Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

AKTIVITAS ANTELMINTIK

KELOMPOK 3C :
1. Ulfah Nurhalimah (10060308094)
2. Puji Sumarlin (10060308095)
3. Marina Cheirianisa (10060308096)
4. Fikri Jufrie (10060308097)
5. Pranita Dewi (10060308098)
6. Yuuji Fujito (10060307107)

Asisten :
Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/24 Maret 2011
Hari/Tanggal pengumpulan : Kamis/31 Maret 2011

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDNG
2011
AKTIVITAS ANTELMINTIK

I.TUJUAN
1. Dapat merancang dan melakukan eksperimen sederhana untuk menguji
aktivitas antelmintik (anti cacing) suatu bahan uji secara in vitro
2. Dapat menjelaskan perbedaan paralisis spatik dan flasid yang terjadi pada
cacing setelah kontak dengan antelmintik (anti cacing)

II.TEORI DASAR
Antelmintik merupakan obat untuk mengurangi atau membunuh cacing
dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yang
bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik
yang membasmi cacing dari larvanya yang menghinggapi organ dan jaringan
tubuh (Tjay,2007).
Obat-obat yang tidak diresorpsi lebih diutamakan untuk cacing didalam
rongga usus agar kadar setempat setinggi mungkin, lagi pula karena kebanyakan
antelmintika juga bersifat toksik pada tuan rumah. Sebaliknya, terhadap cacing
yang dapat menembus dinding usus dan menjalar ke jaringan dan organ lain,
misalnya cacing gelang, hendaknya digunakan obat sistemik yang justru
diresorpsi baik kedalam darah hingga bisa mecapai jaringan (Tjay,2007).
Adapun macam-macam obat antelmitik diantaranya sebagai berikut:
a. Yang bekerja pada otot
1. Piperazin
Piperazin sitrat merupakan obat cacing yang pertama zat basa
yang sangat efektif terhadap Oxyrus, Ascaris lumbricoides dan E.
vermicularis berdasarkan perintangan penembusan impuls
neuromuskuler dengan bekerja memblokade respon otot cacing
terhadap asetilkolin sehinggga terjadi paralisis dan cacing
dilumpuhkan untuk kemudian mudah dikeluarkan dari tubuh oleh
gerakan peristaltik usus (Tjay,2007).
2. Pirantel Pamoat:
Pirantel pamoat adalah obat cacing yang banyak digunakan di
kalangan masyarakat saat ini. Mungkin karena cara penggunaannya
yang praktis, yaitu dosis tunggal, sehingga disukai banyak orang.
Selain itu khasiatnya pun cukup baik.
Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus.
Beberapa diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides),
dan cacing kremi (Enterobius vermicularis).
Mekanisme kerja Pirantel Pamoat melumpuhkan cacing dengan
cara mendepolarisasi senyawa penghambat neuromuskuler dan
mengeluarkannya dari dalam tubuh biasanya tanpa memerlukan
pencahar.

b. Yang bekerja pada produksi energi


1. Niridazol
Senyawa ini bekerja menghambat enzim fosforilase sehingga membuat
cadangan glikogen berkurang. Efektif untuk Schistosoma
haematobium dn Schistosoma mansoni. Kontraindikasi pada hati,
ginjal dan darah.
2. Senyawa antimoni organik
Senyawa ini bekerja pada enzim fosfofruktokinase
3. Levamizol
Merupakan derivat imidazol yang sangat efektif terhadap ascaris dan
cacing tambang dengan jalan melumpuhkannya (Tjay,2007).
Levamizol juga merupakan inhibitor fumarat reduktanse yang
mekanisme kerja lainnya yaitu berikatan pada reseptor nikotinik yang
mengakibatkan kontraksi berkepanjangan sehingga menimbulkan
paralisis spastik.
c. Yang bekerja pada tahap-tahap proses produksi energi
1. Niklosamid
Merupakan senyawa nitrosalisilanilida yang efektif sebagai vermisid
terhadap cacing pita manusia/hewan, tetapi terhadap telurnya tidak
aktif (Tjay,2007). Niklosamid menghambat fosforilasi oksidatif yang
mengakibatkan cacing lemas karena kekurangan energi.
2. Kelompok benzimidazol
Kelompok ini merupakan inhibitor uptake glukosa yang
menghambat sintesa mukrotubule sehingga mengakibatkan cacing
tidak bergerak karena kekurangan energi dan akan dikeluarkan oleh
tubuh secara perlahan, yang termasuk kedalam kelompok ini:
i. Tiabendazol
Efektif terhadap Stongyloidiasis, Askariasis, Oksiuriasis dan larva
migrans kulit.
ii. Mebendazol
Merupakan antelmintikum berspektrum luas yang efektif
terhadap cacing kremi, gelang, pita, cambuk, dan tambang
(Tjay,2007). Merupakan ester-metil dari benzimidazol yang
merupakan antelmintik berspektrum luas dan banyak digunakan
sebagai monoterapi untuk penanganan masal penyakit cacing, juga
pada infeksi campuran dengan dua atau lebih jenis cacing
(Tjay,2007).
Mebendazol bekerja sebagai vermisid, larvisid, dan juga
ovisid. Mekanisme kerjanya melalui perintangan pemasukan
glukosa dan mempercepat penggunaannya (glikogen) pada cacing.
Contoh mebendazol adalah Vermox (Tjay,2007).
iii. flubendazol
3. Pirvinium
Pirvinium merupakan zat warna sianin yang dapat memblok asupan
oksigen dan memblok transport glukosa.
III.ALAT DAN BAHAN

Alat-alat Bahan-bahan
1. Cawan petri 1. Combantrin Pirantel pamoat
2. Gelas kimia 2. NaCl 0.9% b/v
3. Sarung tangan 3. Air 50o C
4. Pinset 4. Lumbricus sp
5. Batang pengaduk
6. Tissue

IV.PROSEDUR
Cacing tanah diaktifkan terlebih dahulu pada suhu 370C (suhu ruangan).
Larutan kontrol (NaCl) dan larutan uji yang berupa pirantel pamoat dan piperazin
sitrat disiapkan dengan berbagai konsentrasi masing-masing : NaCl 0,9%, pirantel
pamoat (2,5% dan 1,25% combantrin; 2,5% dan 1,25% upixon), dan piperazin
sitrat 10% dan 20%. Kemudian larutan uji masing-masing dituangkan kedalam
cawan petri (satu konsentrasi satu cawan petri). Setelah itu dimasukan sepasang
cacing yang telah aktif ke dalam masing-masing cawan. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap pergerakan cacing dan posisi kepala cacing setiap 5 menit
sekali hingga cacing mati (cek cacing yang sudah tidak bergerak dengan
memasukan kedalam air panas 500 untuk melihat apakah cacing mengalami
paralisis atau sudah mati). Dilakukan pula pengamatan pada postur cacing yang
mati.
V. PENGAMATAN
Sediaan Uji : Combantrin
Tabel 1. Pengamatan Efek Antelmentik Combantrin
Efek
Cacing Jantan Cacing Betina
Nama Sediaan Uji
Waktu (Menit) Waktu (Menit)
5 10 15 5 10 15
Pirantel pamoat 2,5% Pf Pf M Pf Pf M

Pirantel pamoat 1,25% Ps M - Ps M -

Pirantel pamoat 2,5% Ps M - Ps Ps M


Pirantel pamoat 1,25% Ps M - Ps M -

Piperazin HCl 20% Pf M - Pf M -

Piperazin HCl 10% Pf M - Pf M -


NaCl fisiologis (0,9%) N N N N N N

Keterangan : Ps = Paralisis Spastic; Pf = Paralisis Flasid; M = Mati; N = Normal

Gambar: Bentuk tubuh cacing setelah diberi obat


VI. PEMBAHASAN
Sebagian besar obat cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing,
sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum menggunakan obat tertentu.
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan aktivitas antelmentik secara invitro
dengan berbagai konsentrasi. Percobaan ini dilakukan tidak menggunakan
organisme yang terinfeksi, melainkan hanya dibuat keadaan lingkungan yang
mirip dengan keadaan aslinya atau tubuh. Pengamatan aktivitas yang dilakukan
hanya dilihat dari segi perubahan kerja saraf dan otot pada cacing.
Cacing yang digunakan pada praktikum ini ialah Lumbricus sp yang
merupakan hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang
(invertebrata). Lumbricus sp diasumsikan sama seperti cacing gelang biasa
(Ascaris lumbricoides) yang menginfeksi usus halus manusia. Tidak ada
perbedaan aktivitas dan efek pada cacing jantan dan betina dalam jenis ini,
karena cacing ini merupakan hewan hemafrodit yang dapat memiliki dua
kelamin sekaligus. Larutan antelmintik yang dipergunakan adalah combantrin,
upixon dan piperazin sitrat.
Keadaan cacing yang digunakan oleh kelompok 3 awalnya sudah lemas,
tidak bergerak normal tetapi masih hidup. Setelah cacing dimasukkan kedalam
cawan petri, dimasukkan larutan upixon 2.5%, kemudian dilihat kembali
pergerakan cacing, bila cacing masih bergerak sama dengan keadaan awalnya
berarti cacing tersebut masih dalam keadaan normal, bila diam ada tiga
kemungkinan yaitu cacing tersebut masih normal, paralisis atau mati. Bila
cacing tersebut diam setelah diusik menggunakan batang pengaduk, masukkan
cacing kedalam air hangat 50oC. Air dengan suhu tersebut dapat meningkatkan
metabolisme cacing kembali sehingga cacing bergerak dan dapat diamati
keadaannya : normal, paralysis atau mati. Bila cacing mengalami paralysis atau
lumpuh, maka ditentukan apakah cacing tersebut paralysis spastic (kaku) atau
flasid (lemas).
Dari hasil pengamatan, keadaan cacing pada cawan petri kontrol tetap
sama (normal). Pada upixon 2,5 %, 5 menit pertama cacing sudah mengalami
paralisis flasid hingga menit 15 cacing sudah mati. Cacing pada upixon 1,25 %
5 menit pertama cacing sudah mengalami paralisis flasid pada menit ke 10
cacing sudah mati. Pada combantrin 20% didapatkan hasil pada menit ke 5
cacing mengalami paralisis flasid hingga menit ke 10 cacing sudah mati.
Seharusnya semakin kecil konsentrasi obat semakin dapat bertahan cacing
tersebut terhadap kerja obat. Hal ini mungkin dikarenakan keadaan awal cacing
lumbricus sp yang digunakan tidak normal seperti cacing kontrol.
Dari hasil pengamatan, didapatkan pergerakan cacing mengalami paralisis
splastik, yaitu keadaan dimana terjadinya kekejangan yang tidak dapat
dikendalikan, karena kontraksi otot yang berlebih. Pirantel merupakan derivat
pirimidin yang berkhasiat terhadap Ascaris, Oxyuris dan cacing tambang tetapi
tidak efektif terhadap Trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perlumpuhan
cacing dengan jalan menghambat penerusan impuls (depolarisasi)
neuromuscular pada cacing, menghambat enzim kolinesterase sehingga
asetilkolin menjadi banyak dan menduduki reseptor kemudian terjadi
depolarisasi yang menyebabkan kontraksi meningkat sehingga mengakibatkan
kejang. Parasit dikeluarkan oleh peristaltic usus tanpa memerlukan laksan.
Resorpsinya dari usus ringan; 50% zat diekskresikan dalam keadaan utuh
bersama metabolitnya melalui tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui air
seni. Sebaiknya hindarkan penggunaan Combantrin semasa hamil dan anak
dibawah usia 2 tahun karena keamanan penggunaannya belum diteliti/banyak
diketahui. Pemberian combantrin dengan piperazine dapat menyebabkan efek
antagonis serta menurunkan efek kerja dari pirantel pamoate.
Antelmintik lain yang digunakan pada praktikum ini ialah Upixon. Upixon
diproduksi oleh Bayer mengandung piperazin 1 gr/5 ml sirup. Tetapi pada
praktikum, kandungan dari Upixon sama dengan kandungan dari combantrin,
yaitu Pirantel pamoat. Piperazin merupakan antelmintik lain yang biasa
digunakan untuk mengatasi masalah penyakit ifeksi cacing.
Piperazin merupakan zat yang bersifat basa dan bekerja berdasarkan
perintangan penerusan impuls neuromuskuler, sehingga cacing menjadi lumpuh
lemas (paralisis flasid) dan kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerakan
peristaltik usus. (Tan Hoan Tjay, 2007). Piperazin menyebabkan blokade respon
otot cacing terhadap asetilkolin yang mengakibatkan meningkatnya potensial
istirahat sehingga meniadakan kontraksi otot yang menyebabkan terjadinya
paralisis flasid. Akibat dari paralisis flasid adalah cacing menjadi tidak dapat
mempertahankan posisinya dalam saluran cerna kemudian dengan adanya
peristaltik cacing akan didorong keluar dari tubuh.Diduga cara kerja piperazin
pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion-
ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis
(Anonim 4, 2009). Resorpsinya oleh usus lebih cepat dan kelarutan 20%
diekskresikan melalui urin dalam keadaan utuh. Efek samping mual, muntah,
reaksi alergi jarang terjadi. Pada overdose timbul gatal-gatal (urticaria),
kesemutan (paresthesia) dan gejala neurotoksis (rasa kantuk, pikiran kacau,
konvulsi dll ) (Tan Hoan Tjay, 2007). Karena itu piperazin tidak boleh diberikan
pada penderita epilepsi dan gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada
penderita malnutrisi dan anemia berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra.
Karena piperazin menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogenik,
penggunaannya untuk wanita hamil hanya bila benar-benar perlu atau bila tidak
tersedia obat alternatif (Anonim 4, 2009). Dahulu piperazin banyak digunakan
karena efektif dan murah, tetapi di banyak negara Barat sejak tahun 1984 tidak
digunakan lagi karena efek neurotoksisitasnya (Tan Hoan Tjay, 2007).
Banyak antelmintika dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan
cacing, jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasite
menjadi aktif kembali atau sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi,
maka harus dikeluarkan segera mungkin. Biasanya diberikan suatu laksan (Tan
Hoan Tjay, 2007). Pirantel pamoat memiliki sifat laksan yang cukup kuat
dibandingkan dengan piperazin. Piperazin pun memiliki daya resorpsi oleh usus
lebih cepat dan cepat diekskresikan lewat urine. Cacing pengifeksi disaluran
pencernaan membutuhkan obat yang daya absorbsinya rendah agar zat aktifnya
tidak cepat terbawa dalam aliran darah sehingga cepat diekskresikan melalui
urine. Sehingga pirantel pamoat merupakan pilihan pertama yang digunakan
dalam sediaan antelmintik untuk penyakit infeksi cacing Ascariasis. Selain
pirantel pamoat, mebendazol dan albendazol pun pilihan utama untuk mengatasi
infeksi cacing Ascaris (Tan Hoan Tjay, 2007).
Dari pengamatan dan penganalisisan yang telah dilakukan, terlihat bahwa
pada praktikum ini jenis obat yang diuji coba adalah jenis obat antelmintik yang
bekerja pada pada otot dengan target kerja transmisi neumuscular dan reaksi
penghasil energi metabolik. Selain obat-obat tersebut, terdapat pula golongan lain
anntelmintika yang memiliki cara kerja dan spektrum kerja yang berbeda, yaitu
antelmintika yang bekerja pada produksi energi. Pada golongan ini, antelmintik
bekerja menginterferensi produksi energi metabolik sehingga target kerja
antelmintik adalah enzim yang memproduksi energi (fosfofruktokinase, fosfatase,
fosforilase dan fumaratreduktase) dan tahap pada produksi energi (fosforilasi
oksidatif, Up-take glukosa, sintesis mikrotubule, memblok asupan oksigen dan
memblok transport glukosa).
Sehingga dilihat dari keragaman jenis obat-obatan cacing tersebut maka
pengobatan harus didasarkan atas diagnosa jenis parasit dengan jalan penelitian
mikroskopis (Tjay,2007) begitu juga pada pengobatannya antelmintik harus
diberikan secara berulang karena antelmintik tidak membunuh cacing dewasa dan
telur sekaligus.
VII. KESIMPULAN
1. Pirantel pamoat dan piperazin sitrat merupakan antelmintika yang
bekerja pada otot cacing.
2. Pirantel Pamoat mekanisme kerjanya melumpuhkan cacing dengan
cara mendepolarisasi senyawa penghambat neuromuskuler dan
mengeluarkannya dari dalam tubuh yang mengakibatkan paralisis
spastik pada cacing. Sedangkan Piperazin sitrat menyebabkan blokade
respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga terjadi paralisis
flasid dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus dalam tubuh.
3. Combantrin sangat cocok untuk pengobatan antelmintik (obat anti
cacing) karena memiliki mekanisme kerja yang cocok untuk penderita
cacingan.
4. Antelmintika terdiri dari dua golongan berdasarkan cara kerjanya,
yaitu antelmintik yang bekerja pada otot dan antelmintik yang bekerja
pada produksi energi cacing, sehingga pengobatan pada penyakit ini
harus didasarkan atas diagnosa jenis parasit dengan jalan penelitian
mikroskopis agar mendapatkan penganggulangan yang tepat.
5. Karena antelmintik tidak membunuh cacing dewasa dan telur
sekaligus, maka pada pengobatannya antelmintik harus diberikan
secara berulang.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Pyrantel pamoat. Dalam URL
:http://www.drugs.com/mmx/pyrantel-pamoate.html (diakses
tanggal 28 Maret 2011)
Anonim. 2009. Combantrin 125mg 4 tablets (blister). Dalam URL:
http://www.rxmed.com/b.main/b2.pharmaceutical/b2.1.monogra
phs/CPS-%20Monographs/CPS-%20(General%20Monographs-
%20C)/COMBANTRIN.html (diakses tanggal 28 Maret 2011)
Anonim. 2009. Piperazine-citrate. Dalam URL :
http://www.drugs.com/mmx/piperazine-citrate.html (Diakses
tanggal 28 Maret 2011)
Anonim. 2010. Flaccid Paralysis Vs Spastic Paralysis. Dalam URL :
http://www.Arthritis-Symptom.com (Diakses tanggal 28 Maret
2011)
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=
http://en.wikipedia.org/wiki/Ascaris_suum(Diakses tanggal 28
Maret 2011)
Kompas.Artikel 11 dan 12 November 2009.264 Kejang Setelah Minum Obat
Anti Kaki Gajah. Dalam URL: http://www.kompas.com
(Diakses tanggal 28 Maret 2011)
Sri utami, Basundari. 1994. Respon Imun pada Filariasis. Cermin Dunia
Kedokteran. Dalam URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08ResponImun96.pdf/08R
esponImun96.html (Diakses tanggal 28 Maret 2011)
Tjay toan han Drs, Kirana Rahardja Drs . 2007. Obat-obat penting khasiat,
penggunaan dan efek-efek sampingnya. Elex media computindo
: Jakarta. Hal : 197, 199, 203,204

Anda mungkin juga menyukai