Disusun oleh:
Kelas B 2015
Fajar Hamdani (10111510000056)
Dio Agung Saputra (10111510000057)
Dea Fauziah Larasati (10111510000059)
Kris Dhartanto (10111510000062)
Muhammad Wildan Aziz (10111510000063)
Muhammad Rabbani (10111510000064)
Hertanto Gunawan (10111510000065)
Sena Seadi Susanto (10111510000066)
1.1 Umum
Uji hammer yaitu suatu metode pengujian beton tanpa merusak beton (nondestructive)
menggunakan alat untuk mengetahui kepadatan beton maupun mutu beton. Alat yang
digunakan untuk melakukan uji hammer adalah Silver Schmidt Hammer.
1.4 Tata Cara Pengujian Kepadatan Beton Menggunakan Silver Schmidt Hammer
1.4.1 Tahap Persiapan
1. Menentukan titik uji hammer
2. Menyiapkan permukaan beton
Permukaan beton yang akan dilakukan uji hammer harus bersih. Karena jika terdapat
debu atau pasir yang menempel pada permukaan beton akan menyebabkan
kurangnya tingkat kehalusan pada permukaan beton yang nantinya berpengaruh
pada rebound yang dihasilkan
Elemen Rebound
No Lokasi Sudut
Struktur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
A B C D E F
1 28.5 26.5 28 28.5 25 36 21 25.5 24.5 24.5 26.80
2 31 29.5 37 31 29 24.5 29.5 25 26 26 28.85
3 24 31.5 29 19 22 23.5 18 20 23.5 27 23.75
Plat
4 29 25.5 36 29 26.5 21 26.5 30.5 28 32.5 28.45
5 26 26 35.5 28 28.5 37.5 27.5 22.5 26.5 27.5 28.55
6 20.5 26.5 34.5 25 26 26.5 27 35.5 25.5 45 29.20
Dari hasil pada tabel diatas didapatkan 6 hasil mutu beton berbeba pada setiap titik yang diuji
hammer yang jika diambil rata – ratanya menjadi MPa.
1.7 Lampiran
Elemen Rebound
No Lokasi Sudut Mutu Beton
Struktur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata MPa
A B C D E F
1 28.5 26.5 28 28.5 25 36 21 25.5 24.5 24.5 26.80 23
2 31 29.5 37 31 29 24.5 29.5 25 26 26 28.85 26
3 24 31.5 29 19 22 23.5 18 20 23.5 27 23.75 19
Plat
4 29 25.5 36 29 26.5 21 26.5 30.5 28 32.5 28.45 25
5 26 26 35.5 28 28.5 37.5 27.5 22.5 26.5 27.5 28.55 25
6 20.5 26.5 34.5 25 26 26.5 27 35.5 25.5 45 29.20 27
Hasil mutu beton didapat dari penarikan garis pada grafik antara rata – rata hasil rebound
dengan mutu beton.
Dari hasil pada tabel diatas didapatkan 6 hasil mutu beton berbeba pada setiap titik yang diuji
hammer yang jika diambil rata – ratanya menjadi MPa.
1.7 Lampiran
𝑣 = 𝑙/𝑡
Dengan:
v = kecepatan (m/s)
l = jarak tempuh (m)
t = waktu tempuh (s)
Penelitian terdahulu digunakan untuk referensi dalam penelitian ini, salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Whitehurst. Diketahui dari penelitian ini bahwa pengujian
efektif menggunakan metode UPV adalah ketika beton telah berusia lebih dari 3 hari, karena
kecepatan gelombang akan sangat dipengaruhi oleh kondisi beton. Diagram alir UPV dapat
dilihat dalam gambar dibawah ini.
1.3 Tampilan Alat UPV
a. Tipe Semen : P untuk Semen Portland dan B untuk Semen Blast Furnace
b. Faktor koreksi untuk kelembaban atau factor lainnya
c. Nilai rebound yang telah di masukkan sebelumnya
d. Nomor pengukuran
e. Waktu transmisi dari gelombang suara antara transduser
f. Jarak antara transduser
g. Kecepatan gelombang
h. Kekuatan dari beton ( TICO – SCHMIDT )
i. Instruksi untuk pengoprasian.
Gambar 4 Tampilan Alat UPV
1. Distance
Jarak antara transducers harus di masukkan secara akurat dengan toleransi kurang lebih
1%
2. Rebound Value R
Nilai dari rebound dapat dideskripsikan menggunakan kombinasi nilai rebound dari
SCHMIDT hammer tipe N dan kecepatan gelombang. Hubungan matematis ini telah
diturunkan dari tes uji 700 benda uji. Perhitungan dari kekuatan beton dapat
dimunculkan ketika hasil pengukuran kecepatan gelombang diantara 3’900 m/s hingga
4’450 pada saat R 30. Ketika nilai tersebut tidak tercapai maka tidak dapat
menampilkan kekuatan beton.
3. Correction Factor
Kecepatan gelombang tidak hanya bergantung pada kualitas beton, namun ada factor
lain seperti suhu, letak dari tulangan, kesalahan orang dll. Pengaruh ini akan
didefinisikan sebagai factor koreksi.
4. Test No.
5. Basic Setups
6. Language
7. Crack Depth
8. Surface Velocity
9. Automatic Storing
10. Data Output
1.8 Lampiran
BAR LOCATOR
1.1 Umum
Pengujian ini bertujuan antara lain untuk mendeteksi tulangan dalam elemen beton, dan
juga ketebalan selimut beton (concrete cover). Seperti terlihat di gambar berikut, bentuknya
cukup kompak dan mudah dibawa atau ditenteng. Ada unit display (kotak besar merah, ada
judulnya ‘Profometer 5’) dan kotak di sampingnya adalah unit sensornya. Prinsip alat ini
adalah memanfaatkan medan elektromagnetik, yang mudah terpengaruh oleh adanya
metal/logam, dalam hal ini adalah berupa tulangan baja di dalam beton.
6
7
9
10
Hasil pembacaan dari semua Rebar Locator sangat dipengaruhi komponen pembentuk
struktur yakni beton dan baja tulangan. Kecuali itu pengaruh cuaca, kehandalan operator,
getaran dan adanya elemen besi lainnya didalam beton dapat mempengaruhi hasil
pengukuran.
Beton salah satu faktor utama adalah agregat pembentuk beton. Apabila digunakan
pasir besi maka pembacaan dengan Rebar Locator akan menyimpang. Ketidak halusan
permukaan dapat memberikan gambaran yang kurang tepat, karena Rebar Locator hanya
dapat mengukur jarak antara permukaan beton terluar sampai pada tulangan. Dengan
demikian lapisan penutup, coating, waterproofing serta penggunaan additive pada
pembuatan beton harus diketahui.
Tulangan setiap alat mempunyai jangkauan ketelitian yang sangat tergantung dari
medan magnetik yang dihasilkan coil. Dengan demikian jenis besi tulangan dapat
mempengaruhi pula kuat lemahnya medan magnet yang dihasilkan. Faktor lain adalah
penampang tulangan. Seperti telah tampak terdahulu, Rebar Locator hanya sangat teliti
untuk besi polos, apabila tulangan berulir atau berbentuk kotak pembacaan merupakan hasil
pendekatan. Efek lain adalah adanya tulangan yang terpasang dalam lebih dari satu baris.
Apabila pada sebuah elemen balok atau kolom digunakan tulangan rangkap yang terletak
berimpit pada bidang gerak Prober, maka kedua lapis tulangan tersebut akan saling
mempengaruhi pembacaan.
1.7 Kesimpulan
Dari hasil pengukuran diatas didapatkan hasil untuk jarak antar tulangan rata - rata pada
arah x sebesar 137.5 mm dan arah y sebesar 147.5 mm. Hasil dari tebal selimut rata – rata
pada arah x sebesar 42.75 mm dan arah y sebesar 34.67 mm.
1.8 Lampiran
UJI HALF-CELL POTENSIAL
1.1.Umum
Uji half-cell potential ini adalah salah satu metode pengujian yang tidak merusak beton
(Non-Destructive Testing, NDT). Tujuan Uji half-cell potential adalah untuk mengetahui
aktivitas korosi tulangan dalam beton. Half-cell sendiri adalah sebuah struktur kimia yang
mengandung elektroda konduktif dan elektrolit konduktif disekitarnya yang dipisahkan
oleh Helmholtz double layer secara alami. Reaksi kimia dalam lapisan ini memompa muatan
listrik antara elektroda dan elektrolit, menghasilkan perbedaan potensial antara elektroda
dan elektrolit.
Sedangkan menurut International Atomic Agency nilai bacaan half-cell potential baja
tulangan dalam beton yang diukur dengan Cu/CuSO4 dapat dikorelasikan sebagai berikut,
Potential difference levels (mV) Peluang tulangan terjadi korosi
Pengukuran dengan metode half-cell potential ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kelembaban, temperatur, tebal selimut beton, dan kandungan oksigen
dalam beton yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Kelembaban : Kelembaban dapat menyebabkan pengukuran potensial memberikan
lebih banyak nilai negatif.
2. Temperatur : Temperatur dapat mempengaruhi pengukuran jika suhu berada dibawah
titik beku karena dapat menimbulkan pembacaan yang salah.
3. Tebal selimut beton : Tebal selimut beton dapat mempengaruhi bacaan karena jika
semakin tebal decking beton dapat memberikan lebih banyak hasil positif begitu juga
sebaliknya. Sehingga disarankan untuk mengukur tebal selimut beton terlebih dahulu
sebelum melakukan uji half-cell potential
4. Kandungan oksigen dalam beton : Kandungan oksigen dalam beton ini memiliki
pengaruh semakin berkurangnya oxygen dan meningkatnya nilai PH dapat mengasilkan
lebih banyak nilai negatif dan sebaliknya.
Keterangan :
a. Rod electrode
b. Profometer
c. Ground Cable
d f c b
e
Keterangan :
a. Kursor yang menunjukkan lokasi pengukuran selanjutnya.
b. Tanda panah yang menunjukkan ke arah mana kursor akan bergerak. Tanda panah
ini dapat diubah menyesuaikan arah pengukuran dengan menekan tombol panah.
c. Nilai bacaan.
d. Nomor objek yang diukur.
e. Jarak dalam meter, misal akan menunjukkan angka 10 jika alat telah bergerak 10m
ke arah x.
f. Indikator, yaitu mengubah mode dari alat dengan menekan tombol MENU.
Indikator Probe type Indication
1. Hasil
Standart yang digunakan : ASTM C-876-91
Alat yang digunakan : Profometer 5+ dari Proceq
Pembacaan
No Element Lokasi Ket
mV
-21 -50 -24 25 -30
-31 -31 -29 -28 -29
1 103 -31 40 -45 -32 -33
-29 -27 -50 -42 -42
28 20 -27 24 -21
Rata-rata = -20.6 mV
2. Kesimpulan
Nilai -20.6 mV jika dikorelasikan dengan standart RILEM TC 154-EMC dan
International Atomic Agency maka benda uji termasuk Beton basah, tidak
terkontaminasi klorida namun terkarbonasi dengan potensi terjadinya korosi
sebesar 5%.
1.6.Lampiran
Uji Resistivity
1.9 Umum
Uji resistivity ini bertujuan untuk mengetahui tingkat korosi tulangan dalam beton. Metode
pengujian ini tidak merusak beton (Non-Destructive Testing, NDT). Alat uji yang digunakan
ialah Resipod.
Resipod merupakan batang uji Webber 4-titik yang terpadu sepenuhnya dan didesain untuk
mengukur ketahanan listrik pada beton dalam suatu pengujian yang benar-benar tanpa merusak
beton sendiri. Batang uji tersebut merupakan instrumen yang paling akurat, dan stabil serta
dikemas dalam casing yang tahan air dan kokoh serta dirancang untuk beroperasi di lokasi
lingkungan yang sesuai dengan tuntutan. Pengukuran ketahanan permukaan memberikan
informasi yang sangat berguna tentang struktur beton. Bukan saja telah terbukti bahwa
ketahanan permukaan berhubungan langsung dengan kemungkinan korosi dan laju korosi.
1. Measured Resistivity
Resolusi layar yang ditampilkan tergantung pada resitivitas terukut dan arus nominal
yang mengalir.
2. Battery Status
3. Range Indication
4. Current Indication 20%, 40%, 60%, 80%, 100%
5. Indication of scaled reading
Dalam hal ini, resistivitas yang ditampilkan adalah nilai yang dihitung (tegangan yang melalui
probe dalam diabgi dengan arus yang dirasakan dlam probe luar), dan pembacaan ini
dibulatkan ke (kΩcm) terdekat.
1.12 Pengukuran Uji Resistivitas dengan Resipod
• Menyiapkan permukaan beton
Permukaan beton tidak harus dilapisi dengan isolasi elektrik, dan harus bersih. Kotak rebar
di bawah permukaan harus ditandai dengan bantuan alat pencari tulangan (rebar) seperti bar
locator (profometer). Jika permukaan beton benar-benar kering maka tidak mungkin membuat
pengukuran arus dibawa oleh ion dalam cairan pori. Oleh karena itu diperlukan air untuk
membasahi permukaan beton tersebut.
• Langkah pengunaan alat resipod
Hubungan kontak yang baik antara alat dengan permukaan beton adalah faktor yang paling
penting untuk mendapatkan pengukuran yang dapat diandalkan. Sebelumnya celupkan ujung
alat (ujung probe) kedalam air beberapa kali sebelum melakkan pengukuran. Lalu taruh alat
resipod tersebut keata permukaan beton yang akan diuji, dan tekan resipod dengan kuat hingga
ujung probe (ujung karet) diam sejenak pada permukaan beton hingga besaran angka restivitas
muncul pada bagian layar alat resipod.
Orientasi optimal adalah mengukur secara diagonal ke tulangan seperti yang ditunjukkan. Ini
dimungkinkan jika rentang probe kurang dari jarak grid rebar.
− Untuk Resipod 38 mm, rentang probe adalah 38x3 = 114 mm (4,5 ")
− Untuk Resipod 50 mm, rentang probe adalah 50x3 = 150 mm (5.9 ")
Jika jarak rebar sangat dekat sehingga tidak dapat dihindari, pengaruh baja dapat diminimalkan
dengan mengukur tegak lurus terhadap tulangan seperti yang ditunjukkan. RILEM TC154-
EMC: TEKNIK ELEKTROKIMIA UNTUK MENGUKUR KOROSI LOGAM
merekomendasikan membuat 5 pembacaan dari lokasi yang sama, menggerakkan probe
beberapa mm di antara setiap pengukuran dan mengambil median dari 5 nilai.
• Pengaruh karbonasi
Beton karbonat memiliki resistivitas yang lebih tinggi daripada beton tanpa karbonasi, namun
dengan memberikan kedalaman lapisan berkarbonasi secara signifikan lebih kecil dari jarak
probe, efek dari lapisan ini kecil. Akibatnya jika lapisan berkarbon tebal, mungkin perlu untuk
meningkatkan jarak probe untuk mendapatkan hasil yang baik.
1.14 Aplikasi Penerapan Hasil Uji
Tes empiris dan teori telah menunjukkan bahwa resistivitas secara langsung terkait dengan
kemungkinan korosi karena difusi klorida dan laju korosi setelah depassivasi baja telah terjadi.
Dari hasil pada tabel diatas didapatkan bahwa rata-rata dari setiap lokasi pelat sebesar
6,2 kΩcm; 6,5 kΩcm; 6,9 kΩcm. Sehingga sesuai standart uji resistivitas yang diacu
menyatakan bahwa dengan hasil < 10 kΩcm, kondisi elemen struktur dari pelat tersebut
mengalami korosi dengan tingkat yang tinggi dengan laju korosi yang tinggi pula.
1.16 Lampiran
CORE DRILL
A. Deskripsi Praktikum
Core Drill merupakan salah satu metode asesmen kategori destructive test, yang berarti
pengujian material dengan cara merusak sebagian dari material tersebut. Core Drill
merupakan cara pengambilan sampel silinder dari elemen struktur (misal : kolom, balok,
pelat) yang selanjutnya sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
pengetesan, seperti identifikasi elemen, tes tekan, karbonasi, dan tes tarik.
Alat, bahan dan benda uji yang digunakan dalam tes Core Drill adalah;
1. Alat
a) Marker titik untuk Core Drill (misal : crayon/spidol/spray-cat/dsb)
b) Satu set alat Core Drill Machine ZIZ-180 (beserta pompa air dan selangnya)
c) Ember minimal 2 (dua) buah
d) Kabel Olor sepanjang jarak stop kontak dengan elemen yang hendak di Core Drill
e) Kunci pas, tang, atau kunci inggris
f) Betel
g) Palu
h) Kawat sekitar 40 cm
2. Bahan
a) Air secukupnya
b) Bahan penutup bekas Core Drill berupa Sika Grout 215
c) Mur, baut, dan selongsong silinder
3. Benda uji
Benda uji yang digunakan adalah pelat jenis C dengan ketebalan 15 cm
C. Metode Praktikum
Metode pelaksaaan tes asesmen Core Drill yang dilakukan adalah;
1. Siapkan alat yang hendak dipakai. Pastikan mesin Core Drill, kabel olor, dan pompa air
siap digunakan.
2. Siapkan air dalam ember untuk keperluan Core Drill. Dan selalu siap untuk di isi ulang
apabila air dalam ember sudah tersisa sedikit.
3. Tentukan titik dimana dilakukan Core Drill dengan alat marker yang dibawa. Pastikan
titik Core Drill;
a) untuk pelat, sampel jangan sampai terjatuh hancur atau hilang
b) untuk kolom, pada jarak dimana terjadi gaya momen mendekati 0
c) untuk balok, pada daerah dimana memiliki gaya geser kecil dan Core Drill
menghindari tulangan tarik
Dikarenakan benda uji berupa pelat, maka benda uji diusahakan tidak terjatuh.
4. Kunci mesin Core Drill di dekat titik coring, agar mesin tidak bergerak saat coring.
Penguncian menggunakan mur, baut, dan selongsong silinder, dengan alat bantu kunci
pas, tang, atau kunci inggris.
5. Pastikan mesin Core Drill telah terkunci rapat pada posisinya
6. Nyalakan mesin Core Drill dan pompa airnya.
7. Lakukan coring sampai pada kedalaman yang ditentukan.
8. Setelah coring mencapai kedalaman yang dilakukan, ambil benda uji silinder coring
dengan kawat, dengan cara memutarkan kawat pada silinder tersebut lalu
mengangkatnya. Bila masih kesusahan dalam pengambilan silinder, maka diperlukan
alat bantu betel dan palu.
9. Apabila benda uji silinder telah keluar dari elemen struktur yang ditinjau, maka benda
uji siap dibawa ke laboratorium
10. Lakukan penambalan lubang bekas coring dengan Sika Grout 215. Untuk yang
menambal sisa coring atau pelaksanaan grouting dilakukan oleh aplikator Sika.
D. Hasil Praktikum
Dari pelaksanaan praktikum Core Drill, hasil hasil yang didapat adalah;
30 cm
C1
C2
30 cm
1. Benda uji silinder yang didapat ada dua, yakni benda uji C1 dan benda uji C2. Letak
titik coring sesuai pada gambar diatas.
1. Deskripsi Umun
Tes uji tekan merupakan sebuah pengujian pada beton (bisa silinder maupun
kubus) dengan cara pembebanan vertikal pada benda uji, dibebani sampai kondisi pada
kondisi maksimum layan beban yang dipikul. Benda uji diletakkan pada alat uji tekan, lalu
diberi pembebanan sampai mencapai keruntuhan.
Khusus pada praktikum tes uji tekan ini, benda uji berupa silinder berukuran 100 x
150 mm dari hasil praktikum coredrill sebelumnya. Namun dalam uji tes tekan ini, (fc’)
yang dihasilkan tidak bisa langsung dipakai, melainkan harus dikalikan dengan beberapa
faktor pengali, yakni faktor C0, C1, dan C2.
C0 dihasilkan dari arah coredrill/pengambilan benda uji dari struktur elemen,
apakah horizontal dari tinggi elemen atau vertikal dari tinggi elemen. C1 dihasilkan dari
perbandingan tinggi benda uji (L) dengan diameter benda uji (Ф). Dan C2 dari hasil rumus
yang berdasarkan diameter tulangan (d) dan tinggi decking yang terkecil (h) Berikut adalah
rumus dari C2
Rumus ini digunakan apabila tulangan yang tegak lurus dari sumbu benda uji ada
satu buah.
Rumus ini digunakan apabila tulangan yang tegak lurus dari sumbu benda uji ada
dua buah. Dengan notasi:
Tujuan Praktikum ini adalah untuk mengetahui kapasitas layan beban pada uji
silinder, yang dimana akan dikonversikan menjadi kapasitas layan beban struktur elemen.
3. Metode
Metode pelaksanaan praktikum tes uji tekan yang dilakukan adalah;
1. Siapkan alat, bahan, dan benda uji yang mau digunakan. Pastikan semuanya tidak rusak
dan bisa digunakan.
2. Taruh belerang pada panic, panaskan dengan kompor elektrik sampai belerang cair.
3. Belerang cair tersebut gunakan untuk capping permukaan (atas dan bawah) benda uji,
hal ini bertujuan untuk meratakan permukaan benda uji yang berefek pada perataan
beban yang diterima. Taruh benda uji pada tempat untuk meng-capping benda uji,
tuangkan belerang cair dengan sendok besar, lalu tunggu hingga dingin/kering.
4. Setelah benda uji ter-capping, taruh benda uji pada mesin uji tekan beton. Lalu mesin
dijalankan untuk menguji kuat tekan beton.
5. Baca dial yang dikeluarkan oleh mesin. Dial yang dikeluarkan oleh mesin uji tekan
beton praktikum lalu adalan ton
6. Catat kuat tekan yang terjadi, hancurkan beton untuk menapatkan tulangan dari benda
uji tersebut.
7. Ulangi langkah – langkah 1 sampai 6 untuk benda uji selanjutnya.
dengan notasi;
f’c = kuat tekan beton dari tes uji tekan (ton/mm2)
f’cc = kuat tekan beton dari hasil tes uji dengan dengan faktor pengali
C0 = factor pengali dari hasil arah pengambilan benda uji
C1 = factor pengali dari hasil perbandingan diameter benda uji dan tinggi benda uji
C2 = factor pengali dari hasil perhitungan yang berdasarkan tulangan dan decking
Perbandingan antara tinggi benda uji (L) dan diameter benda uji (Ф) adalah 1,56
dan 1,41. Dan dikarenakan di dalam tabel tersebut tidak disebutkan berapa nilai C1,
maka diperlukan interpolasi nilai, sehingga mendapatkan nilai C1 0,961 dan 0,946.
Untuk penentuan dari C2, dikarenakan tulangan yang tegak lurus dengan sumbu
benda uji adalah dua batang, maka dihitung dengan rumus;
Dengan nilai (d) = 8 mm, nilai (h) = 25 mm dan 28 mm, (Ф) = 100 mm dan 110
mm, nilai (l) = 156 mm dan 155 mm. Dari nilai – nilai tersebut maka didapat hasil 1,04
Dari hasil C0, C1, dan C2, maka dilakukan analisa seperti berikut;
1. Deskripsi Umum
Uji Tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan.
Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi
terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat
eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang
tinggi (highly stiff).
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu
bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang
lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar. Kurva ini menunjukkan
hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam
desain yang memakai bahan tersebut.
Uji tarik bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
bahan logam, informasi yang akan diperoleh antara lain :
a. Tegangan Luluh (Yield Strength),
b. Tegangan Tarik Maksimum,
c. Kekuatan Patah (Fracture Strength),
d. Elongasi,
e. Modulus Elastisitas.
Untuk melaksanakan uji tarik, digunakan mesin uji tarik berjenis mesin Universal
Testing Machine (UTM). Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam paraktikum uji
tarik yang telah dilaksanakan, meliputi :
a. Mesin UTM dan komputer
b. Jangka sorong
c. Palu dan batang besi dengan ujung lancip
d. Gergaji besi
e. Komputer
f. Buku dan alat tulis
3. Metode
Fu Fy
Luas Pu (kN) Py (kN) Δ (mm) E (%)
(N/mm2) (N/mm2)
54.11 38 27 702.27 498.98 15.8 24.69
Tanggal Kode Bentuk
Mesin Uji Penguji To (mm) D (mm)
Pengujian Samle Sample
25-10-18 UTM Suwandi 1 Polos Ø 8 64 8.3
Modulus Elastisitas (E)
Diketahui : P = 38 kN = 3800 kg
Ao = 54.11 mm2
L = 79.8 mm
ΔL = 15.85
𝑃 𝐿
𝐸= = 353.57 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
𝐴 ∆𝐿
b. Kesimpulan
− Standar pengujian yang baik benar, adalah praktikum percobaan yang mengikuti
peraturan umum yang berlaku. Mulai dari standar K3 yang harus diperhatikan dan
diaplikasikan, hingga tahapan percobaan uji tarik.
− Dalam uji tarik yang telah dilaksanakan, ada beberapa besaran yang didapat. Meliputi
: Tegangan Luluh (Yield Strength), Tegangan Tarik Maksimum, Kekuatan Patah
(Fracture Strength), Elongasi, Modulus Elastisitas.
− Besaran berupa data diatas tidak dapat secara langsung diukur oleh mesin, ada beberapa
besaran yang perlu dihitung secara manual.
− Didalam proses uji tarik, terjadi peristiwa “necking”, dimana terjadinya pengecilan
diameter spesimen hingga akhirnya putus.
Lampiran
KAPASITAS PIKUL MOMEN PELAT
Diketahui :
fc' = 2 Mpa
fy = 498,98 Mpa
b= 1000 mm
h= 150 mm
d' = 35 mm
Ø tul = 8 mm
S lx = 147,5 mm
Plat
S ly = 137,5 mm
dy dx h
lx ly
Ditanya :
Berapa momen kapasitas Mlx dan Mly ?
Dijawab :
Mlx (tinjau setiap 1000 mm)
As Ø tul = 50,265 mm2
As = 340,7829 mm2
dx = 115 mm
= 125,0323
= 11,156 kN.m
= 10,018 kN.m