Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PENYULUHAN

“Waspada Demam Berdarah, Cegah Dengan 3M PLUS”

Oleh :

dr. Nabela Azahra

Pendamping :

dr. H. Sartono, MM

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS PEMARON

2019
LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA PROMOSI KESEHATAN

DAN PEMBERDAYAAN MASYARKAT (F1)

PENYULUHAN

“Waspada Demam Berdarah, Cegah Dengan 3M PLUS”

DI PUSKESMAS PEMARON

Brebes, Februari 2018

Peserta Program Internsip Dokter Indonesia Pendamping Program Internsip Dokter

Indonesia

dr. Nabela Azahra dr. H. Sartono, MM


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-negara tropis
dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua dekade terakhir.
Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis beresiko terkena DHF
(WHO, 2011).
Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik di Indonesia sejak tiga dekade
terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai terjadi wabah DHF di beberapa
daerah di Indonesia4. Sampai saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden
rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar 6-27 per
100.000 penduduk pada tahun terakhir ini3. Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever (DHF)
di Indonesia sejak Januari s/d Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk)
dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1 %) (WHO, 2009).
Berdasarkan hasil rekapan rekam medis dari rumah sakit di Kabupaten Brebes
didapatkan jumlah korban demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Brebes selama
bulan Januari berjumlah 61 orang dan 6 di antaranya meninggal dunia akibat DBD. Dari
jumlah 62 penderita itu, 37 orang atau 60,5 persen diantaranya adalah kalangan pelajar
(DEPKES Kabupaten Brebes, 2019).
Proporsi kasus DHF berdasarkan umur di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling
banyak terjadi pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun (Hadinegoro, 2011). DHF
masih sulit diberantas karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan penatalaksanaannya
hanya bersifat suportif. Keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan
mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat, untuk itu diperlukan
pengetahuan pada masyarakat tentang gejala dan tanda DBD serta penanganan apa yang
harus dilakukan. Disamping itu pencegahan merupakan suatu yang amat penting dalam
menekan angka kejadian DBD, diantaranya adalah gerakan 3M plus yang dicanangkan oleh
Kementrian Kesehatan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengertian Demam Berdarah Dengue
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gambaran klinis dan komplikasi
Demam Berdarah Dengue
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan penanganan awal
Demam Berdarah Dengue
.
1.2.2 Tujuan Khusus
Memenuhi tugas laporan program dokter internship di Puskesmas Pemaron

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai penyakit


Demam Berdarah Dengue (DBD) antara lain pengertian DBD, gambaran klinis, serta
komplikasi DBD sehingga dapat melakukan pencegahan dan penanganan awal terhadap
penyakit DBD.

1.3.2 Bagi Tenaga Medis

Menjadi fasilitator informasi kesehatan dan motivator kesadaran masyarakat


tentang DBD meliputi pengertian, tanda dan gambaran klinis, komplikasi serta
pencegahan dan penanganan DBD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upaya Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes,
2011).
Program promosi menekankan aspek “bersama masyarakat”. Maksudnya adalah (i)
bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam kehidupan
masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan, dan inginkan, (ii)
bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk perilaku
yang berisiko, serta (iii) bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program
promosi kesehatan dan memantau dampaknya secara terus-menerus (DEPKES RI, 2008)

2.2 Tujuan Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu
meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi
yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat. Demi
mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental maupun sosial,
masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta
mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011).

2.3 Media Promosi Kesehatan


1. Definisi Media/ Alat Peraga
Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat
bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau dicium, untuk
memperlancar komunikasi dan penyebar-luasan informasi. Biasanya alat peraga
digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan foto dan
sebagainya.
2. Jenis Media/ Alat Peraga
Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar :
- Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya, baik hidup maupun mati. Termasuk
dalam macam alat peraga antara lain :
1. Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dsb.
2. Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam
botol pengawet, dll.
3. Sampel, yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit,
dll.
- Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa
digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini karena
menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu
besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan
seperti tanah, kayu, semen, palstik, dan lain-lain.
- Gambar, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan yang masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan.
- Gambar alat optic, seperti foto, slide, film, dll.

2.3 Penyerapan Materi dalam Promosi Kesehatan


Seseorang belajar melalui panca inderanya. Setiap indera ternyata berbeda
pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang. Oleh karena itu seseorang dapat mempelajari
sesuatu dengan baik apabila ia menggunakan lebih dari satu indera.

2.4 Metode Penyuluhan


Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah :
1) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau
pesan secara lisan kepada kelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang
kesehatan.
2) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik
pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang
telah ditunjuk.
3) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di amna setiap anggota mengusulkan
semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing peserta,
dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian.
4) Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta
tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.
5) Metode Bermain Peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan
latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh
kelompok.
6) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide, dan prosedur tentang sesuatu
hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara
melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini
digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
7) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topic
yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu
masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.

2.5 Demam Berdarah Dengue


2.5.1 Pengertian
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari nilai normal (WHO, 2011).
2.5.2 Epidimiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar
500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak
usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar
25.000 kasus kematian dilaporkan setiap harinya (Buchi et al, 2018).

2.5.3 Etiologi dan Transmisi


DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA virus
dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini
termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus
merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif
sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu
DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4 (Hadinegoro et al, 2016).
Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri, terdapat 2
faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue dikatakan
menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan
bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula
Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk
Aedes aegypti) :
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2. Hidup di dalam dan di sekitar rumah
3. Menggigit/menghisap darah pada siang hari
4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
5. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
6. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan
lain-lain.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka
virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu
virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk.
Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu
dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku. Bersama dengan air liur
inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.

2.5.4 Patofisiologi
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD
yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran
plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag.
Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain
untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang
akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,
antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (WHO, 2009).
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5 Imunopatogenesis DBD dan
DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen (Hadinegoro, 2016).
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat.6 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia
dan syok (Hadinegoro, 2016).
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi
virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-
antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler
ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena
itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian (Hadinegoro, 2016).
Gambar 1. Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut
akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES
(reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati
konsumtif (KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi (Hadinegoro, 2016).
Gambar 2. Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD

2.5.5 Diagnosis
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi
antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat
tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam
tanpa penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam
berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD).1 Namun, untuk
alasan praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat dikelompokkan
ke dalam 2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan tanpa warning sign.

Gambar 3. Spektrum Klinis DBD


Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe
dengue dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Klasifikasi Gambaran Klinis DBD

2.5.6 Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke
dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien yang termasuk Grup A dapat menjalani
rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di
rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip
terapi bersifat simptomatis dan suportif.
a. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan
mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine
minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah
lengkap harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan.
Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah
baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta
keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan diberikan
instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning signs selama
perawatan di rumah (WHO, 2009).
b. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien
dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi
penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau
dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri
harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan
secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai dengan
memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes
maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan cairan
keluar), produksi urine, dan warning signs (WHO, 2009).

Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:
1. Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
2. Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil atau
hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
3. Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
4. Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis
yang diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan
nilai hematokrit di bawah nilai baseline.
5. Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase
kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal,
hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).

c. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma
leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan
distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi
menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif
(hypotensive shock) (WHO, 2009)

Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:


1. Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam.
Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes
secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam
selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai
status hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48
jam.
2. Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama.
Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan
kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan
bolus kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan
lanjutkan pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin
sebelumnya.
3. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).

Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:


1. Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai bolus
diberikan dalam 15 menit.
2. Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama
1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara gradual.
3. Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai
hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini
menandakan adanya perdarahan, siapkan cross-match dan transfusi. Jika
hematokrit tinggi dibandingkan nilai basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20
ml/kg/jam sebagai bolus kedua selama 30 menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah
bolus kedua.
4. Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-
2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes seperti
poin penjelasan sebelumnya.
5. Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah bolus cairan
kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan adanya perdarahan. Jika
hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus koloid 10-
20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi
kecepatan tetes.
6. Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau 10-20
ml/kg/jam whole blood segar.

Kriteria memulangkan pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/μl
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)1

2.5.7 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam
Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk)
Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh
masyarakat, dengan cara sebagai berikut (WHO, 2009) :
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat minum
burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi
hal ini setiap 2-3 bulan sekali

Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup
dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu
sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka8:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes
aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan
tetap aman bila air tersebut diminum

Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini sangat
menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang
dicanangkan oleh KEMNKES dengan cara 3M Plus perlu dilakukan secara berkelanjutan
sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras,
adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak
mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain
2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum,
kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang
barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular
Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu
saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5)Menanam tanaman pengusir
nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan
lain-lain. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena
meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada
saat musim penghujan.
Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah mengenalkan program 1
rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan
akibat Demam Berdarah Dengue. Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif
mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke
pintu rumah.
BAB III
KEGIATAN

3.1 Intervensi

1) Bentuk : penyuluhan dengan menggunakan leaflet, PPT ,


kegiatan dan tanya jawab

2) Sasaran : Pelajar kelas 5 dan 6 SD

3) Materi :

- Definisi DBD

- Ciri serta siklus hidup nyamuk aedes aigypti

- Gambaran klinis DBD

- Penanganan DBD

- Pencegahan DBD dengan 3M plus

4) Pelaksanaan :

Hari/
- Tanggal : Kamis, 7 Februari 2019

- Tempat : Aula Puskesmas Pemaron

- Waktu : 10.00 s.d. selesai


2.6 Monitoring

Monitoring dilakukan dengan memberikan sesi Tanya jawab dalam penyuluhan.

Pembicara memberikan 3 pertanyaan kepada audiens untuk mengetahui apakah

penyampaian materi mampu dipahami atau tidak.

Pertanyaan pertama : Apa penyebab penyakit DBD

Pertanyaan kedua : apa gejala pada penderita DBD serta apa yang harus dilakukan

jika ada yang terkena DBD?

Pertanyaan ketiga : Bagaimana pencegahan DBD, apa itu 3M plus?

2.7 Evaluasi

Evaluasi adalah secara sistematis menginvestigasi program dengan cara menilai

konstribusi program terhadap perubahan. Dalam hal ini dapat digali lebih lanjut masalah-

masalah yang belum teratasi melalui pertanyaan acak maupun diskusi kelompok serta

dilakukan analisis penyelesaian masalaha sehingga tujuan kegiatan tercapai dengan

sempurna.

Secara umum kegiatan berlangsung lancar, sasaran dapat menerima dengan baik materi

yang disampaikan. Penyuluhan dengan menggunakan pamphlet dan PPT dengan bahasa

yang sederhana serta gambar-gambar dapat memudahkan sasaran memahami materi yang

disampaikan. Adapun Tanya jawab sangat membantu dalam memberikan pemahaman yang

lebih baik bagi sasaran. Dalam hal ini antusiasme sasaran sangat baik, sasaran aktif

mendengarkan materi yang disampaikan. Adanya pemberian reward bagi sasaran yang bisa

menjawab pertanyaan dari pembicara membuat antusiasme sasaran menjadi sangat baik.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes
aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina.

Keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan mendeteksi secara


dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat. Dalam penanganan DBD, peran serta
masyarakat untuk menekan kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dicanangkan oleh KEMNKES dengan cara
3M Plus perlu dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim
penghujan.

4.2 Saran

4.2.1 Bagi Masyarakat

Diharapkan dengan aadanya penyuluhan ini, masyarakat dapat mengerti mengenai


pengertian, penyebab, penanganan awal, serta pencegahan DBD sehingga akan tumbuh
kesadaran akan pentingnya peran serta masyarakat dalam pencegahan serta deteksi dini
penderita DBD. Peserta diharapkan untuk menyebarluaskan ilmu dan informasi yang telah
diterimanya untuk keluarga dan lingkungan mereka masing-masing. Kedepannya
diharapkan program ini dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas DBD khususnya
di daerah wilayah kerja Puskesmas Pemaron.
DAFTAR PUSTAKA

Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. 2018. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol ;40:376-81.

Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls. 2016. Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam : Current Management of Pediatric Problem. Balai
penerbit FKUI Jakarta.

Hadinegoro, S.Sri Rezeki. 2011. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Panduan Promosi Kesehatan bagi


Petugas di Puskesmas.<www.depkes.go.id/promosi-kesehatan> diakses pada
tanggal 12 Februari 2019.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Waspada DBD dengan PSN 3M Plus.
<https/www.depkes.go.id> diakses pada tanggal 20 Februari 2019.

WHO, Regional Office for South East Asia. 2011. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India.

World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. New Edition 2009.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai