Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C

BLOK 6

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK A1
Anjeli Primeisa (04011181823004)
Fithinia Mafti (04011181823031)
Jirana (04011181823061)
Muhammad Farhan Aziz (04011181823046)
Ayu Pemata Dewi (04011381823229)
Muhammad Fitra Romadhon (04011281823175)
Muhammad Hafizh Arrafi (04011181823007)
Muhammad Iqbal Kuncoro (04011281823178)
Muhammad Rayhansyah Irawan (04011281823157)
Putri Mahirah A (04011381823223)
Tutor :

dr. Dwi Handayani, M.Kes.

Moderator:

Muhammad Hafizh Arrafi (04011181823007)

Sekertaris:
Anjeli Primeisa (04011181823004)
Muhammad Fitra Romadhon (04011281823175)
Fithinia Mafti (04011181823031)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya yang menyertai kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial untuk pleno dari
skenario C pada blok 6 ini tentang fisiologi tubuh. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami yang telah mengarahkan
dan membimbing kami dalam menyelesaikan laporan tutorial ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan serta menjaga keharmonisan saat
menjalani proses tutorial yang lalu. kami mengucapkan pula rasa terimakasih yang paling dalam
kepada orangtua kami yang selalu mendukung segala hal yang kami kerjakan berkenaan dengan
pengembangan diri kami.

Kiranya laporan pleno ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Dalam
penyusunan laporan pleno ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dari laporan ini,
mengingat pengetahuan dan pengalaman kami masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan. Terimakasih.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
SKENARIO C....................................................................................................................... 1
I. Klarifikasi Istilah....................................................................................................... 1
II. Identifikasi Masalah................................................................................................... 2
III. Analisis Masalah….................................................................................................... 3
IV. Merumuskan Keterbatasan dan Learning Issues .......................................................10
V. Sintesis Masalah …....................................................................................................11
V.1.Fisiologi Cairan tubuh.......................................................................11
V.2.Fisiologi Sistem Pencernaan Pada Bayi….......................................... 21
V.3.Diare dan dehidrasi.............................................................................25
V.4. Susu Formula, ASI dan Alergi susu sapi.................................................... 33
VI. Kerangka Konsep ...................................................................................................... 40
VII. Kesimpulan ............................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 42

iii
SKENARIO C BLOK 6 TAHUN 2019
CAIRAN TUBUH DAN GASTROINTESTINAL

Seorang anak perempuan, DN, berusia 9 bulan dibawa ke UGD sebuah rumah sakit
dalam keadaan lemas. Setelah dilakukan tindakan resusitasi, dokter melakukan anamnesis
terhadap ibu anak tersebut. Dari hasil anamnesis didapatkan informasi bahwa sejak ibu mulai
bekerja, ibu memberikan susu formula tambahan dengan alasan ibu merasa ASI-nya tidak cukup,
sedangkan si anak sulit makan dan berat badannya menurun.
Sejak diberikan susu formula tambhan, buang air besar(BAB) sang anak terkadang encer
dan terkadang sulit, dan terdapat kemerahan pada pipi anak, sehingga ibu mengganti merk susu
anaknya 3 hari lalu.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, si anak menjadi sangat rewel dan BAB cair kurang
lebih 10 kali, cairan berwarna kekuningan dan didapatkan serat darah ( cairan yang keluar rerata
80-100 cc setiap defekasi). Setiap diberi susu selalu dimuntahkan (kurang lebih 3 kali
muntah,setiap kali muntah 50 cc). Anak menjadi tampak rewel dan lemas.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan ubun ubun cekung, mukosa bibir kering, ruam
pada kedua pipi, turgor kulit kembali lambat, serta didapatkan perianal rash.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan hipoglikemia, hiponatremia dan
hypokalemia ringan. Dari analisis feses didapatkan dugaan alergi susu sapi.
Dokter kemudian menginformasikan kepada ibu bahwa sang anak mengalami dehidrasi
akibat diare serta kemungkinan mengalami alergi susu sapi.

I. Klasifikasi Istilah
1. Resusitasi : Menghidupkan kembali seseorang yang tampaknya
meninggal (Dorland)
2. Anamnesis : Riwayat penyakit pasien khususnya berdasarkan ingatan
pasien (Dorland)
3. Defekasi : Pembuangan tinja dari rectum (Dorland)
4. Ruam pada kedua pipi : Bintil bintil merah pada kulit ( KBBI)
5. Turgor : Keadaan menjadi turgit(membengkak); Sensasi penuh
yang normal /yang lain (Dorland)
6. Perineal rash : Perianal: sekitar anal; rash: erupsi sementara pada kulit.
Erupsi pada kulit disekitar anal.(Dorland)

1
7. Hipoglikemia : Defisiensi konsentrasi glukosa dalam darah dapat
menyebabkan hipotermia, nyeri kepala, dan gejala-gejala neurologic yang lebih
serius (Dorland)
8. Hiponatremia : Defisiensi Natrium dalam darah. (Dorland)
9. Hipokalemia : Defisiensi Kalium yang abnormal rendah dalam darah,
menyebabkan gangguan neuromuskuler. (Dorland)
10. Dehidrasi : Keadaan yang diakibatkan kehilangan cairan tubuh yang
berlebihan (Dorland)

II. Identifikasi Masalah


No. Identifikasi Masalah Prioritas Alasan
1. Seorang anak perempuan, DN, berusia *** Karena merupakan
9 bulan dibawa ke UGD disebabkan keluhan yang paling utama
karena satu hari sebelum masuk rumah
diderita DN, sehingga Ibu
sakit, si anak menjadi sangat rewel dan
BAB cair kurang lebih 10 kali, cairan membawanya ke UGD
berwarna kekuningan dan didapatkan
serat darah ( cairan yang keluar rerata
80-100 cc setiap defekasi). Setiap diberi
susu selalu dimuntahkan (kurang lebih
3 kali muntah,setiap kali muntah 50 cc).
Anak menjadi tampak rewel dan lemas.
Lalu dokter melakukan tindakan
resusitasi dan anamnesis
2. Dari hasil anamnesis didapatkan **
informasi bahwa sejak ibu mulai
bekerja, ibu memberikan susu formula
tambahan dengan alasan ibu merasa
ASI-nya tidak cukup, sedangkan si anak
sulit makan dan berat badannya
menurun. Akibat diberikan susu
formula tambahan, buang air
besar(BAB) sang anak terkadang encer
dan terkadang sulit, dan terdapat
kemerahan pada pipi anak, sehingga ibu
mengganti merk susu anaknya 3 hari
lalu.
3. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan *
ubun ubun cekung, mukosa bibir
kering, ruam pada kedua pipi, turgor
kulit kembali lambat, serta didapatkan
perianal rash. Dan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kesan
hipoglikemia, hiponatremia dan
hypokalemia ringan. Dari analisis feses
didapatkan dugaan alergi susu sapi.
4. Dokter kemudian menginformasikan *
kepada ibu bahwa sang anak mengalami
dehidrasi akibat diare serta
kemungkinan mengalami alergi susu
sapi.

III. Analisis Masalah


No. Analisis Masalah
1. Seorang anak perempuan, DN, berusia 9 bulan dibawa ke UGD disebabkan
karena satu hari sebelum masuk rumah sakit, si anak menjadi sangat rewel
dan BAB cair kurang lebih 10 kali, cairan berwarna kekuningan dan
didapatkan serat darah ( cairan yang keluar rerata 80-100 cc setiap defekasi).
Setiap diberi susu selalu dimuntahkan (kurang lebih 3 kali muntah,setiap
kali muntah 50 cc). Anak menjadi tampak rewel dan lemas. Lalu dokter
melakukan tindakan resusitasi dan anamnesis.
a. Bagaimana tindakan resusitasi yang dilakukan?
Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara
cepat yang diikuti dengan terapi rehidasi oral.
Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri
larutan oralit jika anak bisa minum.
b. Apa yang menyebabkan BAB cair kurang lebih 10 kali, cairan
berwarna kekuningan dan didapatkan serat darah ( cairan yang
keluar rerata 80-100 cc setiap defekasi) ? ( penyebab dan
mekanisme)
Kegagalan absorbsi nutrien pada usus. Usus halus gagal
mengabsorbsi air dan zat-zat nutrien lainnya, lalu masuk ke usus
besar dan bergabung dengan feses
c. Apa dampak jika cairan keluar 80-100 cc setiap defekasi pada bayi
tersebut?
Bayi itu dapat terkena dehidrasi karena kekurangan cairan.
d. Mengapa pada diare disertai dengan muntah ?
Karena efek dari alergi susu salah satunya ialah menghasilkan
Histamin yang membuat usus memproduksi mucus berlebihan
sehingga pada saat makanan dicerna pada usus tidak dapat dicerna
dengan baik yang diakibatkan gaya peristaltic usus mendorong
kembali ke mulut sehingga esophagus dan lambung berelaksasi
menimbulkan muntah.
e. Bagaimana fisiologi defekasi dan patofisiologi defekasi pada kasus?

Fisiologi defekasi dan patofisiologi pada kasus

Bila feses sampai ke rectum akan menimbulkan distensi dinding rectum.


Distensi akan menstimulasi reflek defekasi dengan tahapan sebagai berikut:
 Sinyal aferen melewati pleksus myentrikus menimbulkan gelombang
mass movement di kolon descendens, sigmoid, dan rectum yang
mendorong feses ke anus. Sinyal juga akan menstimulasi anus untuk
berelaksasi
 Distensi rectum juga memacu sinyal parasimpatis pada kolon dan
rectum untuk meningkatkan kontraksi dinding usus sehingga
memperkuat proses defekasi
 Sinyal afferent sampai di medulla spinalis menimbulkan gerak reflex
berupa inspirasi (Tarik nafas) dalam, glottis menutup, kontraksi otot
diafragma dan abdomen (reflex mengejan)
Defekasi baru terjadi bila muskulus sfingter anus eksternus berelaksasi. Jika
defekasi tidak memungkinkan, maka muskulus tersebut akan selalu
berkontraksi secara sadar sehingga feses tidak keluar (gerak otot menahan
BAB). Bila otot sfingter berkontraksi lama, maka reflex defekasi akan
hilang setelah beberapa menit dan baru akan timbul lagi bila ada tambahan
feses ke rectum. Kontraksi menahan defekasi tidak terjadi pada bayi,
penderita gangguan mental dan gangguan saraf spinal.

f. Mengapa anak menjadi rewel dan lemas pada kasus ?


DN rewel karena merasa ada gangguan di dalam pencernaannya dan
merasa lemas karena dehidrasi yang dialaminya
2. Dari hasil anamnesis didapatkan informasi bahwa sejak ibu mulai bekerja,
ibu memberikan susu formula tambahan dengan alasan ibu merasa ASI-nya
tidak cukup, sedangkan si anak sulit makan dan berat badannya menurun.
Akibat diberikan susu formula tambahan, buang air besar(BAB) sang anak
terkadang encer dan terkadang sulit, dan terdapat kemerahan pada pipi anak,
sehingga ibu mengganti merk susu anaknya 3 hari lalu.
a. Apa kandungan yang terdapat pada susu formula sehingga
menyebabkan buang air besar(BAB) sang anak terkadang encer dan
terkadang sulit, serta terdapat kemerahan pada pipi anak?
Laktosanya tidak dapat diserap dengan baik oleh usus.
b. Bagaimana perbandingan kandungan ASI dan susu formula bagi
sistem pencernaan bayi?
Susu sapi (susu formula) dan ASI mengandung dua macam protein
utama, yaitu whey dan kasein (casein). Whey adalah protein halus,
lembut, dan mudah dicerna. Kasein adalah protein yang bentuknya
kasar, bergumpal, dan sukar dicerna oleh usus bayi. Protein susu
yang utama adalah whey, sedangkan susu sapi yang utama adalah
casein, ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi
mengandung lactoglubin dan bovine serum albumin yang sering
menyebabkan alergi. Susu sapi tidak mengandung taurin, taurin
adalah protein otak, susunan saraf juga penting untuk pertumbuhan
retina, mengandung kalsium, sedikit mengandung zat besi,
mengandung natrium, kalium, fosfor, dan chlor dan susu formula
tidak terdapat sel darah putih, zat pembuluh bakteri anti bodi,
mengandung enzim,hormon dan juga tidak mengandung faktor
pertumbuhan (Afifah, 2007).
c. Apa dampak pemberian susu formula pada bayi?
1. Lemak
Lemak ASI mudah dicerna dan diserap bayi karena mengandung
enzim lipase yang mencerna lemak. Susu formula tidak mengandung
enzim, sehingga bayi kesulitan menyerap lemak susu formula.
Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang (omega-3, omega-6,
DHA, dan asam arakhidonat) suatu asam lemak esensial untuk
myelinisasi saraf yang penting untuk pertumbuhan otak. Lemak ini
sedikit pada susu sapi. Kolesterol ASI tinggi sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pertumbuhan otak.
2. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktose, mempunyai kadar
paling tinggi dibanding susu mamalia lain. Laktose mempunyai
manfaat lain yaitu mempertinggi absorbsi kalsium dan merangsang
pertumbuhan Lactobacillus bifidus. Laktobasilus bifidus berfungsi
mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam
ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E.coli
yang sering menyebabkan diare pada bayi. Laktobasilus mudah
tumbuh cepat dalam usus bayi yang mendapat ASI.
3. Protein
Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan
whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung
whey daripada casein sehingga protein ASI mudah dicerna
sedangkan pada susu sapi kebalikannya.
4. Garam dan Mineral
ASI mengandung garam dan mineral lebih rendah dibanding susu
sapi, bayi yang mendapatkan susu sapi yang tidak dimodifikasi dapat
menderita tetani karena hipokalsemia. Ginjal neonatus belum dapat
mengkonsentrasikan air kemih dengan baik, sehingga diperlukan
susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah.
5. Vitamin, mineral dan zat besi
ASI ASI mengandung vitamin, mineral dan zat besi yang lengkap
dan mudah diserap oleh bayi.

d. Bagaimana fisiologi sistem pencernaan pada bayi?


Fisiologi pencernaan pada bayi
Umumnya fisiologi pencernaan pada bayi hamper sama dengan manusia
dewasa, akan tetapi organ-organ pencernaanya masih dalam tahap
perkembangan sehingga pencernaan bayi kuranmaksimal, seperti:
 Cavitas oral yang kecil dan gigi masih dalam tahap perkembangan
 Glandula saliva yang kecil dan hanya sedikit mengeluarkan saliva
 Esophagus yang sempit
 Lambung yang lebih kecil dan sphincter cardia yang memiliki
perkembangan membrane mucus yang kurang
 Digesti kimiawi harus diselesaikan pada usus kecil dengan bantuan
aktivitas enzim
 Mucosa intestinal mensekresikan beberapa enzim yang berperan
dalam digesti makanan dengan jumlah yang sangat sedikit
 Usus besar belum selesai berkembang
 Mukosa usus besar lembut, tidak ada vili dan belum ada peyer
patches

Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, digesti, dan


absorpsi.

 MOTILITAS
Kata motilitas merujuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan
mendorong maju isi saluran cerna. Pada aktivitas tonus yang terus-menerus
terjadi ini terdapat dua tipe dasar motilitas fasik saluran cerna: gerakan
propulsif dan gerakan mencampur. Gerakan propulsif mendorong isi maju
melalui saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung
pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai
contoh, transit makanan melalui esofagus berlangsung cepat, yang sesuai
karena struktur ini hanya berfungsi sebagai saluran dari mulut ke lambung.
Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, dengan mencampur
makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan pencernaan
makanan. Kedua, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan
memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran
cerna Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi berkat
kontraksi otot polos di dinding organ-organ pencernaan
 SEKRESI
Sistem pencernaan menghasilkan sekresi endokrin dan eksokrin. Sel
kelenjar eksokrin pencernaan adalah sel epitel khusus yang ditemukan pada
permukaan saluran cerna dan di dalam organ pencernaan tambahan seperti
kelenjar eksokrin pankreas yang menyekresikan getah pencernaan ke dalam
lumen saluran cerna melalui stimulasi hormonal atau neural yang spesifik.
Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan direabsorpsi dalam suatu bentuk
atau bentuk lain kembali ke darah setelah ikut serta dalam proses
pencernaan.
 DIGESTI
Molekul-molekul besar yang dikonsumsi manusia (karbohidrat, protein, dan
lemak) tidak dapat melewati membran plasma secara utuh untuk diserap dari
lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Oleh sebab itu, tujuan
digesti adalah untuk menguraikan struktur kompleks makanan secara
kimiawi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap melalui
prosesproses.
 ABSORPSI
Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar
penyerapan. Melalui proses absorpsi, unit-unit kecil makanan yang dapat
diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin, dan
elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.

e. Apa yang menyebabkan DN sulit makan dan berat badannya


menurun? DN perempuan berusia 9 bulan diberikab susu fornula
tambahan dengan alasan ibu merasa ASInya tidak cukup. Sejak
diberika susu formula tambahan, didapatkan reaksi alergi dari tubuh
DN. Susu formula mengandung alfa laktalbumin dan beta
laktoglobulin dan protein susu lain yang bertindak sbg alergen.
Setelah memasuki saluran pencernaan DN, alergeb tsb berikatan dgn
sel dendritik, lalu ditranspor ke kel limfe dan mempresentasikan
MHC II ke sel T Helper. Sel T Helper berdiferensiasi mnjdi TH2 dan
THF. TH2 dan THF akan produksi sitokin (IL-4) yang akan
menginduksi limfosit B untuk merubah Igm ke IgE. IgE akan
berafinitas ke sel mast. Sel mast akan teraktivasi dan mengeluarkan
mediator-mediator alergen yang akan menimbulkan reaksi alergi
pada sistem tubuhnya. Pada integumen, DN akan merasa gatal-gatal
dan timbul ruam pada pipinya. Pada gastrointestinal, terjadi
malabsorbsi usus yang menyebabkan diare. Saat diare, terjadi bab
dengan frekuensi sering yang akan menyebabkan perianal rash dan
dehidrasi. Dehidrasi akan menyebabkan syok sehingga mengganggu
oksigenasi dalam sirkulasi darah DN dan DN tampak lemas. Dampak
lainnya adalah berkurangnya cairan di kulit sehingga daya elastisitas
kulit menurun dan cairan di belakang kelopak mata berkurang
menyebabkan mata DN cekung, serta cairan di mukosa bibir akan
berkurang menyebakan mukosa bibir kering. DN didiagnosis alergi
susu sapi dan dehidrasi akibat diare sehingga DN perlu diberikan
tindakan resusitasi cairan intravena dan larutan oralit jika DN bisa
minum DN perempuan berusia 9 bulan diberikab susu fornula
tambahan dengan alasan ibu merasa ASInya tidak cukup. Sejak
diberika susu formula tambahan, didapatkan reaksi alergi dari tubuh
DN. Susu formula mengandung alfa laktalbumin dan beta
laktoglobulin dan protein susu lain yang bertindak sbg alergen.
Setelah memasuki saluran pencernaan DN, alergeb tsb berikatan dgn
sel dendritik, lalu ditranspor ke kel limfe dan mempresentasikan
MHC II ke sel T Helper. Sel T Helper berdiferensiasi mnjdi TH2 dan
THF. TH2 dan THF akan produksi sitokin (IL-4) yang akan
menginduksi limfosit B untuk merubah Igm ke IgE. IgE akan
berafinitas ke sel mast. Sel mast akan teraktivasi dan mengeluarkan
mediator-mediator alergen yang akan menimbulkan reaksi alergi
pada sistem tubuhnya. Pada integumen, DN akan merasa gatal-gatal
dan timbul ruam pada pipinya. Pada gastrointestinal, terjadi
malabsorbsi usus yang menyebabkan diare. Saat diare, terjadi bab
dengan frekuensi sering yang akan menyebabkan perianal rash dan
dehidrasi. Dehidrasi akan menyebabkan syok sehingga mengganggu
oksigenasi dalam sirkulasi darah DN dan DN tampak lemas. Dampak
lainnya adalah berkurangnya cairan di kulit sehingga daya elastisitas
kulit menurun dan cairan di belakang kelopak mata berkurang
menyebabkan mata DN cekung, serta cairan di mukosa bibir akan
berkurang menyebakan mukosa bibir kering. DN didiagnosis alergi
susu sapi dan dehidrasi akibat diare sehingga DN perlu diberikan
tindakan resusitasi cairan intravena dan larutan oralit jika DN bisa
minum.
3. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan ubun ubun cekung, mukosa bibir
kering, ruam pada kedua pipi, turgor kulit kembali lambat, serta didapatkan
perianal rash. Dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan
hipoglikemia, hiponatremia dan hypokalemia ringan. Dari analisis feses
didapatkan dugaan alergi susu sapi.
a. Apa makna dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pada
kasus?Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium (normal dan
abnormal) karena diare itu menyebabkan kehilangan cairan pada
extracelluleer kemudian nanti akan menarik cairan dari
intraselluler(osmosis) maka dari itu mukosa bibir kering,turgor kulit
lambat dan pada laboratorium yaitu karena cairan pada tubuh di
intrasel (banyak mengandung kalium) keluar dalam muntah dan
diare sehingga menyebabkan Hipokalemia dan di extrasel (banyak
mengandung natrium) keluar juga dalam muntah dan diare yang
menyebabkan hiponatremia dan untuk hipoglikemia
b. Bagaimana mekanisme bisa didapatkan kelainan pada pemeriksaan
fisik dan laboratorium?
4. Dokter kemudian menginformasikan kepada ibu bahwa sang anak
mengalami dehidrasi akibat diare serta kemungkinan mengalami alergi susu
sapi.
a. Mekanisme terjadinya dehidrasi akibat diare?
Yang terjadi pada kasus adalah dehidrasi sekunder atau sodium
depletion terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang
mengandung elektrolit.Istilah sodium depletion lebih sesuai daripada
salt depletion untuk memberi tekanan terhadap perlunya
natrium.Kekurangan intake garam biasanya tidak menimbulkan
sodium depletion oleh karena ginjal,bila perlu,dapat mengatur dan
menyimpan natrium. Sodium depletion terjadi akibat keluarnya
cairan melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan
diare yang keras. Bila dehidrasi yang terjadi karena diare, terdapat
mekanisme homeostasis yang akan mempertahankan cairan dan
NaCl tubuh, sehingga konsentrasi natrium serum normal. Bila
disertai muntah maka asupan cairan menurun sehingga kehilangan
cairan lebih besar dibandingkan kehilangan natrium dan
mengakibatkan hipernatremia. Hiponatremia terjadi bila diare hebat
dan asupan cairan yang kurang, dijumpai juga gangguan kalium dan
kalsium.
b. Bagaimana homeostasis dan keseimbangan elektrolit dalam cairan
tubuh?
Dalam ilmu fisiologi homeostasis mengacu pada pemeliharaan
berbagai kondisi yang hampir selalu konstan di lingkungan dalam. Pada zat
terlarut dalam cairan ekstraseluler, perubahan konsentrasi relatif lebih kecil.
Dibutuhkan daya yang besar untuk memindahkan air agar dapat melintasi
membran sel apabila cairan interselular dan ekstraselular tidak berada pada
keseimbangan osmotik. Perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi zat
terlarut impermeabel dalam cairan ekstraseluler akan menyebabkan
perubahan yang besar.
Pengaturan keseimbangan cairan memerlukan dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu volume dan osmolaritas cairan ekstrasel. Keseimbangan
ini diatur oleh ginjal. Ginjal mengontrol volume cairan ekstraseluler dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel sangat penting dalam
pengaturan tekanan darah dalam jangka panjang. Pengaturan volume dapat
dilakukan dengan cara mempertahakan keseimbangan intake dan output air.
Hal ini dapat terjadi karena ada pertukaran cairan antara kompartmen dan
lingkungan luar tubuh, proses ini dikenal juga dengan nama water turnover.
Proses ini terbagi menjadi dua bagian yaitu External Fluid Exchange,
dimana terjadi pertukaran cairan antara tubuh dengan lingkungan luar,
tahap kedua adalah Internal Fluid Exchange dimana proses pertukaran
cairan antar kompartemen terjadi contoh proses ini adalah filtrasi dan
reabsorbsi.
Ginjal juga mengontrol jumlah garam dalam tubuh dengan cara
mengekskresikan jumlah garam yang berlebih ke luar tubuh. Pengaturan ini
dapat dilakukan dengan cara pengaturan laju filtrasi glomerulus,
mengontrol jumlah reabsorbsi Na+ di ginjal.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut dalam
suatu larutan. Semakin tinggi osmolritas akan semakin tinggi juga
konsentrasi solute dan akibatnya konsentrasi air akan menurun. Hal yang
berbanding terbalik juga akan terjadi apabila osmolaritas menjadi rendah.
Air dapat berpindah dengan cara osmosis dimana air akan berpindah
dari yang konsentrasi solutnya rendah menuju ke konsentrasi solut yang
tinggi. Osmosis hanya akan terjadi apabila terjadi perbedaan konsentrasi
solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel.
Pada ion intrasel ion natrium menjadi ion utama sementara di ekstrasel ion
kalium menjadi ion utama.
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit juga dimainkan oleh
sistem saraf dan endokrin. Ketika sistem saraf mendapatkan informasi
adanay perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor,
osmoreseptor, dan volumereseptor. Apabila tubuh kekurangan cairan maka
akan diaktivasikan hormon Angiotensin II, Aldosteron, dan ADH dengan
meningkatkan reasorbsi air dan natrium. Sementara itu apabila terjadi
peningkatan volume cairan tubuh maka atripeptin akan meningkatkan
ekskresi air dan natrium.

c. Bagaimana fisiologi Na, K, Cl dalam cairan tubuh?


1. Fisiologi Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel,
jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan
sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel
4,8. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel
ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya
dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan atrium
bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada
cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium

2. Fisiologi Kalium
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan
intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan
konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah
konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram
berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi
oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25%
lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada
orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak -anak.
Kalium merupakan kation utama di intra sel. Sekitar 89% kalium
beerada di dalam sel. Jumlah total Kalium dalam tubuh sekitar 50
meq/kg. Kadar Kalium tergantung pada efek mekanisme aldostreon
bila kadar Kalium didaerah meningkat maka akan memacu ginjak
untuk memicu aldosterone. Aldosterone akan memacu ginjal untuk
melngeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak sehingga kadar
kalium turun. Kalium dan Natrium sangat penting dalam menjaga
keseimbangan osmotic di dalam dan luar sel
3. Fisiologi Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.
Pemeriksaan konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai
diagnosis banding padagangguan keseimbangan asam-basa, dan
menghitung anion gap.Jumlah klorida pada orang dewasa normal
sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida
berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel.
Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada
anak -anak dan dewasa.

d. Bagaimana mekanisme terjadinya alergi susu sapi?


Mekanisme alergi susu sapi
Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi
hipersensitivitas pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen
protein yang dapat merangsang produksi antibodi manusia. Protein susu sapi
terdiri 2 fraksi yaitu casein dan whey. Fraksi casein yang membuat susu
berbentuk kental (milky) dan merupakan 76% sampai 86% dari protein susu
sapi.Fraksi casein dapat dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6 yang
menghasilkan 5 casein dasar yaitu α, αδ , β , κ dan γ. Beberapa protein whey
mengalami denaturasi dengan pemanasan ekstensif (albumin serum bovin,
gamaglobulin bovin, dan α-laktalbumin). Akan tetapi, dengan pasteurisasi
rutin tidak cukup untuk denaturasi protein ini tetapi sebaliknya
meningkatkan sifat alergenitas beberapa protein susu seperti β-laktoglobulin.
Alergi yang diperantarai oleh IgE merupakan jenis reaksi alergi yang paling
diketahui mekanismenya.

Pada reaksi alergi yang diperantarai IgE, saat pertama kali memasuki tubuh,
sel dendritik sebagai salah satu APC yang terdapat di epitel akan memproses
alergen pada lokasi terjadinya kontak. Selanjutnya, alergen yang telah
diproses ini akan ditranspor ke kelenjar limfe dan mempresentasikan Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas II ke sel T helper naif (TH0). Sel
T selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi T helper 2 (TH2) dan sel T
helper folikular (TFH) yang berperan dalam produksi sitokin-sitokin,
khususnya IL-4 yang menginduksi diferensiasi lebih lanjut ke arah TH2.
Melalui IL-4, TH2 dan TFH selanjutnya akan menginduksi limfosit B untuk
menukar produksi isotipe antibodi dari IgM menjadi IgE. IgE yang
dihasilkan akan menempel pada reseptor-reseptor IgE berafinitas tinggi
(FϲεRI) pada sel mast, basofil dan eosinofil yang menandai terjadinya proses
sensitisasi. Sel mast, basofil dan eosinofil merupakan sel efektor dari reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (immediate hypersensitivity reactions) yang
mengandung granula berisi mediator-mediator reaksi alergi seperti histamin,
heparin dan serotonin. Hiistamin memiliki peranan penting pada fase awal
setelah kontak dengan alergen. Histamin dapat menyebabkan hidung
tersumbat, berair, sesak nafas, dan kulit gatal. Pada traktus gastointestinal,
histamin menaikkan sekresi mukosa lambung dan apabila pelepasan
histamin terjadi secara sitemik, aktivitas otot polos usus dapat meningkat
dan menyebabkan diare dan hipermotilitas.
Pada beberapa individu dengan ASS, tidak ditemukan kenaikan kadar IgE
yang spesifik terhadap protein susu sapi di sirkulasi darah dan tidak
menunjukkan hasil yang positif pula pada uji tusuk kulit. Karena tidak
melibatkan kenaikan kadar IgE seperti pada hipersensitivitas tipe I, reaksi
ini disebut alergi yang tidak diperantarai IgE (non IgE-mediated allergy)
atau sering juga disebut sebagai delayed-type allergic reaction. Mekanisme
alergi ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan beberapa studi
diperkirakan ada dua mekanisme yang dapat mendasari respon alergi ini.
Yang pertama adalah reaksi yang diperantarai TH1, dimana kompleks imun
yang terbentuk akan mengaktivasi komplemenkomplemen. Mekanisme
kedua adalah reaksi yang melibatkan interaksi sel limfosit T, sel mast atau
neuron, dimana interaksi ini menimbulkan perubahan fungsional pada
motilitas usus dan aktivitas otot polos saluran cerna. Sel limfosit T

IV. Learning Issues

What I What I have to How I will


Pokok Bahasan What I don’t know
know prove learn
Fisiologi Cairan Definisi a.Cairan tubuh normal Berapa
konsentrasi Jurnal
Tubuh Fisiologi b.Homeostasis dan
Cairan tubuh
Cairan keseimbangan elektrolit
normal
Tubuh dalam cairan tubuh
Bagaimana
c.Fisiologi Na, K dan
Homeostasis dan
glukosa dalam cairan keseimbangan
tubuh elektrolit dalam
cairan tubuh Internet
Fisiologi Na, K
dan glukosa
dalam cairan
tubuh

Fisiologi sistem Fisiologi 1. Fisiologi defekasi dan 1. Bagaimana Text Book


percernaan pada Pencernaan patofisiologinya fisiologi
bayi pada pencernaan oada
umumnya bayi, pencernaan
susu(lemak)
pada bayi.
Diare dan Pengertian 1. Penyebab diare 1.Keterkaitan
dehidrasi Diare 2. Penyebab Dehidrasi
diare dengan
dehidrasi
2.Mekanisme
diare pada bayi
Susu formula dan Pengertian 1. Kandungan ASI dan 1.Mekanisme
ASI dan alergi ASI dan Susu formula
alergi susu sapi
susu sapi susu 2. Mekanisme alergi susu
formula sapi pada bayi pada bayi
3. Dampak susu formula
2. Dampak susu
formula pada
bayi 9 bulan.

V. SINTESIS
1. FISIOLOGI CAIRAN TUBUH

Cairan Tubuh Normal


Sekitar 60% dari total massa tubuh manusia dewasa adalah cairan. Umumnya cairan pada
tubuh manusia berbentuk larutan ion dan zat-zat lain. Sebagian besar dari cairan ini berada di
dalam sel atau disebut juga dengan istilah intraseluler, sementara itu 1/3 dari cairan tersebut
berada di luar sel atau disebut dengan istilah ekstraseluler.
Selain perbedaan posisi cairan intrasel dan ekstrasel juga memiliki perbedaan lain. Salah
satu perbedaanya adalah kandungannya, cairan ekstraseluler memiliki banyak ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Di lain pihak cairan intraseluler tidak memiliki ion natrium dan klorida
sebanyak cairan ekstraseluler, akan tetapi cairan intraseluler memiliki banyak ion kalium,
magnesium,dan fosfat.
Cairan ekstraseluler juga memiliki zat gizi bagi sel berupa oksigen, glukosa, dan asam
lemak. Cairan ekstrasel mengandung karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru sementara itu
produk limbah akan diangkut ke ginjal untuk diekskresikan.
Cairan ekstraseluler terbagi dua menjadi cairan interstisial dan plasma darah, terdapat juga
kompartemen kecil yang disebut sebagai cairan sinovial. Cairan sinovial ini meliputi rongga-
rongga seperti peritoneum, perikardium, intraokular, dan cairan cerebrospinal.
Seorang laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg memiliki total cairan tubh sebanyak
60% dari total berat badan, jumlahnya sekitar 42 L. Presentase ini memiliki faktor-faktor yang
dapat merubah nilainya misalnya umur, jenis kelami, dan derajat obesitas. Pada bayi prematur
yang baru lahir total cairan berkisar antara 70-75% dari berat badannya.
28 liter dari total 42 liter
cairan tubuh terdapat di dalam 100
trilun sel, secara keseluruhan cairan
ini disebut dengan nama cairan
intraselular. Jumlah dari cairan
intraselular adalah 40% dari total
berat badan manusia. Walaupun
cairan intraseluler memiliki
campunrannya sendiri di masing-
masing sel akan tetapi konsentrasi
zat dan komposisi cairan sel sangat
mirip bahkan pada hewan yang berbeda seperti mikroorganisme.
Cairan yang berada di luar sel disebut dengan nama cairan ekstraseluler. Jumlah cairan ini
adalah 20% dari total berat badan atau sekitar 14 L pada laki-laki dengan berat badan 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi lagi menjadi dua, yang pertama adalah cairan interstisial, yang
berjumlah lebih dari tiga per empat dan memiliki volume 11 L. Seperempat sisanya adalah
plasma dengan volume sebanyak 3 L.
Plasma merupakan bagian darah yang tidak memiliki sel, bertugas untuk bertukar zat
dengan cairan interstisial secara terus-menerus melalui pori-pori membran kapiler. Pori-pori ini
bersifat sangat permeabel terhadap hampir semua cairan ekstraseluler kecuali protein. Cairan
ekstraseluler secara konstan terus menyampur, sehingga plasma dan cairan interstisial memiliki
komponen yang hampir sama kecuali protein, konsentrasi protein lebih banyak di plasma.
Homeostasis dan Keseimbangan Elektrolit dalam Cairan Tubuh
Dalam ilmu fisiologi homeostasis mengacu pada pemeliharaan berbagai kondisi yang
hampir selalu konstan di lingkungan dalam. Pada zat terlarut dalam cairan ekstraseluler,
perubahan konsentrasi relatif lebih kecil. Dibutuhkan daya yang besar untuk memindahkan air
agar dapat melintasi membran sel apabila cairan interselular dan ekstraselular tidak berada pada
keseimbangan osmotik. Perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi zat terlarut impermeabel
dalam cairan ekstraseluler akan menyebabkan perubahan yang besar.
Pengaturan keseimbangan cairan memerlukan dua hal yang perlu diperhatikan yaitu
volume dan osmolaritas cairan ekstrasel. Keseimbangan ini diatur oleh ginjal. Ginjal mengontrol
volume cairan ekstraseluler dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel sangat penting dalam pengaturan tekanan darah
dalam jangka panjang. Pengaturan volume dapat dilakukan dengan cara mempertahakan
keseimbangan intake dan output air. Hal ini dapat terjadi karena ada pertukaran cairan antara
kompartmen dan lingkungan luar tubuh, proses ini dikenal juga dengan nama water turnover.
Proses ini terbagi menjadi dua bagian yaitu External Fluid Exchange, dimana terjadi pertukaran
cairan antara tubuh dengan lingkungan luar, tahap kedua adalah Internal Fluid Exchange dimana
proses pertukaran cairan antar kompartemen terjadi contoh proses ini adalah filtrasi dan
reabsorbsi.
Ginjal juga mengontrol jumlah garam dalam tubuh dengan cara mengekskresikan jumlah
garam yang berlebih ke luar tubuh. Pengaturan ini dapat dilakukan dengan cara pengaturan laju
filtrasi glomerulus, mengontrol jumlah reabsorbsi Na+ di ginjal.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut dalam suatu larutan. Semakin
tinggi osmolritas akan semakin tinggi juga konsentrasi solute dan akibatnya konsentrasi air akan
menurun. Hal yang berbanding terbalik juga akan terjadi apabila osmolaritas menjadi rendah.
Air dapat berpindah dengan cara osmosis dimana air akan berpindah dari yang konsentrasi
solutnya rendah menuju ke konsentrasi solut yang tinggi. Osmosis hanya akan terjadi apabila
terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan
ekstrasel. Pada ion intrasel ion natrium menjadi ion utama sementara di ekstrasel ion kalium
menjadi ion utama.
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit juga dimainkan oleh sistem saraf dan
endokrin. Ketika sistem saraf mendapatkan informasi adanay perubahan keseimbangan cairan
dan elektrolit melalui baroreseptor, osmoreseptor, dan volumereseptor. Apabila tubuh
kekurangan cairan maka akan diaktivasikan hormon Angiotensin II, Aldosteron, dan ADH
dengan meningkatkan reasorbsi air dan natrium. Sementara itu apabila terjadi peningkatan
volume cairan tubuh maka atripeptin akan meningkatkan ekskresi air dan natrium.
2. FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN PADA BAYI
Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi.
1. MOTILITAS

Kata motilitas merujuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi
saluran cerna. Meskipun otot polos di dinding saluran cerna merupakan otot polos fasik yang
tnemperlihatkan lonjakan kontraksi yang terinduksi oleh potensial aksi, otot ini juga
mempertahankan kontraksi berkadar rendah dan konstan yang dikenal sebagai tonus. Tonus
penting untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna serta untuk mencegah
dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi. Pada aktivitas tonus yang terus-
menerus terjadi ini terdapat dua tipe dasar motilitas fasik saluran cerna: gerakan propulsif dan
gerakan mencampur.
Gerakan propulsif mendorong isi maju melalui saluran cerna, dengan kecepatan
pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran
cerna. Sebagai contoh, transit makanan melalui esofagus berlangsung cepat, yang sesuai karena
struktur ini hanya berfungsi sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perhandingan, di
usus halus—tempat utama pencernaan dan penyerapan—isi bergerak maju dengan lambat,
menyediakan waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan.
Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, dengan mencampur makanan
dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan pencernaan makanan. Kedua, gerakan ini
mempermudah penyerapan dengan memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan
serap saluran cerna Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi berkat
kontraksi otot polos di dinding organ-organ pencernaan. Pengecualiannya adalah di ujung-ujung
saluran: mulut melalui bagian pangkal esofagus di awal saluran dan sfingter anus eksternus di
akhir saluran. Pada daerah ini, motilitas lebih melibatkan otot rangka daripada aktivitas otot
polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan, dan defekasi memiliki komponen volunter
karena otot rangka berada di bawah kontrol sadar. Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran
lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang dikontrol oleh mekanisme involunter kompleks.
2. SEKRESI
Sistem pencernaan menghasilkan sekresi endokrin dan eksokrin. Sel kelenjar eksokrin
pencernaan adalah sel epitel khusus yang ditemukan pada permukaan saluran cerna dan di dalam
organ pencernaan tambahan seperti kelenjar eksokrin pankreas yang menyekresikan getah
pencernaan ke dalam lumen saluran cerna melalui stimulasi hormonal atau neural yang spesifik.
Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang
penting daIam proses pencernaan, misalnva enzim, garam empedu, atau mukus. Sel-sel
sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan mentah yang diperlukan
untuk menghasilkan sekresi tertentu mereka. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan
energi, baik untuk transpor aktif sebagian bahan mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara
pasif) maupun untuk sintesis produk sekretorik.
Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan direabsorpsi dalam suatu bentuk atau bentuk
lain kembali ke darah setelah ikut serta dalam proses pencernaan. Kegagalan reabsorpsi ini
(misalnya karena muntah atau diare) menyebabkan hilangnya cairan yang "dipinjam" dari plasma
ini. Sistem pencernaan dianggap merupakan organ endokrin yang terbesar di tubuh. Sementara
jaringan endokrin perifer biasanya disusun menjadi kelenjar-kelenjar yang berbeda, jaringan
endokrin saluran cerna disusun sebagai sel tunggal individual yang tersebar di sepanjang saluran
pencernaan. Sel epitel khusus ini menghasilkan satu kisaran protein sinyal, yang diklasifikasikan
sebagai hormon GI atau peptida GI, yang memasuki darah dan dihaiva ke target di dalam saluran
cerna dan di luar saluran cerna. Terlepas dari klasifikasinya, berbagai sekresi endokrin ini
mengatur fungsi digestif.
3. DIGESTI

Manusia mengonsumsi tiga kategori utama bahan makanan kaya-energi: karbohidrat, protein,
dan lemak . Molekul-molekul besar ini tidak dapat melewati membran plasma secara utuh untuk
diserap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Oleh sebab itu, tujuan digesti adalah
untuk menguraikan struktur kompleks makanan secara kimiawi menjadi satuan-satuan yang lebih
kecil dan dapat diserap melalui prosesproses.
Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigliserida, yaitu lemak netral
yang terdiri dari satu Semua nutrien, molekul gliserol dengan tiga asam lemak yang melekat (tri
artinya"tiga"). Pencernaan enzimatik lemak netral memisahkan dua molekul asam lemak dari
trigliserida sehingga meninggakan satu monogliserida, yaitu satu molekul gliserol dengan satu
molekul asam lemak melekat padanya (mono artinya "satu"). Karena itu, produk akhir
pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lemak yang dapat
diserap.
4. ABSORPSI

Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan. Melalui proses
absorpsi, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama
dengan air, vitatnin, dan elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darali atau
limfe.
5. DEFEKASI

Bila feses sampai ke rectum akan menimbulkan distensi dinding rectum. Distensi akan
menstimulasi reflek defekasi dengan tahapan sebagai berikut:
 Sinyal aferen melewati pleksus myentrikus menimbulkan gelombang mass movement di
kolon descendens, sigmoid, dan rectum yang mendorong feses ke anus. Sinyal juga akan
menstimulasi anus untuk berelaksasi
 Distensi rectum juga memacu sinyal parasimpatis pada kolon dan rectum untuk
meningkatkan kontraksi dinding usus sehingga memperkuat proses defekasi
 Sinyal afferent sampai di medulla spinalis menimbulkan gerak reflex berupa inspirasi
(Tarik nafas) dalam, glottis menutup, kontraksi otot diafragma dan abdomen (reflex
mengejan)
Defekasi baru terjadi bila muskulus sfingter anus eksternus berelaksasi. Jika defekasi tidak
memungkinkan, maka muskulus tersebut akan selalu berkontraksi secara sadar sehingga feses
tidak keluar (gerak otot menahan BAB). Bila otot sfingter berkontraksi lama, maka reflex
defekasi akan hilang setelah beberapa menit dan baru akan timbul lagi bila ada tambahan feses
ke rectum. Ko ntraksi menahan defekasi tidak terjadi pada bayi, penderita gangguan mental dan
gangguan saraf spinal.

Susunan feses
Air (75%)
Substansi padat (25%): bakteri mati (7,5%), lemak (2,5-5%), anorganik (2,5-5%), protein
(0,5%), sisa nutrisi, empedu, sel epitel (7,5%)
Pencernaan Susu pada Sistem Digestif Bayi
Sebagian besar lemak di makanan berbentuk trigliserida, suatu lemak netral yang terdiri
dari 1 inti gliserol ditambah 3 unsur asam lemak. Bentuk lemak yang lain adalah fosfolipid,
kolestrol, dan ester kolestrol. Unsur lemak yang dicerna hanyalah trigliserida menjadi gliserol
dan asam lemak, sedangkan 3 bentuk lainnya tidak lagi dicerna tapi langsung di reabsorbsi.
Proses digesti lemak pertama kali digaster dengan lipase gaster. Akan tetapi, digesti tersebut
tidak bermakna. Tempat utama digesti lemak adalah di intestinal oleh lipase intestinal. Proses
digesti lemak dibantu oleh emulsifikasi asam empedu. Asam empedu memiliki sifat deterjen
yang mampu mememcah butir-butir lemak menjadi halus. Asam empedu akan menurunkan
tegangan permukaan lemak sehingga mudah ditembus oleh enzim lipase untuk proses hidrolisis.
Lemak trigliserida akan pecah menjadi bentuk monogliserida berupa asam lemak dan gliserol.
Ester-kolestrol akan pecah oleh kolestrol-estrase menjadi kolestrol bebas sebelum diabsorbsi.
Selain berperan dalam emulsifikasi, garam empedu juga akan membentuk diri menjadi misel
(butiran-butiran) sebagai media transpot monogliserida dan asam lemak bebas ke brush border
sel epitel intestinal untuk diabsorbsi.
Berbeda dengan zat lain, lemak diabsorbsi di usus halus dan masuk ke lacteal sentral
menuju pembuluh limfe setelah itu dibawa ke duktus torakikus dan akhirnya masuk ke vena
porta. Absorbsi dilakukan melaui mekanisme transport aktif dalam bentuk monogliserida, asam
lemak bebas, dan kolestrol.
Monogliserida dan asam lemak dibawa misel ke brush border dan masuk ke epitel usus. Di epitel
usus monogliserida bergabung kembali dengan asam lemak menjadi trigliserida. Trigliserida
bersama-sama fosfolipid, kolestrol, dan protein membentuk diri menjadi kilimikron dan masuk
ke dalam pembuluh limfe.

Enzim Pencernaan pada Bayi


Proses pencernaan kemudian disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus(
sukus enterikus ) sehingga zat makanan menjadi bentuk yang siap diserap. Enzim enzim ini
banyak terdapat diantara vili brush border
Beberapa organ dan enzim yang berperan dalam proses pencernaan zat makan
(karbohidrat,lemak ,protein) pada bayi, belum berfungsi secara optimal. Aktivitas enzzim ini
akan bertambah sesuai dengan pertambhan usia. Aktivitas amylase yang optimal pada umur 12
bulan. Lipasemencapai kadar seperti orang dewasa pada usia 24 bulan sedangkan aktivitas tripsin
pada bayi baru lahir sudah sama dengan orang dewasa. Kurang
lebih 4,8% ASI terdiri dari laktosa, yang disediakan oleh ASI. Laktosa dan sakarida yang lain
dicerna oleh enzim yang berada di mrmbran brush border pada enterosit yang telah matur. 50%
kebutuhan kalori pada bayi dicukupu dari lemak dalam ASI dan susu formula.Yang mengandung
asam lemak jenuh dan asam lemah tak jenuh yan diesterasi menjadigliserol. Pencernaan lemak
dimulai saat berada dilambung . Peristaltik dan gerakan mencampur pada lambung akan
memecah trigliserid dihidrolisa menjadi asam lemak,gliserol,monogliserida.
Lipase ini di produksi dalam jumlah banyak saat bayi lahir.dan sangat penting perannya
pada masa bayi. Bayi normal lebih mudah mencerna dan menyerap lemak yang berasal dari ASI
dibandingkan lemak susu sapi atau susu formula, disebabkan ASI mengandung lipase. Selain
lipase,ASI juga mengandung amylase dan protease. Pengaturan motilitas dan
sekresi enzim enzim pencernaa dilakukan oleh reflek reflek enteral yang akan merespon ada
tidaknya kimus dalam usus. Kimus selanjutnya menuju usus besar. Usus besar hamper seluruh
air yang berasal dari usus halus dan meninggalkannya sekitar 1% untuk disekresi ke dalam tinja.
Mukosa usus besar seperti juga pada mukosa usus halus,mempunya kemampuan abrbsorsi aktif
natrium yang tinggi dan potensial aksi yang diakibat kan oleh absorbs Na+ akan menarbsorsi
klorida. Saat kimus berada pada bagian distal usus halus, mukosa usus besar mengekresikan ion
bikarbonat dengan proses absorsi ion Cl- . Bikarbonat berfungsi menetralisir produk akhir asam
dari kerja bakteri dalam usus besar. Absorbsi ion Na dan Cl mencipptakan tekanan osmotic
disepanjang mukosa usus besar yang kemudian akan menyebabkan absorbs air.
Usus besar sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa tinja yang sudah
berkurang kandungan cairannya sampai proses defekasi berlangsung
Proses pencernaan terjadi di usus besar lebih bnanyak dikerjakan oleh bakteri usus (
mikroflora ) bukan enzim. Mikroflora usus besar dapat memetabolisme nutrient yang tidak
diserap. Usus besar mengekresikan mucus alkali yang tidak mengan dung enzim. Mukus ini
bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa, Pembusukan oleh bakteri dari sisa sisa protein
menjadi asam amino dan menjadi zat zat yang lebih ederhana seperti skatol,fenol dan asam
lemak rantai pendek. Pembentukan zat gas seperti NH3,CO2,H2s dan CH4 membantu
pembentukan flatus di usus besar. Beberapa substansi ini di keluarkan dalam tinja sedangkan zat
lainnya di arbsorsi dan diangkut ke hati ubtuk dirubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan
disekresikan melalui kemih.
Defekasi pada bayi baru lahir diawali dengan keluarnya mukoneum. Mukoneum adalah
tinja yang berwarna hitam,kental,lengket yang merupakan campuran sekresi kelenjar interstinal
dan cairan amnion. Pada keadaan normal mukoneum akan keluar sebanyak 2-3 kali per hari.
Pada bayi yang mendapatkan susu formula tinja yang lebih padat dibandingkan dengan yang
mendapatkan ASI.

3. DIARE DAN DEHIDRASI

1. Definisi Diare

Secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih
dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair
akut, disentri, dan diare persisten(WHO 1999).
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari(Depkes RI 2005)
2. Etiologi

Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah Rotavirus, disamping virus lainnya seperti
Norwalk Like Virus, Enteric Adenovirus, Astovirus, dan Calicivirus. Beberapa patogen bakteri
seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter, dan beberapa strain khusus E.Coli.
Beberapa parasit yang sering menyebabkan diare meliputi Giardia, Crytosporidium, dan
Entamoeba Histolytica. ( Latief, 2002)
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.Jenis jenis
infeksi antara lain :
1) Infeksi bakteri: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas

2) Infeksi virus : Entero Virus (virus echo,Coxechasi dan poliomyelitis),Adeno virus,Rota


virus dan Astrovirus

3) Infeksi parasit : cacing, protozoa dan jamur.

4) Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis
media akut, Tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak di
bawah 2 tahun (Nurhidayah 2007)

b. Bukan faktor infeksi

1) Alergi makanan : susu dan protein

2) Faktor malabsorbsi yaitu :

a) Malabsorbsi karbohidrat
Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis dala susu formula menyebabkan diare.
Gejala berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering
terkena diare ini, maka pertumbuhan anak akan terganggu.
b) Malabsorsi lemak

Dalam lemak terdapat lemak yang disebut triglyserida, dengan bantuan kelenjar
lipase, mengubah lemak menjadi micelles siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada lipase
dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap
dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.
3) Keracunan yang dapat disebabkan; keracunan bahan kimiawi, keracunan oleh bahan yang
dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran.

4) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.

5) Faktor psikologis.

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkaan diare kronis.
(Nurhidayah 2007)
3. Patofisiologi

a. Gangguan osmotik

Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi sehingga terjadi pergesesaran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini
menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkan( diare).
b. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu ( misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.( Latief 2002).
c. Gangguan motalitas usus

Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.


Atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan
peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini
memyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare. ( Nurhidayah, 2007)
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi kejadian diare. Faktor penyebab diare tidak berdiri sendiri akan tetapi saling
terkait dan sangat kompleks. Susu formula sebagai salah satu makanan pengganti ASI pada anak
yang penggunaannya semakin meningkat. Adanya cara pemberian susu formula yang benar
merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan angka kejadian diare pada anak akibat
minum susu formula.

KEUNTUNGAN MENYUSUI BAGI BAYI


Selain nutrien, susu mengandung sejumlah sel imun, antibodi, dan bahan kimia lain yang
membantu melindungi bayi terhadap infeksi hingga ia dapat membentuk sendiri respons imun
yang efektif beberapa bulan setelah lahir. Kolostrum, susu yang diproduksi selama lima hari
pertama setelah persalinan, mengandung sedikit Iemak dan laktosa, tetapi dengan komponen-
komponen imunoprotektif yang tinggi. Semua bayi manusia mendapat imunitas pasif selama
gestasi oleh antibodi yang menembus plasenta dari ibu kepada janinnya (lihat h. 462). Namun,
antibodi-antibodi ini berumur pendek dan tidak dapat menetap hingga bayi dapat membentuk
sendiri pertahanan imunologis. Bayi yang mendapat ASI memperoleh perlindungan tambahan
selama periode rentan ini melalui berbagai mekanisme:
■ASI mengandung banyak sel imun-limfosit T dan B, makrofag, serta neutrofil (lihat h.
422)-yang menghasilkan antibodi dan langsung menghancurkan mikroorganisme patogenik. Sel-
sel ini sangat banyak terdapat dalam kolostrum.
■ IgA sekretorik, suatu jenis khusus antibodi, terdapat dalam jumlah besar di ASI. IgA
sekretorik terdiri dari dua molekul antibodi IgA (lihat h. 449) yang disatukan oleh apa yang
disebut sebagai komponen sekretorik yang membantu melindungi antibodi dari destruksi oleh
getah lambung bayi yang asam dan enzim-enzim pencernaan. Koleksi antibodi IgA yang
diterima oleh bayi yang mendapat ASI ditujukan secara spesifik terhadap patogen tertentu di
lingkungan ibu-dan, karenanya, di lingkungan bayi itu juga. Karena itu, antibodi-antibodi ini
melindungi bayi dari mikroba infeksi yang kemungkinan besar dijumpai oleh bayi tersebut.
■ Sebagian komponen dalam susu ibu, misalnya mukus, melekat ke mikroorganisme
berbahaya, mencegah mereka melekat ke dan menembus mukosa usus.
■ Laktoferin adalah konstituen susu ibu yang menghambat pertumbuhan bakteri
berbahaya dengan mengurangi ketersediaan zat besi, suatu mineral yang dibutuhkan untuk
perkembangbiakan patogen-patogen ini (lihat h. 443).
■ Faktor bifidus pada susu ibu mendorong multiplikasi mikroorganisme non-patogen
Lactobacillus bifidus di saluran cerna bayi. Pertumbuhan bakteri tak-berbahaya ini membantu
mendesak pertumbuhan bakteri yang berpotensi merugikan.
■Komponen-komponen lain dalam air susu ibu mendorong pematangan sistem
pencernaan bayi sehingga bayi lebih tahan terhadap bakteri dan virus penyebab diare.
■ Masih ada faktor-faktor lain dalam susu ibu yang mempercepat perkembangan
kemampuan sistem imun bayi.
Karena volume sel berubah sewaktu sel dikelilingi cairan yang tidak isotonik, konsentrasi
solut taktembus-membran di CES harus cepat dikembalikan ke nilai normalnya seandainya CES
menjadi hipotonik (misalnya, karena terlalu banyak minum) atau hiper-tonik (misalnya,
kehilangan terlalu banyak air akibat diare berat) (Lihat h. 587-590 untuk perincian lebih lanjut
mengenai mekanisme homeostatik penting yang mempertahankan konsentrasi normal solut
taktembus-membran di CES)
Selama hipertonisitas CES, sel menciut karena H2O keluar. Hipertonisitas CES, kelebihan
konsentrasi zat terlarut di CES, biasanya berkaitan dengan dehidrasi, atau keseimbangan negatif
H2O bebas. PENYEBAB HIPERTONISITAS (DEHIDRASI) Dehidrasi dan hipertonisitas yang
menyertainya dapat ditimbulkan melalui tiga cara utama:
1. Insufisiensi pemasukan H2O, seperti yang terjadi pada perjalanan di gurun pasir atau
kesulitan menelan
2. Pengeluaran H2O yang berlebihan, seperti yang dapat terjadi pada berkeringat, muntah,
atau diare berlebihan (meskipun baik H2O maupun zat terlarut keluar selama keadaan-
keadaan ini, H2O relatif lebih banyak hilang sehingga zat terlarut yang tertinggal menjadi
lebih pekat)
3. Diabetes inspidus, penyakit yang ditandai oleh defisiensi vasopressin

ARAH DAN GEJALA YANG TERJADI AKIBAT PERPINDAHAN AIR SELAMA


HIPERTONISITAS
Jika kompartemen CES menjadi hipertonik, H2O berpindah keluar sel melalui osmosis ke
dalam CES yang lebih pekat hingga osmolaritas CIS sama dengan CES. Karena H2O keluar, sel
menciut. Hal yang mengkhawatirkan adalah penciutan bermakna neuron-neuron otak dapat
mengganggu fungsi otak, yang dapat bermanifestasi sebagai kekacauan mental dan irasionalitas
pada kasus ringan dan kemungkinan delirium, kejang, atau koma pada kondisi hipertonik yang
parah.
Hal yang tidak kalah seriusnya dengan gejala saraf adalah gangguan sirkulasi akibat
berkurangnya volume plasma yang berkaitan dengan dehidrasi. Gangguan sirkulasi dapat
berkisar dari penurunan ringan tekanan darah hingga syok sirkulasi dan kematian. Gejala yang
lebih umum lainnya muncul bahkan pada kasus dehidrasi ringan. Sebagai contoh, kulit kering
dan mata cekung menunjukkan lenyapnya H2O dari jaringan lunak di bawahnya, dan lidah
menjadi kering dan retak karena sekresi liur tertekan.
EFEK MUNTAH Pada muntah yang berlebihan, tubuh mengalami kehilangan banyak cairan
dan asam yang secara normal akan direabsorpsi. Penurunan volume plasma yang terjadi dapat
menyebabkan dehidrasi dan masalah sirkulasi, dan kehilangan asam dari lambung dapat
menyeliabkan alkalosis metabolic
Syok Hipovolemik Akibat Kehilangan Plasma
Kehilangan plasma dari sistem sirkulasi, bahkan tanpa kehilangan sel darah merah,
terkadang dapat cukup berat untuk mengurangi volume darah total secara nyata, yang
menyebabkan syok hipovolemik khas yang hampir serupa seluruhnya dengan syok akibat
perdarahan. Kehilangan plasma secara hebat terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut.
1. Obstruksi usus halus dapat menyebabkan penurunan volume plasma secara hebat. Distensi
usus halus pada obstruksi usus halus, sebagian akan menghambat aliran balik vena pada dinding
usus halus, sehingga meningkatkan tekanan kapiler usus halus. Hal ini kemudian menyebabkan
cairan keluar dari kapiler masuk ke dalam dinding usus halus dan juga ke dalam lumen usus
halus. Oleh karena cairan yang hilang memiliki kandungan protein tinggi, akibatnya protein
plasma darah total dan juga volume plasma menurun;
2. Pada hampir semua pasien yang mengalami luka bakar hebat atau pengelupasan kulit lainnya,
terjadi kehilangan plasma yang amat banyak melalui daerah kulit yang terkelupas, sehingga
volume plasma menjadi sangat menurun.
Syok hipovolemik yang timbul akibat hilangnya plasma mempunyai sifat-sifat khas yang
hampir sama dengan syok akibat perdarahan, kecuali satu faktor komplikasi tambahan-viskositas
darah menjadi sangat meningkat akibat meningkatnya konsentrasi sel darah merah di dalam
darah yang tersisa dan hal ini menimbulkan kembali perlambatan aliran darah.
Hilangnya cairan dari semua kompartemen cairan dalam tubuh disebut dehidrasi;
dehidrasi juga dapat mengurangi volume darah, dan menimbulkan syok hipovolemik yang serupa
dengan syok akibat perdarahan. Beberapa penyebab dari bentuk syok ini antara lain (1)
mengeluarkan keringat secara berlebihan; (2) hilangnya cairan karena diare berat atau muntah-
muntah, (3) hilangnya cairan yang berlebihan melalui ginjal; (4) asupan cairan dan elektrolit
yang tidak adekuat, atau (5) kerusakan korteks adrenal, dengan hilangnya sekresi aldosteron dan
berakibat kegagalan ginjal untuk mereabsorbsi natrium, klorida, dan air, yang disebabkan tidak
adanya hormon adrenokortikal, aldosteron.
Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut
maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan
kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan kompensasi,
mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi srikulasi dengan
meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi
mempertahankan fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini
melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan organ-organ
vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas.
Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin. Selanjutnya
pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut sehingga menyebabkan
kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki. Kedaan klinis yang paling nyata
adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal akut.

Diare Akibat Alergi Susu Sapi


Gula atau karbohidrat
Dalam bahasa sehari-hari, kita mengenal istilah gula pasir, gula jawa, gula bit dan
sebagainya. Dalam dunia kedokteran, yang dimaksud gula adalah karbohidrat. Dan istilah gula
susu yang sering kita dengar berarti sejenis karbohidrat yang terdapat dalam susu. Karbohidrat
itu sendiri merupakan salah satu unsur gizi yang dibutuhkan tubuh dari makanannya di samping
protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Zat ini merupakan bahan bakar tubuh, karena dari zat
ini kita mendapatkan energi atau tenaga untuk menjalankan aktivitas seharihari. Lebih dari 50
persen kalori yang didapat tubuh biasanya disediakan oleh karbohidrat. Ada berbagai macam
karbohidrat, begitu juga dengan sumbernya. Seperti gula pasir yang sering kita gunakan
termasuk dalam golongan karbohidrat yang disebut sukrosa. Sedang gula susu dikenal juga
dengan laktosa.
Susu sebagai sumber laktosa
ASI mengandung laktosa sebagai karbohidratnya. Demikian juga dengan susu sapi, susu
kambing, dan susu dari hewan mamalia lainnya kecuali anjing laut. Susu formula atau susu botol
dengan sendirinya juga mengandung laktosa. Dari penelitian tersingkap bahwa kelenjar pankreas
(yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan) pada bayi baru lahir belum bekerja dengan
sempurna. Akibatnya bayi baru lahir tidak dapat mencerna karbohidrat dari sumber lain seperti
nasi. Di dalam jonjot jonjot usus, terdapat enzim yang berfungsi memecah laktosa. Laktosa yang
diminum bayi akan dipecah menjadi jenis gula yang lebih kecil molekulnya, yaitu glukosa dan
galaktosa. Kedua gula inilah yang diserap usus masuk ke pembuluh darah dan kemudian
diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Berkurangnya enzim laktase
Enzim laktase dalam usus bayi sudah terbentuk sejak janin. Kadar maksimal akan tercapai
pada usia janin 6-7 bulan sampai bayi lahir. 13 Bayi-bayi prematur atau bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram, biasanya memiliki enzim laktase lebih kecil. Untuk
kasuskasus bayi dengan laktase kurang, mereka harus diberi makanan susu khusus.
Berkurangnya kadar enzim laktase di dalam jonjot-jonjot usus akan mengganggu kesehatan bayi.
Pada penyakit diare misalnya, karena serangan kuman terjadilah kerusakan jonjot-jonjot.
Kerusakan ini akan mengakibatkan jonjot-jonjot usus berkurang. Dan dengan sendirinya kadar
enzim laktasepun akan berkurang. Kemampuan seseorang untuk menangkal gangguan kesehatan
akibat susu juga dipengaruhi oleh enzim laktase ini. Orang-orang kulit putih termasuk golongan
yang tahan terhadap susu. Lain halnya dengan orang kulit berwarna seperti Asia, umumnya
mereka tergolong yang tidak tahan susu.
Pada orang kulit berwarna, kadar enzim laktase mereka umumnya menurun setelah berusia 3
tahun. Rendahnya enzim laktase ini pun tetap bertahan sampai dewasa. Lain halnya dengan
orang kulit putih, mereka tetap dapat mempertahankan kadar enzim laktase yang tinggi sampai
mereka dewasa. Berdasarkan teori, ketidakmampuan orang kulit berwarna memiliki enzim
laktase rendah karena mereka tidak mendapatkan susu tambahan setelah mereka disapih.
Akibatnya, tubuh mereka tidak dirangsang untuk cukup memproduksi enzim laktase. Dan karena
terjadi setelah bertahun-tahun, dari generasi ke generasi, maka terjadilah perubahan genetik.
Hasilnya, saat ini orang kulit berwarna akan sakit perut dan mencret kalau minum susu. Memang
tidak semua orang, sebagian kecil orang kulit berwarna dapat tetap memiliki kadar enzim laktase
tinggi. Walaupun kada enzim laktase di dalam tubuh rendah, sebagian besar dari kita masih dapat
mengkonsumsi susu dengan toleransi baik. Asal, susu yang kita minum tidak terlalu banyak,
misalnya hanya sekitar 200 sampai 400 cc sehari. Kurang gizi (malnutrisi) juga dapat membuat
anak tidak tahan susu. Sebab, dalam keadaan gizi buruk, jumlah jonjot usus berkurang.
Akibatnya kadar enzim laktase pun berkurang.
Diare dan susu khusus
Laktosa memang tidak sembarangan ada di dalam ASI atau susu formula kalau tidak ada
keunggulannya. Keunggulan utama adalah dalam penyerapan mineral kalsium yang sangat
dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan tulangnya. Sebagian ahli juga berpendapat bahwa laktosa
juga berguna dalam mematangkan susunan saraf pusat (otak) bayi, karena ia dibutuhkan dalam
pembentukan sarung serabut saraf. Walaupun laktosa sangat dibutuhkan oleh tubuh karena
ketidakmampuan tubuh menerimanya terpaksa susu harus diganti dengan susu khusus. Tetapi
susu ini juga bisa digunakan oleh penderita diare pada saat serangan saja, untuk kemudian
kembali pada susu biasa. Hal ini mengingatkan laktosa sangat dibutuhkan bayi. Komposisi susu
khusus ini disesuaikan dengan keadaan penderita diare. Disesuaikan dengan berkurangnya
laktase dalam tubuh penderita, maka jumlah laktosa tersebut dikurangi dan diganti dengan jenis
karbohidrat lain atau jenis glukosa polimer. Bisa juga laktosa tersebut dihilangkan dan diganti
dengan jenis glukosa lain.

Hipokalemia
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3.5 meq/L. Hipokalemia
merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik. Penyebab hipokalemi dapat berupa
asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau
ginjal atau keringat, serta kalium yang masuk ke dalam sel. Pengeluaran kalium yang berlebihan
dari saluran cerna antara lain muntah, selang naso-gastrik, diare, atau pemakaian pencahar. 1
Pada keadaan muntah atau pemakaian selang naso-gastrik, pengeluaran kalium bukan
melalui saluran cerna atas karena kadar kalium dalam cairan gastric hanya sedikit (5-10 meq/L).
Akan tetapi kalium banyak keluar melalui ginjal. Akibat muntah atau selang naso-gastrik, terjadi
alkalosis metabolic sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerolus yang akan
mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga dibantu dengan adanya
hiperaldosteron sekunder dari hipovalemia akibat muntah. 1
Kesemuanya ini akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan terjadi
hipokalemia. Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat (asidosis metabolik).
Kalium dalam saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 meq/L).1
Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal
turun hingga kurang dari 25 meq per hari sedang ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40 meq
per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal. Ekskresi kalium
yang rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya
pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare akibat infeksi atau
penggunaan pencahar.1
Tambahan netto basa atau kehilangan netto asam menimbulkan alkalosis metabolik.
Namun, jika tidak ada perubahan pada mekanisme ginjal normal untuk mereabsorpsi bikarbonat
atau menyekresi ion hidrogen, alkalosis tidak akan menetap. Pada keadaan penurunan volume
ekstrasel menetap (terutama dengan kehilangan klorida), penurunan kalium tubuh total, sekresi
aldosteron persisten, atau kombinasi gangguan di atas, terjadi peningkatan reabsorpsi bikarbonat
tubulus proksimal dan alkalosis metabolic tetap bertahan. Kebanyakan pasien dengan alkalosis
metabolic mengalami penuruan simpanan kalium tubuh total dan hipokalemia, yang
menyebabkan peningkatan sekresi ion hidrogen melalui tubulus distal, peningkatan reabsorpsi
bikarbonat di sepanjang seluruh tubulus dan menyebabkan asiduria parodoksikal.11
Penyebab utama asidosis metabolik adalah kehilangan bikarbonat (misalnya melalui diare
atau urine), produksi endogen dan retensi asam (misalnya kelainan metabolisme bawaan atau
uremia), dan pemberian asam eksogen (misalnya salisilat atau etilen glikol). Celah anion dapat
membantu membedakan kehilangan bikarbonat dari tambahan netto asam sebagai etiologi
asidosis. Pada asidosis anion yang tidak tentu di atas kisaran celah anion normal (10-14 meq/L)
dianggap sebagai tambahan netto asam. Jika celah anion normal, kehilangan bikarbonat melalui
sistem gastrointesitinal atau ginjal merupakan kemungkinan penyebab.11
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare Shigellosis. Pada
anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada
anak yang sebelumnya sudah menderita KKP (kekurangan kalori protein). Hal ini terjadi karena
penyimpanan atau persediaan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan absorpsi
glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40% pada
bayi dan 50% pada anak-anak.
Gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa : lemas, apatis, peka rangsangan, tremor,
berkeringat dingin, pucat, syok, kejang sampai koma (Nelson, 2000).

Hiponatremia
Hiponatremia juga banyak terjadi pada Shigellosis. Hiponatremia muncul karena gangguan
reabsorpsi natrium di usus. Manifestasi klinik dari hiponatremia adalah hipotonia, apati, dan jika
berat dapat menimbulkan kejang (Sastromiharjo, 1985).
Tanda dan gejala
Menurut Widjaja (2002) tanda dan gejala diare adalah sebagai berikut:
1) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah dan suhu badan tinggi
2) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
3) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
4) Lecet pada anus
5) Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang
6) Muntah sebelum dan sesudah diare
7) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
8) Dehidrasi (kekurangan cairan).

4. Susu Formula Dan ASI Serta Alergi Susu

ASI
1. Pengertian
ASI (Air susu Ibu) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Air susu Ibu (ASI)
adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI
mengandung cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi bayi
dari infeksi praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5
juta bayi pertahun, atas dasar tersebut WHO merekomendasikan hanya untuk memberikan ASI
sampai bayi berusia 4 sampai 5 bulan ( Depkes RI, 2008 ). Menurut para ahli, Air Susu Ibu (ASI)
adalah sumber nutrisi terpenting yang dibutuhkan oleh setiap bayi idealnya diberikan secara
eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan makanan pendamping sampai usia 2 tahun (IDAI,
2010).

2. Definisi ASI Eksklusif


Menurut Peratutan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 pada Ayat 1 diterangkan “Air Susu
Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi
sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain”. ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan tim (Roesli, 2005).

3. Proses terbentuknya ASI


Proses terbentukya ASI dipengaruhi 2 reflek yaitu:
a. Reflek Prolaktin
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk
mengeluarkan hormon prolaktin kedalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar
untuk sekresi ASI. Makin sering bayi menghisap makin banyak prolaktin dilepas oleh
hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar.
b. Reflek Aliran (Let Down Reflek)
Pancaran ASI dari payudara oleh karena pengaruh hormon oksitosin yang dikeluarkan
oleh kelenjar hipofisis yang dirangsang oleh hisapan bayi yang membuat kontraksi
otot (Depkes RI,2005).

4. Kandungan ASI
ASI mengandung banyak nutrisi, antar lain albumin, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih, dengan porsi
yang tepat dan seimbang. Komposisi ASI bersifat spesifik pada tiap ibu, berubah dan berbeda
dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu (Roesli, 2005).
Komposiso ASI dibedakan menjadi 3 macam :
a. Kolostrum
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (2-4 hari) yang cairan
encer dan sering berwarna kuning atau dapat pula jernih yang kaya zat anti-infeksi (10-17
kali lebih banyak dari susu matang) dengan volume 150-300 ml/hari. Kolostrum
mempunyai kandungan yang tinggi protein, vitamin yang terlarut dalam lemak, mineral-
mineral dan imunoglobin. Imunoglobin ini merupakan antibodi dari ibu untuk bayi yang
juga berfungsi sebagai imunitas pasif untuk bayi.
Imunitas pasif akan melindungi bayi dengan berbagai virus dan bakteri yang merugikan.
Kolostrum juga merupakan pembersih usus bayi yang membersihkan mekonium sehingga
mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI (Depkes
RI,2005).
b. ASI peralihan
ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak, laktosa, dan
vitamin larut air lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah, serta megandung
lebih banyak kalori daripada kolostrum (Depkes RI,2005).
c. ASI matur
ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300-850
ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi 90% adalah air karbohidrat,
protein dan lemak yang diperlukan untuk kebutuhan hidup dan perkembangan bayi. ASI
matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi
tapi komposisinya relative konstan.

6. Lemak
Lemak ASI mudah dicerna dan diserap bayi karena mengandung enzim lipase yang
mencerna lemak. Susu formula tidak mengandung enzim, sehingga bayi kesulitan
menyerap lemak susu formula. Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang (omega-3,
omega-6, DHA, dan asam arakhidonat) suatu asam lemak esensial untuk myelinisasi
saraf yang penting untuk pertumbuhan otak. Lemak ini sedikit pada susu sapi. Kolesterol
ASI tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan otak.
7. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktose, mempunyai kadar paling tinggi dibanding
susu mamalia lain. Laktose mempunyai manfaat lain yaitu mempertinggi absorbsi
kalsium dan merangsang pertumbuhan Lactobacillus bifidus. Laktobasilus bifidus
berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini
menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri E.coli yang sering menyebabkan diare pada bayi.
Laktobasilus mudah tumbuh cepat dalam usus bayi yang mendapat ASI.
8. Protein
Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang
mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung whey daripada casein sehingga protein
ASI mudah dicerna sedangkan pada susu sapi kebalikannya.
9. Garam dan Mineral
ASI mengandung garam dan mineral lebih rendah dibanding susu sapi, bayi yang
mendapatkan susu sapi yang tidak dimodifikasi dapat menderita tetani karena
hipokalsemia. Ginjal neonatus belum dapat mengkonsentrasikan air kemih dengan baik,
sehingga diperlukan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah.
10. Vitamin, mineral dan zat besi
ASI ASI mengandung vitamin, mineral dan zat besi yang lengkap dan mudah diserap
oleh bayi.

4. Hal- hal yang mempengaruhi produksi ASI


 Makanan
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila ibu makan
secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi
ASI.
 Ketenangan Jiwa
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan
tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan
menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI.
 Penggunaan alat kontrasepsi
Ibu yang menyusui bayinya hendaknya memperhatikan penggunaan alat kontrasepsi
karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI.
 Perawatan payudara merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi dan hormon oxytocin.
 Fisiologi Terbentuknya
ASI dipengaruhi hormon terutama prolskitin.Hormon ini merupakan hormon laktogenik
yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahnkan sekresi air susu.
 Faktor isapan anak
Ibu menyusui anak jarang maka hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran
ASI berkurang (Weni, 2009 ).

SUSU FORMULA
Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu yang diproduksi oleh industri untuk
keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia dalam bentuk
bubuk. Perlu dipahami susu cair steril sedangkan susu formula tidak steril. Susu formula
biasanya diberikan jika karena alasan tertentu kondisi ibu tidak bisa memenuhi kebutuhan susu si
bayi, misalnya karena bekerja, karena air susu ibu yang keluar sedikit dan lain-lain. Tidak semua
anak atau bayi mau minum susu formula, oleh sebab itu susu tersebut diberikan dengan
memperhatikan aspek dan kondisi bayi atau anak yang bersangkutan. Penggunaan susu formula
ini sebaiknya meminta nasehat kepada petugas kesehatan agar penggunaannya tepat (Nasar, dkk,
2005).

Jenis susu formula:


1. Susu formula adapted
Susu formula ini komposisinya sangat mendekati ASI (disesuaikan dengan fisiologis
bayi), sehingga cocok untuk digunakan bagi bayi baru lahir sampai umur 4 bulan.
2. Susu formula complete starting
Susunan zat gizi dalam susu formula ini sudah lengkap sehingga dapat diberikan sebagai
susu awal (permulaan).
3. Susu formula follow-up
Susu formula ini adalah lanjutan, yaitu mengganti susu formula yang sedang digunakan
dengan susu formula follow-up. Susu formula ini digunakan pada bayi yang berumur 6
bulan keatas.

Susu sapi (susu formula) dan ASI mengandung dua macam protein utama, yaitu whey
dan kasein (casein). Whey adalah protein halus, lembut, dan mudah dicerna. Kasein adalah
protein yang bentuknya kasar, bergumpal, dan sukar dicerna oleh usus bayi. Protein susu yang
utama adalah whey, sedangkan susu sapi yang utama adalah casein, ASI mengandung alfa-
laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung lactoglubin dan bovine serum albumin yang
sering menyebabkan alergi. Susu sapi tidak mengandung taurin, taurin adalah protein otak,
susunan saraf juga penting untuk pertumbuhan retina, mengandung kalsium, sedikit mengandung
zat besi, mengandung natrium, kalium, fosfor, dan chlor dan susu formula tidak terdapat sel
darah putih, zat pembuluh bakteri anti bodi, mengandung enzim,hormon dan juga tidak
mengandung faktor pertumbuhan (Afifah, 2007).

Berbagi dampak negatif yang terjadi pada bayi akibat dari pemberian susu formula, antara lain:
1. Pencemaran
Susu buatan sering tercemar bakteri, terutama bila ibu menggunakan botol dan tidak
merebusnya setiap selesai memberi minum. Bakteri tumbuh sangat cepat pada minuman
buatan.
2. Infeksi
Susu formula tidak mengandung antibody untuk melindungi tubuh bayi terhadap infeksi.
Bayi yang diberi susu formula lebih sering sakit diare dan infeksi saluran nafas.
3. Pemborosan
Ibu dari kelompok ekonomi rendah mungkin tidak mampu membeli cukup susu formula
untuk bayinya.
4. Kekurangan vitamin
Susu formula tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi.
5. Tidak bisa dicerna
Susu formula lebih sulit dicerna karena tidak mengandung enzim lipase untuk mencerna
lemak. Karena susu formula lambat dicerna maka lebih lama untuk mengisi lambung bayi
dari pada ASI, akibatnya bayi tidak cepat lapar. Bayi yang diberi susu formula bisa dapat
menderita sembelit, yaitu tinja menjadi lebih keras dan tebal (Nelson, 2000).
6. Alergi
Bayi yang diberi susu formula terlalu dini kemungkinan menderita lebih banyak masalah
alergi. Pengguna susu formula yang tidak tepat dapat menimbulkan bahaya. Menurut
Nursalam (2005), ada tiga macam bahaya yang ditimbulkan akibat pemberian susu
formula pada bayi:
 Infeksi: dapat menyebabkan bayi menderita diare. Bayi dengan susu formula 4 kali lebih
banyak terkena diare dibandingkan dengan yang diberi ASI. Infeksi umumnya
disebabkan karena bakteri.
 Oral moniliasis: infeksi yang disebabkan amur pada susu yang juga menimbulkan diare,
pada bayi yang mengkonsumsi susu formula 6 kali lebih banyak terkena moniliasis pada
mulut bayi.
 Marasmus gizi: suatu keadaan gizi buruk yang disebabkan kekurangan kalori dan protein.
Pengenceran susu dengan air yang melebihi ketentuan bukan saja menurunkan kadar
kalori tetapi juga kadar protein, sehingga kebutuhan bayi akan kedua zat gizi utama
tersebut tidak terpenuhi.

Di negara berkembang, lebih dari 10 juta bayi meninggal dunia per tahun, 2/3 dari
kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di
42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan
merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif terbesar untuk
menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%.
Kurangnya informasi yang ibu dapat dan pengaruh kemajuan teknologi dalam perubahan
sosial budaya juga menyebabkan ibu di perkotaan pada umumnya memberikan susu formula hal
ini disebabkan karena susu formula merupakan alternatif tercepat yang mereka pilih untuk
mengatasi kebutuhan bayi selama mereka bekerja, hal ini menjadi kendala tersendiri bagi
kelangsungan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2002).

ASS (Alergi Susu Sapi) merupakan reaksi hipersensitivitas akibat respon imunologis
spesifik yang berulang setiap mengonsumsi protein susu sapi atau makanan yang mengandung
protein susu sapi. Prevalensi ASS di dunia berkisar antara 2% hingga 3% dimana angka
kejadiannya lebih tinggi pada anak-anak dibanding dewasa.
Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas akibat induksi oleh imunoglobulin E
(IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berikatan dengan sel mast atau sel basofil.
Ketika antigen terikat, terjadi silang molekul IgE, sel mast manusia dirangsang untuk
berdegranulasi dan melepaskan histamin, leukotrein, kinin, Plateletes Activating Factor (PAF),
dan mediator lain dari hipersensitivitas, dimana histamin merupakan penyebab utama berbagai
macam alergi. Reaksi hipersensitivitas terjadi akibat aktivitas berlebihan oleh antigen atau
gangguan mekanisme yang akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik. Reaksi timbul
akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan
dalam lingkungan. Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dibagi dalam 4 tipe, yaitu
tipe I, II, III, dan IV, dimana hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi hipersensitivitas
anafilaktik atau reaksi alergi.

Patofisiologis
Respon imunologis spesifik yang terbentuk pada pasien alergi dipicu oleh adanya
interaksi antara epitop, yaitu suatu sekuens asam amino di permukaan antigen, dengan sistem
imun dalam tubuh yang dapat diperantarai oleh IgE. Namun, reaksi hipersensitivitas yang paling
umum terjadi adalah hipersensitivitas tipe I dimana sistem imun melepaskan mediator-mediator
spesifik setelah antigen berikatan dengan IgE. Antigen yang dapat memicu terjadinya alergi
disebut alergen.
Alergen umumnya adalah komponen dari protein dengan berat molekul 10- 70 kDa.
Alergen harus dapat melakukan penetrasi ke jaringan tubuh host untuk dapat berikatan dengan
antigen presenting cells (APC). Beberapa alergen diketahui memiliki enzim protease untuk
meningkatkan daya penetrasi ke dalam jaringan dan menginduksi terjadinya respon imunologis.
Alergen penting yang terkandung di susu sapi adalah α-laktalbumin, β-laktoglobulin dan αs-
kasein.
Alergi yang diperantarai oleh IgE merupakan jenis reaksi alergi yang paling diketahui
mekanismenya. Pada reaksi alergi yang diperantarai IgE, saat pertama kali memasuki tubuh, sel
dendritik sebagai salah satu APC yang terdapat di epitel akan memproses alergen pada lokasi
terjadinya kontak. Selanjutnya, alergen yang telah diproses ini akan ditranspor ke kelenjar limfe
dan mempresentasikan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II ke sel T helper naif
(TH0). Sel T selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi T helper 2 (TH2) dan sel T helper
folikular (TFH) yang berperan dalam produksi sitokin-sitokin, khususnya IL-4 yang
menginduksi diferensiasi lebih lanjut ke arah TH2. Melalui IL-4, TH2 dan TFH selanjutnya akan
menginduksi limfosit B untuk menukar produksi isotipe antibodi dari IgM menjadi IgE. IgE yang
dihasilkan akan menempel pada reseptor-reseptor IgE berafinitas tinggi (FϲεRI) pada sel mast,
basofil dan eosinofil yang menandai terjadinya proses sensitisasi. Sel mast, basofil dan eosinofil
merupakan sel efektor dari reaksi hipersensitivitas tipe cepat (immediate hypersensitivity
reactions) yang mengandung granula berisi mediator-mediator reaksi alergi seperti histamin,
heparin dan serotonin.
Pada beberapa individu dengan ASS, tidak ditemukan kenaikan kadar IgE yang spesifik
terhadap protein susu sapi di sirkulasi darah dan tidak menunjukkan hasil yang positif pula pada
uji tusuk kulit. Karena tidak melibatkan kenaikan kadar IgE seperti pada hipersensitivitas tipe I,
reaksi ini disebut alergi yang tidak diperantarai IgE (non IgE-mediated allergy) atau sering juga
disebut sebagai delayed-type allergic reaction. Mekanisme alergi ini belum diketahui secara
pasti, namun berdasarkan beberapa studi diperkirakan ada dua mekanisme yang dapat mendasari
respon alergi ini. Yang pertama adalah reaksi yang diperantarai TH1, dimana kompleks imun
yang terbentuk akan mengaktivasi komplemenkomplemen. Mekanisme kedua adalah reaksi yang
melibatkan interaksi sel limfosit T, sel mast atau neuron, dimana interaksi ini menimbulkan
perubahan fungsional pada motilitas usus dan aktivitas otot polos saluran cerna. Sel limfosit T
akan menginduksi sekresi sitokin-sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13 yang akan
mengaktivasi eosinofil, sel mast, basofil dan makrofag untuk melepaskan mediator-mediator
inflamasi yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi kronis dan manifestasi ASS.

VI. Kerangka Konsep

VII. Kesimpulan
DN perempuan berusia 9 bulan diberikan susu formula tambahan dengan alasan ibu
merasa ASInya tidak cukup. Sejak diberika susu formula tambahan, didapatkan reaksi
alergi dari tubuh DN. Susu formula mengandung alfa laktalbumin dan beta laktoglobulin
dan protein susu lain yang bertindak sbg alergen. Setelah memasuki saluran pencernaan
DN, alergeb tsb berikatan dgn sel dendritik, lalu ditranspor ke kel limfe dan
mempresentasikan MHC II ke sel T Helper. Sel T Helper berdiferensiasi mnjdi TH2 dan
THF. TH2 dan THF akan produksi sitokin (IL-4) yang akan menginduksi limfosit B
untuk merubah Igm ke IgE. IgE akan berafinitas ke sel mast. Sel mast akan teraktivasi
dan mengeluarkan mediator-mediator alergen yang akan menimbulkan reaksi alergi pada
sistem tubuhnya. Pada integumen, DN akan merasa gatal-gatal dan timbul ruam pada
pipinya. Pada gastrointestinal, terjadi malabsorbsi usus yang menyebabkan diare. Saat
diare, terjadi bab dengan frekuensi sering yang akan menyebabkan perianal rash dan
dehidrasi. Dehidrasi akan menyebabkan syok sehingga mengganggu oksigenasi dalam
sirkulasi darah DN dan DN tampak lemas. Dampak lainnya adalah berkurangnya cairan
di kulit sehingga daya elastisitas kulit menurun dan cairan di belakang kelopak mata
berkurang menyebabkan mata DN cekung, serta cairan di mukosa bibir akan berkurang
menyebakan mukosa bibir kering. DN didiagnosis alergi susu sapi dan dehidrasi akibat
diare sehingga DN perlu diberikan tindakan resusitasi cairan intravena dan larutan oralit
jika DN bisa minum.
Daftar Pustaka

Costanzo, L., 2010. Physiology. 5 ed. philadelphia: Saunders.

Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Penterjemah: Ermita
I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier
Irfanuddin, 2008. Fungsi tubuh manusia. 1 ed. Palembang: FK Unsri.

Imani, FHN. 2016. Pengaruh Pemberian Formula Hidrolisa Esktensif dan Isolat Protein
Kedelai terhadap Status Perkembangan Anak dengan Alergi Susu Sapi di Kota
Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Rahmah, JA. 2015. Hubungan Penggunaan Antibiotik Ibu pada Trimester II dan III
Kehamilan dengan Angka Kejadian Alergi pada Bayi 0-3 Bulan. Universitas Diponegoro.
Siregar, SP dan Z Munasir. 2016. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata Laksana Alergi
Susu Sapi. Universitas Syiah Kuala.
Sherwood, L., 2004. Human Physiology : From Cells to System. 5th ed. California:

Brooks/Cole-Thomson Learning inc.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8. Jakarta: EGC

Silverthorn, D., 2004. Human Physiology : An Integrated approach.. 3rd ed. San Fransisco:

Pearson Education.

Silverthorn, D. U., 2013. Fisiologi Manusia. 6 ed. Jakarta: EGC.


Turcu, O., 2014. Physiological, anatomical features of the digestive system in children

Semiotics of digestive disorders and main diseases. pp. 16-24.

Yusuf, Sulaiman. Diare Akibat Alergi Susu Sapi. Divisi Gastroentero-Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSU Dr. Zainoel
Abidin, Banda Aceh

Anda mungkin juga menyukai