Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MENGUPAS KISAH WANITA TUNA SUSILA YANG BERADA

DI PANTI PELAYANAN SOSIAL WANITA WANODYATAMA

Disusun oleh:

Carissa Dara Ninggar (K8418019)

Egi Hayu Sejati (K8418032)

Ikhlasul Amal (K8418043)

Kristiwi Fara Calista (K8418048)

Yogi Yulianto (K8418075)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-
Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah dengan judul “ Mengupas Wanita Tuna
Susila Yang Berada di Panti Pelayanan Sosial Wanodyatama” ini dengan baik tepat pada
waktunya.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen mata kuliah antropologi yang
telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang
telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah
ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih terdapat
banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada perkembangan waktu yang kita alami, penyimpangan sosial ternyata menjadi
semakin marak dan beragam. Dari banyaknya penyimpangan sosial yang ada, yang termasuk
paling memprihatinkan adalah masalah mengenai penyimpangan wanita yang banyak menjadi
wanita tuna susila. Pembahasan mengenai wanita tuna susila sempat menjadi hal yang tabu
untuk dibicarakan dimasyarakat. Namun pada saat ini, pembicaraan tentang wanita tuna susila
sangatlah menarik karena beragamnya latar belakang yang mereka miliki.

Seperti yang kita ketahui, wanita tuna susila merupakan seorang wanita yang melakukan
perbuatan menyimpang dan melanggar norma dalam suatu masyarakat. Banyak wanita yang
secara terpaksa maupun dengan keinginannya sendiri melakukan penyimpangan dengan
menjadi pekerja seks komersial, pengamen, pengemis, maupun anak jalanan. Masyarakat
umum kebanyakan menganggap wanita tuna susila hanya disudutkan kepeda pekerja seks
komersial saja, padahal seorang wanita yang menjadi pengamen, pengemis, maupun anak
jalanan juga merupakan wanita susila karena mereka biasanya melakukan sex bebas dalam
pergaulannya.
Fenomena wanita tuna susila yang sudah merajarela di Indonesia terkhusus di daerah
Jawa Tengah yang sedang kita bahas. Tidak dari sedikit mereka yang beralasan karena mereka
memiliki masalah ekonomi untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, karena terpaksa, karena
memiliki pendidikan yang rendah , karena masalah keluarga ataupun karena ingin coba – coba.
Walaupun mereka tahu akibat dari perbuatan mereka tetapi tidak membuat mereka jera dan
takut akan akibat yang mereka dapatkan dari pekerjaan itu.

Dari uraian diatas, maka kami sebagai peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti dan
selanjutnya dituangkan dalam bentuk makalah yang berjudul : Mengupas Kisah Wanita Tuna
Susila Yang Berada Di Panti Pelayanan Sosial Wanita Wanodyatama.
Rumusan masalah :

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Apa sajakah bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan wanita tuna susila?


2. Mengapa wanita tuna susila melakukan penyimpangan sosial?
3. Bagaimana solusi yang diberikan terhadap wanita tuna susila?
a. Tujuan penellitian :
Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yang diharapkan, adapun tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk megetahui, mengkaji dan menganalisis bentuk penyimpangan yang dilakukan wanita tuna
susila.
2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis wanita tuna susila melakukan penyimpangan
sosial.
3. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis solusi yang diberikan terhadap wanita tuna
susila.
Metodologi Penelitian:
Dalam metode penelitian ini menggunakan metode penelitian etnografi. Metode
penelitian etnografi adalah sebuah pendekatan untuk mempelajari tentang kehidupan social
dan budaya dalam sebuah masyarakat secara ilmiah. Metode penelitian etnografi menggunakan
3 pendekatan, yaitu observasi dimana seorang etnografer datang langsung ke lapangan untuk
mengetahui dalam melakukan sedikit penelitian terhadap objek yang akan diteliti. Pendekatan
berikutnya, yaitu wawancara dengan narasumber. Wawancara sebaiknya dilakukan dengan
lebih dari satu narasumber agar data bisa dipercaya. Tahap pendekatan yang ketiga yaitu
melakukan validasi terhadap data yang telah diteliti. Seorang etnografer biasanya melakukan
penelitian lebih dari satu kali, agar data yang diperoleh benar adanya.

4.2 Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada wanita tuna susila yang berada di panti pelayanan sosial wanita
wanodyatama. Ada beberapa alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah berdasarkan pengamatan
sementara peneliti bahwa di panti tersebut merupakan penampungan wanita tuna susila yang berada di
Jawa Tengah.

4.3 Populasi dan Teknik Pemilihan Informan/Narasumber

Dalam penelitian kali ini yang menjadi populasi adalah wanita tuna susila di PPSW
Wanodyatama. Namun, tidak semua populasi akan dijadikan sampel untuk menggali data. Ada beberapa
alasan mengapa hal tersebut dilakukan, diantaranya:

1. metode pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampel (sampel
bersyarat) yang mana informan tersebut kita tentukan yang disesuaikan dengan tema penlitian.
2. tentunya penelitian ini mengkhususkan pada beberapa karakteristik informan/narasumbernya
yakni individu yang tercatat sebagai wanita tuna susila.

3. jumlah dari informan juga dibatasi sebanyak 5 orang.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian ditentukan jenis penelitiannya. Metode pengumpulan
data dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi kasus (Wimmer, 2000: 110; Sendjaya, 1997: 32
dalam Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kriyantono 2008: 93) adalah teknik yang lazim dpergunakan oleh
seorang peneliti kualitatif.

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (teknik pengumpulan data yang
didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu) dengan informan untuk
menggali informasi-informasi penting dan tajam seputar tema penlitian yang dipandu dengan sebuah
guide interview sebagai bahan dasar wawancara, akan tetapi dalam aktualisasinya dapat berkembang
sejalan dengan wawancara yang berlangsung. Karena salah satu keuntungan dalam wawancara
medalam adalah kita lebih mudah merekam hasil wawancara sehingga memudahkan kita
menganalisisnya, sekaligus dalam wawancara mendalam kita dalpat melakukan observasi langsung
sebagai pembantu dan pelengkap pengumpulan data

4.5 Teknik Analisis Data

Data yang didapat dari hasil diskusi (catatan) kemudian ditranskrip berurutan sesuai dengan ringkasan
diskusi agar tidak ada data yang terlewatkan. Analisis data hasil diskusi harus memperhatikan lima faktor
sebagai berikut :

1. Menentukan istilah yang digunakan beserta maknanya, kemudian mengelompokkan konsep yang
mirip.

2. Menentukan konteks kalimat dengan melihat stimuli/pemicunya dan kemudian diinterpretasi sesuai
konteks tersebut.

3. Memperhatikan alur diskusi dan mencatat perubahan serta posisi partisipan setelah berinteraksi
dengan partisipan lain.

4. Lebih memperhatikan respon yang spesifik dan sesuai pengalaman daripada respon yang kurang jelas
dan terlalu teoritis.

5. Jeli dalam mencari ide yang tersirat sepanjang diskusi.

Data yang dilaporkan haruslah deskriptif dan menyajikan pemaknaan data tersebut. Hal ini berbeda
dengan hanya membuat ringkasan data. Kemudian menurut Krueger dalam Focus groups: A Practical
Guide for Applied Research, data dilaporkan dalam tiga tingkatan:
1. Raw data, yaitu data mentah yang sesuai pernyataan partisipan dalam diskusi dan dikategorisasi
sesuai tingkatan tema.

2. Descriptive statements, yaitu rangkuman komentar partisipan yang disusun sesuai tingkatan tema.

3. Interpretation, yaitu penafsiran yang dibuat dengan proses deskriptif dengan memberikan
pemaknaan pada data. Saat pemberian makna secara deskriptif, maka harus merefleksikan bias peneliti
itu sendiri.

Pada dasarnya analisis data merupakan penyusunan data sesuai dengan tema dan kategori untuk
mendapatkan jawaban atas perumusan masalah. Oleh karena itu, data yang dihasilkan haruslah seactual
dan sedalam mungkin, jika dimungkinkan menggali data sebanyak-banyaknya untuk mempertajam
dalam proses penganalisisan. Hal tersebut merupakan ciri khas dari penelitian kualitatif bahwa realita
dan data sebagai fakta di lapangan tidaklah stagnan, akan tetapi dinamis sesuai dengan perkembangan
di lapangan.
Bab 2
Pembahasan
a. Bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan wanita tuna susila
Wanita tuna susila merupakan wanita yang tidak memiliki pekerjaan, sehingga mereka
melakukan salah satu bentuk prilaku yang menyimpang di masyarakat, yaitu prilaku yang
tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok
tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma,
dan penyimpangan ini terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan baku dalam
masyarakat. Di jaman sekarang, hanya sekedar untuk mendapatkan uang, wanita nekat
melakukan pemyimpangan. Padahal sudah jelas bahwa jenis pekerjaan tidak boleh
bertentangan dengan moralitas bangsa atau agama yang diakui pemerintah.
Wanita tuna susila ini sendiri sering di pandang masyarakat dengan pekerja seks komersial,
namun pada kenyataannya tidak hanya sebagai pekerja seks komersial saja, masih ada
berbagai macam penyimpangan dari wanita tuna susila tersebut. Seperti yang dikatakan
salah satu petugas panti pelayanan sosial wanodyatama saat wawancara pada hari jumat 23
November 2018, Bapak Joko Prayitno selaku pegawai pekerja sosial, beliau mengatakan
bahwa "wanita tuna susila di panti ini tidak saja pekerja seks komersial, tetapi ada juga yang
menjadi pengemis, pengamen, dan anak punk".
Bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh wanita tuna susila yang paling dikenal
masyarakat adalah pekerja seks komersial, yang merupakan para pekerja yang bertugas
melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang
telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2004:26).
Pekerjaan ini di katakan menyimpang menurut norma agama, norma asusila, dan norma di
dalam masyarakat, karena melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Hubungan
seksual yang berganti ganti pasangan seperti yang banyak di lakukan oleh pekerja seks
komersial ini, dapat menyebabkan penyakit seperti raja singa, sifilis, kanker serviks, dan
yang parah adalah HIV/AIDS, karena hingga saat ini belum ditemukan obat untuk mengatasi
penyakit HIV/AIDS tersebut.
Para pekerja seks komersial ini juga meresahkan masyarakat lantaran memberikan dampak
buruk terhadap suatu wilayah, dan meng klaim suatu wilayah tersebut menjadi tempat
kotor, karena sering digukanan sebagai tempat prostitusi. Seperti yang terkenal di surakarta
yaitu, wilayah komplek di belakang dan samping RRI, di daerah Argorejo sunan kuning
Semarang, dan yang pernah menarik perhatian warga mancanegara dari Australia yaitu
Gunung Kemukus di Kabupaten Sragen. Hal itu tentu saja membuat malu masyarakat
setempat.
Bentuk penyimpangan berikutnya adalah pengamen jalanan. Pengertianya menurut kamus
besar bahasa indonesia yaitu, kegiatan bermain musik dari satu tempat ke tempat lain
dengan mengharapkan imbalan sukarela atas pertunjukan yang mereka suguhkan. Namun
karya yang mereka suguhkan berbeda-beda, baik dari segi bentuk dan kwalitas maupun
performanya.
Selain itu pengamen jalanan sering dikonotasikan negatif karena mengganggu ketertiban
dan membuat suara bising yang tidak jelas, sehingga menganggu masyarakat dan hal ini
sangat bertentangan dengan etika masyarakat, dimana nilai nilai kemanusiaan harus
dijunjung tinggi demi terciptanya kemakmuran antar bangsa.
Tetapi masyarakat dari kelas ekonomi rendah tetap saja mencoba mengadu nasibnya di
jalanan dengan mengamen, untuk mendapatkan uang demi memenuhi kelangsungan hidup
mereka sehari-hari. Pekerjaan yang mereka lakukan mempunyai bahaya yang sangat besar.
Bukan tidak mungkin mereka mengalami kecelakaan pada saat mereka menaiki atau
menuruni angkutan perkotaan itu. Karna pada umunya pengamen mencari uang dari bis ke
bis, pasar, lampu merah, pasar malam, warung, depan toko atau rumah.
Perilaku menyimpang yang termasuk penyimpangan yang sering dilakukan oleh wanita tuna
susila khususnya yang masih remaja berumur 14 hingga 18 tahun, adalah anak jalanan. Yang
sering dikenal sebagai anak punk, karena memakai baju, makeup, dan tingkah laku mereka
yang metal. Istilah anak jalanan ini mengacu pada anak-anak tunawisma yang tinggal di
wilayah jalanan. Menurut UNICEF, anak jalanan yaitu, anak berusia sekitar di bawah 18
tahun dan bertempat tinggal di wilayah kosong yang tidak memadai, serta biasanya tidak
ada pengawasan dari orang yang lebih tua.
Banyak yang mengertikan anak punk sebagai perusuh. Masyarakat berpendapat anak
jalanan atau anak punk ini, adalah remaja tidak berpendidikan dan sering berperilaku
anarkis. Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa
untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal.
Anak punk ini juga meresahkan masyarakat karena mereka sering melakukan pemalakan,
ngamen secara paksa di dalam angkot-angkot dan sering membuat keributan. Anak-anak
berumur 14-18 tahun ini, yang berkeliaran di lampu merah, halte, dan gang senggol. Atau
tempat-tempat lainnya yang biasa dijadikan tempat nongkrong anak-anak jalanan yang
bergaya ala Punk. Berpakaian serba hitam, rambut mowhawk, dan celana ketat serta bau
minuman anggur. Dan itu cukup membuat sebagian masyarakat menjadi resah akan
keberadaannya. Tidak sedikit dari masyarakat kita yang tidak menginginkan kehadiran
mereka. Bahkan sebagian besar dari masyarakat merasa risih, karena sikap dan perkataan
mereka yang kadang kurang sopan, dan mereka sering mabuk dengan meminum minuman
keras. Maka anak jalanan atau anak punk ini identik dengan perilakunya yang nakal.
Mirisnya lagi, mereka bergaya ala Punk akan tetapi tidak tahu arti Punk itu sendiri dan tidak
tahu pula sejarah dan asal muasalnya. Yang mereka tahu Punk adalah anak gaul, anak band,
pemberani. Hal yang demikian ini sebenarnya adalah perusak citra punk sendiri karena
tujuan punk sebenarnya adalah menuntut keadilan, serta saling menghargai ke semua
orang, entah apa itu suku, etnis dan agama harus bersatu melawan ketidak adilan.
Sebenarnya Punk ini merupakan pemberontakan dari anak-anak kelas pekerja yang tidak
puas akan sistem politik dan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah karena
menyebabkan pengangguran dan juga terjadinya krisis moral, Punk ini juga dijadikan sebagai
Ideologi dan aliran musik yang bernuansa sosial, politik, dan budaya.
Tetapi pada kenyataannya banyak remaja yang salah mengartikan maksud dari punk itu
sendiri. Di berbagai daerah di Jawa Tengah, banyak pula yang merusak citra punk karena
banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Sehingga memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Maka hal ini
menyebabkan anak punk di Jawa Tengah sebagai remaja yang berperilaku menyimpang
karena merugikan negara dan masyarakat.
Perilaku wanita tuna susila yang termasuk dalam kategori menyimpang berikutnya adalah
pengemis, adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka
umum dengan berbagai cara dan asalan untuk mengharap belas kasihan orang lain.
Pengemis tidak saja terdiri dari orang dewasa, ada beberapa jenis pengemis yaitu pengemis
dengan anak, pengemis bocah, pengemis cacat atau disabilitas. Perilaku menyimpang ini
tetap dilakukan oleh masyarakat miskin karena mereka membutuhkan uang, makanan,
tempat tinggal atau hal lainnya, dari orang yang mereka temui dengan meminta. Umumnya
di kota besar sering terlihat pengemis meminta uang, makanan atau benda lainnya.
Pengemis sering meminta dengan menggunakan gelas, kotak kecil, topi atau benda lain yang
dapat dimasukan uang dan kadang-kadang menggunakan pesan seperti, "Bantuan Bencana
Alam" atau "Bantuan Untuk Anak Yatim".

b. Penyebab wanita tuna susila melakukan penyimpangan social

Penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau
kepatutan yang ada di dalam masyarakat. Setiap individu memiliki latar belakang yang
berbeda-beda sehingga menghasilkan perilaku yang berbeda pula. Penyimpangan sosial
menunjukkan bahwa proses sosialisasi telah gagal dilakukan. Ada beberapa faktor penyebab
perilaku menyimpang. Berikut adalah faktor-faktor penyebab penyimpangan sosial

1. Kesenjangan Sosial

Perbedaan status yang mengarah pada kesenjangan sosial, terutama antara orang kaya
dengan orang miskin yang sangat mencolok, dapat menimbulkan rasa iri dan dengki
sehingga terjadi tindak pencurian, pembunuhan, dan saling ejek.

2. Nilai dan Norma yang Terlalu Longgar

Seharusnya para perilaku menyimpang haruslah dibina. Namun ada beberapa masyarakat
yang membiarkan begitu saja perilaku menyimpang itu terjadi. Mungkin karena masyarakat
terlalu sibuk dengan rutinitas atau sudah lelah membina pelaku perilaku menyimpang
tersebut. Sehingga dia semakin menyimpang dari masyarakat.

3. Lingkungan Pergaulan

Pergaulan secara tidak langsung sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Jika tanpa
pengetahuan dan kesadaran yang cukup, seseorang mudah terpengaruh oleh kelompok
pergaulannya yang kerap kali menyimpang. Akibatnya ia juga ikut berbuat perilaku yang
menyimpang.

4. Ketidakpuasan

Ada beberapa individu atau kelompok yang merasa tidak puas dengan kondisi masyarakat
saat ini. Sehingga mereka perlu melakukan perubahan walaupun yang mereka lakukan itu
menyimpang dari norma masyarakat tersebut. Misalnya ada satu kelompok masyarakat ya
ng anti terhadap pendidikan dan menganggap semua orang yang mengikuti pendidikan
adalah orang yang menyimpang.

5. Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma

Orang yang tidak sanggup menyerap norma-norma yang ada di dalam masyarakat akan
tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk menurut masyarakat. Hal
tersebut terjadi akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna atau terjadi keretakan dalam
keluarga.

6. Penyalahgunaan Narkotika

Orang yang tidak pernah melakukan penyimpangan sosial, jika diberi narkotika (narkoba dan
obat-obat terlarang), maka ia akan mengalami penyimpangan sosial. Itu dikarenakan sifat
aditif narkotika yang membuat para pecandunya rela melakukan apa saja untuk
mendapatkan narkotika.

7. Sikap Mental

Sikap mental yang tidak pernah malu membuat kesalahan juga menjadi pemicu seseorang
berbuat hal yang menyimpang. Jika sikap mental ini diarahkan ke hal yang positif, maka dia
bisa saja menjadi pemimpin yang hebat.

8. Keluarga

Keluarga yang tidak mampu membahagiakan anaknya juga dapat membuat anak tersebut
mengalami penyimpangan sosial. Itu dikarenakan ia berusaha mencari sumber kebahagiaan
dan kasih sayang yang lain. Anak juga akan mencari perhatian dengan cara berbuat hal yang
tidak baik.
9. Intelegensi

Intelegensi atau tingkat kecerdasan juga mempengaruhi perilaku seseorang. Biasanya orang
yang memiliki keterbelakangan mental cenderung berbuat hal-hal yang menyimpang.
Sebaiknya jika orang tersebut cerdas, maka ia akan lebih mudah memahami norma-norma
yang berlaku di masyarakat.

10. Media Massa

Media massa juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Ada beberapa media massa
yang cenderung provokatif dan menebar kebencian. Akibatnya dia terjerumus dan berusaha
untuk membasmi orang/kaum yang ia benci. Perbuatan tersebut seringkali menyimpang
dari norma.

11. Proses Belajar yang Menyimpang


Seseorang yang terlalu sering belajar dengan tokoh idolanya yang kerap melakukan hal yang
menyimpang, maka ia akan terjerumus dan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.
Buku yang isinya menyimpang juga dapat menjerumus seseorang.

12. Sosialisasi Subkebudayaan yang Menyimpang

Hal ini terjadi ketika budaya luar masuk ke dalam masyarakat lokal dan beberapa
kebudayaan luar tersebut menyimpang dengan norma yang ada pada masyarakat lokal.
Salah satu contohnya adalah budaya secks bebas dan kata-kata kasar.

13. Keinginan Untuk Dipuji

Banyak sekali orang yang memiliki sikap gila pujian. Terutama mereka yang kurang
mendapat perhatian dan pujian dari keluarga. Dia rela berbuat apa saja supaya dipuji oleh
kelompoknya meskipun menyimpang. Misalnya, ada sebuah kelompok yang suka merokok
dan satu orang yang tidak merokok, orang tersebut kurang mendapat perhatian dari
keluarganya, sehingga ia merokok untuk mendapatkan pujian dari kelompoknya tersebut.

14. Ketegangan Antara Kebudayaan dan Struktur Sosial

Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat meyebabkan terjadinya
perilaku menyimpang. Ketegangan terjadi jika seseorang berupaya mencapai suatu tujuan
namun tidak memperoleh peluang sehingga ia akan mengupayakan peluang itu sendiri
dengan cara yang menyimpang. Contohnya adalah jika setiap penguasa sama saja menindas
rakyat maka rakyat akan berani memberontak terhadap penguasa. Ada yang memberontak
dengan cara perlawanan dan ada pula yang terselubung seperti menunggak atau
mempermainkan pajak.

15. Ikatan Sosial yang Berlainan

Setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan
tersebut akan membuat seseorang lama-kelamaan akan mengidentifikasikan diri dengan
kelompok yang paling dihargainya. Jika perilaku kelompok tersebut menyimpang, maka
kemungkinan besar ia juga terjerumus ke dalam penyimpangan sosial tersebut.

16. Labelling

Pemberian labelling atau julukan negatif pada seseorang yang walaupun hanya sekali
melakukan tindakan menyimpang juga dapat memberikan dampak buruk. Ia merasa
terganggu dengan label barunya tersebut dan cenderung akan mengulanginya lagi karena
sudah terlanjur. Misalnya jika seseorang ketahuan mencuri, maka dia akan dicap pencuri
oleh masyarakat, padahal ia hanya sekali melakukan pencurian.

c. Solusi terhadap wanita tuna susila


BAB 3

BAB 4

Egi wawancara dengan Yanti hari Jumat tanggal 23 November 2018

Panti Pelayanan Sosial Wanita wanodyatama di pinggir kota Surakarta itu tampak tenang dan
tentram meskipun sudah siang hari, suara petugas pantipun tidak terdengar karena sibuk
mengerjakan tugasnya masing masing, sesekali hanya suara pengguni panti yang menyapa
petugas yang sedang melakukan pengecekan dan berjalan menyusuri ruang demi ruang di panti
tersebut, mulai dari kamar nomer tujuh hingga kamar nomer satu dan berhenti di bagian dapur
dan ruang makan yang berada di pojok bagian belakang panti itu, suara gemeriuk kendaraan di
jalan raya yang berada di depan panti pun tidak terdengar sedikitpun karena tingginya tembok
panti.

Siang hari yang cerah dengan suasana yang nyaman itu, sedang berjalan kegiatan keagamaan
khususnya agama Islam di aula yang berada di lantai dua bangunan panti tersebut, kegiatan
keagamaan tersebut dilakukan rutin setiap minggunya mulai dari pukul 09.30 WIB hingga pukul
11.00 WIB, dan semua anggota panti yang beragama Islam wajib mengikuti kegiatan tersebut
kecuali yang sedang menstruasi atau sedang sakit.

Terlihan di bagian taman di depan kamar nomer tujuh ada seorang wanita yang sedang duduk
lesehan di lantai dari keramik berwarna putih dan bersih itu, dia adalah Yanti, remaja berumur
17tahun dengan tubuhnya yang gendut, tidak terlalu tinggi, berkukit lumayan putih, berambut
pendek dengan wajah sedikit berjerawat. Wanita muda itu memakai seragam yang diberikan
dari panti untuk hari jumat, yaitu sepasang seragam olahraga dengan baju berwarna ungu dan
celana training berwarna hitam, dengan kaki telanjang tanpa alas kaki.

Memang penghuni panti ini jarang ada yang memakai alas kaki, mereka lebih menyukai dan
lebih nyaman berjalan dengan telanjang kaki, dan hal itu membuat lantai keramik di panti itu
selalu bersih dan rapi karena tidak berserakan alas kaki milik setiap penghuni panti yang
berjumlah sekitar 80 orang.

Yanti duduk di pinggir taman sengaja tidak mengikuti kagiatan agama Islam karena sedang
menstruasi, wajah nya yang ceria di siang hari itu dengan memegang mainan congklak yang ia
pinjam dari temannya di kamar nomer tujuh, sesekali ia juga menyapa petugas panti yang
sedang mondar mandir dengan suara cempreng khas dirinya seperti anak kecil yang masih
berumur 10tahun, perilakunya sangat seperti anak kecil dan sama sekali tidak menunjukkan
bahwa ia sudah berumur 17tahun, umur yang cukup untuk seorang wanita berperilaku dewasa.

Yanti adalah seorang pengamen jalanan sejak berumur 13 tahun, yang sejak putus sekolah ia
mencita-cita kan agar bisa menjadi seorang pengamen jalanan, ia biasa mengamen dari bis ke
bis, pasar, lampu merah, dan pasar malam, biasanya ia mengamen di daerah Surakarta dan
Semarang.

Yanti orang asli Semarang, ia tiba di Surakarta menaiki truk tumpangan nya secara gratis,
dengan berbekal baju lama yang di pakainya dan ukulele yang sudah jelek yang biasa ia pakai
untuk mengamen. Dengan modal nekad yanti menyusuri penjuru kota solo untuk mengamen
yang selama ini menjadi cita-cita yanti, ia awalnya tidak mengerti daerah di solo, untuk
beristirahat, tidur, dan mandipun yanti tidak tau harus dimana. Yanti hanya mandi dua hari
sekali karna dia tidak punya baju ganti dan ia menyayangkan uang dua ribu rupiahnya untuk
membayar karna telah mandi di kamar mandi umum.

Sedangkan untuk tidur, yanti biasanya tidur di pinggir toko yang sudah tutup, toko yang
memiliki teras yang sedikit lebar dan cukup untuk ia tidur, ia tidur hanya beralaskan kardus
bekas atau terkadang tidak beralas kan apa-apa, tanpa selimut, bantal, dan guling. Ia harus
bangun pagi-pagi sebelum pemilik toko datang untuk mengusirnya, sering kali jika ia bangun
kesiangan ia diusir dan dimarahi oleh si pemilik toko, belum lagi jika ia disiram air dan dipukul
memakai tongkat sapu oleh si pemilik toko. Oleh karena itu yanti setiap malamnya tidur di
depan toko yang berbeda-beda.

Selain itu juga ia mengamen agar ia mendapatkan uang untuk terus menyambung hidupnya.
Untuk makanpun yanti sangat hemat, karna ia biasa memesan makanan di warteg dengan
menu nasi setengah, sambal, satu tempe goreng, dan air putih, atau terkadang pada hari
tertentu, seperti dalam agama nasrani ada hari jumat berkah, ia mendapat pembagian nasi
bungkus gratis dari gereja, ia senang sekali apabila mendapat nasi bungkus dari gereja terutama
karena hemat dan ia menganggap hari itu ia bisa makan enak.

Yanti mengamen tidak sendirian, ia ditemani oleh 4 temannya, tiga laki-laki dan satu
perempuan, mereka mengamen dengan memakai alat musik masing-masing, walaupun sudah
jelek dan hampir rusak alat musik itu tetap di mainkan dan di pakai untuk mengamen. Ada
beberapa alat musik yang digunakan yanti dan teman teman nya, mulai dari ukulele yang biasa
di mainkan yanti, kendang yang terbuat dari 3 pralon bekas dengan ukuran yang berbeda-beda
yang atas nya ditutup dengan mika plastik dan ban dalam bekas dan di ikat dengan kuat, ada
pula yang memainkan alat musik yang biasa di sebut icik-icik, yang terbuat dari kayu berbentuk
persegi panjang berukuran 20cm yang di bagian atasnya dipaku tutup botol minuman yg
terbuat dari logam yang di gepengkan terbelih dahulu sebelum di paku, dan diletakkan
sebanyak tiga tutup botol dalam satu titik, dengan pola menurun dua bagian ke bawah untuk
menghasilnya bunyi yang keras agar terdengar saat di mainkan bersama ukulele dan kendang.
Teman nya yang lain memegang kotak dari kardus bekas atau bungkus makanan bekas untuk
tempat orang memberikan uangnya, dan yang satu lagi bernyanyi, yanti dan teman teman nya
biasanya membawakan lagu dangdut berbahasa jawa yang populer di masyarakat jawa tengah
saat mengamen.

Jika mengamen di bis, yanti memakai cara lain, yaitu dengan membawa kotak kardus bekas
yang masih bagus dan ditempeli kertas yang bertuliskan "Sumbangan Untuk Anak Yatim" atau
bertuliskan "Sumbangan Untuk Pembangunan Masjid". Dengan cara itu menurut yanti akan
lebih menarik seseorang untuk memberikan uangnya, dan dengan usaha itu yanti dan teman-
temannya mendapatkan uang yang lebih banyak lagi.

Dalam sehari mengamen, yanti bisa mendapatkan dua ratus hingga tiga ratus ribu, itu bila ia
mengamen di pasar, lampu merah dan pasar malam, jika ia mengamen di bis, uang yang
didapatkan akan lebih banyak lagi, karna dalam satu bis ia bisa mendapat sedikitnya tiga puluh
ribu hingga paling banyak adalah dua ratus ribu rupiah. Uang yang didapatkan dari hasil
mengamen itu akan dibagi dengan teman-temannya.

Biasanya uang itu akan digunakan yanti untuk kesenangan dirinya dengan sia-sia. Karna ia tidak
memiliki tujuan hidup, dan hanya bersenang-senanglah yang ia pikirkan, sering kali yanti
membelanjakan uangnya untuk membeli minuman keras, rokok, dan narkoba. Barang haram
yang biasa di pakai yanti itu dalam bentuk lem, yang kemudian ia hisab yang menurut yanti
akan memberikan ketenangan untuk dirinya. Yanti menjadi nakal semenjak mengamen
bersama 4 temannya itu, dan despresi karena masalah yang ada di keluarganya.

Yanti sudah lama putus sekolah, ia terahir duduk di bangku kelas 4 SD di salah satu SD yang
berada di Semarang, ia dikeluarkan dari sekolah karena sering membolos dan orang tuanya
tidak sanggup membayar administrasi sekolah, di bangku sekolah tingkat sebelumnya yanti juga
sering membolos dan ahirnya ia pernah 2 kali tidak naik kelas. Karena yanti anak yang malas
dan sering bolos sekolah, ahirnya di umurnya yang ke 11 tahun, ia memutuskan untuk berhenti
sekolah dan merasa kasihan terhadap orang tua nya karena sudah tidak mampu membiayai
yanti sekolah, dan mulai dari itu yanti memiliki cita-cita menjadi pengamen jalanan.

Yanti memang terlahir di keluarga miskin, yang memiliki tingkat pendidikan sangat rendah.
Dengan lingkungan sosial disekitarnya sebagai seorang pengamen dan pengemis, Ibu yanti
sendiripun seorang pengemis, ayah yanti tidak tahu pegi kemana, ia sudah menghilang selama
8tahun setelah perceraian nya dengan sang ibu. Dengan mengemis Ibu yanti mencari uang
untuk menyambung hidup dan membeli makanan untuk anak-anaknya.

Ibu yanti juga menikah lagi dengan laki-laki yang juga dari kelas masyarakat miskin, ayah tiri
yanti bekerja sebagai tukang ojek, terkadang pada hari yang mendesak ia tidak punya uang, dan
penumpang ojek sepi, ayah yanti menyopet di bis atau pasar, ia biasanya menggambil dompet
dari orang yang di copetnya itu. Yanti tidak begitu menyukai ayahnya karena dia pemabuk
keras, dan suka bermain wanita, ia juga salah satu preman di daerahnya.
Faktor ekonomi keluargalah yang mengharuskan yanti menjadi seorang pengemis saat berumur
11 tahun, awalnya yanti mencoba sebagai pengemis bersama ibunya, dari hasil pertama yanti
mengemis itu, yanti mendapat banyak uang yang ahirnya membuat yanti merasa ketagihan. Ibu
yanti sudah sejak dulu menjadi seorang pengemis, biasanya ia mengemis di pasar dan masjid
agung Semarang, ibu yanti lebih senang apabila yanti putus sekolah dan mau menjadi pengemis
menemani ibunya, karna dengan itu keluarga mereka mendapatkan pemghasilan yang lebih
banyak, yanti anak ke 1 dari 5 bersaudara, adik-adik yanti sengaja putus sekolah dan lebih
memilih mengemis di daerah Semarang hanya sekedar untuk mendapatkan uang, adik yanti
yang masih kecil juga diajak mengemis oleh sang ibu, biasanya digendong dan mengemis
bersama ibu yanti.

Uang hasil dari mengemis itu digunakan untuk makan anggota keluarga sehari-hari dan
membayar kontrakan, ditambah lagi kontrakan dimana keluarga yanti tinggal ini sudah rusak
dan ia harus memperbaiki kontrakan itu, kontrakan itu seringkali bocor bila musim hujan tiba,
selain digunakan untuk itu, sisa dari uang biasa digunakan untuk membeli barang barang lain
kebutuhan mereka. Ayah tiri yanti juga sedikit membantu dengan uang hasil ojek nya,
walaupun seringkali ia lebih memilih untuk membeli minuman keras dengan uang itu.

Tetapi sudah empat tahun terahir ini yanti pergi dari rumah meninggalkan keluarganya, karena
dia despresi serumah dengan ibu dan ayah tirinya, ibunya yang menikah lagi dan setiap tahun
mengandung membuat yanti merasa risi, parahnya lagi ibu yanti menjual bayi yang telah ia
kandung selama sembilan bulan itu hanya untuk sekedar mendapatkan uang.

Hal yang paling parah di hidup yanti dan membuatnya sangat despresi dan terpukul adalah
ketika ia berusia 12 tahun, yanti diperkosa oleh bapak tirinya hingga ia hamil, entah apa yang
ada di benak pikiran lelaki itu hingga tega memperkosa anak tirinya sendiri. Dengan kejadian itu
yanti merasa syok, terpukul, takut, dan tertekan karena di usianya yang masih kecil dan tidak
tau apa-apa, ia disuruh melakukan hubungan sexsual yang sebelumnya belum pernah ia
ketahui.

Yanti awalnya tidak mengetahui jika dirinya hamil, wajar saja karena ia masih kecil dan usianya
yang masih remaja dengan kepolosannya itu. Janin yang ada di perut yanti dari bulan ke bulan
semakin berkembang dan bertumbuh besar, di bulan ke 4 ia mengandung, ia semakin bingung
karena perutnya bertambah besar, ahirnya dengan rasa takut dan tidak tahu harus berbuat apa
lagi ia menceritakannya kepada sang ibu, ibu yanti marah mengetahui hal itu dan mendiamkan
yanti dan bapak tirinya selama dua minggu, setelah itu, ibu yanti sadar bahwa itu bukan
kesalahan dari anaknya sendiri, sehingga ia mulai mencoba untuk mengajak ngobrol yanti
kembali.
Yanti tetap mempertahankan kandungan nya hingga berumur 9 bulan dan melahirkan bayi itu,
walaupun selama itu ia merasa bingung, takut, malu, dan ia tidak tahu harus marah kepada
siapa, yanti semakin tertekan, despresi, dan ingin pergi dari rumah. Setelah yanti melahirkan,
bayi yang ia lahirkan itu ia jual kepada orang lain untuk mendapatkan uang, yanti mengetahui
tindakannya itu salah dan merupakan perilaku menyimpang, tetapi di posisi itu ia bingung harus
di apakan bayi kecil tidak bersalah itu, tidak mungkin juga yanti akan mengurus bayi itu. Efek
dari kejadian ini yaitu yanti menjadi stres karena dibebani dengan masalah yang sangat berat.

Beberapa bulan setelah yanti melahirkan, ia benar-benar pergi dari rumah meninggalkan kota
Semarang saat berumur 14 tahun, bersama 4 temannya yang berlatar belakang keluarga sama
seperti yanti, yaitu keluarga pengemis. Mereka menyambung hidupnya dengan mengamen,
kurang lebih selama 3 tahun yanti memgamen di kota Surakarta, kota yang mengantarkan yanti
masuk di Panti Pelayanan Sosial Wanita Wanodyatama.

Sudah selama enam bulan lamanya yanti berada di panti ini, karena ia ditangkap oleh satpol PP,
saat ada penggrebekan yang pada waktu itu ia sedang mengamen di pasar bersama 4
temannya. Melihat satpol PP akan menangkapnya, mereka bergegas lari terbirit-birit, tetapi
kesialan yang di dapatkan yanti, empat orang temannya berasil lari melarikan diri dari satpol PP
kecuali yanti saat penggrebekan itu terjadi, kemalangannya itu terjadi dikarenakan ia jatuh
kedalam selokan yang lumayan besar saat sedang berlari dengan kencang dan terburu buru,
maka satpol PP bergegas menangkap yanti. Selanjutnya yanti di masukkan ke dalam mobil box
satpol PP itu dan di bawa menuju Panti Pelayanan Sosial Wanita wanodyatama.

Saat awal yanti berada di panti itu, ia melalui beberapa tahap pemeriksaan yang dilakukan oleh
petugas panti. Tahap pertama, yaitu tahap pendekatan awal yang dilakukan oleh petugas panti
dengan melakukan orientasi dan kunsultasi, sosialisasi, identifikasi, motivasi dan seleksi, setelah
di nyatakan yanti harus mendapatkan pelayanan rehabilitasi, maka yanti masuk tahap kedua
sesuai prosedur yang ada di panti itu, yaitu tahap penerimaan, dimana ada registrasi,
pengasramaan, orientasi, dan sidang kasus. Setelah itu tahap ke tiga yaitu tahap perumusan
dan penentuan program, meliputi pengungkapan masalah, sidang kasus, dan penempatan
program.

Awalnya yanti sangat tidak menyukai panti itu dan ia pernah memberontak untuk keluar dari
panti, tetapi seiring berjalannya waktu dan pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
dilakukan oleh petugas panti, yanti mulai nyaman karena pasrah dengan keadaan dirinya, ia
juga mengikuti semua kegiatan yang telah di atur oleh petugas panti walaupun terkadang ia
malas dan pura pura sakit.

Pihak panti memberikan berbagai pelayanan mulai dari asrama yang mencakup fasilitas tinggal
dan pakaian, kebutuhan makan dan minum, dan test kesehatan seperti pemeriksaan rutin,
pemeriksaan IMS dan test VCT, apabila terkena penyakit maka pihak panti akan menanggung
seluruh biaya pengobatannya.

Di panti itu yanti mendapatkan bimbingan fisik yaitu olahraga dan senam aerobic. Pemberian
bimbingam mental seperti ESQ, budi pekerti, pebentukan karakter dan pembinaan agama. Ada
pula bimbingan sosial yang meliputi konseling, dinamika kelompok, tata laksana rumah tangga,
keamanan dan ketertiban. Yang tidak lupa diberikan oleh petugas panti yaitu bimbingan
ketrampilan, pertama ada ketrampilan pokok yaitu tata busana atau menjahit, tata rias atau
salon dan boga atau memasak, dengan pemberian berbagai bekal pengetahuan, kedua ada
ketampilan penunjang, yang terdiri dari pijat bayi, batik ikat celup, pembuatan telur asin, payet
dan pembuatan aksesoris. Pemberian ketrampilan, pengetahuan, dan wawasan ini diharapkan
supaya setelah mendapatkan rehabilitasi, para wanita agar mampu bekerja dengan pekerjaan
yang halal dan tidak menyimpang.

Setelah selama 4 bulan yanti berada di panti itu, yanti di perbolehkan keluar karena banyak
perubahan yang terjadi di dalam dirinya, ia mengikuti semua kegiatan yang diatur oleh pihak
panti, melakukan tugas piket membersihkan kamar, toilet dan taman, serta ia rajin sholat dan
beribadah kepadah Tuhan Yang Maha Esa. Dan pihak panti menganggap yanti sudah mampu
menjalani hidup menjadi wanita yang baik.

Syarat berikutnya untuk dapat keluar dari panti, yaitu dengan cara yanti harus dijemput oleh
pihak keluarganya, tetapi selama ini pihak keluarga yanti tidak mengetahui apabila yanti berada
di Panti Pelayanan Sosial Wanita wanodyatama ini. Pihak pantipun tidak dapat menghubungi
pihak keluarga yanti, sudah 3 kali petugas panti pergi ke semarang untuk mencari orang tua dan
mendatangi alamat kontrakan keluarga yanti, tetapi tetap saja petugas tidak mendapat kan
informasi apapun tentang keluarganya. Setelah menunggu selama dua bulan dan tidak ada
perubahan apapun, tidak ada satupun keluarga yang dapat ia hubungi, maka yanti tetap berada
di panti, ini adalah bulan ke enam yanti berada di panti, dan ahirnya dengan pertimbangan
petugas panti ia diperbolehkan dan ia memutuskan untuk tetap tinggal di Panti Pelayanan
Sosial Wanita wanodyatama.
Amal wawancara dengan Bu Sri hari Jumat tanggal 23 November 2018

23 November 2018, pukul 10.00. Pagi itu, cuaca cukup cerah di kota Surakarta.
Sinar matahari yang menyengat begitu terasa panasnya . Lalu lintas juga masih
cukup ramai karena masih ada yang baru memulai aktivitas hari, begitu juga di
daerah Pajang, Laweyan, Surakarta.

Pajang termasuk daerah yang cukup menarik di kota Surakarta, karena memiliki
sejarah yang berhungan dengan keraton. Selain itu, di daerah tersebut terdapat
beberapa pusat penampungan dan rehabilitasi. Yang menarik dari pusat
penampungan tersebut, adanya pusat rehabilitasi wanita yang bernama Panti
Pelayanan Sosial Wanita Wanodyatama .

Panti itu terletak berdampingan dengan panti disabilitas dan panti jompo.
Tempat itulah yang menjadi penampungan para wanita tuna susila yang berhasil
ditangkap oleh petugas satpol pp. Di panti tersebut, mereka akan direhabilitasi agar
nantinya mereka tidak mengulangi perbuatannya yang menyimpang.

Latar belakang para wanita tersebut beragam, seperti pekerja seks komersial,
anak jalanan, pemgamen, dan lain sebagainya. Yang mendominasi panti tersebut
adalah para anak jalanan dan pekerja seks komersial. Salah satu penghuni tersebut
bernama ibu Sri.

Ibu Sri berasal dari Dusun Tunjung, kecamatan Sambungmacan, kabupaten


Sragen. Beliau sudah berusia 50 tahun. Latar belakangnya masuk ke dalam panti
tersebut karena beliau menjadi pekerja seks komersial.

Ibu Sri tergolong hidup di keluarga yang serba kekurangan. Karena tidak
memiliki keahlian di bidang ilmu pengetahuan, ibu Sri pun hanya bisa bekerja
sebagai buruh serabutan. Entah sebagai buruh tani di sawah, buruh pekerja di toko,
ataupun sebagai apa dan dimana pun itu, ibu Sri tetap mau untuk menjalaninya.
Tujuannya yaitu satu, untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang
menjadi tanggungannya.

Dalam kehidupannya, ibu Sri memiliki seorang ibu dan tiga orang anak. Dua
diantaranya adalah perempuan dan satunya adalah laki-laki. Yang paling tua adalah
perempuan yang baru memasuki kuliah di jurusan kedokteran, yang dibawahnya
adalah laki-laki yang menduduki bangku pendidikan SMP kelas delapan, dan yang
paling muda adalah perempuan yang baru berusia tiga tahun.

Kehidupannya sangat sulit, melihat bahwa dia tidak memiliki suami maka mau
tidak mau dia pun harus menjadi tulang punggung keluarganya. Tanggungan yang
harus dipenuhi oleh ibu Sri pun tidaklah sedikit. Sebenarnya, anak pertama dan
kedua ibu Sri juga sudah bekerja kecil-kecilan, tetapi itu hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan jajannya saja. Maka dari itu, Untuk membayar biaya
pendidikan dan kebutuhan sehari-hari anaknya, ibu Sri pun harus tetap bekerja
keras agar semuanya itu bisa terpenuhi.

Jika berbicara mengenai pendapatan yang ia peroleh hanyalah sedikit. Gaji yang
diperoleh dari perkerjaanya sebagai buruh tani hanya berkisar 30.000 rupiah setiap
harinya. Karena minimnya jumlah tersebut, maka ibu Sri terpakasa memilih jalan
untuk menjadi pekerja seks komersial. Dari pekerjaannya itu, ibu Sri bisa
mendapatkan paling sedikit 300.000 rupiah permalamnya.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa ibu Sri sebenarnya tidak memiliki suami.
Beliau memiliki tiga orang anak karena beliau adalah seorang wanita tuna sulsila.
Jadi anak yang beliau miliki itu adalah dampak dari ibu Sri bekerja sebagai wanita
tuna susila.

Saat mengandung, ibu Sri merasa tidak tega jika harus menggugurkan
kandungannya, maka ia pun lebih memilih untuk menjaganya. Walaupun berat
tetapi tetap ia jalani atas dasar rasa kasih sayangnya. Rasa sayangnya pun terus
berlanjut dari merawat anaknya yang baru lahir, mengurusi keperluan-
keperluannya seperti makanan, pakaian sampai keperluan pendidikannya, bahkan
ada yang sudah menempuh dunia perkuliahan.

Segala cara ia lakukan demi bisa melanjutkan hidupnya dan orang- orang yang
menjadi tanggungannya. Bahkan sampai menjadi wanita tuna susila pun tetap ia
jalani. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa saat pagi dan siang hari pekerjaannya
adalah buruh serabutan dan baru pada saat malam hari ibu Sri bekerja sebagai
pekerja seks komersial.

Ibu Sri sebenarnya juga ingin memperoleh penghasilan dengan cara yang
baik dan halal, tapi apa daya, melihat semakin sulitnya persaingan dalam
memperoleh uang , beliau sudah putus asa akan sulitnya memperoleh modal dan
terbatasnya keterampilan yang beliau miliki. Beliau memahami sendiri bahwa
sulitnya hidup yang dialaminya juga merupakan resiko dalam memilih
pekerjaannya yang mengakibatkan bertambahnya tanggungan yang harus dipenuhi.
Meski begitu, ibu Sri tetap berusaha untuk menerima kenyataan akan keadaan
dirinya dan menjalaninya dengan tegar.

Tak jarang anak-anaknya menanyakan mengenai pekerjaan apa yang di jalani


oleh dirinya. Jika menghadapi pertanyaan tersebut, ibu Sri biasanya langsung
mencari-cari alasan yang menurutnya itu bisa diterima oleh anaknya. Ibu Sri
merasa malu dan tidak tega jika ia harus jujur kepada anak-anaknya bahwa dirinya
telah melakukan pekerjaan yang tidak baik.

Ibu Sri juga merahasiakan soal pekerjaannya tersebut dari ibu dan tetangga
sekitarnya. Yang mereka ketahui tentang ibu Sri tak lebih daroli seprang buruh
serabutan biasa. Yang mengetahui kebenaran bahwa ia adalah seorang pekerja seks
komersial adala rekan-kerjanya.

19 November 2018, hari itu serasa seperti hari-hari biasanya. Ibu Sri
menjalani aktivitas sebagaimana biasa, yakni dengan bekerja. Bekal motivasi yang
ia bawa pun masih sama seperti sebelum-sebelumnya. Hari yang terasa biasa saja,
namun sejatinya,entah apa yang akan terjadi diwaktu selanjutnya memang masih
menjadi rahasia tuhan.

Dipagi hari ibu Sri memulai pekerjaannya sebagai buruh. Setelah selesai lalu
ibu Sri langsung pulang membawa hasil dari pekerjaannya yang jumlahnya pun tak
banyak. Sesampai di rumah pun ibu Sri pun tetap bekerja mengurus dua anaknya
yang masih berusia tiga tahun dan yang bersekolah di bangku SMP, lalu ia selingi
juga untuk waktunya beristirahat.

Saat malam harinya, ibu Sri pun melanjutkan pekerjaannya. Sebelum


bekerja, ibu Sri biasanya merias diri terlebih dahulu agar nantinya ia dapat terlihat
menarik di depan mata para pelanggan yang berkunjung. Terasa berat memang
dalam hatinya, tapi tetap saja itu harus dilakukannya agar bisa bertahan hidup.

Ibu Sri berangkat menuju tempatnya biasa bekerja, yaitu di Pasar Nglangon,
Sragen. Setelah sampai ia pun menunggu pelanggan yang tertarik pada dirinya.
Biasanya, pelanggan yang ia dapatkan adalah yang berusia tidak jauh berbeda dari
dirinya.

Suasana saat itu masih terasa biasa saja, ibu Sri bersama rekan-rekan
kerjanya masih menunggu pelanggan dengan perasaan biasa. Namun tiba-tiba
suasana disitu langsung berubah menjadi ricuh. Ternyata di lokasi tersebut sedang
ada razia yang dilakukan oleh petuga satpol pp. Ibu Sri bersama rekan-rekannya
berusaha untuk tidak tertangkap oleh aparat namun ternyata tidak berhasil dan
akhirnya ibu Sri pun di tangkap oleh aparat dan dibawa ke panti rehabilitasi
wanita.

Ibu Sri masih merasa terkejut saat itu. Ia merasa tidak percaya akan kejadian
yang baru saja dialami oleh dirinya. Terpikir oleh dirinya bagaimana jika
keluarganya nanti kebingungan mengetahui bahwa dirinya tak kunjung pulang.
Tapi apa daya, ibu Sri hanya dapat pasrah dalam menerima kenyataan tersebut.

Sikap awal yang dilakukannya adalah dengan merahasiakan keadaannya. Ia


tidak ingin membuat kaget orang-orang yang dekat dengannya. Di sisi lain ibu Sri
pun merasa malu dan khawatir jika mereka tahu mengenai kebenaran bahwa
dirinya bukanlah orang baik-baik. Maka saat itu yang baru mengetahui bahwa
dirinya tertangkap dan direhabilitasi adalah instansi yang terlibat razia, yaitu satpol
pp, dinas sosial, dan TKSK kabupaten Sragen.

Saat pertama kali memasuki panti, ibu Sri mendapat penjelasan mengenai
tempat dan lembaga yang menaungi panti tersebut. Ibu Sri juga dikenalkan kepada
orang-orang yang penjadi pengurus disitu. Satu hal yang sanggat diperhatikan ibu
Sri adalah jika ia dapat mengikuti seluruh proses dengan baik dirinya akan dapat
dibebaskan dalam kurun waktu enam bulan atau bahkan lebih cepat dari itu.

Mengetahui hal tersebut, ibu Sri hanya bisa menerimanya dengan lapang
dada. Satu-satunya usaha yang dapat ia lakukan adalah dengan mengikuti segala
proses dengan baik dan menaati segala tata tertib yang berlaku disitu. Ia hanya
ingin dapat segera pulang dan kembali mengurus ibu dan anak-anaknya.

Tak lupa, ia pun juga memberikan kabar kepada ibunya tentang apa yang
sudah terjadi pada dirinya. Respon pertama ibunya tentu merasa tidak percaya,
tetapi ibunya tetap berusaha untuk menanggapinya dengan bijak. Mereka pun
bersepakat untuk merahasiakan keadaan dirinya dari anaka-anaknya.

Ibu Sri pun memulai dengan mengakrabkan diri dengan penghuni yang lain
dan juga dengan para pengurus. Segala kegiatan yang ada pasti rajin ia ikuti
dengan tertib, seperti berolah raga dan saat waktunya untuk piket masak
perminggu. Dari semua kegiatan yang ada, olahraga adalah yang paling digemari
olehnya.

Satu hal yang terus membebani pikirannya adalah ia meninggali keluarganya


dirumah, terutama anaknya yang masih berusia tiga tahun. Seringkali ibu Sri
menangis karena terus menerus terlintas pikiran mengenai anaknya. Saat malam
hari, disaat semuanya sudah tidur terlelap, ibu Sri merasakan lara, karena terpikir
anaknya di rumah. Bahkan saat makan pun, beliau memikirkan apakah
keluarganya di rumah bisa makan secara rutin layaknya dirinya sendiri.

Tapi, ibu Sri sadar bahwa tidak ada gunanya jika terus-menerus bersedih
hati. Ia pun terus mengikuti semua proses yang ada dengan sebaik yang ia bisa. Ia
juga berencana akan mengikuti program keterampilan tata boga agar nantinya
setelah bebas dirinya ingin mencoba usaha di bidang tersebut. Ia akan bersikap
dengan baik agar dirinya dapat segera bebas dan dapat kembali berkumpul bersama
keluarganya lagi.
Tiwi wawancara Saraswati hari Jumat tanggal 23 November 2018

pemberdayaan wanita Wadyotama di Jl. Dr. Radjiman No. 642 Karangturi, Pajang, Laweyan,
Surakarta 57146. PPSW sendiri tempat pemberdayaan wanita tuna susila yang berada di
Surakarta, wanita tersebut datang dari berbagai daerah yang ada di Jawa Tengah yang dibawa
oleh satpol PP lalu wanita – wanita tersebut di berdayaan di PPSW Surakarta. Tujuan utama
PPSW sendiri adalah pemberdayaan perempuan khususnya yang berada di strata sosial ekonomi
terendah dalam masyarakat yang terkonsentrasi di daerah kumuh perkotaan, dan daerah
pedesaan. PPSW memilih beberapa fokus persoalan yang dihadapi masyarakat seperti persoalan
ekonomi, kesehatan, dan pendidikan sebagai pintu masuk dalam pengorganisasian masyarakat
khususnya kelompok-kelompok perempuan.

Untuk mencapai tujuan tersebut PPSW melakukan berbagai kegiatan seperti memfasilitasi
masyarakat melalui berbagai pelatihan dan lokakarya sesuai kebutuhan mereka, serta
mengembangkan organisasi dan jaringan masyarakat lokal untuk mengadvokasikan kepentingan
mereka. Selain itu PPSW juga melakukan penelitian, penerbitan, seminar dan lokakarya guna
menunjang kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat.

Di PPSW juga memiliki visi untuk membuat penghuni nya tidak akan berbuat penyimpangan
sosial kembali yaitu pemberdayaan perempuan dan transformasi sosial bagi status dan peran
perempuan dalam masyarakat melalui peningkatan akses dan kontrol perempuan terhadap
sumberdaya yang ada dan dirinya, guna menciptakan tatanan masyarakat yang lebih egaliter,
demokratis dan berkeadilan gender.

Sedangkan misi PPSW agar lebih maju adalah meningkatkan taraf hidup, pengetahuan, dan
kemampuan perempuan di tingkat basis, mengembangkan kapasitas kelembagaan lokal bagi
perempuan dan kepemimpinan perempuan dengan pendekatan desentralisasi sumberdaya,
memasyarakatkan konsep kesetaraan gender dalam semua tingkatan.

Di PPSW juga memiliki suatu program untuk para penghuni yang berada di dalam sana. PPSW
memfasilitasi berbagai pelatihan. Pelatihan yang diberikan berkaitan dengan keterampilan
tekhnis, manajerial dan pengembangan diri. Bertujuan agar jika penghuni PPSW sudah bebas
dari rehabilitasi atau pemberdayaan mereka akan mengembangkan kemampuan yang mereka
dapat dari pelatihan – pelatihan yang telah diberikan oleh para pembina mereka dan mereka tidak
kembali melakukan pekerjaan yang menyimpang tetapi bekerja sesuai dengan norma dan aturan
yang ada.

Di PPSW terdapat perempuan muda yang bisa di sebut dengan nama Saraswati. Saraswati
terlihat sehat dengan badan gemuk dan terlihat bahagia berada di tempat penampungan wanita
tersebut. Saraswati berumur 20 tahun. Dia terlihat ramah terhadap orang yang baru dikenal. Dia
mengajak bermain bersama dengan mereka yang baru dikenal nya. Tetapi dibalik keceriaan nya,
terdapat kesedihan yang mendalam dia bercerita bahwa dia di tangkap oleh satpol PP karena dia
mengamen di jalanan. Saraswari yang dulu tinggal di daerah pajang bangun pagi – pagi keliling
dari kota ke kota untuk mengamen, terkadang dia membersihkan kaca mobil ketika berhenti di
lampu merah kadang dia juga mengamen dengan teman – temannya memainkan lagu – lagu yang
juga tidak jelas lagu apa itu.

Saraswati memiliki masa lalu yang mengelamkan ketika dulu dia menemani nenek nya yang
sedang berjualan di Pasar Legi dia bermaksud untuk membantu nenek nya yang sedang di pasar
karena Saraswati merasa kasihan kepada nenek nya yang bekerja banting tulang untuk cucunya.
Saraswati sebagai anak yang tertua merasa juga memiliki tanggung jawab kepada adik adik yang
masih kecil. Ketika dia berjalan jalan di daerah Pasar Legi. Waktu itu dia berjalan di tempat sepi,
kemudian ada seorang preman yang mengikutinya, dia merasa takut dan merasa ada yang
mengintai di belakang lalu di lari dengan cepat tetapi ketika di tempat sepi preman malah
mengejarnya menarik dengan kasar. Saraswati ketakutan tetapi dia masih kecil masih berumur
13 tahun dia tau apa di perbuatnya lalu preman memaksa nya dan memperkosa nya. Saraswati
merasa takut dan sedih di tidak tau harus menceritakan peristiwa itu kepada siapa dan harus
berbuat apa. Karena dia hanya memendam di dalam hati saja dan tidak menceritakan kepada
siapa – siapa. Kemudian dia mengandung anak dari si pemerkosa itu. Dia merasa marah tetapi
dia tetap mempertahankan anaknya. Dan sekarang anak itu berumur 6 tahun.

Saraswati kemudian mengalami suatu ganguan jiwa yaitu depresi ia selalu merasa ketakutan
ketika berada di dekat laki – laki lalu seiring berjalannya waktu dia dapat mengatasi rasa takut
dan depresi nya, tetapi terkadang dia masih sering mengalami stress dan sering kambuh di PPSW
kadang dia berteriak teriak sendiri kadang dia juga sering mengajak teman nya bertengkar
dengan saling mencakar dan menjambak sampai dia sendiri mengalami luka fisik.

Latar belakang Saraswati memang tidak seberuntung orang lain karena dia hanya bersekolah
sampai kelas 2 sd dan dia tidak melanjutkan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya bahkan
untuk membaca pun tidak bisa. Saraswati putus sekolah karena masalah biaya dan dia memiliki
adik yang banyak sedangkan ayah nya yang sudah meninggal lalu ibunya memiliki suami baru.
Ayah baru Saraswati tidak memperdulikan nya dan adik adik nya yang lain dan ibu Saraswati
juga bersikap acuh padanya.

Latar belakang tersebut membuat Saraswati mengamen di jalanan karena ayah dan ibu nya tidak
memperhatikan nya dan adik – adiknya sedangkan ibunya memiliki anak lagi dari suami barunya
Saraswati semakin tidak diperhatikan oleh ibunya. Ibunya yang hanya bekerja membuat nasi
bandeng dan mengantarkan nya ke wedangan – wedangan kecil sedangkan ayahnya tidak
bekerja. Dan neneknya yang semakin hari semakin tua tidak memungkinkan untuk bekerja. Lalu
ibu Saraswati meninggal dunia dan ayah Saraswati malah menikah lagi dengan wanita lain.
Saraswati sudah tidak dianggap anak oleh Ayah nya karena hanya anak tiri. Dan adik Saraswati
sering di pukuli karena adiknya rewel. Saraswati merasa sedih melihat keadaan adiknya.

Kemudian nenek Saraswati meninggal dunia itu menjadi penyebab utama Saraswati mengamen
ke berbagai kota di Jawa Tengah. Kadang dia ke Jogjakarta, Klaten, Boyolali kadang di Slamet
Riyadi. Ia melakukan kegiatan mengamen tersebut karena adiknya membutuhkan susu sehingga
dia rela untuk mengamen. Dan nasib anak Saraswati yang lahir dari buah pemerkosaan di
titipkan ke paman dan bibinya untuk di rawat.

Saraswati bercerita bahwa dia setiap hari selalu mengamen dengan berganti ganti daerah agar
satpol PP tidak dapat menangkap nya. Setelah dia mengamen dia selalu memberikan setoran nya
kepada para preman yang hanya duduk saja dan bergantung kepada setoran yang diberikan oleh
para pengamen itu. Jika para pengamen tidak memberikan setoran nya maka mereka akan
dipukuli dan dicari sampai ketemu. Sarawati juga setiap hari selalu pergi ke Klaten hanya untuk
memberikan setoran kepada para preman itu.

Saraswati sudah pernah ditangkap oleh satpol PP sampai dua kali. Dia berkata bahwa dia tidak
memiliki keterampilan apapun sehingga dia mengamen di jalanan. Biasanya dia bisa mengamen
sampai larut malam dan tidak pulang ke rumah nya agar bisa mendapatkan uang yang banyak
dan bisa dipakai nya untuk membeli susu untuk adiknya.

Dalam kegiatan mengamen Saraswati terkadang mengamen sendiri tetapi kadang bersama
teman – temannya yang ia kenal saat bertemu mengamen, lalu mereka berkelompok dan
membentuk grup.

Kronologi Saraswati tertangkap satpol PP. Pada waktu itu malam hari Saraswati duduk – duduk
di depan Pasar Legi, kemudian satpol PP datang satpol PP itu sudah hafal dengan Saraswati
karena dia sudah berulang kali tertangkap oleh satpol PP. Lalu dia ditangkap oleh satpol PP
tersebut ke PPSW. Ketika sampai di PPSW dia pura – pura gila agar dia tidak mendekam di
PPSW tetapi petugas di PPSW sudah tau bahwa dia pura – pura. Ketika pertama masuk PPSW
Saraswati menyembunyikan identitas nya dan mengganti namanya menjadi nama lain bahkan dia
juga tidak memberikan alamat rumahnya dengan lengkap, tetapi setelah di selidiki selama kurang
lebih satu minggu petugas mengetahui nama sebenarnya Saraswati dan tau asal Saraswati.

Saraswati sendiri telah tinggal selama 3 bulan dan kurang 3 bulan lagi dia dapat keluar dari
PPSW jika telah di jemput oleh keluarga nya. Saraswati tinggal di kamar 07 bersama delapan
teman lainnya yang bernama Yanti, Sri, Jesica, Yuli, Wati, Siti, Sari dan Saraswati sendiri. Di
dalam kabarnya juga ada seperti boneka, mainan dakon bahkan ada mainan monopoli.

Kegiatan di sana juga banyak yang bermanfaat seperti isian dari luar dari mahasiswa –
mahasiswa dari rumah sakit, dari dinas sosial lainnya kegiatan sehari harinya juga sangat
bermanfaat untuk penghuni PPSW yaitu kegiatan keagamaan, kegiatan olahrga, kegiatan games
dan lainnya. Jadwal makan nya juga teratur dan yang memasak juga berbeda dan juga di jadwal.
Setiap hari mereka mendapat pelatihan seperti kecantikan/salon, menjahit, memasak. Ditujukan
agar mereka setelah keluar dari PPSW mereka dapat mempraktekkan apa yang telah di ajarkan di
PPSW.

Walaupun di PPSW kegiatan – kegiatan nya menarik tetapi Saraswati tidak betah untuk tinggal
disana. Saraswati selalu ingin pulang ke rumahnya. Ia ingin bertemu dengan adiknya yang masih
kecil. Saraswati juga pernah mencoba kabur dari PPSW dengan memecah genteng tetapi ketauan
dan dia sudah kapok mencobanya karena telah berulang kali mencoba tetapi gagal juga.
Saraswati juga sering mencari gara – gara dengan mengamuk mengajak bertengkar temannya.
Sampai petugas merasa geram dan kesal dengan kelakuan Saraswati. Tetapi jika ada orang yang
datang dari luar dia bersikap ramah. Saraswati yang hanya bersekolah sampai kelas 2 sd dia tidak
dapat mengoperasikan atau menggunakan hp.

Saat Saraswati di PPSW yang menjenguk hanya ada seorang kakek – kakek dan mas -mas.
Tetapi dia bercerita bahwa itu adalah kerabatnya. Dan baju – baju yang dipakai nya juga
dikirimkan oleh keluarga nya. Saraswati bukan tipe orang yang selalu di jenguk oleh saudara dan
keluarga nya. Saraswati merasa hanya sendirian di PPSW dan tidak memiliki teman yang bisa
selalu menemani nya.

Sarswati hanya berusaha beradaptasi dengan keadaan dan menerima pelatihan- pelatihan yang
ada di PPSW, tetapi Saraswati tidak melakukan nya dengan senang hati. Begitulah kehidupan
seorang pengamen jalanan bernama Saraswati yang memiliki latar belakang yang banyak
mengalami pahitnya kehidupan.
Yogi wawancara Bu Kasmi hari Jumat tanggal 23 November 2018

Di suatu pagi menjelang siang, tepatnya pada pukul 10.00 WIB di sebuah kota yang
berada di Jawa Tengah. Kota tersebut ialah kota Surakarta. Kota tersebut mempunyai banyak
destinasi atau tempat-tempat yang banyak menarik wisatawan dari dalam maupun dari luar untuk
berkunjung ke kota tersebut. Kota itu juga ada sebuah tempat penampungan orang-orang atau
yang sering kita sebut panti. Salah satu panti tersebut banyak terdapat perempuan-perempuan
yang melakukan penyimpangan. Panti tersebut berada di Jalan Dr. Radjiman No. 642 Karangturi,
Pajang, Laweyan, Surakarta. Panti itu bernama Panti Pelayanan Sosial Wanita.

Pada saat itu, hari sangat panas, terik dari sang surya sangatlah menyengat. Suasana di
panti tersebut sangatlah sunyi. Begitu banyaknya tanaman yang menghiasi asrama panti tersebut.
Angin serasa berbisik dengan tanaman hijau yang mulai asik bergoyang lembut di kala itu. Panti
tersebut menampung wanita-wanita yang telah melakukan suatu pelanggaran terhadap norma di
masyarakat atau melakukan sebuah penyimpangan.

Penyimpangan adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan. Salah satu
bentuk dari penyimpangan yang dilakukan yaitu Wanita Tuna Susila (WTS). Wanita Tuna Susila
adalah salah satu bentuk perilaku yang menyimpang dimasyarakat yaitu perilaku yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat. Banyak hal yang menyebabkan seorang perempuan melakukan hal tersebut
karna adanya faktor ekonomi didalam keluarganya dan akibat dari kegagalan dalam perkawinan.

Di panti tersebut terlihat seorang perempuan yang sedang duduk diatas bangku bersama
teman-temannya. Perempuan itu bepostur cukup tinggi, berambut lurus, dan berwajah oriental.
Perempuan tersebut sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Perempuan tersebut ialah
Ibu Kasmi (45). Ia adalah salah satu anggota WTS yang ada dipanti tersebut. Ia sudah lama
berada dipanti tersebut, kurang lebih satu bulan, ia tinggal di asrama panti tersebut. Ia adalah
seorang perempuan yang berasal dari Purwodadi dan mempunyai seorang suami serta dikaruniai
empat orang anak.

Keluarganya hidup berlatar belakang serba kekurangan, karena pekerjaan suaminya


adalah buruh serabutan. Jika, ada seseorang membutuhkan tenaganya, maka ia langsung
mengerjakan apa yang diperintahkannya. Jika hanya mengandalkan pekerjaan dari suaminya
saja, hal itu tidak cukup untuk menyambung hidup keluarganya, terlebih lagi anak-anaknya yang
masih duduk di bangku sekolah. Apalagi jika mereka tidak punya uang, mereka akan meminjam
uang ke tetangga. Mereka takut jika jatuh tempo atau mereka telat membayar, maka barang yang
ada di dalam rumahnya akan disita. Akhirnya, ia berkeinginan untuk menjadi seorang Wanita
Tuna Susila, untuk membantu ekonomi keluarganya. Ia melakukannya dengan inisiatif sendiri
tanpa ada dari pihak luar. Ia melakukan hal tersebut karena adanya factor ekonomi yang ia alami
didalam keluarganya. Karena, dengan hal itu ia bisa mendapatkan uang dengan mudah dan cepat,
dan uang tersebut digunakan untuk kehidupan keluarganya sehari-hari.

Ia sudah tiga kali keluar masuk panti tersebut, dengan permasalahan yang sama.
Penangkapan terakhir terjadi di Semarang. Pada saat itu, pada malam Jumat setelah ba’da isya, ia
bersama pacarnya pergi dengan sebuah sepeda motor, sedangkan suami bu kasmi sedang keluar.
Pacarnya menjemput bu Kasmi di rumahnya. Kemudian, ia bersama pacarnya pergi ke sebuah
kontrakan di Semarang yang kontrakan tersebut sudah di sewa oleh pacarnya sebelumnya.

Setelah sampai, mereka langsung masuk ke sebuah kontrakan tersebut. Lalu mereka
melakukan sebuah hubungan. Keburuntungan tidaklah berpihak pada mereka. Beberapa saat
kemudian, saat mereka melakukan sebuah hubungan terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Ternyata suara itu adalah suara dari petugas aparat kepolisian yang sedang melakukan suatu
penggerebekan didaerah tersebut. Karena didaerah tersebut sering menjadi tempat berkumpulnya
para WTS. Akhirnya, banyak dari mereka tertangkap oleh aparat kepolisian, dan banyak pula
yang dapat kabur dari penggerebekan tersebut. Bagi mereka yang tertangkap oleh polisi, mereka
akan dibawa ke kantor polisi, termasuk bu Kasmi dan pacarnya. Mereka akan dimintai
keterangan oleh petugas kepolisian.

Setelah dimintai keterangan oleh petugas kepolisian, bu Kasmi kemudian dibawa ke Panti
Pelayanan Sosial Wanita yang ada di Solo. Sedangkan pacarnya akan ditahan, dan pacarnya akan
bertanggung jawab atas perbuatan yang ia lakukan kepada bu Kasmi. Setelah sampai di Panti, bu
Kasmi juga di mintai keterangan lagi untuk lebih lanjut, lalu menjalani tes medis. Kemudian
dilanjutkan ke psikolog dan para pekerja social, untuk memenuhi syarat untuk direhabilitasi di
sini, karena mungkin saja yang ditemui bukan WTS. Jika memenuhi syarat, para WTS harus
menjalani masa rehabilitasi selama 6 bulan.
Setelah dimintai keterangan, ia masuk ke asrama panti tersebut yang ketiga kalinya. Dari
pihak panti akan menghubungi keluarga dari bu Kasmi, kalau bu Kasmi sedang berada dipanti
tersebut. Reaksi dari keluarga bu Kasmi setelah mendengar jika ibu Kasmi melakukan seperti itu
lagi, mereka syok dan marah karena mereka tidak menyangka jika ia melakukan seperti itu lagi,
dan akan mencoreng nama baik keluarganya lagi, serta membuat keluarganya malu.

Suaminya baru mengetahui keberadaan bu Kasmi, setelah anaknya memberi tahu


keberadaan istrinya tersebut yang masuk ke panti lagi. Kemudian, ia menjenguk bu Kasmi, ia
ingin mengajak balikan atau rujuk kembali dengan bu Kasmi, karena mereka mempunyai
tanggungan yaitu keempat anaknya yang masih dibangku sekolah. Sebenarnya, sebelum kejadian
tersebut, mereka sempat berselisih dan suaminya ingin bercerai dengan bu Kasmi. Tetapi setelah
mereka berdiskusi dan menahan egonya masing-masing, mereka akhirnya saling meminta maaf
dan mengakui kesalahannya masing-masing yang telah mereka perbuat.

Sebenarnya, bu Kasmi sempat membuka suatu usaha warung makan, tetapi usaha yang ia
buka tidak bertahan cukup lama, karena modal yang ia perlukan cukup besar dan keuntungan
yang ia dapatkan sangatlah kecil, sehingga ia menutup usahanya. Kemudian muncul lagi untuk
berkeinginan menjadi WTS lagi. Saat berada dipanti tersebut, keluarganya sering mengunjungi
ibu Kasmi setiap dua minggu sekali. Mereka sering membawakannya makanan. Bu Kasmi
merasa senang jika keluarganya ada yang menjenguknya, apalagi jika anak-anaknya yang
menjenguk dirinya. Bu Kasmi sangat sayang terhadap anak-anaknya. Ia melakukan berbagai cara
untuk menghidupi mereka, tetapi jalan yang ditempuh bu Kasmi adalah salah. Keluarganya
berharap dengan kondisi seperti ini, Ibu Kasmi akan menyadari perbuatannya yang ia lakukan
dan akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, serta tidak melakukan perbuatan seperti itu
lagi.

Selama di asrama panti tersebut, bu Kasmi merasa nyaman dan senang, karena ia bisa
bertemu dengan orang-orang yang berbeda latar belakang atau sama dengannya, berbagi
pengalaman, bersenda gurau, dan dibimbing dan dibina oleh petugas-petugas yang ada dipanti
tersebut. Kadang-kadang di asrama panti tersebut terjadi perselisihan antara satu sama lain. Jika,
bu Kasmi berselisih dengan salah satu temannya yang ada di panti, ia lebih memilih mengalah
ketimbang melayani perlawanan yang dilakukan oleh temannya.
Di panti tersebut, mereka akan diberikan pembelajaran mulai dari bimbingan mental,
fisik sampai ketrampilan sesuai minatnya. Dipanti tersebut memberikan pembekalan atau
mengajarkan berbagai macam ketrampilan, yang gunanya mengasah kemampuan yang dimiliki
orang-orang yang masuk panti tersebut. Jenis ketrampilan yang diberikan sesuai dengan yang
dibutuhkan, mudah dilakukan, dan mudah dipasarkan. Tujuannya memberikan ketrampilan bagi
peserta agar bisa mandiri setelah keluar nantinya, dan semoga setelah selesai mengikuti
pendampingan dipanti, harkat dan martabat hidup mereka terangkat, serta meniggalkan dunia
prostitusi. Ketrampilan yang diajarkan, misalnya ada kelas masak, menjahit, kerajinan tangan,
pembuatan telur asin, tata rias, membatik.

Di akhir masa rehabilitasi pun, mereka akan di modali sesuai jenis ketrampilan yang
diikutinya. Misalnya, bila mengambil ketrampilan menjahit, nantinya mereka akan diberikan
seperangkat mesin border. Pemberian alat ini supaya mereka bisa mandiri dan buka usaha.
Mereka juga diberikan sertifikat sesuai keahliannya untuk memudahkan kalau mau melamar
pekerjaan ke pabrik atau tempat lain.

Anda mungkin juga menyukai