulit ikan segar agak kasar sedangkan pada kulit ikan tidak segar sudah kasar begitu
pula dengan sisik ikan, sisik pada ikan segar sedikit keras tetapi pada sisik ikan tidak
segar sudah mengeras. Ikan segar masih memiliki aroma yang amis segar dan warna
yang mengkilat serta memiliki tekstur yang lunak dan apabila di tekan akan kembali
kebentuk semula. Sedangkan pda ikan tidak segar meiliki bau yang busuk serta warna
yang pucar dan tektus yang keras, apabila ikan ditekan makan sulit kembali ke bentuk
semula. Perbedaan ikan segar dan tidak segar ini sesui dengan pendapat Romyelnino
(2011).
5.2.2 Pengamatan Marbling pada Daging

4
No. BMS
3 Grade

0
Daging sapi Daging kambing Daging babi Daging ayam

Pada diagram diatas menunujukkan data pengamatan marling daging yang


dibandingkan dengan standar marbling. Diagram batang warna biru menuntukkan
hasil nilai marbling daging berdasarkan nomor BMS dan diagram batang berwarna
biru menunjukkan nilai marbling daging berdasarkan grade. Darai data diatas
diperoleh hasil pengamatan barbling daging pada daging sapi, kambing dan ayam
sesui dengan standar marbling, tetapi pada daging babi memperoleh nilai yang cukup
jauh. Hal ini disebabkan oleh lemak marbling dan kualiatas karkas pada hewan babi
(Soeparno, 2005 dalam Ridwan).

5.2.3 Pengamatan Warna

Warna memang mempengaruhi kualitas daging. Pengaruh perubahan warna


dapat dipengaruhu oleh bebepa faktor diantaranya yaitu olrh faktor pengolahan pada
daging (Soeparno, 2005 dalam Ridwan). Warna daging pada ikan segra rata-rata
memiliki warna yang masih baik dan sesuai dengan standar warna asli pada daging.
Warna Daging setelah proses perebudan lebih pucat dari pada warna daging pada
curing. Hal ini disebakan karena pada saat proses perebukan warna pada daging ikut
terlarut di dalam air rebusan dan komponen warna pada daging banyak yang hilang.
Hal ini juga tidak memungkinkan pada daging denga perlakuan curing, pada
perlakuan curing warna daging akan sedikit hilang karena warna pada danging ikut
teruap oleh udara.

5.2.4 Penentuan pH

3 Segar

2 Rebus
Curing
1

0
Ikan laut Daging sapi Daging ayam Daging ayam Daging sapi Daging ikan
ekstrak + + laut +
perendaman perendaman perendaman
nanas 5% ekstrak ekstrak
nanas 5% nanas 5%

Diagram batang diatas menunjukkan tingkat keasaman pada daging dan ikan.
Diagram batang berwarna bitu menunjykkan pH daging dan ikn yang masih segar,
diaram berwarna merah menunjukkan pH daging dan ikan yang sudah direbus dan
diagram batang berwarna merah menunjukkan pH daging dan ikan yang sudah
mengalamin proses curing. Nilai rata-rat pH daging maupun paling tinggi dimiliki
oleh daging atau ikan yang masih segar dan belum di lakukan pengolahan, hal ini
sesui dengan beberapan pendapat dari para ahli. Forest dkk (1975) menyaatakan
bahwa penurunan pH pada daging maupun ikan terjadi setelah di dilakuakn
perlakuan. Pada pH daging dan ikan remus menunjukkan pH yang rendal, hal ini
disebabkan pada saat proses perebusan daging dan ikan pH pada daging dan ikan ikut
larut dalam air.

5.2.5 Pengukuran Tekstur

40

35

30

25

20 Segar

15 Rebus
Curing
10

0
Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Daging Ayam Ikan Laut +
Ekstrak + Ekstrak Ekstrak
Nanas 5% Nanas 5% Nanas 55%

Diagram batang di atas menunjukkan nilai tekstur pada suatu bahan. Diagram
batang berwarna merah menunjukkan tentus pada daging dan kitan setelah direbus,
diagram berwarna bitu menunjukkan tekstur dading dan ikan segar dan diagram
batang warna hijau menunjukkan tekstur daging setelah curing. Angka nilai tekstur
tertinggi dimiliki oleh daging dan ikan yang sudah di rebus. Nilai angka terendah
menunjukkan bahwa tingkat tekstur daging dan ikan semakin semakin alot (keras).
Menurut Lawrie (1995), penyebab utama kealotan daging karena terjadinya proses
rigormirtis. Proses pemasakan pada daging mempengahuri tingkat keempukan
daging.
5.2.6 Pengukuran Cooking Loss

60

50

40

30
Segar
20 Rebus
Curing
10

0
Daging Sapi Daging Ikan Laut Daging Sapi Daging Ikan Laut +
Ayam + Ekstrak Ayam + Ekstrak
Nanas 5% Ekstrak Nanas 5%
Nanas 5%

Dari diagram di atas dapat diketahui bahwa cooking loss pada daging segar
lebih tinggi dibanding kang dengan cooking loss rebus dan curing. Perubahan
cooking loss disebabkan oleh terjadinya penurunan pH danging yang menyebabkan
banyak penurunan protein sehingga diikutin dengan kemampuan kelilangan prtein
untuk mengangkan air pada akhirnya cooking loss semakin besar. Daging yang
mempunyai nilai cooking loss lebih rendah mempunyai kualitas daging yang lebih
baik dari pada daging yang memiliki nilai cooking loss lebih tinggi karen terjadi
kehilangan saat pemasakan (Soeparno, 2009)
5.2.7 Pengukuran Drip Loss

Pada data di atas diperoleh nilai penyusutan bobot daging selam


penyimpanan karena terjadinya kehilangan cairan pada daging akibat suatu proses.
Data ini sesui dengan pendapat Soeparno (2009) yang menyatakan baha drip loss
adalah cairan daging yang keluar atau eksudasi cairan beserta nutrien daging yang
larutyang hilang selama proses pelayuan. Lamanya waktu penyimpana
mempengaruhi pada data drip loss, selain lamanya penyimpanan drip loss juga di
pengaruhi oleh tingkat sres ternak sebelum di potong. Daya ikat air daging
merupakan kemampuan mempertahankan kandungan air dalam daging yang terlihat
dari kebesaran nilai drip loss.

5.2.8 Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak

Pada pengamatan daging dari beberapa jenis daging ternak dilakukan dengan
menggunakan empat sampel. Sampel yang digunakan terdiri dari daging sapi, daging
kambing, daging ayam, dan daging babi. Pada pengamatan daging sapi, diperoleh
hasil yaitu warnanya merah terah dengan bentuk serat teratur, tekstur kenyal, aroma
khas sapi (tidak amis), warna lemaknya putih kekuningan dan keberadaan lemaknya
kebanyakan berada di dalam daging. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada bahwa
pada daging sapi berwarna merah segar berserat otot halus, lemak berwarna kuning,
dan tekstur daging elastis (Departemen Pertanian Liptan, 2001).
Pada sampel daging kambing diperoleh hasil pengamatan warna merah agak
pucat, dengan bentuk seratnya tidak teratur, tekstur kenyal, aroma khas kambing
(tidak amis), warna lemak (putih tulang), dan keberadaan lemak berada di
permukaan. Hal ini kurang sesuai dengan ciri-ciri daging kambing dimana warnanya
merah jambu, serat halus, lemak keras, dan berwarna kuning (Departemen Pertanian
Liptan, 2001). Warna merah agak pucat pada sampel dikarenakan dapat dipengaruhi
oleh penanganan post mortem, tingkat stress dan lama daging kontak langsung
dengan udara.
Pada daging ayam warnanya putih kecoklatan, bentuk serat teratur, tekstur
kenyal, aroma khas ayam (tidak amis), warna lemaknya putih kekuningan dan lemak
berada di dalam daging. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri daging ayam kecuali pada
warna dimana warna daging ayam ialah putih kekuningan cerah, warna kulitnya putih
kekuningan, cerah, mengkilap, dan bersih. Bila disentuh daging terasa lembab dan
tidak kering. Bau pada daging ayam ialah bau spesifik daging dan teksturnya elastis
(Prabowo, 2016). Perbedaan warna pada daging ayam yang kurang sesuai dapat
disebabkan oleh penanganan post mortem, tingkat stress dan lama daging kontak
langsung dengan udara.
Pada daging babi warna yang peroleh yaitu merah kecoklatan dengan bentuk
seratnya teratur, tekstur kenyal, aromanya tidak terlalu berbau, warna lemaknya
bening dan jumlah lemak lebih banyak dibandingkan dengan daging jenis lain serta
lemaknya menyebar. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri daging babi kecuali parameter
warna dimana pada daging babi berwarna merah jambu (lebih muda daripada daging
kambing), berserat otot halus, lemak lunak, dan berwarna putih jernih (Departemen
Pertanian Liptan, 2001). Perubahan warna pada daging babi dapat disebabkan oleh
penanganan post mortem, tingkat stress dan lama daging kontak langsung dengan
udara.
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat ditarik kesimpulan yaitu.

1. Perbedaan daging segar dan tidak segar dapat di lihat dari warna, aroma dan
tektur.
2. Perbedaan ikan segar dan tidak segar dapat di lihat dari warna, aroma dan tektur,
warna mata pada ikan, bentuk ikan, insang, lendir, kulit dan sisik.
3. Daging memiliki warnanya merah terah dengan bentuk serat teratur, tekstur
kenyal dan aroma khas sapi.
4. Daging kambing memiliki warna merah agak pucat, dengan bentuk seratnya tidak
teratur, tekstur kenyal, aroma khas kambing (tidak amis), warna lemak (putih
tulang), dan keberadaan lemak berada di permukaan.
5. Pada daging ayam memiliki warnanya putih kecoklatan, bentuk serat teratur,
tekstur kenyal, aroma khas ayam (tidak amis), warna lemaknya putih kekuningan
dan lemak berada di dalam daging.
6. Pada daging babi memiliki warna merah kecoklatan dengan bentuk seratnya
teratur, tekstur kenyal, aromanya tidak terlalu berbau, warna lemaknya bening.
7. Metode pengolahan yang berbeda mempengaruhi tektur, aroma, berat, pH, warna,
cooking loss dan drip loss

6.2 Saran

Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan lebih akurat maka dibutuhkan
ketelitian dalam melakukan praktikum dan harus berhati- hati dalam mengamati
bahan serta di butuhkan kejelihan atau ketelitian. Karena kurangnya teliti dan
kesalahan dalam pengamatan dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat dan tidak
sesuai standart
DAFTAR PUSTAKA

Anaeto, M. Sawyerr. A., Alli T. R., Tayo. G. O., Adeyeye. J. A., Olarinmoye. 2013.
Cassava Leaf Silange and Cassava Pell as Dry Season Feed for West African
Dwarf Sheep. Global J Sci Frontier Res agri Vet Sci, 13:1-4.

Astrawa, Made. 2008. Sehat Hidangan Hewani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Bouton, P. E., Harris P. V., and Shorthorse W. R. 1971. Effect of Ultimate pH Upon
the Water Holding Capacity and Tenderness of Mutton. Jfood Sci.

Bratzler, L. J., A. M. Gaddis and W. L. Sulbacher. 1977. Freezering Meat. New York.

Buckle, K. A. Edwards, G, H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan


Bahasa Inggris Oleh H. Puurnomo dan Adiono). Jakarta: Universitas
Indonesia.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makan.
Jakarta.

Frankel, J. A. 1983. Monetary and Portfolio-Balance models of the Determination


OF Exchange rates. Cambridge: MIT Press.

Lawrie, R. A. 1979. Meat Science. Oxford: Pregamon Press.

Mareta, R. R., dan S. A. Nur. 2011. Pengemasan Produk Sayur dengan Bahan
KemasanPlastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan suhu Rendah. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian. UGM: Vol. 7. (1).

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Buku Kedokteran RGC.

Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co., san Fransisco. Hama-Hama dan
Kelapa Sawit, Buku 1 Serangan Hama pada Kelapa Sawit. Medan.
Rahardjo. 1980. Sistem Morfologi dan AnatomiIkan. Bandung.

Shanks, B. C., Wolf. D. M and Maddock R. J. 2002. Technical note: Theffect of


Freezering On Water Blantzler Shear Force Value of Beef Longissimus Steak
Across Several Post Mortem Angin Periods. Animal Sience. 80:2122-2125.

Soeparno. 1998. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Prosessing Daging Unggas.
Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada.

Soputan, J. E. M. 2004. Dendeng Sapi Sebahagai Alternatif Pengawetan Daging.


Bogor.

Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press.

Susilawati. 2001. Pengetahuan Bahan Hasil Hewani Daging. Bandar Lampung:


Buku Ajar.

Suardana, I. W, dan I. B. N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan


Prinsip Dasar. Udayana University Press. ISBN 978-070-8286-76-6

Swatlan, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animal, PRENTICE-Hall


inc. Englewood Cliff: New Jersey.

Tiven, N. C., E. suryanto dan Rusman. 2007. Komposisi Kimia, Sifat Fisik dan
Organoleptik Bakso Daging Kambing dengan Bahan Pengenyal yang
Berbeda. Jurnal Agritech 27(1):1-6.

Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar Adalah Olahan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor.

Wistuba, T. J., E. B. Kegley and J. K. Apple. 2006. Influence of fish Oil in Fiinishing
Diets on Growth Performance, Carcass Characteristic. Sci. 84: 902-909.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Tekstur
1.1 Daging Sapi
5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm
1.1.1 Segar =
3
= 4,33 g / 0,5 mm
60 g / 0,5 mm + 11 g / 0,5 mm + 42 g / 0,5 mm
1.1.2 Rebus = =
3
= 37,67 g / 0,5 mm
4 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 7 g / 0,5 mm
1.1.3 Curing =
3
= 5,33 g / 0,5 mm
1.2 Daging Ayam
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm
1.2.1 Segar =
3
= 4,67 g / 0,5 mm
11 g / 0,5 mm + 14 g / 0,5 mm + 17 g / 0,5 mm
1.2.2 Rebus = =
3
= 14 g / 0,5 mm
6 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm + 6,5 g / 0,5 mm
1.2.3 Curing =
3
= 6,17 g / 0,5 mm
1.3 Ikan Laut
4 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm
1.3.1 Segar =
3
= 4,33 g / 0,5 mm
23 g / 0,5 mm + 33 g / 0,5 mm + 15 g / 0,5 mm
1.3.2 Rebus = =
3
= 23,67 g / 0,5 mm
7 g / 0,5 mm + 13 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm
1.3.3 Curing =
3
= 8,67 g / 0,5 mm
1.4 Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5 %
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm
1.4.1 Segar =
3
= 4,67 g / 0,5 mm
38 g / 0,5 mm + 24 g / 0,5 mm + 18 g / 0,5 mm
1.4.2 Rebus = =
3
= 26,67 g / 0,5 mm
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm
1.4.3 Curing =
3
= 5 g / 0,5 mm
1.5 Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5 %
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm
2.5.1 Segar =
3
= 5,33 g / 0,5 mm
14 g / 0,5 mm + 7 g / 0,5 mm + 14 g / 0,5 mm
2.5.2 Rebus = =
3
= 11,67 g / 0,5 mm
5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm
2.5.3 Curing =
3
= 4,33 g / 0,5 mm
1.6 Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5 %
38 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm
1.6.1 Segar =
3
= 16 g / 0,5 mm
7 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm
1.6.2 Rebus = =
3
= 6,33 g / 0,5 mm
5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm
1.6.3 Curing =
3
= 4,67 g / 0,5 mm

2. Cooking Loss
2.1. Daging Sapi
2 gram − 2 gram
3.1.1 Segar = × 100 %
2 gram
=0%
2 gram − 1,9139 gram
3.1.2 Rebus = = × 100 %
2 gram

= 4,31 %
3,4319 gram − 2 gram
3.1.3 Curing = × 100 %
3,4319 gram

= 41,72 %
2.2. Daging Ayam
1,4895 gram − 1,1971 gram
2.2.1 Segar = × 100 %
1,4895 gram
= 19,63 %
1,0167 gram − 0,9359 gram
2.2.2 Rebus = = × 100 %
1,0167 gram
= 7,95 %
1,0527 gram − 0,8454 gram
2.2.3 Curing = × 100 %
1,0527 gram
= 19,69 %
2.3. Ikan Laut
10 gram − 9 gram
2.3.1 Segar = × 100 %
10 gram

= 10 %
6 gram − 6 gram
2.3.2 Rebus = = × 100 %
6 gram

=0%
2 gram − 2 gram
2.3.3 Curing = × 100 %
2 gram
=0%

2.4. Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5 %


1,9294 gram − 1,0090 gram
2.4.1 Segar = × 100 %
1,9294 gram

= 47,7 %
1,4155 gram − 1,2734 gram
2.4.2 Rebus = = × 100 %
1,4155 gram
= 10,03 %
1,5977 gram − 0,9714 gram
2.4.3 Curing = × 100 %
1,5977 gram
= 39,2 %
2.5. Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5 %
3 gram − 1,3966 gram
2.5.1 Segar = × 100 %
3 gram

= 53,45 %
2 gram − 1,5810 gram
2.5.2 Rebus = = × 100 %
2 gram
= 20,95 %
2 gram − 1,4407 gram
2.5.3 Curing = × 100 %
2 gram
= 27,97 %
2.6. Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5 %
1,4588 gram − 1,1224 gram
2.6.1 Segar = × 100 %
1,4588 gram
= 23,06 %
1,3865 gram − 0,9827 gram
2.6.2 Rebus = × 100 %
1,3865 gram

= 29,12 %
1,4326 gram − 1,0981 gram
2.6.3 Curing = × 100 %
1,4326 gram
= 23,35 %

3. Drip Loss
3.1 Daging Sapi
3.1.1 Segar
1,7642 gram − 1,6681 gram
a. Chilling = × 100 %
1,7642 gram

= 5,45 %
0,6036 gram − 0,5576 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,6036 gram

= 7,62 %
0,8980 gram − 0,8059 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,8980 gram
= 10,3 %
3.1.2 Rebus
0,7281 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,6746 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,7281 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 7,35 %
0,8946 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,8450 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,8946 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 5,54 %
0,4190 gram − 0,3303 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,4190 gram
= 21,2 %
3.1.3 Curing
1,0442 gram − 1,0091 gram
a. Chilling = × 100 %
1,0442 gram

= 3,36 %
1,5500 gram − 1,4531 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
1,5500 gram
= 6,25 %
1,1132 gram − 1,0167 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
1,1132 gram

= 8,67 %
3.2 Daging Ayam
3.3.1 Segar
0,3016 gram − 0,2940 gram
a. Chilling = × 100 %
0,3016 gram

= 2,52 %
0,4493 gram − 0,4367 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,4493 gram

= 2,80%
0,5286 gram − 0,5058 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,5286 gram
= 4,31 %
3.3.2 Rebus
0,4377 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,4334 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,4377 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 0,98 %
0,3369 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3049 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,3369 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 9,65 %
0,5210 gram − 0,5049 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,5210 gram
= 3,09 %
3.3.3 Curing
0,3192 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3137 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,3192 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1,72 %
0,3370 gram − 0,3317 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,3370 gram

= 1,57 %
0,3398 gram − 0,3305 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,3398 gram

= 2,74 %

3.3 Ikan Laut


3.3.1 Segar
1,42 gram − 0,9460 gram
a. Chilling = × 100 %
1,42 gram
= 33,4 %
1,43 gram − 0,816 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
1,43 gram

= 42,9 %
1,09 gram − 0,5892 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
1,09 gram
= 7,70 %
3.3.2 Rebus
1,40 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,9220 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
1,40 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 34,1 %
1,60 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,9813 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
1,60 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 38,7 %
0,81 gram − 0,7476 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,81 gram

= 34,5 %
3.3.3 Curing
1,13 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,6342 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
1,13 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 43,9 %
1,22 gram − 0,6329 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
1,22 gram

= 48,1 %
2,04 gram − 1,3370 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
2,04 gram

= 34,4 %
3.4 Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5 %
3.5.1 Segar
0,6243 gram − 0,5859 gram
a. Chilling = × 100 %
0,6243 gram
= 6,15 %
0,6541 gram − 0,5846 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,6541 gram
= 10,6 %
0,6277 gram − 0,5733 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,6277 gram
= 8,67 %
3.5.2 Rebus
0,4441 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,4160 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,4441 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 6,33 %
0,3563 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3338 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,3563 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 6,32 %
0,5002 gram − 0,4877 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,5002 gram
= 2,49 %
3.5.3 Curing
0,7144 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,5859 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,7144 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 2,14 %
0,8999 gram − 0,8527 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,8999 gram

= 5,24 %
0,7985 gram − 0,7792 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,7985 gram
= 2,42 %
3.5 Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5 %
3.5.1 Segar
1,1099 gram − 1,1080 gram
a. Chilling = × 100 %
1,1099 gram

= 0,1 %
0,8125 gram − 1,7202 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,8125 gram
= -111,7%
1,1310 gram − 0,7421 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
1,1310 gram
= 34,4 %
3.5.2 Rebus
0,6133 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,5669 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,6133 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 7,6 %
0,6167 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 1,2555 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,6167 𝑔𝑟𝑎𝑚
= -103,6 %
0,5756 gram − 0,5232 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,5756 gram
= 9,1 %
3.5.3 Curing
0,9120 𝑔𝑟𝑎𝑚− 0,5964 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,9120 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 34,6 %
0,9219 gram− 1,5039 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,9219 gram
= 63,1 %
0,6100 gram− 0,7833 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,6100 gram
= 28,4 %

3.6 Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5 %


3.6.1 Segar
1,2651 gram − 0,5672 gram
a. Chilling = × 100 %
1,2651 gram
= 55,2 %
1,3672 gram − 0,6533 gram
b. Suhu Kamar = × 100 %
1,3672 gram
= 52,2%
2,6175 gram − 0,6785 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
2,6175 gram
= 74,1 %
3.6.2 Rebus
0,8001 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,5621 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,8001 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 29,7 %
0,7520 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3987 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,7520 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 46,9 %
0,7881 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3965 𝑔𝑟𝑎𝑚
c. Air Mengalir = × 100 %
0,7881 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 49,7 %
3.6.3 Curing
0,5642 𝑔𝑟𝑎𝑚− 0,1165 𝑔𝑟𝑎𝑚
a. Chilling = × 100 %
0,5642 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 79,4 %
0,3672 𝑔𝑟𝑎𝑚− 0,0986 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Suhu Kamar = × 100 %
0,3672 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 78,1 %
0,6632 gram− 0,1493 gram
c. Air Mengalir = × 100 %
0,6632 gram

= 77,5 %
LAMPIRAN GAMBAR

Anda mungkin juga menyukai