Anda di halaman 1dari 42

PERBANDINGAN CITRA LAKI-LAKI DALAM NOVEL AKU

KENDALIKAN AIR, API, ANGIN, DAN TANAH KARYA TITIS


BASINO DAN NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL
KHALIEQY

SKRIPSI

Oleh

Ririn Sri Rezeki

NIM 06021181419070

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018

1
PERBANDINGAN CITRA LAKI-LAKI DALAM NOVEL
AKU KENDALIKAN AIR, API, ANGIN, DAN TANAH KARYA
TITIS BASINO DAN NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL
KHALIEQY
Oleh:
Ririn Sri Rezeki
NIM: 06021181419070
Dosen Pembimbing: (1) Dr. Hj. Latifah Ratnawati, M.Hum.
(2) Drs. Nandang Heryana, Dip., M.Pd.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

ABSTRAK
Perbandingan citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan
Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy
membahas citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan, citra laki-laki dalam
hubungan dengan alam, citra laki-laki dalam hubungan dengan masyarakat, citra
laki-laki dalam hubungan dengan manusia lain, dan citra laki-laki dalam
hubungan dengan diri sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pembandingan citra laki-laki dalam kedua novel tersebut dengan menggunakan
teori tentang citra manusia yang dikemukakan oleh Oemarjati, dkk.. Analisis citra
laki-laki dalam kedua novel ini menggunakan metode deskriptif komparatif ,
pendekatan struktural (objektif) dan pendekatan sosiologi. Citra laki-laki yang
paling dominan muncul dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah
karya Titis Basino adalah citra laki-laki yang baik atau positif sebanyak 6 citra
laki-laki yang meliputi: (1) citra laki-laki yang mengagumi alam, (2) citra laki-laki
yang selaras dengan masyarakat, (3) citra laki-laki yang menginginkan
pembaharuan, (4) citra laki-laki yang cinta keluarga, (5) citra laki-laki yang
menjalin persahabatan, dan (6) citra laki-laki yang mencari makna hidup. Dalam
novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy citra laki-laki yang paling dominan
muncul adalah adalah citra laki-laki yang baik atau positif sebanyak 6 citra laki-
laki yang meliputi: (1) Citra laki-laki yang patuh pada Tuhan, (2) Citra laki-laki
yang menikmati alam, (3) Citra laki-laki yang menjalin persahabatan, (4) Citra
laki-laki yang menginginkan pembaharuan, (5) Citra laki-laki yang dilanda cinta
asmara, dan (6) Citra laki-laki yang mencari makna hidup
Kata kunci: citra, laki-laki, dan novel.

2
ABSTRACT

The differences of the male image in the Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan
Tanah novel by Titis Basino and Geni Jora novel by Abidah El Khalieqy
discussesed the image of men in relation to God, men in relation to nature, men in
relation to society, men in relation to others, and men in relation to themselves.
This study aims to describe the differences of the male image in both novels by
using the theory of human image proposed by Oemarjati, et al . The analysis of
male image in both novels used comparative descriptive method and structural
(objective) approach and sociology of literature approach . The image of the most
dominant male appearing in the novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan
Tanah by Titis Basino was a good or positive male image of six male images
which included: (1) The image of the man who admired nature, (2) The image of
men in harmony with society, (3) The image of a man who wants renewal, (4) The
Image of men who love the family, (5) friendship, and (6) The images of men who
seek meaning in life. In the Geni Jora novel by Abidah El Khalieqy, the image of
the most dominant male appeared was the image of a good or positive man of six
male images which include: (1) The image of a man who obeyed God, (2) The
image of men who were enjoy with nature, (3) The image of men who made
friendship, (4) The image of a man who wants renewal, (5) The image of a man
afflicted by love, and (6) The image of a man who seeks the meaning of life.

Key words: The image, men, and novels.

PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan cerminan sosial budaya suatu masyarakat dari
waktu ke waktu. Salah satu cerminan sosial budaya masyarakat tersebut dalam
karya sastra adalah relasi antarmanusia. Karya sastra adalah bentuk dari sejarah,
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dialami oleh manusia.
Menurut Aminuddin (dikutip Watin, 2011:2) peristiwa-peristiwa dalam
karya sastra, sama halnya dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
yang diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Karya sastra merupakan
ceriman dan mengekpresikan kehidupan serta sebagai sarana dalam menanggapi
nilai kehidupan. Lagi pula karya sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan”
sebagian besar terdiri dari masyarakat sosial (Wellek dan Werren, 2014:98).

3
Dengan kata lain, karya sastra adalah suatu instrumen atau alat dalam
merefleksikan nilai kehidupan dan juga menampilkan citra manusia tertentu.
Penelitian tentang citra manusia pernah diterbitkan dalam buku Citra
Manusia dalam Puisi Indnesia 1920-1960 (Oemarjati, dkk., 1994); Citra Manusia
dalam Drama Indonesia Modern 1960-1980 ( Sitanggang, dkk); Citra Manusia
dalam Novel Indonesia Modern 1920-1960 (Tassai, dkk., 1997); dan Citra
Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer (Teeuw, 1966).
Teori tentang citra manusia yang dikemukan Oemarjati, dkk., meliputi
hubungan manusia dalam hubungan dengan Tuhan, alam, masyarakat, manusia
lain, dan diri sendiri (Oemarjati, dkk., 1994: 16). Pengkajian citra manusia dalam hal
ini akan difokuskan pada citra tokoh laki-laki saja, dengan melihat pola hubungan
dengan Tuhan, alam, masyarakat, manusia lain, dan dirinya sendiri
Lebih lanjut, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia citra adalah
“kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa,
atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi.”
Citra laki-laki adalah gambaran yang berupa gambaran mental, spiritual, dan
tingkah laku laki-laki yang menunjukkan ciri khas laki-laki.
Masyrakat Indonesia, cenderung menempatkan citra laki-laki yang
berhubungan dengan Tuhan, alam, masyarakat, manusia lain dan dirinya sendiri
dalam posisi yang lebih baik dan lebih positif dibandingkan citra perempuan.
Dalam masyrakat semacam ini, laki-laki dipandang superior terhadap perempuan
di berbagai sektor kehidupan, baik domestik maupun publik (Suhendi, 2011:1).
Nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat yang tercermin dalam karya
sastra telah membentuk suatu pencitraan diri dalam kehidupan laki-laki. Dalam
segala aspek kehidupan baik yang berhubungan dengan Tuhan, alam, masyarakat,
manusia lain dan dirinya sendiri, laki-laki dipandang sebagai sosok pemimpin,
kuat dan mendominasi perempuan . Pandangan ini sudah menjadi suatu tolak ukur
masyarakat dalam menilai dan membandingkan laki-laki dan perempuan. Barker
mengatakan bahwa bernampilan lemah, emosional, atau bersikap tidak efisien
secara seksual merupakan suatu ancaman utama terhadap percaya diri laki-laki.
(dikutip Demartoto, 2010:1)

4
Sebenarnya, disadari atau tidak, permasalahan mendasar selama ini adalah
masalah relasi antara perempuan dan laki-laki. Apabila, hanya memberi
penekanan di salah satu pihak saja tentu tidak akan memberikan hasil yang efektif
dalam terciptanya kesetaraan sebagaimana yang diharapkan selama ini. Dengan
kata lain citra diri antara laki-laki dan perempuan dapat dipertukarkan antara
kedua jenis kelamin tersebut.
Studi kesusastraan tentang citra manusia (tokoh) sudah banyak dilakukan
di berbagai perguruaan tinggi dan yang selalu menjadi masalah analisis penelitan
adalah citra perempuan, sedangkan citra laki-laki selalu dikesampingkan.
Penelitian tentang citra laki-laki jarang dibicarakan dalam sebuah karya sastra.
Inilah yang menjadi alasan utama penulis tertarik untuk mengkaji dan
menganalisis perbandingan citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api,
Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy dengan menggunakan pendekatan objektif atau struktural.
Penelitian yang mengangkat citra laki-laki dalam karya sastra pernah
dilakukan oleh Fatimah Rommy, mahasiswa Universitas Indonesia, dengan judul
Citra Laki-Laki Arab dalam Tiga Cerpen Karya Abdurahim Nashar sebagai tugas
memenuhi penulisan skripsi pada tahun 2009. Persamaan dengan penelitian
tersebut adalah sama-sama menganalisis citra laki-laki dan sama-sama
menggunakan pendekatan objektif atau struktural. Perbedaannya terletak pada
objek yang akan dianalisis.
Penelitian sebelumnya dalam Citra Laki-Laki Arab dalam Tiga Cerpen
Karya Abdurahim Nashar mengungkapkan bahwa penulis sangat fokus
menceritakan tokoh laki-laki dalam cerpennya. Hal ini terlihat bagaimana,
Abdurahmim Nashar mengungkapkan segala kelebihan dan kekurangan laki-laki
tanpa melibatkan tokoh perempuan sedikit pun (Rommy, 2009:76). Ada pun hasil
penelitian tersebut terdapat beberapa citra laki-laki dalam tiga cerpen Abdurahim
Nashar yang meliputi rajin beribadah atau relegius; bertindak rasional dan tegas;
sombong atau arogan; percaya diri tinggi; pekerja keras sekaligus pantang
menyerah; bertindak cepat tanpa memikirkan risiko; sabar dan penuh semangat;
pintar; dan kritis.

5
Adapun novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis
Basino belum pernah diteliti sebelumnya. Berbeda dengan novel Geni Jora karya
Abidah El Khalieqy. Novel Geni Jora sudah diteliti oleh Nandang Heryana, dalam
Jurnal Logat FKIP Universitas Sriwijaya pada tahun 2015. Penelitian tersebut
tefokus pada citra perempuan, dengan judul Citra Perempuan dalam Novel
Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan citra wanita dalam kedua novel
tersebut yaitu meliputi citra perempuan yang tangguh dan memiliki tekad yang
kuat; citra perempuan yang menuntut keadilan; citra perempuan pelopor; citra
perempuan yang menginginkan pembaharuan; dan citra perempuan yang patuh.
Penulis novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah, Titis Basino
adalah wanita kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 17 Januari 1939. Sastrawan satu
ini produktif menulis di majalah Sastra dan Horisan dan juga aktif menulis
novel. Karya-karyanya sudah mendapat penghargaan Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Pada tahun 1999 pemerintah Malaysia menganugerahkan
kepadanya penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA), sebuah
penganugerahan karya sastra yang kompetitif di Asia Tenggara. ( Ensiklopedia
Sastra Indonesia, 2004:809).
Penulis novel Geni Jora, Abidah El Khalieqy merupakan sastawan wanita
yang dikenal dengan beberapa karyanya yang bernuansa Islami. Bahkan karyanya
Perempuan Berkalung Sorban (2000) berhasil menjadi salah satu novel terbaik
dan diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama pada tahun 2009. Wanita
kelahiran Jombang, 1 Maret 1965 juga pernah menjadi pendamping dalam
Bengkel Kerja Penulisan Kreatif Majelis Sastra Asia Tenggara atau MASTERA
(Khalieqy, 2009).
Adapun dipilihnya novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah
karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy karena
beberapa alasan. Pertama, pengkajian citra laki-laki dalam karya sastra masih
jarang dilakukan, jadi penelitian ini diharapkan menjadi khazanah baru dalam
penelitian sastra. Kedua, kedua novel ini sarat sekali akan citra laki-laki. Ketiga,
pengkajian citra laki-laki dalam karya sastra, khususnya karya sastra penulis

6
perempuan menarik untuk dilakukan. Lebih lanjut, kedua penulis perempuan ini
merupakan sastrawan Indonesia yang dikenal dengan karya-karya mereka yang
identik dengan cerita-cerita yang berideologi feminis. Novel Aku Kendalikan Air,
Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino Titis Basino ditulis dan diterbitkan pada
tahun 1998, sedangkan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy ditulis dan
diterbitkan pada tahun 2003 . Tentunya cerita yang terdapat dalam kedua novel
tersebut menampilkan citra tokoh laki-laki yang berbeda.
Misalnya, dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya
Titis Basino, jika dilihat dari hubungan tokoh laki-laki dengan masyarakat. Dalam
hal ini masyarakat yang dimaksud yaitu masyarakat yang sedang
memperjuangkan masa reformasi. Citra tokoh laki-laki yang patriot tergambar
jelas ketika tokoh laki-laki yaitu Sitok ikut dalam gerakan masyarakat. Sitok
terlibat langsung melalui gerakan aksi demonstrasi masyarakat, bahkan ia berada
di barisan terdepan. Perhatikan kutipan berikut

“Tidak usah. Sampaikan saja salamku dari lapangan.”


“lapangan apa?”
“lapangan apa saja”
“kau ikut gerakan ini?”
….. “Kenapa? Takut aku ditembak? Siapa yang aktif, aku kan
Cuma di barisan terdepan…”
“Nah, benarkan, kau selalu mengebu-gebu” (Basino, 1998:79).

Lebih lanjut, masih melihat dari hubungan tokoh laki-laki dengan


masyarakat, citra laki-laki yang menonjol pada novel ini adalah citra laki-laki
yang selaras dengan masyrakat. Citra ini tergambar dari sikap Sitok yang kritis
dalam memikirkan kepentingan umum atau masyarakat. Perhatikan kutipan
berikut.

“Jadi, kau harus menganggap apa saja yang menimpamu itu


tiada artinya. Kini bukan saatnya berpikir yang remeh dan
bertele-tele, masih banyak hal yang lebih mendesak di
pikirkan, untuk massa dan kepentingan umum.” (Basino,
1998:123).

7
Di sisi lain, Motinggo Busye mengatakan bahwa karya-karya Titis Basino
memberikan hal-hal baru. Busye merujuk filsuf Amerika, Ralph Waldon
Emerson, bahwa karya sastra harus baru seperti buih dan tua seperti karang, dan
karya Titis yaitu Novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah memiliki buih
yang baru. Hal ini tergambar melalui tokoh Retno, wanita usia baya yang
mencintai lelaki muda yang bernama Sitok. Cinta platonis itu berbuntut dan
meledak ketika Retno mengetahui Sitok bersama perempuan lain, yang
merupakan anak kandung Retno sendiri. Menurut Busye sebagai novelis, ia sangat
mengagumi bagian tersebut (Basino, 1998).
Lebih lanjut, novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy apabila dilihat
dari hubungan tokoh laki-laki dengan masyarakat masih menampilkan citra tokoh
laki-laki yang berbenturan atau bertentangan dengan masyarakat yaitu laki-laki
patriarki. Hal ini diperkuat Heryana (2015:31) bahwa tokoh nenek melambangkan
orang yang mendeskriminasi cucu perempuan terhadap cucu laki-laki. Perhatikan
kutipan berikut
Pyarrr…segelas susu ambyar. Dengan tergopoh, Nenekku datang
dan menyuruh Yu Blakinah untuk membersihkan pecahan kaca.
Dari atas kursiya, Nenekku mulai ceramah. Bahwa perempuan
harus selalu mau mengalah, dunia ini akan jungkir-balik berantakan
seperti pecahan kaca. Sebab, tidak ada laki-laki yang mau
mengalah. Laki-laki selalu ingin menang dan menguasai
kemenangan. Oleh karena itu, perempuan harus siap mengalah
(pakai awalan me-) (Khalieqy, 2009:81).

Dari kutipan tersebut, terlihat jelas tokoh Nenek beranggapan tokoh laki-laki
(dalam hal ini cucunya) sebagai sosok yang selalu ingin berkuasa, ingin selalu
menang dan tidak pernah mau mengalah dari perempuan. Secara tidak langsung
“anggapan” budaya patriarki masih tumbuh dijadikan patokan dalam kehidupan
sehari-hari.
Inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan analisis dan
penelitian lebih mendalam mengenai citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan
Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah
El Khalieqy.

8
Citra merupakan gambaran tokoh atau pelaku yang terlibat dalam cerita
atau peristiwa. Citra juga bermakna sebagai kesan dan penggambaran mengenai
sesuatu. Hal ini sejalan dengang pendapat Pratama (2017:13) setiap gambaran
pikiran disebut citra. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:270)
“citra adalah kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah
kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa
dan puisi”.
Lebih lanjut, menurut Nurgiyantoro (2013:104) citra adalah sebuah
gambaran pengalaman indera yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran
berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata. Maka dapat
disimpulkan pengertian citra adalah kesan batin atau gambaran visual yang timbul
pada diri seseorang disebabkan oleh kata, frase, atau kalimat dalam karya sastra.
Dengan demikian pengertian citra laki-laki adalah gambaran kesan batin atau
gambaran visual yang timbul pada diri laki-laki yang disebabkan oleh kata,frase,
atau kalimat dalam novel Aku Kendalikan Api, Api, Angin, dan Tanah karya Titis
Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy. Kesan batin atau
gambaran visual ini dapat berupa gambaran mental, spiritual, dan tingkah laku
laki-laki yang menunjukkan ciri khas diri laki-laki.
Pengkajian citra dalam penelitian ini menggunakan teori tentang citra
manusia yang dikemukakan oleh Oemarjati, dkk., dengan mengangkat cirta laki-
laki sebagai kajian utama dengan melihat pola hubungan laki-laki dengan Tuhan,
alam, masyarakat, manusia lain, dan dirinya sendiri (Oemarjati, dkk., 1994:11—
12).
Citra Laki-Laki dalam Hubungan dengan Tuhan
Citra manusia ( termasuk laki-laki) dengan Tuhan dimaksudkan sebagai
suatu citra yang timbul karena adanya rasa cinta dan rasa berbakti kepada-Nya.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk yang beragama atau homo religius.
Sebagai homo religius manusia mengakui adanya kekuasaan tertinggi yaitu
Tuhan.
Dalam hubungan citra manusia (termasuk laki-laki) dengan Tuhan berarti
menunjukkan ada manusia yang patuh kepada Tuhan dan ada manusia yang tidak

9
tidak patuh dan ingkar, bahkan ada manusia yang tidak percaya kepada Tuhan.
Hal yang membedakan manusia dengan manusia lainnya adalah kadar
keimanannya, kualitias religiusnya: ada manusia yang takwa, ingkar, munafik,
dan seterusnya (Oemarjati, dkk., 1994:18).
Citra laki-laki yang patuh patuh pada Tuhan senantiasa akan berserah diri
kepada Tuhan dan menjadikan norma-norma agama sebagai tuntunan dan
pegangan hidupnya. Laki-laki seperti ini selalu berusaha mendekatkan diri kepada
Tuhan dengan melaksanakan sesuatu yang diperintahkan dan meninggalkan
segala sesuatu yang dilarang-Nya. Semua tingkah laku dan perilakunya di dunia
dianggapnya dalam pengawasan sang pencipta. Semua cobaan atau kemalangan
hidup di dunia ini dianggapnya sebagai takdir Tuhan dan ia senantiasa bersyukur
atas rahmat yang diberikan Tuhan kepadanya (Oemarjati, dkk., 1994:19)
Citra laki-laki yang tidak patuh atau ingkar pada Tuhan adalah laki-laki
yang mengingkari adanya kekuasaan Tuhan. Ia lupa bahwa seluruh yang
dilakukannya di dunia dalam pengawasan-Nya. Laki-laki yang ingkar pada
kekuasaan Tuhan pada umumnya bersifat takabur atau sombong. Laki-laki yang
takabur tidak pernah merasa bahwa segala yang dimilikinya di bumi ini
sesungguhnya adalah pemberian dari Tuhan yang maha kuasa. Oleh karena itu, ia
tidak pernah patuh dan tidak mau menjalankan perintah Tuhan (Oemarjati, dkk.,
1994:38—39).
Citra Laki-Laki dalam Hubungan dengan Alam
Citra manusia (termasuk laki-laki) dengan alam menunjukkan bahwa
manusia hidup berdampingan dan bergelut dengan alam. Hal ini menunjukkan
suatu yang mendasar dalam kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan alam
mencerminkan sikap dan perbuatan manusia dalam memanfaatkan alam.
Dari hubugan manusia dengan alam terdapat beberapa citra yaitu manusia
yang bersatu dengan alam, manusia yang mendayagunakan alam, manusia yang
mensyukuri alam, dan manusia yang sekadar mengagumi keindahan dan
keganasan alam (Oemarjati dkk., 1994:43).
Citra laki-laki yang bersatu dengan alam adalah laki-laki yang berupaya
untuk hidup selaras dengan alam, dan menganggap dirinya merupakan bagian dari

10
alam (Oemarjati, dkk., 1994:44). Ia selalu mensyukuri kebesaran dan keindahan
alam sebagai sesuatu nikmat dan karunia dari Tuhan. Citra laki-laki seperti ini
akan merasa akrab, memelihara dan tidak merusak alam di sekitarnya (Oemarjati,
dkk., 1994:45—50).
Citra laki-laki yang mendayagunakan atau memanfaatkan alam adalah
laki-laki yang menggali dan mendayagunakan alam untuk kebutuhan hidupnya.
Hal ini tercermin dari sikapnya yang teguh dan penuh semangat dalam menggarap
alam (Oemarjati, dkk., 1994:53).
Citra laki-laki yang mengagumi alam adalah laki-laki yang terpesona dan
terpana pada keindahan alam dan kedahsyatan alam yang diciptakan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa (Oemarjati, dkk., 1994:57).
Citra Laki-Laki dalam Hubungan dengan Masyarakat
Citra laki-laki dengan masyarakat menunjukkan sikap sosial yang tinggi.
Pola hubungan ini merupakan dorongan individu untuk “bergaul” dengan
masyarakat yang sudah ada dan dibawanya sejak kecil. Hubungan manusia
dengan masyarakat memperlihatkan adanya interaksi individu yang terlibat
dengan masyarakat.
Manusia tidak lepas dari masyarakat. Dengan kata lain, walapun manusia
tersebut memiliki kepentingan-kepentingan pribadi, bisa jadi kepentingan tersebut
selaras bahkan berbenturan dengan masyarakat yang ada (Oemarjati dkk.,
1994:63).
Citra laki-laki yang selaras dengan masyarakat adalah laki-laki yang
mempunyai pandangan sejalan atau sama dengan masyarakat. Laki-laki seperti ini
biasanya akan menunjukkan sikap yang mengabdi pada masyarakat. Bentuk sikap
atau perilaku yang mungkin muncul dalam hal ini berupa, laki-laki yang patriotik,
sikap atau perilaku yang rela berkorban untuk kepentingan masyarakat umum atau
kepentingan keluarga sebagai bagian terkecil dari masyarakat, memiliki tanggung
jawab terhadap tugas dan kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat umum dan keluarga, kesediaan untuk bermusyawarah dan
berpartisipasi atau menyelsaikan masalah bersama, cepat beradaptasi atau

11
menyuasaikan diri dengan lingkungan, senang berorganisasi, dan menginginkan
pembaharuan(Oemarjati, dkk.,1994:64—78).
Citra laki-laki yang berbenturan atau bertentangan dengan masyarakat
adalah laki-laki yang mempunyai perbedaan aspirasi, perbedaan pandangan
dengan masyrakat maupun keluarga. Bentuk atau perilaku yang mungkin muncul
dapat berupa sikap laki-laki yang tidak bertanggung jawab terhadap tugas dan
kewajiban, tidak mau berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah bersama, tidak
peduli terhadap situasi dalam masyarakat atau dalam keluarga (Oemarjati, dkk.,
1994:64—78).
Citra Laki-Laki dalam Hubungan dengan Manusia Lain
Citra laki-laki dengan manusia lain menunjukkan hubungan seorang laki-
laki dengan individu atau pribadi lain. Dalam pola hubungan ini berbeda dengan
pola hubungan dengan masyarakat.Wujud hubungan manusia ( termasuk laki-laki)
dengan manusia lain biasanya berupa hubungan antar personal (Oemarjati dkk.,
1994:94).
Hubungan manusia (termasuk laki-laki) dengan manusia lain ini
merupakan corak kerja sama, baik itu saling melengkapi maupun saling mengisi,
bahkan juga berupa pertentangan yang berujung konflik antar pribadi. Citra yang
timbul dari pola hubungan manusia dengan manusia lain ini dapat dilihat dari
hubungan dengan keluarga, anak, istri, kekasih, sahabat, dan lain sebagainya.
Citra laki-laki yang dapat muncul dari pola hubungan ini berupa citra laki-
laki yang cinta keluarga, laki-laki yang dilanda cinta asmara, dan laki-laki yang
menjalin persahabatan (Oemarjati, dkk., 1994:94—121).
Citra Laki-Laki dalam Hubungan dengan Diri Sendiri
Citra manusia (laki-laki) dengan diri sendiri menunjukkan hubungan
seorang individu/pribadi dengan dirinya sendiri. Seorang pribadi dalam hidupnya
pasti akan menghadapi gejolak batin dalam dirinya sendiri. Dalam berhadapan
dengan diri sendiri seorang individu mungkin menjumpai masalah-masalah baik
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Oemarjati dkk., 1994:122).
Adapun citra laki-laki dalam hubungan dengan diri sendiri akan
menunjukkan citra laki-laki yang menemukan diri, mengalami konflik batin, dan

12
mencari makna hidup. Masalah-masalah yang dijumpai dalam diri laki-laki akan
menampakkan suatu gejala tingkah laku seperti, suka bekerja keras, penuh
pertimbangan, memiliki pendirian, menemukan diri (menyadari kekurangan dan
kelebihan diri), memiliki pengetahuan, ragu-ragu, hemat, tabah, sabar, tekun,
jujur, dan disiplin (Oemarjati, dkk., 1994:122—156).
Citra Laki-Laki Baik
Citra laki-laki adalah gambaran kesan batin atau gambaran visual yang
timbul pada diri laki-laki yang disebabkan oleh kata, frase, atau kalimat dalam
karya sastra. Baik merupakan kata ajektiva, yang berarti elok, patut ditiru, tidak
ada celanya, dan tidak jahat. Jadi, citra laki-laki baik adalah gambaran kesan batin
atau gambaran visual yang timbul pada diri laki-laki yang disebabkan oleh kata,
frase, atau kalimat dalam karya sastra, dalam bentuk perilaku dan sifat elok, patut
ditiru, teratur, tidak ada celanya, dan tidak jahat.
Bila dikaitkan dengan teori tentang citra manusia yang dikemukakan oleh
Oemarjati, dkk., (1994:11—12), maka citra laki-laki baik dalam hubungan dengan
Tuhan menunjukkan citra laki-laki yang patuh pada Tuhan. Citra laki-laki yang
patuh pada Tuhan dapat berwujud sikap religius, selalu ingat pada Tuhan,
melaksanakan yang diperintahkan-Nya dan menjauhi yang dilarang-Nya.
Berkait dalam hubungan dengan Alam, citra laki-laki yang baik dapat
berupa citra laki-laki yang mengagumi alam, bersatu dengan alam, dan
memdayagunakan alam dengan bijak. Laki-laki seperti ini akan menunjukkan
citra laki-laki yang baik, karena ia dapat melindungi dan menjaga alam.
Lebih lanjut, bila berkait dengan masyarakat, maka citra laki-laki baik
dapat berupa citra laki-laki yang selaras dengan masyarakat. Citra laki-laki yang
baik yaitu berupa laki-laki yang mempunyai aspirasi atau pandangan yang sejalan
dengan masyarakat, bertanggung jawab, laki-laki yang patriotik, sikap atau
perilaku yang rela berkorban untuk kepentingan masyarakat umum atau
kepentingan keluarga sebagai bagian terkecil dari senang berorganisasi, dan
menginginkan pembaharuan.
Citra laki-laki baik dalam hubungan dengan manusia lain akan
menunjukkan citra laki-laki yang cinta keluarga dan menjalin persahabatan.

13
Kedua citra laki-laki ini termasuk kategori baik karena akan menunjukkan sikap
dan perilaku laki-laki pencari nafkah, penyayang, pengasih sebagai bapak dan
kepala rumah tangga.
Bila berkait dengan diri sendiri, citra laki-laki yang baik akan
menunjukkan citra yang suka bekerja keras, memiliki pendirian, menemukan diri
(menyadari kekurangan dan kelebihan diri), memiliki pengetahuan, hemat, tabah,
sabar, tekun, jujur, dan disiplin.
Citra Laki-Laki Buruk
Citra laki-laki adalah gambaran kesan batin atau gambaran visual yang
timbul pada diri laki-laki yang disebabkan oleh kata, frase, atau kalimat dalam
karya sastra. Buruk adalah kata ajektiva atau kata sifat, yang berarti jahat, tidak
menyenangkan, kurang baik, jelek yang dapat menggambarkan kelakuan dan
tingkah laku. Jadi, dapat disimpulkan citra laki-laki buruk adalah gambaran kesan
batin atau gambaran visual yang timbul pada diri laki-laki yang disebabkan oleh
kata, frase, atau kalimat dalam karya sastra yang menunjukkan bentuk perilaku
dan sifat jahat, tidak menyenangkan, kurang baik, jelek yang dapat
menggambarkan kelakuan dan tingkah laku.
Bila dikaitkan dengan teori tentang citra manusia yang dikemukakan oleh
Oemarjati, dkk., (1994:11—12), maka citra laki-laki buruk dalam hubungan
dengan Tuhan menunjukkan citra laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan. Citra
laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan dapat berwujud sikap ingkar, munafik,
lalai, pemabuk, dan lain sebagainya.
Berkait dalam hubungan dengan Alam, citra laki-laki yang buruk dapat
berupa citra laki-laki yang merusak alam dan menyalahgunakan alam. Laki-laki
seperti ini akan menunjukkan citra laki-laki yang buruk, karena dapat membuat
keseimbangan alam terganggu.
Lebih lanjut, bila berkait dengan masyarakat, maka citra laki-laki yang
buruk dapat berupa citra laki-laki yang berbenturan atau bertentangan dengan
masyarakat. Citra laki-laki yang berbenturan atau bertentangan dengan
masyarakat akan menunjukkan perbedaan aspirasi dengan masyrakat maupun
keluarga, laki-laki yang tidak bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban,

14
tidak berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah bersama, tidak peduli terhadap
situasi dalam masyarakat atau dalam keluarga.
Citra laki-laki yang buruk bila ditinjau dalam hubungan dengan manusia
lain, akan menunjukkan citra laki-laki yang dilanda asmara. Laki-laki yang sedang
dilanda asmara biasanya akan bersikap dan berperilaku ke arah yang negatif atau
buruk, seperti pencemburu, perindu, dan perayu.
Kemudian citra laki-laki yang buruk dalam hubungan dengan diri sendiri
akan menunjukkan citra laki-laki yang mengalami konflik batin. Citra laki-laki ini
akan memperlihatkan sikap dan perilaku yang buruk atau negatif, seperti
emosional, gelisah, berpura-pura senang dan lain sebagainya.
Hakikat dan Teori Struktural Novel
Karya sastra (novel) merupakan karya yang mempunyai struktur yang
sistematis dan rangkaian struktur tersebut membangun makna bagi pembaca.
Usaha untuk mengetahui makna-makna tersebut, karya sastra (novel) harus
dianalisis. Menurut Hill (dikutip Sugihastuti dan Suharto, 2010:44) novel sebagai
salah satu rekaan, merupakan sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu,
untuk memahaminya, novel tersebut harus dianalisis. Analisis suatu karya sastra
(novel) dapat menggunakan beberapa pendekatan. Menurut Abrams (dikutip
Sugihastuti dan Suharto, 2010: 44) ada empat pendekatan terhadap karya sastra,
yaitu pendekatan pragmatik, pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, dan
pendekatan objektif.
Teori strukturalisme merupakan pendekatan karya sastra yang bersifat
obkjektif. Bersifat objektif berarti karya sastra merupakan karya itu sendiri atau
otonom (unsur intrinsik), tanpa adanya pengaruh dari aspek di luar karya sastra itu
(unsur ekstrinsik). A. Teeuw (dikutip Sukada, 1987:25) merumuskan
strukturalisme sebagai berikut

Asumsi dasar strukturalisme: sebuah karya merupakan


keseluruhan, kesatuan makna yang bulat, mempunyai koherensi
intrinsik; dalam keseluruhan itu setiap bagian dan unsur
memainkan peranan yang hakiki, sebaliknya unsur dan bagian
mendapat makna seluruhnya dari makna keseluruhan teks:
lingkaran hermeneutik.

15
Menurut Pradopo (dikutip Sugihastuti dan Suharto, 2010:43) dalam
memahami karya sastra (novel) harus dilakukan analisis unsur intrinsiknya.
Unsur-unsur ini merupakan satu kesatuan keterjalinan dan dapat mengungkap
makna sebuah karya sastra secara menyeluruh. Unsur-unsur karya sastra tersebut
menurut Stanton (dikutip Sugihastuti dan Suharto, 2010:44) meliputi fakta, tema,
dan sarana sastra. Fakta dalam karya satra meliputi tema, alur, latar, tokoh dan
penokohan.
Setiap novel mempunyai tiga unsur pokok, yaitu tema, latar, tokoh dan
penokohan. Ketiganya saling berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan yang
padu. Dalam analisis perbandingan citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan
Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah
El Khalieqy, penulis akan fokus menganalisis satu unsur intrinsik yaitu tokoh
dan penokohan. Hai ini dikarenakan, dengan hanya menganalisis tokoh dan
penokohan sudah dapat menampilkan citra diri seorang manusia (tokoh).
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan adalah dua unsur karya sastra yang saling berkaitan
erat dan selalu berhubungan satu dan yang lainnya. Tokoh adalah orang atau
pelaku yang mempunyai karakter dan sikap yang beragam dalam pertiswa dan
terlibat dalam peristiwa tersebut. Tokoh dapat disebut sebagai individu yang
mengalami suatu peristiwa dalam cerita. Sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro
(2013:247) istilah tokoh merujuk pada orang dan pelaku cerita. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1476) tokoh merupakan pemegang peran
(peran utama) dalam roman atau drama.
Dalam sebuah karya sastra tokoh dapat dibedakan ke dalam beberapa
jenis yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan atau tokoh bawahan, tokoh
protogonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhana dan tokoh bulat, tokoh statis dan
tokoh berkembang, serta tokoh tipikal dan tokoh netral (Nurgiyantoro, 2013:
258—274).
Ditinjau dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh utama dan tokoh tambahan atau bawahan.

16
Tokoh utama merupakan tokoh yang tergolong penting dan ditampilan terus-
menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya,
tokoh bawahan merupakan tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa
kali dalam cerita, itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek
dan kurang mendapat perhatian (Nurgiyantoro, 2013:259).
Lebih lanjut, ditinjau dari segi penampilan, tokoh dibedakan kedalam
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang
dikagumi, yang salah satu jenisnya yang secara popular disebut hero yaitu tokoh
yang merupakan pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai bagi kita. Tokoh
antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik dan
ketegangan, serta merupakan tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis
(Nurgiyantoro, 2013:261).
Ditinjau dari berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh cerita tokoh
dapat dibedakan ke dalam tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis
merupakan tokoh cerita secara esensial sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Tokoh berkembang merupakan tokoh cerita yang mengalami
perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan atau
perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2013:272).
Ditinjau dari kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok)
manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh
tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal merupakan tokoh yang hanya sedikit
ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas
pekerjaan dan kebangsaannya, atau sesuatu yang lain lebih mewakili. Tokoh
netral merupakan tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri
(Nurgiyantoro, 2013:274—275).
Tokoh cerita yang diteliti dalam penelitian ini adalah tokoh cerita yang
dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh yaitu tokoh utama dan
tokoh bawahan. Hal ini dikarenakan penelitian ini fokus pada citra tokoh laki-laki
, baik sebagai tokoh utama maupun tokoh bawahan, maka yang diuraikan dan
dianalisis lebih lanjut dan mendalam hanyalah tokoh laki-laki sebagai tokoh
utama dan tokoh laki-laki sebagai tokoh bawahan dalam novel Aku Kendalikan

17
Api, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah
El Khalieqy. Lebih lanjut, penokohan atau perwatakan adalah cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Tokoh
dan penokohan yang terdapat dalam suatu cerita menjadi dasar terjalinnya suatu
rangkaian cerita. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1476)
penokohan adalah proses, cara, perbuatan menokohkan; penciptaan citra tokoh
dalam karya sastra.
Diungkapkan lebih lanjut J.W. Marriot ( dikutip Sukada, 1987:62) yang
menegaskan bahwa seluruh cerita pada dasarnya dipelajari melalui perwatakan:
apakah seorang karakter tokoh telah berpikir dengan bahasanya dan tingkah
lakunya. Saad (dikutip Sukada, 1987:64) menggambarkan karakteristik tokoh-
tokoh, yang meliputi:
1) cara analitik: menjelaskan karakterisasi seorang tokoh melaui
kisah dan cerita (secara langsung);
2) cara dramatik: menggambarkan tokoh tidak secara langsung,
tetapi melalui hal-hal lain:
1) menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh,
2) cakapan (percakapan) antara tokoh dengan tokoh lain, atau
percakapan tokoh-tokoh lain tentang dia,
3) pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain tentang
dia,
4) perbuatan sang tokoh,
3) cara campuran: cara analitik yang panjang ditutup dengan dua-
tiga kalimat cara dramatik, dan cara dramatik yang panjang
ditutup dengan dua-tiga kalimat cara analitik (campuran).

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Saad tersebut, Nurgiyantoro (2013:279—


297) membagi teknik pelukisan tokoh atau penokohan menjadi:
1) Teknik ekspositoris/teknik analitis: mendeskripsikan dan
menguraikan karakteristik tokoh secara langsung, yaitu melalui
sikap, sifat, fisik, dan tingkah laku;

18
2) Teknik dramatik: mendeskripsikan karakteristik tokoh secara
tidak langsung, yaitu melalui teknik cakapan; teknik tingkah
laku; teknik pikiran dan perasaan; teknik arus kesadaran; teknik
reaksi tokoh; teknik reaksi tokoh lain; teknik pelukisan latar dan
teknik pelukisan fisik.

Sosiologi dapat diartikan sebagai telaah tentang lembaga dan proses sosial
manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencoba mencari
tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan
bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala
masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan
struktur sosial, kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses
pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-
masing. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan
bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science).
Tujuan dari sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang
sedalam-dalamnya tentang masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan
pengetahuan tersebut terhadap masyarakat. Sosiologi adalah ilmu mengenai asal-
asul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari
keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum,
rasional dan empiris (Ratna, 2003:1). Sosiologi meneliti hubungan individu
dengan kelompok dan budayawan sebagai unsur yang bersama-sama membentuk
kenyataan kehidupan masyarakat dan kenyataan sosial. Masyarakat selalu dalam
perubahan, penyesuaian, dan pembentukan diri (dalam dunia sekitar). Sesuai
dengan idealnya. Sebaliknya perubahan kebudayaan jarang terjadi secara
mandadak, melainkan melalui hasil pendidikan dan kebudayaan. Setiap
masyarakat sebagai subjek sosiologi merupakan kesatuan yang sedikit banyak
telah mampunyai struktur yang stabil.

Konsep Gender

19
Gender berasal dari bahasa latin ‘genus’ yang bermakna ‘jenis atau tipe’.
Dalam bahasa Inggris sendiri, gender bermakna ‘seks’ atau ‘jenis kelamin’. Istilah
“gender” bermakna untuk menjelaskan perbedaan antara perempuan dan laki-laki
yang mempunyai sifat bawaan ciptaan Tuhan dan karakteristik kontruksi sosial
budaya. Menurut Sasongko (2009:7) gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Gender merupakan penyifatan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
kontruksi sosial budaya. Penyifatan laki-laki dan perempuan yang berbeda inilah
yang dapat dikenali melalui peran dan fungsinya dalam kehidupan. Menurut
Mufidah (dikutip Endah, 2010:50) gender adalah perbedaan peran, fungsi,
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil kontruksi sosial
budaya.
Teori Gender
Terdapat banyak teori yang berkembang dan dijadikan rujukan dalam
menganalisis permasalahan gender. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
seiring dengan perkembangan isu gender, bermunculan teori-teori yang terdahulu.
Menurut Sasongko (2009: 16—20) membagi teori gender sebagai berikut:
A. Teori Nurture
Menurut teori ini perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya
merupakan hasil konstruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas
yang berbeda berdasarkan jenis kelaminnya. Konstruksi sosial budaya selama ini
menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kelas yang berbeda. Laki-laki
selalu lebih superior dan lebih dominan dibandingkan perempuan.
Berdasarkan teori nurture, laki-laki dipandang sebagai kelas borjuis dan
perempuan sebagai kelas proletar. Laki-laki lebih berkuasa atas perempuan
sehingga menimbulkan ketidakadilan gender. Perbedaan tersebut menyebabkan
perempuan selalu tertinggal dan lebih rendah dari laki-laki dalam kontribusinya
bermasyarakat dan bernegara.
Perjuangan teori ini dipelopori oleh kelompok yang konsen memperjuangkan
kesetaraan perempuan dan laki-laki yang cenderung mengejar “kesamaan” atau

20
fifty-fifty, yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect
equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari
nilai agama maupun budaya. Karena itu, teori nurture melahirkan paham sosial
konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas
masyarakat.
A. Teori Nature
Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang
harus diterima. Perbedaan biologis memberikan dampak berupa perbedaan peran
dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan,
tetapi ada pula yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara
kodrat alamiah.
Berdasarkan teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah
kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini
memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki
peran dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki,
memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Teori nature ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima
perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan
(komitmen) antara suami-isteri dalam keluarga, atau antara perempuan dan laki-
laki dalam kehidupan masyarakat.

B. Teori Equilibrium
Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha
memberikan kompromi yang menekankan pada konsep kemitraan dan
keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan namun menuntut
perlunya kerjasama yang harmonis antara keduanya. Pandangan ini merpakan
teori penengah atau keseimbangan, tidak mempertentangkan antara kaum
perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan
keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Teori
ini menerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah
kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai

21
situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (jumlah) dan
tidak bersifat universal.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk memecahkan
suatu masalah yang sedang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif komparatif. Ratna (2011:53) mengemukakan bahwa
metode ini adalah gabungan antara metode deskriptif dan komparatif yaitu metode
dengan cara menguraikan dan membandingkan.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif atau struktural dan
pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan objektif digunakan untuk menganalisis
citra laki-laki berdasarkan tokoh dan penokohan dalam novel Aku Kendalikan Air,
Api, Angin dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy. Pendekatan sosiologi sastra digunakan untuk melihat bagaimana
keadaan sosial budaya masyarakat yang mencermikan citra laki-laki dalam karya
sastra (novel).
Walaupun penelitian ini mengangkat citra laki-laki sebagai fokus utama,
tetapi tetap akan dilakukan analisis terhadap tokoh perempuan. Hal ini bertujuan
sebagai bandingan dan untuk mengetahui hubungan serta latar belakang
terbentuknya citra laki-laki jika berkait dengan teori gender.
Sumber Data
Penelitian ini sumber datanya, yang pertama ialah novel dalam novel Aku
Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino. Novel ini di terbitkan
oleh PT Dunia Pustaka Jaya Jakarta dan merupakan novel cetakan pertama pada
tahun 1998 dengan tebal 136 halaman.
Novel kedua ialah novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy. Novel ini
diterbitkan oleh Penerbit Qanita PT Mizan Pustaka Bandung, cetakan tahun 2009
dengan tebal 269 halaman.
Teknik Pengumpulan Data

22
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik/studi dokumenter yang erat kaitannya dengan pengumpulan data. Dalam
penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu
terhadap novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino
dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy.
Teknik Analisis Data
Adapun langkah-langkah analisis dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi tokoh dan penokohan baik tokoh laki-laki maupun tokoh
perempuan, dan melihat bagiamana sikap tokoh terhadap tokoh lain yang
ada dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis
Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy;
2. Menentukan citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin,
dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy;
3. Mengklasifikasi citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api,
Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy;
4. Menganalisis citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin,
dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy;
5. Membandingkan citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api,
Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy;
6. Menyimpulkan hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Analisis citra laki-laki dalam Novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin dan
Tanah karya Titis Basino

23
Novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin dan Tanah karya Titis Basino
merupakan novel yang cukup kompleks. Novel ini menggambarkan percintaan
platonis, dan semangat juang masa Reformasi . Pada novel Aku Kendalikan Air,
Api, Angin dan Tanah tergambar jelas bagaimana tokoh laki-laki dicitrakan. Hasil
penelitian menggambarkan novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin dan Tanah
menampilkan kelima citra manusia( termasuk laki-laki) yang meliputi citra laki-
laki terhadap Tuhan, citra laki-laki terhadap alam, citra laki-laki terhadap
masyarakat, citra laki-laki terhadap manusia lain, dan citra laki-laki terhadap diri
sendiri. Dalam mengidentifikasi dan menganalisis citra laki-laki dalam novel Aku
Kendalikan Air, Api, Angin dan Tanah karya Titis Basino dilakukan dengan
menggunakan metode deskriptif komparatif dan pendekatan objektif. Berikut
diuraikan secara rinci citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin
dan Tanah karya Titis Basino.
Dari analisis yang dilakukan, berikut daftar tokoh dan citra laki-laki yang
terdapat dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin dan Tanah karya Titis
Basino.
Tabel 1
Citra Tokoh Laki-Laki dalam Novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin
dan Tanah Karya Titis Basino
No. Tokoh Citra Laki-Laki
1 Sitok A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
Tuhan yaitu laki-laki yang tidak patuh pada
Tuhan (Lupa dan lalai pada kekuasaan Tuhan).
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
Alam yaitu laki-laki yang mengagumi alam.
C. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
masyarakat, yaitu:
1. Laki-laki yang selaras dengan masyarakat
(patriotik)
2. Laki-laki yang menginginkan
pembaharuan (kritis)

24
3. Laki-laki yang berbenturan atau
bertentangan dengan masyarakat (tidak
bertanggung jawab yaitu konyol dan aneh)
D. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
manusia lain, yaitu:
1. Laki-laki yang dilanda cinta asmara
2. Laki-laki yang menjalin persahabatan:
a. Simpati
b. Solidaritas tinggi
E. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
diri sendiri yaitu laki-laki yang mencari makna
hidup (disiplin)
2 Karman A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
Tuhan yaitu laki-laki yang tidak patuh pada
Tuhan:
a. Suka main perempuan(selingkuh)
b. Munafik
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
Masyarakat yaitu laki-laki yang berbenturan
atau bertentangan dengan masyarakat:
a. Apatis
b. Tidak bertanggung jawab (konyol dan
aneh)
C. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
manusia lain yaitu laki-laki yang cinta
keluarga:
a. Pencari nafkah
b. Penyayang
c. Kebapakan
3 Kresna Karsono Citra laki-laki dalam hubungan dengan

25
masyarakat yaitu laki-laki yang selaras dengan
masyarakat (patriotik)
4 Hendrawan Citra laki-laki dalam hubungan dengan diri
sendiri yaitu laki-laki yang mencari makna hidup
(ambisius)
5 Karim Citra laki-laki dalam hubungan dengan diri
sendiri yaitu laki-laki yang mengalami konflik
batin (pendiam)
6 Penjarah Citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan
yaitu laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan
(lalai dan lupa pada kekuasaan Tuhan)
7 Penyuluh Citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan
yaitu laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan
(licik)
8 Humar Citra laki-laki dalam hubungan dengan
masyarakat yaitu laki-laki yang selaras dengan
masyarakat (bertanggung jawab atau dapat
dipercaya)

Dari tabel 1 tersebut terdapat delapan tokoh laki-laki dalam novel Aku
Kendalikan Air, Api, Angin dan Tanah karya Titis Basino. Kedelapan tokoh laki-
laki tersebut merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan atau tokoh sampingan.
Analisis citra laki-laki dalam novel ini menggunakan teori tentang citra manusia
yang dikemukakan Oemarjati yaitu yang berhubungan dengan Tuhan, masyarakat,
alam, manusia lain, dan diri sendiri. melalui perkataan, perbuatan, perilaku, sikap,
dan pemikiran-pemikiran dari tokoh laki-laki maupun dari tokoh perempuan.
Hasil Analisis Citra Laki-laki dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El
Khalieqy
Novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy merupakan novel bernuansa
islami dan hampir keseluruhan latar berada di Timur Tengah. Pada novel Geni
Jora tergambar jelas bagaimana tokoh laki-laki dicitrakan. Hasil penelitian

26
menggambarkan novel Geni Jora menampilkan kelima citra manusia (termasuk
laki-laki) yang dikemukankan Oemarjati, dkk. yang meliputi citra laki-laki
terhadap Tuhan, citra laki-laki terhadap alam, citra laki-laki terhadap masyarakat,
citra laki-laki terhadap manusia lain, dan citra laki-laki terhadap diri sendiri.
Dalam mengidentifikasi dan menganalisis citra laki-laki dalam novel Geni
Jora karya Abidah El Khalieqy dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif
komparatif dan pendekatan struktural (objektif).
Dari analisis tersebut, berikut daftar tokoh dan citra laki-laki yang terdapat
dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy.
Tabel 2
Citra Tokoh Laki-Laki dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El
Khalieqy
No. Tokoh Citra laki-laki

1 Ayah A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan


Tuhan yaitu laki-laki yang patuh pada
Tuhan (melaksanakan salat malam atau
qiyamullail)
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
masyarakat yaitu laki-laki yang
berbenturan atau bertentangan dengan
masyarakat (laki-laki patriarki)
2 Zakky A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
Tuhan yaitu Laki-laki yang tidak patuh
pada Tuhan:
a. Playboy (suka berganti pasangan)
b. Minum khamar (minuman beralkohol)
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
alam, yaitu
1. Laki-laki yang menikmati alam
2. Laki-laki yang bersatu dengan alam

27
C. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
manusia lain, yaitu:
1. Laki-laki menjalin persahabatan
(humoris)
2. Laki-laki yang dilanda cinta asmara:
a. Rindu
b. Romantis dan perayu
c. Pencemburu
d. Serius (setia)
D. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
diri sendiri, yaitu:
1. Laki-laki yang mengalami konflik batin
(emosional)
2. Laki-laki yang mencari makna hidup
(berpendidikan atau intelektual)
3 Ustaz Omar A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
Tuhan yaitu laki-laki yang patuh pada
Tuhan (religius)
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
diri sendiri yaitu laki-laki yang mencari
makna hidup (tegas atau memiliki
pendirian)
4 Ustaz Mu’ammal Citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan
yaitu laki-laki yang patuh pada Tuhan
(religius)
5 Paman Hasan Citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan
yaitu laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan
(munafik atau bermuka dua)
6 Paman Khalil Citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan
yaitu laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan

28
(munafik atau bermuka dua)
7 Pedagang Aksesoris Citra laki-laki dalam hubungan dengan Tuhan
yaitu laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan
(percaya pada mahluk gaib)
8 Prahara A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
masyarakat yaitu laki-laki yang
berbenturan atau bertentangan dengan
masyarakat (laki-laki patriarki)
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
manusia lain yaitu laki-laki yang
menjalin persahabatan (mudah akrab)
9 Asaav A. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
manusia lain yaitu laki-laki yang
menjalin persahabatan
B. Citra laki-laki dalam hubungan dengan
masyarakat yaitu laki-laki yang
menginginkan pembaharuan
10 Alex Badwin Citra laki-laki dalam hubungan dengan
manusia lain yaitu laki-laki yang dilanda cinta
asmara (romantis dan perayu)

Dari tabel 2 tersebut terdapat 10 tokoh laki-laki yang memperlihatkan


citra laki-laki dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy. Kesepuluh tokoh
laki-laki tersebut merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan atau tokoh
sampingan. Sebenarnya, terdapat 13 tokoh laki-laki dalam novel ini, tetapi hanya
10 tokoh laki-laki yang memperlihatkan citra. Citra laki-laki tesebut dianalisis
berdasarkan teori tentang citra manusia yang dikemukan oleh Oemarjati yang
meliputi citra laki-laki yang berhubungan dengan Tuhan, masyarakat, alam,
manusia lain, dan diri sendiri, melalui perkataan, perbuatan, perilaku, sikap, dan
pemikiran-pemikiran dari tokoh laki-laki maupun dari tokoh perempuan.
Pembahasan

29
Citra manusia Indonesia(termasuk laki-laki) yang terdapat dalam novel yang
berbeda periode tentu akan menunjukkan citra laki-laki yang berbeda pula. Hal ini
dikarenakan, suatu karya sastra (novel) merupakan cerminan sosial budaya
masyarakat saat itu. Perbedaan yang paling signifikan antara kedua novel ini
adalah keadaan sosial budaya yang menjadi latar tempat, waktu, dan suasana
dalam novel.
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap novel Aku Kendalikan Air,
Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy, ditemukan citra laki-laki berdasarkan teori tentang citra manusia yang
dikemukakan Oemarjati dkk. (1994:16) yang meliputi: (a) citra laki-laki dalam
hubungan dengan Tuhan, (b) citra laki-laki dalam hubungan dengan alam, (c) citra
laki-laki dalam hubungan dengan masyarakat, (d) citra laki-laki dalam hubungan
dengan manusia lain, dan (e) citra laki-laki dalam hubungan dengan diri sendiri.
Berikut perbandingan citra laki-laki yang telah dianalisis dalam kedua novel
tersebut.

Tabel 3
Perbandingan Citra Laki-Laki dalam Novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin,
dan Tanah Karya Titis Basino dan Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy

No. Citra Laki-Laki Bentuk dan karakteristik Bentuk dan karakteristik


citra laki-laki Novel Aku citra laki-laki Novel Geni
Kendalikan Air, Api, Jora Karya Abidah El
Angin, dan Tanah Karya Khalieqy
Titis Basino
1 Manusia dalam
hubungan dengan Tuhan

30
- 1.Laki-laki yang
A. Citra Laki-Laki yang menganjurkan dan
patuh pada Tuhan menasehati untuk salat
malam atau qiyamullail.
2. Laki-laki yang paham
tentang ilmu agama.
3.Laki-laki yang
mengingatkan akan
keagungan Tuhan.

B. Citra laki-laki yang 1. Laki-laki yang a. Laki-laki playboy


tidak patuh pada Tuhan bermesraan dengan (suka berganti pasangan
perempuan yang bukan atau pacar).
mahramnya. b. Laki-laki minum khamar
2. Laki-laki yang lupa atau minuman beralkohol.
dan lalai. c. Laki-laki pembohong
3. Laki-laki licik dan berniat jahat.
d. Laki-laki yang percaya
pada kekuatan gaib atau jin.
2.
Manusia dalam
hubungan dengan Alam

A. Citra laki-laki yang Laki-laki yang -


mengagumi alam mengagumi alam yaitu
keindahan laut Merah.
B.Citra laki-laki yang - 1. Laki-laki yang menikmati
menikmati alam pemandangan alam di
Timur Tengah laki-laki.
2. Laki-laki yang
menganggap hujan salju
adalah nikmat dari Tuhan
Yang Maha Kuasa.
3. Manusia dalam
hubungan dengan
Masyarakat

A. Citra laki-laki yang 1. Laki-laki patriotik. -


selaras dengan 2. Laki-laki kritis.
masyarakat 3. Laki-laki yang
bertanggung jawab.
B. Citra laki-laki yang 1. Laki-laki apatis. Laki-laki yang patriarki.
berbenturan atau 2. Laki-laki yang tidak
bertentangan dengan bertanggung jawab atau

31
masyarakat konyol.
C. Citra laki-laki yang Laki-laki yang Laki-lakiyang gigih
menginginkan menginginkan membuktikan bahwa laki-
pembaharuan pembaharuan dalam laki keturunan Yahudi tidak
semangat reformasi. sekedar lekat dengan
budaya Patriarki.
4.
Manusia dalam
hubungan dengan
Manusia Lain
A. Citra laki-laki yang -
cinta keluarga 1. Laki-laki pencari
nafkah.
2. Laki-laki penyayang.
3. Laki-laki kebapakan.
B. Citra laki-laki yang 1.Laki-laki yang 1. Laki-laki yang humoris.
menjalin persahabatan memiliki solidaritas 2. Laki-laki yang mudah
tinggi. akrab
2. Laki-laki yang simpati.
C. Citra laki-laki yang Laki-laki romantis dan 1. Laki-laki romantis dan
dilanda cinta asmara perayu. perayu.
2. Laki-laki pencemburu.
3. Laki-laki berkomitmen
serius atau setia.

Manusia dalam
5.
hubungan dengan Diri
Sendiri:
A. Citra laki-laki yang 1. Laki-laki disiplin. 1.Laki-laki yang
mencari makna hidup 2.Laki-laki yang berpendidikan.
bersemangat. 2. Laki-laki yang tegas atau
memiliki pendirian).
B. Citra laki-laki yang Laki-laki yang pendiam. Laki-laki yang emosional.
mengalami konflik batin

Dari tabel 3 tersebut, dapat terlihat bagaimana citra laki-laki yang terdapat
dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan
novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy berbeda bentuk ataupun karakteristik,
dan masing-masing novel tersebut mewakili citra laki-laki berdasarkan periodenya.
Tabel 4

32
Citra Laki-Laki Baik dan Citra Laki-Laki Buruk dalam Novel Aku
Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah Karya Titis Basino dan Novel Geni Jora
Karya Abidah El Khalieqy

Citra Novel Novel Geni Jora karyaAbidah El


laki-laki Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Khalieqy
Tanah karya Titis Basino
1. Citra laki-laki yang mengagumi 1.Citra laki-laki yang patuh pada
alam Tuhan, meliputi:
Citra baik
2. Citra laki-laki yang selaras dengan a. Laki-laki yang menganjurkan
masyarakat, meliputi: dan menasehati untuk salat malam
a. Patriotik atau qiyamullail.
b. Kritis b. Laki-laki yang paham tentang
c. Bertanggung jawab ilmu agama.
3. Citra laki-laki yang menginginkan c. Laki-laki yang mengingatkan
pembaharuan akan keagungan Tuhan.
4. Citra laki-laki yang cinta 2. Citra laki-laki yang menikmati
keluarga, meliputi: alam
a. Pencari nafkah
b. Penyayang 3. Citra laki-laki yang menjalin
persahabatan, meliputi;
c. Kebapakan
a. Humoris
5. Citra laki-laki yang menjalin
b. Akrab
persahabatan, meliputi:
5. Citra laki-laki yang menginginkan
a. Simpati
pembaharuan
b. Memiliki solidaritas tinggi
6. Citra laki-laki yang dilanda cinta
6. Citra laki-laki yang mencari
asmara, meliputi:
makna hidup, meliputi:
a. Setia atau serius
a. Disiplin
b. Rindu
b. bersemangat
6. Citra laki-laki yang mencari
makna hidup, meliputi:
a. Berpendidikan (intelektual)
b. Tegas
Citra 1. Citra laki-laki yang tidak patuh a. Citra laki-laki yang tidak
pada Tuhan, meliputi: patuh pada Tuhan, meliputi:
buruk
a. Lupa dan lalai pada kekuasaan b. Playboy (suka beraganti
Tuhan pasangan)
b. Bermesraan dengan perempuan c. Minum khamar (minuman
yang bukan mahram beralkohol)
c. Pembohong dan berniat jahat d. Pembohong dan berniat jahat
d. Licik
2. Citra laki-laki yang tidak selaras e. Percaya pada kekuatan

33
dengan masyarakat, meliputi: mahluk gaib (jin)
a. Apatis f. Citra laki-laki yang
b. Tidak bertanggung berbenturan atau
jawab(konyol dan aneh) bertentangan dengan
3. Citra laki-laki yang dilanda cinta masyarakat (patriarki)
asmara g. Citra laki-laki yang dilanda
4. Citra laki-laki yang mengalami asmara, meliputi:
konflik batin (pendiam) h. Romantis dan perayu
i. Pencemburu
j. Citra laki-laki yang
mengalami konflik batin
(emosional)

Tabel 4 tersebut menunjukkan perbandingan antara citra laki-laki yang


baik atau positif dan citra laki-laki yang buruk atau negatif. Dari analisis pada
kedua novel ini menunjukkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh tokoh laki-laki
berawal dari adanya hubungan laki-laki dengan dengan Tuhan, alam, masyarakat,
manusia lain, dan dirinya sendiri. Berbagai masalah tersebut menyebabkan
terbentuknya suatu sikap atau perilaku, sehingga menimbulkan suatu citra pada diri
laki-laki yang dapat berupa citra laki-laki yang baik dan citra laki-laki yang buruk .
Persamaan dalam kedua novel ini adalah sama-sama menunjukkan citra laki-
laki yang dominan muncul yaitu berupa citra laki-laki baik. Dalam novel Aku
Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino, citra laki-laki baik yang
ditemukan sebanyak 6 citra laki-laki, sedangkan dalam novel Geni Jora karya
Abidah El Khalieqy citra laki-laki yang ditemukan sebanyak 6 citra laki-laki.
Jika ditinjau lebih lanjut, keenam citra laki-laki baik yang ditemukan dalam
novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino meliputi citra
laki-laki dalam hubungannya dengan alam, masyarakat, manusia lain, dan dirinya
sendiri. Hanya citra laki-laki baik dalam hubungannya dengan Tuhan yang tidak
muncul dalam novel ini. Berbeda halnya dalam novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy. Keenam citra laki-laki baik yang ditemukan meliputi seluruh pola
hubungan laki-laki dengan Tuhan, alam, masyarakat, manusia lain, dan dirinya
sendiri.
Persamaan berikutnya dapat dilihat dari jumlah citra laki-laki buruk yang
ditemukan yaitu masing-masing 4 citra laki-laki buruk. Dalam novel Aku

34
Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino, ke-empat citra laki-laki
buruk yang ditemukan meliputi pola hubungan laki-laki dengan Tuhan, masyarakat,
manusia lain, dan dirinya sendiri. Hal yang sama juga ditemukan dalam novel Geni
Jora karya Abidah El Khalieqy, keempat citra laki-laki buruk tersebut juga meliputi
pola hubungan laki-laki dengan Tuhan, masyarakat, manusia lain, dan dirinya
sendiri. Kedua novel ini sama-sama tidak menunjukkan citra laki-laki yang buruk
dalam hubungannya dengan alam.
Menurut Damono (1979:4) karya sastra merupakan cerminan masyarakat.
Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan gambaran yang kabur, dan sering
disalahartikan dan disalahgunakan. Dalam pengertian ini, yang harus
mendapatkan perhatian yaitu: 1) Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan
masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri masyarakat yang ditampilkan
dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian dalam kedua novel ini; 2) Sifat “lain dari yang
lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-
fakta sosial dalam karyanya; 3) Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu
kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat; dan 4) Sastra yang
berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin
saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga
sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk
menggambarkan keadaan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat
dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial
sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin
masyarakat.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dalam kedua novel ini. Novel Aku
Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino menunjukkan keadaan
sosial budaya yang sedang memperjuangkan reformasi pada tahun 1998. Hal ini
tercermin bila ditinjau dari hubungan laki-laki dalam hubungannya dengan
masyarakat yang menunjukkan citra laki-laki yang patriotik; laki-laki kritis dan
laki-laki yang bertanggung jawab.

35
Berbeda halnya dalam novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy. Novel
ini menunjukkan keadaan sosial budaya pada tahun 2000-an dan bernuasa islami.
Novel ini hampir keseluruhan latarnya berada di pesantren dan Negara Timur
Tengah, sehingga tidak mengherankan apabila ditinjau dari hubungan laki-laki
dengan Tuhan akan memperlihatkan citra laki-laki kompleks, baik citra laki-laki
yang patuh pada Tuhan dan laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan.

Implikasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di


Sekolah

Hasil penelitian ini dapat berimplikasi terhadap pembelajaran Bahasa dan


sastra Indonesia. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai bahan
pembelajaran khususnya pembelajaran berbasis teks di tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pemahaman peserta didik terhadap pengkajian sastra dan bagaimana
penerapannya akan menumbuhkan dan meningkatkan minat dan apresiasi peserta
didik terhadap karya sastra (novel). Hal ini akan membuat peserta didik
membiasakan diri membaca dan berusaha memahami bacaannya tersebut, dan
mereka dapat mengambil manfaat dan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam karya sastra khususnya novel merupakan cerminan dan gambaran
kehidupan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Semakin banyak peserta
didik memahami berbagai masalah dalam karya sastra maka semakin baik pula
kemampuan menerapkan dan menjadikan pedoman dalam berprilaku dan
bertindak. Peserta didik semakin memiliki apresiasi yang tinggi dan berbudi luhur
yang baik, dengan sikap apresiatif yang baik terhadap karya sastra, penghayatan
yang baik terhadap karya sastra akan tumbuh dalam diri peserta didik. Dengan
memahami karya sastra dengan baik, maka peserta didik akan memiliki karakter
yang baik pula terhadap lingkungannya.
Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra pada
Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII semester genap dalam Kurikulum
2013 revisi tahun 2017 tepatnya tercantum pada Kompetensi Dasar (KD) 3.11

36
mengidentifikasi informasi pada teks ulasan tentang kualitas karya (film, cerpen,
puisi, novel, dan karya seni daerah ) yang dibaca atau diperdengarkan.
Kemudian KD 4.12 menyajikan tanggapan tentang kualitas karya (film, cerpen,
puisi, novel, dan karya seni daerah, dll) dalam bentuk teks ulasan secara lisan
dan tulis dengan memperhatikan struktur, unsur kebahasaan, atau aspek lisan.
Lebih lanjut, untuk SMP Kurikulum 2013 revisi dapat diterapkan pada
peserta didik kelas VII pada semester genap KD 3.15 menemukan unsur-unsur
dari buku fiksi dan nonfiksi yang dibaca dan laporan hasil membaca buku. Buku
nonfiksi dalam hal ini dapat menggunakan novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin,
dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy.
Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat diimplementasikan dalam
Kurikulum 2013 revisi tahun 2017. Dalam Kurikulum tersebut, di kelas XI
semester genap KD 3.17 menganalisis kebahasaan resensi setidaknya dua karya
yang berbeda, dan KD 4.17 mengonstruksi sebuah resensi dari buku kumpulan
cerita pendek atau novel yang sudah dibaca. Pada kedua KD tersebut dapat
menggunakan novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis
Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy sebagai karya sastra
yang diresensi.
Salah satu program pemerintah dalam memajukan kualitas dunia pendidikan
adalah dengan menerapkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender di semua sektor, aspek pendidikan merupakan aspek
yang strategis untuk menanamkan nilai- nilai keadilan dan kesetaraan gender,
yang salah satunya bisa dilakukan melalui penyediaan bahan ajar dan buku
pelajaran yang berperspektif gender. Karya sastra (novel) sebagai salah satu
media pembelajaran bahasa Indonesia mempunyai peran yang cukup besar dalam
menyampaikan semangat persamaan gender (Susanti, 2015:383).
Memahami gender dalam karya sastra (novel) berarti peserta didik dapat
menghargai kedudukan, posisi, dan kesetaraan gender dalam masyrakat. Peserta
didik akan mampu membawa diri dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga
peserta didik tidak merendahkan gender orang lain yang berbeda jenis kelamin
dengan dirinya. Dengan pemahaman yang baik, peserta didik akan mampu

37
bergaul dalam kehidupan sehari-hari, saling menghargai, dan menghormati satu
sama yang lainnya. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pengajaran dalam mengapresiasi karya sastra, memahami satu teori sastra
dan bagaimana menerapkannya dalan pembacaan karya sastra.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada novel Aku Kendalikan
Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah
El Khalieqy, dapat disimpulkan bahwa kedua novel ini sarat sekali dengan
citra laki-laki. Kedua novel ini menunjukkan berbagai persoalan yang dihadapi
oleh tokoh laki-laki berawal dari adanya hubungan laki-laki dengan dengan
Tuhan, alam, masyarakat, manusia lain, dan dirinya sendiri. Berbagai masalah
tersebut menyebabkan terbentuknya suatu sikap atau perilaku, sehingga
menimbulkan suatu citra pada diri laki-laki yang dapat berupa citra laki-laki yang
baik dan citra laki-laki yang buruk. Dengan demikian hasil akhir dari penelitian
ini dikategorikan menjadi citra laki-laki citra laki-laki yang baik dan citra laki-laki
yang buruk.
Citra laki-laki yang paling dominan muncul dalam novel Aku Kendalikan
Air, Api, Angin, dan Tanah karya Titis Basino adalah citra laki-laki yang baik.
Citra laki-laki yang baik ditemukan sebanyak 6 citra laki-laki yang meliputi: (1)
citra laki-laki yang mengagumi alam, (2) citra laki-laki yang selaras dengan
masyarakat (patriotik, kritis dan bertanggung jawab), (3) citra laki-laki yang
menginginkan pembaharuan, (4) citra laki-laki yang cinta keluarga (pencari nafkah,
penyayang dan kebapakan), (5) citra laki-laki yang menjalin persahabatan (simpati
dan memiliki solidaritas tinggi), dan (6) citra laki-laki yang mencari makna hidup
(disiplin dan ambisius).
Dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy citra laki-laki yang
paling dominan muncul adalah adalah citra laki-laki yang baik sebanyak 7 citra
laki-laki yang meliputi: (1) citra laki-laki yang patuh pada Tuhan (melaksanakan
salat malam dan religius), (2) citra laki-laki yang menikmati alam, (3) citra laki-laki
yang bersatu dengan alam, (4) citra laki-laki yang menjalin persahabatan (humoris

38
dan akrab), (5) citra laki-laki yang menginginkan pembaharuan, (6) citra laki-laki
yang dilanda cinta asmara (setia atau serius dan rindu), dan (7) citra laki-laki yang
mencari makna hidup (berpendidikan atau intelektual dan tegas).
Jika ditinjau lebih lanjut, dalam novel Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan
Tanah karya Titis Basino hanya ditemukan 4 citra laki-laki yang buruk yaitu: (1)
citra laki-laki yang tidak patuh pada Tuhan (lupa dan lalai pada kekuasaan Tuhan,
suka main perempuan atau selingkuh, munafik dan licik), (2) citra laki-laki yang
berbenturan atau bertentangan dengan masyarakat (apatis dan tidak bertanggung
jawab atau konyol dan aneh), (3) citra laki-laki yang dilanda cinta asmara, dan (4)
citra laki-laki yang mengalami konflik batin (pendiam). Dalam novel Geni Jora
karyaAbidah El Khalieqy juga ditemukan 4 citra laki-laki buruk yaitu: (1) citra laki-
laki yang tidak patuh pada Tuhan (playboy/suka berganti pasangan, minum
khamar/minuman beralkohol, munafik /bermuka dua, dan percaya pada mahluk
gaib), (2) citra laki-laki yang berbenturan atau bertentangan dengan masyarakat
(patriarki), (3) citra laki-laki yang dilanda asmara (romantis , perayu, dan
pencemburu), dan (4) citra laki-laki yang mengalami konflik batin (emosional).
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan memperhatikan hasil
analisis terhadap perbandingan citra laki-laki dalam novel Aku Kendalikan Air,
Api, Angin dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian lanjutan. Penelitian
citra laki-laki dalam kedua novel tersebut menggunakan teori tentang citra
manusia yang kemukakan Oemarjati, dkk., oleh karena itu peneliti memberikan
saran untuk mengkaji dan menganalisis karya sastra lain yang sejenis untuk
mengetahui citra laki-laki dengan menggunakan teori yang dikemukan oleh ahli
lainnya pada karya sastra yang sejenis tersebut.
Bagi penelitian lanjutan yang akan meneliti novel Aku Kendalikan Air,
Api, Angin dan Tanah karya Titis Basino dan novel Geni Jora karya Abidah El
Khalieqy ini, hendaknya menganalisis aspek-aspek lainnya selain citra laki-laki.
Selain itu, hendaknya hasil penelitian ini menjadi bahan bacaan yang apresiatif
khususnya bagi peserta didik dan mahasiswa dalam kaitan apresiasi karya sastra.

39
DAFTAR PUSTAKA

Basino, Titis. (1998). Aku Kendalikan Api, Api, Angin, dan Tanah. Jakarta:
Pustaka Jaya.

Damono, Sapardi Djoko. (2009). Pengantar Sosiologi Sastra. Ciputat: Editum.

Demartoto, Argyo. (2010). “Konsep Maskulinitas Dari Zaman Ke Zaman Dan


Citranya Dalam Media”. Jurnal Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UNS Surakarta. Hlm: 1-11. Jurnal Online. Diakses tanggal
17 Agustus 2017.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia: edisi


ke-empat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:


MedPress.

Fatimah, Rommy, S., (2009). Citra Laki-Laki Arab dalam Tiga Cerpen
Abdurrahim Nashar. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia. Skripsi online. Diakses tanggal 13 Februari 2017.

Heryana, Nandang. (2015). “Citra Wanita dalam Novel Perempuan Berkalung


Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khaliegy”. Jurnal Logat. 2(1): hlm.
24-36.

Jabhorim (Ed). (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yoryakarta: Hanindita


Graha Widya.

Khaliegy, Abidah El. (2009). Geni Jora. Bandung: Penerbit Qanita PT Mizan
Pustaka.

Nurgiyantoro, Burhan. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Oemarjati, S Boen, dkk. (1994). Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern
1920-1960. Jakarta: Balai Pustaka.

Priyatni, Tri Endah. (2010). Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

40
Ratna, Nyoman Kutha. (2011). Teori, Metode, dan Tekinik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. (2011). Antropologi Sastra: Peranan Unsur-Unsur
Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohman, Saifur. (2012). Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra. Yogjakarta:


Ar-Ruzz Media.

Semi, Atar.(1993). Anatomi Sastra Bandung: Angkasa Raya.

Sukada, Made. (1987). Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa


Bandung.

Sugihastuti dan Suhartono. (2010). Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasi.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Suryani, Elis, dkk., (2002). Peran Wanita Sunda dalam Karya Sastra Sunda Suatu
Kajian Gender. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Sundari, Sasangko S. (2009). Modul 2 Konsep dan Teori Gender. Jakarta:


BKKBN.

Susanti, Rini Dwi. (2015). “Pendidikan SaStra SenSitif Gender:alternatif Metode


Pembelajaran Sastra Berperspektif Gender Untuk Jenjang Sekolah dasar”.
Jurnal Palastren,Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus, Jawa Tengah, Indonesia.
Hlm: 381-397. Jurnal Online. Diakses tanggal 13 Januari 2018.
Pradopo, Rachmat Djoko. (2011). Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Pratama, Anggi. (2017). Citra Wanita dalam Novel Athirah karya Alberthiene
Endah. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Sriwijaya: Skripsi tidak diterbitkan.

Watin, Aan Sri. (2011). Citra Wanita dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka
Kurniawan. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sriwijaya: Skripsi tidak diterbitkan.

Wandi, Gusri. (2015). “Rekonstruksi Maskulinitas: Menguak Peran Laki-Laki


Dalam Perjuangan Kesetaraan Gender”. Jurnal Ilmiah Kajian Gender. 2(5).

Wellek dan Warren. (2014). Teori Kesusatraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

41
Yudiono. (2009). Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.

42

Anda mungkin juga menyukai