Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM KELOPOK I

METODE PEMANTAUAN KONDISI BETON

Disusun oleh:
Kelas B 2015
Fajar Hamdani (10111510000056)
Dio Agung Saputra (10111510000057)
Dea Fauziah Larasati (10111510000059)
Kris Dhartanto (10111510000062)
Muhammad Wildan Aziz (10111510000063)
Muhammad Rabbani (10111510000064)
Hertanto Gunawan (10111510000065)
Sena Seadi Susanto (10111510000066)

DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL


FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2018
UJI HAMMER

1.1 Umum

Uji hammer yaitu suatu metode pengujian beton tanpa merusak beton (nondestructive)
menggunakan alat untuk mengetahui kepadatan beton maupun mutu beton. Alat yang
digunakan untuk melakukan uji hammer adalah Silver Schmidt Hammer.

Gambar 1.1 Silver Schmidt Hammer


Metode ini sering digunakan karena memperoleh cukup banyak data dalam waktu yang
relatif singkat. Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban tumbukan pada
permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan
energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi
tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga
setelah dikalibrasi. Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada
struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat,
sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat. Alat ini sangat
peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada
bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa
kali pengukuran disekitar setiap lokasi pengukuran yang hasilnya kemudian dirata - ratakan.
Adapun acuan atau standar yang digunakan untuk metode ini adalah ASTM C 805,
Standard test method for rebound number of hardened concrete, Annual Book of ASTM
standard, ASTM C805-85, Detroit, 1994.

1.2 Prinsip Kerja Silver Schmidt Hammer

Gambar 1.2 Prinsip Kerja Silver Schmidt Hammer


Prinsip kerja alat hammer ini adalah dengan memberikan beban tumbukan pada
permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan
energi yang besarnya tertentu. Karena timbul tumbukan antara massa tersebut dengan
permukaan beton, massa tersebut akan dipantulkan kembali. Jarak pantulan massa yang terukur
memberikan indikasi kekerasan permukaan beton. Kekerasan beton dapat memberikan indikasi
kuat tekannya.

1.3 Tampilan Silver Schmidt Hammer

Gambar 1.3 Tampilan Silver Schmidt Hammer

1. Tombol pilih (select button)


2. USB port
3. Layar LCD
4. Plunger
5. Guide sleeve
6. Letak mesin

1.4 Tata Cara Pengujian Kepadatan Beton Menggunakan Silver Schmidt Hammer
1.4.1 Tahap Persiapan
1. Menentukan titik uji hammer
2. Menyiapkan permukaan beton
Permukaan beton yang akan dilakukan uji hammer harus bersih. Karena jika terdapat
debu atau pasir yang menempel pada permukaan beton akan menyebabkan
kurangnya tingkat kehalusan pada permukaan beton yang nantinya berpengaruh
pada rebound yang dihasilkan

1.4.2 Tahap Pengujian


1. Sentuhkan ujung plunger yang terdapat di ujung silver schmidt proceq pada titik –
titik yang akan ditembak dengan memegang hammer sedemikian rupa dengan arah
tegak lurus atau miring bidang permukaan beton yang akan ditest. Dalam test kali
ini menggunakan arah tegak lurus.
2. Plunger ditekan secara periahan - lahan pada titik uji dengan tetap menjaga
kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan lenyap masuk
kesarangnya akan terjadi tembakan oleh plunger terhadap beton.
3. Lakukan pengujian sebanyak 10 kali pada tiap titik.
4. Terapkan hal yang sama pada 5 titik uji yang lain yang telah ditetapkan semula.
1.5 Pengaruh Uji Hammer terhadap Beberapa Kondisi

1. Kehalusan permukaan beton


Tekstur permukaan memiliki efek penting pada keakuratan hasil tes. Saat tes dilakukan
pada permukaan bertekstur kasar, ujung plunger menyebabkan penghancuran
berlebihan dan jumlah rebound yang diukur berkurang.
2. Umur beton
Umur beton yang dianjurkan untuk dilakukan pengujian hammer harus sudah berusia
28 hari. Pasalnya hasil rebound yang dihasilkan jika dibandingkan dengan beton yang
masih berumur 7 hari berbeda.
3. Kondisi kelembaban permukaan beton
Kondisi beton yang basah akan memberikan dampak rebound yang berbeda jika
dibandingkan dengan kondisi beton yang kering.
4. Karbonasi permukaan beton
Permukaan karbonasi pada beton secara signifikan mempengaruhi hasil uji Schmidt
rebound hammer. Efek karbonasi makin parah pada beton yang lebih tua ketika lapisan
berkarbonasi mecapai beberapa milimeter. Dalam kasus seperti itu, angka rebound
dapat mencapai 50% lebih tinggi daripada yang diperoleh pada permukaan beton tanpa
karbonasi.
1.6 Hasil dan Kesimpulan
Tabel 1.6 Data Pengujian Kepadatan Beton

Elemen Rebound
No Lokasi Sudut
Struktur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
A B C D E F
1 28.5 26.5 28 28.5 25 36 21 25.5 24.5 24.5 26.80
2 31 29.5 37 31 29 24.5 29.5 25 26 26 28.85
3 24 31.5 29 19 22 23.5 18 20 23.5 27 23.75
Plat
4 29 25.5 36 29 26.5 21 26.5 30.5 28 32.5 28.45
5 26 26 35.5 28 28.5 37.5 27.5 22.5 26.5 27.5 28.55
6 20.5 26.5 34.5 25 26 26.5 27 35.5 25.5 45 29.20

Dari hasil pada tabel diatas didapatkan 6 hasil mutu beton berbeba pada setiap titik yang diuji
hammer yang jika diambil rata – ratanya menjadi MPa.

1.7 Lampiran

Gambar 1 Uji Hammer


1.6 Hasil dan Kesimpulan
Tabel 1.6 Data Pengujian Kepadatan Beton

Elemen Rebound
No Lokasi Sudut Mutu Beton
Struktur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata MPa
A B C D E F
1 28.5 26.5 28 28.5 25 36 21 25.5 24.5 24.5 26.80 23
2 31 29.5 37 31 29 24.5 29.5 25 26 26 28.85 26
3 24 31.5 29 19 22 23.5 18 20 23.5 27 23.75 19
Plat
4 29 25.5 36 29 26.5 21 26.5 30.5 28 32.5 28.45 25
5 26 26 35.5 28 28.5 37.5 27.5 22.5 26.5 27.5 28.55 25
6 20.5 26.5 34.5 25 26 26.5 27 35.5 25.5 45 29.20 27

Hasil mutu beton didapat dari penarikan garis pada grafik antara rata – rata hasil rebound
dengan mutu beton.

Dari hasil pada tabel diatas didapatkan 6 hasil mutu beton berbeba pada setiap titik yang diuji
hammer yang jika diambil rata – ratanya menjadi MPa.

1.7 Lampiran

Gambar 2 Uji Hammer


UJI ULTRASONIC PULSE VELOCITY ( UPV )
1.1 Umum
Salah satu metode yang berkembang adalah penujian Ultrasonic Pulse Velocity (UPV).
Namun akurasi pembacaan UPV akan sangat bergantung pada banyak hal, terutama karena
metode ini menggunakan gelombang dan sangat mungkin mendapatkan ganggunan sinyal atau
noise dalam proses pembacaannya. Salah satu penyebab noise pada pembacaan UPV adalah
karena posisi tranducer yang tidak statis, sementara proses pengujian menggunakan tenaga
manusia yang sulit untuk bisa diam dalam kondisi statis dalam waktu lama, apalagi untuk
posisi-posisi yang tinggi dan sulit dijangkau oleh tangan.
Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) merupakan salah satu metode Non Destructive Test
dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang didasari pengukuran waktu tempuh
gelombang. Waktu tempuh gelombang dibaca oleh pengukur waktu pada UPV dan ditampilkan
dalam bentuk kecepatan gelombang. Dalam tes UPV ini dapat ditentukan berbagai macam
besaran seperti kepadatan dan keseragaraman beton.

1.2 Prinsip Pengukuran dengan UPV


Cara kerja UPV pada dasarnya mengirim getaran gelombang pada beton dan menerima
getaran untuk selanjutnya dihitung lama waktu tempuh perambatan getaran gelombang tersebut
(V.M Malhotra & N.J Carino, 2004). Kecepatan gelombang akan ditampilkan oleh alat uji UPV
berdasarkan waktu tempuh yang telah dihitung. Secara umum, hubungan kecepatan, waktu dan
jarak tempuh adalah

𝑣 = 𝑙/𝑡
Dengan:
v = kecepatan (m/s)
l = jarak tempuh (m)
t = waktu tempuh (s)

Penelitian terdahulu digunakan untuk referensi dalam penelitian ini, salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Whitehurst. Diketahui dari penelitian ini bahwa pengujian
efektif menggunakan metode UPV adalah ketika beton telah berusia lebih dari 3 hari, karena
kecepatan gelombang akan sangat dipengaruhi oleh kondisi beton. Diagram alir UPV dapat
dilihat dalam gambar dibawah ini.
1.3 Tampilan Alat UPV

Gambar 3 Tampilan alat UPV


Berikut merupakan penjelasan setiap menu yang ada di dalam alat tes UPV.

a. Tipe Semen : P untuk Semen Portland dan B untuk Semen Blast Furnace
b. Faktor koreksi untuk kelembaban atau factor lainnya
c. Nilai rebound yang telah di masukkan sebelumnya
d. Nomor pengukuran
e. Waktu transmisi dari gelombang suara antara transduser
f. Jarak antara transduser
g. Kecepatan gelombang
h. Kekuatan dari beton ( TICO – SCHMIDT )
i. Instruksi untuk pengoprasian.
Gambar 4 Tampilan Alat UPV
1. Distance
Jarak antara transducers harus di masukkan secara akurat dengan toleransi kurang lebih
1%
2. Rebound Value R
Nilai dari rebound dapat dideskripsikan menggunakan kombinasi nilai rebound dari
SCHMIDT hammer tipe N dan kecepatan gelombang. Hubungan matematis ini telah
diturunkan dari tes uji 700 benda uji. Perhitungan dari kekuatan beton dapat
dimunculkan ketika hasil pengukuran kecepatan gelombang diantara 3’900 m/s hingga
4’450 pada saat R 30. Ketika nilai tersebut tidak tercapai maka tidak dapat
menampilkan kekuatan beton.
3. Correction Factor
Kecepatan gelombang tidak hanya bergantung pada kualitas beton, namun ada factor
lain seperti suhu, letak dari tulangan, kesalahan orang dll. Pengaruh ini akan
didefinisikan sebagai factor koreksi.
4. Test No.
5. Basic Setups
6. Language
7. Crack Depth
8. Surface Velocity
9. Automatic Storing
10. Data Output

1.4 Pengukuran Uji Ultrasonic Pulse Velocity


• Menyiapkan permukaan beton
Permukaan beton harus dilapisi dengan stampad, dan harus bersih. Permukaan beton harus
benar-benar kering sehingga gelombang yang akan dibaca oleh alat memiliki akurasi yang
tinggi.
• Langkah pengunaan alat UPV
Beri stampad pada alat penghubung gelombang atau transducers, setelah itu tempelkan
pada permukaan yang telah diberi stampad pada 2 titik pada pelat beton.
• Tekan menu Start
Tekan menu start yang ada pada kumpulan tombol TICO. Setelah itu ditunggu hingga
kecepatan rambat gelombangnya terdefinisikan di alat. Jikalau tidak terdefinisikan maka ulang
kembali dengan menekan menu start kembali.
• Pindah ke objek berikutnya
Setelah selesai pindahkan pengujian pada titik uji berikutnya. Untuk pengujian yang telah
dilakukan adalah menguji 1 pelat dengan 2 titik uji yang berbeda dengan masing – masing titik
dilakukan 6 kali pengambilan data untuk mendapatkan hasil uji yang lebih konservatif.

1.5 Pengaruh Uji UPV terhadap beberapa kondisi


Metode pengujian ini berlaku untuk menilai keseragaman dan kualitas relatif dari beton,
untuk menunjukkan keberadaan void dan retakan, dan untuk mengevaluasi efektivitas
crackrepairs. Hal ini juga berlaku untuk menunjukkan perubahan dalam hubungan yang tepat
dari beton, dan dalam survei struktur, untuk memperkirakan kemerosotan atau kerusakan ini.
Ketika digunakan untuk memantau perubahan dalam kondisi dari waktu ke waktu, lokasi tes
harus ditandai pada struktur untuk memastikan bahwa tes diulang pada posisi yang sama.
• Derajad Kejenuhan
Tingkat kejenuhan beton mempengaruhi kecepatan gelombang, dan faktor ini harus
dipertimbangkan ketika mengevaluasi hasil tes. Selain itu, kecepatan gelombang dalam beton
jenuh kurang sensitif terhadap perubahan dalam kualitas relatifnya. Kecepatan gelombang
dalam beton jenuh dapat mencapai 5% lebih tinggi dari pada beton kering.
• Kemampuan Operator Alat UPV
Kecepatan gelombang tidak bergantung pada dimensi benda uji yang memberikan
pantulan gelombang dari batas tidak menyulitkan penentuan waktu kedatangan gelombang
yang ditransfer langsung. Dimensi terkecil benda uji harus melampaui panjang gelombang
getaran ultrasonic.
Keakuratan pengukuran tergantung pada kemampuan operator untuk menentukan secara
tepat jarak antara transduser dan peralatan untuk mengukur secara tepat waktu transit pulsa.
Kekuatan sinyal yang diterima dan waktu transit yang diukur dipengaruhi oleh kopling
transduser ke permukaan beton. Tekanan yang memadai harus diterapkan pada transduser
untuk memastikan waktu stabletransit. Kekuatan sinyal yang diterima juga dipengaruhi oleh
panjang jalur perjalanan dan oleh kehadiran dan tingkat cracking atau deteriorasi dalam beton
yang diuji.

1.6 Aplikasi Penerapan Hasil Uji


Tes empiris dan teori telah menunjukkan bahwa UPV secara langsung terkait dengan
kapasitas kekuatan dan kepadatan beton sehingga nantinya dapat didefinisikan beton telah atau
tidak mengalami retak. Berikut merupakan persyaratan apabila hasil UPV dapat digunakan
sebagai evaluator material beton bertulang :
1. Transduser untuk mengubah pulsa elektronik menjadi gelombang semburan energi
mekanik harus memiliki frekuensi resonansi dalam kisaran 20 hingga 100 kHz.
2. Alat uji yang tersedia saat ini membatasi panjang jalur hingga sekitar 50-mm minimum
dan maksimum 15-m, tergantung, sebagian, pada frekuensi dan intensitas dari sinyal
yang dihasilkan. Batas atas dari panjang lintasan sebagian bergantung pada kondisi
permukaan dan sebagian lagi pada karakteristik beton interior yang sedang diteliti.
Preamplifier pada transduser penerima dapat digunakan untuk meningkatkan panjang
jalur maksimum yang dapat diuji. Panjang jalur maksimum diperoleh dengan
menggunakan transduser frekuensi resonansi yang relatif rendah (20 hingga 30 kHz)
untuk mengurangi atenuasi sinyal dalam beton. (Frekuensi resonansi dari rakitan
transduser menentukan frekuensi kejengkelan dalam beton.) Untuk panjang jalur yang
lebih pendek di mana hilangnya sinyal bukan faktor yang mengatur, lebih baik
menggunakan frekuensi resonansi 50 kHz atau lebih tinggi untuk mencapai pengukuran
waktu transit yang lebih akurat dan lebih cepat. sensitivitas yang lebih besar.
3. Tegangan gelombang mempengaruhi output daya transduser dan penetrasi maksimum
gelombang tegangan longitudinal. Pulsa tegangan 500 hingga 1000 V telah berhasil
digunakan.
4. Transduser penerima harus serupa dengan transduser pemancar. Tegangan yang
dihasilkan oleh penerima harus diperkuat seperlunya untuk menghasilkan gelombang
pemicu ke sirkuit pengukur waktu. Penguat harus memiliki respon datar antara satu
setengah dan tiga kali frekuensi resonan dari transduser penerima.
5. Kualitas beton dalam hal kesatuan, insiden atau tidak adanya cacat internal, retak dan
segregasi, dll, menunjukkan tingkat pengerjaan yang digunakan; dengan demikian
dapat dinilai menggunakan pedoman yang diberikan dalam Tabel 2, yang telah
berevolusi untuk mengkarakterisasi kualitas beton dalam struktur dalam hal kecepatan
pulsa ultrasonik. ( IS 13311-1992 )

1.7 Hasil dan Kesimpulan


Berikut ini merupakan hasil pengujian yang telah dilakukan pada elemen struktur pelat.
UJI ULTRASONIC PULSE VELOCITY (UPV)
Jenis Tes : Non - Destructive
Tujuan : Mengetahui Kepadatan Beton
Standart : ASTM C805-85
Alat : Silver Schmidt Proceq
Dari hasil pada tabel diatas didapatkan bahwa rata-rata dari setiap lokasi pelat sebesar
1,17452 km/s dan 1,795422 km/m. Sehingga sesuai standart uji UPV yang diacu menyatakan
bahwa dengan hasil < 3 km/s, kondisi elemen struktur dari pelat kurang baik / diragukan
kelayakan betonnya menurut standart IS 13311-1992.

1.8 Lampiran
BAR LOCATOR
1.1 Umum

Pengujian ini bertujuan antara lain untuk mendeteksi tulangan dalam elemen beton, dan
juga ketebalan selimut beton (concrete cover). Seperti terlihat di gambar berikut, bentuknya
cukup kompak dan mudah dibawa atau ditenteng. Ada unit display (kotak besar merah, ada
judulnya ‘Profometer 5’) dan kotak di sampingnya adalah unit sensornya. Prinsip alat ini
adalah memanfaatkan medan elektromagnetik, yang mudah terpengaruh oleh adanya
metal/logam, dalam hal ini adalah berupa tulangan baja di dalam beton.

1.2 Prinsip Kerja

Prinsip kerja alat electromagnetic didasarkan pada pengukuran perubahan medan


magnet yang disebabkan oleh tulangan yang tertanam di dalam beton. Medan magnet
ditimbulkan oleh sistem muatan listrik dalam coil. Apabila terdapat tulangan dalam medan
magnetik tersebut, garis gaya medan magnet akan menyimpang. Penyimpangan ini
mengakibatkan perubahan tegangan yang dapat dibaca oleh alat pengukur. Alat terdiri dari
Prober (search head) yang berupa coil tunggal atau ganda, sebuah pengukur dan kabel
penghubung. Prober diletakkan pada permukaan beton dan pengukur menunjukkan respons
perubahan medan magnet secara analog atau digital. Instrumen ini bekerja pada frekuensi
1 kHz sehingga sangat peka terhadap keberadaan besi atau baja yang ada disekitarnya.
1.3 Tampilan Alat Profometer 5
1
2
3
4
5

6
7

9
10

1. Ukuran diameter tulangan terpasang


2. Batas jarak antar tulangan minimal
3. Nomor objek
4. Simbol untuk mengukur jarak
5. Tampilan bar penunjuk
6. Tampilan diameter terukur
7. Nilai sinyal menampilkan jarak antar tulangan
8. Tampilan dari nilai selimut beton rata rata
9. Notifikasi lampu layar
10. Tampilan dari ukuran tebal selimut beton
Berdasarkan British Standard BS 1881-204:1988 “Testing Concrete,
Recommendations on the use of electromacnetic covermeters” maka selimut beton
dibedakan menjadi Selimut beton sesungguhnya (C1) yang didefinisikan sebagai jarak
permukaan beton terluar sampai pada permukaan tulangan yang diamati. Tebal selimut
terbaca (Cm) menunjukkan tebal selimut yang terbaca oleh rebar locator. Pendekatan
pembacaan tebal selimut terhadap tebal selimut yang sesungguhnya dapat dilihat dalam
Gambar . Ketelitian pembacaan sangat tergantung bentuk penampang tulangan yang
digunakan.
1.4 Pengukuran dengan Profometer 5

• Menyiapkan Permukaan Beton


Permukaan beton tidak harus dilapisi dengan bahan apapun, dan pada permukaan harus
bersih dari kotoran yang kasat mata.
• Penggunaan Alat Profometer 5
Prober digerakkan searah dengan tulangan dan angka pada layar dibaca. Pembacaan
akan muncul secara digital ketika alat ini memberi respons audio, semakin teliti
pembacaan semakin keras bunyi yang dikeluarkan. Selimut beton ditentukan pada
pembacaan yang terkecil pada Gambar dengan sinyal audio tertinggi.

• Tahan dan Catat Hasil Pengujian


Setelah pembacaan yang stabil telah tercapai, maka catat hasil tersebut pada form yang
telah disediakan.
• Ganti Arah Geser Pengujian
Setelah selesai melakukan pengujian pada arah yang pertama lanjutkan dengan
menganti arah geser pada prober. Lakukan sama seperti sebelumnya

1.5 Faktor yang Mempengaruhi Ketelitian

Hasil pembacaan dari semua Rebar Locator sangat dipengaruhi komponen pembentuk
struktur yakni beton dan baja tulangan. Kecuali itu pengaruh cuaca, kehandalan operator,
getaran dan adanya elemen besi lainnya didalam beton dapat mempengaruhi hasil
pengukuran.
Beton salah satu faktor utama adalah agregat pembentuk beton. Apabila digunakan
pasir besi maka pembacaan dengan Rebar Locator akan menyimpang. Ketidak halusan
permukaan dapat memberikan gambaran yang kurang tepat, karena Rebar Locator hanya
dapat mengukur jarak antara permukaan beton terluar sampai pada tulangan. Dengan
demikian lapisan penutup, coating, waterproofing serta penggunaan additive pada
pembuatan beton harus diketahui.
Tulangan setiap alat mempunyai jangkauan ketelitian yang sangat tergantung dari
medan magnetik yang dihasilkan coil. Dengan demikian jenis besi tulangan dapat
mempengaruhi pula kuat lemahnya medan magnet yang dihasilkan. Faktor lain adalah
penampang tulangan. Seperti telah tampak terdahulu, Rebar Locator hanya sangat teliti
untuk besi polos, apabila tulangan berulir atau berbentuk kotak pembacaan merupakan hasil
pendekatan. Efek lain adalah adanya tulangan yang terpasang dalam lebih dari satu baris.
Apabila pada sebuah elemen balok atau kolom digunakan tulangan rangkap yang terletak
berimpit pada bidang gerak Prober, maka kedua lapis tulangan tersebut akan saling
mempengaruhi pembacaan.

1.6 Hasil Pengukuran


Berikut merupakan hasil pengukuran Bar Locator menggunakan alat Profometer 5
Rebar Detector Tebal Selimut
Gambar
No. dx (mm) dy (mm) No. x (mm) y (mm)
1 135 145 1 46 34
2 140 150 2 42 35
3 140 150 3 43 35
4 135 150 4 40 35
5 145 5 33
6 145 6 36
Rata² 137.5 147.5 Rata² 42.75 34.6667

1.7 Kesimpulan

Dari hasil pengukuran diatas didapatkan hasil untuk jarak antar tulangan rata - rata pada
arah x sebesar 137.5 mm dan arah y sebesar 147.5 mm. Hasil dari tebal selimut rata – rata
pada arah x sebesar 42.75 mm dan arah y sebesar 34.67 mm.

1.8 Lampiran
UJI HALF-CELL POTENSIAL
1.1.Umum

Uji half-cell potential ini adalah salah satu metode pengujian yang tidak merusak beton
(Non-Destructive Testing, NDT). Tujuan Uji half-cell potential adalah untuk mengetahui
aktivitas korosi tulangan dalam beton. Half-cell sendiri adalah sebuah struktur kimia yang
mengandung elektroda konduktif dan elektrolit konduktif disekitarnya yang dipisahkan
oleh Helmholtz double layer secara alami. Reaksi kimia dalam lapisan ini memompa muatan
listrik antara elektroda dan elektrolit, menghasilkan perbedaan potensial antara elektroda
dan elektrolit.

Pengukuran perbedaan nilai half-cell potential ini menggunakan rod elektrode


Cu/CuSO4 yang mana terdiri dari batang tembaga yang direndam dalam campuran
tembaga sulfat jenuh yang menjadikannya memiliki nilai potensial diketahui yang konstan
dan dihubungkan dengan profometer untuk mendapatkan nilai half-cell potential.

1.2.Prinsip Pengukuran Half-Cell Potential

Pengukuran dengan metode half-cell potential adalah mengukur nilai potensial


terjadinya korosi yang terjadi pada permukaan beton dengan rod electrode dan
dihubungkan dengan nilai half-cell potential baja didalam beton dengan sebuah
profometer.
Half-cell potential ini dapat atau tidak dapat dijadikan indikasi laju korosi, namun
memiliki peran dalam mengtahui kandungan kimia dalam lingkungan elektroda yang
ditinjau, seperti tingginya tingkat klorida dapat mereduksi konsentrasi ferrous ion pada
anoda baja tulangan, sehingga menyebabkan nilai negatif potensial yang lebih banyak.
Selain itu pengujian half-cell potential ini diusahakan untuk tidak digunakan dalam
mengamati objek yang terendam dalam air karena hasil yang didapat akan lebih kompleks
dan memerlukan bantuan ahli korosi dalam pengintrepetasian datanya.
Menurut RILEM TC 154-EMC nilai bacaan half-cell potential baja tulangan dalam
beton yang diukur dengan Cu/CuSO4 dapat dikorelasikan sebagai berikut,
- Beton terendam air tanpa O2 -1000 sampai -900 mV
- Beton basah, terkontaminasi klorida -600 sampai -400 mV
- Beton basah, tidak terkontaminasi klorida -200 sampai +100 mV
- Beton basah, terkarbonasi -400 sampai +100 mV
- Beton kering, terkarbonasi 0 sampai +200 mV
- Beton kering, tidak terkarbonasi 0 sampai +200 mV

Sedangkan menurut International Atomic Agency nilai bacaan half-cell potential baja
tulangan dalam beton yang diukur dengan Cu/CuSO4 dapat dikorelasikan sebagai berikut,
Potential difference levels (mV) Peluang tulangan terjadi korosi

Kurang dari -500 Bukti terlihat akan korosi

-350 sampai -500 95%

-200 sampai -350 50%

Lebih dari -200 5%

Pengukuran dengan metode half-cell potential ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kelembaban, temperatur, tebal selimut beton, dan kandungan oksigen
dalam beton yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Kelembaban : Kelembaban dapat menyebabkan pengukuran potensial memberikan
lebih banyak nilai negatif.
2. Temperatur : Temperatur dapat mempengaruhi pengukuran jika suhu berada dibawah
titik beku karena dapat menimbulkan pembacaan yang salah.
3. Tebal selimut beton : Tebal selimut beton dapat mempengaruhi bacaan karena jika
semakin tebal decking beton dapat memberikan lebih banyak hasil positif begitu juga
sebaliknya. Sehingga disarankan untuk mengukur tebal selimut beton terlebih dahulu
sebelum melakukan uji half-cell potential
4. Kandungan oksigen dalam beton : Kandungan oksigen dalam beton ini memiliki
pengaruh semakin berkurangnya oxygen dan meningkatnya nilai PH dapat mengasilkan
lebih banyak nilai negatif dan sebaliknya.

1.3.Tampilan Alat Half Cell Potential

1. Tampilan bagian-bagian alat

Keterangan :
a. Rod electrode
b. Profometer
c. Ground Cable

2. Tampilan interface alat

d f c b

e
Keterangan :
a. Kursor yang menunjukkan lokasi pengukuran selanjutnya.
b. Tanda panah yang menunjukkan ke arah mana kursor akan bergerak. Tanda panah
ini dapat diubah menyesuaikan arah pengukuran dengan menekan tombol panah.
c. Nilai bacaan.
d. Nomor objek yang diukur.
e. Jarak dalam meter, misal akan menunjukkan angka 10 jika alat telah bergerak 10m
ke arah x.
f. Indikator, yaitu mengubah mode dari alat dengan menekan tombol MENU.
Indikator Probe type Indication

r Rod Electrode XY-grid

R Rod Electrode Coarse grid

* Wheel Electrode Pembacaan akan otomatis di overwrite

- Wheel Electrode Pembacaan tidak akan di overwrite

1.4.Langkah Pengujian Half Cell Potential

1. Tancapkan ground cable pada tulangan yang sudah terekspos.


2. Cek pengukuran, alat harus menunjukkan angka mendekati nol atau biasanya ±20mV
jika benar dapat dilanjutkan.
3. Bersihkan permukaan beton yang terdapat debu.
4. Buat grid atau titik-titik pengukuran pada permukaan beton yang pada praktikum ini
sebanyak 25 titik dengan jarak antara 15 cm.
5. Basahi titik yang akan diuji dengan cairan sabun.
6. Basahi foam rubber pada rod electrode dengan air sabun dan tekan perlahan ke
permukaan titik yang sudah dibasahi dengan cairan sabun.
7. Baca nilai yang tercantum pada layar alat, tulis pada form penilaian.
8. Ulangi langkah 6-8 hingga semua titik telah terbaca, tekan END.

1.5.Hasil dan Kesimpulan

1. Hasil
Standart yang digunakan : ASTM C-876-91
Alat yang digunakan : Profometer 5+ dari Proceq
Pembacaan
No Element Lokasi Ket
mV
-21 -50 -24 25 -30
-31 -31 -29 -28 -29
1 103 -31 40 -45 -32 -33
-29 -27 -50 -42 -42
28 20 -27 24 -21
Rata-rata = -20.6 mV

2. Kesimpulan
Nilai -20.6 mV jika dikorelasikan dengan standart RILEM TC 154-EMC dan
International Atomic Agency maka benda uji termasuk Beton basah, tidak
terkontaminasi klorida namun terkarbonasi dengan potensi terjadinya korosi
sebesar 5%.
1.6.Lampiran
Uji Resistivity
1.9 Umum
Uji resistivity ini bertujuan untuk mengetahui tingkat korosi tulangan dalam beton. Metode
pengujian ini tidak merusak beton (Non-Destructive Testing, NDT). Alat uji yang digunakan
ialah Resipod.

Resipod merupakan batang uji Webber 4-titik yang terpadu sepenuhnya dan didesain untuk
mengukur ketahanan listrik pada beton dalam suatu pengujian yang benar-benar tanpa merusak
beton sendiri. Batang uji tersebut merupakan instrumen yang paling akurat, dan stabil serta
dikemas dalam casing yang tahan air dan kokoh serta dirancang untuk beroperasi di lokasi
lingkungan yang sesuai dengan tuntutan. Pengukuran ketahanan permukaan memberikan
informasi yang sangat berguna tentang struktur beton. Bukan saja telah terbukti bahwa
ketahanan permukaan berhubungan langsung dengan kemungkinan korosi dan laju korosi.

1.10 Prinsip Pengukuran dengan Resipod


Resipod ini dirancang untuk mengukur tahanan listrik pada beton. Arus tersebut ditetapkan
ke dua probe luar dan perbedaan potensial diukur antara dua probe dalam. Arus tersebut dibawa
oleh ion-ion yang terkandung dalam cairan pori. Untuk hasil dari uji resistivitas ini tergantung
pada jarak dari antar probe.

Resistivity, ρ = 2.π.a.V/l [kΩ.cm]


Karena sifat beton yang tidak homogen, jarak probe yang lebih panjang lebih konservatif
karena memungkinkan aliran arus pengukuran yang lebih homogen. Namun, ini biasanya harus
diimbangi dengan kebutuhan untuk menghindari pengaruh baja tulangan. Maka jarak 50 mm
biasanya dianggap sebagai kompromi yang baik dan mendekati kebenaran. Kedua unit ini
beroperasi dengan arus bolak-balik 40 Hz yang dihasilkan secara digital pada maksimal 38 V.

1.11 Tampilan Alat Resipod

1. Measured Resistivity
Resolusi layar yang ditampilkan tergantung pada resitivitas terukut dan arus nominal
yang mengalir.
2. Battery Status
3. Range Indication
4. Current Indication 20%, 40%, 60%, 80%, 100%
5. Indication of scaled reading
Dalam hal ini, resistivitas yang ditampilkan adalah nilai yang dihitung (tegangan yang melalui
probe dalam diabgi dengan arus yang dirasakan dlam probe luar), dan pembacaan ini
dibulatkan ke (kΩcm) terdekat.
1.12 Pengukuran Uji Resistivitas dengan Resipod
• Menyiapkan permukaan beton
Permukaan beton tidak harus dilapisi dengan isolasi elektrik, dan harus bersih. Kotak rebar
di bawah permukaan harus ditandai dengan bantuan alat pencari tulangan (rebar) seperti bar
locator (profometer). Jika permukaan beton benar-benar kering maka tidak mungkin membuat
pengukuran arus dibawa oleh ion dalam cairan pori. Oleh karena itu diperlukan air untuk
membasahi permukaan beton tersebut.
• Langkah pengunaan alat resipod
Hubungan kontak yang baik antara alat dengan permukaan beton adalah faktor yang paling
penting untuk mendapatkan pengukuran yang dapat diandalkan. Sebelumnya celupkan ujung
alat (ujung probe) kedalam air beberapa kali sebelum melakkan pengukuran. Lalu taruh alat
resipod tersebut keata permukaan beton yang akan diuji, dan tekan resipod dengan kuat hingga
ujung probe (ujung karet) diam sejenak pada permukaan beton hingga besaran angka restivitas
muncul pada bagian layar alat resipod.

• Tahan dan simpan hasil pengujian


Setelah pembacaan yang stabil telah tercapai, maka catat hasil tersebut pada form yang
telah disediakan. Ataupun dengan menyimpan secara otomatis pada alat tersebut dengan
menekan tombol di sisi resipod.

• Pindah ke objek berikutnya


Setelah selesai pindahkan pengujian pada titik uji berikutnya. Untuk pengujian yang kami
lakukan adalah setiap 1 lokasi pengujian kami menguji 5 titik uji yang berbeda untuk
mendapatkan hasil uji yang lebih konservatif.

1.13 Pengaruh Uji Resistivity terhadap beberapa kondisi


• Pengaruh Rebar (tulangan)
Keberadaan rebar menganggu pengukuran resistivitas listrik karena alat tersebut harus
melakukan arus yang lebih jauh daripada beton disekitarnya. Ini terutama terjadi ketika
kedalaman penutup (cover beton) kurang dari 30mm. Sebisa mungkin saat melakukan
pengujian, titik yang dilakukan pengujian tidak berada diatas tulangan sehingga probe tidak
langsung berada pas diatas tulangan. Orientasi pengukuran yang direkomendasikan ditentukan
oleh jarak dari tulangan dibandingkan dengan jarak probe.

Orientasi optimal adalah mengukur secara diagonal ke tulangan seperti yang ditunjukkan. Ini
dimungkinkan jika rentang probe kurang dari jarak grid rebar.
− Untuk Resipod 38 mm, rentang probe adalah 38x3 = 114 mm (4,5 ")
− Untuk Resipod 50 mm, rentang probe adalah 50x3 = 150 mm (5.9 ")
Jika jarak rebar sangat dekat sehingga tidak dapat dihindari, pengaruh baja dapat diminimalkan
dengan mengukur tegak lurus terhadap tulangan seperti yang ditunjukkan. RILEM TC154-
EMC: TEKNIK ELEKTROKIMIA UNTUK MENGUKUR KOROSI LOGAM
merekomendasikan membuat 5 pembacaan dari lokasi yang sama, menggerakkan probe
beberapa mm di antara setiap pengukuran dan mengambil median dari 5 nilai.

• Pengaruh ukuran agregat beton


Seperti yang dijelaskan bahwa, arus mengalir dalam cairan pori dari beton. Idealnya jarak antar
probe harus lebih besar dari ukuran agregat maksimum karena material agregat biasanya non-
konduktif. Probe jarak variabel yang disediakan dengan Resipod Geometric harus digunakan
untuk ukuran agregat yang lebih besar dari jarak probe standar.

• Pengaruh temperatur suhu


Suhu beton harus diukur dan dicatat dengan pengukuran resistivitas. Resistivitas menurun
seiring meningkatnya suhu. Nilai referensi untuk pengukuran resistivitas biasanya dikutip
untuk 20 ° C (68 ° F). Studi empiris menunjukkan bahwa peningkatan suhu satu derajat dapat
mengurangi resistivitas sebesar 3% untuk beton jenuh dan 5% untuk beton kering.

• Pengaruh kadar air


Kadar air yang lebih tinggi menurunkan resistivitas. Ini bisa karena kejenuhan atau karena
perubahan rasio air / semen.

• Pengaruh karbonasi
Beton karbonat memiliki resistivitas yang lebih tinggi daripada beton tanpa karbonasi, namun
dengan memberikan kedalaman lapisan berkarbonasi secara signifikan lebih kecil dari jarak
probe, efek dari lapisan ini kecil. Akibatnya jika lapisan berkarbon tebal, mungkin perlu untuk
meningkatkan jarak probe untuk mendapatkan hasil yang baik.
1.14 Aplikasi Penerapan Hasil Uji

Tes empiris dan teori telah menunjukkan bahwa resistivitas secara langsung terkait dengan
kemungkinan korosi karena difusi klorida dan laju korosi setelah depassivasi baja telah terjadi.

• Perkiraan Kemungkinan Korosi


Pengukuran resistivitas dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan korosi. Ketika
resistivitas listrik (ρ) dari beton rendah, kemungkinan korosi meningkat. Ketika resistivitas
listrik tinggi (misalnya dalam kasus beton kering dan berkarbon), kemungkinan korosi
menurun. Tes empiris telah tiba pada nilai-nilai khas berikut untuk resistivitas terukur yang
dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan korosi. Angka-angka ini adalah untuk
Ordinary Portland Cement pada 20 ° C.
▪ Ketika ≥ 100 kΩcm Resiko korosi dapat diabaikan
▪ Ketika = 50 sampai 100 kΩcm Resiko korosi rendah
▪ Ketika = 10 sampai 50 kΩcm Resiko korosi sedang
▪ Ketika ≤ 10 kΩcm Resiko korosi tinggi

• Indikasi Laju Korosi


Interpretasi berikut pengukuran resistivitas dari sistem empat-probe Wenner telah dikutip
ketika mengacu pada baja depassivated (Langford dan Broomfield, 1987).
▪ 20 kΩcm Tingkat korosi rendah
▪ 10 – 20 kΩcm Tingkat korosi rendah hingga sedang
▪ 5 – 10 kΩcm Tingkat korosi tinggi
▪ < 5 kΩcm Tingkat korosi sangat tinggi

1.15 Hasil dan Kesimpulan


Berikut ini merupakan hasil pengujian yang telah kami lakukan pada elemen struktur pelat.
Elemen Bacaan Resistivity (kΩcm) Rata-Rata
No Lokasi
Struktur 1 2 3 4 5 6 (kΩcm)
1. Pelat Ujung Kiri Bawah 5,7 6,2 5,9 6,3 6,6 6,5 6,2
2. Pelat Ujung Tengah Bawah 6,0 7,0 4,2 6,3 7,6 7,7 6,5
3. Pelat Ujung Tengah Atas 7,1 6,9 6,9 6,6 6,5 7,2 6,9

Dari hasil pada tabel diatas didapatkan bahwa rata-rata dari setiap lokasi pelat sebesar
6,2 kΩcm; 6,5 kΩcm; 6,9 kΩcm. Sehingga sesuai standart uji resistivitas yang diacu
menyatakan bahwa dengan hasil < 10 kΩcm, kondisi elemen struktur dari pelat tersebut
mengalami korosi dengan tingkat yang tinggi dengan laju korosi yang tinggi pula.
1.16 Lampiran
CORE DRILL
A. Deskripsi Praktikum

Core Drill merupakan salah satu metode asesmen kategori destructive test, yang berarti
pengujian material dengan cara merusak sebagian dari material tersebut. Core Drill
merupakan cara pengambilan sampel silinder dari elemen struktur (misal : kolom, balok,
pelat) yang selanjutnya sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
pengetesan, seperti identifikasi elemen, tes tekan, karbonasi, dan tes tarik.

Tujuan dari praktikum ini adalah;


1. Untuk pengambilan sampel elemen struktur
2. Untuk identifikasi elemen struktur (misal : tebal decking, diameter tulangan, dll)
3. Untuk pengetesan lanjut di laboratorium (misal : karbonasi, tes tekan, tes tarik, dsb)

B. Alat, Bahan dan Benda Uji

Alat, bahan dan benda uji yang digunakan dalam tes Core Drill adalah;
1. Alat
a) Marker titik untuk Core Drill (misal : crayon/spidol/spray-cat/dsb)
b) Satu set alat Core Drill Machine ZIZ-180 (beserta pompa air dan selangnya)
c) Ember minimal 2 (dua) buah
d) Kabel Olor sepanjang jarak stop kontak dengan elemen yang hendak di Core Drill
e) Kunci pas, tang, atau kunci inggris
f) Betel
g) Palu
h) Kawat sekitar 40 cm
2. Bahan
a) Air secukupnya
b) Bahan penutup bekas Core Drill berupa Sika Grout 215
c) Mur, baut, dan selongsong silinder
3. Benda uji
Benda uji yang digunakan adalah pelat jenis C dengan ketebalan 15 cm

C. Metode Praktikum
Metode pelaksaaan tes asesmen Core Drill yang dilakukan adalah;
1. Siapkan alat yang hendak dipakai. Pastikan mesin Core Drill, kabel olor, dan pompa air
siap digunakan.
2. Siapkan air dalam ember untuk keperluan Core Drill. Dan selalu siap untuk di isi ulang
apabila air dalam ember sudah tersisa sedikit.
3. Tentukan titik dimana dilakukan Core Drill dengan alat marker yang dibawa. Pastikan
titik Core Drill;
a) untuk pelat, sampel jangan sampai terjatuh hancur atau hilang
b) untuk kolom, pada jarak dimana terjadi gaya momen mendekati 0
c) untuk balok, pada daerah dimana memiliki gaya geser kecil dan Core Drill
menghindari tulangan tarik
Dikarenakan benda uji berupa pelat, maka benda uji diusahakan tidak terjatuh.
4. Kunci mesin Core Drill di dekat titik coring, agar mesin tidak bergerak saat coring.
Penguncian menggunakan mur, baut, dan selongsong silinder, dengan alat bantu kunci
pas, tang, atau kunci inggris.
5. Pastikan mesin Core Drill telah terkunci rapat pada posisinya
6. Nyalakan mesin Core Drill dan pompa airnya.
7. Lakukan coring sampai pada kedalaman yang ditentukan.
8. Setelah coring mencapai kedalaman yang dilakukan, ambil benda uji silinder coring
dengan kawat, dengan cara memutarkan kawat pada silinder tersebut lalu
mengangkatnya. Bila masih kesusahan dalam pengambilan silinder, maka diperlukan
alat bantu betel dan palu.
9. Apabila benda uji silinder telah keluar dari elemen struktur yang ditinjau, maka benda
uji siap dibawa ke laboratorium
10. Lakukan penambalan lubang bekas coring dengan Sika Grout 215. Untuk yang
menambal sisa coring atau pelaksanaan grouting dilakukan oleh aplikator Sika.

D. Hasil Praktikum

Dari pelaksanaan praktikum Core Drill, hasil hasil yang didapat adalah;

30 cm
C1

C2
30 cm

1. Benda uji silinder yang didapat ada dua, yakni benda uji C1 dan benda uji C2. Letak
titik coring sesuai pada gambar diatas.

2. Hasil dari identifikasi benda uji adalah sebagai beriku


C1 C2
Tebal Selimut : 25 mm Tebal Selimut : 28 mm
Diameter tulangan : 10 mm Diameter tulangan : 10 mm
Diameter Silinder : 100 mm Diameter silinder : 110 mm
Tinggi silinder : 156 mm Tinggi silinder : 155 mm
UJI TEKAN

1. Deskripsi Umun
Tes uji tekan merupakan sebuah pengujian pada beton (bisa silinder maupun
kubus) dengan cara pembebanan vertikal pada benda uji, dibebani sampai kondisi pada
kondisi maksimum layan beban yang dipikul. Benda uji diletakkan pada alat uji tekan, lalu
diberi pembebanan sampai mencapai keruntuhan.
Khusus pada praktikum tes uji tekan ini, benda uji berupa silinder berukuran 100 x
150 mm dari hasil praktikum coredrill sebelumnya. Namun dalam uji tes tekan ini, (fc’)
yang dihasilkan tidak bisa langsung dipakai, melainkan harus dikalikan dengan beberapa
faktor pengali, yakni faktor C0, C1, dan C2.
C0 dihasilkan dari arah coredrill/pengambilan benda uji dari struktur elemen,
apakah horizontal dari tinggi elemen atau vertikal dari tinggi elemen. C1 dihasilkan dari
perbandingan tinggi benda uji (L) dengan diameter benda uji (Ф). Dan C2 dari hasil rumus
yang berdasarkan diameter tulangan (d) dan tinggi decking yang terkecil (h) Berikut adalah
rumus dari C2

Rumus ini digunakan apabila tulangan yang tegak lurus dari sumbu benda uji ada
satu buah.

Rumus ini digunakan apabila tulangan yang tegak lurus dari sumbu benda uji ada
dua buah. Dengan notasi:

d = diameter tulangan benda uji (mm)


h = decking terkecil dari benda uji (mm)
Ф = diameter rata rata benda uji (mm)
L = tinggi benda uji (mm)

Tujuan Praktikum ini adalah untuk mengetahui kapasitas layan beban pada uji
silinder, yang dimana akan dikonversikan menjadi kapasitas layan beban struktur elemen.

2. Alat dan Bahan


Alat, bahan, dan benda uji yang digunakan dalam praktikum tes uji tekan adalah;
1. Alat
a) Mesin uji tekan beton
b) Kompor elektrik
c) Panci (untuk tempat belerang yang digunakan capping)
d) Sendok besar untuk belerang cair
e) Tempat untuk meng-capping beton
2. Bahan
a) Belerang secukupnya
3. Benda uji
a) Benda uji silinder hasil coredrill, C1, dengan spesifikasi
- Tinggi = 156 mm
- Diameter = 100 mm
- Decking = 25 mm
- D. tulang. = 8 mm
b) Benda uji silinder hasil coredrill, C2, dengan spesifikasi
- Tinggi = 155 mm
- Diameter = 110 mm
- Decking = 28 mm
- D. tulang. = 8 mm

3. Metode
Metode pelaksanaan praktikum tes uji tekan yang dilakukan adalah;
1. Siapkan alat, bahan, dan benda uji yang mau digunakan. Pastikan semuanya tidak rusak
dan bisa digunakan.
2. Taruh belerang pada panic, panaskan dengan kompor elektrik sampai belerang cair.
3. Belerang cair tersebut gunakan untuk capping permukaan (atas dan bawah) benda uji,
hal ini bertujuan untuk meratakan permukaan benda uji yang berefek pada perataan
beban yang diterima. Taruh benda uji pada tempat untuk meng-capping benda uji,
tuangkan belerang cair dengan sendok besar, lalu tunggu hingga dingin/kering.
4. Setelah benda uji ter-capping, taruh benda uji pada mesin uji tekan beton. Lalu mesin
dijalankan untuk menguji kuat tekan beton.
5. Baca dial yang dikeluarkan oleh mesin. Dial yang dikeluarkan oleh mesin uji tekan
beton praktikum lalu adalan ton
6. Catat kuat tekan yang terjadi, hancurkan beton untuk menapatkan tulangan dari benda
uji tersebut.
7. Ulangi langkah – langkah 1 sampai 6 untuk benda uji selanjutnya.

4. Hasil dan Kesimpulan


Beberapa hasil dari tes uji tekan pada benda uji C1 dan C2, dihasilkan kuat tekan
3,8 dan 4,5 ton. Namun kuat tekan tersebut tidak bisa langsung dipakai, karena harus
dikali dengan faktor pengali C0, C1, dan C2. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut;

dengan notasi;
f’c = kuat tekan beton dari tes uji tekan (ton/mm2)
f’cc = kuat tekan beton dari hasil tes uji dengan dengan faktor pengali
C0 = factor pengali dari hasil arah pengambilan benda uji
C1 = factor pengali dari hasil perbandingan diameter benda uji dan tinggi benda uji
C2 = factor pengali dari hasil perhitungan yang berdasarkan tulangan dan decking

Penentuan dari C0 berdasarkan tabel berikut. Tabel dibawah ini menyatakan


bahwa, hasil dari C0 adalah 0,92, karena arah pengambilan benda uji sejajar dengan
tinggi struktur elemen yang ditinjau.
Penentuan dari C1 berdasarkan table berikut;

Perbandingan antara tinggi benda uji (L) dan diameter benda uji (Ф) adalah 1,56
dan 1,41. Dan dikarenakan di dalam tabel tersebut tidak disebutkan berapa nilai C1,
maka diperlukan interpolasi nilai, sehingga mendapatkan nilai C1 0,961 dan 0,946.
Untuk penentuan dari C2, dikarenakan tulangan yang tegak lurus dengan sumbu
benda uji adalah dua batang, maka dihitung dengan rumus;

Dengan nilai (d) = 8 mm, nilai (h) = 25 mm dan 28 mm, (Ф) = 100 mm dan 110
mm, nilai (l) = 156 mm dan 155 mm. Dari nilai – nilai tersebut maka didapat hasil 1,04
Dari hasil C0, C1, dan C2, maka dilakukan analisa seperti berikut;

Dari hasil analisa diatas, didapati hasil (f’cc) = 1,99 MPa


UJI TARIK

1. Deskripsi Umum

Uji Tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan.
Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi
terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat
eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang
tinggi (highly stiff).
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu
bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang
lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar. Kurva ini menunjukkan
hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam
desain yang memakai bahan tersebut.

Uji tarik bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
bahan logam, informasi yang akan diperoleh antara lain :
a. Tegangan Luluh (Yield Strength),
b. Tegangan Tarik Maksimum,
c. Kekuatan Patah (Fracture Strength),
d. Elongasi,
e. Modulus Elastisitas.

2. Alat dan Bahan

Untuk melaksanakan uji tarik, digunakan mesin uji tarik berjenis mesin Universal
Testing Machine (UTM). Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam paraktikum uji
tarik yang telah dilaksanakan, meliputi :
a. Mesin UTM dan komputer
b. Jangka sorong
c. Palu dan batang besi dengan ujung lancip
d. Gergaji besi
e. Komputer
f. Buku dan alat tulis

3. Metode

Berikut ini adalah langkah-langkah praktikum yang dilakukan :


a. Potong tulangan yang akan diuji sesuai ukuran yang sudah ditetapkan dengan gergaji.
b. Tandai tulangan dengan tipex (penghapus pulpen) setiap.
c. Lubangi tulangan yang sudah ditandai dengan batang besi dengan ujung lancip.
d. Timbang tulangan yang akan diuji.
e. Lalu pasangan tulangan pada mesin UTM.
f. Pompa tuas hidrolik pada mesin UTM untuk mengunci tulangan pada mesin.
g. Nyalakan komputer dan buka program yang digunakan.
h. Masukan data berat dan luas tulangan pada program di komputer.
i. Tekan tombol start pada mesin UTM dan amati grafik pada program di komputer.
j. Tunggu sampai tulangan yang diuji putus.
k. Setelah itu matikan mesin UTM dan ambil tulangan yang putus.
l. Ukur pertambahan panjang antara lubang titik-titik pada tulangan.

4. Hasil dan Kesimpulan


a. Hasil

Fu Fy
Luas Pu (kN) Py (kN) Δ (mm) E (%)
(N/mm2) (N/mm2)
54.11 38 27 702.27 498.98 15.8 24.69
Tanggal Kode Bentuk
Mesin Uji Penguji To (mm) D (mm)
Pengujian Samle Sample
25-10-18 UTM Suwandi 1 Polos Ø 8 64 8.3
Modulus Elastisitas (E)
Diketahui : P = 38 kN = 3800 kg
Ao = 54.11 mm2
L = 79.8 mm
ΔL = 15.85
𝑃 𝐿
𝐸= = 353.57 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
𝐴 ∆𝐿
b. Kesimpulan
− Standar pengujian yang baik benar, adalah praktikum percobaan yang mengikuti
peraturan umum yang berlaku. Mulai dari standar K3 yang harus diperhatikan dan
diaplikasikan, hingga tahapan percobaan uji tarik.
− Dalam uji tarik yang telah dilaksanakan, ada beberapa besaran yang didapat. Meliputi
: Tegangan Luluh (Yield Strength), Tegangan Tarik Maksimum, Kekuatan Patah
(Fracture Strength), Elongasi, Modulus Elastisitas.
− Besaran berupa data diatas tidak dapat secara langsung diukur oleh mesin, ada beberapa
besaran yang perlu dihitung secara manual.
− Didalam proses uji tarik, terjadi peristiwa “necking”, dimana terjadinya pengecilan
diameter spesimen hingga akhirnya putus.

Lampiran
KAPASITAS PIKUL MOMEN PELAT

Momen Kapasitas Plat

Diketahui :
fc' = 2 Mpa
fy = 498,98 Mpa
b= 1000 mm
h= 150 mm
d' = 35 mm
Ø tul = 8 mm
S lx = 147,5 mm
Plat
S ly = 137,5 mm

dy dx h

lx ly

Ditanya :
Berapa momen kapasitas Mlx dan Mly ?

Dijawab :
Mlx (tinjau setiap 1000 mm)
As Ø tul = 50,265 mm2
As = 340,7829 mm2
dx = 115 mm

= 125,0323

= 11,156 kN.m

Mly (tinjau setiap 1000 mm)


As Ø tul = 50,265 mm2
As = 365,5671 mm2
dy = 111 mm
= 134,1255

= 10,018 kN.m

Anda mungkin juga menyukai