Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


“Masyarakat Jawa khusunya daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah memiliki
budaya yang begitu kental., salah satunya dalam bermasyarakat. Selain itu, masyarakat
Jawa juga kental akan sejarah pemerintahan kerajaan-kerajaan besar yang pernah
memerintah di wilayah Nusantara seperti Majapahit dan Mataram. Bahkan, hingga saat
ini masih terdapat dua kerajaan yang bertahan. yakni, kesultanan Yogyakarta dan
Kesultanan Surakarta. Adanya sistem pemerintahan kerajaan itulah yang menyebabkan
adanya strata atau kelas-kelas sosial pada masyarakat Jawa.”
“Strata sosial tersebut dapat kita lihat dari beberapa hal. Salah satunya dapat kita
lihat pada bentuk rumah dan ornamen atau ragam hias yang ada pada rumah yang
mereka tempati. Di Jawa strata social atau kelas social dapat tergambar jelas berdasarkan
silsilah keturunan dan kekayaan yang dimiliki, seseorang yang memiliki gelar bansawan
dianggap lebih agung dibandingkan dengan masyarakat biasa yang tidak memiliki garis
keturunan raja.”
“Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang
berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial. Definisi ini
memberitahukan bahwa dalam masyarakat terdapat orang-orang yang secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama memiliki kedudukan sosial yang kurang lebih sama. Mereka
yang memiliki kedudukan kurang lebih sama akan berada pada suatu lapisan yang
kurang lebih sama pula.
“Kenyataan akan adaanya kelas social merupakan sesuatu yang seringkali tidak
membuat orang merasa nyaman. Apalagi orang tersebut berada dikelas social bawah.
Dalam dunia yang sudah didominasi ole hide sama rata sama rasa bahwa semua orang
sama dihadapan sang pencipta, kelas social serasa patut disangkal. Akan tetapi, seperti
yang dikatakan macionis (1996), setiap masyarakat ditandai dengan ketidaksamaan,
kenyataannya bebrapa orang mempunyai lebih banyak daripada yang lain, lebih
berpendidikan, lebih sehat dan memiliki kekuasaan yang lebih ketimbang yang lain.
Itulah yang tidak dapat disangkal.”
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud tentang kelas atau strata sosial?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan karena adanya kelas sosial di Jawa Timur?
3. Bagaimana pengaruh Diferensiasi Sosial dan Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat di
Jawa Timur?
4. Bagaimana sikap masyarakat Jawa Timur akibat perbedaan status sosial dan peranan
sosial?

1.3.Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian dan Klasifikasi Kelas Sosial


2.1.1. Pengertian
Pengertian kelas sosial menurut para ahli sosiologi ialah:
Menurut Pitrim A. Sorokin yang dimaksud dengan kelas sosial adalah
“Pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarchis). Dimana perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas
tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah ”.
Menurut Peter Beger mendifinisikan kelas sosial sebagai “a type of
stratification in which one’s general position in society is basically determined
by economic criteria” seperti yang dirumuskan Max dan Weber, bahwa konsep
kelas dikaitkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria
ekonomi, maksudnya disini adalah bahwasannya pembedaan kedudukan
seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi.
“Yang mana apabila semakin tinggi perekonomian seseorang maka
semakin tinggi pula kedudukannya, dan bagi mereka perekonomiannya bagus
(berkecukupan) termasuk kategori kelas tinggi (high class ), begitu juga
sebaliknya bagi mereka yang perekonomiannya cukup bahkan kurang, mereka
termasuk kategori kelas menengah ( middle class ) dan kelas bawah ( lower
class).”
Jeffries mendefinisikan kelas sosial merupakan “social and eeconomic
groups constituted by a coalesence of economic, occupational, and educational
bonds”. Maksudnya adalah bahwa konsep kelas melibatkan perpaduan antara
ikatan-ikatan. “Yang diantaranya adalah ekonomi, pekerjaan dan pendidikan.
Yang mana ketiga dimensi tersebut saling berkaitan. Jeffries mengemukakan
bahwa ekonomi bukanlah satu-satunya dasar yang dijadikan pedoman untuk
mengklasifikasikan adanya kelas sosial, akan tetapi ketiga dimensi diatas
mempunyai keterikatan yang erat. Seperti contoh orang yang mempunyai
ekonomi yang bagus (kaya) belum tentu mempunyai pendidikan yang bagus
(sarjana). Menurut Jeffries pendidikan dan pekerjaan juga merupakan aspek
penting dari kelas, karena pendidikan sering menjadi prasyarat untuk seseorang
mendapatkan pekerjaan yang layak.”
Bernard Barber mendefinisikan kelas sosial sebagai sebagai himpunan
keluarga-keluarga. Menurutnya, bahwa kedudukan seorang anggota keluarga
dalam suatu anggota kelas terkait dengan kedudukan anggota keluarga lain.
Bilamana seorang kepala keluarga atau anggota keluarga menduduki suatu
status tinggi maka status anggota keluarga yang lain akan mendapatkan status
yang tinggi pula. Sebaliknya apabila status kepala keluarga mengalami
penurunan maka menurun pula status anggota keluarganya.
“Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli sosiologi diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa kelas sosial adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchis), yang mana
terjadinya pembedaan kelas dalam masyarakat tersebut didasarkan pada faktor
ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan keterkaitan status (jabatan) seorang
anggota keluarga dengan status anggota keluarga yang lain, bilamana jabatan
kepala keluarga naik, maka status anggota keluarga yang lain ikut naik pula.
Adapun perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-kelas tinggi, sedang,
ataupun kelas-kelas yang rendah.”

2.1.2. Faktor Penyebab Adanya Kelas Sosial


Adapun faktor yang menyebabkan seseorang tergolong kedalam suatu
kelas sosial tertentu itu oleh sejumlah ilmuwan sosiologi disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Kekayaan dan penghasilan
Uang diperlukan pada kedudukan kelas sosial atas. Untuk dapat
memahami peran uang dalam menentukan kelas sosial, kita harus menyadari
bahwa pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup. Diperlukan
banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas
sosial atas.
Mereka mampu membeli rumah mewah, mobil, pakaian, dan peralatan
prabot rumah yang berkelas dan harganya mahal, namun tidak saja hanya
berdasarkan materi akan tetapi cara bersikap juga menentukan kelas sosial
mereka. Uang juga memiliki makna yang lain, misalnya penghasilan
seseorang yang diperoleh dari investasi lebih memiliki prestise daripada
penghasilan yang diperoleh dari tunjangan pengangguran.
Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih berfungsi
daripada penghasilan yang berwujud upah pekerjaan kasar. Sumber dan jenis
penghasilan seseorang inilah yang memberi gambaran tentang latar belakang
keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.
Jadi, uang memang merupakan determinan kelas sosial yang penting, hal
tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran
tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.
2. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan determinan kelas sosial lainnya. Pekerjaan juga
merupakan aspek kelas sosial yang penting, karena begitu banyak segi
kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika dapat mengetahui
jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya
pendidikan, standar hidup, teman bergaul, jam bekerja, dan kebiasaan sehari-
harinya. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera tempat berlibur,
standar moral dan orientasi keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis
pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan
jenis pekerjaan lainnya.
Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhirnya menentukan
pada kelas sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan salah
satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena
itu juga pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui
kelas sosial seseorang.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap lahirnya
kelas sosial dimasyarakat, hal ini disebabkan karena apabila seseorang
mendapatkan pendidikan yang tinggi maka memerlukan biaya dan motivasi
yang besar, kemudian jenis dan tinggi- rendahnya pendidikan juga
mempengaruhi jenjang kelas sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar
memberikan kerampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental,
selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara hingga perubahan dalam
keseluruhan cara hidup seseorang.

2.1.3. Klasifikasi Kelas Sosial


Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
& Berdasarkan Status Ekonomi.
 Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau
golongan yaitu :
 Golongan sangat kaya
 Golongan kaya
 Golongan miskin

Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:

Keterangan :
 Golongan pertama atau kelas atas : merupakan kelompok terkecil
dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan
bangsawan.
 Golongan kedua atau kelas menengah : merupakan golongan yang
cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari
para pedagang, dsbnya.
 Golongan ketiga atau kelas bawah : merupakan golongan terbanyak
dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.

 Karl Marx, juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:


& Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai
tanah dan alat produksi.
& Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
& Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan
alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau
pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke
golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah
pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya
hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau
borjuis dan golongan proletar.

 Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi


enam kelas yakni:
A Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
B Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
C Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
D Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
E Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
F Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower
class).

Keterangan :
 Kelas sosial pertama : keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
 Kelas sosial kedua : belum lama menjadi kaya
 Kelas sosial ketiga : pengusaha, kaum professional
 Kelas sosial keempat : pegawai pemerintah, kaum semi
profesional, supervisor, pengrajin terkemuka.
 Kelas sosial kelima : pekerja tetap (golongan pekerja)
 Kelas sosial keenam : para pekerja tidak tetap, pengangguran,
buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.

 Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:


 Kelas puncak (top class)
 Kelas menengah berpendidikan (academic middle class), Kelas
menengah ekonomi (economic middle class)
 Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)
 Kelas bawah (underdog class)

& Berdasarkan Status Sosial


Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan
status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang
terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota
masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.
Berdasarkan karakteristik Stratifikasi sosial, dapat kita temukan
beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Istilah kelas
memang tidak selalu memiliki arti yang sama, walaupun pada hakekatnya
mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Pengertian
kelas sejalan dengan pengertian lapisan tanpa harus membedakan dasar
pelapisan masyarakat tersebut.
Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih
banyak dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas
kriteria ekonomi. Jadi, definisi Kelas Sosial atau Golongan Sosial ialah:
Sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria
ekonomi.

& Berdasarkan Status Politik


Secara politik, kelas sosial didasarkan pada wewenang dan kekuasaan.
Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa umumnya berada
dilapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada dilapisan
bawah. Kelompok kelas sosial atas antara lain:
 pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.
 pejabat legislatif, dan
 pejabat yudikatif.
Pembagian kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki
militer.
 Kelas Sosial Atas (perwira) Dari pangkat Kapten hingga Jendral
 Kelas sosial menengah (Bintara) Dari pangkat Sersan dua hingga
Sersan mayor
 Kelas sosial bawah (Tamtama) Dari pangkat Prajurit hingga Kopral
kepala.

2.2. Teknik Mengukur Kelas Sosial


Kelas sosial dapat diukur menggunakan tiga Teknik :
1. Pendekatan reputasional
2. Pendekatan subyektif
3. Pendekatan obyektif.
Pendekatan reputasional dikenal dengan pendekatan Warner, bersumsi bahwa
kelas sosial dapat ditentukan oleh reputasi seseorang yang disebut oleh masyarakat
sekitarnya. Pendekatan subyektif, adalah pendekatan penentuan kelas sosial dari sisi
individu itu sendiri. Pendekatan obyektif, mengukur kelas sosial dari basis demografi
yang bebas dari bias individu. Pendekatan obyektif terbagi menjadi dua jenis yaitu yang
menggunakan indeks tunggal (single factor/item index) atau yang non tunggal
(multiple factors/item index).
Pendekatan single item index sering digunakan pemasar dengan menggunakan
salah satu faktor: pendapatan, pekerjaan dan pendidikan. Meski pendapatan sering
digunakan dalam menentukan kelas sosial seseorang, pendapatan, disebut oleh
Coleman (1983) sebagai faktor yang apabila meningkat, belum tentu atau hampir selalu
tidak dapat menghasilkan perubahan dalam klas sosial keluarga. Penelitian Chaundhary
dan Verma (2016) menunjukkan bahwa status sosial dapat dikaitkan dengan pekerjaan.
Pendekatan multiple items index menggunakan beberapa item dalam menentukan
kelas sosial. Beberapa metode yang sering digunakan oleh peneliti adalah Warner’s
Index of Status Characteristic (ISC); Hollingshead Index of social position (ISP);
Coleman’s Computerized status index (CSI). Mengadopsi penelitian Mihić & Ćulina
(2006), penggolongan kelas sosial pada penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu kelas sosial
atas, kelas sosial menengah, dan kelas sosial bawah menggunakan Index of Social
Position (ISP). Nilai ISP adalah indeks kombinasi antara pekerjaan, pendidikan, dan
pendapatan keluarga, nilai dari ISP tersebut akan menentukan posisi kelas sosial. Tabel
dibawah menjelaskan penggolongan kelas sosial berdasarkan total nilai ISP.

Nilai ISP = (bobot pekerjaan x 4) + (bobot pendidikan x 3) + (bobot pendapatan x


3)

Skala Pekerjaan (Bobot Nilai 4)

Deskripsi Nilai

Pekerja Tidak Tetap 10


Tenaga tidak terdidik (Pembantu Rumah Tangga,
9
tukang kebun, buruh serabutan, dll)
Petani kecil dan tidak tetap 8
Pensiunan yang hanya tergantung pada tunjanga 7 Skala
Tenaga terampil (pemotong rambut, pekerja pabrik,
6
sekretaris, dan kelas kayawan lainnya)
Manjer menengah, supervisor, pemilik usaha kecil,
5
pejabat pemerintah
Guru, dosen, TNI, Polisi dan PNS Lainnya 4
Tenaga Profesional kelas atas seperti Dokter,
artis,seniman terkenal, pelukis terkenal, designer 3
terkenal)
Manajer atas, pemilik usaha menengah (10-20
2
pegawai)
Pejabat Tinggi Negara (menteri, DPR, dll) 1

Pendidikan (Bobot Nilai 3)

Pendidikan yang sedang ditempuh atau sudah Nilai


ditempuh

Tidak pernah mengenyam pendidikan 10


Sekolah Dasar (SD) 9
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 8
Sekolah Menengah Atas / Kejuruan (SMA/SMK) 7
Diploma 1 (D1) 6
Diploma 2 (D2) 5
Diploma 3 (D3) 4
Strata 1 / Diploma 4 (S1/D4) 3
Strata 2 (S2) 2
Strata 3 (S3) 1

Skala Pendapatan (Bobot Nilai 3)


Jumlah total Pedapatan per Bulan Nilai
s.d 1000 KN 10
s.d 2000 KN 9
s.d 3000 KN 8
s.d 4000 KN 7
s.d 6000 KN 6
s.d 8000 KN 5
s.d 10000 KN 4
s.d 13000 KN 3
s.d 16000 KN 2
> 16000 KN 1
Sumber: Mihić & Ćulina (2006)

Tabel Penggolongan Kelas Sosial dengan ISP


No Tingkat Kelas Sosial Nilai ISP
1 Kelas Sosial Tinggi 10 – 27
2 Kelas Sosial Sedang 28 – 60
3 Kelas Sosial Rendah 61 – 100
Sumber: Mihić & Ćulina (2006)

Kelas sosial sering dikaitkan dengan pendapatan. Hal ini terjadi karena proses
pembentukan kelas sosial dalam pandangan modern berasal dari penggolongan strata
pekerjaan dan jabatan yang berkorelasi dengan pendapatan. Variabel pendapatan sering
disebut sebagai factor kelas sosial, namun beberapa tulisan menempatkan pendapatan
sebagai bagian dari pekerjaan dan pendidikan; artinya, pendapatan adalah konsekuensi
dari pekerjaan dan pendidikan. Pendapatan dan kelas sosial sering dipisah dan digabung
dalam berbagai penelitian. Namun Mihić & Ćulina (2006) sendiri menyatakan bahwa
sejak fenomena kelas sosial dalam pemasaran menjadi subyek studi, sebagian besar riset
mempertimbangkan kelas sosial sebagai variable daripada pendapatan.
Menurut penelitian Mihić & Ćulina (2006), pendapatan lebih berpengaruh pada
produk-produk mahal yang mana untuk mengkonsumsinya konsumen harus
mengeluarkan uang dalam jumlah banyak, sedangkan kelas sosial lebih dominan dalam
mempengaruhi produk-produk yang berhubungan dengan prestige, kelihatan mahal,
dan menandakan gaya hidup kelas tertentu. Sebagai contoh, dalam penelitian tersebut
ditunjukkan bahwa seseorang dari kelas sosial tinggi lebih banyak mengkosumsi
makanan sehat, alami, dan sederhana, sedangkan seseorang berpendapatan tinggi malah
sebaliknya. Seseorang dari pendapatan rendah lebih banyak mengkonsumsi makan cepat
saji sedangkan dari kelas sosial rendah lebih sedikit. Presentase pemilik mobil pada
kelompok pendapatan rendah lebih banyak dibandingkan dengan kelas sosial rendah.
Untuk pembelian produk-produk fashion, kelas sosial rendah lebih mempertimbangkan
kualitas dari pada harga, sedangkan kelompok pendapatan rendah sebaliknya.
Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh keluarga dalam
periode setiap bulan.Variabel pendapatan yang sering digunakan dalan berbagai studi
adalah gross household money income (Wolff & Zacharias, 2007) sama seperti Badan
statistik USA yang menggunakan pretax money income (Meyer & Sullivan, 2011),
namun Wolff dan Zacharias sendiri menggunakan ukuran comprehensive income
dalam penelitiannya. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan pendapatan
masyarakat menjadi dua, yaitu penduduk miskin dan penduduk tidak miskin. BPS
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach)
dalam mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk miskin adalah mereka yang pendapatannya dibawah Garis Kemiskinan
(GK), sedangkan tidak miskin yang pendapatannya diatas garis kemiskinan.
Penghitungan GK adalah Garis Kemiskinan Makanan (GKM) ditambah dengan Garis
Kemiskinan Non Makan (GKNM). GKM adalah jumlah rupiah minimum yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan
2100 kilokalori per kapita per hari. GKNM adalah kebutuhan pokok bukan makanan
meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan (BPS, 2013). Sementara itu
penelitian Deloitte Southeast Asia (2015) menggolongkan pendapatan konsumen sebagai
proxi kelas sosial ke dalam empat tingkatan yaitu:
1. Higher income (> Rp.120 juta per tahun)
2. Upper middle income (Rp. 60-120 juta per tahun)
3. Lower middle income (Rp. 36-60 juta per tahun)
4. Lower income (< Rp. 36 Juta per tahun)
Pendapatan memiliki hubungan yang positif terhadap barang normal, sedangkan
barang inferior memiliki hubungan yang negatif terhadap pendapatan karena jika
kenaikan pendapatan maka permintaan terhadap barang inferior akan menurun.
Dengan menganggap pendapatan tetap sebenarnya tidak dapat ditafsirkan bahwa
pendapatan tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlah barang yang diminta, karena
masih ada faktor- faktor lain yang juga tidak kurang penting yaitu barang lain dan selera
(Mankiw, 2008).
Konsumsi memiliki arti yang penting dalam mengekspresikan identitas sosial
(Elfick, 2011). Hutagalung & Aisha (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah kelas sosial. Konsumsi dapat berarti
suatu ekspresi dari karakteristik kelas sosial tertentu (Al-Modaf, n.d). Hubungan antara
kelas sosial dengan konsumsi adalah self-reflexive. Kelas sosial mempengaruhi pola
konsumsi sehingga dengan demikian sebaliknya konsumsi merefleksikan suatu status
sosial (Al- Modaf, n.d). Sebagai contoh penelitian menunjukkan bahwa prebedaan klas
sosial berkaintan dengan konsumsi dan pilihan seluruh jenis makanan (Hupkens, Knibbe,
& Drop, 2000). Kelas sosial juga terbukti menjadi indicator penting yang terkait dengan
8 produk sehari-hari konsumen (Mihić dan Ćulina, 2006).
Schaninger (1981) menyatakan bahwa kelas sosial lebih baik untuk
digunakan sebagai dasar segmentasi pasar barang tahan dibandingkan pendapatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial lebih unggul dibandingkan dengan
pendapatan dalam segmentasi makanan dan minuman non-alkohol, serta perilaku belanja
dan menonton televisi di malam hari. Pendapatan lebih unggul dari kelas sosial pada
kasus barang peralatan utama, minuman ringan, dan minuman beralkohol. Kombinasi
pendapatan dan kelas sosial lebih unggul untuk make-up dan pakaian, serta mobil dan
kepemilikan televisi.
Penelitian Myers, Stanton, & Haug (1971), membandingkan korelasi antara kelas
sosial dan pendapatan terhadap perilaku konsumen khusus pada barang-barang
kebutuhan sehari-hari yang relatif murah. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pendapatan lebih dominan dalam mempengaruhi perlaku konsumen dalam kasus barang
kebutuhan sehari- hari dalam bentuk kemasan dibandingkan kelas sosial. Kelas sosial itu
sendiri lebih dominan dalam mempengaruhi produk-produk yang berhubungan dengan
kenyamanan atau cara praktis seperti mie instan, nasi instan, pai daging, dll.
2.3. Analisis Dan Pembahasan Kelas Sosial Di Jawa Timur
3.3.1. Data Diambil berdasarkan BPS Statistik Provinsi jawa Timur

Presentase
No Indikato (%)
Jenis Kelamin r
1 Laki-laki 56%
2 Perempuan 44%

Usia
1 21-30 th 31%
2 31-40 th 50%
3 41-50 th 14%
4 51-60 th 5%

Tingkat Pendapatan (dalam Rupiah)


1 Pendapatan Tinggi ≥19.000.001 16%
2 Pendapatan Sedang 7.600.001 - 19.000.000 33%
3 Pendapatan Rendah ≤ 7.600.000 51%
*berdasar UMK saat penelitian Rp. 2.193.145

Pendapatan
1 >30.400.000 4%
2 24.700.001-30.400.000 4%
3 19.000.001-24.700.000 8%
4 15.200.001-19.000.000 10%
5 11.400.001-15.200.000 10%
6 7.600.001-11.400.000 13%
7 5.700.001-7.600.000 15%
8 3.800.001-5.700.000 13%
9 1.900.001-3.800.000 17%
10 ≤1.900.000 6%

Pendidikan
1 Tidak Sekolah 0%
2 SD 0%
3 SMP 5%

4 SMA/SMK 23%
5 Diploma 1 (D1) 13%
6 Diploma 2 (D2) 8%
7 Diploma 3 (D3) 11%
8 S1/D4 38%
9 Strata 2 (S2) 2%
10 Strata 3 (S3) 0%

Jenis Pekerjaan Persentas


1 Eksekutif tinggi perusahaan, pemilik usaha besar, e 9%
Manajer atas, pemilik usaha menengah (10-20
pejabat tinggi
2 pegawai) 19%
3 Tenaga profesional kelas atas 7%
4 Guru, dosen, TNI, Polisi dan PNS Lainnya 14%
5 Manajer menengah, supervisor, pemilik usaha 21%
6 Tenaga
kecil, terampil dan kelas kayawan lainnya 28%
7 Pensiunan yang hanya tergantung pada tunjangan 1%
pejabat pemerintah
8 Petani kecil dan tidak tetap 1%
9 Tenaga tidak terdidik 0%
10 Pekerja Tidak Tetap 0%

Tingkat Kelas Sosial


1 Kelas Sosial Tinggi ISP 10 – 27 11%
2 Kelas Sosial Sedang ISP 28 – 60 54%
3 Kelas Sosial Rendah ISP 61 – 100 35%

Perbedaan Nilai Chi square Kelas Sosial dan Pendapatan

No Kategori Kelas Sig Pendapatan Sig Selisih


Sosial

Makanan&Minuman
1 Frekuensi membeli daging sapi 37.837 Sig 47.136 Sig 9.299

2 Tempat membeli daging sapi 29.981 Sig 52.504 Sig 22.523

3 Frekuensi mengkonsumsi susu 28.285 Sig 28.681 Sig 0.396

4 Jenis susu yang dikonsumsi 12.921 Not Sig 18.743 Sig 5.822

5 Frekuensi mengkonsumsi soft 38.493 Sig 42.443 Sig 3.950


drink
6 Frekuensi mengkonsumsi fast 46.960 Sig 26.593 Sig 20.367
food
7 Jenis fast food yang dikonsumsi 44.466 Sig 35.816 Sig 8.650

Pakaian

8 Rata-rata harga baju yang dibeli 39.481 Sig 32.957 Sig 6.524
per potong

9 Tempat membeli baju 53.560 Sig 22.295 Sig 31.265

Barang tahan lama


10 Jenis transportasi yang digunakan 51.433 Sig 66.808 Sig 15.375

11 Harga rata-rata kendaraan pribadi 58.800 Sig 75.053 Sig 16.253

12 Peralatan elektronik rumah 47.945 Sig 53.686 Sig 5.741


tangga yang dimiliki
13 Peralatan elektronik pribadi yang 32.953 Sig 46.344 Sig 13.391
dimiliki
14 Rata-rata harga elektronik pribadi 50.024 Sig 38.854 Sig 11.170

Investasi

15 Jenis fasilitas jasa investasi dan 39.990 Sig 49.981 Sig 9.991
keuangan yang dimiliki
16 Jumlah nilai investasi dan 103.991 Sig 79.720 Sig 24.271
keuangan yang dimiliki
Rumah dan bangunan

17 Kepemilikan tempat tinggal dan 32.895 Sig 40.920 Sig 8.025


bangunan lain
18 Harga kepemilikan tempat 39.991 Sig 56.253 Sig 16.262
tinggal dan bangunan lain
Proyeksi Penduduk Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Jawa Timur, 2018

Proyeksi Penduduk Menurut Kab/Kota dan


Jenis Kelamin (Jiwa)
Wilayah
Laki-laki +
Laki-laki Perempuan
Perempuan
Jawa Timur 2018 2018 2018
Kabupaten Pacitan 19 502 156 19 998 695 39 500 851
Kabupaten Ponorogo 270 708 283 686 554 394
Kabupaten Trenggalek 435 169 435 536 870 705
Kabupaten Tulungagung 345 282 349 620 694 902
Kabupaten Blitar 504 804 530 486 1 035 290
Kabupaten Kediri 579 925 577 575 1 157 500
Kabupaten Malang 787 023 781 090 1 568 113
Kabupaten Lumajang 1 302 771 1 289 024 2 591 795
Kabupaten Jember 507 781 532 013 1 039 794
Kabupaten Banyuwangi 1 199 820 1 240 894 2 440 714
Kabupaten Bondowoso 800 985 808 692 1 609 677
Kabupaten Situbondo 376 074 396 223 772 297
Kabupaten Probolinggo 331 718 348 275 679 993
Kabupaten Pasuruan 567 105 594 987 1 162 092
Kabupaten Sidoarjo 800 915 815 663 1 616 578
Kabupaten Mojokerto 1 113 881 1 102 923 2 216 804
Kabupaten Jombang 553 878 554 840 1 108 718
Kabupaten Nganjuk 626 207 632 411 1 258 618
Kabupaten Madiun 523 006 528 894 1 051 900
Kabupaten Magetan 336 329 345 065 681 394
Kabupaten Ngawi 306 317 322 607 628 924
Kabupaten Bojonegoro 405 807 424 283 830 090
Kabupaten Tuban 616 596 630 331 1 246 927
Kabupaten Lamongan 577 201 591 076 1 168 277
Kabupaten Gresik 577 693 611 220 1 188 913
Kabupaten Bangkalan 644 099 654 925 1 299 024
Kabupaten Sampang 467 728 511 164 978 892
Kabupaten Pamekasan 471 989 496 531 968 520
Kabupaten Sumenep 423 587 447 910 871 497
Kota Kediri 516 322 568 905 1 085 227
Kota Blitar 142 292 143 290 285 582
Kota Malang 69 892 71 079 140 971
Kota Probolinggo 427 078 439 040 866 118
Kota Pasuruan 115 788 119 423 235 211
Kota Mojokerto 98 680 100 398 199 078
Kota Madiun 63 115 65 167 128 282
Kota Surabaya 85 496 91 201 176 697
Kota Batu 1 425 577 1 459 978 2 885 555
103 518 102 270 205 788

Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kelompok Bukan Makanan Perkabupaten/kota


di Provinsi Jawa Timur, 2010-2016

Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kelompok Bukan


Makanan Perkabupaten/kota (Rupiah)
Wilayah
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
184 486 236 661 264 823 290 045 340 635 449 479 443 221
Jawa Timur
122 084 185 891 173 556 202 598 220 719 320 149 345 438
Kabupaten Pacitan
144 601 164 906 204 022 237 034 235 984 348 584 332 807
Kabupaten Ponorogo
157 032 191 480 190 158 245 421 254 346 352 418 357 607
Kabupaten
Trenggalek 201 464 217 796 252 673 303 040 302 748 414 811 428 845
Kabupaten 157 836 206 599 261 591 257 867 277 437 384 971 364 528
Tulungagung
155 263 202 117 232 223 243 652 273 736 307 517 396 654
Kabupaten Blitar
178 073 223 389 234 142 291 036 304 832 415 258 328 908
Kabupaten Kediri
118 584 159 745 155 517 157 440 176 867 263 794 316 695
Kabupaten Malang
141 219 174 956 170 160 189 064 216 314 294 281 268 918
Kabupaten
Lumajang 166 591 224 662 229 683 291 000 317 387 385 170 384 182
Kabupaten Jember 125 612 145 179 189 810 169 719 196 876 272 576 261 904
Kabupaten 127 187 156 886 179 983 191 789 231 691 274 567 285 938
Banyuwangi
152 325 156 013 186 199 250 438 249 229 282 173 245 907
Kabupaten
Bondowoso 151 119 165 302 181 872 203 362 234 396 361 319 361 649
Kabupaten 234 815 355 439 397 169 444 439 455 433 770 388 809 782
Situbondo
Kabupaten 157 810 225 149 254 213 293 702 353 351 463 267 416 626
Probolinggo 154 782 271 277 231 732 228 374 348 958 338 624 315 048
Kabupaten Pasuruan 156 416 193 273 265 353 246 979 259 231 312 718 329 665
Kabupaten Sidoarjo 143 920 197 587 247 908 250 080 272 905 399 043 380 582
Kabupaten 164 607 220 940 261 264 281 400 333 191 378 038 405 412
Mojokerto
106 751 164 244 192 152 222 145 280 879 301 305 268 843
Kabupaten Jombang
152 760 169 255 209 626 246 168 261 454 315 352 298 771
Kabupaten Nganjuk
129 404 170 502 172 901 223 737 220 955 351 035 336 272
Kabupaten Madiun
141 616 211 199 230 542 322 329 336 631 439 799 428 019
Kabupaten Magetan
172 861 269 509 426 016 380 342 399 306 535 651 548 336
Kabupaten Ngawi
Kabupaten 123 455 130 983 137 870 153 930 238 592 247 128 265 829
Bojonegoro 103 310 124 892 142 573 152 059 198 765 255 377 262 652
Kabupaten Tuban 118 748 129 818 128 204 153 133 224 146 238 249 259 143
Kabupaten
120 190 122 240 141 657 148 217 187 306 328 601 317 478
Lamongan
Kabupaten Gresik 273 634 348 443 377 909 370 740 444 957 629 336 612 056
Kabupaten 296 512 349 553 379 264 420 220 551 152 670 105 667 439
Bangkalan 434 660 467 678 677 485 565 308 752 558 766 110 831 897
Kabupaten Sampang
324 088 307 279 258 785 425 176 579 557 597 376 566 895
Kabupaten
Pamekasan 211 174 424 897 360 601 365 382 362 383 630 428 565 021
Kabupaten Sumenep 296 081 415 442 358 052 394 687 453 484 658 153 681 559
Kota Kediri 325 987 385 831 335 378 623 353 538 435 891 388 883 285
Kota Blitar 1 141
432 973 558 590 591 893 612 342 877 523 1 094 588
526
Kota Malang
304 346 305 292 315 667 381 625 447 538 699 717 666 464
Kota Probolinggo
3.3.2. Analisis Berdasarkan Data
A. Makanan dan minuman
1. Konsumsi daging sapi di Jawa Timur
“Konsumsi daging sapi di jawa timur yang terbilang tinggi masih
berkaitan erat dengan pendapatan dan kelas sosial, meski secara umum faktor
pendapatan masih lebih menentukan pembelian daging sapi. Namun seiring
dengan tingginya pendapatan, tempat pembelian daging sapi bergeser ke
pasar-pasar modern, menunjukkan terdapat hubungan antara pendapatan
dengan konsumsi yang salah satunya adalah produk daging dimana hal
tersebut berbanding lurus yang berarti semakin tinggi pendapatan maka
semakin tinggi pula konsumsi daging yang dilakukan.”
”Selain itu menurut Muskananfola (2013) kemampuan seseorang dalam
membeli produk sangat bergantung pada kemampuan finansial yang dimiliki
daripada selera dan kelas sosial. Tempat pembelian daging sangat
mempengaruhi harga dan kualitas daging yang dibeli. Kualitas daging sapi di
jawa timur yang berada di mall/ departement store sangat terjaga kualitasnya
karena dibungkus dengan baik dan ditempatkan pada suhu tertentu agar tetap
segar. Bagi mereka yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi memiliki
kemampuan yang lebih baik dari kelas sosial, karena kelas sosial tertentu
belum menjamin tingginya pendapatan. Hal tersebut juga disampaikan oleh
Bahar (2012) menunjukkan bahwa tempat pembelian daging di jawa timur
masih terkait kemampuan daya beli masyarakat yang dilihat dari income atau
pendapatan mereka. Bagi mereka yang memiliki pendapatan yang lebih
mampu membeli dan mengakses produk yang berkualitas salah satunya
adalah produk daging. ”
2. Konsumsi susu di jawa timur
”Di jawa timur konsumsi susu tidak terlalu berkaitan dengan kelas sosial
dan pendapatan. Kelas sosial hanya berkaitan dengan frekuensi konsumsi
susu dan tidak berkaitan dengan jenis susu yang dikonsumsi; sedangkan
faktor pendapatan berkaitan dengan frekuensi dan jenis susu yang
dikonsumsi. Hal tersebut diperkuat oleh Retnaningsih, Dwiriani, & Kurniati
(2008) di jawa timur menunjukkan bahwa tingkat kelas sosial yang tinggi
berbanding lurus dengan tingkat pendidikan/ pengeteahuan mengenai
manfaat susu sehingga mempengaruhi frekuensi mengkonsumsi susu pada
masing-masing orang. Demikian juga pendapat Hidayanti (2005) bagi mereka
yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi mengkonsumsi susu bukanlah
hal yang luar biasa, mereka selalu melakukan belanja bulanan atau mingguan
dan salah satu produk yang dibelinya adalah susu yang merupakan kebutuhan.
Jenis susu yang ada dipasaran sangat beragam tergantung kualitas yang
dimiliki serta sistem pengolahannya. Menurut pendapat Antari (2008)
menjelaskan bahwa pendapatan dan tingkat pendidikan di jawa timur
memberikan dampak pada jenis produk yang dikonsumsi, semakin tinggi
pendapatan dan pendidikan mereka maka mereka akan lebih selektif
dalam memilih produk karena hal tersebut menyangkut pemeliharaan
kualitas hidupnya. Salah satu produk yang cukup selektif untuk dibeli sesuai
dengan pendapatan mereka antara lain jenis makanan seperti makanan yang
organik dan jenis susu yang lebih segar. Berdasarkan kajian tersebut terlihat
bahwa masyarakat di jawa timur yang memiliki pendapatan yang tinggi lebih
selektif daripada mereka yang memiliki pendapatan yang lebih rendah. ”
3. ”Konsumsi soft drink di jawa timur sama-sama berkaitan dengan kelas sosial
dan pendapatan konsumen, pendapatan memiliki hubungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas sosial. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelas
sosial yang didalamnya terdapat unsur pembentuk yang terdiri dari
pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Pendidikan di jawa timur cukup
memberikan kontribusi seseorang untuk tidak mengkonsumsi soft drink
sehingga kelas sosial mereka memiliki hubungan yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan pendapatan karena belum tentu pendapatan yang tinggi
memiliki pendidikan dan pengetahuan yang tinggi pula khususnya yang
berkaitan dengan pemilihan makanan dan minuman. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Saputri (2013) di jawa khususnya di jawa timur
menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
maka tingkat konsumsi soft drink semakin rendah, sedangkan dengan tingkat
pengetahuan rendah atau kurang maka semakin tinggi tingkat konsumsi soft
drink. Tingkat pengetahuan ini berbanding lurus dengan kelas sosial, semakin
tinggi kelas sosial maka pengetahuannya tentang soft drink maka semakin
tinggi pula. ”
4. ”Di jawa timur kelas sosial dan pendapatan konsumen juga berkaitan positif
dengan frekuensi pembelian fastfood; namun faktor kelas sosial berhubungan
lebih erat dengan tingkat keseringan konsumsi fastfood. Atau dengan kata
lain semakin tinggi kelas sosial memiliki kecenderungan lebih sering
mengkonsumsi fastfood. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Primadini &
Budiani (2014) yang menjelaskan bahwa kelas sosial di jawa timur memiliki
hubungan yang berbanding lurus dengan prestige dan gaya hidup yang
dijalaninya. Fast food merupakan jenis makanan siap saji yang identik dengan
restoran kelas atas, bagi mereka yang memiliki kelas sosial tinggi dan
memiliki gaya hidup tinggi memandang mengkonsumsi fast food sebagai
bentuk aktualisasi dari gaya hidupnya. Kelas sosial seseorang memiliki
hubungan yang berbanding lurus dengan prestige dan gaya hidup yang
dijalaninya. Di jawa timur jika seseorang yang memiliki status yang lebih
tinggi akan memilih restoran seperti Mc Donald, KFC atau Pizza Hut
dibandingkan dengan memilih jenis fast food pada restoran yang lebih
rendah. ”

B. Pakaian
1. ”Kelas sosial di jawa timur terbilang tinggi, terlihat dari perbedaan
pendapatan antar penduduknya yang cukup signifikan, kelas social dan
pendapatan sama-sama berkaitan erat dengan harga baju dan tempat
pembelian baju. Semakin tinggi kelas sosial dan pendaptan, semakin
tinggi frekuensi pembelian baju. Namun tempat membeli baju lebih
berkaitan dengan kelas sosial konsumen; dengan kata lain semakin tinggi
kelas sosial, konsumen akan cenderung memilih tempat membeli baju
yang lebih nyaman dan modern tercermin dari adanya sebutan “crazy rich
surabayan” di Jawa Timur”
2. ”Harga baju yang terbilang mahal di jawa timur juga menentukan kelas
social yang terjadi disana, harga baju yang lebih mahal tentunya memiliki
kualitas yang lebih bagus. Pakaian atau baju merupakan salah satu icon
atau simbol yang dapat menunjukkan kelas sosial seseorang sehingga
bagi kalangan sosial tertentu harga dan kualitas baju menjadi
perhatian khusus untuk menunjukkan esistensi diri mereka. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Ulkhusna (2015) bahwa kelas sosial berpengaruh
positif dengan keputusan pembelian baju batik pada masyarakat dimana
untuk kelas sosial atas lebih memilih pakaian yang lebih mahal dan
berkualitas daripada kelas sosial rendah. ”
3. ”Tempat membeli baju yang berbeda akan menampilkan produk yang
berbeda dan kualitas yang berbeda. Bagi mereka yang memiliki kelas
sosial yang lebih tinggi akan memilih tempat yang terkenal seperti butik
khusus agar mereka dapat membeli barang- barang yang bermerek dan
diproduksi terbatas. ”

C. Barang Tahan lama


1. ”Kelas sosial dan pendapatan juga menentukan jenis dan harga moda
transprotasi yang dipilih. Banyaknya pengguna mobil mobil mewah yang
berasal dari Jawa timur menjadi salah satu factor pembanding kelas social
disana. Namun pendapatan konsumen lebih menentukan jenis transportasi
yang lebih nyaman dan harga rata-rata kendaraan yang lebih tinggi.
Mereka yang memiliki pemasukan atau pendapatan yang lebih tinggi
yang berasal dari pekerjaannya tentunya memiliki mobilitas yang lebih
tinggi pula. Kemampuan mobilitas seseorang sangat ditentukan oleh jenis
kendaraan seseorang, bagi mereka yang memiliki pendapatan yang
lebih besar akan menginginkan kendaraan yang cepat dan nyaman
tentunya. Jenis kendaraan yang mahal dan mewah menjadi alternatif
pilihan utama bagi mereka karena dengan begitu selain membantu
mobilitas juga memiliki aspek kenyamanan dan keamanan yang lebih
tinggi. ”
2. ”Pendapatan dan kelas sosial sama-sama berkaitan erat dengan
kepemilikan alat-alat elektronik. Kepemilikan alat elektronik mutakhir di
jawa timur cukup banyak jumlahnya. Pendapatan lebih menentukan
kepemilikan alat elektronik pribadi dan rumah tangga, namun kelas
sosial lebih berkaitan dengan harga peralatan elektronik pribadi. Artinya
adalah semakin tingginya kelas sosial, semakin tinggi harga alat
elektronik pribadi yang dimiliki. Resal (2013) yang menjelaskan bahwa
pemilihan dan kelengkapan barang elektronik sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan seseorang, semakin tinggi pendapatan maka
semakin beragam barang elektronik yang dimiliki. Studi pada masyarakat
kelas sosial menengah di Shenzhen menunjukkan bahwa semakin
sejahtera konsumen, semakin kuat kecenderungan untuk menata rumah
tinggal dan kelengkapannya secara modern dan simple. Gaya hidup
simple (simple life) mendorong konsumsi dekorasi dan peralatan
elektronik yang memudahkan pekerjaan rumah tangga. Binder (2013)
menunjukkan bahwa kepemilikan peralatan elektronik pribadi
merupakan suatu hal yang sangat strategis, namun hal tersebut bukan
berarti semua masyarakat wajib memiliki karena terkendala dengan
harga dan kebutuhan pada pekerjaannya, jika dalam pekerjaannya
membutuhkan peralatan elektronik yang memadai maka bisa dipastikan
orang tersebut harus memiliki peralatan tersebut untuk menunjang
pekerjaannya. ”
”Harga barang elektronik pribadi yang dibeli oleh masyarakat jawa timur
sangat dipengaruhi oleh kelas sosial jika dibandingkan dengan
pendapatan hal tersebut sesuai dengan pendapat penelitian Latifah
(2013) bahwa masyarakat dalam golongan sosial ekonomi yang cukup
tinggi dapat membeli handphone dengan harga yang relatif mahal serta
kcenderungan memiliki handphone lebih dari satu. Kepemilikan
handphone dengan harga ynag tinggi ini disebabkan karena adanya
gengsi atau prestige sebagai alat komunikasi sehari-hari. ”

D. Investasi.
”Kelas sosial dan pendapatan sama-sama berkaitan erat dengan jenis dan
jumlah investasi yang dimiliki. Perbedaannya adalah bahwa pendapatan lebih
berkaitan dengan jenis atau ragam investasi sedangkan kelas sosial berkaitan
dengan nilai investasi. ”
”Tingginya nilai investasi di Jawa Timur menyebabkan jomplangnya kelas
kelas social yang terjadi. Pendapatan lebih memiliki hubungan yang tinggi
jika dibandingkan dengan kelas sosial karena dengan pendapatan yang lebih
tinggi maka sesorang dapat membeli berbagai macam investasi sedangkan
bagi kelas sosial tertentu akan memilih fokus pada salah satu jenis investasi
namun memiliki kualitas dan harga yang lebih bagus”

E. Rumah tinggal.
”Pendapatan dan kelas sosial berkaitan erat dengan kepemilikan dan harga
rumah tinggal. Dapat kita lihat sendiri banyaknya Gedung Gedung dan rumah
rumah mewah yang ada di jawa timur juga merupakan salah satu bagian dari
ketimpangan kelas social yang terjadi. namun secara umum pendapatan
konsumen menjadi faktor yang lebih menentukan harga rumah tinggal yang
dimiliki atau dibeli. Status kepemilikan tempat tinggal dan bangunan
merupakan salah satu kepemilikan yang terbilang cukup mahal untuk
dimiliki, sehingga masyarakat membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam
memiliki status kepemilikan tempat tinggal dan bangunan ini lebih dari satu.
Tingkat pendapatan mempengaruhi masyarakat dalam status kepemilikan
tempat tinggal dan bangunan. Status kepemilikan tempat tinggal dan
bangunan disesuaikan dengan segmen kelas ekonomi, yaitu kelas atas,
menengah serta bawah. Pendapatan lebih memiliki hubungan yang tinggi jika
dibandingkan dengan kelas sosial karena masyarakat membutuhkan biaya
yang cukup tinggi dalam memiliki dengan harga tempat tinggal dan bangunan
lebih dari satu. Tingkat pendapatan mempengaruhi masyarakat dalam
memiliki tempat tinggal dan bangunan. ”
BAB III
STUDI KASUS

Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)
STUDI KEPERILAKUAN KONSUMEN KELAS MENENGAH DALAM PENGADOPSIAN M-
COMMERCE DI JAWA TIMUR

Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani


Universitas Brawijaya, Indonesia
Email: mariatul.ulfa24@gmail.com, hariadimadura@yahoo.com, a_wuryan@yahoo.com

Abstrak: Studi Keperilakuan Konsumen Kelas Menengah dalam Pengadopsian M-Commerce di


Jawa Timur. Studi ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang memengaruhi minat perilaku
konsumen dalam menggunakan maupun mengadopsi m-commerce. Studi ini merupakan
penggabungan model Technology Acceptance Model (TAM), Theory of Planned Behavior (TPB),
dan Innovation Diffusion Theory (IDT). Studi ini menggunakan metode survey, sampel dipilih
dengan menggunakan teknik convenience sampling, dan teknik analisis yang digunakan adalah
SEM-PLS. Studi ini menemukan bahwa konstruk persepsi kegunaan, persepsi kemudahan
penggunaan, pengaruh sosial dan keinovatifan pribadi berpengaruh terhadap minat perilaku.
Selanjutnya, studi ini juga menemukan bahwa minat perilaku berpengaruh terhadap pengguna
yang sesungguhnya, yaitu konsumen, terkait dengan penggunaan maupun adopsi m-commerce.
Implikasi studi ini adalah vendor layanan teknologi informasi m-commerce dan manajemen harus
memperhatikan dan mempertimbangkan lagi persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, pengaruh
sosial, keinovatifan pribadi, minat perilaku dan konsumen sebagai pengguna sesungguhnya dalam
mengambil keputusan terkait dengan pengenalan dan adopsi m-commerce.
Kata kunci: Adopsi Teknologi Informasi M-commerce, Perilaku Konsumen, Technology Acceptance
Model, Theory of Planned Behavior, Innovation Diffusion Theory
Abstract: A Behavioral Study on Middle-Class Consumers in Adopting M-Commerce in East
Java. The objective of this study is to examine factors that influence the behavioral intention of
consumers in using and adopting m-commerce. This study combines Technology Acceptance
Model (TAM), Theory of Planned Behavior (TPB), and Innovation Diffusion Theory (IDT). The data
of this study were collected through a survey and samples were selected by using convenience
sampling technique with SEM-PLS requirement as many as ten times the number of paths. The
data were analyzed using Partial Least Square (PLS). The results of this study show that perceived
usefulness, perceived ease of use, social influence, and personal innovativeness affecs behavioral
intention. Furthermore, behavioral intention affects actual user, i.e. consumers, to use and adopt
m-commerce information technology. This study implies that vendors of m-commerce
information technology and management should pay more attention to and reconsider perceived
usefulness, perceived ease of use, social influence, personal innovativeness, behavioral intention,
and consumers as actual users, when they make decision regarding adoption and appliance of m-
commerce.
Keywords: m-commerce information technology adoption, consumer behavior, Technology
Acceptance Model, Theory of Planned Behavior, Innovation Diffusion Theory
PENDAHULUAN Teknologi informasi di era globalisasi telah
Perkembangan teknologi pada saat ini sudah banyak digunakan dalam dunia bisnis.
mulai terjadi di berbagai Negara termasuk Perusahaan-perusahaan di dunia, memiliki
Indonesia. Indonesia merupakan Negara keinginan untuk beralih menjadi pembangkit
berkembang yang mengalami pertumbuhan daya bisnis global melalui berbagai investasi
di bidang teknologi informasi dan industri besar dalam usaha teknologi informasi (TI)
telekomunikasi (Priyambodo dkk, 2012). (Rochmawati, 2013).
Jurnal Economia, Volume 14, Nomor 2, Oktober 2018

Perkembangan teknologi informasi mengalami perkembangan. Konsumen akan


tersebut didukung dengan banyaknya disibukkan oleh padatnya jam kerja rata-rata
pengguna internet. Jumlah pengguna mereka akan bekerja pada pukul 08.00-
internet di Indonesia termasuk dalam 16.00, di luar jam lebur, maka orang yang
peringkat keenam dari 25 terbesar di dunia bekerja tidak akan sempat untuk membeli
pada tahun 2013-2018 (emarketer.com). secara konvensional, akan tetapi dengan
Jumlah pengguna internet di Indonesia tidak adanya m-commerce, orang yang sibuk pada
kalah dengan negara maju seperti Jepang, jam tersebut akan dapat bertransaksi kapan
Cina, dan Amerika Serikat. Data pengguna saja setelah selesai bekerja.
internet (dalam rentang usia) menurut Studi ini tertarik untuk membahas
survey oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara penggunaan dan pengadopsian teknologi
Jasa Internet Indonesia) pada Tahun 2016, informasi m-commerce oleh konsumen.
usia 25-34 tahun sebesar 75,8%, 10-24 Mobile commerce atau m-commerce
tahun sebesar 75,5%, 35-44 tahun sebesar merupakan suatu terobosan baru dalam
54,7%, 45-54 tahun sebesar 17,2%, dan yang melakukan kegiatan berbisnis di mana
terakhir diduduki oleh rentan usia 55 tahun dengan bantuan suatu aplikasi mobile,
ke atas sebesar 2%. Sedangkan menurut seseorang dapat dengan mudah dalam
CEO Lazada, di Indonesia sekitar 85% mengatur dan mengelola kegiatan bisnis
pengguna smartphone memiliki 10-15 maupun kegiatan jual belinya. Oleh karena
aplikasi mobile dan hingga 10% memiliki itu, aplikasi-aplikasi penunjang kegiatan m-
lebih dari 40 aplikasi mobile. Hal tersebut commerce terus dikeluarkan oleh
dapat dijadikan acuan perusahaan penyedia perusahaan penyedia layanan dengan
layanan untuk mendeteksi segmentasi pasar tuntutan dan perkembangan dunia bisnis
dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah yang ada. Diharapkan pengguna di masa
transaksi jual beli di Indonesia melalui m- depan dapat terus melakukan inovasi untuk
commerce. Penjelasan di atas menunjukkan menggunakan maupun mengadopsi suatu
bahwa potensi pertumbuhan pengguna inovasi baru yang dikeluarkan oleh
internet di Indonesia sangatlah besar serta pengembang aplikasi atau penyedia layanan.
didukung terciptanya penemuan dan cara- Perkembangan teknologi informasi
cara dalam melakukan sesuatu, termasuk sangat didukung oleh pengguna internet di
dalam melakukan aktivitas bisnis. mana usia pengguna didominasi pada usia
Keunggulan m-commerce jika dilihat dari 25-34 tahun sebesar 75,8%, namun tidak
sisi konsumen, akan lebih memilih berbelanja didukung oleh usia 50 tahun ke atas sebesar
secara online dibanding dengan berbelanja 2%. Banyak faktor yang memungkinkan
secara konvensional, karena konsumen dapat pengguna tersebut rendah dalam
mengakses produk tersebut selama 24 jam, penggunaan internet, dimungkinkan adanya
sehingga menjadikan pekerjaan akan lebih faktor personal dari individu, misalnya
efektif, efisiensi waktu maupun fleksibilitas berkembangnya teknologi informasi
(Zheng, 2009). Fleksibilitas inilah yang membuat individu malas untuk
menyebabkan m-commerce terus mempelajarinya, sehingga individu menolak
Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)

untuk menggunakannya (Wicaksana, 2014). penggunaan sistem teknologi informasi yang


Penelitian-penelitian yang menunjukkan dianggap sangat berpengaruh dan umumnya
bahwa kegagalan dalam penerapan sistem digunakan untuk menjelaskan penerimaan
teknologi informasi disebabkan pada aspek individu terhadap penggunaan sistem. Teori
keperilakuannya (Ajzen, 1991; Hartono, 2007; ini diperkenalkan pertama kali oleh Davis
Lam, Cho, dan Qu, 2007). Kegagalan dari (1986). Teori ini dapat dikatakan dikatakan
sistem tersebut dikarenakan penolakan dari bahwa jika seseorang merasa percaya bahwa
manusia (Davis, 1989; Wicaksana, 2014). sistem informasi berguna maka dia akan
Perilaku merupakan tindakan aktual atau menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang
tindakan nyata yang dilakukan oleh individu merasa percaya bahwa sistem informasi
(AJzen, 1991; Davis et al, 1989). Jika individu kurang/tidak berguna maka dia tidak akan
tersebut menerima penggunaan teknologi menggunakannya. Terdapat dua konstruk
informasi maka dapat dikatakan bahwa dalam teori ini, yaitu persepsi kegunaan dan
teknologi informasi tersebut berhasil untuk persepsi kemudahan penggunaan. Konstruk
diterapkan, sebaliknya jika individu tersebut persepsi kegunaan telah dilakukan oleh
menolak penggunaan teknologi informasi beberapa studi (Lu et al, 2005; Wei et al, 2009;
maka dapat dikatakan bahwa teknologi Chong et al, 2013; Yadav et al, 2016; Liu
informasi tersebut gagal untuk diterapkan & Yu, 2017) bahwa persepsi kegunaan
(Ajzen, 1991). Dengan mengetahui perilaku memiliki pengaruh positif terhadap minat
individu, maka dapat diketahui apakah perilaku individu. Berdasarkan argumentasi
penerapan teknologi informasi berhasil atau Theory Acceptance Model (TAM) dan
gagal. penelitian terdahulu dapat dirumuskan
Beberapa studi sebelumnya telah hipotesis pertama adalah persepsi kegunaan
berusaha untuk menyelidiki faktor-faktor berpengaruh positif terhadap minat perilaku
yang dapat mempengaruhi adopsi m- konsumen dalam mengadopsi m-commerce.
commerce. beberapa studi tersebut (Lu et al, Sedangkan persepsi kemudahan
2005; Dai & Palvia, 2009; Wei et al, 2009; penggunaan telah dilakukan oleh beberapa
Chong, 2013; Yadav et al, 2016; Roy & studi (Yousafzi et al, 2007; Lu et al, 2005; Dai
Moorthi, 2017; Akman, 2017) menggunakan & Palvia, 2009; Liu & Yu, 207; Roy &
teori Technology Acceptance Model (TAM), Moorthi, 2017) menyatakan bahwa persepsi
Theory of Planned Behavior (TPB) dan kemudahan penggunaan memiliki pengaruh
Innovation Diffusion Theory (IDT) dan studi positif terhadap minat perilaku individu.
tersebut menganjurkan untuk studi Hipotesis kedua pada konstruk persepsi
selanjutnya dapat menambahkan variabel kemudahan penggunaan adalah persepsi
lain yang dapat mempengaruhi minat kemudahan penggunaan berpengaruh
perilaku individu terhadap pegadopsian m- positif terhadap minat perilaku konsumen
commerce dengan melakukan penelitian di dalam mengadopsi m-commerce
tempat dan kultur yang berbeda. Theory of Planned Behavior (TPB)
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan teori tentang perilaku individu
merupakan salah satu teori tentang yang dipengaruhi oleh minat perilaku (Ajzen,
Jurnal Economia, Volume 14, Nomor 2, Oktober 2018

1988). TPB dapat digunakan untuk terhadap minat perilaku konsumen dalam
Memprediksi perilaku tertentu dalam mengadopsi m-commerce.
berbagai situasi dan berbagai bentuk Minat perilaku (behavior intention) dan
tindakan. Konstruk yang digunakan dalam perilaku (behavior) merupakan dua hal yang
teori TPB ini yaitu pengaruh sosial, beberapa berbeda. Minat perilaku masih berupa suatu
studi yang dilakukan oleh Beberapa studi minat, minat atau intensi adalah keinginan
(Wei et al, 2009; Yi et al, 2006; Bakar et al, untuk melakukan perilaku. Minat belum
2013; Rodriguez & Trujillo, 2014; Yadav et al, berupa perilakunya. Perilaku diartikan
2016) menyatakan bahwa pengaruh sosial sebagai tindakan atau kegiatan nyata yang
memiliki hubungan positif terhadap minat dilakukan (Jogiyanto, 2007). Perilaku
perilaku individu. Berdasarkan argumentasi (behavior) adalah tindakan yang dilakukan
Theory of Planned Behavior (TPB) dan oleh seseorang. Dalam konteks penggunaan
penelitian terdahulu dapat dirumuskan Sistem teknologi informasi, perilaku
hipotesis ketiga adalah pengaruh sosial (behavior) adalah penggunaan sesungguhnya
berpengaruh positif terhadap minat perilaku (actual use) dari teknologi. Beberapa studi
konsumen dalam mengadopsi m-commerce (Sheppard et al, 1988; Turan, 2012; Mulero &
Innovation Diffusion Theory (IDT) Adeyeye, 2013; Akman & Mishra, 2017)
merupakan salah satu teori dalam ilmu menunjukkan bahwa minat perilaku memiliki
sosiologi yang diperkenalkan oleh Everett M. hubungan positif terhadap pengguna.
Rogers pada tahun 1964. Agarwal & Prasad Berdasarkan argumentasi dan penelitian
(1998) kemudian memperkenalkan Konstruk terdahulu dapat dirumuskan hipotesis kelima
Keinovatifan Pribadi dalam TI (Personal adalah minat perilaku berpengaruh positif
Innovativeness in Information Technology – terhadap penggunaan yang sesungguhnya
PIIT) yang telah digunakan hingga sekarang di dalam mengadopsi m-commerce
dalam beberapa penelitian terkait Adopsi Perbedaan studi ini dengan studi
Inovasi TI. Konstruk Keinovatifan Pribadi sebelumnya, peneliti menambahkan variabel
dalam TI merujuk pada kecenderungan dari teori IDT, yaitu keinovatifan pribadi dan
seseorang untuk mencoba suatu TI baru menambahkan variabel actual use (pengguna
(Martín dan Herrero (2012), Rodriguez dan yang sesungguhnya) sebagai variabel
Trujillo (2014). Beberapa studi yang dependen serta variabel behavior intention
dilakukan oleh (Yi et al, 2006; Fang et al, (minat perilaku) diposisikan sebagai variabel
2009; Crespo & Bosque, 2008; Martin & mediasi (intervening). Studi ini menggunakan
Herrero, 2012; Rodruguez & Trujillo, 2014) sampel konsumen kelas menengah di Jawa
Menyatakan bahwa keinovatifan pribadi Timur. Peneliti mengambil variabel
memiliki pengaruh terhadap minat perilaku keinovatifan pribadi karena salah satu
individu. Berdasarkan argumentasi dari teori karakteristik konsumen adalah
IDT dan penelitian terdahulu dapat kecenderungannya untuk mencoba suatu
Dirumuskan hipotesis keempat adalah teknologi informasi baru (Martín & Herrero
Keinovatifan pribadi berpengaruh positif 2012; Rodriguez & Trujillo, 2014).
Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)

Gambar 1. Model Penelitian

Studi ini merupakan penggabungan dari kuesioner melalui soft copy yang berupa link
teori TAM, TPB, dan IDT. Tujuan dari studi ini google form.
untuk memprediksi dan mengetahui Pengukuran masing-masing variable dalam
perilaku konsumen terkait dengan penelitian ini menggunakan instrument yang
penggunaan dan pengadopsian teknologi diadaptasi dari penelitian terdahulu. Persepsi
informasi dalam hal ini m-commerce. kegunakaan (PK) menggunakan lima indikator
dari studi Wei et al (2009). Persepsi
METODE kemudahan penggunaan (PKP) menggunakan
Sampel pada studi ini terdiri dari 118 tiga indikator dari Wei et al (2009). Pengaruh
responden konsumen kelas menengah yang sosial (PS) menggunakan lima indikator dari
bekerja di Jawa Timur. Pengumpulan data Wei et al (2009). Keinovatifan pribadi (KP)
menggunakan metode survey berupa menggunakan tiga indikator dari Yi et al
kuesioner dengan bantuin link google form. (2006). Minat keperilakuan (BI) menggunakan
Pengumpulan data dilakukan pada bulan April tiga indikator dari Yi et al (2006). Penggunaan
2018. Metode yang digunakan menggunakan yang sesungguhnya (AU) menggunakan tiga
teknik convenience sampling. Convenience indikator dari Malhotra & Galleta (1999).
sampling dijadikan sebagai teknik pemilihan
sampel karena peneliti tidak mengetahui Data penelitian ini bersumber dari data
jumlah popuasi. Berdasarkan hal tersebut primer yang merupakan persepsi dari
peneliti melakukan konfirmasi kepada masing- konsumen yang sudah bekerja dan memiliki
masing perwakilan kota dan instansi (BUMN, penghasilan. Data tersebut didapat dan
Swasta, Negeri, maupun pengusaha) untuk dikumpulkan dengan menggunakan metode
menerima penelitian dan menyebarkannya survey melalui Google Form. Kuesioner
kepada responden yang telah ditentukan dalam penelitian ini terdiri dari item
sebelumnya. Setelah disetujui, selanjutnya pertanyaan yang akan didaptasi dari (Wei et
peneliti memberikan al (2009); Yi et al (2006); dan Dong et al
Jurnal Economia, Volume 14, Nomor 2, Oktober 2018

Tabel 1 Demografi responden


Keterangan Jumlah Persentase
Jenis Kelamin:
Pria 27 Orang 22%
Wanita 91 Orang 77%
Usia Responden:
23-26 Tahun 72 Orang 61%
27-34 Tahun 27 Orang 22%
35-45 Tahun 19 Orang 16%
Pekerjaan Responden:
Pegawai BUMN 39 Orang 33%
Pegawai Swasta 28 Orang 23%
Pegawai Negeri 26 Orang 22%
Pengusaha 25 Orang 21%
Jabatan Responden:
Manager 4 Orang 3%
Staff/Karyawan 74 Orang 62%
Auditor/Akuntan 15 Orang 12%
Pemilik/Owner 25 Orang 21%
Pendidikan Terakhir
SMA, SMK/Kejuruan 15 Orang 12%
Diploma 12 Orang 20%
S1 73 Orang 61%
S2 18 Orang 15%
Lama menggunakan adopsi m-
Commerce
1-3 Tahun 29 Orang 24%
4-6 Tahun 52 Orang 44%
>7 Tahun 37 Orang 31%
Aplikasi yang sering digunakan (m-
commerce yang diadopsi oleh
responden) 30 Orang 25%
Perbankan (M-Banking) (BCA, BNI,
BRI, Mandiri, dll) 14 Orang 11%
Ticketing (Traveloka, Agoda,
Tiket.com, Trivargo, Pegipegi, Airy, dll) 45 Orang 38%
Pembelian (Shopee, Lazada,
BukaLapak, Elevenia, Tokopedia) 13 Orang 11%
Transportasi (Go-jek, Grab, Ok-jek,
Om-jek, Uber, dll) 16 Orang 13%
Chatting (Whatsapp, Line, BBM)

(2017). Sebelum kuesioner penelitian responden penelitian sebenarnya. Peneliti


disebarkan kepada responden penelitian memberikan kuesioner kepada konsumen
sebenarnya, peneliti melakukan pre test yaitu melalui penyebaran melalui Google Form.
dengan menilai validitas dan reliabilitas item Dalam Google Form, peneliti menjelaskan
kuesioner pada instrument penelitian dengan penelitian secara ringkas serta tata cara
melakukan pilot test pada responden yang pengisian kuesioner kepada responden.
memiliki karakteristik sama dengan Masing-masing variable tersebut diukur
Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)

Tabel 2 Hasil Confirmatory Factor Analysis untuk Pengukuran Model


Konstruk Items Original T- AVE Communality Cronbachs Composite
Sampel statistic Alpha Reliability
Persepsi PK1 0.868 28.439
Kegunaan PK2 0.893 52.198
(PK) PK3 0.906 39.984 0.749 0749 0.916 0.937
PK4 0.762 20.517
PK5 0.892 54.735
Persepsi PKP1 0.927 56.795
Kemudahan PKP2 0.922 68.177
0.852 0.852 0.913 0.945
Penggunaan PKP3 0.921 68.000
(PKP)
Pengaruh PS1 0.891 41.663
Sosial (PS) PS2 0.851 30.526
PS3 0.825 17.829 0.704 0.704 0.896 0.923
PS4 0.811 23.608
PS5 0.817 11.638
Keinovatifan KP1 0.857 23.714
Pribadi (KP) KP2 0.868 41.773 0.753 0.753 0.836 0.902
KP3 0.879 42.065
Minat BI1 0.899 19.151
Keperilakuan BI2 0.957 102.027 0.863 0.863 0.921 0.950
(BI) BI3 0.931 71.932
Penggunaan AU1 0.778 15.405
Yang AU2 0.909 48.710
0.738 0.738 0.825 0.894
sesungguhnya AU3 0.884 23.078
(AU)

dengan skala likert 1 sampai 7. 1= Sangat Pendidikan responden paling banyak adalah
tidak setuju, 2= Tidak Setuju, 3=Agak tidak jenjang S1, sebesar 61%. Rata-rata
setuju, 4= Netral, 5= Agak Setuju, 6= Setuju, menggunakan adopsi teknologi informasi m-
7= Sangat setuju. Analisis data dalam commerce lebih dari 5 tahun, sebesar 44%.
penelitian ini menggunakan analisis Aplikasi yang sering digunakan adalah
Structural Equation Model (SEM) berbasis pembelian daripada layanan lainnya,
Partial Least Square (PLS). sebesar 38% (lihat Tabel 1).
Berdasarkan tabel 2, maka dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN diketahui bahwa nilai faktor loading dari
Karakteristik Sampel penelitian ini semua konstruk lebih dari 0,7, nilai AVE dan
berdasarkan jenis kelamin, jumlah wanita Communality lebih dari 0,5. Hal tersebut
lebih besar daripada pria, yaitu sebesar 77%. menunjukkan bahwa validitas konvergen
Berdasarkan usia, rata-rata pengguna adalah mendukung semua variable laten. Nilai dari
usia 23-26 tahun. berdasarkan pekerjaan, Cronbach’s alpha lebih dari 0,6 dan nilai
paling banyak pegawai BUMN daripada composite reliability lebih dari 0,7. Hal
pekerjaan lainnya, sebesar 27%. Berdasarkan tersebut menunjukkan bahwa uji reliabilitas
jabatan, staff/karyawan lebih dominan adalah didukung untuk semua konstruk
daripada jabatan lainnya, sebesar 62%. (Abdillah dan Jogiyanto, 2015). Sedangkan
Jurnal Economia, Volume 14, Nomor 2, Oktober 2018

Tabel 3 Nilai akar AVE dan Korelasi Variabel Laten


Akar
Konstruk PK PKP PS KP BI AU
AVE
PK 0.8659 1 0 0 0 0 0
PKP 0.9230 0.451 1 0 0 0 0
PS 0.8395 0.229 0.325 1 0 0 0
KP 0.8679 0.303 0.426 0.267 1 0 0
BI 0.9292 0.581 0.623 0.416 0.518 1 0
AU 0.8591 0.388 0.568 0.285 0.357 0.547 1

pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai akar maupun mengadopsi teknologi m-commerce
AVE lebih besar dari korelasi variable laten (β=0,174; t-statistic 1,787>1,64). H4 diterima
dan nilai cross loading lebih dari 0,7 ketika keinovatifan pribadi berpengaruh
(Abdillah dan Jogiyanto, 2015). Hal tersebut positif terhadap minat perilaku konsumen
menunjukkan bahwa validitas diskriminan dalam menggunakan maupun mengadopsi
didukung untuk semua konstruk. teknologi m-commerce (β=0,237; t-statistic
4,598>1,64). H5 diterima ketika minat
Pengujian Hipotesis perilaku konsumen berpengaruh positif
Syarat hipotesis diterima adalah nilai terhadap penggunaan yang sesungguhnya
original sampel atau beta (β) adalah positif dalam menggunakan maupun mengadopsi
dan nilai t-statistic adalah lebih dari 1,64. H1 teknologi m-commerce (β=0,547; t-statistic
diterima ketika persepsi kegunaan 8,057>1,64). Ringkasan dari pengujian
berpengaruh positif terhadap minat perilaku hipotesis dapat dilihat di Tabel 4.
konsumen dalam menggunakan maupun
mengadopsi teknologi informasi m- Diskusi Hasil Pengujian
commerce (β=0,326; t-statistic 4,431>1,64). Studi ini diadopsi dari teori TAM, TPB,
H2 diterima ketika persepsi kemudahan dan IDT untuk menjelaskan minat dalam
penggunaan berpengaruh positif terhadap penggunaan maupun pengadopsian teknologi
minat perilaku konsumen dalam informasi m-commerce oleh konsumen
menggunakan maupun mengadopsi kalangan menengah di Jawa Timur. Hasil dari
teknologi m-commerce (β=0,319; t-statistic studi ini menunjukkan bahwa persepsi
4,198>1,64). H3 diterima ketika pengaruh kegunaan memiliki pengaruh positif terhadap
sosial berpengaruh positif terhadap minat minat perilaku konsumen dalam
perilaku konsumen dalam menggunakan menggunakan maupun mengadopsi

Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis


Original
Hipotesis Konstruk T-statistic Keputusan
Sampel

H1 PK BI 0,326 4.431 Diterima

H2 PKP BI 0.319 4.198 Diterima

H3 PS BI 0.174 1.787 Diterima

H4 KP BI 0.237 4.598 Diterima

H5 BI AU 0.547 8.057 Diterima
Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)

Gambar 2. Model Struktural Pengujian Hipotesis

teknologi informasi m-commerce. hasil ini digunakan maka akan menjadi suatu
konsisten dengan studi yang dilakukan oleh kebiasaan dalam melakukan aktifitas
Lu et al (2005), Wei et al (2009), Chong et al maupun pekerjaan sehari-hari, maka
(2013), Liu dan Yu (2017), Yadav et al (2016). mudahnya suatu teknologi informasi akan
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi diperhatikan oleh konsumen, sehingga
seseorang percaya bahwa penggunaan penggunaannya akan terus berkelanjutan di
teknologi informasi m-commerce maka masa depan.
dapat meningkatkan kinerjanya dan berguna Studi ini menunjukkan bahwa pengaruh
bagi konsumen itu sendiri, maka minat sosial memiliki pengaruh positif terhadap
perilaku konsumen terhadap teknologi minat perilaku konsumen dalam
informasi m-commerce yang diadopsi menggunakan maupun mengadopsi teknologi
menjadi semakin positif. informasi m-commerce. Hasil ini konsisten
Studi ini juga menunjukkan persepsi dengan studi yang dilakukan oleh Wei et al
kemudahan penggunaan memiliki pengaruh (2009), Bakar et al (2013), Rodriguez
positif terhadap minat perilaku konsumen & Trujillo (2014), Yadav et al (2016).
dalam menggunakan maupun mengadopsi Pengguna maupun pengadopsi teknologi
teknologi informasi m-commerce. Hasil ini informasi m-commerce akan lebih
konsisten dengan studi yang dilakukan oleh terpengaruh oleh tekanan sosial yang
Dai dan Palvia (2009), Roy dan Moorthi berasal dari atasan, rekan kerja atau teman,
(2017), Lu et al (2005), Liu dan Yu (2017). sekaligus media massa akan memiliki peran
Ketika seorang konsumen memiliki penting dalam pengaruh sosial penggunaan
kepercayaan diri yang tinggi dan teknologi informasi.
berpendapat bahwa teknologi informasi m- Studi ini menunjukkan bahwa
commerce yang diadopsi ini mudah untuk keinovatifan pribadi memiliki pengaruh
Jurnal Economia, Volume 14, Nomor 2, Oktober 2018

positif terhadap minat perilaku konsumen merancang maupun mengembangkan


dalam menggunakan maupun mengadopsi teknologi informasi dapat lebih
teknologi informasi m-commerce. Hasil ini mempertimbangkan keempat faktor di atas
konsisten dengan studi yang dilakukan oleh dalam mengevaluasi minat perilaku terhadap
Yi et al (2006), Crespo & Bosque (2008), pengguna dalam menggunakan teknologi
Fang et al (2009), Martin & Herero (2012), informasi dari sisi pengguna produk dari
Rodriguez & Trujillo (2014). temuan dalam perusahaan penyedia, yaitu konsumen.
studi ini menunjukkan bahwa keinovatifan Selain itu, implikasi lainnya adalah studi ini
pribadi dapat memberikan pengaruh yang dapat digunakan sebagai referensi untuk
positif terhadap minat konsumen untuk dukungan pembuatan keputusan kebijakan
terus menggunakan suatu teknologi dan terkait dengan pengakuan pendapatan bagi
akan mencoba menemukan suatu inovasi perusahaan penyedia layanan dari konsumen
baru di masa depan. yang didasarkan pada saat setelah konsumen
Selanjutnya, studi ini juga menunjukkan memesan barang atau setelah pelanggan
bahwa minat perilaku memiliki pengaruh membayar tagihan pesanan barang dengan
positif terhadap penggunaan yang menggunakan teknologi informasi yaitu m-
sesungguhnya dalam hal ini adalah commerce. Studi ini juga dapat dijadikan
konsumen dalam menggunakan maupun motivasi bagi konsumen lainnya di Indonesia
mengadopsi teknologi informasi m- bahwa dengan menggunakan maupun
commerce. Hasil ini konsisten dengan studi mengadopsi teknologi informasi m-commerce
yang dilakukan oleh Sheppard et al (1988), dapat meningkatkan kinerja, efektif dan
Turan (2012), Mulero & Adeyeye (2013), efisien waktu maupun fleksibilitas dalam
Akman & Mishra (2017). Adanya minat menunjang pekerjaan dan aktivitas sehari-
perilaku konsumen yang besar untuk hari.
menggunakan dan mengadopsi m-
commerce, maka konsumen cenderung akan SIMPULAN
menggunakannya dalam melakukan aktivitas Hasil studi ini mendukung teori yang
dan pekerjaan sehari-hari. digunakan, yaitu Technology Acceptance
Model (TAM), dan Theory of Planned
Implikasi Behavior (TPB). Selain mendukung kedua
Implikasi hasil studi ini dapat digunakan teori tersebut, studi ini juga mampu
sebagai salah satu referensi bagi perusahaan mengembangkan konsep penerimaan atau
pemberi layanan dalam mempertimbangkan penolakan suatu teknologi dengan
perancangan dan pengembangan teknologi menggunakan konstruk persepsi kegunaan,
informasi secara umum maupun teknologi persepsi kemudahan penggunaan, pengaruh
informasi khususnya pada layanan m- social, keinovatifan pribadi, minat perilaku
commerce sehingga akan mendorong adopsi dan pengguna yang sesungguhnya. Minat
m-commerce di Jawa Timur. Para praktisi perilaku dalam studi ini sebagai variable
dan pengembang teknologi informasi m- mediasi. Studi ini juga mampu membuktikan
commerce yang mengalami kendala dalam bahwa terdapat satu faktor lain yang
Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)

memiliki pengaruh pada minat perilaku untuk penelitian selanjutnya dapat


terhadap pengguna yang sesungguhnya, mengambil sampel dari kelompok usia yang
yaitu keinovatifan pribadi yang berasal dari lebih tua (50 tahun ke atas). Responden dari
Innovation Diffusion Theory (IDT). kelompok usia yang lebih tua mungkin
Hasil studi ini menyimpulkan bahwa merasa lebih sulit untuk menggunakan
perilaku konsumen dalam menggunakan bahkan mengadopsi m-commerce, sehingga
maupun mengadopsi m-commerce kemudahan penggunaan mungkin akan
ditentukan oleh minat perilaku konsumen. menjadi faktor yang mempengaruhi
Minat perilaku konsumen dipengaruhi pengadopsian m-commerce.
secara positif oleh persepsi kegunaan, Nilai R2 pada konstruk minat perilaku
persepsi kemudahan, pengaruh social, dan sebesar 0,583. Artinya, persentase variansi
keinovatifan pribadi. Studi ini memberikan konstruk minat perilaku dapat dijelaskan
hasil bahwa minat perilaku merupakan oleh konstruk persepsi kegunaan, persepsi
faktor penentu perilaku dan secara partial kemudahan penggunaan, pengaruh sosial,
sebagai variable mediasi. Minat perilaku dan keinovatifan pribadi. Sehingga saran
mengindikasikan bahwa konsumen peneliti untuk peneliti selanjutnya di masa
mempunyai hasil evaluasi yang positif depan dapat menambahkan konstruk,
terhadap perilaku dalam menggunakan misalnya persepsi biaya persepsi keamanan,
teknologi informasi m-commerce yang atau keyakinan diri (self efficacy), serta
diadopsi. masih banyak faktor lain yang merupakan
Keterbatasan dalam penelitian terkait dasar perilaku individu dalam menggunakan
dengan Penyebaran kuesioner kepada teknologi informasi m-commerce.
responden. Peneliti menggunakan
convenience sampling dan kuesioner melalui DAFTAR PUSTAKA
link google form sehingga peneliti tidak dapat
Abdillah, Willy., & Jogiyanto, H. (2015).
mengontrol penyebaran kuesioner. Peneliti Partial Least Square (PLS). Yogyakarta:
tidak mengetahui kepada siapa dan berapa C.V. Andi Offset
banyak kuesioner disebarkan. Peneliti hanya Agarwal, R., & Prasad, J. (1998). A Conceptual
dapat melakukan konfirmasi kepada teman and Operational Definition of Personal
yang memiliki rekan kerja di sekitar teman Innovativeness in the Domain of
peneliti bekerja. Saran peneliti untuk topik Information Technology. Information
System Research, 9(2), 2014-215.
dan subjek studi yang sama dapat
Ajzen, I. (1991). Theory of Planned Behavior.
mempertimbangkan lagi metode
Organizational Behavior and Human
pengumpulan data dan media yang Decision Process, 50, 179-211.
digunakan untuk penyebaran kuesioner.
Ajzen, I. (1988). Attitude, Personality, &
Sehingga dapat dilakukan kontrol terhadap Behavior. Dorsey Press: Chicago.
penyebaran kuesioner.
Akman, I., & Mishra, A. (2017). Factors
Studi dalam penelitian ini memiliki profil Influencing Consumer Intention in Social
demografi usia yang relatif muda (23-46 Commerce Adoption. Information
tahun). Dengan demikian saran peneliti Technology & People, 30(2), 356-370.
Jurnal Economia, Volume 14, Nomor 2, Oktober 2018

APJII. (2016). Penetrasi & Perilaku Pengguna Intentions Toward Adaption of


Internet Indonesia Information Technology. International
Journal of Hospitality Management, 26:
Bakar, A, A., Razak, F, Z, A., & Abdullah, W, S,
9-65.
W. (2013). Assessing the Effects of
UTAUT and Self-Determination Predictor Liu, N., & Yu, R. (2017). Identifying Design
on Students Continuance Intention to Feature Factors Critical to Acceptance
Use Student Portal. World Applied and Usage Behavior of Smartphone.
Sciences Journal, 21(10), 1484-1489. Computer in Human Behavior, 70, 131-
142.
Chong, A, Y-Loong. (2013). A two-staged
SEM-neural network approach for Lu, J., Yao, J, E., a& Yu, C, S. (2005). Personal
understanding and predicting the Innovativeness, Social Influences and
determinants of m-commerce adoption. Adoption of Wireless Internet Service via
Expert System with Applications, 40, Mobile Technology. Strategic
1240-1247. Information System, 14, 245-268.
Crespo, A. H. & Bosque, I. R. D. (2008). The Malhotra, Y., & Galetta, D, F. (1999).
Effect of innovativeness on The Adoption Extending the Technology Acceptance
of B2C E-Commerce: A Model Based on Model to Account for Social Influence:
The Theory of Planned Behaviour. Theoretical Bases and Empirical
Computer in Human Behavior, 24, 2830- Validation. Proceedings of the 32nd
2847. Hawai International Conference on
System Sciences.
Dai, H., & Palvia, P, C. (2009). Mobile
Commerce Adoption in China and the Martín, H. S. & Herrero, Á. (2012). Influence
United States: A Cross-Cultural Study. of The User’s Psychological Factors on
The Data Base for Advances in The Online Purchase Intention in Rural
Information System, 40(4), 43-61. Tourism: Integrating Innovativeness to
The UTAUT Framework. Tourism
Davis, F. D., Bagozzi, R. P. & Warshaw, P. R.
Management, 33, 341- 350.
(1989). User Acceptance of Computer
Technology: A Comparison of Two Mulero, O., & Adeyeye, M. (2013). An
Theoretical Models. ABI/Inform Global. Empirical Study of User Acceptance of
Management Science. 35(8), 982-1003. Online Social Networks Marketing. 50, 6-
14.
Davis, F. D. (1986). Technology Acceptance
Model for Empirically Testing New End- Priyambodo, L., Tjiptono, F., & Suyoto.
User Information System Theory and (2012). M-Commerce in Indonesia:
Results. Unpublished Doctoral Problems and Prospects. International
Dissertation, MIT. Journal of Computer Applications &
Information Technology, I (II), 71-76
Fang, J., Shao, P., & Lan, G. (2009). Effects of
Innovativeness and Trust on Web Survey Rochmawati, S. (2013). Pengaruh Sikap,
Participation. Computers in Human Norma Subjektif, Konstrol Perilaku
Behavior, 25, 144-152. Persepsian, dan Persepsi
Hartono, Jogiyanto. (2007). Sistem Informasi Kebermanfaatan Terhadap Niat
Keperilakuan. Yogyakarta: C.V. Andi Penggunaan Kartu Kredit. Skripsi.
Offset Universitas Brawijaya
Rodriguez, T, E., & Trujillo, E, C. (2014). Online
Lam, Terry., Vincent Cho, & Hailin Qu. (2007).
purchasing tickets for low cost carriers:
A Study Of Hotel Employee Behavioral
Studi Keperilakuan Konsumen …. (Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani)

An application of the unified theory of An empirical analysis. Industrial


acceptance and use of technology Management & Data System, 109(3),
(UTAUT). model. Tourism Management, 370-388.
43, 70-88. Wicaksana, Y. (2014). Pengukuran Terhadap
Rogers, E. M. (2010). Diffusion of Innovations Penggunaan Teknologi Informasi Audit &
(4th ed.). NewYork: The Free Press. Persepsi Kegunaan. ISSN, Bhirawa. 2(2)
Roy, S., & Moorthi, Y. L. R. (2017). Technology Yadav, R., Sharma, S, K., & Tarhini, A. (2016).
Readiness, Perceived Ubiquity and M- G multi-analytical approach to
commerce Adoption The Moderating Role understand and predict the mobile
of Privacy. Journal of Research in commerce adoption. Journal of
Interactive Marketing, 11(3), 268-295. Enterprise Information Management,
29(2), 222-237.
Sheppard, B.H; Harwick, J., & Warshaw, P.R.
(1988). The Theory of Reasoned Action: Yi, M.Y., Jackson J.D., Park J.S., & Probost J.C.
A Meta-analysis of Past Research with (2006). Understanding Information
Recommendation for Modifications and Technology Acceptance by Individuals
Future Research. Journal of Consumer Professionals: Toward an Integrative
Research, 15(3), 325-343. View. Information and Management, 43,
350-363.
Turan, A, H. (2012). Internet Shopping
Behavior of Turkish Customers: Yousafzai, Shumaila Y., Gordon R. Foxall, &
Comparison of Two Competing Models. John G. Pallister. (2007). Technology
Journal of Theoretical and Applied Acceptance: A Meta-Analysis of The TAM
Electronic Commerce Research, 7(1), 77- Part 1. Emerald. Journal of Modelling In
93. Management, 2(3), 251-280.
Zheng, Qin et. al. (2009). Introduction to E-
Wei, Toh, T., Marthandan, G., Chong, Alain, Y., commerce. Tsinghua: Tsinghua University
Ooi, K., & Arumugam, S. (2009). What Press. ISBN: 978-3-540-49644-1
drives Malaysian m-commerce adoption?
STUDI KASUS ANALISIS JURNAL KELAS SOSIAL DI JAWA TIMUR

A. Identitas Jurnal
• Judul :
STUDI KEPERILAKUAN KONSUMEN KELAS MENENGAH DALAM
PENGADOPSIAN M-COMMERCE DI JAWA TIMUR
• Penulis :
Mariatul Ulfa Mansyur, Bambang Hariadi, & Wuryan Andayani
• Departemen penulis :
Universitas Brawijaya, Indonesia
• Jenis penelitian :
Studi kasus penelitian terhadap keperilakuan konsumen kelas menengah
dalam pengadopsian m-commerce di Jawa Timur.
• Tujuan penelitian :
Untuk memprediksi dan mengetahui perilaku konsumen terkait dengan
penggunaan dan pengadopsian teknologi informasi dalam hal ini m-
commerce.
• Metodologi penelitian :
Sampel pada studi ini terdiri dari 118 responden konsumen kelas menengah
yang bekerja di Jawa Timur. Pengumpulan data menggunakan metode
survey berupa kuesioner dengan bantuin link google form. Pengumpulan
data dilakukan pada bulan April 2018. Metode yang digunakan
menggunakan teknik convenience sampling. Convenience sampling
dijadikan sebagai teknik pemilihan sampel karena peneliti tidak mengetahui
jumlah populasi.

B. Analisis Jurnal

1. Kesesuaian isi dengan judul


Menurut analisis dari kelompok kami isi dari jurnal yang berjudul studi
terhadap keprilakuan konsumen kelas menengah dalam pengadopsian m-commerce
di Jawa Timur ini sudah sesuai dengan isi penjelasan nya. Dimana dalam jurnal ini
penulis berupaya untuk melakukan penelitian dengan mengumpulkan data-data
dengan metode survey menggunakan kuisioner dan juga menggunakan teknik
convenince yang mengambil sampel 118 responden kelas menengah yang bekerja
di Jawa Timur untuk membuktikan secara empiris semua penelitian nya yang
berkaitan dengan perillaku-perilaku konsumen terkait dengan penggunaan dan
pengadopsian teknologi informasi dalam hal ini yaitu m-commerce yang sedang di
teliti. Dan disini juga penulis berupaya mencari data se-akurat mungkin dengan
menyertakan penelitian-penelitian sebelumnya dari beberapa orang yang sudah
melakukan penelitian terhadap variabel yang sama dan disini penulis berupaya
untuk melengkapi dan membuktikan kembali secara empiris dengan penelitian yang
lebih lengkap dan lebih terbaru dengan menggabungkan dari teori TAM, TPB, dan
IDT dalam ruang lingkup kelas sosial menengah yang bekerja di daerah Jawa
Timur sebagai respondennya. Selain itu penulis juga menyertakan data-data
demografi responden dan analisis dari metode yang terkait dengan penelitian ini
guna mendapatkan hasil se-akurat mungkin dan empiris, dan alhasil hasil yang di
dapatkan dari penelitian ini dengan menggunakan teknik survei menggunakan
kuisioner dengan analisis Structural Equation Model (SEM) berbasis Partial Least
Square (PLS), sehingga mengasilkan Confirmatory Factor Analysis untuk
pengukuran model. Tak lupa penulis juga diakhir penelitian nya membuat
kesimpulan dan saran untuk para peneliti selanjutnya agar dapat melakukan
penelitian yang lebih lengkap lagi dengan teknik lain yang digunakan bisa lebih
baru untuk penelitian selanjutnya.

2. Ringkasan Isi Jurnal


Jurnal penelitian dengan judul Studi Keprilakuan Konsumen Kelas
Menengah dalam pengadopsian m-commerce di Jawa Timur yang mengambil
sampel dari 118 responden yang bekerja di Jawa Timur yang menggunakan m-
commerce dalam kegiatan berbisnis nya bertujuan untuk menguji dan menganalisis
faktor apa saja yang mempengaruhi minat perilaku konsumen dalam menggunakan
dan mengadopsi m-commerce. Dalam perkembangan zaman sekarang ini
penggunaan teknologi sudah menjadi hal yang lumrah, apalagi dengan adanya
kemajuan teknologi ini semakin mempermudah kita dalam melakukan apapun,
termasuk dalam hal berbisnis juga. Dengan kesibukan kita sebagai pekerja sehingga
sedikit menggagu kita dalam melakukan bisnis, dengan adanya m-commerce atau
mobile commerce ini semakin mempermudah dalam melakukan bisnis jual beli dan
menambah keinovatifan pembuat m-commerce dalam berbisis.
M-commerce itu sendiri yaitu merupakan sebuah aplikasi mobile dengan
menggunakan smartphone yang memberikan kemudahan kepada konsumen nya
dalam melakukan kegiatan bisnis belanja berbagai macam barang yang memiliki
keunggulan yaitu praktis, efektif dan efisien apalagi bagi para pekerja yang hanya
memiliki waktu yang sedikit karena sibuk bekerja.
Penelitian mengenai jurnal ini sebenrnya sudah pernah dilakukan sebelum-
sebelumnya untuk berusaha mengetahui dan menyelidiki faktor-faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi pengaopsian m-commerce dengan menggunakan
beberapa teori seperti TAM (Technology Acceptance Model), TPB (Theory of
Planned Behavior), dan IDT (Innovation Diffusion Theory). Teori TAM ini
merupakan model mengenai seberapa berguna nya sistem informasi yang diterima,
jika berguna dia akan menggunakannya dan jika tidak berguna dia tidak akan
menggunakan nya, jadi dari teori ini dapat disimpulkan yaitu teori kegunaan dan
kemudahan suatu informasi dan dari hipotesis pertama diketahui persepsi kegunaan
berpengaruh positif terhadap minat perilaku konsumen dan hipotesis yang kedua
mengenai persepsi kemudahan berpengaruh positif terhadap minat perilaku
konsumen dalam mengadopsi m-commerce. Lalu yang kedua yaitu teori TPB,
maksud dari teori TPB ini adalah mengenai perilaku individu yang dipengaruhi
faktor sosial dan dalam hipotesis yang ketiga diketahui bahwa pengaruh faktor
sosial memiliki hubungan positif terhadap minat perilaku konsumen dalam
menadopsi m-commerce. Dan yang terakhir yaitu teori IDT yaitu teori dengan
menggunakan konstruk keinovatifan pribadi dalam teknologi informasi yang dalam
hal ini diketahui hipotesis keempat yaitu keinovatifan pribadi berpengaruh posistif
terhadap perilaku konsumen dlam mengadopsi m-commerce.
Dalam studi kasus ini penulis mengambil sampel dari konsumen kelas
menengah di Jawa Timur yang menggunakan m-commerce dengan tujuan untuk
memprediksi dan mengetahui perilaku konsumen terkait dengan peggunaan dan
pengadopsian teknologi informasi dalam hal ini yaitu m-commerce. Pengumpulan
data yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode survei berupa kuisioner
dengan menggunakan teknik convinence sampling dan untuk pengukuran masing-
masing variabelnya menggunakan instrumen persepsi kegunaan (PK) dengan
mengguakan tujuh indiktor yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, agak tidak setuju,
netral, agak setuju, setuju, sangat setuju dan dari semua data yang diperoleh analisis
data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan analisis Structural Equation
Model (SEM) berbasis Partial Least Square (PLS). Data yang diperoleh merupakan
data primer yang bersumber langsung dari konsumen kelas menengah yang mengisi
kuisioner dengan menyajikan bantuan demografi responden.
Hasil yang didapat dari penelitian kali ini yaitu wanita lebi banyak
mengunakan m-commerce lalu rata-rata usia penggunanya 23-26 tahun, jenis
pekerjaan yang paling banyak menggunakan m-commerce yaitu pegawai BUMN
dan pendidikan yang paling banyak mengadopsi m-commerce ini yaitu dari jenjang
S1 dan mereka yang telah mengggunakan m-commerce ini sejak 5 tahun yang lalu.
Dari hasil uji reliabilitas berdasarkan tabel hasil Confirmatory Factor Analysis
untuk pengukuran model menunjukan bahwa validitas kovergen mendukung semua
variabel laten untuk semua konstruk.
Studi ini diadopsi dari teori TAM, TPB, dan IDT untuk menjelaskan minat
dalam penggunaan maupun pengadopsian teknologi informasi m-commerce oleh
konsumen kalangan menengah di Jawa Timur. Hasil dari studi ini menunjukkan
bahwa persepsi kegunaan memiliki pengaruh positif terhadap minat perilaku
konsumen dalam menggunakan maupun mengadopsi teknologi informasi m-
commerce. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi seseorang percaya bahwa
penggunaan teknologi informasi m-commerce maka dapat meningkatkan kinerjanya
dan berguna bagi konsumen itu sendiri, maka minat perilaku konsumen terhadap
teknologi informasi m-commerce yang diadopsi menjadi semakin positif. Studi ini
juga menunjukkan persepsi kemudahan penggunaan memiliki pengaruh positif
terhadap minat perilaku konsumen dalam menggunakan maupun mengadopsi
teknologi informasi m-commerce. Pengguna maupun pengadopsi teknologi
informasi m-commerce akan lebih terpengaruh oleh tekanan sosial yang berasal dari
atasan, rekan kerja atau teman, sekaligus media massa akan memiliki peran penting
dalam pengaruh sosial penggunaan teknologi informasi. temuan dalam studi ini
menunjukkan bahwa keinovatifan pribadi dapat memberikan pengaruh yang positif
terhadap minat konsumen untuk terus menggunakan suatu teknologi dan akan
mencoba menemukan suatu inovasi baru di masa depan. Selanjutnya studi ini juga
menunjukkan adanya minat perilaku konsumen yang besar untuk menggunakan dan
mengadopsi m-commerce, maka konsumen cenderung akan menggunakannya
dalam melakukan aktivitas dan pekerjaan sehari-hari.

Tabel hasil pengujian Hipotesis


Original
Hipotesis Konstruk T-statistic Keputusan
Sampel

H1 PK BI 0,326 4.431 Diterima

H2 PKP BI 0.319 4.198 Diterima

H3 PS BI 0.174 1.787 Diterima

H4 KP BI 0.237 4.598 Diterima

H5 BI AU 0.547 8.057 Diterima

Implikasi hasil studi ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi
perusahaan pemberi layanan dalam mempertimbangkan perancangan dan
pengembangan teknologi informasi secara umum maupun teknologi informasi
khususnya pada layanan m-commerce sehingga akan mendorong adopsi m-
commerce di Jawa Timur. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa perilaku konsumen
dalam menggunakan maupun mengadopsi m-commerce ditentukan oleh minat
perilaku konsumen. Minat perilaku konsumen dipengaruhi secara positif oleh
persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, pengaruh social, dan keinovatifan pribadi.
Studi ini memberikan hasil bahwa minat perilaku merupakan faktor penentu
perilaku dan secara partial sebagai variable mediasi. Minat perilaku
mengindikasikan bahwa konsumen mempunyai hasil evaluasi yang positif terhadap
perilaku dalam menggunakan teknologi informasi m-commerce yang diadopsi.
Nilai R2 pada konstruk minat perilaku sebesar 0,583. Artinya, persentase variansi
konstruk minat perilaku dapat dijelaskan oleh konstruk persepsi kegunaan, persepsi
kemudahan penggunaan, pengaruh sosial, dan keinovatifan pribadi.
3. Kesesuaian Teori dengan keadaan faktual
Berdasarkan jurnal yang kelompok kami analisis mengenai studi
keprilakuan konsumen kelas menengah dalam penggunaan dan pengadopsian m-
commerce di daerah Jawa Timur dengan menggunakan berbagai teori yang penulis
teliti mengenai variabel-variabel seperti kebergunaan, kemudahan, pengaruh sosial,
keinovatifan, dan minat perilaku konsumen dalam penggunaan dan pengadopsian
m-commerce sudah sesuai dengan keadaan faktual yang terjadi di lingkungan
daerah Jawa Timur. Dengan dibantu berbagai data-data kelas sosial di daerah Jawa
Timur seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, jabatan, pendidikan dan juga minat
dari penggunaan m-commerce ini membuat semakin akurat nya data yang bisa kita
peroleh dan untuk dijadikan hipotesis mengenai apakah variabel-variabel tersebut
berpengaruh terhadap perilaku konsumen kelas menengah dalam mengunakan m-
commerce ini.
Seperti yang kita dapat lihat di hasil pengujian hipotesis yang dilakukan oleh
peneliti dengan menggunakan data responden daerah di Jawa Timur ini untuk
hipotesis pertama diterima ketika persepsi kegunaan berpengaruh positif terhadap
perilaku konsumen kelas menengah dalam penggunaan m-commerce, karena
semakin tinggi kebergunaanya m-commerce ini dapat meningkatkan kinerja
konsumen nya. untuk hipotesis kedua juga dapat diterima ketika persepsi
kemudahan berpengaruh positif terhadap perilaku konsumen kelas menengah dalam
penggunaan m-commerce, karena dengan mudah nya teknologi informasi m-
commerce ini membuat konsumen memiliki waktu lebih dalam melakukan aktifitas
atau pekerjaan sehari-harinya. Hipotesis ketiga juga dapat diterima ketika pengaruh
sosial berpengaruh positif terhadap minat perilaku konsumen dalam menggunakan
m-commerce, karena pengguna akan lebih terpengaruh oleh tekanan sosial yang
berasal dari atasan, rekan kerja, atau media massa yang memiliki peranan penting
dalam kelas sosial. Hipotesis keempat juga dapat diterima ketika keinovatifan
pribadi berpengaruh positif terhadap minat perilaku konsumen kelas menengah
dalam pengadopsian m-commerce, karena keinovatifan pribadi ini akan terus
melakukan inovasi baru dimasa depan dlam teknologi m-commerce ini. Terakhir
hipotesis kelima juga dapat diterima ketika minat perilaku konsumen berpengaruh
positif terhdap penggunaan dan pengadopsian m-commerce, karena minat perilaku
konsumen yang besar maka konsumen akan cenderung menggunakannya dalam
melakukan aktifits pekerjaan sehari-harinya.
Hal ini juga sangat penting bagi perusahaan penyedia jasa m-commerce
untuk memberikan layanan dan mempertimbangkan perancangan teknologi m-
commerce ini agar lebih baik dan disukai oleh konsumen dalam melakukan
kegiatan jual beli nya sehari-hari untuk mendorong penggunaan m-commerce yang
lebih banyak lagi dan memotivasi konsumen lainnya di Indonesia untuk
menggunkan m-commerce sehingga dapat meningkatkan kinerja, efektif dan
efisiensi waktu maupun fleksibilitas dalam melaksanakan kegiatan nya sehari-hari.
Dengan didukung oleh teori-teori yang sesuai dengan bidang nya seperti
teori Technology Acceptance Model (TAM), Theory of Planned Behavior (TPB),
dan Innovation Diffusion Theory (IDT) ini semakin membuktikan bahwa perilaku
konsumen kelas sosial menengah ini yang berada di Jawa Timur memberikan minat
perilaku konsumen yang positif terhadap penggunaan dan pengadopsian m-
commerce dalam melakukan kegiatan bisnisnya sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kelas sosial adalah “Pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas


secara bertingkat (hierarchis). Dimana perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau kelas-
kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah. konsep kelas dikaitkan dengan
posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi, maksudnya disini adalah
bahwasannya pembedaan kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria
ekonomi.
Dalam kelas sosial ini juga terdapat factor-faktor yang mempengaruhi dalam kelas
sosial yaitu terdiri dari kekayaan, penghasilan, pekerjaan dan Pendidikan. Kelas sosial juga
di bagi-bagi kedalam beberapa klasifikasi kelas sosial yaitu berdasarkan status ekonomi,
berdasarkan status sosial, dan berdasarkan status politik.
Kelas sosial yang berada di Jawa Timur berdasarkan data yang di dapat yaitu
meliputi oleh pola konsumsi, pendapatan, barang tahan lama, investasi yang
mempengaruhi terhadap kelas sosial.

B. Saran

Dalam kegiatan pembelajaran pasti ada yang namanya tidak tahu, karena tujuan
belajar adalah proses dimana yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari yang awalnya
tidak mengerti menjadi mengerti. Oleh karena itu saran dari kelompok kami sebagai
penulis kepada yang akan menulis makalah penelitian lain mengenai “pengaruh kelas
sosial” untuk lebih mencari data yang lebih akurat dan cocok dengan kasus yang terjadi di
lapangan agar penyampaian isi pembahasan lebih tersusun secara sistematis.

Anda mungkin juga menyukai