Anda di halaman 1dari 30

A.

Penyuluahan

Penyuluhan merupakan bagian dari program kesehatan, sehingga harus

mengau pada program kesehatan yang sedang berjalan. penyusunan

perencanaan program penyuluhan harus diperhatikan bahwa perencanaan

yang dibuat harus sesuai dengan kebutuhan sasaran, mudah diterima, bersifat

praktis, dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi setempat, dan sesuai dengan

program yang ditunjang dan didukung oleh kebijaksanaan yang ada.

Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah

perilaku sasaran agar berperiilaku sehat terutama pada aspek kognitif

(pengetahuan dan pemahaman sasaran), sehingga pengetahuan sasaran

penyuluhan telah sesuai dengan yang diharapkan oleh penyuluh kesehatan

maka penyuluhan berikutnya akan dijalankan sesuai dengan program yang

telah dicantumkan.

Effendy (1998), menyatakan bahwa penyuluhan kesehatan adalah

kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,

menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan

mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada

hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan menurut Suliha (2002)

diartikan sebagai gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang

berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, yaitu

individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat cesara keselutuhan


menginginkan hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang

bisa dilakukan, secara perorangan maupun secara kelompok.

Konsep kesehatan secara umum menurut (Azwar, 1980), penyuluhan

kesehatan diartikan sebagai, kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan

dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan, dengan

demikian masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau

dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Maulana,

2009).

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengtahuan dan

kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan

tujuannya mengubah atau mempengaruhi manusia secara baik secara individu,

kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan nilai

kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi

perilaku hidup sehat (Munajaya, 2004).

Tujuan peyuluhan adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah

perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal,

untuk mewujudkannya, perubahan perilaku yang diharapkan setelah

menerima pendidikan tidak dapat terjadi sekaligus. Oleh karena itu,

pencapaian target penyuluhan dibagi menjadi tujuan jangka pendek yaitu

tercapainya perubahan pengetahuan, tujuan jangka menengah hasil yang

diharapkan adalah adanya peningkatan pengertian, sikap, dan keterampilan

yang akan mengubah perilaku ke arah perilaku sehat, dan tujuan jangka
panjang adalah dapat menjalankan perilaku ke arah perilaku sehat, dan tujuan

jangka panjang adalah dapat menajalankan perilaku sehat dalam kehidupan

sehari-harinya.

Menurut WHO (1954) tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk

merubah perilaku perorangan dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Tujuan

penyuluhan kesehatan pada hakekatnya sama dengan tujuan pendidikan

kesehatan, menurut Effendy (1998) tujuan penyuluhan kesehatan adalah:

a. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat,

serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal.

b. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan

sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

B. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Sanitasi Total Berbasi Masyarakat (STBM) merupakan salah satu

program dari pemerintah yang sangat digalakkan untuk pemenuhan akses

sanitasi dan air bersih kepada masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan

Republic Indonesia Nomor 3 tahun 2014 menyebutkan bahwa Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan

untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan

masyarakat dengan cara pemicuan.


Pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dengan

menyelenggarakan 5 pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses

sanitasi masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan

keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam

jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang

diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong

terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri. Perubahan tersebut dilakukan

dengan metode pemicuan yang mendorong perubahan perilaku masyarakat

secara bersama-sama dan membangun sarana sanitasi sendiri sesuai dengan

kemampuannya (Kemenkes RI. 2014).

Pilar STBM yang diselenggarakan secara mandiri oleh masyarakat

terdiri atas perilaku: (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan. (2) Cuci Tangan

Pakai Sabun. (3) Pengelolaan Air Minum Dan Makanan Rumah Tangga. (4)

Pengamanan Sampah Rumah Tangga. (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah

Tangga, yang kesemua pilar tersebut ditujukan untuk memutus mata rantai

penularan penyakit dan keracunan.

Salah satu pilar STBM yang mempunyai peran penting dalam

memutus mata rantai penulran penyakit yang diakibatkan oleh kuman atau

bakteri yang ada di tangan yang dengan kegitan mencuci tangan pakai sabun.

Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu upaya penting dalam beberapa

pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang mudah dan dapat

dilaksanakan oleh orang dewasa maupun anak-anak.


C. Pengertian Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan

kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air

mengalir (Kemenkes RI, 2014). Mencuci tangan merupakan salah satu

tindakan sanitasi yang dilakukan dengan cara membasahi tangan dengan air

dan menggunakan sabun untuk melepaskan kotoran yang terlihat maupun

tidak terlihat dari tangan yang dapat mencegah berbagai penyakit atau infeksi.

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan perilaku cuci tangan

dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir (Kemenkes RI,

2014). Perilaku cuci tangan yang benar tidak cukup hanya menggunakan

dengan air saja. Cuci tangan yang benar adalah mencuci tangan menggunakan

sabun dan air mengalir yang bersih. Penggunaan sabun dan air tetap penting

pada kedua tangan untuk kesehatan dan kebersihan tangan rutin, walaupun

tangan terlihat tampa kotoran atau debu.

Penggunaan sabun dan dengan menggosok jemari tangan bertujuan

untuk menghilangkan kuman yang tidak tampak seperti minyak, lemak, dan

kotoran dipermukaan kulit. Cuci tangan dengan air dan sabun biasa sama

efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun anti microbial.

a. Tujuan Mencuci Tangan

Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir yang

bersih dapat menurunkan angka infeksi atau penularan penyakit yang

berbasis lingkungan. Perilaku tersebut juga menjadi salah satu upaya


pencegahan terhadap bebagai jenis penyakit yang dapat merugikan diri

sendiri maupun orang lain, cukup dengan waktu 20 detik melakukan cuci

tangan pakai sabun dapat menghindari berbagai penularan dan terkena

penyakit (Kemenkes RI, 2014)

Mencuci tangan juga bermanfaat untuk mebunuh kuman penyakit yang

ada di tangan, mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri,

typhus, kecacingan, flu burung atau SARS. Selain itu, tangan menjadi

bersih dan bebas dari kuman (kemenkes RI, 2016). Waktu penting dalam

cuci tangan pakai sabun adalah sbelum makan, sebelum mengolah atau

menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum memberi makan

pada bayi atau balita, sesudah buang air besar/kecil, sesudah memegang

ungags/hewan.

b. Langkah-Langkah CTPS yang Benar

Menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM), langkah-langkah mencuci tangan yang baik

dan benar adalah:

1) Membasahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir

2) Menggosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu

gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol sampai

semua permukaan kena busa sabun.

3) Membersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela dibawah kuku.


4) Membilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan

sampai sisa sabun hilang.

5) Mengeringkan kedua tangan memkai kain, handuk bersih, atau kertas

tisu, atau bisa juga dengan mengibaskan tangan sampai kering.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 langkah cuci

tangan yang terbaru menurut WHO dan hanya membutuhkan 20 detik untuk

melakukannya sesuai dengan semboyan WHO yang “hanya 20 detik” untuk

mencuci tangan. Kriteria utama dari sarana CTPS yang ada adalah air bersih

yang dapat dialirkan, tersedianya sabun cair maupun sabun batang yang

dipotong-potong dengan ukuran kecil serta penampungan saluran air limbah

yang aman dan tidak mencemari lingkungan.

D. Akibat Buruk Tidak Melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk mencegah penularan penyakit, namun jika CTPS tidak

dilakukan akan menimbulkan dampak buruk, yaitu terkena penyakit diare,

cacingan, kolera disentri, typhus, flu burung bahkan penyakit SARS

(Kemenkes RI, 2016).

E. penyebab tidak dilakukannya perilaku CTPS

Penyebab tidak dilakukannya perilku cuci tangan pakai sabun dapat

dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan dari anak tentang pentingnya

mencuci tangan serta bahaya mencuci tangan. Selain itu, dapat dipengaruhi
oleh kurangnya kesadaran untuk melakukan praktik cuci tangan pakai sabun.

Perilaku mempunyai peran penting dalam praktik cuci tangan yang dapat

mencegah berbagai penyakit.

a. Pengertian perilaku

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2012). Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo

(2012) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Perilaku merupakan proses respon terhadap

manusia dan kemudian manusia tersebut merespon kembali. Terdapat dua

macam perilaku yang dibedakan dari bentuk respon terhadap stimulus

yaitu perilaku tertutup (cover behavior) dan perilaku terbuka (overt

behaviour)

b. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman serta lingkungan. Batasan tersebut membagi perilaku kesehatan

dalam tiga kelompok:

1) Perilaku memelihara kesehatan (health manitenance)

Perilaku atau usaha dari seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan jika sakit.

Pemulihan kesehatan jika telah sembuh dari penyakit, peningkatan


kesehatan jika dalam keadaan sehat, serta perilaku gizi makanan dan

minuman dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan.

2) Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau

kecelakaan mulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai

pengobatan yang maksimal.

3) Perilaku kesehatatan lingkungan.

Perilaku seseorang mengelola lingkungannya agar tidak menggnggu

kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakat.

c. Domain perilaku

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) membedakan 3

doamin perilaku yaitu kognitif (kognitive), afektif (affective), dan

psikomotor (psychomotor). Diterjemahkan oleh ahli pendidikan di

Indonesia dari ketiga domain tersebut ke dalam cipta (kognitif), rasa

(afektif), dan karsa (psikomotor) atau pericipta, perirasa, dan peritindak.

Seiring dengan perkembangannya, teori Bloom tersebut dimodifikasi

untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu:

1) Pengetahuan (Knowledge)

Merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indera

manusia yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif juga


merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behaviour)

Perilaku CTPS yang belum dilakukan dipengaruhi oleh rendahnya

tingkat pengetahuan dari anak, anak belum mengetahui pentingnya

cuci tangan setelah beraktivitas atau setelah dari jamban. Tingkat

pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku CTPS terdapat enam

tingkat dalam domain kognitif, yaitu:

a) Tahu (know)

Diartikan mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah , untuk mengukur bahawa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan. Anak tersebut dapat menguraikan

pengertian kegiatan mencuci tangan pakai sabun dan menggunakan

air yang mengalir.

b) Memahami (comprehension)

Adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek

yang diketahui dan dapat mengaplikasikan materi tersebut secara

benar. Harus dapayt menjelaskan, materi tersebut secara benar.

Harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan terhadap obyek yang dipelajari. Anak dapat


menguraikan pentingnya melakukan kegiatan cuci tangan pakai

sabun sebelum dan setelah dari jamban dan sebelum makan.

c) Aplikasi (aplication)

Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum,

rumus, metode, dan prinsip. Anak mampu melakukan stsu

mempraktikan cuci tangan pakai sabun dimana saja dan kapan saja

waktunya.

d) Analisis (analysis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen yang masih terstruktur dan

berkaitan satu sama lain. Anak dapat membedakan langkah cuci

tangan yang salah dengan langkah yang berurutan atau benar.

e) Sintesis (synthesis)

Merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk yang baru.

Kemampuan menyusun sebuah formulasi atau tatanan baru dari

formulasi atau tatanan yang telah ada. Anak dapat

mengkombinasikan kegiatan cuci tangan dengan langkah yang

benar dengan aktivitas lainnya.


f) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penilian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian didasarkan pada ketentuan yang ditentukan sendiri

atau ketentuan yang telah ada. Anak mampu menjelaskan dampak

jika tidak melakukan cuci tangan terhdap penyakit-penyakit yang

berbahaya.

2) Sikap (attitude)

3) Praktik atau Tindakan (practice)

a) Respons terpimping (guided response)

b) Kemanisme (mecanism)

c) Adopsi (adoption)

d. Pengembangan Perilaku

F. Upaya Peningkatan Praktik Cuci Tangan Pakai Sabun

Upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan praktik cuci tangan

pakai sabun pada anak dapat dilakukan dengan melakukan promosi kesehatan.

Dalam teori Green (1980), promosi kesehatan dalam faktor predisposisi dapat

dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan sikap dari anak agar

melakukan kegitan cuci tangan pakai sabun.

Kegiatan promkes yang dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan menggunakan berbagai media yang kreatif, sehingga anak lebih

mudah untuk menyerap pengetahuan dan melakukan praktik cuci tangan pakai
sabun. Media edukatif dilakukan dengan cara bermain sambil belajar dengan

sauna yang santai tapi serius.

a. Pengertian Media

Media merupakan komponen sumber belajar atau wahana fisik

yang mengandung materi instruksional di lingkungan peserta didik yang

dapat merangsang peserta didik untuk belajar (Arsyad, 2010). Kata media

berasal dari bahasa latin medius yang secara harafiah berarti tengah,

perantara, atau pengantar.

Media digunakan untuk menyalurkan pesan, memberikan

rangsangan bagi siswa agar terjadi proses belajar kaarena media

merupakan salah satu komponen dalam komunikasi. Pesan yang akan

disampaikan adalah isi dari materi yang kemudian dapat dengan mudah

diterima oleh siswa dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman,

2008). Media pembelajaran dalam hal ini merupakan proses merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatan siswa sehingga

proses belajar dapat berjalan. Dalam interaksi pembelajaran, guru

menyampaikan pesan ajaran berupa materi pembelajaran kepada siswa.

Manfaat prktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam

proses belajar adalah dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi


sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar

(asyad, 2002). Media pembelajaran yang tepat dan menarik dapat

meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat

menimbulkan motivasi belajar.

Macam-macam media pembelajaran:

a) Media auditif

Media yang hanya dapat didengar atau media yang hanya memiliki

unsur suara seperti radio dan rekaman suara.

b) Media visual

Media yang hanya dapat dilihat saja tampa mengadung unsur suara,

media ini membantu menstimulasikan indera penglihatan (mata) pada

waktu terjadi proses pendidikan.

Permainan gobak sodor yang digunakan termasuk media visual karena

mengandung unsur gambar yang dapat dilihat untuk meningkatkan

pemahaman anak mengenai langkah cuci tangan pakai sabun

c) Media audiovisual

Media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur

gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman vidio, film, televisi, dan

lain sebainya.

Dalam pengembangan aplikasi pembelajaran juga dibutuhkan

kriteria untuk mengukur kualitas aplikasi pembelajaran yang


dikembangkan. Pengembangan aplikasi pembelajaran mengacu pada

pengembangan perangkat pembelajaran. Kriteria pengembangan

aplikasi pembelajaran terdidi dari beberapa aspek, yaitu aspek

rekayasa, aspek desain pembelajaran dan aspek komunikasi visual

(Wahono, 2006). Ketiga aspek tersebut sebagai berikut:

1) Aspek Rekayasa Perangkat Lunak

a) Relibel (handal);

b) Efektif dan efisien dalam pengembangan meupun penggunaan

media pembelajaran;

c) Maintainable (dapat diperbaiki/dikelola dengan mudah);

d) Usability (mudah digunakan dan sederhana pengoperasiannya);

e) Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool untuk

pengembngan;

f) Kompatibilitas (media pembelajaran dapat

diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware dan software yang

ada)

g) Pemaketan program media pembelajaran tepat dan mudah

dalam eksekusi.

h) Dokumentasi program media pembelajaran yang lengap

meliputi: petunkuk instalasi (jelas singkat, lengkap), trouble

shooting (jelas, terstruktur dan antisipatif), desain program

(jelas, menggambarkan alur kerja program):


i) Reusable (sebagian atau seluruh program media pembelajaran

dapat dimanfaatkan kembali untuk mengembangkan media

pembelajaran lain);

2) Aspek Desain Pembelajaran

a) Kejelasan tujuan pembelajaran;

b) Relevansi tujuan pembelajaran dengan SK/KD/Kurikulum;

c) Cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran;

d) Ketepatan penggunaan strategi pembelajaran;

e) Interaktivitas;

f) Pemberian motivasi belajar;

g) Kontekstualitas dan aktualitas;

h) Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar;

i) Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran;

j) Kedalaman materi;

k) Kemudahan untuk dipahami;

l) Sistematis, runtut, alur logika jelas;

m) Kejlasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi latihan;

n) Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran;

o) Ketepatan dan ketetapan alat evaluasi;

p) Pemberian umpan balik terhadap hasil evaluasi:


3) Aspek Komunikasi Visual

a) Komunikatif (sesuai dengan pesan dan dapat diterima/sejalan

dengan keinginan sasaran);

b) Kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan;

c) Sederhana dan memikat;

d) Audio (narasi, sound effect, backsound, musik);

e) Visual (layout design, typography, warna);

f) Media bergerak (animasi, movie)

g) Layout interactive (ikon navigasi)

c. Manfaat permainan dalam pembelajaran

Cara belajar yang baik salah satunya adalah dalam suasana tanpa

tekanan dan paksaan. Cara belajar yang paling menyenangkan adalah

dengan sambil bermain. Teknik mengajar dengan permainan sangat

efektif untuk menjelaskan pengertian yang mempunyai arti yang

bermacam-macam dan sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Kegitan bermain sangat dinikmati anak dan mainan yang sangat

disukai anak dapat dipergunakan untuk menarik perhatian serta

mengembangkan pengetahuan anak. Tokoh-tokoh seperti Plato,

Aristoteles, dan Frobel melihat bermain sebagai kegiatan yang

mempunyai niali praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk

meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak

(Sugianto, 1995).
d. Game Edukatif

Game Edukatif adalah permainan yang dirancang atau dibuat

untuk merangsang daya piker termasuk meningkatkan konsentrasi dan

memecahkan masalah (Handriyantini, 2009). Game Edukatif adalah salah

satu jenis media yang digunakan untuk memberikan pengajaran,

menambah pengetahuan penggunaannya melalui suatu media unik dan

menarik. Jenis ini biasanya ditujukan untuk anak-anak.

Game Edukatif merupakan salah satu bentuk game yang dapat

berguna untuk menunjang proses belajar-mengajar secara lebih

menyenangkan dan lebih kreatif, dan digunakan untuk menambah daya

ingat dan daya minat anak terhadap materi yang disampaikan. Sengaja

dilakukan untuk belajar tetapi dapat juga untuk bersenang-senang dengan

suasana belajar yang santai tetapi serius, sehingga anak tetap menerima

materi dengan baik dan cara praktis. Salah satu contoh game edukatif

yang dapat dilakukan untuk penyuluhan atau meningkatkan pengetahuan

anak adalah permaian ular tangga, permainan gobak sodor, permainan

lempar dadu, permainan susun kata dan lainnya.

Game Edukatif (permainan edukatif) yaitu suatu kegiatan yang

sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan

yang bersifat mendidik. Education games (perminan edukatif) adalah

sebuah permainan yang digunakan dalam proses pembelajaran dan dalam


permainan tersebut mengandung unsur mendidik atau nilai-nilai

pendidikkan (ismail, 2006)

Pemilihan permainan diusahakan agar seluruh aspek yang dimiliki

anak dapat berkembang dengan baik, baik dari segi kognitif, afektif, dan

juga psikomotorik perlu ditunjang dengan alat bantu yang tepat saat

bermain. Adapun kriteria-kriteria pemilihan alat bantu tersebut agar

permainan dapat membantu belajar secara optimal dan tidak terjdi

kekeliruan dalam menyelesaikan dan menentukan alat dan bahan yang

diperlukan.

1) Jenis-jenis Education Games (permainan Edukatif)

Karena banyaknya permainan pada anak, maka para ahli berusaha

membedakan jenis permainan itu adalah sebagai berikut.

a) Permainan Gerak atau Fungsi

Permainan ini adalah permainan yang mengutamakan gerak dan

berisi kegembiraan di dalam bergerak. Lebih banyak disukai oleh

anak laki-laki karena anak laki-laki cenderung lebih implusif, tidak

bisa diam dan cenderung membuat kegaduhan jika dibandingkan

dengan akan perempuan (Handriyantini, 2009).

b) Permainan Deduktif

Permainan ini adalah bahawa anak bermain dengan merusak alat-

alat permainannya. Dalam permainan ini memberikan kepada

mereka kebebasan untuk menggunakan permainannya itu dengan


caranya sendiri misalnya akan dibongkar, pecah, diinjak, dibuang,

dan sebagainya.

c) Permainan konstruktif

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah hasilnya.

d) Permainan peranan atau ilusi

Anak sendiri yang memegang peranan sebagai apa yang sedang

dimainkannya. Pada jenis permainan ini unsur fantasi memegang

peranan yang paling menonjol. Dalam permainan tersebut anak

dengan semangat memasuki ilusi yang dijadikan dunia sungguhan

oleh fantasi anak-anak.

e) Permainan reseptif

Sambil mendengarkan cerita atau membaca buku bergambar anak

fantasi dan menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri

menjadi aktif. Cerpen yang mengandung budi pekerti, rasa sosisal,

rasa keadilan sangat baik untuk membangkitkan fantasinya.

f) Permainan sukses atau prestasi

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi. Untuk

kegiatan permainan ini sangat di butuhkan keberanian,

ketangkasan, kekuatan dan bahkan persaingan. Contohnya yaitu

meloncat parit, meneliti jembatan, memanjat pohon, dan

sebagainya.
2) Syarat-Syarat Education Games (Permainan Edukatif)

a) Mudah dibongkar pasang

Alat permainan yang mudah dibongkar psang, dapat diperbaiki

sendiri lebih ideal dari pada mainan yang dapat bergerak sendiri.

b) Mengembangkan daya fantasi

Alat permainan yang sifatnya mudah dibentuk dan diubah-ubah

sangat sesuai untuk mengembangkan daya fantasi, yang

memberikan kepada anak kesempatan untuk mencoba dan melatih

daya fantasinya. Sesuai dengan ajaran pendidikan modern alat-alat

yang dapat menunjang perkembangan fantasi misalnya dengan

kapur berwarna, papan tulis, kertas origami.

c) Tidak berbahaya

Para ahli yang telah meneliti jenis alat-alat permainan sependapat

tentang alat permainan yang dapat mendatangkan bahaya bagi

anak-anak yaitu tangga, gunting yang runcing ujungnya, pisau

tajam, kompor dan sebagainya.

3) Fungsi Education Games (Permainan Edukatif)

Permainan sangat besar manfaatnya bagi perkembangan jiwa

terutama fantasinya. Sehingga dapat dikemukakan bahwa permainan

itu mempunyai fungsi sebagai berikut:

a) Sarana untuk membawa anak kedalam masyarakat.

b) Mampu mengenal kekuatan sendiri.


c) Mendapatkan kesempatan mengembangkan fantasi dan

menyalurkan kecenderungan pembawaannya.

d) Berlatih menempa perasaan.

e) Memperoleh kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan.

f) Melatih diri untuk mentaati peraturan yang berlaku.

Melalui permainan anak-anak akan mendapatkan macam-

macam pengalaman yang menyenangkan, sambil mengingatkan usaha

belajar dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Semua

pengalamannya melalui kegiatan bermain akan memberikan dasar

yang kokoh untuk pencapaian macam-macam keterampilan yang

sangat diperlukan bagi pemecahan kesulitan hidup dikehidupannya

kelak.

Menurut Andang Ismail (2006), fungsi permainan edukatif

adalah sebagai berikut:

a) Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses

pembelajaran bermain sambil belajar.

b) Merangsang pengembangan daya piker, daya cipta dan bahasa

agar dapat menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik.

c) Menciptakan lingkungan bermain yang menarik memberikan rasa

aman dan menyenangkan.


d) Meningkatkan kualitas pembelajaran anak

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permainan

edukatif anak yaitu:

a) Kesehatan

b) Usia

G. Permainan Gobak Sodor

Permainan adalah berbagai kegiatan yang sebenarnya dirancang

dengan maksud agar anak dapat meningkatkan beberapa kemampuan tertentu

berdasarkan pengalaman belajar (Semiawan, 2008). Permainan adalah alat

bagi anak untuk menjelajahi dunianya dari yang tidak anak kenal sampai pada

yang anak kenal ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai

mampu melakukannya.

Permainan gobak sodor adalah sebuah permainan grup yang terdiri

dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti

permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis

ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh

anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area

lapangan yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan permainan gobak

sodor yang digunkan untuk menyampaikan materi tentang CTPS.

Permainan merupakan aktivitas fisik maupun psikis yang

menggembirakan bagi anak-anak, bermain merupakan kegiatan khas

sebagaimana pekerjaan yang merupakan aktivitas khas orang dewasa dalam


kehidupan dan memungkinkan penerapan konsep atau peran kedalam situasi

dan peranan yang sebenarnya di masyarakat. Bermain merupakan pengalaman

belajar yang berguna untuk anak yang memiliki beberapa manfaat:

1. Mengembangkan aspek fisik

Bermain memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan gerakan

hasul dan kasar. Permainan gobak sodor dapat berguna untuk

mengembangkan respon dan gerakan anak .

2. Mengembangkan aspek social

Aspek sosial anak seperti sikap sosial, komunikasi, mengorganisasi peran,

dan interaksi dengan sesame teman akan berkembang melalui permainan.

Bermain gobak sodor dapat membuat anak berinteraksi dengan teman

yang lain.

3. Mengembangkan aspek emosi

Sifat bermain anak dapat mengendalikan emosinya, menyalurkan

keinginannya dan menerapkan disiplin dengan menaati peraturan,

permainan ini mengajarkan anak untuk disiplin karena karena permainan

gobak sodor tidak boleh berlari sembarang selain di dalam garis yang

telah ditentukan.

4. Mengembangkan aspek kognisi

Anak akan berinteraksi dengan anak yang lain sehingga anak akan lebih

banyak berkomunikasi dengan teman yang lainnya dan berinteraksi lebih

banyak dengan pembimbing.


Gobak sodor merupakan sebuah obyek yang umumnya berbentuk segi

empat dan terdiri dari enam kolom. Gobak sodor juga merupkan media

yang dapat digunkan dalam pembelajaran olahraga, dimana dalam

permainan tersebut anak-anak dapat mengembangkan fisik dan pikiran

mereka.

Bentuk gobak sodor yang digunakan dalam penelitian ini sama seperti

permainan gobak sodor pada umumnya, kolom gobak sodor terdiri dari

enam kolom dengan ukuran perkolom yaitu 3 x 3 m yang digaris

dihalaman yang luas. Media permainan merupakan bagian dari upaya

kegiatan promosi kesehatan yang termasuk de dalam media visual karena

berupa gambar yang dapat dilihat dan dapat digunakan untuk menambah

pemahaman anak.

5. Prosedur Permainan “Gobak Sodor”

Bentuk : persegi empat panjang

Ukuran : panjang 15 meter (disesuaikan dengan keadaan lapangan)

Garis : garis-garis dapat dibuat dengan kapur, tali, atau benda lainnya

yang tidak membahayakan pemain.

a. Garis pembagi lapangan permainan menjadi dua bagian memanjang

disebut garis tengah.

b. Lapangan permainan di tandai dengan garis selebar 5 cm


12 M

1 3 5

8M

2 4 6

Gambar 1. Permainan Gobak Sodor

c. Peralatan

1) Kapur/cat line paper

2) Peluit

3) Jam/stopwatch

4) Bendera

5) Tempat pencatat angka

d. Permianan

1) Terdiri dari 2 regu masing-masing regu terdiri dari 10 orang.

2) Regu putra dan putri campur.

e. Lamanya permainan

Permainan dimainkan 2x20 menit, dengan istrahat 5 menit


f. Jalanya Permainan

a. Sebelum permainan dimulai diadakan undian, yang kalah sebagai

penjaga dan yang menang sebagai penyerang.

b. Regu penjaga menempati garisnya masing-masing/dengan kedua

kaki berada di atas garis, sedangkan regu penyerang siap untuk

masuk

c. Permainan dimulai setelah membunyikan peluit.

d. Penyerang berusaha melewati garis depan dengan menghindari

tangkapan atau sentuhan pihak penjaga.

e. Penjaga berusaha menyentuh penyerang dengan tangan dalam

posisi kedua kaki berpijak di atas atau salah satu kaki berpijak di

atas garis, sedangkan kaki yang satu lagi melayang.

f. Apabila penyerang tertangkap oleh penjaga maka akan diberi

pertanyaan mengenai CTPS sesuia dengan nomor kolom yang

ditangkap, serta penjaga mendapat tambahan nilai satu

g. Permainan dinyatakan salah apabila kedua kaki keluar garis

samping lapangan dan mengganggu jalannya permainan.

h. Pergantian (penyerang menjadi penjaga/sebaliknya) diadakan oleh

wasit dengan membunyikan peluit setelah penyerang disentuh

penjaga, kedua kaki pemain keluar dari garis samping lapangan,

mengganggu jalannya permainan, dan tidak terjadi perubahan

posisi selama 2 menit.


i. Pergantian pemain pada saat permainan sedang berhenti (pada saat

pergantian)

j. Setiap permainan yang telah berhasil melewati seluruh garis dari

garis depan sampai dengan garis belakang dan garis belakang

sampai dengan garis depan langsung dapat melanjutkan permainan

seperti semula. Demikian seterusnya permainan berlari tanpa

berhenti kecuali kalau dihentikan oleh wasit karena tertangkap

atau tersentuh, pemain membuat kesalahan dan waktu instrahat.

k. Istrahat, apabila permaianan telah berjalan selama 10 menit, wasit

membunyikan peluit tanda istrahat dan posisi pemain dicatat.

Apabila permainan babak kedua dilanjutkan posisi pemain sama

seperti saat pemain dilanjutkan.

l. Nilai, pemain yang telah berhasil melewati garis depan sampai

garis belakang diberi nilai satu.

m. Wasit, penjaga garis dan pencatat nilai

n. Setiap pertandingan dipimpin oleh 2 orang wasit dan di bantu 2

orang pencatat nilai.

o. Kedua wasit mempunyai tugas, fungsi dan wewenang yang sama.

p. Wasit memberikan tanda dengan membunyikan pluit.

q. Penjaga garis memberikan tanda dengan mengangkat bendera.

r. Pencatat nilai ditempatkan disamping garis depan dan garis

belakang. Nilai/angka dicatat di dua papan nilai.


s. Penentuan pemenang

Pemenang ditentukan berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh

setelah waktu 2x20 menit berakhir.

H. Kerangka Konsep

STBM

Stop BABS

CTPS
Tingkat
PAM RT pengetahuan
Proses
tinggi
PS RT penyuluhan
menggunakan
PLC RT media kreatif
permainan gobak
sodor Tingkat
PERILAKU
pengetahuan
Pengetahuan rendah

Sikap

Perilaku

Keterangan:

Diteliti

Tidak Diteliti
Gambar 2. Kerangka Konsep
I. Hipotesis

Ada perubahan pengaruh permainan “gobak sodor” sebagai media

pembelajaran terhadap peningkatan pengetahuan siswa tentang cuci tangan

pakai sabun di SDN Baturan 1 Dan SDN Demak Ijo.

Anda mungkin juga menyukai