Anda di halaman 1dari 11

FISIOGRAFI, KERANGKA & SEJARAH TEKTONIK, DAN

STRATIGRAFI PULAU HALMAHERA

GL 3201
GEOLOGI INDONESIA

Resume

Disusun oleh :
Muchamad Andara
12115064

Program Studi Teknik Geofisika


Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Institut Teknologi Sumatera
Lampung Selatan 2019
PULAU HALMAHERA
Terletak pada pertemuan antara Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan lempeng-
lempeng kecil lainnya seperti Lempeng Filipina, Halmahera memiliki bentuk yang unik yaitu
menyerupai huruf K, hampir seperti Pulau Sulawesi. Kepulauan Halmahera terletak di Provinsi
Maluku Utara dalam rangkaian sirkum Pasifik yang dibatasi oleh Pulau Mindanao di sisi utara
dan sebelah timur dibatasi oleh Papua Nugini. Halmahera memiliki empat “lengan” yang
memiliki arah berbeda-beda, yaitu menuju ke barat laut, barat daya, timur laut, dan tenggara.
Kepulauan ini kemudian dibagi menjadi dua mendala geologi yang dibagi berdasarkan batuan
basement-nya. Lengan timur laut dan tenggara Halmahera membentuk mendala Halmahera
Timur. Mendala ini memiliki basement yang tersusun dari ophiolit. Lengan barat laut dan barat
daya Halmahera, serta Pulau Bacan, Obi dan Morotai membentuk mendala Halmahera Barat.
Mendala ini memiliki basement yang tersusun dari batuan sedimen dan vulkanik.

1. Fisiografi
Fisiografi Pulau Halmahera terbagi 3 bagian yaitu Mandala Halmahera Timur, Mandala Halmahera
Barat dan Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter. (Apandi dan Sudana, 1980)

a. Mandala Halmahera Timur


Mandala Halmahera Timur meliputi lengan Timurlaut, Lengan Tenggara dan beberapa pulau kecil
di sebelah Timur Pulau Halmahera. Morfologi mandala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal
dan torehan sungai yang dalam, dan sebagian bermorfologi karst.

b. Mandala Halmahera Barat

Mandala Halmahera Barat meliputi bagian Utara dan Lengan Selatan Halmahera. Morfologi
mandala ini meliputi perbukitan batuan sedimen, pada daerah baugamping berumur Neogen
dengan morfologin karst dan di beberapa tempat terdapat morfologi kasar merupakan cerminan
batuan gunungapi berumur Oligo- Miosen

c. Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter

Mandala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah Barat Pulau Halmahera. Deretan pulau-pulau ini
kecil membentuk suatu busur kepulauan gunung api Kuarter, sebagian besar pulaunya berbentuk
kerucut gunungapi yang masih aktif
Gambar 1. Fisiografi Pulau Halmahera terbagi 3 bagian yaitu Mandala HalmaheraTimur,Mandala
Halmahera Barat dan Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter

Bagian Utara Halmahera merupakan bagian dari lempeng samudra Philipina yang
menunjam di bawah Philipina sepanjang palung Philipina yang merupakan suatu konfigurasi
busur kepulauan sebagai hasil tabrakan lempeng di bagian Barat Pasifik. Pulau ini dicirikan
oleh “double arc system“ dibuktikan oleh terdapatnya endapan vulkanik di lengan barat dan
non vulkanik di lengan Timur. Secara geologi dan tektonik Halmahera cukup unik, karena
pulau ini terbentuk dari pertemuan 3 lempeng, yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia yang
terjadi sejak Zaman Kapur.
Struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada Formasi Weda yang
berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Sumbu lipatan berarah Utara-Selatan, Timurlaut-
baratdaya, dan Baratlaut-Tenggara, Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik
umumnya berarah Utara-Selatan dan Baratlaut-Tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada
Kapur Awal dan Awal Tersier, ketidakselarasan antara batuan berumur Paleosen-Eosen
dengan batuan berumur Eosen-Oligosen Awal, mencerminkan kegiatan tektonik sedang
berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunungapi. Sesar naik akibat tektonik terjadi pada
Jaman Eosen- Oligosen. Tektonik terakhir terjadi pada Jaman Holosen berupa pengangkatan
terumbu dan adanya sesar normal yang memotong batugamping.
2. Sistem Tektonik Pulau Halmahera (Present Day)

Laut Maluku memisahkan busur


vulkanik Sangihe dan Halmahera yang
berlawanan diinterpretasikan sebagai
ekspresi subduksi Lempeng Laut Maluku
ke timur dan barat (Hatherton dan
Dickinson, 1969; Hamilton, 1979).
Lempeng Laut Maluku hampir
sepenuhnya dihilangkan oleh proses
subduksi (Cardwell et al., 1980;
McCaffrey et al., 1980), memaksanya
menjadi sebuah fitur berbentuk U
berbentuk simpul asimetris di bawah
kolisi busur depan (fore arc).

Gambar 2. Fitur tektonik utama dari wilayah Halmahera setelah Hamilton


(1979) dan Silver (1981). Segitiga adalah gunung berapi aktif di busur
Halmahera dan Sangihe. Rate slip di sepanjang Palung Filipina dari
Ranken et al. (1984).

Kolisi menciptakan punggungan tengah tinggi di Laut Maluku yang didorong ke dua
busur depan yang bertabrakan. Zona pusat ini, ditandai oleh kegempaan dangkal yang kuat
dan gravitasi yang rendah yaitu Laut Maluku "mélange wedge" atau "kompleks tabrakan"
(Silver dan Moore, 1978; Hamilton, 1979; Moore et al., 1981) yang terpapar di Pulau Talaud.
Zona ini berlanjut ke utara menuju Mindanao di mana tabrakan terjadi di Miosen dan Patahan
Filipina mengikuti zona suture (Moore dan Perak, 1983). Batas selatan wilayah ini adalah zona
sesar Sorong di mana Halmahera saat ini bergerak ke barat sehubungan dengan Australasia
(Hamilton, 1979). Batas lempeng Halmahera Timur tidak pasti. Timur laut Halmahera, Palung
Filipna diketahui sangat muda (Hamilton, 1979; Cardwell et al., 1980), dengan kurang dari 150
km litosfer yang disubduksi, tetapi tidak meluas ke selatan sekitar 2°N.
3. Sejarah Tektonik Pulau Halmahera

Pada Miosen Awal terjadi penunjaman (subduksi) Lempeng Laut Maluku ke arah barat
di bawah Busur Sangihe, peristiwa ini diikuti subduksi ke arah timur di Halmahera yang terjadi
pada Miosen Tengah. Dua subduksi ini kemudian membentuk lempeng baru, yaitu Lempeng
Laut Maluku. Lempeng Laut Maluku ini memiliki bentuk seperti huruf U yang terbalik.
Lempeng ini menunjam ke timur, di bawah Busur Halmahera, dan ke barat, di bawah Busur
Sangihe. Bukti dari zona subduksi ini tampak pada persebaran hiposenter gempabumi di zona
Benioff di bawah busur Sangihe yang mencapai kedalaman 600 km di bawah Laut Sulawesi.
Di sisi lain, Busur Halmahera juga telah “menelan” sekitar 200-300 km dari Lempeng Laut
Maluku. Kemunculan andesit dan basalt di Halmahera Barat juga dapat mebuktikan bahwa
subduksi pernah terjadi di lempeng ini.

Gambar 3. Ilustrasi penampang teknonik pulau Halmahera (Hall, 2000)

Busur Sangihe dan Busur Halmahera bergerak semakin mendekat. Tumbukan antar
busur pun mulai tampak pada masa Pliosen. Tumbukan diawali dengan Busur Halmahera yang
pecah pada jalur vulkanik aktifnya.

Kemudian terjadi pergerakan yang menyebabkan bagian belakang busur (backarc)


berpindah menuju bagian depan busur (forearc) ke arah barat. Di kawasan Obi, bagian busur
bergerak menuju ke forearc. Setelah peristiwa ini, kegiatan vulkanisme di Obi berhenti.
Vulkanisme di Busur Halmahera kemudian berlanjut ke Bacan hingga utara Halmahera. Di sisi
lain, Busur Sangihe yang menuju ke timur mulai bergerak naik menimpa forearc Busur
Halmahera. Ketika ditemukan ophiolit di tengah Laut Maluku, Ophiolit tersebut bukan berasal
dari Lempeng Laut Maluku, melainkan dari forearc Busur Sangihe.
Gambar 4. Penampang evolusi lengan Pulau Halmahera

Setelah Miosen, terjadi pengangkatan yang signifikan di Halmahera Timur. Hal ini
ditandai dengan ketidakselarasan yang tampak pada dasar batugamping yang sekarang
tersingkap hingga 1 km di atas permukaan laut. Dari arah barat laut-tenggara juga terdapat
sesar yang menyebabkan pengangkatan. Pada Miosen juga terjadi penurunan di Teluk Kao.
Teluk Kao adalah cekungan yang memisahkan lengan barat laut dan timur laut Halmahera,
cekungan ini lah yang kemudian menjadi tempat pengendapan napal. Di sisi selatan cekungan
ini terdapat Sesar Subaim yang memiliki arah timur laut-barat daya. Sesar ini diperkirakan telah
aktif pada awal Pliosen. Pembentukan Halmahera Timur hingga menyerupai huruf K
ditentukan oleh sesarsesar ini. Hal ini didukung dengan peta isopach sedimen di tiga cekungan
yang berada di Halmahera Timur. Di Teluk Kao dan Buli ketebalan sedimen mencapai lebih
dari 1 km sementara di Teluk Weda mencapai lebih dari 5 km.

Halmahera didominasi oleh sesar-sesar vertikal, tetapi ada pula sesar yang memiliki
arah berbeda. Salah satu sesar tersebut adalah Sesar Sorong yang berada di selatan Halmahera.
Sesar ini terlibat dalam penentuan posisi Pulau Bacan hingga menjadi tegak lurus dengan arah
sesar utama. Zona sesar transform inilah yang “memutar” pulau di ujung selatan Halmahera ini
menuju ke arah barat hingga memiliki posisi seperti sekarang.
4. Tatanan Stratigrafi

Gambar 5. Stratigrafi Pulau Halmahera (Hall, 1987)

Halmahera Timur memiliki basement batuan ophiolitic yang dihilangkan dengan


irisan sedimen Mesozoikum dan Eosen yang ditindih secara tak selaras oleh sedimen Oligosen
Tengah-Akhir dan batuan sedimen serta vulkanik yang lebih muda. Batuan Mesozoikum dan
Eosen mengungkapkan kesamaan stratigrafi dan petrologi yang menonjol dengan busur depan
Mariana dan Kompleks Basement Halmahera timur diinterpretasikan sebagai busur muka pra-
Oligosen. Sedimen, batuan beku dan metamorf yang mewakili bagian yang lebih dalam dari
busur depan, terimbrikasi bersama selama Eosen Akhir. Kompleks Basement Halmahera dapat
ditelusuri ke Mindanao timur (Ramreft et al., 1960; Moore dan Silver, 1983) dan mungkin lebih
jauh ke utara di Filipina timur (Karig, 1983). Sebaliknya, bagian selatan pulau Bacan di ujung
barat daya kelompok Halmahera memiliki basement batuan metamorf tingkat tinggi yang
berasosiasi dengan kompleks ophiolitic yang terdeformasi dan termetamorfosis yang cukup
berbeda dengan basement Halmahera timur. Batuan metamorf diinterpretasikan sebagai bagian
dari basement margin utara Australia yang dipisahkan dari Kompleks Basement Halmahera
oleh serangkaian sistem Sesar Sorong, dan kompleks 8erpentin Bacan yang terdeformasi
mewakili proses magmatisme di zona patahan. Basement Halmahera barat sebagian besar
ditutupi oleh batuan sedimen dan volkanik Neogene-saat ini dan masih kurang dikenal. Batuan
tertua adalah volkanik klastik yang biasanya unfossilferous meliputi piroklastik, breksi lava,
dan konglomerat subaerial, secara hidrotermal berubah secara lokal dan mengalami pelapukan
dalam dan karenanya sangat sulit untuk diketahui.

Konglomerat vulkanik dari pantai barat Halmahera Tengah mengandung


kemungkinan fragmen rudist dan sekitar 20 km lebih jauh lagi batulempung timur dan marl
yang diselingi dengan volkaniklastik mengandung 8erpentini dari zaman Eosen Tengah awal.
Bukti ini menunjukkan bahwa busur vulkanik yang lebih muda yang membangun lengan barat
Halmahera menutupi busur vulkanik Kapur Akhir-Tersier Awal yang tererosi. Peta geologi 1:
250.000 (Apandi dan Sudana, 1980; Supriatna, 1980; Yasin, 1980) mengasumsikan batuan
dasar ini ke Formasi Bacan, sebagai Late Miocene Akhir sampai Oligosen-Awal. Namun,
“formasi” ini mencakup sejumlah unit yang tidak terkait seperti breksi Kapur Akhir yang
terimbrikasi di Kompleks Basement di Halmahera timur, breksi vulkanik tidak terdeformasi
berumur Paleogen akhir di Bacan (Yasin, 1980; Silitonga et al., 1981) sebagai batuan Eosen
yang disebutkan di atas. Hamilton (1979) berpendapat bahwa antara Oligosen dan Miosen
Awal Halmahera adalah busur pulau yang menghadap ke timur dan pembalikan polaritas
subduksi menyebabkan konfigurasi tektonik yang ada. Namun, dalam area penyelidikan
terperinci di lengan timur laut dan Halmahera tengah, tidak ada bukti untuk busur vulkanik
Oligo-Miosen. Tidak ada batuan vulkanik dalam urutan dan debris vulkanik calc-alkaline
terutama absen dari karbonat Paleogene dan Neogene akhir dan debris siliciclastic yang
dikandungnya menunjukkan turunan dari Kompleks Basement ophiolitic Halmahera.
Vulkanisme Oligosen-Awal Miosen dilaporkan dari Waigeo (Van der Wegen, 1963) dan Bacan
(Yasin, 1980; Silitonga et al., 1981). Kedua pulau ini dekat dengan sistem sesar Sorong yang
merupakan zona patahan transformasi dengan sejarah aktivitas vulkanik (Morris et al., 1983;
Dow dan Sukamto, 1984) dan Bacan terletak pada rentangan Sesar Sorong yang ditandai oleh
aktivitas gunung berapi terbaru. Lebih mungkin bahwa aktivitas vulkanik Oligo-Miosen terkait
mengubah gerakan sesar ke selatan Halmahera di batas lempeng Pasifik-Australia daripada
busur vulkanik di Halmahera.

Pada akhir Eocene, busur dan busur depan membentuk basement Halmahera yang
terdeformasi dan terangkat. Oligosen adalah periode pengangkatan dan pengikisan dalam
Kompleks Basement yang membentuk lembah-lembah dalam yang mengandung konglomerat
9erpentin fluviatile yang sekarang sedang digali kembali oleh sungai-sungai saat ini. Penurunan
yang lambat dimulai di Halmahera timur pada Oligosen tengah-akhir, yang mengarah ke
pengendapan marls, dan pengendapan karbonat karang mulai lebih jauh ke barat di Miosen
Awal. Untuk sisa waktu Miosen seluruh wilayah adalah situs pengendapan karbonat laut
dangkal. Di Halmahera timur dan tengah terjadi perubahan dari endapan karbonat ke marl di
Pliosen awal, diikuti oleh peningkatan tajam pada serpihan siliciclastic yang diendapkan
sebagai turbidit dalam fitur submarine fan. Hancuran vulkanik Calc-alkaline muncul dalam
urutan (sequence) di pertengahan Pliocene dan jumlah material vulkanik meningkat seiring
waktu, awalnya sebagai tufa dan turbidit volkaniklastik dan kemudian sebagai lava. Transisi
cepat ini ditafsirkan sebagai hasil inisiasi subduksi litosfer Laut Maluku di sebelah barat
Halmahera dan pembentukan busur vulkanik Pliosen di provinsi barat. Pecahnya litosfer
didahului oleh keruntuhan mendadak kerak di bawah Halmahera timur, tepat di belakang busur,
mengakibatkan penurunan cepat dari batugamping terumbu Miosen. Cekungan sedimen yang
terbentuk diisi secara menyeluruh oleh urutan mengasar ke atas (coarsening up ward) dengan
komponen vulkaniklastik meningkat menandai cekungan dangkal dan meningkatkan aktivitas
busur dengan lava dan breksi volkanik subaerial dan konglomerat di tingkat tertinggi. Busur
Pliosen dibangun di atas dasar erosi dari busur Tersier awal dan posisi di mana litosfer retak,
yang mengarah ke subduksi dari Lempeng Laut Maluku, kemungkinan ditentukan oleh kerak
yang menebal di bawah busur yang lebih tua.

Pulau Halmahera masuk ke dalam Peta lembar Ternate dimana terdapat 17 formasi dan satuan yang
telah di petakan, dengan kisaran berumur sebelum Kapur sampai Holosen.
Qa Aluvium dan endapan pantai (lempung, lanau, pasir, kerikil)
Ql Batugamping terumbu (batugamping koral dan breksi batugamping
Tmpw Formasi Weda (batupasir, napal, konglomerat dan batugamping)
Tmpt Formasi Tingteng (batugamping hablur dan pasiran, napal dan batupasir
Tpmc Satuan konglomerat (komponen ultrabasa, basal, rijang, diorite dan batusabak)
Tomt Formasi Tutuling (batugamping)
Tped Formasi Dorosagu (batupasir, serpih dan batugamping)
Tpec Satuan konglomerat (komponen ultrabasa, gabro, 10erpent, batupasir dan
gamping) Tpel Satuan batugamping
Kd Formasi Dodaga (serpih, batugamping dan rijang)
BATUAN GUNUNG API
Qhv Satuan batuan gunung api (breksi andesit, lava andesit – basal dan tufa)
Qht Satuan tufa (tufa batuapung, tufa 10erpent)
Qpk Formasi Kayasa (breksi, lava dan tufa)
Tomb Formasi Bacan (breksi, lava dan tufa)
BATUAN BEKU
Di Satuan 10erpent (tonalit dan hornblende diorite
Gb Satuan gabro ((gabro piroksen, gabro hornblende)
Ub Satuan ultrabasa (10erpentinite, piroksenit dan dunit) Sumber PT. Antam Tbk,Unit Geomin

Gambar 6. Stratigrafi Daerah Halmahera yang terdiri 17 formasi dan satuan yang telah di petakan tersebar di
Mandala Halmahera Timur dan Mandala Halmagera Barat dan Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter
DAFTAR PUSTAKA

Hall, Robert. 1987. Plate Boundary Evolution in the Halmahera Region, Indonesia.
Amasterdam : EIsevier Science Publishers B.V.
Haryadi, Muhammad. Struktur Geologi Regional Halmahera.
https://www.academia.edu/18996079/Struktur_geologi_regional_halmahera
Nurul, Luthfi. 2014. Sedikit Catatan Tentang Tektonik Halmahera. Bandung : GEA ITB

Anda mungkin juga menyukai